28
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini tidak lepas dari hasil perkembangan matematika. Untuk menciptakan dan menguasai teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Oleh karenanya matematika dikatakan sebagai Queen of Science atau Ratu dari Ilmu Pengetahuan. Melihat pentingnya peranan matematika membuat mata pelajaran ini selalu diajarkan di setiap satuan pendidikan dan di setiap tingkatan kelas dengan porsi jam pelajaran jauh lebih banyak daripada mata pelajaran lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa para ahli pendidikan dan para perancang kurikulum menyadari bahwa matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama yang nantinya dapat memenuhi harapan dalam penyediaan potensi sumber daya manusia yang handal. Sehingga nantinya memiliki kesanggupan untuk menjawab tantangan era globalisasi serta pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini dan masa yang akan datang. Matematika tidak hanya terbatas dalam perhitungan angka saja, namun dari hal ini muncul keterkaitan yang bisa diaplikasikan dalam cabang ilmu lain. Oleh karena itu, materi-materi matematika banyak diaplikasikan dalam bidang ilmu-ilmu alam, seperti biologi, fisika, kimia, dan geografi. Salah satu cabang matematika yang sering diterapkan adalah statistika matematika dimana membahas mengenai probabilitas atau peluang yang sangat berkaitan dengan hampir seluruh peristiwa di bumi ini. Misalnya probabilitas kemunculan mata dadu berjumlah 5 pada pelemparan sebuah mata dadu, probabilitas anak yang dilahirkan dari suatu pasangan suami istri adalah laki-laki, serta masih banyak lagi penerapan yang lainnya. Salah satu contoh aplikasi matematika dalam dalam bidang biologi yang menarik dibahas adalah pemodelan probalitas proses kelahiran murni satu spesies. Dalam kasus proses kelahiran murni terdapat asumsi bahwa tidak terjadi proses kematian, sehingga

BAB I, II, III, IV Rev (Repaired) (Repaired)

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan

komunikasi dewasa ini tidak lepas dari hasil perkembangan matematika. Untuk

menciptakan dan menguasai teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika

yang kuat sejak dini. Oleh karenanya matematika dikatakan sebagai Queen of Science atau

Ratu dari Ilmu Pengetahuan. Melihat pentingnya peranan matematika membuat mata

pelajaran ini selalu diajarkan di setiap satuan pendidikan dan di setiap tingkatan kelas

dengan porsi jam pelajaran jauh lebih banyak daripada mata pelajaran lainnya. Hal tersebut

menunjukkan bahwa para ahli pendidikan dan para perancang kurikulum menyadari bahwa

matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan

kreatif, serta kemampuan bekerjasama yang nantinya dapat memenuhi harapan dalam

penyediaan potensi sumber daya manusia yang handal. Sehingga nantinya memiliki

kesanggupan untuk menjawab tantangan era globalisasi serta pesatnya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi saat ini dan masa yang akan datang.

Matematika tidak hanya terbatas dalam perhitungan angka saja, namun dari hal ini

muncul keterkaitan yang bisa diaplikasikan dalam cabang ilmu lain. Oleh karena itu,

materi-materi matematika banyak diaplikasikan dalam bidang ilmu-ilmu alam, seperti

biologi, fisika, kimia, dan geografi. Salah satu cabang matematika yang sering diterapkan

adalah statistika matematika dimana membahas mengenai probabilitas atau peluang yang

sangat berkaitan dengan hampir seluruh peristiwa di bumi ini. Misalnya probabilitas

kemunculan mata dadu berjumlah 5 pada pelemparan sebuah mata dadu, probabilitas anak

yang dilahirkan dari suatu pasangan suami istri adalah laki-laki, serta masih banyak lagi

penerapan yang lainnya.

Salah satu contoh aplikasi matematika dalam dalam bidang biologi yang menarik

dibahas adalah pemodelan probalitas proses kelahiran murni satu spesies. Dalam kasus

proses kelahiran murni terdapat asumsi bahwa tidak terjadi proses kematian, sehingga

2

probabilitas yang nantinya dihitung merupakan probabilitas besar populasi adalah 𝑁 pada

suatu waktu 𝑑 hanya bergantung pada nilai 𝑑. Dalam makalah ini akan lebih dijelaskan

bagaimana mengambil asumsi-asumsi yang diperlukan untuk dapat membuat pemodelan

matematika dan menyelesaikannya sehingga mendapat solusi yaitu fungsi nilai probabilitas

besar populasi adalah 𝑁 pada suatu waktu 𝑑, serta bagaimana gambar grafik fungsi

probabilitasnya.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, dapat dirumuskan beberapa

masalah yang akan dikaji dalam makalah ini, yaitu :

1. Bagaimana bentuk model probalitas proses kelahiran murni satu spesies?

2. Bagaimana solusi model probalitas proses kelahiran murni satu spesies?

3. Bagaimana gambar grafik fungsi probabilitasnya?

1.3. Batasan Masalah

Dalam makalah ini hanya membahas mengenai nilai probabilitas besar populasi

adalah 𝑁 pada saat waktu 𝑑 dan yang divariasikan adalah besar populasinya sehingga

fungsi probabilitasnya bergantung pada variabel 𝑑. Dalam menyusun pemodelan

probabilitas proses kelahiran murni, ekosistem yang terdiri dari satu spesies dianggap

memenuhi asumsi-asumsi berikut:

1. Hanya terjadi proses kelahiran, tidak terjadi proses kematian.

2. Probabilitas satu individu bereproduksi pada selang (𝑑 + βˆ†π‘‘), dengan βˆ†π‘‘ cukup kecil

hanya bergantung kepada βˆ†π‘‘ (proporsional terhadap βˆ†π‘‘), tidak tergantung kepada

permulaan waktu 𝑑.

3. Probabilitas satu individu menghasilkan lebih dari satu individu pada selang (𝑑, 𝑑 + βˆ†π‘‘)

dianggap sangat kecil.

4. Probabilitas pada 2) saling bebas (independent) terhadap kejadian lain yang saling asing

(disjoint).

3

1.4. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui cara merancang

model probabilitas kelahiran murni satu spesies dan mencari solusi berupa fungsi

probabilitas yang bergantung pada variabel 𝑑 serta grafik fungsi probabilitasnya.

1.5. Manfaat Penulisan

Berbagai informasi yang disajikan dalam makalah ini diharapkan mampu

memberikan manfaat bagi :

1. Penulis

Untuk menambah wawasan dalam aplikasi matematika di berbagai bidang bidang ilmu

khususnya dalam bidang biologi.

2. Pembaca

Memberikan informasi baru tentang bagaimana menyusun pemodelan probalitas proses

kelahiran murni satu spesies serta menentukan solusinya, sehingga akan bermanfaat

nantinya dalam memprediksi besar populasi suatu spesies di masa yang akan datang.

4

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Probabilitas

Dalam Statistika dihadapkan untuk menarik kesimpulan dan keputusan dari suatu

permasalahan. Kesimpulan yang dibuat, kebenarannya tidaklah pasti secara absolut,

sehingga timbul persoalan bagaimana keyakinan untuk mempercayai kebenaran dari

kesimpulan tersebut. Untuk hal tersebut diperlukan suatu teori yang biasa disebut teori

peluang atau probabilitas. Dalam teori ini dibahas, antara lain tentang ketidakpastian dari

suatu kejadian atau peristiwa.

Probabilitas ialah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur tingkat terjadinya

suatu kejadian yang acak. Suatu ukuran tentang kemungkinan suatu peristiwa (event) yang

akan terjadi di masa mendatang. Probabilitas dinyatakan antara 0 sampai 1 atau dalam

persentase.

2.2. Binomial Newton

Jika π‘Ž dan 𝑏 adalah variabel-variabel real tidak nol, maka bentuk aljabar (π‘Ž + 𝑏)

disebut suku dua atau binom dalam π‘Ž dan 𝑏. Binom (π‘Ž + 𝑏) dipangkatkan dengan 𝑛,

𝑛 ∈ β„• dituliskan: (π‘Ž + 𝑏)𝑛 dimana hasil penjabaran binom (π‘Ž + 𝑏)𝑛 ditentukan oleh

nilai 𝑛.

Untuk 𝑛=1(π‘Ž + 𝑏)1=

Untuk 𝑛=2(π‘Ž + 𝑏)2=

Untuk 𝑛=3(π‘Ž + 𝑏)3=

Untuk 𝑛=4(π‘Ž + 𝑏)4=

Untuk 𝑛=5(π‘Ž + 𝑏)5=

(1)π‘Ž1𝑏0 + (1)π‘Ž0𝑏1

(1)π‘Ž2𝑏0 + (2)π‘Ž1𝑏1 + (1)π‘Ž0𝑏2

(1)π‘Ž3𝑏0 + (3)π‘Ž2𝑏1 + (3)π‘Ž1𝑏2 + (1)π‘Ž0𝑏3

(1)π‘Ž4𝑏0 + (4)π‘Ž3𝑏1 + (6)π‘Ž2𝑏2 + (4)π‘Ž1𝑏3 + (1)π‘Ž0𝑏4

(1)π‘Ž5𝑏0 + (5)π‘Ž4𝑏1 + (10)π‘Ž3𝑏2 + (10)π‘Ž2𝑏3 + (5)π‘Ž1𝑏4 + (1)π‘Ž0𝑏5

5

Tampak bahwa koefisien masing-masing suku diatas memperlihatkan adanya suatu aturan

yang dikenal dengan Segitiga Pascal, yaitu:

1 1

1 2 1

1 3 3 1

1 4 6 4 1

1 5 10 10 5 1

Dimana setiap nilai diperoleh dari besar 2 nilai diatasnya. Dalam hubungan dengan

kombinasi dapat dituliskan sebagai berikut:

1 1

1 2 1

1 3 3 1

1 4 6 4 1

1 5 10 10 5 1

senilai dengan :

senilai dengan :

senilai dengan :

senilai dengan :

senilai dengan :

π‘ͺ𝟎𝟏 π‘ͺ𝟏

𝟏

π‘ͺ𝟎𝟐 π‘ͺ𝟏

𝟐 π‘ͺ𝟐𝟐

π‘ͺπŸŽπŸ‘ π‘ͺ𝟏

πŸ‘ π‘ͺπŸπŸ‘ π‘ͺπŸ‘

πŸ‘

π‘ͺπŸŽπŸ’ π‘ͺ𝟏

πŸ’ π‘ͺπŸπŸ’ π‘ͺπŸ‘

πŸ’ π‘ͺπŸ’πŸ’

π‘ͺπŸŽπŸ“ π‘ͺ𝟏

πŸ“ π‘ͺπŸπŸ“ π‘ͺπŸ‘

πŸ“ π‘ͺπŸ’πŸ“ π‘ͺπŸ“

πŸ“

Maka untuk nilai dari (π‘Ž + 𝑏)4 = (𝐢04)π‘Ž4 + (𝐢1

4)π‘Ž3𝑏 + (𝐢24)π‘Ž2𝑏2 + (𝐢3

4)π‘Žπ‘3 + (𝐢44)𝑏4

Biasanya untuk notasi πΆπ‘Ÿπ‘› dapat ditulis lebih singkat dengan

π‘›π‘Ÿ .

Sehingga bentuk tersebut dapat digeneralisasi dan untuk nilai dari (π‘Ž + 𝑏)𝑛 adalah

(π‘Ž + 𝑏)𝑛 = 𝑛0 π‘Žπ‘› +

𝑛1 π‘Žπ‘›βˆ’1𝑏 +

𝑛2 π‘Žπ‘›βˆ’2𝑏2 + β‹― +

𝑛𝑛 βˆ’ 1

π‘Žπ‘π‘›βˆ’1 + 𝑛𝑛 𝑏𝑛

Bentuk terakhir sering disebut bentuk ekspansi Binomial Newton.

2.3. Deret Taylor

Deret Taylor merupakan deret yang digunakan untuk mengaproksimasi nilai

fungsi disekitar suatu titik. Pendekatan yang digunakan yaitu nilai dari turunan (pertama,

kedua, ketiga dst.) fungsi di titik tersebut.

6

Bentuk umum deret taylor adalah

𝑓 π‘₯ + β„Ž = 𝑓 π‘₯ + 𝑓′ π‘₯ β„Ž +𝑓′′ (π‘₯)

2β„Ž2 +

𝑓′′ β€²(π‘₯)

3!β„Ž3 + β‹―

atau

𝑓 π‘₯ + βˆ†π‘₯ = 𝑓 π‘₯ +βˆ†π‘₯

1!

𝑑𝑓 π‘₯

𝑑π‘₯+

(βˆ†π‘₯)2

2!

𝑑2𝑓 π‘₯

𝑑π‘₯2+

(βˆ†π‘₯)3

3!

𝑑3𝑓 π‘₯

𝑑π‘₯3+ β‹―

2.4. Persamaan Diferensial Biasa Orde Satu

Persamaan Diferensial Biasa Orde Satu dapat dinyatakan dalam :

𝑑𝑦

𝑑π‘₯= 𝑓(π‘₯, 𝑦)

Terdapat berbagai cara untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa orde satu, namun

dalam makalah ini lebih menekankan pada dua metode penyelesaian, yaitu dengan metode

pemisahan variabel dan metode faktor integrasi.

Jika terdapat persamaan diferensial biasa orde satu dengan bentuk

𝑑𝑦

𝑑π‘₯= 𝑓(π‘₯, 𝑦)

dimana persamaan yang ruas kanannya dapat dinyatakan sebagai perkalian atau pembagian

fungsi π‘₯ dan fungsi 𝑦, maka penyelesaiannya dapat dicari dengan cara memisahkan

variabelnya sehingga faktor’𝑦’ bisa dikumpulkan dengan β€˜π‘‘π‘¦β€™ dan faktor’π‘₯’ dengan β€˜π‘‘π‘₯’.

Sehingga akan terbentuk persamaan 𝑓 𝑦 𝑑𝑦 = 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯, kemudian integralkan kedua ruas

agar nantinya didapatkan solusi untuk 𝑦 = 𝑓(π‘₯).

Jika terdapat persamaan diferensial biasa orde satu dengan bentuk

𝑑𝑦

𝑑π‘₯+ 𝑃𝑦 = 𝑄

dimana 𝑃 dan 𝑄 merupakan fungsi π‘₯ maka penyelesaiannya dapat dicari dengan

mengalikan kedua ruas persamaan dengan faktor integrasi yaitu

𝜌 = 𝑒 𝑃𝑑π‘₯

7

Kemudian dengan aturan perkalian pada diferensial, transformasikan bentuk PD tersebut.

𝑑𝑦

𝑑π‘₯ 𝑒 𝑃𝑑π‘₯ + 𝑦 𝑃𝑒 𝑃𝑑π‘₯ = 𝑄𝑒 𝑃𝑑π‘₯ ⇔

𝑑

𝑑π‘₯ 𝑒 𝑃𝑑π‘₯𝑦 = 𝑄𝑒 𝑃𝑑π‘₯

kalikan kedua ruas dengan 𝑑π‘₯ dan kemudian integralkan kedua ruas, sehingga didapatkan

solusi untuk PD tersebut yaitu :

𝑦 = π‘’βˆ’ 𝑃𝑑π‘₯ 𝑄𝑒 𝑃𝑑π‘₯𝑑π‘₯ + 𝑐

8

𝑑 (𝑑 + βˆ†π‘‘)

𝑁 βˆ’ 1 𝑁

𝑁 𝑁

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Pembentukan Model

Misalkan dalam waktu βˆ†π‘‘, besarnya probabilitas kelahiran suatu individu adalah

πœ†βˆ†π‘‘, untuk suatu konstanta positif πœ†. Maka banyaknya proses kelahiran dalam waktu βˆ†π‘‘

adalah 𝑁0πœ†βˆ†π‘‘, dengan 𝑁0 = Populasi awal, 𝑁0πœ†βˆ†π‘‘ = Pertambahan cacah individu pada

populasi selama βˆ†π‘‘, atau pada selang (𝑑, 𝑑 + βˆ†π‘‘). Jadi Δ𝑁 = 𝑁0πœ†βˆ†π‘‘ dan

𝑅 𝑑 =Δ𝑁

Δ𝑑𝑁0=

𝑁0πœ†βˆ†π‘‘

Δ𝑑𝑁0= πœ†

merupakan laju/angka pertumbuhan, yaitu probabilitas terjadinya satu kelahiran per satuan

waktu. Misalkan 𝑃𝑁 𝑑 = Probabilitas besar populasi pada saat 𝑑 adalah 𝑁. Akan dihitung

𝑃𝑁 𝑑 + Δ𝑑 , yaitu probabilitas bahwa besar populasi pada saat 𝑑 + Δ𝑑 adalah 𝑁. Pandang

interval waktu (𝑑 + Δ𝑑) sebagai berikut :

Karena tidak terjadi proses kematian, maka besar populasi 𝑁 pada saat 𝑑 + Δ𝑑

dapat diperoleh dengan dua kejadian sebagai berikut :

i. Populasi pada saat 𝑑 = 𝑁 βˆ’ 1, kemudian terjadi satu proses kelahiran, atau

ii. Populasi pada saat 𝑑 = 𝑁, tetapi tidak terjadi proses kelahiran.

Oleh karena itu :

𝑃𝑁 𝑑 + Δ𝑑 = πœŽπ‘βˆ’1π‘ƒπ‘βˆ’1 𝑑 + 𝑣𝑁𝑃𝑁 𝑑 (1.1)

dengan :

𝑣𝑁 = Probabilitas tidak terjadinya satu proses kelahiran diantara 𝑁 individu,

πœŽπ‘βˆ’1 = Probabilitas terjadinya satu proses kelahiran diantara 𝑁 βˆ’ 1 individu.

Gambar 1. Populasi pada interval waktu (𝑑 + Δ𝑑)

9

Dalam hal ini proses kelahiran dan tidak terjadinya kelahiran saling independent.

Karena diasumsikan tidak terjadi proses kematian , maka 1 βˆ’ πœ†Ξ”π‘‘ merupakan probabilitas

tidak terjadinya proses kelahiran. Jadi, karena proses terjadinya kelahiran diantara 𝑁

individu saling independent, maka

𝑣𝑁 = (1 βˆ’ πœ†Ξ”π‘‘)𝑁 (1.2)

Dengan demikian probabilitas terjadinya paling sedikit satu proses kelahiran

diantara 𝑁 individu adalah πœŽπ‘ = 1 βˆ’ 𝑣𝑁 = 1 βˆ’ (1 βˆ’ πœ†Ξ”π‘‘)𝑁 , jadi :

πœŽπ‘βˆ’1 = 1 βˆ’ (1 βˆ’ πœ†Ξ”π‘‘)π‘βˆ’1 (1.3)

Dari ekspansi Binomial Newton, maka didapat :

𝑣𝑁 = (1 βˆ’ πœ†Ξ”π‘‘)𝑁

= 𝑁0 1𝑁 +

𝑁1 1π‘βˆ’1 βˆ’πœ†Ξ”π‘‘ +

𝑁2 1π‘βˆ’2 βˆ’πœ†Ξ”π‘‘ 2 + β‹― +

𝑁𝑁 βˆ’ 1

1 βˆ’πœ†Ξ”π‘‘ π‘βˆ’1 +

𝑁𝑁 (βˆ’πœ†Ξ”π‘‘)𝑁

= 1 βˆ’ π‘πœ†Ξ”π‘‘ + 𝑁2 πœ†Ξ”π‘‘ 2 + β‹― +

𝑁𝑁 βˆ’ 1

βˆ’πœ†Ξ”π‘‘ π‘βˆ’1 + 𝑁𝑁 (βˆ’πœ†Ξ”π‘‘)𝑁

𝑣𝑁 = 1 βˆ’ π‘πœ†Ξ”π‘‘ (1.4)

πœŽπ‘βˆ’1 = 1 βˆ’ 1 βˆ’ πœ†Ξ”π‘‘ π‘βˆ’1

= 1βˆ’ 𝑁 βˆ’ 1

0 1π‘βˆ’1 +

𝑁 βˆ’ 11

1π‘βˆ’2 βˆ’πœ†Ξ”π‘‘ + 𝑁 βˆ’ 1

2 1π‘βˆ’3 βˆ’πœ†Ξ”π‘‘ 2 + β‹― +

𝑁 βˆ’ 1𝑁 βˆ’ 2

1 βˆ’πœ†Ξ”π‘‘ π‘βˆ’2 + 𝑁 βˆ’ 1𝑁 βˆ’ 1

(βˆ’πœ†Ξ”π‘‘)π‘βˆ’1

= 1βˆ’ 1 βˆ’ (𝑁 βˆ’ 1)πœ†Ξ”π‘‘ + 𝑁 βˆ’ 1

2 πœ†Ξ”π‘‘ 2 + β‹― +

𝑁 βˆ’ 1𝑁 βˆ’ 2

1 βˆ’πœ†Ξ”π‘‘ π‘βˆ’2 +

𝑁 βˆ’ 1𝑁 βˆ’ 1

(βˆ’πœ†Ξ”π‘‘)π‘βˆ’1

= 1 βˆ’ 1 βˆ’ (𝑁 βˆ’ 1)πœ†Ξ”π‘‘

πœŽπ‘βˆ’1 = 𝑁 βˆ’ 1 πœ†Ξ”π‘‘ (1.5)

Dapat dihilangkan untuk Δ𝑑 yang sangat kecil

10

Dari (1.1), (1.4) dan (1.5); diperoleh :

𝑃𝑁 𝑑 + Δ𝑑 = 𝑁 βˆ’ 1 πœ†Ξ”π‘‘π‘ƒπ‘βˆ’1 𝑑 + 1 βˆ’ π‘πœ†Ξ”π‘‘ 𝑃𝑁 𝑑 (1.6)

Menurut Deret Taylor

𝑃𝑁 𝑑 + Δ𝑑 = 𝑃𝑁 𝑑 +Δ𝑑

1!

𝑑𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑+

(Δ𝑑)2

2!

𝑑2𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑2+ β‹―

β‰ˆ 𝑃𝑁 𝑑 + Δ𝑑𝑑𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑 (1.7)

Dari (1.6) dan (1.7) diperoleh

𝑃𝑁 𝑑 + Δ𝑑𝑑𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑= 𝑁 βˆ’ 1 πœ†Ξ”π‘‘π‘ƒπ‘βˆ’1 𝑑 + 1 βˆ’ π‘πœ†Ξ”π‘‘ 𝑃𝑁 𝑑

⇔ 𝑃𝑁 𝑑 + Δ𝑑𝑑𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑= 𝑁 βˆ’ 1 πœ†Ξ”π‘‘π‘ƒπ‘βˆ’1 𝑑 + 𝑃𝑁 𝑑 βˆ’ π‘πœ†Ξ”π‘‘π‘ƒπ‘ 𝑑

⇔ Δ𝑑𝑑𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑= 𝑁 βˆ’ 1 πœ†Ξ”π‘‘π‘ƒπ‘βˆ’1 𝑑 βˆ’ π‘πœ†Ξ”π‘‘π‘ƒπ‘ 𝑑

⇔𝑑𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑= πœ† 𝑁 βˆ’ 1 π‘ƒπ‘βˆ’1 𝑑 βˆ’ πœ†π‘π‘ƒπ‘ 𝑑 (1.8)

Yang merupakan persamaan diferensial model probabilitas proses kelahiran

murni, dengan syarat awal :

𝑁 = 𝑁0 β‡’ 𝑃𝑁 0 = 1 (Kepastian)

𝑁 β‰  𝑁0 β‡’ 𝑃𝑁 0 = 0 (Kemustahilan)

Persamaan diferensial (1.8) dapat ditulis sebagai

𝑑𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑+ πœ†π‘π‘ƒπ‘ 𝑑 = πœ† 𝑁 βˆ’ 1 π‘ƒπ‘βˆ’1 𝑑 ;βˆ€π‘— = 0,1,2,3,… (1.9)

Yang merupakan persamaan diferensial linier dalam 𝑃𝑁 𝑑 dan 𝑑𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑.

3.2. Solusi Model Probabilitas Kelahiran Murni

Pandang persamaan diferensial (1.9), dengan syarat awal 𝑑 = 0 β‡’ 𝑁 = 𝑁0. Maka

𝑃𝑁 0 = 1 ;π‘π‘–π‘™π‘Ž 𝑁 = 𝑁0

0 ;π‘π‘–π‘™π‘Ž 𝑁 β‰  𝑁0

(2.1)

Dapat dihilangkan untuk Δ𝑑 yang sangat kecil

11

Karena diasumsikan tidak ada kematian, maka diperoleh :

𝑃𝑁0βˆ’1 𝑑 = 0 ; βˆ€π‘‘ β‰₯ 0; 𝒕 ∈ ℝ (2.2)

3.2.1. Mencari π‘·π‘΅πŸŽ 𝒕 ; 𝒕 β‰₯ 𝟎; 𝒕 ∈ ℝ

Dari persamaan (1.9) ambil 𝑁 = 𝑁0, dan dengan memasukkan persamaan 2.2

maka diperoleh :

𝑑𝑃𝑁0 𝑑

𝑑𝑑= πœ† 𝑁0 βˆ’ 1 𝑃𝑁0βˆ’1 𝑑 βˆ’ πœ†π‘0𝑃𝑁0

𝑑 (2.3)

⇔𝑑𝑃𝑁0

𝑑

𝑑𝑑= βˆ’πœ†π‘0𝑃𝑁0

𝑑

⇔𝑑𝑃𝑁0

𝑑

𝑃𝑁0 𝑑

= βˆ’πœ†π‘0𝑑𝑑

⇔ 𝑑𝑃𝑁0

𝑑

𝑃𝑁0 𝑑

= βˆ’ πœ†π‘0𝑑𝑑

⇔ 𝑙𝑛𝑃𝑁0 𝑑 = βˆ’πœ†π‘0𝑑 + 𝑐

⇔ 𝑃𝑁0 𝑑 = π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑+𝑐 = π‘’π‘π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑

Dari persamaan (2.1), syarat awal 𝑃𝑁0 0 = 1, sehingga diperoleh 𝑒𝑐 = 1. Jadi

solusi masalah syarat awalnya adalah :

𝑃𝑁0 𝑑 = π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 ; 𝑑 β‰₯ 0; 𝑑 ∈ ℝ (2.4)

3.2.2. Menghitung π‘·π‘΅πŸŽ+𝟏 𝒕 ; 𝒕 β‰₯ 𝟎; 𝒕 ∈ ℝ

Dari (1.9) pandang persamaan diferensial

𝑑𝑃𝑁0+1 𝑑

𝑑𝑑+ πœ†(𝑁0 + 1)𝑃𝑁0+1 𝑑 = πœ†π‘0𝑃𝑁0

𝑑 (2.5)

Dari (2.4) dan (2.5) akan ditentukan solusi persamaan diferensial :

𝑑𝑃𝑁0+1(𝑑)

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + 1 𝑃𝑁0+1 𝑑 = πœ†π‘0𝑒

βˆ’πœ†π‘0(𝑑) (2.6)

Solusi umum :

𝑃𝑁0 +1 𝑑 = π‘’βˆ’ πœ† 𝑁0+1 𝑑𝑑 πœ†π‘0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑𝑒 πœ† 𝑁0+1 𝑑𝑑𝑑𝑑 + 𝑐

12

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +1 𝑑 πœ†π‘0π‘’βˆ’πœ†π‘0π‘‘π‘’πœ† 𝑁0 +1 𝑑𝑑𝑑 + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +1 𝑑 πœ†π‘0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑+πœ†π‘0𝑑+πœ†π‘‘π‘‘π‘‘ + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +1 𝑑 πœ†π‘0π‘’πœ†π‘‘π‘‘π‘‘ + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +1 𝑑 πœ†π‘0𝑒

πœ†π‘‘

πœ†+ 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +1 𝑑 𝑁0π‘’πœ†π‘‘ + 𝑐

= 𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0π‘‘βˆ’πœ†π‘‘+πœ†π‘‘ + π‘π‘’βˆ’πœ† 𝑁0+1 𝑑

= 𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 + π‘π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +1 𝑑

Dari persamaan (2.1) diperoleh syarat awalnya adalah 𝑃𝑁0+1 0 = 0, sehingga

𝑃𝑁0 +1 0 = 0 ⟺ 𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0 (0) + π‘π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +1 (0) = 0 ⟺ 𝑁0 + 𝑐 = 0 ⟺ 𝑐 = βˆ’π‘0

Diperoleh solusi masalah syarat awal

𝑃𝑁0 +1 𝑑 = 𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 βˆ’ 𝑁0𝑒

βˆ’πœ† 𝑁0 +1 𝑑

𝑃𝑁0 +1 𝑑 = 𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 βˆ’ 𝑁0𝑒

βˆ’πœ†π‘0π‘‘π‘’βˆ’πœ†π‘‘

𝑃𝑁0 +1 𝑑 = 𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ ; 𝑑 β‰₯ 0; 𝑑 ∈ ℝ (2.7)

3.2.3. Menghitung π‘·π‘΅πŸŽ+𝟐(𝒕) dan π‘·π‘΅πŸŽ+𝒋(𝒕); 𝒕 β‰₯ 𝟎; 𝒕 ∈ ℝ

Pandang persamaan diferensial

𝑑𝑃𝑁0+2(𝑑)

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + 2 𝑃𝑁0+2 𝑑 = πœ† 𝑁0 + 1 𝑃𝑁0+1 𝑑 (2.8)

Dengan syarat awal 𝑃𝑁0+2 0 = 0. Dari (2.7) dan (2.8) persamaan diferensial

menjadi

𝑑𝑃𝑁0+2(𝑑)

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + 2 𝑃𝑁0+2 𝑑 = πœ† 𝑁0 + 1 𝑁0𝑒

βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ (2.9)

sehingga solusi umumnya adalah

𝑃𝑁0 +2 𝑑 = π‘’βˆ’ πœ† 𝑁0+2 𝑑𝑑 πœ†(𝑁0 + 1)𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ 𝑒 πœ† 𝑁0+2 𝑑𝑑𝑑𝑑 + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +2 𝑑 πœ†(𝑁0 + 1)𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ π‘’πœ† 𝑁0+2 𝑑𝑑𝑑 + 𝑐

13

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +2 𝑑 πœ†(𝑁0 + 1)𝑁0 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ π‘’βˆ’πœ†π‘0π‘‘π‘’πœ†π‘0𝑑𝑒2πœ†π‘‘π‘‘π‘‘ + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +2 𝑑 πœ†(𝑁0 + 1)𝑁0 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ 𝑒2πœ†π‘‘π‘‘π‘‘ + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +2 𝑑 πœ†π‘0(𝑁0 + 1) (𝑒2πœ†π‘‘ βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ 𝑒2πœ†π‘‘ )𝑑𝑑 + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +2 𝑑 πœ†π‘0(𝑁0 + 1) (𝑒2πœ†π‘‘ βˆ’ π‘’πœ†π‘‘ )𝑑𝑑 + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +2 𝑑 πœ†π‘0(𝑁0 + 1) 1

2πœ†π‘’2πœ†π‘‘ βˆ’

1

πœ†π‘’πœ†π‘‘ + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +2 𝑑 πœ†π‘0(𝑁0 + 1)

12𝑒2πœ†π‘‘ βˆ’ π‘’πœ†π‘‘

πœ†+ 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0+2 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1) 1

2𝑒2πœ†π‘‘ βˆ’ π‘’πœ†π‘‘ + 𝑐 (2.10)

Karena syarat awal 𝑃𝑁0+2 0 = 0, maka :

0 = 𝑒0 𝑁0(𝑁0 + 1) 1

2𝑒0 βˆ’ 𝑒0 + 𝑐

0 = βˆ’1

2𝑁0(𝑁0 + 1) + 𝑐

𝑐 =1

2𝑁0(𝑁0 + 1)

Sehingga persamaan 2.10 akan menjadi :

𝑃𝑁0 +2 𝑑 = π‘’βˆ’πœ† 𝑁0+2 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1)(1

2𝑒2πœ†π‘‘ βˆ’ π‘’πœ†π‘‘ ) +

1

2𝑁0(𝑁0 + 1)

= 𝑁0(𝑁0 + 1)π‘’βˆ’πœ† 𝑁0+2 𝑑 1

2𝑒2πœ†π‘‘ βˆ’ π‘’πœ†π‘‘ +

1

2

= 𝑁0(𝑁0 + 1)π‘’βˆ’πœ† 𝑁0+2 𝑑 𝑒2πœ†π‘‘ βˆ’ 2π‘’πœ†π‘‘ + 1

2

=𝑁0(𝑁0 + 1)

2π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +2 𝑑 𝑒2πœ†π‘‘ βˆ’ 2π‘’πœ†π‘‘ + 1

=𝑁0(𝑁0 + 1)

2π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +2 𝑑 𝑒2πœ†π‘‘ βˆ’ 2𝑒2πœ†π‘‘π‘’βˆ’πœ†π‘‘ + 𝑒2πœ†π‘‘π‘’βˆ’2πœ†π‘‘

=𝑁0(𝑁0 + 1)

2π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +2 𝑑𝑒2πœ†π‘‘ 1 βˆ’ 2π‘’βˆ’πœ†π‘‘ + π‘’βˆ’2πœ†π‘‘

14

=𝑁0(𝑁0 + 1)

2π‘’βˆ’πœ†π‘0π‘‘π‘’βˆ’2πœ†π‘‘ 𝑒2πœ†π‘‘ 1 βˆ’ 2π‘’βˆ’πœ†π‘‘ + π‘’βˆ’2πœ†π‘‘

𝑃𝑁0 +2 𝑑 =𝑁0(𝑁0 + 1)

2π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

2; 𝑑 β‰₯ 0; 𝑑 ∈ ℝ (2.11)

Sehingga secara induktif diperoleh solusi untuk 𝑃𝑁0+𝑗 𝑑 ; 𝑗 ∈ 𝑁 adalah :

𝑃𝑁0 +𝑗 𝑑 =𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑗 βˆ’ 1)

𝑗!π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

𝑗;βˆ€π‘— = 1,2,3,…

Untuk pembuktiannya, dapat dilakukan dengan induksi matematika:

(i) Untuk 𝑗 = 1,

𝑃𝑁0+1 𝑑 =𝑁0 … (𝑁0 + 1 βˆ’ 1)

1!π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

1

𝑃𝑁0+1 𝑑 = 𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ … (benar)

(ii) Asumsikan benar untuk 𝑗 = π‘˜, yaitu

𝑃𝑁0 +π‘˜ 𝑑 =𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜ βˆ’ 1)

π‘˜!π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜

(iii) Akan dibuktikan benar untuk 𝑗 = π‘˜ + 1, yaitu

𝑃𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 =𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜ + 1 !π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜+1

Dari persamaan (1.9) didapat :

𝑑𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑+ πœ†π‘π‘ƒπ‘ 𝑑 = πœ† 𝑁 βˆ’ 1 π‘ƒπ‘βˆ’1 𝑑

𝑑𝑃𝑁0+π‘˜+1 𝑑

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + π‘˜ + 1 𝑃𝑁0+π‘˜+1 𝑑 = πœ† 𝑁0 + π‘˜ + 1 βˆ’ 1 𝑃𝑁0+π‘˜+1βˆ’1 𝑑

𝑑𝑃𝑁0+π‘˜+1 𝑑

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + π‘˜ + 1 𝑃𝑁0+π‘˜+1 𝑑 = πœ† 𝑁0 + π‘˜ 𝑃𝑁0+π‘˜ 𝑑

𝑑𝑃𝑁0+π‘˜+1 𝑑

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + π‘˜ + 1 𝑃𝑁0+π‘˜+1 𝑑

= πœ† 𝑁0 + π‘˜ 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜ βˆ’ 1)

π‘˜! π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜

𝑑𝑃𝑁0+π‘˜+1 𝑑

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + π‘˜ + 1 𝑃𝑁0+π‘˜+1 𝑑

= πœ†π‘0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜! π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜

Dengan menggunakan teknik faktor integrasi, maka solusinya adalah

15

𝑃𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 =π‘’βˆ’ πœ† 𝑁0+π‘˜+1 𝑑𝑑 πœ†

𝑁0 (𝑁0+1)…(𝑁0+π‘˜)

π‘˜ ! π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’

π‘’βˆ’πœ†π‘‘ π‘˜ 𝑒 πœ† 𝑁0+π‘˜+1 𝑑𝑑𝑑𝑑 + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 πœ†π‘0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜! π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1

βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ π‘˜π‘’πœ† 𝑁0+π‘˜+1 𝑑𝑑𝑑 + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜! πœ† π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1

βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ π‘˜ π‘’πœ† 𝑁0+π‘˜+1 𝑑𝑑𝑑 + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜! πœ† π‘’βˆ’πœ†π‘0π‘‘π‘’πœ†π‘0π‘‘π‘’πœ†π‘˜π‘‘ π‘’πœ†π‘‘ 1

βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ π‘˜ 𝑑𝑑 + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜! πœ† π‘’πœ†π‘‘ (π‘’πœ†π‘‘)π‘˜ 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜ 𝑑𝑑

+ 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜! πœ† π‘’πœ†π‘‘ π‘’πœ†π‘‘(1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ )

π‘˜ 𝑑𝑑

+ 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜! π‘’πœ†π‘‘ βˆ’ 1

π‘˜ πœ†π‘’πœ†π‘‘π‘‘π‘‘ + 𝑐

= π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜! π‘’πœ†π‘‘ βˆ’ 1

π‘˜ 𝑑( π‘’πœ†π‘‘ βˆ’ 1)

+ 𝑐

𝑃𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 = π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜!

π‘’πœ†π‘‘ βˆ’ 1 π‘˜+1

π‘˜ + 1+ 𝑐 (2.12)

16

Dengan syarat awal 𝑃𝑁0+π‘˜+1 0 = 0, maka

𝑃𝑁0 +π‘˜+1 0 = 1 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜!

1 βˆ’ 1 π‘˜+1

π‘˜ + 1+ 𝑐

⇔ 0 = 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜! 0 + 𝑐 ⇔ 𝑐 = 0

Sehingga persamaan (2.12) akan menjadi

𝑃𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 = π‘’βˆ’πœ† 𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜!

π‘’πœ†π‘‘ βˆ’ 1 π‘˜+1

π‘˜ + 1

= π‘’βˆ’πœ†π‘0π‘‘π‘’βˆ’πœ† π‘˜+1 𝑑 𝑁0(𝑁0 + 1)… (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜ + 1 ! π‘’πœ†π‘‘ βˆ’ 1

π‘˜+1

=𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜ + 1 !π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜+1 π‘’πœ†π‘‘ βˆ’ 1

π‘˜+1

=𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜ + 1 !π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 π‘’βˆ’πœ†π‘‘ (π‘’πœ†π‘‘ βˆ’ 1)

π‘˜+1

𝑃𝑁0 +π‘˜+1 𝑑 =𝑁0 (𝑁0+1)…(𝑁0+π‘˜)

π‘˜+1 !π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜+1… (terbukti)

Jadi rumus umum fungsinya adalah

𝑃𝑁0 +𝑗 𝑑 =𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + 𝑗 βˆ’ 1)

𝑗!π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

𝑗;βˆ€π‘— = 1,2,3,… (2.13)

Atau lebih sederhana dapat ditulis

𝑃𝑁0 +𝑗 𝑑 = 𝑁0 + 𝑗 βˆ’ 1𝑁0 βˆ’ 1

π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ 𝑗; βˆ€π‘— = 0,1,2,3,… ; 𝑑 β‰₯ 0; 𝑑 ∈ ℝ

3.3. Grafik Fungsi π‘·π‘΅πŸŽ+𝒋(𝒕)

Grafik fungsi dari 𝑃𝑁0+𝑗 𝑑 ; βˆ€π‘— = 0,1,2,3,… akan dijelaskan dan sebagai berikut.

17

3.3.1. Grafik Fungsi π‘·π‘΅πŸŽ 𝒕 = π’†βˆ’π€π‘΅πŸŽπ’•; 𝒕 β‰₯ 𝟎

Dalam grafik fungsi 𝑃𝑁0 𝑑 = π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 , nilai 𝑁0 merupakan besar populasi awal dan πœ†

merupakan angka pertumbuhan (probabilitas terjadinya satu kelahiran per satuan

waktu), sehingga hasil kali 𝑁0πœ† merupakan bilangan positif. Untuk 𝑑 = 0 nilai dari

𝑃𝑁0 𝑑 = 𝑒0 = 1, ini jelas karena besar populasi saat waktu awal adalah 𝑁0, dan

untuk 𝑑 > 0 nilai 𝑃𝑁0 𝑑 akan terus turun sehingga untuk 𝑑 β†’ ∞ nilai 𝑃𝑁0

𝑑 β†’ 0.

Grafik fungsi 𝑃𝑁0 𝑑 = π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 dapat disajikan dalam gambar berikut :

3.3.2. Grafik Fungsi π‘·π‘΅πŸŽ+𝟏 𝒕 = π‘΅πŸŽπ’†βˆ’π€π‘΅πŸŽπ’•[𝟏 βˆ’ π’†βˆ’π€π’•]; 𝒕 β‰₯ 𝟎

Dalam grafik fungsi 𝑃𝑁0 +1 𝑑 = 𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑[1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ ], untuk 𝑑 = 0 nilai 𝑃𝑁0 +1 = 0

dan untuk 𝑑 β†’ ∞ nilai 𝑃𝑁0 +1 β†’ 0. 𝑃𝑁0 +1(𝑑) memiliki titik puncak saat nilai 𝑑

memenuhi persamaan 𝑑𝑃𝑁0+1 𝑑

𝑑𝑑= 0. Untuk mencari titik puncaknya, lihat kembali

persamaan (2.5) yaitu

𝑑𝑃𝑁0+1(𝑑)

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + 1 𝑃𝑁0+1 𝑑 = πœ†π‘0𝑃𝑁0

𝑑

⇔𝑑𝑃𝑁0 +1(𝑑)

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + 1 𝑁0𝑒

βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = πœ†π‘0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑

𝑑

𝑃𝑁0(𝑑)

Gambar 2. Grafik Fungsi 𝑃𝑁0(𝑑)

18

⇔ 0 + πœ† 𝑁0 + 1 𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = πœ†π‘0𝑒

βˆ’πœ†π‘0 1

β‡”πœ† 𝑁0 + 1 𝑁0𝑒

βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

πœ†π‘0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑

= 1

⇔ 𝑁0 + 1 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = 1

⇔ 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ =1

𝑁0 + 1

⇔ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = 1 βˆ’1

𝑁0 + 1

⇔ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ =𝑁0 + 1 βˆ’ 1

𝑁0 + 1

⇔ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ =𝑁0

𝑁0 + 1

⇔ π‘’πœ†π‘‘ =𝑁0 + 1

𝑁0

⇔ πœ†π‘‘ = 𝑙𝑛 𝑁0 + 1

𝑁0

⇔ 𝑑1 =1

πœ†π‘™π‘›

𝑁0 + 1

𝑁0

Sehingga grafik fungsi 𝑃𝑁0 +1(𝑑) dapat disajikan dalam gambar berikut.

𝑑1

𝑑

𝑃𝑁0+1(𝑑)

Gambar 3. Grafik Fungsi 𝑃𝑁0 +1(𝑑)

19

3.3.3. Grafik Fungsi π‘·π‘΅πŸŽ+𝟐 𝒕 =π‘΅πŸŽ(π‘΅πŸŽ+𝟏)

πŸπ’†βˆ’π€π‘΅πŸŽπ’• 𝟏 βˆ’ π’†βˆ’π€π’•

𝟐

Dalam grafik fungsi 𝑃𝑁0 +2 𝑑 =π‘΅πŸŽ(π‘΅πŸŽ+𝟏)

πŸπ‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑[1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ ]2, untuk 𝑑 = 0 nilai

𝑃𝑁0 +2 = 0 dan untuk 𝑑 β†’ ∞ nilai 𝑃𝑁0 +2 β†’ 0. 𝑃𝑁0 +2(𝑑) memiliki titik puncak saat

nilai 𝑑 memenuhi persamaan 𝑑𝑃𝑁0+1 𝑑

𝑑𝑑= 0. Untuk mencari titik puncaknya, lihat

kembali persamaan (2.5) yaitu

𝑑𝑃𝑁0+2(𝑑)

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + 2 𝑃𝑁0+2 𝑑 = πœ†(𝑁0 + 1)𝑃𝑁0+1 𝑑

⇔𝑑𝑃𝑁0 +2(𝑑)

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + 2

𝑁0(𝑁0 + 1)

2π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

2

= πœ†(𝑁0 + 1)𝑁0π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

⇔ 0 + πœ†π‘0 𝑁0 + 1 𝑁0 + 2

2π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

2= πœ†π‘0(𝑁0 + 1)π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

β‡”πœ†π‘0 𝑁0 + 1 𝑁0 + 2

2 π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ 2

πœ†π‘0(𝑁0 + 1)π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = 1

⇔ 𝑁0 + 2

2 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = 1

⇔ 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ =2

𝑁0 + 2

⇔ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = 1 βˆ’2

𝑁0 + 2

⇔ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ =𝑁0 + 2 βˆ’ 2

𝑁0 + 2

⇔ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ =𝑁0

𝑁0 + 2

⇔ π‘’πœ†π‘‘ =𝑁0 + 2

𝑁0

⇔ πœ†π‘‘ = 𝑙𝑛 𝑁0 + 2

𝑁0

⇔ 𝑑2 =1

πœ†π‘™π‘›

𝑁0 + 2

𝑁0

20

Sehingga grafik fungsi 𝑃𝑁0 +2(𝑑) dapat disajikan dalam gambar berikut.

3.3.4. Grafik Fungsi π‘·π‘΅πŸŽ 𝒕 , π‘·π‘΅πŸŽ+𝟏 𝒕 , π‘·π‘΅πŸŽ+𝟐 𝒕 , dan seterusnya

Jadi secara induktif titik puncak grafik fungsi

𝑃𝑁0 +𝑗 𝑑 =𝑁0 (𝑁0+1)…(𝑁0 +π‘—βˆ’1)

𝑗 !π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

𝑗;βˆ€π‘— = 1,2,3, … adalah 𝑑𝑗 =

1

πœ†ln

𝑁0+𝑗

𝑁0 . Untuk pembuktiannya dapat dilakukan dengan induksi matematika.

(i) Untuk 𝑗 = 1,

𝑑1 =1

πœ†π‘™π‘›

𝑁0 + 1

𝑁0

Telah terbukti bahwa titik puncak grafik 𝑃𝑁0+1 𝑑 adalah 𝑑1 =1

πœ†π‘™π‘›

𝑁0 +1

𝑁0 .. (benar)

(ii) Asumsikan benar untuk 𝑗 = π‘˜, yaitu

π‘‘π‘˜ =1

πœ†π‘™π‘›

𝑁0 + π‘˜

𝑁0

(iii) Akan dibuktikan benar untuk 𝑗 = π‘˜ + 1, yaitu

π‘‘π‘˜+1 =1

πœ†π‘™π‘›

𝑁0 + π‘˜ + 1

𝑁0

𝑑2

𝑑

𝑃𝑁0+2(𝑑)

Gambar 4. Grafik Fungsi 𝑃𝑁0 +2(𝑑)

21

𝑑𝑃𝑁0+π‘˜+1(𝑑)

𝑑𝑑+ πœ† 𝑁0 + π‘˜ + 1

𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜ + 1 !π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜+1

= πœ†(𝑁0 + π‘˜)𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜ βˆ’ 1)

π‘˜!π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜

⇔ 0 + πœ† 𝑁0 + π‘˜ + 1 𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜ + 1 !π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜+1

= πœ†(𝑁0 + π‘˜)𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜ βˆ’ 1)

π‘˜!π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜

⇔ πœ† 𝑁0 + π‘˜ + 1

(π‘˜ + 1)

𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜!π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜ 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

= πœ†π‘0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜!π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

π‘˜

β‡”πœ† 𝑁0 + π‘˜ + 1

(π‘˜ + 1)𝑁0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜! π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ π‘˜ 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

πœ†π‘0(𝑁0 + 1) … (𝑁0 + π‘˜)

π‘˜!π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ π‘˜

= 1

⇔ 𝑁0 + π‘˜ + 1

(π‘˜ + 1) 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = 1

⇔ 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = π‘˜ + 1

(𝑁0 + π‘˜ + 1)

⇔ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = 1 βˆ’ π‘˜ + 1

(𝑁0 + π‘˜ + 1)

⇔ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ = 𝑁0 + π‘˜ + 1 βˆ’ π‘˜ βˆ’ 1

(𝑁0 + π‘˜ + 1)

⇔ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ =𝑁0

(𝑁0 + π‘˜ + 1)

⇔ π‘’πœ†π‘‘ =(𝑁0 + π‘˜ + 1)

𝑁0

⇔ πœ†π‘‘ = 𝑙𝑛 𝑁0 + π‘˜ + 1

𝑁0

⇔ π‘‘π‘˜+1 =1

πœ†π‘™π‘›

𝑁0+π‘˜+1

𝑁0 …….(terbukti)

Sehingga rumus untuk titik puncak grafik 𝑃𝑁0+𝑗 𝑑 adalah 𝑑𝑗 =1

πœ†ln

𝑁0+𝑗

𝑁0 .

Maka diperoleh hubungan 𝑑1 < 𝑑2 < 𝑑3 < dan seterusnya.

22

Jadi grafik fungsi 𝑃𝑁0 𝑑 , 𝑃𝑁0+1 𝑑 , 𝑃𝑁0+2 𝑑 , dan seterusnya, dapat disajikan dalam

gambar berikut.

3.4. Contoh Soal

Diketahui populasi suatu spesies pada awal tahun 2013 adalah 100 individu. Jika diketahui

angka pertumbuhan per individu (πœ†) adalah 0,05 dan diasumsikan terjadi proses kelahiran

murni. Tentukanlah :

1. Fungsi probabilitas besar populasi tersebut 103 individu, saat waktu 𝑑 tahun ?

2. Berapakah probabilitas besar populasi tersebut 103 individu, saat waktu 6 bulan ?

3. Saat kapan probabilitas besar populasi tersebut 103 individu maksimum ?

Penyelesaian:

𝑁0 = 100, πœ† = 0,05, 𝑃𝑁0+3 𝑑 = ?, 𝑃𝑁0+3 0,5 = ?, 𝑑3 = ?

Karena nilai 𝑁0 dan πœ† telah diketahui serta terjadi proses kelahiran murni, maka dapat

langsung digunakan rumus sebelumnya.

𝑑2

𝑃𝑁0+2(𝑑)

𝑑1

𝑃𝑁0+1(𝑑)

𝑃𝑁0+3(𝑑)

𝑑3

𝑑

𝑃𝑁0(𝑑)

Gambar 5. Grafik Fungsi 𝑃𝑁0(𝑑), 𝑃𝑁0+1(𝑑), 𝑃𝑁0+2(𝑑), dan seterusnya

23

1. 𝑃𝑁0+3 𝑑 =𝑁0 (𝑁0+1)(𝑁0+2)

3!π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘

3

⇔ 𝑃103 𝑑 =100(101)(102)

6π‘’βˆ’ 0,05 (100)𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’0,05𝑑 3

⇔ 𝑃103 𝑑 = 171700π‘’βˆ’5𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’0,05𝑑 3

2. 𝑃103 0,5 = 171700π‘’βˆ’5(0,5) 1 βˆ’ π‘’βˆ’0,05(0,5) 3

⇔ 𝑃103 0,5 = 171700π‘’βˆ’2,5 1 βˆ’ π‘’βˆ’0,025 3

⇔ 𝑃103 0,5 = 0,21213 β‰ˆ 21%

3. 𝑑3 =1

πœ†ln

𝑁0+3

𝑁0

⇔ 𝑑3 =1

0,05ln

100 + 3

100

⇔ 𝑑3 = 20 ln 103

100

⇔ 𝑑3 = 0,591 tahun

24

BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Model Probabilitas Proses

Kelahiran Murni memiliki bentuk persamaan diferensial biasa, yaitu

𝑑𝑃𝑁 𝑑

𝑑𝑑+ πœ†π‘π‘ƒπ‘ 𝑑 = πœ† 𝑁 βˆ’ 1 π‘ƒπ‘βˆ’1 𝑑

dan bentuk umum Fungsi Probabilitas suatu populasi sebesar 𝑁0 + 𝑗 pada suatu waktu 𝑑

adalah

𝑃𝑁0+𝑗 𝑑 = 𝑁0 + 𝑗 βˆ’ 1𝑁0 βˆ’ 1

π‘’βˆ’πœ†π‘0𝑑 1 βˆ’ π‘’βˆ’πœ†π‘‘ 𝑗; βˆ€π‘— = 0,1,2,3,…

dengan 𝑁0 adalah besar populasi awal saat 𝑑 = 0 dan πœ† adalah laju/angka pertumbuhan,

yaitu probabilitas terjadinya satu kelahiran per satuan waktu.

Serta untuk grafik fungsi 𝑃𝑁0+𝑗 𝑑 ;βˆ€π‘— = 1,2,3, … adalah

Yang memiliki titik puncak saat 𝑑𝑗 , yaitu

𝑑𝑗 =1

πœ†ln

𝑁0 + 𝑗

𝑁0 ; βˆ€π‘— = 0,1,2,3,…

𝑑2

𝑃𝑁0+2(𝑑)

𝑑1

𝑃𝑁0+1(𝑑)

𝑃𝑁0+3(𝑑)

𝑑3

𝑑

𝑃𝑁0(𝑑)

Gambar 6. Grafik Fungsi Probabilitas

25

Sehingga dengan mengetahui populasi awal suatu individu, angka pertumbuhan

serta proses kelahiran murni maka dapat dicari probabilitas saat besar populasi 𝑁0 + 𝑗 pada

suatu waktu 𝑑.

4.2. Saran

Saran yang dapat diberikan penulis adalah agar pembaca dapat mengembangkan

isi makalah ini, seperti fungsi probabilitas yang didapat terakhir diekmbangkan dalam

statistika matematika yang memiliki rata-rata (Mean), Ragam/ varians dan sebagainya.

Serta pembaca mampu mencoba untuk menyusun pemodelan probabilitas proses kematian

murni, sehingga nanti dengan berbagai analisis diharapkan dapat dikombinasikan dengan

probabilitas proses kealhiran murni ini. Dengan demikian dapat menghitung dengan lebih

nyata probabilitas besar populasi pada waktu tertentu.

26

DAFTAR PUSTAKA

Anny. 2010. Proposal Penelitian Anny. http://annymath.files.wordpress.com/2010/12/proposal-

penelitian-anny.pdf: diakses tanggal 5 Juni 2013

Awallysa. 2012. Binomial Newton. http:// awallysa246.files.wordpress.com/2012/01/binomial-

newton.pptx : diakses tanggal 7 Juni 2013

Gede, Suweken. 2005. Buku Ajar Persamaan Diferensial Biasa. Singaraja: FP-MIPA IKIP

Negeri Singaraja.

Sugiatno. 2012. Makalah Binomial Newton. http://sugiatnoriot.blogspot.com/2012/10/makalah-

binomial-newton.html: diakses tanggal 7 Juni 2013

Widodo. 2008. Pengantar Model Matematika Bidang Biologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah

Mada.

27

PROGRAM UNTUK MENGHITUNG PROBABILITAS KELAHIRAN

MURNI SATU SPESIES

(dengan menggunakan Turbo Pascal)

program AGUS_DAR;

uses winCrt;

var p0, l, t, q, r,e,n0, n, v, w, tp :real;

i,j,m, k,fak :integer;

y : array[0..100]of real;

begin

{input}

write(' j = ');

readln (j);

write (' n0 = ');

readln(m);

write (' lamda = ');

readln(l);

write (' t = ');

readln (t);

{proses}

{j faktorial}

fak:=1;

for i:= 1 to j do

begin

fak:=fak*i;

end;

{perkalian n0 sampai n0+j-1}

n:=1;

for i:= m to m+j-1 do

begin

n:=n*i;

end;

28

{nilai-nilai ekponen}

r:= (-1*l*m*t) ;

q:= 1-exp(-l*t);

e:= exp(r);

w:=1;

for k:=1 to j do

begin

y[k]:=q;

w:=w*y[k];

end;

{p0}

p0:= (n/fak)*e*w;

{titik puncak tj}

tp := (1/l)*ln((m+j)/m);

{cetak}

writeln(' ') ;

writeln(' ');

write(j ,' faktorial = ',fak );

writeln('');

writeln(' N0 = ', n);

writeln('');

writeln(' eksponen (1-e) = ', q);

writeln('');

writeln(' eksponen (e) = ', e);

writeln('');

writeln(' ekponen pangkat j = ', w);

writeln('');

writeln(' P0 = ',p0 );

writeln('');

writeln(' titik puncak = ',tp);