11
Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan Objek PPh Pasal 21 Penyamaan penghasilan bruto yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 dibandingkan dengan biaya pegawai dalam laporan keuangan SPT PPh Badan disebut dengan Ekualisasi. Dalam ekualisasi dan rekonsiliasi SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPh Pasal 21, pemeriksaan yang dilakukan memastikan bahwa seluruh penghasilan bruto pada laporan SPT Masa PPh Pasal 21 telah sama dengan pos biaya gaji yang ada di laporan laba rugi yang telah dituangkan di dalam SPT Tahunan PPh Badan. Penting bagi perusahaan untuk melakukan ekualisasi, apakah seluruh objek PPh Pasal 21 yang dibebankan pada laporan keuangan PPh Badan telah dilaporkan dan dipotong pajaknya pada SPT Masa PPh pasal 21. Normalnya, penghasilan bruto SPT PPh Pasal 21 (Non Final + Final) = Biaya Pegawai SPT PPh Badan. Angka-angka yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus dapat dijelaskan bersumber dari perkiraan apa saja. Saat membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus dibuat ekualisasi antara pos-pos biaya di Laporan Laba Rugi dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Ekualisasi ini akan sangat bermanfaat agar tidak akan terjadi penghitungan ganda (double accounting) objek PPh Pasal 21. Penghitungan ganda bisa dilakukan oleh Wajib Pajak saat membuat SPT Tahunan maupun pemeriksa pajak yang tidak mengerti sumber angka di SPT Tahunan PPh Pasal 21. Pemeriksa menduga objek PPh Pasal 21 belum dilaporkan di SPT Tahunan kemudian menghitung ulang (koreksi positif). Jika terjadi penghitungan ganda seperti itu tentu merugikan Wajib Pajak sendiri.

Bab 9 Pajak Sher

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pajak ekualisasi

Citation preview

Page 1: Bab 9 Pajak Sher

Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan Objek PPh Pasal 21

Penyamaan penghasilan bruto yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21

dibandingkan dengan biaya pegawai dalam laporan keuangan SPT PPh Badan disebut dengan

Ekualisasi. Dalam ekualisasi dan rekonsiliasi SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPh

Pasal 21, pemeriksaan yang dilakukan memastikan bahwa seluruh penghasilan

bruto pada laporan SPT Masa PPh Pasal 21 telah sama dengan pos biaya gaji yang ada di

laporan laba rugi yang telah dituangkan di dalam SPT Tahunan PPh Badan. Penting bagi

perusahaan untuk melakukan ekualisasi, apakah seluruh objek PPh Pasal 21 yang dibebankan

pada laporan keuangan PPh Badan telah dilaporkan dan dipotong pajaknya pada SPT Masa

PPh pasal 21. Normalnya, penghasilan bruto SPT PPh Pasal 21 (Non Final + Final) = Biaya

Pegawai SPT PPh Badan.

Angka-angka yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus dapat

dijelaskan bersumber dari perkiraan apa saja. Saat membuat SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus

dibuat ekualisasi antara pos-pos biaya di Laporan Laba Rugi dengan SPT Tahunan PPh Pasal

21. Ekualisasi ini akan sangat bermanfaat agar tidak akan terjadi penghitungan ganda (double

accounting) objek PPh Pasal 21. Penghitungan ganda bisa dilakukan oleh Wajib Pajak saat

membuat SPT Tahunan maupun pemeriksa pajak yang tidak mengerti sumber angka di SPT

Tahunan PPh Pasal 21. Pemeriksa menduga objek PPh Pasal 21 belum dilaporkan di SPT

Tahunan kemudian menghitung ulang (koreksi positif). Jika terjadi penghitungan ganda

seperti itu tentu merugikan Wajib Pajak sendiri.

Prosedur yang perlu ditempuh untuk melakukan ekualisasi adalah:

1) Akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 21, khusunya yang terkait dengan

pegawai tetap, dikelompokkan dalam satu akun.

2) Setiap transaksi terkait objek PPh Pasal 21 diberi kode khusus pada deskripsinya

untuk memudahkan proses ekualisasi pada akhir tahun sebelum SPT PPh Pasal 21

Masa Desember dilaporkan ke Kantor Pajak.

3) Pada akhir tahun, seluruh objek PPh Pasal 21 yang tersebar di akun-akun biaya

menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan

penghitungan PPh Pasal 21 Masa Desember.

4) Jika masih terdapat selisih yang disebabkan oleh penghasilan pegawai tetap, maka

teliti akun yang menampung iuran Jamsostek dan pastikan iuran Jaminan Hari Tua

tidak termasuk dalam objek PPh Pasal 21.

Page 2: Bab 9 Pajak Sher

5) Jika selisih disebabkan dari penghasilan selain pegawai tetap, maka teliti kelompok

penghasilan yang belum dipotong pajaknya.

Contoh Proses Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan PPh Pasal 21:

PT. XYZ adalah perusahaan leasing dengan 2 (dua) cabang yang terdaftar di KPP B

dan KPP C. Kantor pusat terdaftar di KPP A. Buku PT. XYZ sama dengan tahun takwim.

Pada awal tahun 2013, kantor pusat PT. XYZ diperiksa all taxes oleh KPP A atas tahun pajak

2012. Sebagai tindak lanjut pemeriksaan tersebut, terhadap kantor cabang PT. XYZ juga

dilakukan pemeriksaan oleh KPP di masing-masing lokasi. Pemeriksaan oleh KPP lokasi

tersebut diselesaikan tepat waktu sebelum jangka waktu pemeriksaan selesai. Pada

pembahasan akhir hasil temuan pemeriksaan (closing conference), diberikan data hasil

temuan/perhitungan oleh tax auditor sebagai berikut:

- Objek PPh Pasal 21 menurut Pemeriksa Rp 22.257.844.284

- Objek PPh Pasal 21 menurut SPT PPh 21 Desember Rp 18.000.000.000

Koreksi Rp 4.257.844.284

Terdapat koreksi atas objek PPh 21 yang dilaporkan di Kantor Pusat berdasarkan hasil

ekualisasi dengan biaya yang dilaporkan dalam laporan laba rugi komersial 2012.

Pembebanan Biaya dalam Laporan Laba Rugi Komersial

No. Uraian Jumlah (Rp)1. Gaji dan Upah 7.978.566.2062. Lembur 644.252.7553. Honor part-timer 37.0679594. THR dan bonus 1.3220590.1005. Tunjangan PPh Pasal 21 1.347.500.0006. Medical insurance 38.902.1377. Jamsostek (JHT dan THT) 24.743.0438. Iuran pensiun 279.619.1649. Tunjangan lain-lain 119.237.46610. Tunjangan transport 68.477.30011. Komisi 9.546.888.154

Jumlah 22.257.844.284

Objek PPh Pasal 21 yang dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 21Penghasilan bruto pegawai tetap Rp 15.000.000

Page 3: Bab 9 Pajak Sher

Penghasilan bruto selain pegawai tetap Rp 3.000.000Jumlah Rp 18.000.000Ekualisasi Objek PPh Psl 21 dgn Biaya di SPT Tahunan PPh BadanJumlah beban dalam SPT Tahunan PPh Badan Rp 22.257.844.284Dikurangi:Pembayaran ke Jamsostek (JHT dan THT) Rp 24.743.043

i. Iuran pensiun 279.619.164ii. Provisi atas imbalan pasca kerja 75.000.000iii. Pembayaran gaji honorer di bawah PTKP 37.067.959iv. Objek PPh Pasal 21 yang dilaporkan ke cabang:

- KPP B - KPP C

2.118.058.956586.258.750

Jumlah pengurangan Rp 4.120.747.872

Objek PPh Pasal 21 Kantor Pusat menurut hasil ekualisasi Rp 18.137.096.412Objek PPh Pasal 21 menurut SPT PPh Pasal 21 Rp 18.000.000.000Objek PPh 21 yang belum dipotong Rp 137.096.412

Contoh Kasus:

Ditanggung atau Tunjangan PPh, Mana yang Menguntungkan?

Dalam kacamata UU PPh, menanggung PPh dapat dilakukan dengan dua cara.

Pertama dengan memberikan tunjangan pajak (Tunjangan PPh) seperti layaknya memberikan

tunjangan transport, tunjangan makan, tunjangan jabatan, dlsb, atau dengan cara kedua yaitu

menanggung PPh tanpa memberikan tunjangan pajak.

Jika dilihat secara kasat mata, kedua cara ini sebenarnya sama saja karena PPh Pasal

21 yang terutang tidak dibebankan kepada karyawan (tidak dipotong dari gaji atau

penghasilan karyawan) melainkan ditanggung sendiri oleh perusahaan atau pemberi kerja.

Tetapi jika dilihat dari sisi UU dan ketentuan peraturan PPh, masing-masing mendapat

perlakuan perpajakan yang berbeda.

Tunjangan PPh & Efeknya di PPh Pemberi Kerja

Cara menanggung PPh Pasal 21 yang pertama adalah dengan seolah-olah memberikan

tunjangan pajak (Tunjangan PPh) kepada karyawan seperti layaknya memberikan Tunjangan

Transport, Tunjangan Makan, Tunjangan Jabatan, dan tunjangan lainnya.

Dengan cara ini, PPh Pasal 21 yang sebenarnya ditanggung oleh perusahaan pemberi

kerja dimasukkan terlebih dahulu ke dalam unsur gaji dan tunjangan kepada karyawan saat

penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan (Tunjangan PPh Pasal 21 ikut dihitung PPh Pasal 21-

Page 4: Bab 9 Pajak Sher

nya). Jadi seolah-olah karyawan menerima uang Tunjangan PPh tadi terlebih dahulu dan

dihitung pula PPh Pasal 21-nya, baru kemudian dipotong kembali oleh perusahaan pemberi

kerja. Besarnya Tunjangan PPh dapat disesuaikan dengan kebijakan perusahaan pemberi

kerja masing-masing. Perusahaan atau pemberi kerja bisa saja menerapkan kebijakan untuk

memberikan tunjangan pajak sebesar 100% dari jumlah PPh Pasal 21 yang terutang.

Kebijakan ini lebih dikenal dengan istilah gross-up.

Tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang (salah satunya Tunjangan PPh)

merupakan salah satu biaya atau pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

pemberi kerja [Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 2 UU PPh]. Artinya, perusahaan atau pemberi

kerja boleh membiayakannya di SPT Tahunan PPh mereka. Dan untuk mempertegas

treatment atau perlakuan pembiayaannya ini, sebaiknya pemberi kerja memasukkan akun

Tunjangan PPh ke dalam slip gaji karyawannya.

PPh Ditanggung & Efeknya di PPh Pemberi Kerja

Cara menanggung PPh Pasal 21 yang kedua (menanggung PPh tanpa memberikan

tunjangan pajak) dalam istilah peraturan pajak disebut dengan PPh Ditanggung Pemberi

Kerja. Dengan cara ini, PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji karyawan dibayar sendiri oleh

pemberi kerja dan PPh Pasal 21 yang dibayar (ditanggung) oleh si pemberi kerja itu tidak

dimasukkan sebagai unsur penghasilan karyawan.

Sebagai contoh, misalkan Budi bekerja sebagai pegawai di PT Megah dengan gaji Rp

5.000.000,-. Seandainya dari gaji tersebut PPh Pasal 21 yang terutang sebesar Rp 250.000,-

dan PPh Pasal 21 tersebut ditanggung oleh PT Megah, maka gaji yang diterima Budi adalah

Rp 5.000.000,-.

PPh Pasal 21 sebesar Rp 250.000,- yang ditanggung oleh PT Megah dalam contoh di

atas, tidak dimasukkan sebagai tunjangan (penghasilan) bagi Budi saat penghitungan PPh

Pasal 21 dilakukan. Ini dikarenakan menurut Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, pajak atas gaji

Budi yang tidak dipotong dari gaji melainkan ditanggung sendiri oleh PT Megah tersebut

dikategorikan sebagai imbalan dalam bentuk kenikmatan (fasilitas) atau yang biasa kita sebut

dengan benefit in kind.

Sebagai konsekuensinya, PT Megah juga tidak boleh membiayakan PPh Pasal 21

yang ditanggung tadi dalam SPT Tahunan PPh Badannya. Sebab biaya-biaya yang berupa

Page 5: Bab 9 Pajak Sher

imbalan atau penggantian dalam bentuk kenikmatan tidak diperkenankan dikurangkan dari

penghasilan bruto pemberi kerja saat menghitung penghasilan kena pajak.

Tax Planning Sederhana

Seperti telah diuraikan di atas, antara Tunjangan PPh Pasal 21 dengan PPh Pasal 21

Ditanggung mendapat perlakuan (treatment) perpajakan yang berbeda, baik dari sisi

penghitungan PPh Pasal 21 maupun PPh Pemberi Kerja.

Tunjangan PPh Pasal 21 merupakan objek PPh Pasal 21 yang harus ditambahkan ke

dalam penghasilan karyawan saat penghitungan PPh Pasal 21. Perlakuannya sama seperti

tunjangan-tunjangan lainnya seperti Tunjangan Transport, Tunjangan Makan, Tunjangan

Jabatan atau lainnya. Namun di sisi PPh Pemberi Kerja, Tunjangan PPh Pasal 21 ini dapat

dibiayakan (deductible expense) sehingga akan mengurangi penghasilan bruto dan otomatis

akan mengurangi PPh Pemberi Kerja.

PPh Pasal 21 Ditanggung, di sisi lain, bukan merupakan objek PPh Pasal 21 dan tidak

perlu dimasukkan ke dalam tunjangan atau penghasilan karyawan pada saat menghitung PPh

Pasal 21. Akan tetapi, sebagai konsekuensinya, perusahaan atau pemberi kerja tidak boleh

membiayakan PPh Pasal 21 Ditanggung tersebut saat menghitung PPh pemberi kerja karena

PPh Pasal 21 Ditanggung adalah salah satu biaya yang tidak boleh dikurangkan dari

penghasilan bruto perusahaan atau pemberi kerja (non deductible expense).

Perlu diingatkan bahwa ketentuan mengenai deductible maupun non deductible

expense tersebut di atas tidak berlaku bagi perusahaan atau pemberi kerja yang

penghasilannya sudah dikenakan PPh bersifat final. Artinya, jika perusahaan atau pemberi

kerja merupakan Wajib Pajak yang penghasilannya sudah dikenakan PPh bersifat final,

kebijakan apapun yang dipilih, memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau tidak, maka

kebijakan itu tetap non-deductible expense. Sebab bagi perusahaan atau pemberi kerja yang

penghasilannya sudah dikenakan PPh bersifat final, biaya apapun yang dikeluarkan tidak lagi

diperhitungkan dalam penghitungan PPh atas penghasilan usahanya.

Contoh perusahaan atau pemberi kerja yang penghasilannya dikenakan PPh bersifat

final misalnya: perusahaan konstruksi, perusahaan persewaan tanah/bangunan, perusahaan

pelayaran dalam negeri, dan beberapa perusahaan lain yang ditetapkan oleh peraturan

pemerintah.

Page 6: Bab 9 Pajak Sher

Dengan memperhatikan treatment perpajakan atas kedua kebijakan tersebut,

sebenarnya perusahaan atau pemberi kerja bisa melakukan tax planning sederhana untuk

menghemat atau meminimalisir pembayaran pajak, baik PPh Pasal 21 maupun PPh

Badan/Pemberi Kerja.

Tanpa Kompensasi Kerugian

Misalkan, PT Megah memperoleh omset Rp 500.000.000,- dengan total biaya sebesar

Rp 350.000.000,-. Katakanlah PT Megah memiliki kewajiban untuk memotong dan menyetor

PPh Pasal 21 sebesar Rp 25.000.000,- maka dalam hal ini PT Megah dapat memilih apakah

PPh Pasal 21 tersebut akan ditanggung perusahaan dengan cara memberikan Tunjangan PPh

Pasal 21 atau tidak. Atau dengan kata lain, apakah PT Megah ingin agar PPh Pasal 21 sebesar

Rp 25.000.000,- itu dibiayakan juga atau tidak?

Jika PT Megah ingin agar PPh Pasal 21 sebesar Rp 25.000.000,- tersebut juga bisa

dibiayakan, maka PT Megah dapat memberikan Tunjangan PPh Pasal 21. Dengan demikian,

total biaya usaha menjadi Rp 375.000.000,- (Rp 350.000.000,- + Rp 25.000.000,-) dan laba

neto usaha turun menjadi Rp 125.000.000,-. Sehingga PPh Badan yang harus dibayar adalah

Rp 125.000.000,- x 12,5% = Rp 15.625.000,-.

Akan tetapi, karena memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 sebesar Rp 25.000.000,-

maka atas Tunjangan PPh Pasal 21 tersebut juga harus diperhitungkan dan disetorkan PPh

Pasal 21.

Dengan asumsi bahwa atas Rp 25.000.000,- dikenakan tarif rata-rata 5%, maka

tambahan PPh Pasal 21 yang harus disetor adalah 5% x Rp 25.000.000,- = Rp 1.250.000,-.

Dengan demikian, total pajak yang harus dibayar oleh PT Megah adalah = PPh Badan (Rp

15.625.000,-) ditambah dengan PPh Pasal 21 (Rp 25.000.000,- + Rp 1.250.000,-) atau Rp 41.

875.000,-

Apabila PT Megah memilih tidak memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 (artinya PPh

Pasal 21 yang semula Rp 25.000.000,- ditanggung sendiri tanpa memberikan tunjangan

pajak), maka PPh Badan menjadi = Rp 500.000.000,- (-) Rp 350.000.000,- (x) 12,5% = Rp

18. 750.000,-. Sedangkan PPh Pasal 21 yang harus disetor tetap sebesar Rp 25.000.000,-

sehingga total pajak yang harus dibayar PT Megah ke Kas Negara adalah Rp 18.750.000,- (+)

Rp 25.000.000,- = Rp 43.750.000,-.

Page 7: Bab 9 Pajak Sher

Jadi dengan analisa angka-angka tersebut, jelas kelihatan bahwa bagi PT Megah

memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 akan lebih menghemat pajak yang harus dibayar ke

negara.

Ada Hak Kompensasi Kerugian

Bagaimana jika PT Megah masih memiliki hak kompensasi kerugian fiskal tahun-

tahun sebelumnya? Apakah kebijakan memberikan Tunjangan PPh Pasal 21 masih tetap

menguntungkan (menghemat pajak)?

Dalam kondisi di mana jumlah kompensasi kerugian fiskal tersebut masih lebih besar

dari pada penghasilan neto tahun berjalan, sehingga PPh Badan masih nihil, maka kebijakan

menanggung PPh Pasal 21 tanpa memberikan tunjangan PPh Pasal 21 merupakan alternatif

yang menguntungkan. Sebab dengan demikian tidak ada tambahan PPh Pasal 21 yang harus

dipotong atau disetor ke kas negara.

Misalkan dalam contoh sebelumnya PT Megah memiliki kompensasi kerugian tahun

sebelumnya Rp 200.000.000,-. Jika PT Megah memilih tidak memberikan tunjangan PPh

Pasal 21, berarti total biaya usaha tetap Rp 350.000.000,- dan laba usaha tetap Rp

150.000.000,-. Karena kompensasi rugi tahun sebelumnya (Rp 200.000.000,-) masih lebih

besar dari pada laba usaha (Rp 150.000.000,-), berarti PPh Badan PT Megah masih Rp 0,-.

Dan karena PPh Pasal 21 ditanggung tanpa memberikan tunjangan PPh Pasal 21, berarti PPh

Pasal 21 yang harus disetor tetap Rp 25.000.000,-.

Tetapi jika PT Megah memutuskan untuk memberikan tunjangan PPh Pasal 21, maka

akan ada tambahan PPh Pasal 21 yang harus disetor yaitu Rp 1.250.000,- (Rp 25.000.000,- x

5%) sehingga total PPh Pasal 21 yang harus disetor Rp 26.250.000,-. Sementara di PPh

Badan masih tetap nihil (Rp 0) karena laba usaha masih lebih kecil jumlahnya dari pada

kompensasi kerugian.