Upload
irfanalwi
View
662
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembenihan udang windu (Penaeus monodon) sekarang sudah
berkembang di beberapa nagara termasuk Indonesia, sebenarnya merupakan
kerja keras para ahli udang selama bertahun-tahun untuk memaksa induk udang
yang tadinya sulit bertelur menjadi mudah bertelur. Hasil tersebut mulai
dipraktekkan di Indonesia sejak tahun 1978 dengan teknik ablasi mata. Walhasil,
petani tambak kita sekarang tidak harus bersusah payah menangkap benur di
laut yang jumlahnya terbatas, tetapi dapat langsung memesan benih sesuai
dengan kebutuhan di panti pembenihan, tanpa harus menunggu lagi musim
benur (Sutaman, 1993).
Budidaya udang windu (Penaeus monodon) telah banyak dilakukan di
berbagai negara yang memiliki perairan laut, sehingga produksinya dari tahun ke
tahun terus meningkat sesuai dengan meningkatnya ilmu budidaya udang ini. Di
Indonesia budidaya udang ini juga berkembang sangat pesat dari cara yang
masih tradisional (ekstensif), sampai ke cara-cara yang lebih modern (intensif)
dan hasilnya terus meningkat sesuai dengan meningkatnya lahan budidaya
(Darmono, 1993).
Sebagai makhluk hidup, udang juga mempunyai musuh. Musuh ini dapat
berupa hama yang menyerang udang secara langsung (pemangsa udang),
maupun berupa jasad renik baik mjenis bakteri, virus, maupun parasit, sehingga
merupakan kendala dalam budidaya yang dapat menurunkan hasil produksinya
(Darmono, 1993).
Darmono (1993),menjelaskan bahwa banyak atau sediktnya keuntungan
yang diperoleh dari usaha udang ini, tidak lepas dari penanganan panen dan
pascapanennya, dan hal ini pun sangat tergantung pada kualitas udang yang
dihasilkan. Penanganan pascapanen yang buruk dapat menyebabkan rusaknya
udang, sehingga tidak memenuhi syarat untuk ekspor. Denganturunnya kualitas
udang, maka harganya pun menjadi jatuh dan dapat merugikan usaha tambak
udang ini. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan dilaksanakannya praktek
lapang Dasar-Dasar Akuakultur agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana
perbedaan prinsip kerja pada tambak ekstensif, semi-intensif, dan intensif serta
mengetahui tahap persiapan trambak hingga pascapanen.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya praktek lapang ini agar para peserta dapat
memahami tahap persiapan tambak intensif mulai dari persiapan lahan sampai
pasca panen.
Kegunaan dilaksanakannya praktek lapang yakni sebagai bahan
pembanding antara materi yang di dapat di bangku kuliah dengan apa yang di
dapatkan pada praktek lapang, serta sebagai peningkatan pemahaman
mengenai tambak intensif.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. GAMBARAN UMUM TAMBAK
Gambaran Umum Tambak Tradisional
Petakan tambak pada tingkat budidaya ini , bentuk dan ukuran tidak
teratur. Luasnya antara 3 ha sampai 10 ha per petak. Biasanya setiap petakan
mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling
petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga di buat caren dari sudut ke sudut
(diagonal). Kedalaman caren itu 30-50 lebih dalam daripada bagian lain dari
dasar petakan yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi air
sedalam 30-40 cm saja. Pada tempat ini akan tumbuh kelekap sebagai pakan
alami bagi ikan bandeng dan udang. Pada tambak tradisional, semula tambak
tidak dipupuk sehingga produktifitas semata-mata tergantung dari kesuburan
alamiah pula.Pemberantasan ham juga tidak dilakukan, sehingga benih bandeng
yang dipelihara banyak yang hilang/mati. Akibatnya produktivitas semakin rendah
(Ahmad dkk, 2006).
Gambar Tambak Tradisional (Anonim, 2009)
Gambaran Umum Tambak Semi-Intesif
Metode atau sistem budidaya ini merupakan peningkatan / perbaikan dari
sistem tradisional /ekstensif yaitu dengan memperkenalkan bentuk petakan yang
teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengolahan airnya. Bentuk
petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha per petakan. Pada
tambak semi-intensif pengolahan air cukup baik , ketika ada air pasang naik,
sebagian air tambak itu digantikan dengan air baru sehingga kualitas air cukup
terjaga dan kehidupan udang sehat. Pemberantasan hama dilakukan pada waktu
persiapan tambak sebelum penebaran benur. Serangan hama juga di cegah
dengan melakukan pemasangan sistem saringan pada pintu-pintu air (Ahmad
dkk, 2006).
Gambar Tambak Semi Intensif (Anonim, 2009)
Gambaran Umum Tambak Intensif
Budidaya udang di tambak ialah kegiatan usaha pemeliharaan atau
pembesaran udang di tambak mulai dari ukuran benih (benur) sampai menjadi
ukuran yang layak untuki dikonsumsi. Budidaya udang laut sudah sejak seabad
yang lalu dipraktekkan di banyak negara di Asia , termasuk juga di indonesia .
Sampai dasawarsa yang lalu komoditi udang umumnya digolongkan sebagai
hasil sampingan di tambak , karena tambak itu terutama digunakan untuk
memelihara ikan bandeng . Benih udang secara alami masuk ke dalam tambak
bersama air pasang yang mengaliri tambak itu. Budidaya udang intensif
dilakukan dengan teknik yang canggih dan memerlukan masukan (input) biaya
yang besar , sebagai imbangan dari masukan yang tinggi maka dapat dicapai
volume produksi yang sangat tinggi pula (Ahmad dkk, 2006).
Petakan umumnya kecil-kecil, 0,2-0,5 ha per petak. Maksudnya supaya
pengelolahan air dan pengawasan lebih mudah. Kolam atau petakan
pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa.
Atau dindingnya saja dari tembok sedangkan dasar masih tanah. Ciri khas dari
teknis budidaya intensif ini ialah padat penebaran benur sangat tinggi yaitu
50.000 sampai 600.000 ekor /ha . Makanan sepenuhnya tergantung dari
makanan yang di berikan dengan komposisi yang ideal bagi pertumbuhan udang
( Ahmad dkk, 2006).
Gambar Tambak Intensif (Anonim, 2009).
B. SYARAT-SYARAT PEMILIHAN LOKASI TAMBAK
Berdasarkan kebiasaan hidup, tingkah laku dan sifat udang atau ikan itu
sendiri, maka dalam memilih lokasi tambak baik dalam rangka membuat tambak
baru maupun dalam perbaikan tambak yang sudah ada, sebaiknya memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Anonim, 2009) :
Memiliki sumber air yang cukup, baik air laut maupun air tawar dan tersedia
sepanjang tahun atau setidaknya 10 bulan dalam setahun, tetapi bukan
daerah banjir
Memiliki saluran saluran air yang lancar, baik untuk pengisian waktu pasang
maupun membuang air waktu surut dan sumber air serta lingkungan bebas
dari pencemaran.
Kadar garam air berkisar 10-25 ppm dan derajat keasaman (pH)
berkisar 7-8.5
Tanah dasar tambak terdiri dari Lumpur berpasir dengan ketentuan
kandungan pasirnya tidak lebih dari 20%.
C. PERSIAPAN TAMBAK
Pengeringan
Pengeringan merupakan proses dimana seluruh air yang berada di area
tambak dikeringkan total sampai tanah mengerut. Persiapan tanah dasar tambak
yang pertama kali dilakukan adalah pengeringan total kemudiaan penjemuran
tanah dasar dibawah terik matahari hingga tanahnya retak. Lama penjemuran
sekitar 1-2 minggu, tergantung dari kondisi cuaca. Khusus tambak yang pernah
digunakan untuk memelihara udang, lapisan atas tanah dasar tambak perlu
dibuang karena mengandung timbunan sisa pakan yang sudah membusuk.
Pembuangan lapisan atas tanah dasar dilakukan dengan cangkul. Jika kondisi
tanah dasar tambak tidak terlalu buruk, pembuangan lapisan atas tidak perlu
dilakukan , tetapi cukup membalik tanah dasar dengan cangkul atau bajak
(Ahmad dkk, 2006).
Pengapuran
Pengapuran merupakan proses kedua dalam pembuatan tambak yang
mana pengapuran merupakan proses penaburan kapur pertanian. Jika proses
pengeringan dan pembalikan tanah dasar dianggap cukup, selanjutnya dilakukan
pengapuran dengan kapur pertanian. Pengapuran tidak hanya dilakukan di tanah
dasar tambak, tetapi juga di dinding tanggul bagian dalam yang mengarah ke
tambak. Cara pengapuran adalah menyebar kapur secara merata ke seluruh
tanah dasar dan dinding tanggul (Ahmad dkk,2006).
Pemupukan
Pemupukan adalah proses pemberian pupuk pada tambak. Setelah
dilakukan tahap-tahap sebulumnya, air tambak harus dipupuk dengan pupuk
NPK dosis 4-5 ppm dan penambahan pupuk organik (kotoran ayam) dosis 0,1
ppm. Gunanya, untuk menyuburkan pertumbuhan plankton setelah plankton mati
karena aplikasi klorin. Bila plankton sama sekali tidak tumbuh maka harus
dimasukkan bibit plankton yang diperoleh dari laboratorium yang membuat kultur
tersebut. Bila plankton tidak dibenarkan diambil dari tambak lain karena
kekhawatiran akan tertular penyakit (Suyanto, 2009).
Persyaratan kualitas air tambak yang siap untuk di tebari benur antara
lain, kecerahan 35-45 cm (diukur dengan secchi disk), warna air coklat muda
atau hijau, pH air 7,5-8,5, oksigen terlarut (DO) 3-4 ppm, dan kedalaman air
> 70 cm. Untuk petani yang memiliki alat pemeriksaan kualitas air dan tanah
yang lengkap, dapat diukur juga alkalinitas 90-140 ppm dan total bahan organik
kurang dari 150 ppm (Suyanto, 2009).
D. PENEBARAN
1. Kepadatan
Kepadatan benur yang ditebar tergantung dari metode budidaya yang
diterapkan, kondisi tambak (daya dukung), kualitas air, dan sarana penunjang
yang tersedia, seperti aerator (kincir air) dan pompa air. Padat tebar benur pada
budidaya udang secara intensif adalah 150.000-300.000 ekor/ha. Jika tambak
memiliki daya dukung yang prima dan prasarana yang memadai, padat tebar
bisa lebih tinggi, tetapi penambahan padat tebar ini dipertimbangkan lebih
matang (Khairul A, 2003).
Padat penebaran benih udang windu bila diberikan pakan tambahannya
dedak halus, penebarannya sebanyak 100-200 ekor per meter persegi, dan jika
diberi makanan tambahan pelet yang berkadar protein 25%, penebaran benih
sebanyak 300-400 ekor per meter persegi. Benih udang windu akan cepat
tumbuhnya, kalau dipelihara dalam tambak yang baik (Prahasta A, 2009).
2. Waktu yang Baik Untuk Penebaran
Waktu yang baik untuk penebaran yaitu kondisi yang cocok untuk proses
penebaran. Penebaran sebaiknya dilakukan saat teduh,seperti pada pagi hari
atau sore hari. Hindari penebaran benur ketika hujan atau terik matahari karena
akan menyebabkan stress, bahkan bisa memicu kematian udang windu (Khairul
A, 2003).
3. Kriteria Bibit yang Baik
Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau
dari alam. Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur)
menurut ukurannya (Anonim, 2009).
Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi
pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air.
Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit
melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya
membentang seperti kipas (Anonim, 2009).
Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya
telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka
berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang
terendam air. Sungutnya berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau
putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan
sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru (Anonim,
2009).
E. PEMELIHARAAN
Pemeliharan udang windu dilakukan setalah menebarkan benih. Dalam
pemeliharaan hal yang perlu dilakukan adalah mengawasi apabila ada gangguan
yang mengancam kegagalan usaha produksi udang windu. Selama
pemeliharaan berlangsung, agar udang tidak kekurangan pakan alami, petambak
dapat memproduksi pakan dengan cara pemupukan tambak dengan urea dan
TSP. Pupuk buatan ini mudah larut dalam air hingga dapat mendorong
pertumbuhan plankton sebagai pakan alami.Pemupukan bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan pakan alami, yaitu kelekap, lumut, plankton dan
bentos. Cara membudidayakan kelekap, lumut, dan diatomae dilakukan pada
masa pemeliharaan udang (Prahasta A, 2009).
Pakan Dan Pemberian Pakan
Cara menyediakan kelekap sebagai pakan alami pada pemeliharan
udang windu adalah dengan mengolah tanah dasar tambak. Tambak
dikeringkan dengan sebelumnya ditaburi dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.
Kemudian ditaburi pupuk kandang seperti kotoran ayam, kerbau, kuda, dan
lainnya, atau dapat menggunakan pupuk kompos sebanyak 1000kg/ha. Isi
tambak dengan air sampai 5-10 cm, biarkan tergenang dan menguap sampai
kering. Tambahkan pupuk anorganik kembali, yaitu urea 75 kg/ha dan TSP
sebanyak 75 kg/ha. Sesudah 5 hari kelekap mulai tumbuh. Air dapat di tinggikan
secara berangsur-angsur, hingga kedalaman 40 cm diatas dasar tambak.
Selama pemeliharaan udang, lakukan pemupukan susulan sebanyak 1 sampai 2
kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha
(Prahasta A, 2009).
Hama dan Penyakit
a. Hama (Anonim,2009)
1. Lumut
Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan
memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
2. Bangsa ketam membuat lubang di pematang, sehingga dapat
mengakibatkan bocoran-bocoran.
3. Udang tanah (Thalassina anomala), Membuat lubang di pematang.
4. Hewan-hewan penggerek kayu pintu air mrusak pematang, merusak
tanah dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo
navalis), dan lain-lain.
5. Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.) menempel pada
bangunan-bangunan pintu air. Pengendalian hama bangsa ketam, udang
tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan
pengendalian lumut.
b. Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung,
termasuk golongan buas, antara lain (Anonym,2009) :
1. Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong
(Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones
micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain.
2. Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
3. Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak
(Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis),
pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
4. Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops,
Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).
5. Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale
perspicillata).
c. Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam
hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan (Anonym,2009).
1. Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong
(Telescopium telescopium).
2. Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek
(Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
3. Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.
4. Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan
lain-lain.
d. Penyakit asal virus.
1. Monodon Baculo Virus (MBV)
Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap
kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam
pembesaran.
2. Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV) gejala:
1. Udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke
permukaan dan mengambang dengan perut di ata;
2. Bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan
tenggelam di bawah kolam;
3. Udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala
tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting;
4. Pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan
tubuhnya berwarna putih keruh;
5. Permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit
jamur;
6. Pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada
mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
3. Hepatopancreatic Parvo-like Virus Gejala: terutama menyerang
hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara
mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel
organ tersebut. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
5. Cytoplamic Reo-like Virus Gejala:
1. Udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air;
kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di
kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang
penting adalah perbaikan kualitas air.
6. Ricketsiae
Gejala (Anonim, 2009) :
1. udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah;
2. udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang
terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian
tengah (mid gut);
3. adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat;
4. kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran
benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5
sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak
ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya
sampai udang dipanen. Pengendalian: menggunakan antibiotik
(oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat
mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun,
kematian akan timbul lagi.
e. Penyakit asal Bakteri
1. Bakteri nekrosis
Penyebab (Anonim,2009) :
1. bakteri dari genus Vibrio;
2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka,
erosi bahan kimia atau lainnya.
Gejala (Anonim, 2009) :
1. muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat
(multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat
tambahan lainnya;
2. usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
Pengendalian (Anonim, 2009) :
1. Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya furanace 1 mg/l,
oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
2. Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta
menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan;
3. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
2. Bakteri Septikemia
Penyebab (Anonim, 2009) :
1. Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas
sp.;
2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan disebabkan defisiensi
vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.
Gejala (Anonim, 2009) :
1. menyerang larva dan post larva;
2. terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).
Pengendalian (Anonim,2009) :
1. pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l,
oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;
2. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
f. Penyakit Asal Parasit
Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan
terhadap infeksi virus / bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan
kemandulan (Bopyrid).
1. Parasit cacing
a. Cacing Cestoda, yaitu (Anonim,2009).
Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan
ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan inter-
tubuler hepatopankreas.
b. Cacing Trematoda: Opecoeloides sp.,yang ditemukan pada dinding
proventriculus dan usus (Anonim, 2009)
c. Cacing Nematoda: Contracaecum sp.,menyerang hepatopankreas udang
yang hidup secara alamiah (Anonim 2009)
2. Parasit Isopoda
Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini
menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan
tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada
udang.
g. Penyakit Asal Jamur
o Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu
24 jam.
o Penyebab (AnonIm,2009) :
a. Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium;
b. penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.
F. PANEN
1. Waktu Panen dan Ukuran Panen
Udang windu yang dipelihara secara semi-intensif, pertumbuhannya agak
lambat disbanding dengan pada budidaya intensif. Karena pada tambak intensif
air tambak sering diganti dan pakan cukup bermutu sehingga pertumbuhan
udang cepat. Pada tambak semi-intensif, dalam waktu pemeliharaan 4-5 bulan
udang baru mencapai berat rata-rata 25-28 gram/ekor. Sedangkan pada tambak
intensif dalam waktu pemeliharaan 4 bulan atau kurang berat udang dapat
mencapai 35-40 gram/ekor (Suyanto, 2006).
2. Metode Panen
Metode pemanenan ialah dengan menggiring udang yang umumnya
berada di dasar tambak. Alat yang digunakan kerei atau jaring yang lebarnya
caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi itu didorong beramai-ramai oleh
beberapa orang yang memegangi kerei atau jarring itu, menuju ke depan pintu
air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei yang lain. Udang yang
terkumpul di kubangan dekat pintu air itu dengan mudah diambil.
Cara menangkap udang secara total yang lebih baik ialah dengan
memasang jarring penadah yang cukup luas/panjang disaluran pembuangan air.
Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlahan-lahan sehingga udang
tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam Lumpur (Suyanto, 2006).
Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan
masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu (Suyanto, 2006) :
1. Ukurannya besar
2. Kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
3. Masih dalam keadaan hidup dan segar.
Jenis – Jenis Panen
1. Panen Selektif
a. Panen menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari
dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk
jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan
kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di
ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada
pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang.
Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang
besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang
melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.
a. Panen menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air
tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan.
Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan
dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut
seragam.
b. Panen menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena
udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.
2. Panen Total
a. Panen total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak. Pengeringan
tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila tidak ada harus
memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari menjelang
penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahan-lahan waktu air
surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai caren, sehingga
kedalaman air 10-20 cm.
b. Panen menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur
dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika diperkirakan
sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara tersebut
dilakukan berulang-ulang.Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan
banyak orang.
c. Panen menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan
lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramai-
ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju
ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya.
Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah
ditangkap.
d. Panen memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran
pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlaha-
lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam lumpur.
Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring yang terpasang
dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.
e. Panen menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah
kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut
kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di
lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di
permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang
dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di
dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang akan
meloncat dan masuk ke dalam jaring.
G. PASCA PANEN
Pasca panen merupakan persiapan yang dilakukan sebelum melakukan
panen. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca
panen (Suyanto, 2006) :
1. Alat-alat yang digunakan harus bersih.
2. Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
3. Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
4. Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
5. Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air
bersih.
6. Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.
7. Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk
mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri
pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).
8. Kelompokan menurut jenis dan ukurannya. (Anonim, 2009).
BAB IIIMETODE PRAKTEK
Waktu dan Tempat
Praktek Lapang Dasar-Dasar Akuakultur dilaksanakan hari minggu,
tanggal 25 Oktober 2009 di Balai Budidaya Air Payau Desa Boddia, Kecamatan
Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Prosedur Praktek
Pembagian kuosioner
Interview / wawancara dengan pemateri dilapangan.
Pengisian kuosioner
Pembuatan laporan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN1. Lokasi Tambak
Lokasi tambak yaitu di Balai Budidaya Air Payau di Kabupaten Takalar.
Lokasi tersebut sangat stategis untuk budidaya udang. Selain itu, jenis tanah
pada daerah tersebut lumpur dan berpasir, disamping untung membudidayakan
udang tempat tersebut juga tempat untuk membudidayakan ikan disana juga
terdapat laboratorium kualitas air yang berfungsi untuk meneliti air yang akan
digunakan pada tambak tersebut layak atau tidak untuk digunakan. Kualitas air
harus diuji terlebih dahulu kelayakannya agar nanti dilapangan air tersebut tidak
mengandung penyakit. Disamping itu lokasi budidaya juga mempunyai hatcery
sebagai tampat pembenihan benur. Jalur transportasi didaerah tersebut juga
mudah karena lokasi berdekatan dengan rumah-rumah penduduk sehingga
memudahkan ekspor udang yang akan dijual.
Menurut buku Pengembangan Budidaya Udang Windu Berbasis
Tekhnologi persiapan lokasi tambak merupakan titik awal suatu operasi tambak.
Lahan tambak yang baru dibuka atau baru panen perlu dipersiapkan kondisi fisik
dan biologis lingkungannya agar nantinya mampu mendukung keberhasilan
usaha. Demikian pula urutan langkah pekerjaan yang terencana dalam
pengelolaan tambak akan menjamin terciptanya kondisi lingkungan yang sesuai
dengan yang dikehendaki udang windu untuk hidup dan berkembang. Jenis
tanah sebaiknya liat berpasir untuk menghindari kebocoran air, jenis tanah yang
gambut atau masam dapat menyebabkan pH air menjadi asam, mempunyai
sumber air tawar dengan debit atau kapasitas cukup besar sehingga kebutuhan
air tawar dapat terpenuhi. Selain itu setiap minggu harus diukur salinitas pH,
oksigen dan kecerahan karena semua itu akan mempengaruhi kondisi tambak
(Tancung, 2003)
Berdasarkan literatur dan praktek lapang diabudidaya Air Payau di
kabupaten takalar dapat ditarik suatu kesimpulan tentang lokasi tambak bahwa
lokasi tambak yang terdapat disana sudah tepat dan baik. Selain iti, lokasi
tambak sudah memenuhi syarat-syarat budidaya udang windu secara intensif.
2.Persiapan Lahan
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh bapak Surip Sumarna sebagai
narasumber pada praktek lapang Dasar-Dasar Akuakultur di budidaya Air Payau
di Kabupaten Takalar, diperoleh data bahwa tahap-tahap persiapan lahan antara
lain pembersihan lahan yang bertujuan untuk membuang atau menguapkan
bahan-bahan organik dari Budidaya yang lama, pengeringan yang dilakukan
selama 15-30 hari, sterilisasi lahan dasar kolam/ tambak, pemupukan dengan
menggunakan pupuk Urea dengan rasio 90 kg/ha, TSP dengan rasio 30 kg/ha
dan DXN 30 kg/ha. Pengisian air dengan ketinggian 100-150 cm, pemasangan
instalasi (seperti kincir dan filter sentral), sterilisasi kolam air bertujuan untuk
membunuh semua kuman-kuman yang dapat merugikan selama proses
pembudidayaanyang dilakukan kurang lebih selama 3 hari dan yang terakhir
adalah penebaran benur, yang biasa dilakukan pada pagi hari atau sore hari
yang bertujuan untuk menghindari suhu perairan yang tinggi.
Dari pembahasan yang diperoleh didalam buku Budidaya Udang Windu
pelataran dicangkul secara merata serta sisa akar dan benda lainnya yang nanti
akan mengganggu biologis lingkungan tanah dibersihkan. Lumpur petakan yang
terlalu tebal kurang baik bagi pertumbuhan udang windu. Hal ini, terjadi karena
proses pembusukan benda-benda yang ada didalam lumpur yang tebal sehingga
banyak mengeluarkan gas-gas karbondioksida (CO2) dan asam belerang (H2S)
yang membahayakan kehidupan udang windu. Dalam persiapan tambak, lumpur
sedapat mungkin diangkat dari dalam tanah (Tancung, 2003)
Pelataran yang sudah dicangkul dengan cangkul atau dengan eskalator,
hal ini bertujuan untuk memetikan siklus predator, kompetitor dan jamur yang
nantinya akan mengganggu atau mematikan udang windu. Yang kedua,
memperbaiki struktur tanah agar menjadi subur, gembur, membuat koloid tanah
menjadi stabil, merangsang pertumbuhan pada klekap, alga, cacing tanah dan
makanan alami. Yang ketiga, mengurangi atau mengentaskan racun-racun tanah
akibat pembusukan dan penguraian unsur-unsur yang dapat mengganggu
kehidupan udang seperti H2S, Amoniak (NH2), Nitrit (NO3), dan Nitrat (NO2)
serta meningkatkan pH tanah yang berarti meningkatkan pH air dalam tambak.
Dengan perbaikan seluruh bagian tambak kondisi fisik dan biologis lingkungan
menjadi baik, air masuk dan keluar menjadi lancar, tidak terjadi kebocoran,
mempermudah tindakan penyelamatan apabila mutu air dalam tambak
mengalami hal-hal yang tidak diinginkan (tancung, 2003)
Budidaya udang windu secara intensif dilakukan dengan teknik yang
canggih dan masukan biaya yang besar. Petakan umumnya kecil-kecil 0,2 – 0,5
ha per petak. Maksudnya supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih
mudah. Petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah
biasa. Atau dindingnya saja dari tembok sedangkan dasar masih tanah. Ciri khas
dari teknik budidaya intensif ini ialah padat penebaran benur sangat tinggi
(Suyanto dan Mujiman, 2006).
Menurut data dari praktik lapang dan litaratur yang didapat bahwa
prosedur yang dilakukan di Budidaya Air Payau diKabupaten Takalar sudah
sesuai dan tepat dengan literatur sebagai bahan perbandingan. Tetapi ada
sedikit perbedaan pada tahap pengeringan literatur pengeringan dilakukan
selama 1-2 minggu sementara dalam lapangan pengeringan dilakukan
selama15-30 hari. Seperti dengan cara biologi, kimia dan fisika dan juga pada
cara pemberian nutrisi (Anonim, 2009).
Selain itu perlu ada juga perbaikan pematang dan pintu air ini perlu. Agar
tanah-tanah yang mengganggu saluran air dapat dibuang. Dan fungsi air tidak
terganggu saat proses produksi (Effendi, 2004).
3.Pemeliharaan, Panen serta Pasca Panen
Pemeliharaan udang windu yang dijelaskan saat praktek lapang yaitu
manajeman pakan (mengatur jumlah dan jenis pakan yang diberikan),
manajemen kualitas air (setiap minggu harus diganti), pemasukan air tambak dan
pengeluaran air tambak yang terbuat dari pipa damn manajeman pencegahan
hama penyakit.
Didalam buku Budidaya Udang Windu secara Intensif berpendapat bahwa
hal yang dilakukan saat pemeliharaan adalah pengelolaan media budidaya,
pengendalian predator, pengelolaan pakan dan sampling. Pemberian pakan
adalah faktor utama dan paling penting dalam kegiatan bididaya karena pakan
berfungsi sebagai pemasok energi untuk mempertahankan kelangsungan hidup
organisme budidaya. Pakan yang diberikan untuk udang sering diartikan sebagai
pelet karena kebutuhan nutrisi udang budidaya dipenuhi dari pakan buatan yang
berbentuk pelet. Ada pula pakan alami yaitu seperti plankton dan pakan
tambahan yang masing-masing mempunyai fungsi. Umumnya pakan alami
dugunakan pada saat udang masih dalam ukuran yang kecil. Pakan tambahan
digunaknan sebagai perangsang nafsu makan udang. Kemudian nutrisi dan
frekuensi pemberian pakan harus diperhatikan (Khairul, 2003).
Proses pemeliharaan yang lain yaitu pengelolaan kualitas air. Kualitas air
tambak yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perlambatan udang windu
secara optimal. Oleh karena itu, kualitas air tambak harus diperiksa dengan
seksama melalui uji laboratorium. Kualitas yang perlu diperhatikan antara lain
suhu, salinitas, pH air, oksigen terlarut, amoniak dan lain-lain.dan yang harus
diperhatikan adalah menejemen penanganan penyakit udang windu. Hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah predator, parasit, bakteri, jamur dan virus
(Rustam, 2008).
Panen
Agar proses panen dapat berjalan lancar perlu dilakukan persiapan yang
cukup. Panen yang tidak lancar akan terganggu dalam menurunkan kualitas
udang, beberapa hal yang perlu diperhatiakan adalah menghubungi pembeli
untuk menentukan waktu pelaksanaan panen, membersihkan tambak dari teritip,
lakukan pembersihan tambak seminggu sebelum panen, menurunkan jumlah
pemberian pakan 2-3 hari menjelang panen (Suyanto dan Mujiman, 2006).
Tahap pemanenan udang windu dilakukan langkah-langkah yaitu
keluarkan air didalam tambak dengan mencabut pipa paralon pengatur
ketinggian air dan saluran pembuangan. Bila air tidak bisa keluar gunakan alat
bantu pompa air. Sebelum pintu air dibuka terlebih dahulu dipasang jaring
permanen dipintu air. Udang akan terbawa keluar oleh air akan terjaring dijaring,
ambil dan pungut udang yang terkumpul didalam tambak. Pindahkan udang-
udang kedalam drom atau blog sebaiknya drom diisi dengan es dbatu, tetapi
terlebih dahulu udang dicuci (Suyanto dan Mujiman, 2006).
Pasca panen
Pasca panen bertujuan untuk menjamin mutu udang tetap tinggi. Hal
yang perlu diperhatikan agar udang tidak buruk yaitu cuci udang ditempat
penampungan udang untuk menghindari kotoran atau lumpur yang menempel
pada udang, kelompokkan udang berdasarkan ukuran dan kualitasny, masukkan
udang yang telah ditimbang kedalam wadah, letakkan udang dan es batu
dilakukan secara selang seling agar kualitas udang tetap terjaga.
BAB V
KESIMPULAN
Dari praktek lapang yang telah dilaksanakan dibalai pembudidayaan air payau,
dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam pembudidayaan udang windu
Penaeus monodon pada tambak intensif harus memerlukan pengawasaan
yang sangat ekstra, mulai dari
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2009.budidaya udang windu. http://cetak.kompas.com. Di akses pada 8 oktober. Jakarta.
Anonim. 2009. Sejarah Budidaya Udang Di Indonesia. http://solusibizniz.com. Di akses pada 8 oktober. Jakarta.
Anonim. 2009. Budidaya tambak berwawasan lingkungan.http://sulsel.litbang.deptan.go v Di akses pada 8 oktober. Jakarta.
Darmono. 1993. Budidaya Udang Penaeus. Kanisius: Yogyakarta.
Khairul, Amri. 2003. Budi Daya Udang Windu secara intensif. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Rachmatun Suyanto, S., dan Ahmad Mujiman. 2006. Budi daya Udang Windu. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Rachmatun Suyanto, S., dan Eny Purbani Takarina. 2009. Paduan Budi daya Udang Windu.PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Prahasta, Arief. 2009. Agrobisnis Udang Windu. CV Pustaka Drafika. Bandung.
Sutaman. 1993. Petunjuk Praktis Pembenihan Udang Windu Skala Rumah Tangga. Kanisius: Yogyakarta.
LAPORAN PRAKTEKDASAR-DASAR AKUAKULTUR
BUDIDAYA UDANG WINDU
(Penaeus monodon)
OLEH :
NAMA : IRFAN ALWI
NIM : L211 08 005
KELOMPOK : IV
ASISTEN : NAGA, S.Pi
RYAN ARDIYANTI
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009