52
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Combustio 3.1.1 Definisi Combustio (luka bakar) adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi 15 . 3.1.2 Epidemiologi Luka bakar masih menjadi masalah besar yang mengancam seluruh kalangan usia. Lebih dari 60% pasien luka bakar terjadi dalam kisaran usia produktif, dimana pria lebih banyak daripada perempuan. Hingga 55% disebabkan api, 40% karena air mendidih dan selebihnya dikarenakan kimia dan listrik 17 . 3.1.2 Patofisiologi 1. Respon lokal 16,17 a) Zona koagulasi yaitu daerah yang langsung mengalami kerusakan atau kehilangan jaringan irreversibel akibat koagulasi protein. 19

Bab 3 Lapkas Ga Tiva

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

BAB 3TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Combustio

3.1.1 Definisi

Combustio (luka bakar) adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan

jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,

bahan kimia, listrik, dan radiasi15.

3.1.2 Epidemiologi

Luka bakar masih menjadi masalah besar yang mengancam seluruh

kalangan usia. Lebih dari 60% pasien luka bakar terjadi dalam kisaran usia

produktif, dimana pria lebih banyak daripada perempuan. Hingga 55% disebabkan

api, 40% karena air mendidih dan selebihnya dikarenakan kimia dan listrik17.

3.1.2 Patofisiologi

1. Respon lokal16,17

a) Zona koagulasi yaitu daerah yang langsung mengalami kerusakan atau

kehilangan jaringan irreversibel akibat koagulasi protein.

b) Zona statis yaitu area hipoperfusi yang masih berpotensi untuk

diselamatkan. Merupakan target utama resusitasi untuk meningkatkan

perfusi ke daerah ini dan mencegah kerusakan baru yang ireversibel.

Keadaan lainnya seperti hipotensi berkelanjutan, infeksi atupun edema

dapat mengubah area ini menjadi rusak ireversibel. Daerah ini berada

langsung di luar zona koagulasi, terjadi kerusakan endotel pembuluh darah

disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan

perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan

19

Page 2: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

20

respons inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca

cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.

c) Zona hiperemi yaitu daerah dengan perfusi jaringan meningkat, jaringan

akan membaik kecuali terdapat sepsis berat atau hipoperfusi

berkepanjangan.

2. Respon sistemik16,17

Ketika luas luka bakar mencapai 15-20% total permukaan tubuh, terjadi

pelepasan sitokin dan mediator inflamasi pada lesi yang memberi efek sistemik.

a) Perubahan kardiovaskular. Permeabilitas kapiler meningkat membuat

pelepasan protein dan cairan intravaskular ke interstisial. Selain itu terjadi

vasokontriksi arteri-arteri perifer dan splanknik. Pelepasan TNF-α

menyebabkan kontraktilitas miokard menurun. Keadaan tersebut

diperberat dengan hilangnya cairan dari luka, menyebabkan hipotensi

sitemik dan berujung pada hipoperfusi organ.

b) Perubahan respiratorik. Mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi

dan pada keadaan yang berat dapat menyebabkan respiratory distress

syndrome.

c) Perubahan metabolik. Basal metabolic rate meningkat hingga 3 kali lipat.

Keadaan tersebut diperberat hipoperfusi splanknik, membutuhkan nutrisi

enteral segera untuk mengurangi katabolisme dan menjaga keutuhan usus.

d) Perubahan imunologis. Terjadi down rwgulation tidak spesifik sistem

imun, baik selular maupun humoral.

Page 3: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

21

3.1.3 Klasifikasi17

A. Klasifikasi berdasarkan kedalaman luka

1. Luka bakar derajat satu (I)

Ditandai dengan luka bakar superfisial dengan kerusakan pada lapisan

epidermis.  Tampak eritema.  Penyebab tersering adalah sengatan sinar matahari. 

Pada proses penyembuhan terjadi lapisan luar epidermis yang mati akan

Page 4: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

22

terkelupas dan terjadi regenerasi lapisan epitel yang sempurna dari epidermis yang

utuh dibawahnya. Tidak terdapat bula, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik

teriritasi. Dapat sembuh spontan selama 5-10 hari.

2.  Luka bakar derajat dua (II)

Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis

dibawahnya, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi.  Pada luka

bakar derajat dua ini ditandai dengan nyeri, bercak-bercak berwarna merah muda

dan basah serta pembentukan blister atau lepuh.biasanya disebabkan oleh

tersambar petir, tersiram air panas.  Dalam waktu 3-4 hari, permukaan luka bakar

mengering sehingga terbentuklah krusta tipis berwarna kuning kecoklatan seperti

kertas perkamen.  Beberapa minggu kemudian, krusta itu akan mengelupas karena

timbul regenerasi epitel yang baru tetapi lebih tipis dari organ epitel kulit yang

tidak terbakar didalamnya.  Oleh karena itu biasanya dapat terdapat penyembuhan

spontan pada luka bakar superfisial atau partial thickness burn. 

Dibedakan menjadi 2 (dua):

a. Derajat II dangkal (superfisial)

kerusakan mengenai sebagian superfisial dari dermis

apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjer keringat, kelenjer sebasea

masih utuh

penyembuhan terjasi spontan dalam waktu 10-14 hari

Page 5: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

23

b. Derajat II dalam (deep)

kerusakan mengenai hampir saluruh bagian dermis

apendises kulit sperti folikel rambut, kelenjer keringat, kelenjer sebasea

sebagian masih utuh

Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa.

Biasanya terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan

3. Luka bakar derajat tiga (III)

Terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan kulit.  Meskipun tidak seluruh

tebal kulit rusak, tetapi bila semua organ kulit sekunder rusak dan tidak ada

kemampuan lagi untuk melakukan regenerasi kulit secara spontan/ reepitelisasi,

maka luka bakar itu juga termasuk derajat tiga.  Penyebabnya adalah api, listrik

atau zat kimia.  Mungkin akan tampak berwarna putih seperti mutiara dan biasnya

tidak melepuh, tampak kering dan biasanya relatif anestetik.  Dalam beberapa

hari, luka bakar semacam itu akan membentuk eschar berwarna hitam, keras,

tegang  dan tebal.

Page 6: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

24

Derajat I

(Superficial)

atau

dangkal

Derajat IIa

( Partial

Thickness-

Superficial

dermal) atau

sebagian dangkal

Derajat IIb

( Partial

Thickness-Deep

dermal) atau

sebagian dalam

Derajat III

(Full Thickness)

atau seluruh

lapisan

Patologi Hanya

mengenai

epidermis

(contoh: sun-

burn)

Seluruh epidermis

dan lapisan atas

dermis

Seluruh

epidermis,

lapisan dermis

lebih dalam lagi

(tidak seluruh

dermis)

Seluruh

epidermis, seluruh

dermis hingga

lapisan subkutan

Warna Kemerahan Merah muda -

kemerahan

Merah - putih Putih, cokelat

kehitaman

Bula + +/- +/- -

Capillary refill + + + -

Nyeri + + + (tumpul) -

Kekeringan Kering Lembab Lembab Kering

Penampakan Kering dan Gelembung berisi Gelembung Putih berminyak

Page 7: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

25

luar merah;

memucat

dengan

penekanan

cairan,

berkeringat,

merah; memucat

dengan penekanan

berisi cairan

(rapuh); basah

atau kering

berminyak,

berwarna dari

putih sampai

merah; tidak

memucat

dengan

penekanan

sampai abu-abu

dan kehitaman;

kering dan tidak

elastis; tidak

memucat dengan

penekanan

Waktu

penyembuhan

3 – 6 hari     7-20 hari >21 hari Tidak dapat

sembuh (jika luka

bakar mengenai

>2% dari TBSA)

Jaringan

parut

Tidak terjadi

jaringan

parut

Umumnya tidak

terjadi jaringan

parut; potensial

untuk perubahan

pigmen

Hipertrofi,

berisiko untuk

kontraktur

(kekakuan

akibat jaringan

parut yang

berlebih)

Risiko sangat

tinggi untuk

terjadi kontraktur

Lainnya - Edema, pucat Tidak terlalu

pucat

Hangus, disertai

eksar

Terapi Tidak perlu

(terapi

suportif:

analgetik)

Dressing: Polyurethrane film, foam

dressing atau bacterial sellulose

Silversulfadiazine,

eksisi tangensial,

skin graft

B. Perhitungan luas combustio16

Page 8: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

26

Pada anak-anak terdapat perbedaan dalam luas permukaaan tubuh, yang

umumnya mempunyai pertimbangan lebih besar antara luas permukaan kepala

dengan luas ekstrimitas bawah dibandingkan pada orang dewasa.  Area kepala

luasnya adalah 19% pada waktu lahir (10% lebih besar dari pada orang dewasa). 

Hal ini terjadi akibat pengurangan pada luas ekstremitas bawah, yang masing-

masing sebesar 13%.  Dengan bertambahnya umur setiap tahun, sampai usia 10

tahun, area kepala dikurangi 1 persen dan jumlah yang sama ditambah pada setiap

ekstremitas bawah.  Setelah usia 10 tahun, digunakan persentase orang dewasa. 

            Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi

karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif

permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan

rumus 10-15-20 dari Lund dan Browder untuk anak.

Page 9: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

27

Page 10: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

28

C. Derajat Keparahan Combustio

Berdasarkan berat-ringannya luka bakar (American Burn Association):

1. Luka Bakar Berat ( Major Burn Injury )

  Derajat II, terbakar >25% area permukaan tubuh pada dewasa

  Derajat III, terbakar >25% area permukaan tubuh pada anak-anak

  Derajat III, terbakar >10% area permukaan

  Kebanyakan meliputi tangan, muka, mata, telinga, kaki atau perineum

2. Luka Bakar Sedang

         Derajat II, terbakar 15-25% area permukaan tubuh pada dewasa

         Derajat II, terbakar 10-20% are permukaan tubuh pada anak-anak

         Derajat III, terbakar <10% area permukaan tubuh.

3. Luka Bakar Ringan

         Derajat II, terbakar <15% area permukaan tubuh pada dewasa

         Derajat II, terbakar <10% area permukaan tubuh pada anak-anak

         Derajat III, terbakar <2% area permukaan tubuh.

Indikasi rawat inap :

1.      Derajat 2 lebih dari 15% pada dewasa, dan lebih dari 10% pada anak

2.      Derajat 2 pada muka, tangan, kaki, perineum

3.      Derajat 3 lebih dari 2% pada dewasa, dan setiap derajat 3 pada anak

4.      Luka bakar yang disertai trauma visera, tulang, dan jalan napas

3.1.4 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan luka bakar adalah untuk mengembalikan bentuk,

fungsi dan sensorik. Tatalaksana dapat dibagi menjadi 7 fase: rescue (selamatkan

Page 11: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

29

pasien dari sumber penyebab luka bakar), resuscitate (jaga sirkulasi, biasanya

memberikan cairan), retrieve (setelah evakuasi dan tatalaksana di unit gawat

darurat, rujuk ke unit luka bakar), resurface (perbaikan kulit dan jaringan yang

telah luka): dressing sederhana, debridement hingga skin graft), rehabilitate

(mengembalikan semua fungsi baik fisik, emosional dan psikologi dari pasien),

reconstruct (memperbaiki semua jaringan parut) dan review ( terutama pada anak-

anak, membutuhkan pemeriksaan ulang setiap tahun)17.

1. Upaya pertama saat terbakar adalah menghilangkan sumber panas (api)

dari tubuh misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk

menghentikan pasokan O2 pada api yang menyala. Selanjutnya merendam daerah

luka dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama 15 menit untuk

menghentikan proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi

yang akan terus berlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi

tetap meluas. Oleh karena itu, merendam luka bermanfaat untuk menurunkan suhu

jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.

2. Pada luka ringan mendinginkan daerah terbakar dengan air, mencegah

infeksi dan memberi kesempatan sisa sel epitel untuk berproliferasi dan menutup

permukaan luka. Luka dapat dirawat secara terbuka atau tertutup. Pada luka bakar

luas dan dalam, pasien harus segera di rujuk ke rumah sakit terdekat.

3. Resusitasi segera dengan pemberian cairan IV berdasarkan perhitungan

kebutuhan cairan pasien. Status hidrasi pasien harus dipantau terus menerus.

Keberhasilan pemberian cairan dapat kita lihat dari dieresis normal (1000-

1500mL/24 jam atau 1 mL/kgBB/jam dan 3 mL/kgBB/jam pada pasien anak.

Page 12: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

30

4. Antibiotik sistemik diberikan untuk mencegah infeksi. Paling banyak

menggunakan golongan aminoglikosida yang efektif untuk pseudomonas.

Selanjutnya diberikan analgetik untuk menghilangkan nyeri. Lalu diberikan

pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau toksoid.

5. Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutupi kebutuhan kalori dan

keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme (2500-3000 kal sehari

dengan protein tinggi).

6. Penanganan lokal dengan pemberian obat-obat topikal dalam bentuk krim

atau salep. Antiseptik yang dipakai adalah yodium povidon. Krim silver

sulfadiazine 1% berguna sebagai bakteriostatik, memiliki daya tembus yang

cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman.

7. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati

dengan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan segera setelah keadaan stabil

karena eksisi ini menyebabkan perdarahan. Biasanya dilakukan pada hari ke 3-7.

Luka bakar yang telah dibersihkan dapat ditutup dengan skin graft.

3.2 Anestesi Umum Intravena

Anestesi umum intravena adalah anestesi yang diberikan melalui jalur

intravena, baik untuk tujuan hipnotik, analgetik ataupun pelumpuh otot. Tahapan

tindakan yang dilakukan untuk anestesi umum intravena antara lain:

1. Penilaian dan persiapan pra anestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan laboratorium, klasifikasi status fisik, masukan oral, dan

premedikasi.

2. Induksi obat anestesi intravena beserta pemeliharaan.

Page 13: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

31

3. Pemulihan.

Setelah berada di dalam vena, obat-obat anestesi intravena ini akan

diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi sistemik. Obat anestesi yang

ideal memiliki sifat:

1. Hipnotik dengan onset cepat serta mengembalikan kesadaran dengan cepat

segera sesudah pemberian dihentikan

2. Analgetik

3. Amnesia

4. Memiliki antagonis

5. Cepat dieliminasi

6. Depresi kardiovaskular dan pernafasan tidak ada atau minimal

7. Farmakokinetik tidak dipengaruhi atau minimal terhadap disfungsi organ1.

Indikasi anestesi intravena antara lain untuk: 1) induksi anestesia; 2)

induksi dan pemeliharaan anestesi pada pembedahan singkat; 3) menambahkan

efek hipnosis pada anestesi inhalasi dan anestesi regional; 4) menambahkan sedasi

pada tindakan medik1.

Cara pemberiannya dapat berupa: 1) suntikan intravena tunggal untuk

induksi anestesi atau pada operasi-operasi singkat hanya obat ini saja yang

dipakai; 2) suntikan berulang untuk prosedur yang tidak memerlukan anestesi

inhalasi dengan dosis ulangan lebih kecil dari dosis permulaan, 3) Melalui infus,

untuk menambah daya anestesi inhalasi2.

Page 14: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

32

3.3 Penilaian dan Persiapan Pra Anestesi

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya

kecelakaan dalam anestesi. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan

kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien

dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi

angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan3.

3.2.1 Penilaian pra bedah

A. Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya

sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat

perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak

napas pasca bedah sehingga dapat dirancang anestesi berikutnya dengan lebih

baik. Beberapa peneliti menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah

dimasa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan

digunakan ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnue

berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-

2 hari sebelumnya3.

B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat

penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.

Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan

Page 15: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

33

rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien3.

C. Pemeriksaan laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan

penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi

pemeriksaan darah rutin (Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa pembekuan)

dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan

foto thoraks3.

D. Status ASA

Risiko anestesi dinilai dengan menentukan (1) apakah kondisi pasien

optimal untuk anestesi dan (2) jika terdapat penyakit lain yang masih dapat

ditangani, apakah manfaat pembedahan saat ini lebih diutamakn daripada risiko

penyulit yang disebabkan oleh penyakit penyerta. Pedoman yang dapat digunakan

untuk menyimpulkan risiko anestesi adalah status fisik menurut American Society

of Anesthesiologists (ASA), yaitu:2,3,10

a. Kelas I : Pasien sehat, normal. Tidak ada gangguan organik,

biokimia dan psikiatri, misalnya pasien hernia inguinalis reponibel tanpa

penyulit. Angka mortalitasnya 0,1%

b. Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan bukan

disebabkan oleh penyakit yang akan dibedah, misalnya pasien obesitas,

diabetes melitus ringan atau bronkitis yang akan menjalani apendektomi.

Angka mortalitas 0,2%.

Page 16: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

34

c. Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat sehingga aktivitas

rutin terbatas, misalnya pasien diabetes melitus dengan komplikasi

vaskular yang akan menjalani pembedahan apendisitis akut. Angka

mortalitas 1,8%.

d. Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam

jiwanya dan tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya

insufisiensi koroner atau infark miokard. Angka mortalitas 7,8%.

e. Kelas V : Pasien moribund (sekarat) yang tidak dapat bertahan

tanpa pembedahan, misalnya pasien syok hemoragik berat akibat

kehamilan ektopik yang pecah. Angka mortalitas 9,4%.

f. Kelas VI : Pasien yang dinyatakan telah mati batang otak dan organ

tubuhnya didonorkan

E. Masukan oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi

lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama

pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko

tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia

harus puasa selama periode tertentu sebelum induksi anestesia3.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak 4-6 jam dan pada bayi

3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia.

Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum

obat, air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia3.

Page 17: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

35

F. Pr a medikasi

Idealnya, pasien memasuki ruang pembedahan dalam keadaan tidak

cemas, tidur namun mudah dibangunkan dan kooperatif, sehingga pasien diberi

medikasi prabedah baik secara farmakologis maupun psikologis10. Pramedikasi

farmakologis meliputi pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan tujuan

untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi. Manfaat

pramedikasi diantaranya:2,3,10

1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien.

a. Menghilangkan rasa khawatir melalui kunjungan pre anestesi,

pengertian masalah yang dihadapi dan keyakinan akan

keberhasilan operasi.

b. Memberikan ketenangan (sedatif), mengurangi kecemasan

(ansiolitik).

c. Membuat amnesia.

d. Mengurangi rasa sakit (analgesia narkotik atau non

narkotik).

e. Mencegah mual dan muntah.

2. Memudahkan atau memperlancar induksi.

3. Mengurangi jumlah obat-obat anestesi.

4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah atau liur).

5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung dengan cara pemberian

antikolinergik atropine, H2-antagonis.

6. Mengurangi rasa sakit.

Page 18: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

36

Pemberian obat pramedikasi secara subkutan tidak akan efektif dalam 1

jam, secara intramuskular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang

sangat darurat dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat

dapat diberikan secara intravena, obat akan efektif dalam 3 - 5 menit. Obat akan

sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum dimulai dalam waktu 1

jam dianjurkan pemberian premedikasi intramuskular, subkutan tidak dianjurkan.

Semua obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat menyebabkan

sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi dengan

pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan3.

3.4 Obat-Obat Induksi Anestesi Intravena

Anestesia intravena langsung masuk ke darah dan elimininasinya harus

menunggu proses metabolisme maka dosisnya harus diperhitungkan secara teliti.

Untuk mempertahankan anestesia atau sedasi yang diinginkan, kadarnya dalam

darah harus dipertahankan dengan suntikan berkala atau pemberian infus

kontinu10. Obat anestesi intravena dapat digolongkan dalam dua golongan, yakni:

1) Obat yang terutama digunakan untuk induksi anestesi, contohnya golongan

barbiturat, eugenol dan steroid; 2) obat yang digunakan baik sendiri maupun

kombinasi untuk mendapat keadaan seperti pada neuroleptanalgesia (seperti

droperidol), anestesi dissosiasi (seperti ketamin), sedatif (seperti diazepam). Dari

bermacam-macam obat anestesia intravena, hanya beberapa saja yang sering

digunakan, yakni golongan: barbiturat, ketamin dan diazepam2. Obat tertentu

seperti barbiturat kadar plasmanya bertahan lama sebelum turun di bawah 50%

Page 19: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

37

setelah infus kontinu dihentikan, sehingga barbiturat bukan obat intravena yang

sesuai jika diperlukan pulih-sadar yang segera10.

3.3.1 Propofol

Propofol adalah salah satu dari kelompok

derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia

intravena. Pertama kali digunakan dalam praktek

anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Propofol dikemas dalam cairan

emulsi berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg)7.

Pemberian propofol perlu prosedur aseptic karena larutan propofol dalam lipid

merupaka media yang baik bagi pertumbuhan kuman sehingga memudahkan

terjadinya infeksi10.

Propofol menimbulkan induksi anestesi secepat tiopental, tetapi dengan

pemulihan yang lebih cepat dan pasien segera merasa lebih baik dibanding setelah

penggunaan anestetik lain, propofol dapat digunakan dalam “day surgery”11.

Farmakokinetik. Waktu paruh 24-72 jam. Dosis induksi cepat

menimbulkan sedasi (30-45 detik) dengan durasi berkisar antara 20-75 menit

tergantung dosis dan redistribusi dari sistem saraf pusat4. Sebagian besar propofol

terikat dengan albumin (96-97%). Setelah pemberian bolus intravena, konsentrasi

dalam plasma berkurang dengan cepat dalam 10 menit pertama (waktu paruh 1-3

menit) kemudian diikuti bersihan lebih lambat dalam 3-4 jam (waktu paruh 20-30

menit). Kedua fase ini menunjukkan distribusi dari plasma dan ambilan oleh

jaringan yang cepat5,7.

Page 20: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

38

Propofol segera dimetabolisme di hati melalui konjugasi oleh

glukoronida dan sulat untuk membentuk metabolit inaktif yang larut air yang

selanjutnya diekskresi melalui urin (lebih cepat daripada eliminasi thiopental)

tetapi klirens totalnya ternyata lebih besar dari aliran darah hati yang

menunjukkan bahwa ada eliminasi ekstrahepatik. Sifat ini menguntungkan untuk

pasien dengan gangguan metabolisme hati6,11. Eliminasi propofol sensitif terhadap

perubahan aliran darah hepar namun tidak dipengaruhi oleh ikatan protein ataupun

aktivitas enzim. Propofol diketahui menghambat metabolisme obat oleh sitokrom

p450 sehingga dapat menyebabkan perlambatan klirens dan durasi yang

memanjang pada pemberian bersama dengan fentanyl, alfentanil dan

propanolol4,5,7.

Farmakodinamik. a) Sistem saraf pusat. Dosis induksi menyebabkan

pasien kehilangan kesadaran dengan cepat akibat ambilan obat lipofilik yang

cepat oleh SSP, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi,

tanpa disetai efek analgetik. Pada pemberian dosis induksi  (2 mg/kgBB)

pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood

tapi tidak  sehebat thiopental. Propofol dapat menyebabkan penurunan aliran

darah ke otak dan konsumsi oksigen otak sehingga dapat menurunkan tekanan

intrakranial dan tekanan intraokular sebanyak 35%2,3,5.     

b) Sistem kardiovaskuler. Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan

depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun. Hal ini

disebabkan oleh efek dari propofol yang menurunkan resistensi vaskular sistemik

sebanyak 30%. Namun penurunan tekanan darah biasanya tidak disertai

Page 21: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

39

peningkatan denyut nadi. Pernafasan spontan (dibanding nafas kendali) serta

pemberian drip melalui infus (dibandingkan dengan pemberian melalui bolus)

mengurangi depresi jantung. Sedangkan usia berbanding lurus dengan efek

depresi jantung4,5,7.

c) Sistem pernafasan. Apnu paling banyak didapatkan pada pemberian

propofol dibanding obat intravena lainnya. Umumnya berlangsung selama 30

detik, namun dapat memanjang dengan pemberian opioid sebagai premedikasi

atau sebelum induksi dengan propofol. Dapat menurunkan frekuensi pernafasan

dan volume tidal. Efek ini biasanya bersifat sementara namun dapat memanjang

pada penggunaan dosis yang melebihi dari rekomendasi atau saat digunakan

bersamaan dengan respiratory depressants4,5,7.

Dosis. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam

anastesia umum4. Dosis yang dianjurkan untuk induksi pada pasien >3 tahun dan

< 55 tahun adalah 2-2,5 mg/kgBB dan untuk pasien >55 tahun, pasien lemah atau

dengan ASA III/IV adalah 1-1,5 mg/kgBB. Dosis untuk pemeliharaan yang

dianjurkan pada pasien >3 tahun dan <55 tahun adalah 0,1-0,2 mg/menit/kgBB

dan untuk pasien >55 tahun, pasien lemah atau dengan ASA III/IV adalah 0,05-

0,1 mg/menit/kgBB4.

Kelebihan propofol adalah bekerja lebih cepat dibandingkan tiopental,

konfusi pasca bedah minimal dan kurang menyebabkan mual-munta pasca

bedah11. Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada

dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka

lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri4,5.

Page 22: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

40

Efek samping. Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga

beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2mg/kgBB intravena3.

Biasanya terjadi saat penyuntikan dilakukan di dorsum palmaris. Insidens nyeri

lebih sedikit didapatkan pada penyuntikan di vena yang lebih besar di fossa

antecubiti5. Bradikardi serta hipotensi kadang didapatkan setelah penyuntikan

propofol, namun dapat diatasi dengan penyuntikkan obat antimuskarinik,

misalnya: atropin. Efek samping eksitatorik seperti myoclonus, opisthotonus serta

konvulsi kadang dihubungkan dengan pemberian propofol dan dapat terjadi pada

masa pemulihan. Risiko konvulsi dan onset yang melambat ditemukan pada

pemberian propofol pada pasien epilepsi4,5,7.

3.3.2 Ketamin

Ketamin adalah suatu “rapid acting

non-barbiturate general anesthetic”.

Pertama kali diperkenalkan oleh Domino

and Carsen pada tahun 19652. Ketamin

kurang digemari untuk induksi anestesia karena sering menimbulkan takikardi,

hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anesthesia dapat menimbulkan mual

muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk3. Blok terhadap reseptor opiat dalam

otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi

terhadap reseptor metil-aspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek

analgesik1,4.

Farmakokinetik. Onset kerja ketamin pada pemberian intravena (IV)

lebih cepat dibandingkan pemberian intramuscular (IM). Onset pada pemberian

Page 23: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

41

IV adalah 30 detik sedangkan dengan pemberian IM membutuhkan waktu 3-4

menit, tetapi durasi kerja juga didapatkan lebih singkat pada pemberian intravena

(5-10 menit) dibandingkan pemberian intramuskular (12-25 menit)1,4.

Metabolisme terjadi di hepar dengan bantuan sitokrom P450 di reticulum

endoplasma halus menjadi norketamine yang masih memiliki efek hipnotis namun

30% lebih lemah dibanding ketamin, yang kemudian mengalami konjugasi oleh

glukoronida menjadi senyawa larut air untuk selanjutnya diekskresikan melalui

urin5.

Farmakodinamik Sistem saraf pusat. Ketamine memiliki efek analgetik

yang kuat akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) disertai anestesia

disosiasi. Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan

mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata

berupa kelopak mata terbuka spontan, dilatasi pupil dan nistagmus. Selain itu

kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance),

seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. pasien yang diberikan

ketamin juga mengalami amnesia anterograde. Itu merupakan efek anestesi

dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian ketamin. Sering

mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga

pasien mengalami agitasi. Selain itu, ketamin menyebabkan peningkatan aliran

darah ke otak, konsumsi oksigen otak, dan tekanan intrakranial1,4.

Pulih sadar kira-kira tercapai dalam 10-15 menit tetapi sulit menentukan

saatnya yang tepat seperti halnya sulit menentukan permulaan kerjanya. Kontak

penuh dengan lingkungan dapat bervariasi dari beberapa menit setelah permulaan

Page 24: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

42

tanda-tanda sadar sampai 1 jam. Sering mengakibatkan mimpi buruk, disorientasi

tempat dan waktu, halusinasi dan menyebabkan gaduh, gelisah, tidak terkendali.

1,4.

Sistem kardiovaskuler. Tekanan darah akan naik baik sistolik maupun

diastolik. Kenaikan rata-rata antara 20-25% dari tekanan darah semula mencapai

maksimum beberapa menit setelah suntikan dan akan turun kembali dalam 15

menit kemudian. Denyut jantung juga meningkat. Efek ini disebabkan adanya

aktivitas saraf simpatis yang meningkat dan depresi baroreseptor. Efek ini dapat

dicegah dengan pemberian premedikasi opioid, hiosine. Namun aritmia jarang

terjadi1,4.

Sistem pernafasan. Depresi pernafasan kecil sekali dan hanya sementara,

kecuali dosis terlalu besar dan adanya obat-obat depresan sebagai premedikasi.

Ketamin menyebabkan dilatasi bronkus dan bersifat antagonis terhadap efek

konstriksi bronkus oleh histamin, sehingga baik untuk penderita asma dan untuk

mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih ringan1,4.

Dosis. Dosis yang dianjurkan untuk induksi pada pasien dewasa adalah

1-4mg/kgBB atau 1-2mg/kgBB dengan lama kerja 15-20 menit, sedangkan

melalui infus dengan kecepatan 0,5mg/kgBB/menit, sedangkan untuk anak-anak

terdapat banyak rekomendasi. Menurut Mace et al (2004) dosis induksi adalah 1-2

mg/kgBB sedangkan menurut Harriet Lane, 0,25-0,5 mg/kgBB. Dengan dosis

tambahan setengah dari dosis awal sesuai kebutuhan5. Untuk sedasi dan analgesik

dosis yang dianjurkan adalah 0,2-0,8 mg/kgBB IV dan untuk mencegah nyeri

dosis yang dianjurkan adalah 0,15-0,25 mg/kgBB IV5. Ketamin dapat diberikan

Page 25: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

43

bersama dengan diazepam atau midazolam dengan dosis 0,1mg/kgBB IV dan

untuk mengurangi salivasi dapat diberikan sulfas atropine 0,01mg/kgBB3.

Indikasi. Ketamin dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai

induksi pada anestesi umum : 1) untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas

sulit, misalnya pada koreksi jaringan sikatriks daerah leher; 2) untuk prosedur

diagnostik pada bedah saraf atau radiologi (radiografi); 3) tindakan ortopedi,

misalnya reposisi; 4) pada pasien dengan risiko tinggi karena ketamin yang tidak

mendepresi fungsi vital; 5) untuk tindakan operasi kecil; 6) di tempat dimana alat-

alat anestesi tidak ada; 7) pasien asma1,4.

Kontra Indikasi. Ketamin tidak dianjurkan untuk digunakan pada: 1)

Pasien hipertensi dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 100

mmHg; 2) Pasien dengan riwayat CVD; 3) pasien dengan decompensatio cordis.

Penggunaan ketamin juga harus hati-hati pada pasien dengan riwayat kelainan

jiwa & operasi-operasi pada daerah faring karena refleks masih baik.

Efek samping. Di masa pemulihan pada 30% pasien didapatkan mimpi

buruk sampai halusinasi visual yang kadang berlanjut hingga 24 jam pasca

pemberian. Namun efek samping ini dapat dihindari dengan pemberian opioid

atau benzodiazepine sebagai premedikasi1,4.

Page 26: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

44

3.3.3 Midazolam

Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepine yang berinteraksi

dengan reseptor GABA di sistem saraf pusat. Benzodiazepine berikatan dengan

reseptor ϕ untuk meningkatkan konduktifitas membran terhadap ion klorida yang

menyebabkan perubahan polarisasi membran sehingga menghambat fungsi

normal neuronal. Efek midazolam yang paling penting adalah efek hipnotik dan

sedatif, serta efek amnesia13,14. Obat golongan benzodiazepine lainnya selain

midazolam yang biasa digunakan sebagai anestesi ialah diazepam dan lorazepam.

Penggunaan benzodiazepine menyebabkan pemulihan lebih lama, tetapi amnesia

anterograd yang ditimbulkannya bermanfaat mengurangi kecemasan

pascabedah11.

Waktu paruh distribusi 7 – 15 menit dan waktu paruh eliminasi 2 – 4 jam.

Potensi yang tinggi dan waktu aksi yang lebih pendek membuat midazolam

menjadi pilihan yang baik untuk digunakan. Midazolam ditransformasikan dan

dieksresi melalui urin. Metabolisme dilakukan di dalam hepar. Pada pasien

dengan gagal ginjal, fungsi kerja sedasi pada midazolam relative lebih panjang

oleh adanya akumulasi dari α-hydroxymidazolam13,14.

Dosis premedikasi dewasa 0,05 – 0,1 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur

dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. Pada orang tua dan pasien lemah

dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB. Pada anak umumnya digunakan oral 0,5 mg/kg,

30 menit sebelum induksi. Efek kerja midazolam pada sistem organ13,14 :

Sistem kardiovaskular. Golongan benzodiazepine memunculkan efek

minimal pada depresi kardiovaskuler walaupun pada penggunaan dosis induksi.

Page 27: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

45

Tekanan darah, volume curah jantung dan tahanan pembuluh darah perifer

cenderung akan sedikit menurun, walupun beberapa menimbulkan kenaikan pada

nadi. Hal tersebut terjadi akibat oleh menurunnya tonus vagal (drug-induced

vagolysis)13,14.

Sistem respirasi. Benzodiazepine mendepresi respon ventilasi secara

minimal, dengan mengurangi respons ventilasi terhadap CO2. Oleh karena itu,

golongan ini dapat membuat kegawatdaruratan nafas, sehingga pemakaiannya

perlu dipertimbangan bila ingin diimbangi dengan golongan opioid karena dapat

berakibat apnea13,14.

Sistem serebral. Benzodiazepines menurunkan konsumsi O2 pada otak,

sirkulasi darah di otak dan tekanan intra kranial. Midazolam sangat baik dalam

pencegah dan mengkontrol kejang grand mal. Efek anti cemas, amnesia, dan

sedative dapat terlihat pada dosis rendah, menuju ke keadaan stupor dan

ketidaksadaran pada dosis induksi13,14.

3.3.4 Fentanyl

Fentanyl (N-(1-phenethyl-4-piperidyl) adalah salah satu golongan opioid

yang sering digunakan dalam TIVA. Mulai kerjanya cepat, yaitu dalam 2-3 menit

(IV), tetapi singkat, hanya 30 menit12.. Opioid berikatan dengan reseptor khusus

yang bertempat di sistem saraf pusat dan jaringan lain, yaitu : mu µ (µ1 dan µ2),

kappa ҡ, delta δ, dan sigma ϭ. Fentanyl bekerja pada reseptor µ yang memiliki

efek klinis pada analgesi supraspinal dan spinal. Reseptor µ1 memerantai

analgesia, euphoria dan rasa tenang. Reseptor µ2 menyebabkan hipoventilasi,

bradikardia, pruritus, penglepasan prolaktin, dan ketergantungan fisis. Reseptor

Page 28: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

46

opioid yang telah teraktifasi menghambat pengeluaran presinaptik dan

postsinaptik terhadap excitatory neurotransmitter (acetylcholine). Transmisi dari

rangsang nyeri diinterupsi pada tingkat dorsal horn dari spinal cord. Fentanyl

secara tunggal ditransformasi di hepar13,14.

Dosis 1-3 ug/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit,

karena itu hanya dipergunakan untuk anestesia pembedahan dan tidak untuk pasca

bedah. Dosis besar 50-75 µg/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan

pemeliharaan anestesia dengan kombinasi benzodiazepin dan anestetik inhalasi

dosis rendah, pada bedah jantung. Untuk dosis maintenance dapat digunakan 2-10

µg/kgBB/jam13,14. Efek pada fentanyl pada organ tubuh :

Sistem kardiovaskuler. Opioid tidak terlalu mempengaruhi tekanan darah

kecuali pada dosis yang sangat tinggi. Dalam hal ini dapat terjadi hipotensi dan

bradikardia. Tekanan serebrospinal dapat meningkat karena vasodilatasi

pembuluh serebral akibat depresi pernapasan dan retensi CO213,14.

Sistem respiratori. Golongan opioid dapat membuat depresi nafas oleh

efek penurunan laju nafas dengan cara menurunkan sensitivitas neuron pusat

pernapasan terhadap CO2. Depresi nafas terjadi setelah mencapai kadar tertentu

dan akan meningkat dengan peningkatan dosis. Efek depresi nafas lebih sering

tampak pada wanita. Tidak seperti morfin dan meperidine yang dapat memicu

pengeluaran histamin, fentanyl berbeda sehingga tidak berefek spasme bronkus.

Fentanyl dapat memicu kekuatan dinding dada sehingga mengurangi ventilasi

nafas yang adekuat13,14.

Page 29: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

47

Sistem serebral. Golongan opioid secara keseluruhan menimbulkan

penurunan konsumsi O2 di otak, penurunan aliran darah otak dan tekanan

intrakranial, walaupun efeknya lebih minimal dibandingkan golongan barbiturate

ataupun benzodiazepine. Opioid juga memiliki efek EEG yang minimal bila

diberikan pada dosis tinggi sehingga timbul efek kejang dan kekakuan otot.

Euforia yang ditimbulkan opioid adalah akibat stimulasi dari tegmentum ventral.

Sistem gastointestinal. Opioid menurunkan kecepatan pengosongan

lambung oleh karena penurunan peristaltik, sehingga dapat menghilangkan diare.

Pada pemakaian jangka panjang, opioid dapat menyebabkan konstipasi. Opioid

dapat menyebabkan mual muntah karena menstimulasi secara langsung

chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada area postrema yang menyebabkan

muntah13,14.

3.3.5 Sulfat Atropin

Sulfat atropin merupakan suatu obat yang bersifat antikolinergik kuat atau

parasimpatikolitik (prototype antimuskarinik) yang melawan khasiat asetilkolin

dengan cara menghambat reseptor muskarin yang terdapat di SSP dan organ

perifer. Atropin juga memliki daya kerja atas SSP (sedatif) dan daya

bronkodilatasi ringan12.

Resorpsinya di usus cepat dan lengkap seperti alkaloid alamiah lainnya,

begitu pula dari mukosa. Resorpsinya melalui kulit utuh dan mata tidak mudah.

Distribusinya ke seluruh tubuh baik. Ekskresinya melalui ginjal, yang

setengahnya dalam keadaan utuh. Waktu paruh plasmanya 2-4 jam. Dosis pada

SA oral adalah 3 dd 0,4-0,6 mg (sulfat)12.

Page 30: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

48

Kepekaan reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda antar

organ. Pada dosis kecil (0,25 mg) misalnya atropin hanya menekan sekresi air

liur, mukus bronkus dan keringat. Dosis yang lebih besar (0,5-1 mg) baru terlihat

dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan nervus vagus sehingga

terlihat takikardia. Diperlukan dosis lebih besar lagi untuk menghambat peristaltik

usus dan sekresi kelenjar di lambung12. Efek atropin pada organ tubuh:

Sistem saraf pusat. Atropin merangsang medulla oblongata, dengan dosis

0,5 mg atropin merangsang nervus vagus sehingga frekuensi denyut jantung

berkurang12.

Sistem kardiovaskular. Pengaruh atropin terhadap jantung bersifat bifasik.

Dengan dosis 0,25-0,5 mg yang biasa digunakan, frekuensi jantung berkurang

disebabkan perangsangan nervus vagus. Obat ini dapat menghambat bradikardia

yang ditimbulkan oleh obat kolinergik12.

Sistem respirasi. Tonus bronkus sangat dipengaruhi oleh sistem

parasimpatis melalui reseptor M3 demikian juga sekresi kelenjar submukosanya.

Penggunaanya saat premedikasi bertujuan untuk mengurangi sekresi lendir jalan

nafas sehingga mengurangi risiko aspirasi saat pemulihan12.

Sistem gastrointestinal. Atropin disebut juga sebagai antispasmodic karena

bersifat menghambat peristaltik lambung dan usus. Atropin menyebabkan

berkurangnya sekresi liur dan sebagian juga sekresi lambung12.

3.5 Pemeliharaan Anestesi (Maintainance)

Pemeliharaan anestesi dapat dikerjakan secara IV (anestesi intravena

total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran IV inhalasi. Rumatan anestesi

Page 31: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

49

mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar,

analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri

dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan intravena biasanya menggunakan

opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan

pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi

pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa,

tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama

dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk

mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan

perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran

2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan,

dibantu atau dikendalikan.

3.6 Teknik Anestesi Umum Intravena

Teknik Anestesi Umum Intravena.:

1. Persiapan pasien

Anamnes is

a. Riwayat penyakit sistemik yang diderita dahulu dan sekarang, meliputi: 1)

respirasi, riwayat penyakit saluran napas atas, asma, batuk, influenza; 2)

kardiovaskular, riwayat penyakit jantung, hipertensi, nyeri dada; 3) sistem

endokrin seperti Diabetes Melitus, Hepatitis.

b. Riwayat penyakit keluarga, yaitu adanya anggota keluarga yang menderita

penyakit sistemik seperti TB, Diabetes Melitus, Asthma.

Page 32: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

50

c. Riwayat pengobatan atau pemakaian obat-obatan yang ada hubungannya

interaksi dengan obat anestesi yang digunakan seperti obat anti hipertensi,

anti koagulan, anti konvulsan dan anti diabetikum.

d. Riwayat alergi dan reaksi obat.

e. Riwayat anestesi dan pembedahan

f. Riwayat kebiasaan: suka berolahraga, peminum alkohol, pemakai narkoba.

Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan keadaan gigi geligi, tindakan buka mulut,

lidah relatif besar atau tidak, leher pendek dan kaku yang bisa menyulitkan

intubasi. Dan dilanjutkan ke pemeriksaan bagian lain dari inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.

Pemeriksaan Laboratorium: Darah, Urinalisa, EKG, Foto Rontgen, USG

Klasifikasi status penderita dengan ASA

Kesimpulan

Instruksi: pasang IV line, pemeriksaan penunjang dan puasa

2. Persiapan alat (STATICS)

Scope : laringoskop yang terdiri dari blade dan lampu, stetoskop

Tube : ETT

Airway : pipa orofaring dan pipa nasofaring

Tape : plaster untuk fiksasi ETT

Intraducer : mandrin

Connector : penghubung pipa dengan mesin anestesi

Suction

Page 33: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

51

3. Persiapan obat: (premedikasi, induksi, maintanance)

Premedikasi

Analgesik : fentanyl /petidin /morfin

Sedatif : midazolam /diazepam /dehydrobenzodiazepin

Hipnotik : ketamin /pentotal

Antikolinergik : sulfat atropin (SA)

Anti emetik : ondancetron /ranitidin

Induksi

Propofol /pentotal /ketamin

4. Pemberian premedikasi

Premedikasi dapat dilakukan di ruangan maupun di ruang operasi, melalui

oral (efek tercapai 1-2 jam), IM (efek tercapai 30-40 menit) dan IV (efek tercapai

2-3 menit). Premedikasi digunakan sesuai tujuan;

a) Untuk menenangkan pasien (sedasi) berikan Midazolam (0,1 mg/KgBB) /

Diazepam (0,1 mg/KgBB)

b) Untuk mengurangi nyeri (analgetik) digunakan fentanyl 1-3 mcg/KgBB /

petidin 1-2 mg/KgBB / morfin 0,1 mg/KgBB

c) Bila tekanan darah meningkat dapat diberikan Clonidin HCl (Catapress)

d) Bila mual muntah dapat diberikan ondancentron /ranitidin /simetidin.

5. Induksi

Induksi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak

sadar. Induksi intravena adalah induksi yg suntikan ke intravena, disuntikan

perlah-lahan dengan kecepatan antara 30-60 detik. Obat pilihannya: Propofol (2-

Page 34: Bab 3 Lapkas Ga Tiva

52

2,5 mg/KgBB) / ketamin (1-2 mg/KgBB) / pentotal (4-6mg/KgBB) / golongan

benzodiasepin; diazepam (0,05-0,2 mg/KgBB) / midazolam (0,15-0,3 mg/KgBB).

Cek refleks bulu mata untuk penilaian adekuat obat tersebut. Kemudian

berikan oksigen. Untuk dosis pemeliharaan dapat diberikan 1/2-1/3 dari dosis

induksi, dapat pula dikombinasi dengan gas anestesi, seperti N20 atau dengan obat

anestesi inhalasi isofluran, enfluran, dan juga sevofluran. Dengan perbandingan

30:70 / 50:50 / 3:2.