Upload
others
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Matematika merupakan ilmu dasar yang memegang peranan penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan karena matematika dijadikan landasan berpikir
logis dan sistematis. Pentingnya peran matematika menjadikannya dipelajari secara
luas mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Hal tersebut
sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 37 yang menyatakan bahwa mata pelajaran matematika adalah suatu
mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Tujuan pembelajaran matematika yang diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 58 Tahun 2014 tentang Standar
Satuan Isi jenjang SMP/MTs diantaranya agar peserta didik memiliki kemampuan
pemahaman konsep, menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian
masalah, menggunakan penalaran, mengkomunikasikan gagasan, memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika (rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
mempelajari matematika), memiliki sikap dan prilaku yang sesuai dengan nilai-
nilai dalam matematika, dan menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil
teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematis. Pembelajaran
matematika diharapkan mampu melatih kemampuan bernalar dan kebiasaan
berpikir seseorang hingga dapat diaplikasikan dalam memecahkan permasalahan
sehari-hari.
Salah satu aspek yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran di sekolah
menengah adalah aljabar, seperti yang dijelaskan oleh NCTM (2000) bahwa NCTM
telah menetapkan harapan untuk aljabar kepada siswa sekolah menengah dan
sekolah tinggi. Harapan-harapan tersebut yaitu (1) pada tingkat 6 – 8 seluruh siswa
harus dapat merepresentasi, menganalisa, dan emnggneralisasi beragam pola
dengan tabel, grafik, kata-kata, dan jika memungkinkan, dengan aturan simbolik;
(2) pada tingkat 9 – 12 seluruh siswa harus dapat menggunakan simbol aljabar
untuk merepresentasikan dan menjelaskan hubungan matematis. Para pendidik dan
2
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penentu kebijakan menjadikan aljabar sebagai titik fokus, ini terlihat dari adanya
frasa “Algebra for all” yang menekankan pentingnya untuk menyediakan semua
akses aljabar untuk siswa (Jacobs et al, 2007).
Selain itu, Windsor (2010) menyatakan bahwa kemampuan berpikir aljabar
merupakan salah satu elemen penting dan fundamental yang dibutuhkan dalam
penalaran matematis dan berpikir matematis. Sejalan dengan Windsor, Booker
(2009) menyatakan bahwa pentingnya aljabar dewasa ini semakin diakui oleh
dunia, karena aljabar merupakan alat/perangkat yang digunakan lebih jauh dalam
matematika, sains, bisnis, ekonomi, finansial, akuntansi, komputasi, dan masih
banyak lagi bidang keilmuan yang menggunakan aljabar. Penguasaan aljabar tidak
hanya dibutuhkan di dunia modern saja, aljabar pun sebenarnya merupakan
passport akademik untuk meraih setiap kesempatan dalam setiap job market dan
street of schooling’ (Schoenfeld dalam Booker, 2009). Barton (dalam Booker,
2009) mengingatkan kita bahwa aljabar merupakan kunci sukses dalam matematika
secara keseluruhan.
Menyadari bahwa aljabar merupakan hal yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam menggunakan aljabar terjadi proses
berpikir aljabar. Berpikir aljabar merupakan cara tertentu dalam berpikir, termasuk
menganalisa hubungan antara kuantitas, memperhatikan sturktur, mempelajari
perubahan, generalisasi, pemecahan masalah, pemodelan, membuktikan, dan
membuat prediksi (Cai & Knuth, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa berpikir
aljabar sangat berperan dalam mengembangkan kecakapan matematis yang dimiliki
siswa.
Booker (2009) menyatakan bahwa perkembangan aljabar di sekolah
menengah seringkali ditandai sebagai salah satu kekurangan dalam matematika.
Hal ini sebagian besar disebabkan karena pemahaman tentang bilangan secara
umum sangat dibutuhkan ketika makna dari konsep bilangan dan perhitungan tidak
ada pada tingkatan yang dibutuhkan dalam memahami konsep-konsep tersebut agar
menjadi bermakna. Pemahaman tentang bilangan dan perhitungan berkaitan dengan
kemampuan berpikir aritmatik yang diberikan pada siswa jenjang Sekolah Dasar
(SD). Misalnya saja pada konsep perkalian bilangan bulat, penyelesaian perkalian
bilangan bulat menggunakan algoritma bersusun ke bawah kurang memberikan
3
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
makna dibandingkan dengan penyelesaian perkalian bilangan bulat dengan
menggunakan sifat distributif perkalian dan asosiatif penjumlahan (Yumiati, 2015).
Contoh: 3 × 16
Penyelesaian dengan algoritma bersusun ke bawah
Penyelesaian dengan menggunakan sifat distributif perkalian
3 × 16 = 3 × (10 + 6)
= (3 × 10) + (3 × 6)
= 30 + 18
= 48
Algoritma bersusun ke bawah hanya menggunakan aturan-aturan atau teknik
hitung dasar tanpa memerhatikan sifat-sifat perkalian atau penjumlahan, sehingga
penyelesaian perkalian di atas akan lebih bermakna dengan menggunakan sifat-sifat
perkalian atau penjumlahan.
Selain masalah pemaknaan di atas, ternyata siswa masih mengalami kesulitan
dalam memahami makna variabel (Hidayanto, dkk, 2014), terutama pada siswa
kelas 7. Padahal, pembelajaran aljabar di sekolah harus dilakukan dengan
memahami variabel dan operasinya (Usiskin, 1999). Siswa memahami variabel
hanya sebagai huruf pengganti bilangan, siswa belum memahami variabel sebagai
suatu simbol yang dapat melambangkan setiap bilangan dari anggota suatu
himpunan. Hal ini dikarenakan siswa kelas 7 masih berada pada proses transisi dari
berpikir aritmatik ke berpikir aljabar. Hal tersebut pun bisa terjadi karena adanya
pandangan tentang aljabar sebagai salah satu cabang matematika sekolah yang
paling menakutkan (Radford, 2012).
Hidayanto, dkk (2014) menyatakan bahwa proses transisi dari berpikir
aritmatik ke berpikir aljabar terjadi pada saat siswa sudah tidak hanya menggunakan
pola berpikir aritmatik saja tetapi siswa juga belum menggunakan pola berpikir
aljabar. Proses terjadinya transisi ini dalam bentuk: (1) menemukan suatu pola
(pattern) perhitungan, yaitu dalam proses transisi berpikirnya siswa menemukan
suatu pola tertentu dari perhitungan-perhitungan yang dilakukannya, (2)
menemukan suatu hubungan (relation) dalam pola, yaitu menemukan suuatu pola
48
16
3 x
4
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tertentu dari suatu perhitungan, dan (3) melakukan simbolisasi (symbolization),
menuliskan suatu simbol sesuai dengan keinginannya. Selain itu, Hidayanto, dkk
(2014) pun menemukan bahwa terdapat tiga karakteristik yang dilakukan siswa
pada saat terjadi transisi proses berpikir dari berpikir aritmetik ke berpikir aljabar,
yaitu: (1) simbolisasi semu pada transisi berpikir siswa, (2) simbolisasi nonformal
pada transisi berpikir siswa, dan (3) simbolisasi formal pada transisi berpikir siswa.
Hal ini sesuai dengan Asquith, Stephens, & Knuth (2007) yang mengemukakan
pentingnya usaha pengembangan secara profesional dalam berpikir aljabar yang
difokuskan pada keterkaitan atas apa yang sudah dipertimbangkan dalam aritmatika
dan pembelajaran aljabar yang terjadi di sekolah menengah.
Berdasarkan hasil survey mengenai proses berpikir aritmatika dan aljabar
dalam menyelesaikan soal cerita yang dilakukan Hidayanto (2013) pada kelas 7 dan
8, diperoleh kesimpulan bahwa dalam menyelesaikan soal cerita, siswa kelas 7
masih menggunakan proses berpikir aritmatika, karena memang siswa kelas 7
masih berada pada masa transisi dari proses berpikir aritmatik ke proses berpikir
aljabar. Sedangkan siswa kelas 8 sudah mulai menggunakan proses berpikir aljabar
dalam menyelesaikan soal cerita. Sejalan dengan hasil survey Hidayanto, survey
yang dilakukan Math Panel’s menunjukkan bahwa kurangnya kesiapan siswa dalam
aljabar terlihat dari 3 hal, yaitu bilangan rasional, soal cerita, dan kebiasaan belajar
(Clure, 2009).
Selain itu, terdapat beberapa permasalahan-permasalaha terkait aljabar yang
ditemukan oleh beberapa peneliti. Hidayati (2010) menemukan bahwa siswa masih
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan
konsep dan prinsip. Dalam penguasaan konsep, siswa masih mengalami kesulitan
dalam menggunakan gambar dan simbol untuk mempresentasikan konsep.
Sedangkan dalam penggunaan prinsip, siswa masih mengalami kesulitan dalam
mengapresiasikan peran prinsip dalam matematika. Selain itu, Marsetyorini dan
Murwaningtyas (2012) menemukan bahwa siswa kurang menguasai materi
prasyarat seperti materi faktorisasi aljabar, operasi hitung bentuk aljabar, dan
operasi hitung bilangan bulat dalam memahami materi pecahan dalam bentuk
aljabar. Peneliti lain, Muchlian, dkk (2013) menemukan bahwa dalam
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi bentuk aljabar hampir
5
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
semua siswa yang ditelitinya mengalami kesalahan konsep, 94,87% mengalami
kesalahan prinsip, dan 41,03% mengalami kesalahan algoritma.
Permasalahan di atas sejalan dengan studi pendahuluan yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, ditemukan bahwa siswa masih mengalami
kesulitan dan miskonsepsi dalam aljabar pada topik bangun datar. Seperti contoh
jawaban siswa pada gambar 1.1. Soal yang diberikan merupakan soal dengan
indikator rasio dan proporsi. Indikator ini mengukur kemampuan siswa dalam
menggunakan perbandingan/skala. Ada pun soal pada indikator ini yaitu “Seorang
nelayan berlayar mencari ikan ke arah timur sejauh 5 km. Kemudian nelayan itu
menuju ke arah timur laut sejauh 3 km, lalu ke arah barat sejauh 5 km. Setelah ikan
yang diperoleh cukup banyak, nelayan kembali ke tempat semula ia berlabuh. a.)
Gambarlah rute perjalanan nelayan tersebut dengan skala 1 : 100.000!; b.) Berapa
km perjalanan nelayan tersebut dari tempat dia berlabuh hingga kembali lagi?”
Contoh jawaban siswa dapat dilihat pada gambar 1.1.
Gambar 1. 1 Contoh jawaban siswa pada indikator rasio dan proporsi
Jawaban siswa pada gambar 1.1 menunjukkan bahwa siswa tidak dapat
mentransformasi rumus skala menjadi rumus untuk menentukan jarak pada peta
dengan tepat. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mengalami miskonsepsi dalam
proses manipulasi aljabar.
Selain itu, siswa pun masih belum mampu menerjemahkan bahasa dalam soal
ke dalam bahasa matematika seperti contoh jawaban siswa pada gambar 1.2. Soal
yang diberikan merupakan soal dengan indikator menggunakan representasi
simbolik untuk memanipulasi rumus, ekspresi, persamaan, dan pertidaksamaan.
Ada pun soal pada indikator ini yaitu “Naura dan Hasbi memiliki kamar dengan
luas yang sama. Kamar Naura berbentuk persegi dan kamar Hasbi berbentuk
6
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
persegi panjang. Ukuran panjang kamar Hasbi 1 meter lebihnya dari ukuran
panjang kamar Naura, sedangkan lebarnya 0,8 m kurang dari ukuran lebar kamar
Naura. Bagaimana cara menentukan luasnya? Tentukan luasnya!”. Berikut contoh
jawaban siswa.
Gambar 1. 2 Contoh jawaban siswa untuk indikator
menggunakan representasi simbolik
Gambar 1.2 memperlihatkan bahwa apa yang ditulis siswa pada bagian
diketahui bukan merupakan informasi yang terdapat dalam soal. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa tidak mampu menerjemahkan informasi yang
disediakan dalam soal ke dalam bentuk representasi simbolik yang tepat.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di atas, terlihat bahwa siswa masih
mengalami miskonsepsi dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
kemampuan berpikir aljabar. Padahal, pembelajaran yang biasa digunakan di
sekolah tersebut adalah pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir aljabar siswa di sekolah tersebut belum
berkembang secara optimal.
Miskonsepsi dalam kemampuan berpikir aljabar yang terjadi di lapangan
perlu diminimalisir. Selain itu, salah satu afektif yang perlu dikembangkan
beriringan dengan kemampuan berpikir aljabar yaitu mathematical habits of mind.
Kriegler (2011) menyatakan bahwa salah satu komponen dalam berpikir aljabar,
yaitu pengembangan perangkat berpikir matematis, merupakan analytical habits of
mind. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir aljabar berjalan beriringan
dengan habits of mind (kebiasaan berpikir). Seperti halnya kemampuan berpikir
aljabar, habits of mind (kebiasaan berpikir) juga sangat mendukung performa siswa
7
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan berpikir perlu ditanamkan sejak dini dan
pada setiap jenjang pendidikan, karena merupakan bekal belajar sepanjang hayat.
Nurmaulita (2012) menyatakan bahwa habits of mind bukan merupakan
bakat alamiah atau faktor bawaan melainkan suatu kebiasaan perilaku yang
dipelajari secara sengaja dan sadar selama beberapa waktu. Selain itu, Marzano
(Syukria, 2013) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran siswa harus memiliki
sikap dan perilaku belajar yang kondusif serta memanfaatkan keterampilan
berpikir. Hal ini dapat membantu dan mempermudah siswa dalam bernalar.
Pembelajaran matematika tidak hanya mengembangkan aspek kognitif,
melainkan juga aspek afektif, karena dalam proses pembelajaran tugas guru juga
dituntut untuk bagaimana meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup.
Maksudnya perkembangan aspek afektif (sikap) pada diri siswa juga merupakan
aspek penting yang harus dibentuk dalam diri siswa itu sendiri. Hal ini sesuai
dengan tuntutan kurikulum 2013 yang menjelaskan bahwa sikap siswa yang identik
dengan karakter merupakan bagian yang terintegrasi dengan aspek kognitif dan
psikomotorik. Pengembangan sikap mental siswa merupakan suatu tujuan yang
penting yang memungkinkan individu untuk memahami dan menyelesaikan segala
sesuatu yang berkaitan dengan hidupnya. Setiap individu dalam hidupnya akan
berhadapan dengan begitu banyak permasalahan, baik permasalahan yang berkaitan
dengan pribadinya, maupun masalah akademisnya di sekolah. Setiap individu
memiliki caranya tersendiri dalam menyikapi suatu masalah. Terkadang individu
sulit untuk mencari solusi yang cerdas dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu,
setiap individu harus dilatih bagaimana berperilaku cerdas dalam merespon dan
mengatasi masalah yang dihadapi, dalam artian tidak hanya mengetahui informasi
tetapi juga mengetahui bagaimana harus bertindak cerdas. Karakteristik perilaku
cerdas yang paling tinggi dalam memecahkan masalah yaitu habits of mind (Costa
dan Kallick, 2000b; Campbell, 2006). Habits of mind diklaim sebagai indikator
kesuksesan dalam akademik, pekerjaan, dan hubungan sosial. Habits of mind
menyiratkan bahwa perilaku membutuhkan suatu kedisiplinan pikiran yang dilatih
sedemikian rupa, sehingga menjadi kebiasaan untuk terus berusaha melakukan
tindakan yang lebih bijak dan cerdas.
8
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sejalan dengan hal tersebut, Safitri (2013) dalam penelitiannya menemukan
bahwa habits of mind merupakan akar kekuatan siswa dalam melatih kemampuan
mereka dalam menentukan solusi penyelesaian masalah dalam suatu permasalahan.
Oleh karena itu, siswa harus dibiasakan untuk berpikir, guna meminimalisir
miskonsepsi yang terjadi (Muflihatussyarifah, 2016).
Sejumlah peneliti (Marzano, 1992; Costa dan Kallick, 2000a., 2000b; dan
Campbell, 2006) mengungkapkan bahwa habits of mind dapat membantu siswa
untuk melakukan regulasi diri dalam belajranya dan menemukan solusi dalam
hubungan sosial dan tempat bekerjanya. Selain itu, Yahya dan Nasser (2013)
menjelaskan bahwa habits of mind sangat penting bagi siswa. Karena mengarahkan
siswa teradap pemikiran dan praktik dalam situasi yang berbeda seperti pemecahan
masalah, komunikasi, komunitas belajar, dan strategi berpikir. Hal ini menunjukkan
perlunya dan pentingnya pengembangan kebiasaan berpikir bagi siswa.
Kebiasaan berpikir dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan belajar siswa.
Costa dan Kallick (2012) mengemukakan bahwa terdapat 16 karakteristik habits of
mind, yaitu: (1) bertahan atau pantang menyerah, (2) mengatur kata hati, (3)
mendengarkan dengan pemahaman dan empati, (4) berpikir luwes, (5) berpikir
metakognisi, (6) bekerja teliti dan tepat, (7) bertanya dan mengajukan masalah
secara efektif, (8) mengaplikasikan pengetahuan lama, (9) berpikir dan
berkomunikasi secara jelas dan tepat, (10) memanfaatkan indera dalam
mengumpulkan dan mengolah data, (11) berkarya, berimajinasi, berinovasi, (12)
bersemangat dalam merespon, (13) berani bertanggung jawab dan menghadapi
resiko, (14) humoris, (15) berpikir secara independen, dan (16) belajar
berkelanjutan.
Hasil pre-response yang dilakukan Zakiah (2014) menunjukkan bahwa
mathematical habits of mind siswa kelas eksperimen sebesar 56,41% dan siswa
kelas kontrol sebesar 56,39% ditinjau secara keseluruhan. Selanjutnya, jika dilihat
dari kategori kemampuan awal matematika (KAM) siswa (tinggi, sedang, rendah),
mathematical habits of mind siswa dengan KAM tinggi 54,62%, siswa dengan
KAM sedang 56,04% dan siswa dengan KAM rendah 58,74%. Hal ini
menunjukkan bahwa mathematical habits of mind siswa belum berkembang secara
maksimal.
9
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Guna mencapai tujuan ideal seperti yang dipaparkan di atas, atau secara
spesifik terwujudnya kondisi siswa yang memiliki kemampuan berpikir aljabar dan
mathematical habits of mind yang baik, perlu diterapkan suatu pendekatan, metode,
model, atau strategi yang dapat menciptakan situasi dimana siswa terstimulasi
untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir aljabar dan mathematical
habits of mind. Selain itu, pembelajaran ini juga harus mampu membuat siswa
memiliki kesadaran akan pikirannya sendiri, membuat rencana secara efektif, serta
menyadari dan menggunakan sumberdaya yang diperlukan. Sejalan dengan Malara
dan Navara (2002) yang menyatakan bahwa penelitian internasional dalam
pendidikan matematika dan khusunya mengenai pengajaran dan pembelajaran
aljabar dan kesulitan-kesulitannya, pada usia yang berbeda-beda dari level junior
hingga universitas, telah menunjukkan suatu kebingungan dari pengajaran dengan
metode tradisional. Selama dua puluh tahun terakhir, peneltiian difokuskan pada
sejumlah besar kemungkinan pendekatan-pendekatan yang dapat meningkatkan
makna dari proses dan objek-objek dalam aljabar. Selain itu, Sabandar (2007)
menyatakan bahwa diperlukan adanya langkah-langkah atau pun tindakan yang
tepat untuk membuat proses pembelajaran matematika atau pun proses
meyelesaikan suatu soal matematika di kelas menjadi suatu lingkungan belajar
dimana siswa dapat meningkatkan keterampilan berpikirnya.
Terdapat banyak alternatif pendekatan, metode, model, atau strategi
pembelajaran yang dapat diterapkan, salah satu pendekatan pembelajaran yang
dirasa efektif adalah pembelajaran dengan pendekatan rigorous mathematical
thinking (RMT). Rigorous mathematical thinking (RMT) merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran yang berlandaskan pada pendekatan dua teori besar, yaitu
teori psychological tools dari Vygotsky dan teori mediated learning experience
(MLE) dari Feuerstein. Beberapa psychological tools yang digunakan dalam
matematika diantaranya yaiu simbol, tabel, koordinat kartesius, gambar, dan garis
bilangan (Kinard & Kozulin, 2008).
Kinard & Kozulin (2008) menjelaskan bahwa dalam pendekatan RMT
terdapat 3 fase, yaitu fase perkembangan kognitif (cognitive development), fase
konten sebagai perkembangan proses (content as process development), dan fase
praktek pembentukan konsep kognitif (cognitive conceptual construction practice).
10
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Selama proses pembelajaran dengan pendekatan RMT berlangsung, suasana
berpikir rigorous depertahankan secara terus menerus. Selain itu, selama
berlangsungnya fase-fase tersebut, guru memberikan bimbingan kepada siswa
dengan prinsip-prinsip MLE, yaitu intentionality dan reciprocality, meaning, dan
transendence.
Fase pertama, yaitu fase perkembangan kognitif (cognitive development),
guru menjelaskan konsep dan keterampilan baru dengan membuat skema sebagai
perangkat pendukung untuk mencapai pemahaman terhadap konsep dan
keterampilan baru tersebut. Skema yang dibuat merupakan representasi visual dari
konsep yang akan dipelajari, dengan demikian kemampuan siswa untuk
menerjemahkan antar representasi akan berkembang.
Selanjutnya, pada fase kedua, yaitu fase konten sebagai perkembangan proses
(content as process development), siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan
kemudian guru memberikan masalah yang memungkinkan siswa untuk
menyelesaikannya dengan memanfaatkan perangkat psikologis matematis berupa
bahasa mau pun alat bantu matematika. Hal ini tentu saja dapat mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah siswa, penalaran, dan representasi.
Selanjutnya, pada fase yang ketiga, yaitu fase praktek pembentukan konsep
kognitif (cognitive conceptual construction practice), guru memberikan masalah
yang tingkat kesulitannya semakin meningkat dan siswa bekerja secara mandiri
dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan memanfaatkan perangkat psikologis
matematis. Hal ini tentu saja dapat mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah siswa, penlaran, dan representasi.
Fase-fase dalam pembelajaran dengan pendekatan RMT tersebut diduga
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, representasi, dan penalaran.
Ketiga kemampuan ini merupakan komponen berpikir aljabar, merujuk pada
pernyataan Kriegler (2011) sebelumnya bahwa yang termasuk alat berpikir
matematis dalam berpikir aljabar adalah kemampuan pemecahan masalah,
representasi dan penalaran. Kriegler (2011) pun menyatakan bahwa dalam
mengembangkan berpikir aljabar terjadi pula proses pengembangan perangkat
berpikir matematis yang merupakan analytical habits of mind. Selain itu, Kinard &
Kozulin (2008, hlm. 3) menyatakan bahwa praktik dari RMT dalam pembentukan
11
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
konsep mampu mengembangkan kebiasaan berpikir siswa dan kecenderungan
berpikir teoritis matematis serta metakognisi. Hal tersebut dapat membantu
meningkatkan kemampuan refleksi seseorang mengenai pola dan hubungan yang
merupakan salah satu indikator dalam kemampuan berpikir aljabar, serta kebiasaan
berpikir.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Aljabar dan Mathematical Habits
of Mind dengan Pendekatan Rigorous Mathematical Thinking (RMT)”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
masalah pokok yang menjadi kajian dalam penelitian ini terfokus pada perbedaan
peningkatan kemampuan berpikir aljabar dan mathematical habits of mind siswa
antara siswa yang memperoleh pembelajaran rigorous mathematical thinking
(RMT) dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Ada pun rincian
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir aljabar siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan RMT lebih tinggi daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa ditinjau secara keseluruhan?
2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir aljabar siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan RMT lebih tinggi daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari kemampuan awal matematis
(tinggi, sedang, rendah)?
3. Apakah mathematical habits of mind siswa yang mendapat pembelajaran
dengan pendekatan RMT lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa?
4. Apakah mathematical habits of mind siswa yang mendapat pembelajaran
dengan pendekatan RMT lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa ditinjau dari kemampuan awal matematis (tinggi, sedang,
rendah)?
12
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian
ini adalah untuk menganalisis:
1. Peningkatan kemampuan berpikir aljabar siswa yang memperoleh
pembelajaran RMT dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
ditinjau secara keseluruhan.
2. Peningkatan kemampuan berpikir aljabar siswa yang memperoleh
pembelajaran RMT dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
ditinjau dari KAM (tinggi, sedang, rendah).
3. Mathematical habits of mind siswa yang memperoleh pembelajaran RMT dan
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau secara
keseluruhan.
4. Mathematical habits of mind siswa yang memperoleh pembelajaran RMT dan
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari KAM (tinggi,
sedang, rendah).
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya:
a. Secara teoritis penelitian ini memberikan manfaat dalam menambah
pengetahuan:
1. Bagi pembaca tentang pendekatan RMT yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir aljabar siswa, sehingga dapat dijadikan sebagai
referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sejenis.
2. Bagi pembaca tentang kesesuaian model RMT untuk meningkatkan
kemampuan berpikir aljabar siswa yang memiliki kategori kemampuan awal
sedang.
3. Bagi pembaca tentang pendekatan RMT yang dapat mengembangkan
mathematical habits of mind siswa, sehingga dapat dijadikan sebagai
referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa.
4. Bagi pembaca tentang kesesuaian pendekatan RMT untuk mengembangkan
mathematical habits of mind siswa yang memiliki kategori kemampuan
awal matematika tinggi, sedang, dan rendah.
13
Muthmainnah, 2017 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR ALJABAR DAN MATHEMATICAL HABITS OF MIND SISWA DENGAN PENDEKATAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Secara praktis penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Pendekatan RMT dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran
matematika di kelas agar lebih bervariasi terutama untuk meningkatkan
kemampuan berpikir aljabar siswa dan untuk mengembangkan
mathematical habits of mind siswa.
2. Dapat dijadikan sebagai masukan bagi sekolah dalam rangka
mengembangkan kemampuan lainnya yang erat kaitannya dengan
pembelajaran matematika.
3. Dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi peneliti lain dalam menyusun
pembelajaran dengan pendekatan RMT yang sesuai dengan kategori
kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) dalam rangka
mengembangkan mathematical habits of mind siswa.
4. Dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi peneliti lain dalam menyusun
pembelajaran dengan pendekatan RMT yang sesuai dengan kategori
kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) dalam rangka
meningkatkan kemampuan berpikir aljabar siswa.