20
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Penyelenggaraan progam jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat sebagaimana yang tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H bahwa: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Jaminan sosial merupakan bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan negara, Indonesia mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Sejalan dengan hal ini, maka pemerintah perlu adanya alat yang berbentuk organisasi atau badan khusus yang menangani jaminan sosial. 1 Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atas berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami 1 Radik Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta, 2011,hlm. 335.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/1/T1_312014151_BAB I.pdf · menetapkan PT. Jamsostek ... -Struktur, budaya organisasi, sebaran kantor

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk

menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang

layak. Penyelenggaraan progam jaminan sosial merupakan salah satu tanggung

jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi

kepada masyarakat sebagaimana yang tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945

pasal 28 H bahwa: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Jaminan

sosial merupakan bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat sesuai dengan

kemampuan negara, Indonesia mengembangkan program jaminan sosial

berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta

dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Sejalan dengan hal

ini, maka pemerintah perlu adanya alat yang berbentuk organisasi atau badan

khusus yang menangani jaminan sosial.1

Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk

santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang

atas berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami

1 Radik Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta, 2011,hlm.

335.

2

oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan

meninggal dunia.2

Secara kronologis proses terbentuknya asuransi sosial tenaga kerja

semakin transparan. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik

menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan, maupun cara

penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting

dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1977 tentang

Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja

atau pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 tentang Pembentukan Wadah

Penyelenggara ASTEK, yaitu Perum Astek.

Tonggak penting berikutnya adalah Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992

tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yang ditindaklanjuti dengan

menetapkan PT. Jamsostek (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Tenaga Kerja melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995.

Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan

minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagai

atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.3

Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah memberlakukan Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

2 Pasal 1 Undang – Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

3 Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan, Cetakan Keempat, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2014, h. 115-116.

3

Pemberlakuan UU SJSN merupakan pelaksanaan Amandemen UUD 1945 tentang

perubahan Pasal 34 ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Negara mengembangkan

sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang

lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Pada tanggal 31 Agustus 2005, Mahkamah Konstitusi membacakan

putusan atas perkara Nomor 007/PUU-III/2005 kepada publik. Mahkamah

Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan

bahwa keempat Persero tersebut sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,

dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.4

Berdasarkan putusan Nomor 007/PUU-III/2005 yang menyatakan bahwa

Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional menutup peluang Pemerintah Daerah (Pemda)

untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan

kewenangan yang diturunkan dari ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD NRI

1945. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 52 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN) tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945. Namun Pasal 52 ayat (2)

hanya berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5

ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan menjamin kepastian hukum karena belum

ada Badan Penyelenggata Jaminan Sosial (BPJS) yang memenuhi persyaratan

4 Putusan Mahkamah Konstitusi tehadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, h. 198.

4

agar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN) dapat dilaksanakan.5

Dengan dicabutnya ketentuan Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang

Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan hanya

bertumpu pada Pasal 52 ayat (2) maka status hukum PT (Persero) JAMSOSTEK,

PT (Persero) TASPEN, PT (Persero) ASABRI, dan PT ASKES Indonesia

(Persero) dalam posisi transisi. Akibatnya, keempat Persero tersebut harus

ditetapkan kembali sebagai BPJS dengan sebuah Undang-Undang sebagai

pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyatakan bahwa: “Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang”.

Pembentukan BPJS ini dibatasi sebagai badan penyelenggara jaminan sosial

nasional yang berada di tingkat pusat.

Pada tanggal 25 November 2011, Pemerintah mengundangkan Undang-

Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diundangkan

sebagai pelaksana dari ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 5 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), dan

pasca putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor 007/PUU-III/2005.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) terbentuk menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu; BPJS Kesehatan dan

BPJS Ketenagakerjaan.

5 Koesparmono Irsan, Armansyah, Hukum Tenaga Kerja (Suatu Pengantar), PT. Gelora Aksara

Pratama, Jakarta, 2016, h. 199.

5

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai penyelenggara sesuai dengan

ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Berikut pencapaian

pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) disertai kondisi sebelum atau sesudah pada pelaksanaan

yang diatur oleh UU SJSN.

Tabel 1

Perbandingan Pelaksanaan dari Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (UU SJSN)

Aspek Kondisi sebelum 1 Januari

(Jamsostek)

Kondisi yang akan dicapai

(BPJS)

Peraturan

Perundang-

Undangan

Penyelenggaraan jaminan sosial

diatur dengan berbagai peraturan

perundang-undangan yang

berlaku diselenggarakan secara

terpisah berdasarkan jenis

profesi.

Penyelenggaran BPJS diatur

secara integral tanpa

membedakan profesi.

Sedangkan untuk kategori

manfaat tambahan BPJS TK

akan diatur secara terpisah

dengan memperhatikan

harmonisasi antar peraturan

perundang-undangan terkait.

6

Kepesertaan Kepesertaan terbatas pada:

- PT. Jamsostek (Persero), 2013:

- JKK, JHT & JKm Aktif: 12,04

juta jiwa

- Jasa Konstruksi: 5,63 juta jiwa

Seluruh Pekerja menjadi Peserta

BPJS Ketenagakerjaan (Prioritas

Sektor Formal sesuai Penjelasan

Umum UU SJSN)

Program

Fragmentasi penyelenggaraan

program jaminan sosial

(peraturan, iuran dan manfaat,

tata kelola) berdasarkan jenis

profesi Penyelenggaraan oleh

badan penyelenggara BUMN

berbentuk PT (Persero)

berorientasi keuntungan dan

manfaat bagi pemegang saham

Penyelenggaraan universal

-Satu payung hukum

-Prinsip ekuitas dan asuransi

sosial

-Iuran dan manfaat sama

-Iuran pekerja penerima upah %

dari gaji

-Iuran pekerja bukan penerima

upah nominal

-Manfaat adalah manfaat

DASAR.

-Penyelenggaraan oleh BPJS,

badan hukum publik berbasis

nirlaba, yang bertanggung jawab

kepada Presiden

Keuangan dan

Pelaporan

-Belum memiliki standar

akuntansi untuk jaminan sosial

yang berbasis internasional.

-Pemisahan aset untuk masing-

Sistem pelaporan keuangan dan

akuntansi sesuai dengan:

- UU SJSN

- UU BPJS

7

masing program masih dalam

proses.

-Aset dan Kewajiban untuk

Dana Jaminan Sosial (DJS) dan

PT. Jamsostek (Persero) sebagai

pengelola belum dipisahkan.

-Dasar (basis) penentuan

kewajaran besarnya biaya

pengelolaan belum ditentukan.

-Belum memiliki format baku

untuk pelaporan keuangan untuk

pengelola dan untuk masing-

masing program.

-Proses transformasi untuk aspek

keuangan dan akuntasi masih

dalam proses transisi.

Pedoman Standar Akuntansi

Keuangan dan Pelaporan yang

berbasis internasional (IFRS)

dan praktik terbaik internasional.

Pemisahan laporan keuangan

berdasarkan program baik aset

maupun kewajiban (tidak ada

konsolidasi baik dengan laporan

keuangan BPJS atau laporan

keuangan program lainnya).

Kelembagaan dan

Organisasi

-Status hukum BUMN

-Struktur, budaya organisasi,

sebaran kantor cabang, dan

jumlah karyawan dirancang

untuk mendukung strategi dan

program JKK, JHT, JPK dan

JKm.

-Manajemen SDM berbasis

-Status Badan Hukum Publik

(Good Governance, Dewan

Pengawas, Direksi, dan Tata

Cara Pemilihan Dewan

Pengawas & Direksi).

-Penguatan manajemen SDM

berbasis kompetensi untuk

mencapai operasi dan layanan

8

kompetensi prima (operational & service

excellent)

Pengembangan

Proses Bisnis dan

Sistem Teknologi

Informasi

Proses bisnis dikembangkan

untuk mendukung program JPK,

JKK, JHT, JKm. Pendaftaran

peserta dilakukan secara kolektif

oleh perusahaan.

Sistem TI dikembangkan untuk

mendukung proses bisnis dan

layanan terhadap 12,04 juta

peserta

Penyusunan proses bisnis baru

untuk mendukung program JKK,

JHT, JKm dan JP. Pendaftaran

peserta secara individual

Penggunaan NIK sebagai kunci

utama database peserta.

Penyusunan rencana strategis

sistem TI untuk mendukung

program & layanan seluruh

tenaga kerja.

Sosialisasi Materi informasi belum sinergis

dan membingungkan.

Akses informasi terbatas.

Penyampaian informasi belum

terkoordinir.

Adanya apriori terhadap

pemerintah dalam pelaksanaan

jaminan sosial.

Penerimaan dan dukungan

publik yang tinggi.

Kelengkapan dan ketersediaan

informasi yang seragam dan

mudah diakses.

Kepesertaan dalam program

yang tinggi.

Pengelolaan Aset

dan Investasi

Badan penyelenggara BUMN

berbentuk PT (Persero) dengan

kebijakan investasi mencari

keuntungan dan manfaat bagi

Badan penyelenggara berbentuk

Badan Hukum Publik berbasis

nirlaba.

Iuran dan hasil investasi

9

pemegang saham.

Iuran dan hasil investasi dana

jaminan sosial digabungkan

dengan dan merupakan bagian

dari kekayaan dan kewajiban

PT. Jamsostek (Persero).

merupakan bagian dari Dana

Jaminan Sosial yang terpisah

dari kekayaan BPJS

Ketenagakerjaan

*Sumber: Olahan data dari situs BPJS TK, Ringkasan Peta Jalan

Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS

Ketenagakerjaan) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada

Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,

jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.

Pada tanggal 1 Januari 2014, Pemerintah mengubah PT Jamsostek

(Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan atas perintah UU BPJS.6 Pada saat PT.

Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan ditanggal 1 Januari 2014,

terjadi serangkaian perubahan peristiwa sebagai berikut :

- PT Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi.

- Semua aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek

(Persero) dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.

- Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS

Ketenagakerjaan.

6 Pasal 7 ayat (1) & (2), Pasal 9 ayat (2), Pasal 62 ayat (1) & (2), Undang – Undang No. 24 Tahun

2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

10

- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS) mengesahkan laporan posisi keuangan

penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor

akuntan publik.

- Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka

BPJS Jamsostek dan laporan posisi keuangan pembuka Dana Jaminan

Ketenagakerjaan.

- Badan hukum pada PT. Jamsostek (Persero) dilakukan perubahan

menjadi Badan hukum publik.

- Dalam tujuan penyelenggara jaminan sosial pada BPJS Ketenagakerjaan

difokuskan pada warga negara dan berprinsip memberikan manfaat

sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan program jaminan

kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua yang selama ini telah

diselenggarakan oleh PT Jamsostek, termasuk menerima peserta baru sampai

dengan 30 Juni 2015. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1

Juli 2015 dengan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program

jaminan kematian dan program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun

sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).7 Berikut program

BPJS Ketenagakerjaan yang akan diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai

berikut:

7 Asih Eka Putri, 2014, Paham Transformasi Jaminan Sosial Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta,

CV Komunitas Pejaten Mediatama, h. 31-33.

11

1. Jaminan Kecelakaan Kerja

Dari segi aspek kepesertaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa: “Peserta adalah

setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di

Indonesia, yang telah membayar iuran”. Pada ketentuan Pasal 5 Peraturan

Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan

Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian menjelaskan bahwa peserta jaminan

kecelakaan kerja digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu;

a) Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain

penyelenggara negara sebagaimana dimaksud seperti; pekerja pada

perusahaan, pekerja pada orang perseorangan, dan orang asing yang

bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

b) Peserta bukan penerima Upah sebagaimana dimaksud seperti; pemberi

kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja

yang tidak diluar hubungan kerja atau tidak pekerja mandiri.8

Untuk Manfaat yang diperoleh peserta jaminan kecelakaan kerja

sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun

2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

yang menyatakan bahwa manfaat dari program ini berupa pelayanan kesehatan

8 Pasal (5) & (25), Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

12

dan santunan berupa uang. Berikut manfaat program jaminan kecelakaan kerja

yang digolongkan menjadi 6 (enam) sebagai berikut :9

1. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB);

2. Santunan Catat sebagian;

3. Santunan Cacat Total untuk selama-lamanya;

4. Santunan Kematian;

5. Biaya Rehabilitasi bagi tenaga kerja yang anggota badanya hilang atau

tidak berfungsi akbit kecelakaan kerja;

6. Bantuan Beasiswa kepada anak Pesera apabila tenaga kerja meninggal

dunia atau cacat total akibat kecelakaan kerja.

2. Jaminan Kematian

Pada manfaat jaminan kematian diberlakukan untuk ahli waris peserta

yang meninggal dunia, bukan akibat kecelakaan kerja. Manfaat yang diperoleh

oleh ahli waris peserta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015

tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

adalah santunan kematian sekaligus dan berkala, biaya pemakaman dan bantuan

beasiswa. Program manfaat jaminan kematian merupakan peraturan Jamsostek

yang dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan dan disertai manfaat tambahan pada

program jaminan kematian, ialah Bantuan Beasiswa.10

9 Lampiran III, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. 10

Bab IV, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

13

3. Jaminan Hari Tua

Kepesertaan pada manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai yang

dibayarkan apabila peserta berusia 56 (lima puluh enam) tahun, meninggal dunia,

atau mengalami cacat total tetap. Sedangkan pada pelaksanaan peraturan

Jamsostek menjelaskan bahwa peserta dalam jaminan hari tua adalah tenaga kerja

yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, cacat total tetap yang

ditetapkan oleh dokter sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun, dan meninggal

dunia sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun.11

Berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial menyatakan bahwa pencairan jaminan hari tua dapat diambil apabila

peserta terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 (sepuluh) tahun,

pengambilan manfaat jaminan hari tua dapat sebagian dana jaminan hari tua tanpa

diharuskan keluar dari peserta BPJS Ketenagakerjaan, namun jumlahnya

sebanyak 10% (sepuluh persen) dari saldo untuk keperluan lain sesuai persiapan

memasuki masa pensiun, dan 30% (tiga puluh persen) dari jumlah jaminan hari

tua dengan diperuntukkan untuk kepemilikan rumah. Hak atas manfaat jaminan

hari tua bagi tenaga kerja tidak dapat dipindahtangankan, digadaikan, atau disita

sebagai pelaksana putusan pengadilan.12

4. Jaminan Pensiun

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa usia pensiun ditetapkan 56

11

Maimun, 2007, Hukum ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, Jakarta, PT Pradnya Paramita, h. 111-112. 12

Bab IV, Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun.

14

(lima puluh enam) tahun. Di tahun 2019 ketentuan berubah menjadi 57 (lima

puluh tujuh) tahun. Selanjutnya akan berubah ketentuan usia pensiun apabila

bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai

usia pensiun 65 (enam puluh lima) tahun. Dengan demikian apabila peserta telah

memasuki usia pensiun tetapi yang bersangkutan tetap dipekerjakan, peserta dapat

memilih untuk menerima manfaat pensiun pada saat mencapai usia pensiun atau

pada saat berhenti bekerja dengan ketentuan paling lama 3 (tiga) tahun setelah

usia pensiun.13

Pembayaran iuaran BPJS Ketenagakerjaan ditanggung oleh pengusaha dan

tenaga kerja. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja ditanggung sepenuhnya oleh

pemberi kerja atau pengusaha karena kecelakaan dan penyakit yang timbul karena

hubungan kerja merupakan tanggung jawab penuh dari pengusaha selaku pemberi

kerja. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja disesuaikan dengan tingkat resiko

dari bidang usaha yang dijalankan pengusaha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan

Kerja dan Jaminann Kematian menyatakan bahwa iuran pada Jaminan Kecelakaan

Kerja yang wajib dibayar pengusaha dikelompokkan menjadi 5 (lima) jenis usaha

dengan besar iuran antara 0,24% hingga 1,75% dari upah sebulan.14

Pembayaran iuran Jaminan Kematian merupakan kewajiban pengusaha

yang harus bertanggung jawab atas kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Besarnya iuran ditetapkan sebesar 0,3% dari upah sebulan.

13

Bab III, Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun. 14

Asri Wijayanti, 2014, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cetakan Keempat, Jakarta, Sinar Grafika, h. 127-128.

15

Besaran iuran Jaminan Hari Tua pembayaran ditanggung pengusaha dan

tenaga kerja karena jaminan hari tua merupakan jaminan yang memberikan

perlindungan kepada para pekerja terhadap resiko yang terjadi di hari tua, dimana

produktivitas pekerja sudah menurun. Dan untuk besaran jaminan hari tua

ditetapkan sebesar 5,7% dari upah sebulan dimana 3,7% dibayar pengusaha dan

2% dibayar oleh tenaga kerja.15

Sedangkan besaran iuran Jaminan Pensiun wajib

dibayarkan setiap bulan. Besaran iuran sebesar 3% (tiga persen) wajib ditanggung

bersama oleh pemberi kerja dan peserta dengan ketentuan sebagaimana dimaksud

adalah 2% (dua persen) ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% (satu persen) dari

upah ditanggung oleh peserta.16

Pada peraturan pelaksana sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-

Undang Sistem Jaminan Nasional terkait dengan penyelenggaraan program BPJS

Ketenagakerjaan pada peraturannya belum terbentuk sampai dengan pertengahan

Juni 2015. Ketiadaan peraturan pada keempat program BPJS Ketenagakerjaan

terkait program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan kematian, Jaminan Hari Tua,

dan Jaminan Pensiun ini tentunya akan menimbulkan permasalahan secara hukum

terkait operasional BPJS Ketenagakerjaan. Penyiapan draf peraturan pelaksana

terkait program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua,

dan jaminan pensiun sudah dilakukan dari sebelum harinya. Dalam

perkembangannya proses pembahasan mengalami kendala yang serius

dikarenakan pada pencapaian kesepakatan antar pemangku kepentingan, baik

antara kementerian yang terlibat, pengusaha dengan pemerintah, pemerintah

15

Zaeni Asyhadie, 2013, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Cetakan Ketiga, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, h. 124, 128, 131. 16

Bab IV, Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun.

16

dengan asosiasi pekerja, dan asosiasi pekerja dengan pengusaha. Beberapa

kendala yang menghambat pelaksanaan pengaturan yaitu :17

1. Pada Pembahasan tentang JKK dan JKM, terjadi subtansi Perubahan

yaitu; PNS/TNI/ Polri tidak termasuk Peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Subantasi perubahan ini berdampak pada penurunan peserta.

Pertumbuhan tenaga kerja aktif dari tahun 2015-2018 rata-rata sebesar

33,72%. Pada tahap awal tahun 2015 sampai dengan 2017 terjadi

penurunan TK aktif dikarenakan hilangnya target kepesertaan

PNS/TNI/Polri dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

2. Pada pembahasan tentang biaya program pensiun dalam 15 tahun

pertama biasanya akan cukup rendah karena tidak ada peserta program

pensiun yang akan memenuhi syarat untuk mendapatkan manfaat

pensiun selama jangka waktu tersebut. Besaran iuran pada JP adalah

3%. Apabila biaya program pensiun akan meningkat pesat, besar

manfaat pensiun yang dibayarkan akan meningkat, upah yang

menentukan manfaat di masa depan meningkat dan tingkat mortalitas

akan menurun sehingga pensiunan akan hidup lebih lama setelah

pensiun dan lebih banyak pekerja akan hidup sampai usia pensiun.

3. Pada pembahasan tentang JHT, Pengambilan JHT sebagian maksimum

sebesar 10% atau 30%, bagi peserta yang memiliki masa kepesertaan

minimal 10 tahun. Kendala yang diterima pada bahasan JHT tersebut

adalah menurunkan dana kelolaan JHT dan mengurangi hak benefit yang

dimiliki peserta yang lama (Jamsostek).

17

Luthvi Febryka Nola, Kendala Yuridis Implementasi BPJS Ketenagakerjaan, Info Hukum, Vol. VII (Juni,2015), h.2.

17

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan peraturan jaminan sosial sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) ?

2. Apakah masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan peraturan

jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan peraturan jaminan sosial berdasarkan

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

2. Untuk mengetahui masalah-masalah yang muncul pada pelaksanaan

peraturan jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (UU SJSN).

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis.

Memberikan pengetahuan bagi perkembangan ilmu hukum,

khususnya di bidang hukum asuransi dan hukum ketenagakerjaan

terkait dengan pelaksanaan Jamsostek berdasarkan Undang-Undang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

2. Manfaat Praktis.

Dapat memberikan masukan bagi instansi yang berwenang dalam

mengambil kebijakan (Policy) untuk memperbaiki dan

18

menyempurnakan kekurangan yang ada, khususnya yang berkaitan

dengan pelaksanaan Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Sistem

Jaminan Sosial Nasional.

Memberikan jawaban dari permasalahan yang diteliti penulis serta

dapat mengembangkan pola pikir, penalaran dan pengetahuan penulis

dalam menyusun suatu penulisan hukum.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian Penelitian Hukum Empiris:

Pengelolaan data dalam penelitian hukum empiris, selain

pengelolaan data sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian hukum

normatif, peneliti harus memeriksa kembali informasi yang diperoleh dari

responden atau informasi dan narasumber, terutama untuk kelengkapan

jawaban yang diperoleh dalam pengambilan data. Dalam hal ini peneliti

melakukan editing, dengan maksud agar kelengkapan dan validitas data dan

informasi terjamin.

Dalam pengelolaan data, semua data yang diperoleh relevan yang

secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan masalah

penelitian, dan diikutsertakan dalam klasifikasi.

2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap sebagai berikut:

Studi Kepustakaan yaitu: Penelitian yang dilakukan dengan cara

mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku, literatur, perundang-

19

undangan, majalah serta makalah yang berhubungan dengan objek yang

diteliti. Bahan hukum dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) kelompok

diantaranya:

1. Bahan hukum primer :

- Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

- Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional

- Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial.

- Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.

- Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima

Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

- Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan

Kematian.

- Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.

- Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.

- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 19 Tahun 2015 tentang

Tata Cara Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 26 Tahun 2015 tentang

Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja,

20

Jaminan Kematian, Dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Penerima

Upah.

- Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 1

Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

- Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 4

Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi

Manfaat Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.

- Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 6

Tahun 2016 tentang Perubahan Status Kepesertaan Peserta Pekerja

Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja Dalam

Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan kejelasan

terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder pada skripsi ini

adalah penelitian lapangan.

Penelitian Lapangan yaitu penelitian yang dilakukan langsung ke

pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian

lapangan dilakukan dengan menentukan :

a. Lokasi Penelitian : PT. Apac Inti Corpora Bawen Jalan. Soekarno

Hatta Km. 32 Bawen, Semarang.

b. Wawancara : Wawancara dilakukan dengan Kepala

dan Staff Personalia serta Pekerja di PT. Apac Inti

Corpora.