16
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korporasi dikenal dari beberapa bahasa, yaitu Belanda dengan istilah coorporatie, di Inggris dengan istilah corporation, di Jerman dengan istilah Korporation dan di Indonesia dengan istilah Korporasi. Secara etismologis Corporare sendiri berasal dari kata “corpu” (Indonesia=badan), yang berarti memberikan badan atau membadankan. Dengan demikian, Corporatio itu berarti hasil dari pekerjaan membadankan, dengan perkataan lain badan yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap badan manusia, yang terjadi menurut alam. 1 Korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum yang terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya hukum memasukkan unsur animus yang membuat badan hukum itu mempunyai kepribadian. Oleh karena badan hukum itu merupakan ciptaan hukum, maka kecuali penciptanya, kematiannya pun juga ditentukan oleh hukum. 2 Dalam kamus bahasa Indonesia Korporasi adalah perusahaan atau badan usaha yang sangat besar atau beberapa perusahaan yang dikelola dan dijalankan sebagai satu perusahaan besar. Korporasi yang merupakan suatu perusahaan-perusahaan besar telah banyak memberikan kontribusi yang sangat besar juga bagi kehidupan setiap orang, pembangunan industri dan perdagangan dunia. Perusahaan-perusahaan besar 1 Soetan K. Malikoel Adil, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, Pembangunan, Jakarta, 1955, hlm. 83; 2 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm 110;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korporasi dikenal dari beberapa bahasa, yaitu Belanda dengan istilah

coorporatie, di Inggris dengan istilah corporation, di Jerman dengan istilah

Korporation dan di Indonesia dengan istilah Korporasi. Secara etismologis

Corporare sendiri berasal dari kata “corpu” (Indonesia=badan), yang berarti

memberikan badan atau membadankan. Dengan demikian, Corporatio itu berarti

hasil dari pekerjaan membadankan, dengan perkataan lain badan yang dijadikan

orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap

badan manusia, yang terjadi menurut alam.1 Korporasi adalah suatu badan hasil

ciptaan hukum yang terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya

hukum memasukkan unsur animus yang membuat badan hukum itu mempunyai

kepribadian. Oleh karena badan hukum itu merupakan ciptaan hukum, maka

kecuali penciptanya, kematiannya pun juga ditentukan oleh hukum.2 Dalam

kamus bahasa Indonesia Korporasi adalah perusahaan atau badan usaha yang

sangat besar atau beberapa perusahaan yang dikelola dan dijalankan sebagai satu

perusahaan besar.

Korporasi yang merupakan suatu perusahaan-perusahaan besar telah banyak

memberikan kontribusi yang sangat besar juga bagi kehidupan setiap orang,

pembangunan industri dan perdagangan dunia. Perusahaan-perusahaan besar

1Soetan K. Malikoel Adil, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, Pembangunan, Jakarta, 1955, hlm.

83;

2Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm 110;

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

2

tersebut telah menyediakan kesempatan kerja kepada jutaan orang dan telah

meningkatkan kekayaan bangsa, mempengaruhi harga-harga dan dengan demikian

juga mempengaruhi tingkat inflasi, kualitas barang, dan tingkat pengangguran.

Selain pengaruh pertumbuhan yang sangat luar biasa, aset kegiatan menjual dari

suatu korporasi menjadikan korporasi memiliki kekuasaan ekonomi, sosial dan

politik yang luar biasa dan dapat dikatakan bahwa korporasi “mengkontrol”

kehidupan ekonomi, soasial dan politik Negara.

Di era globalisasi yang sangat maju suatu korporasi dituntut untuk bisa

berjalan ekstra cepat dan mampu bersaing tidak hanya didalam satu negara tetapi

juga antar negara lain. Akibat dari suatu persaingan tersebut, Kongres PBB V

tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelanggaran Hukum (The

Preventive of Crime and Treatment of Offender) tahun 1975 yang kemudian

dipertegas kembali dalam kongres PBB VII tahun 1985, menunjukan bahwa

terdapat kejahatan baru yang dilakukan oleh korporasi yang digerakan oleh

pengusaha terhormat yang membawa dampak yang sangat negatif pada

perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin

canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering melampaui

batas – batas negara (trans-border crime) dan juga sering dipengaruhi oleh negara

lain akibat era globalisasi ini.

Marshall B Clinard dan Peter C Yeager memberikan pengertian Kejahatan

Korporasi (organizational occupational crime) ialah A corporate crime is any act

commited by corporations that is punisbed by the state, regardless of whether it is

punished under administrative, civil, or criminal law (setiap tindakan yang

3Andi Hamzah, Kejahatan di Bidang Ekonomi dan Cara Penanggulangannya, Makalah, Jakarta,

1994, hlm. 1;

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

3

dilakukan oleh Korporasi yang bisa diberi hukuman oleh negara, entah di bawah

hukum administasi negara, hukum perdata, maupun hukum pidana).4 Menurut

Muladi dan Dwidja, dalam membahas kejahatan korporasi harus membedakan

antara:

a. Crimes of corporation, inilah yang merupakan Kejahatan Korporasi

atau lebih lanjut dapat dikatakan sebagai Tindak Pidana Korporasi

(corporate crime), yang mana pelaku dari kejahatan korporasi ini

adalah korporasi itu sediri dan hasil kejahatannya adalah untuk

korporasi itu sendiri;

b. Crime against corporation, kejahatan terhadap korporasi atau sering

dinamakan employee crime yaitu kejahatan yang dilakukan oleh para

karyawan atau pekerja terhadap korporasi, misalnya penggelapan dana

perusahaan oleh pejabat atau karyawan perusahaan tersebut. Pelaku dari

crime against corporation ini tidak hanya tebatas pada pejabat atau

karyawan dari badan hukum atau korporasi yang bersangkutan, tetapi

masyarakat secara luas bisa menjadi pelaku kejahatan terhadap

korporasi ini;

c. Criminal corporation adalah korporasi yang sengaja dibentuk dan

dikendalikan untuk melakukan kejahatan dan kedudukan korporasi

dalam criminal corporation hanyalah sebagai sarana untuk melakukan

kejahatan. Pelakunya utamannya adalah penjahat diluar korporasi itu

sendiri dan hasil kejahatan yang diperoleh sesuai dengan peran dari

pelakunya. 5

Dalam penelitian ini, penulis kemudian memfokuskan kepada Crimes of

corporation yang merupakan Kejahatan Korporasi atau dapat dikatakan sebagai

Tindak Pidana Korporasi (corporate crime) dan secara lebih jelas dapat diartikan:

“Organization crime occurring in the context of complex relationship and

expectation among boards of directors, executives and managers, on the

other hand, and among parent corporations, corporate dicisions, and

subsidiaries, on the other (kejahatan yang terorganisasi atau dilakukan

oleh kelompok yang terdiri dari beberapa orang dalam kompleks

hubungan-hubungan misalnya antara dewan direksi, direktur eksekutif dan

4Setiyono, Kejahatan Korporasi (Analisis Viktimilogis dan Pertanggungjawaban Korporasi

Dalam Hukum Pidana Indonesia), Cetakan ke-4,Bayumedia Publishing, Malang, 2009, hlm. 20;

5Muladi dan Dwija P, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana, Alumni, Bandung,

1991, hlm. 175;

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

4

manajer, atau hubungan di antara anak perusanaan, divisi-divisi dalam

perusahaan dan cabang-cabang perusahaan).6”

Kejahatan korporasi juga harus dibedakan dari kejahatan ekonomi pada

umumnya, karena kejahatan korporasi hanya dilakukan dalam konteks oleh bisnis

besar dan bukan dilakukan oleh kelompok bisnis kecil. Dengan demikian unsur

dari kejahatan korporasi adalah: (a) kejahatan, (b) dilakukan oleh orang

terpandang/terhormat, (c) status sosial tinggi, (d) dalam hubungan dengan

pekerjaannya, dan (e) dengan melanggar kepercayaan publik.7 Ruang lingkup

kejahatan korporasi pada dasarnya meliputi penyalahgunaan kepercayaan

masyarakat (kejahatan korporasi dibidang keuangan, perbankan dan asuransi),

kejahatan korporasi terhadap konsumen (penggunanaan bahan substitusi,

berbahaya pada produk makanan, minuman dan kosmetik), iklan yang

menyesatkan, obat-obatan yang mempunyai efek samping, dan kejahatan

korporasi perusakan lingkungan.8 Motif dari terjadinya kejahatan korporasi itu

sendiri ialah motif ekonomi yang mana sebagian korporasi untuk memperoleh

keuntungan dan kekayaan besar-besaran dengan menimbulkan kerugian besar

kepada warga masyarakat dan warga negara dapat dilakukan melalui perbuatan-

perbuatan atau kejahatan terselubung dengan modus operandi yang halus. Selain

itu, konsekuensi dari kompetisi dunia niaga yang telah menempatkan beberapa

korporasi atau badan hukum dalam posisi yang sulit yang kemudian menjadi

6Ibid, hlm. 174;

7Reksodiputro, B. Marjono, Peranggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Korporasi,

Makalah Seminar Nasional Kejahatan Korporasi, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 1989, hlm.

3;

8Susanto, Kejahatan Korporasi, Bahan Penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi,

Semarang. 1998, hlm. 4;

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

5

tekanan berat untuk korporasi sehingga korporasi menjalankan niaga secara

curang dan melakukan perbuatan tidak terpuji yang illegal dan kriminal.

Kejahatan Korporasi sendiri merupakan suatu gejala baru pada abad ke-20.

Suatu kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh korporasi pada dasarnya sangat

sulit untuk ditemukan, diinvestigasi, atau untuk dikembangkan secara sukses

sebagai kasus-kasus hukum oleh karena kompleksitas dan kerumitannya. Apabila

dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan biasa yang mana korban mengetahui

bahwa yang bersangkutan telah menjadi korban, namun berbeda halnya dengan

kejahatan korporasi dimana korban sering tidak mengetahui bahwa mereka telah

menjadi korban dari kejahatan-kejahatan korporasi, sehingga hal tersebut pun

kemudian akan berpengaruh kepada bagaimana pertanggungajwaban yang

dilakukan oleh korporasi yang telah melakukan kejahatan tersebut.

Seperti yang dipahami bahwa korporasi sangat berpengaruh terhadap

pembangunan industri dan perdagangan dunia baik dalam negara berkembang

seperti Indonesia maupun Amerika Serikat yang merupakan negara maju, dengan

demikian maka tidak menutup kemungkinan korporasi akan melakukan tindak

kejahatan. Terkait dengan kejahatan korporasi khususnya yang terjadi di

Indonesia dan Amerika Serikat, maka penulis pun tertarik untuk meneliti konsep

pertangggungjawaban korporasi atas tindak kejahatan yang dilakukan dengan

mengacu kepada dua sistem hukum yang berbeda yaitu Civil Law yang dianut

oleh Indonesia dan Common Law yang dianut oleh Amerika Serikat. Hal ini

dianggap sangat menarik untuk diperbandingkan karena seperti yang dipahami

bahwa sistem hukum Civil Law memiliki tiga karakteristik dimana adanya

kodifikasi, hakim tidak terikat kepada Presiden sehingga undang-undang menjadi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

6

sumber hukum yang terutama dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial

sedangkan sistem hukum Common Law merupakan suatu sistem yang didasarkan

pada yurisprudensi atau putusan hakim, atau putusan pengadilan yang didominasi

oleh hukum tidak tertulis atau hukum kebiasan melalui putusan hakim

sebelumnya.

Terkait dengan pertanggungjawaban oleh korporasi yang telah melakukan

suatu kejahatan korporasi, penulis terlebih dahulu melihat Kebijakan Hukum

Pidana (formulasi) terhadap Kejahatan Korporasi yang belaku di Indonesia.

KUHP yang berlaku saat ini belum mengatur mengenai kebijakan tentang

pertanggungjawaban pidana Korporasi dalam arti belum mengenal Korporasi

sebagai subjek dari tindak pidana karena KUHP adalah warisan dari pemerintah

kolonial Belanda yang menganut sistem Eropa Kontinental (civil law), dengan

kata lain subjek tindak pidana yang dikenal dalam KUHP adalah orang

perseorangan. Hal ini didasarkan pada Pasal 59 KUHP yang berbunyi: “dalam

hal-hal dimana ditentukan pidana karena pelanggaran terhadap pengurus,

anggota-anggota badan pengurus, atau komisaris-komisaris yang tidak ikut

campur melakukan pelanggran, tidak dipidana”, dari bunyi pasal tersebut maka

dapat dimaknai apabila Korporasi yang melakukan tindak pidana maka

pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada pengurus Korporasi dalam hal

pengurus Korporasi yang melakukan tindak pidana dalam rangka mewakili atau

dilakukan atas nama Korporasi tersebut. Secara sederhana maka dapat dipahami

didalam KUHP yang bertanggungjawab ialah pengurus Korporasi (perseorangan)

dan bukan Korporasinya.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

7

Hal yang berbeda pun kemudian muncul dalam beberapa kebijakan

perundangan-udangan diluar KUHP terkait dengan pertanggungjawaban kejahatan

Korporasi. Beberapa peraturan perundang-undangan diluar KUHP yang

mencantumkan korporasi dapat bertanggungjawab atas kejahatan yang telah

dilakukan antaralain dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi

(UU Tipikor), Pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), apabila

kejahatan dilakukan oleh korporasi maka penjatuhan pidana dapat dilakukan

terhadap korporasi.

Dengan dapat dijatuhkannya pidana kepada korporasi atas kejahatan yang

dilakukan, maka telah terjadi suatu pergeseran dan modifikasi suatu kebijakan

hukum pidana (fomulasi) terkait dengan korporasi yang pada awalnya didalam

KUHP bukan sebagai subjek hukum, namun didalam peraturan perundang-

undangan diluar KUHP korporasi (judicial person) muncul sebagai subjek yang

dapat melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai

pembuat tindak pidana disamping manusia alamiah. Selain itu dalam hal

mempermudah aparat penegak hukum dalam menangani perkara kejahatan

korporasi, dikeluarkanlah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016

tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Isi dari

Perma ini mengatur tentang bagaimana proses penanganan perkara Tindak Pidana

Korporasi dari bagaimana tahap pemeriksaan Korporasi, penyidikan dan sampai

dengan penjatuhan putusan dan pelaksanaan putusan pengadilan. Dalam hal

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

8

pembentukan Perma ini, Mahkamah Agung bertujuan untuk memberikan

kelancaran bagi penyelenggaraan peradilan karena dalam beberapa perundang-

undangan yang mengatur tentang Korporasi belum diatur tentang tata cara

penanganan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh Korporasi. Kedudukan

Perma sendiri mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sama halnya dengan

suatu Peraturan Perundang-Undangan karena merupakan peraturan yang

ditetapkan oleh Mahkamah Agung9 walaupun tidak masuk kedalam hirarki

Peraturan Perundang-Undangan seperti yang tercantum didalam Pasal 7 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

Dalam hal konsep pertanggungajwaban kejahatan korporasi, di Indonesiai

sejauh ini dikenal dengan 3 (tiga) konsep yaitu:

a. Pelakunya adalah Perseorangan/Pengurus (natural person) dan

pertanggungjawaban dibebankan kepada Perseorangan/Pengurus

(natural person);

b. Pelakunya adalah Korporasi dan pertanggungjawaban dibebankan

kepada Perseorangan/Pengurus (natural person); dan

c. Pelakunya adalah Korporasi dan pertanggungjawaban dibebankan

kepada Korporasi.10

Problematika yang sekarang sedang terjadi ialah di Indonesia walaupun

konsep pertanggungjawaban kejahatan korporasi sudah diatur dalam beberapa

peraturan perundang-undangan yang berlaku, masih sangat sedikit kasus yang

diusut terkait kejahatan korporasi karena kompleksitas dan kerumitannya serta

konsep pertanggungjawaban, hal tersebut dibuktikan dengan masih sangat

9Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran

Nrgara Republik Indonesia Nomor 5234);

10Muliadi, Dwidja Priyatni, Pertanggungjawaban pidana Korporasi Dalam Hukum Pidana

Cetakan ke-3, Jakarta, Kencana Prenada Media Grub, 2012, hlm. 232;

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

9

sedikitnya putusan pengadilan terkait dengan kasus kejahatan korporasi. Selain

kompleksitas dan kerumitannya, aturan perundang-undangan diluar KUHP yang

mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi pun saling berbeda satu sama

lain seperti halnya ajaran pemidanaan yang diterapkan masing-masing peraturan

perundang-undangan. Dalam UU Tipikor menerapkan ajaran pemidanaan “ajaran

identifikasi” sedangkan dalam UU PPLH belum secara tegas menentukan ajaran

apa yang digunakan untuk membebankan pertanggungajwaban pidana kepada

korporasi.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya terkait kompleksitas,

kerumitannya dan perbedaan masing-masing peraturan perundang-undangan

dalam hal pertanggungajawaban korporasi maka sampai saat ini di Indonesia

masih sangat sedikit korporasi yang dimintai pertanggungjawaban. Selain itu,

terkait dengan pidana pokok yang diberikan kepada korporasi yang berupa denda,

dianggap masih dapat memungkinkan korporasi melakukan kejahatannya

berulang-ulang, karena setelah membayar pidana denda korporasi masih dapat

beroperasi kembali.

Berbeda halnya dengan di Amerika Serikat yang menganut Common Law

System, Korporasi diterima sebagai subjek hukum pidana sejak tahun 1909 dan

sistem pertanggungjawaban pidana Korporasi mengacu kepada Model Penal Code

(MPR), Official Draft and Axplanatory Notes yang merupakan model hukum

pidana Amerika, diterbitkan oleh The American Law Institutes pada tahun 1985

dan dalam konsep pertanggujawaban kejahatan koporasi hanya menganut satu

prinsip saja yaitu Vicarious Liability. Menurut MPC, khususnya yang menyangkut

sistem pertanggungjawaban pidana Korporasi diatur dalam section 2.07, dibawah

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

10

title “Liability of Corporations, Unincorporated Associations and Person Acting,

or Under a Duty to Act, in Their Behalf”.11 MPC menganggap bahwa tujuan dasar

dari dipidananya korporasi adalah untuk membangkitkan kehati-hatian managerial

dalam mengawasi kepatuhan korporasi pada hukum pidana dari pada memidana

atau mencegah korporasi melakukan pelanggaran pada umumnya.

Pengadilan Negara bagian New York menggunakan doktrin respondeat

superior / doktrin vicarious yang menyatakan bahwa Korporasi dapat diminta

pertanggungjawaban jika salah satu pegawainya melakukan kejahatan dalam

lingkup pekerjaannya dan kejahatan tersebut dilakukan untuk keuntungan

Korporasi. Di Amerika Serikat pertanggungjawaban Korporasi ruang lingkupnya

cukup besar, dimana Korporasi dapat dihukum karena melakukan tindak pidana

umum, termasuk penipuan, pencucian uang, serta tindakan lain yang dapat

dianggap sebagai kejahatan kerah putih atau pejabat.12 Selain MPC, peraturan

yang mengkaitkan korporasi di Amerika Serikat salah satunya ialah

Comprehensive Environmental Response Compensation And Liability Act

(CERLA) atau dapat dikenal sebagai Undang-Undang Lingkungan Amerika

Serikat. Dalam CERLA ajararan yang dianut dalam pemidanaan pelaku tindak

ialah menganut Strict Liability. Dan menurut John C. Coffe aturan tentang

Vicarious Liability jangan dikacaukan dengan Strict Liability. Korporasi tidaklah

bertanggungjawab hanya karena seorang agen melakukan perbuatan terlarang

(actus reus), namun harus terbukti 3 tiga unsur:

11Dwidja Priyatno, Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Kebijakan Legislasi,

Cet. ke-1, Depok, Kencana, 2017, hlm. 194; 12Edward B. Diskant, Comparative acorporate Criminal Liability: Exploring the Uniuely

American Doctrine Through Comparative Criminal Procedure, The Yale Law Journal, 2008, Vol.

118;126, hlm. 138;

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

11

a. Agen itu telah melakukan kejahatan (that an agents has commited a

crime);

b. Perbuatannya dilakukan dalam ruang lingkup kewenangannya (while

acting within the scope of this authority); dan

c. Dilakukan dengan tujuan/sengaja untuk menguntungkan korporasi

(with an intent to benefit the corporation).13

Dari penjelasan diatas, maka dalam penelitian ini penulis ingin

membandingkan dan mengkaji secara lebih mendalam tekait dengan kebijakan

formulasi tentang konsep pertanggungjawaban korporasi dengan mengacu kepada

sistem hukum dan sumber hukum yang berbeda serta doktrin-doktrin yang

digunakan dalam konsep pertanggungjawaban korporasi dimasing-masing negara.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melihat

perbandingan pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi yang diterapkan di

Indonesia maka dengan demikian penulis mengakat judul tesis tentang

“PERBANDINGAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TENTANG

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DI INDONESIA

DAN AMERIKA SERIKAT”

B. Rumusan Masalah

Terkait dengan Perbandingan antara kebijakan formulasi hukum pidana

tentang pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi di Indonesia dan Amerika

Serikat, maka pertanyaan yang akan menjadi issue penelitian ialah;

13 Dwidja Priyatno, op.cit, hlm.201;

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

12

1. Bagaimana perbandingan kebijakan fomulasi hukum pidana Indonesia dan

Amerika Serikat tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi?

2. Bagaimana Ius Constituendum terhadap konsep Pertanggungjawaban

Pidana Korporasi di Indonesia dalam RKUHP tahun 2015?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk dapat mengetahui perbandingan

kebijakan fomulasi hukum pidana tentang pertanggungjawaban Tindak Pidana

Korporasi di Indonesia dan Amerika Serikat, agar memahami doktrin mana yang

lebih cocok diterapkan dalam kebijakan formulasi terkait pertanggungjawaban

korporasi. Sehingga kedepan dapat dilakukan pembaharuan kebijakan hukum

pidana terkait dengan pertanggungjawaban korporasi guna mempermudah

penerapannya terkhusus di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Kemudian manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mampu menambah

pengembangan wawasan dan memberi kontribusi pemikiran bagi

pengembangan ilmu Hukum khususnya Hukum Pidana Korporasi;

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran yuridis khususnya dalam hal pertanggungjawaban Tindak

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

13

Pidana Korporasi seperti bagaimana perbandingan suatu yang

pertanggungjawaban Korporasi, sebagai tolok ukur untuk adanya

keseragaman pengaturan atau bahkan pengaturan yang lebih baik lagi

terkait dengan pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi.

3. Manfaat Lainnya

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian –

penelitian sejenis untuk tahap berikutnya seperti bahan untuk tesis

yang judulnya terkait dengan pertanggungjawaban Korporasi, disertasi

yang terkait dengan pertanggungjawaban Korporasi, sebagai sumber

referensi untuk pembuatan buku dan penelitian ilmiah lainnya.

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah Yuridis Normative

dengan pertimbangan bahwa titik tolak dari penelitian ini ialah terhadap

peraturan perundang-undangan tentang pertanggungjawaban Tindak Pidana

Korporasi. Dalam penelitian ini, Penulis mengkonsepkan hukum ialah

norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan. Penelitian

kepustakaan dalam penelitiann ini tidak hanya mengacu kepada beberapa

perundang-undangan di Indonesia yang memuat tentang

pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi, tetapi juga aturan-aturan

hukum dari Amerika Serikat yang mengatur tentang pertanggungjawaban

Tindak Pidana Korporasi.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

14

2. Pendekatan Masalah

Sehubung dengan tipe penelitian yang digunakan yakni Yuridis

Normative, maka yang pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan

perundang – undangan (statute approach) karena yang penulis teliti adalah

berbagai kebijakan hukum terkait tentang Pertanggungjawaban Pidana

Korporasi, dan pendekatan perbandingan (comparative approach) karena

penulis akan membandingkan kebijakan formulasi hukum pidana terkait

pertanggungjawaban korporasi antar 2 (dua) negara yaitu Indonesia dan

Amerika Serikat.

Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti kebijakan

formulasi masing-masing undang-undang terkait dengan aturan

pertanggungjawaban Korporasi di Indonesia Amerika Serikat. Sedangkan

pendekatan perbandingan digunakan untuk melihat bagaimana perbedaan

dan persamaan antara kebijakan formulasi masing-masing undang-undang

terkait konsep pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi, yang

kemudian menjadi acuan untuk bahan analisis dan menjawab rumusan

masalah pada penelitian ini.

3. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Dalam penelitian ini, penulis mengambil bahan hukum yang

bersumber dari masing-masing negara yaitu Indonesia dan Amerika

Serikat.

Bahan hukum primer yang berasal atau yang berlaku di Indonesia

antara lain 2 (dua) Peraturan Perundang-Undangan dan 1 (satu)

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

15

Peraturan Mahkamah Agung. Peraturan Perundang-Undangan antara

lain Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU

Tipikor), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), dan serta Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Serta Rancangan

Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2015.

Sedangkan yang dari Amerika sendiri mengacu kepada Model

Penal Code (MPC) Section 2.07 dengan title “Liability of

Corporations, Unincorporated Association and Persons Acting, or

Under a Duty to Act, in Their Behalf”, Section 6.04 dengan title

“Penalties Against Corporations and Unincorporated Association;

Forfeiture of Corporate Charter or Revocation of Certificate

Authorizing Foreign Corporation to Do Business in the State“,

Comprehensive Environmental Response Compensation And Liability

Act Section 101 dan Section 107 dengan tittle ”Hazardous Substances

Release, Liability, Compensation“, The Foreign Corrupt Practices Act.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari

buku teks, jurnal – jurnal asing, pendapat para sarjana, kasus – kasus

hukum, yang terkait dengan pembahasan tentang Tindak Pidana

Korporasi;

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · perekonomian negara yang bersangkutan.3 Kejahatan korporasi yang semakin canggih, baik bentuk atau jenisnya maupun modus operandinya sering

16

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan

sekunder seperti ensiklopedia dan lain – lain.