33
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pembenihan udang windu (Penaeus monodon) sekarang sudah berkembang di beberapa nagara termasuk Indonesia, sebenarnya merupakan kerja keras para ahli udang selama bertahun-tahun untuk memaksa induk udang yang tadinya sulit bertelur menjadi mudah bertelur. Hasil tersebut mulai dipraktekkan di Indonesia sejak tahun 1978 dengan teknik ablasi mata. Walhasil, petani tambak kita sekarang tidak harus bersusah payah menangkap benur di laut yang jumlahnya terbatas, tetapi dapat langsung memesan benih sesuai dengan kebutuhan di panti pembenihan, tanpa harus menunggu lagi musim benur (Sutaman, 1993). Budidaya udang windu (Penaeus monodon) telah banyak dilakukan di berbagai negara yang memiliki perairan laut, sehingga produksinya dari tahun ke tahun terus meningkat sesuai dengan meningkatnya ilmu budidaya udang ini. Di Indonesia budidaya udang ini juga berkembang sangat pesat dari cara yang masih tradisional (ekstensif), sampai ke cara-cara yang lebih modern (intensif) dan hasilnya terus meningkat sesuai dengan meningkatnya lahan budidaya (Darmono, 1993). Sebagai makhluk hidup, udang juga mempunyai musuh. Musuh ini dapat berupa hama yang menyerang udang secara langsung (pemangsa udang), maupun berupa jasad renik baik mjenis bakteri, virus, maupun parasit, sehingga merupakan kendala dalam budidaya yang dapat menurunkan hasil produksinya (Darmono, 1993).

Bab II Dasqul

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab II Dasqul

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembenihan udang windu (Penaeus monodon) sekarang sudah

berkembang di beberapa nagara termasuk Indonesia, sebenarnya merupakan

kerja keras para ahli udang selama bertahun-tahun untuk memaksa induk udang

yang tadinya sulit bertelur menjadi mudah bertelur. Hasil tersebut mulai

dipraktekkan di Indonesia sejak tahun 1978 dengan teknik ablasi mata. Walhasil,

petani tambak kita sekarang tidak harus bersusah payah menangkap benur di

laut yang jumlahnya terbatas, tetapi dapat langsung memesan benih sesuai

dengan kebutuhan di panti pembenihan, tanpa harus menunggu lagi musim

benur (Sutaman, 1993).

Budidaya udang windu (Penaeus monodon) telah banyak dilakukan di

berbagai negara yang memiliki perairan laut, sehingga produksinya dari tahun ke

tahun terus meningkat sesuai dengan meningkatnya ilmu budidaya udang ini. Di

Indonesia budidaya udang ini juga berkembang sangat pesat dari cara yang

masih tradisional (ekstensif), sampai ke cara-cara yang lebih modern (intensif)

dan hasilnya terus meningkat sesuai dengan meningkatnya lahan budidaya

(Darmono, 1993).

Sebagai makhluk hidup, udang juga mempunyai musuh. Musuh ini dapat

berupa hama yang menyerang udang secara langsung (pemangsa udang),

maupun berupa jasad renik baik mjenis bakteri, virus, maupun parasit, sehingga

merupakan kendala dalam budidaya yang dapat menurunkan hasil produksinya

(Darmono, 1993).

Darmono (1993),menjelaskan bahwa banyak atau sediktnya keuntungan

yang diperoleh dari usaha udang ini, tidak lepas dari penanganan panen dan

pascapanennya, dan hal ini pun sangat tergantung pada kualitas udang yang

dihasilkan. Penanganan pascapanen yang buruk dapat menyebabkan rusaknya

udang, sehingga tidak memenuhi syarat untuk ekspor. Denganturunnya kualitas

udang, maka harganya pun menjadi jatuh dan dapat merugikan usaha tambak

udang ini. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan dilaksanakannya praktek

lapang Dasar-Dasar Akuakultur agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana

perbedaan prinsip kerja pada tambak ekstensif, semi-intensif, dan intensif serta

mengetahui tahap persiapan trambak hingga pascapanen.

Page 2: Bab II Dasqul

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilaksanakannya praktek lapang ini agar para peserta dapat

memahami tahap persiapan tambak intensif mulai dari persiapan lahan sampai

pasca panen.

Kegunaan dilaksanakannya praktek lapang yakni sebagai bahan

pembanding antara materi yang di dapat di bangku kuliah dengan apa yang di

dapatkan pada praktek lapang, serta sebagai peningkatan pemahaman

mengenai tambak intensif.

Page 3: Bab II Dasqul

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. GAMBARAN UMUM TAMBAK

Gambaran Umum Tambak Tradisional

Petakan tambak pada tingkat budidaya ini , bentuk dan ukuran tidak

teratur. Luasnya antara 3 ha sampai 10 ha per petak. Biasanya setiap petakan

mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling

petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga di buat caren dari sudut ke sudut

(diagonal). Kedalaman caren itu 30-50 lebih dalam daripada bagian lain dari

dasar petakan yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi air

sedalam 30-40 cm saja. Pada tempat ini akan tumbuh kelekap sebagai pakan

alami bagi ikan bandeng dan udang. Pada tambak tradisional, semula tambak

tidak dipupuk sehingga produktifitas semata-mata tergantung dari kesuburan

alamiah pula.Pemberantasan ham juga tidak dilakukan, sehingga benih bandeng

yang dipelihara banyak yang hilang/mati. Akibatnya produktivitas semakin rendah

(Ahmad dkk, 2006).

Gambar Tambak Tradisional (Anonim, 2009)

Gambaran Umum Tambak Semi-Intesif

Metode atau sistem budidaya ini merupakan peningkatan / perbaikan dari

sistem tradisional /ekstensif yaitu dengan memperkenalkan bentuk petakan yang

teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengolahan airnya. Bentuk

petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha per petakan. Pada

Page 4: Bab II Dasqul

tambak semi-intensif pengolahan air cukup baik , ketika ada air pasang naik,

sebagian air tambak itu digantikan dengan air baru sehingga kualitas air cukup

terjaga dan kehidupan udang sehat. Pemberantasan hama dilakukan pada waktu

persiapan tambak sebelum penebaran benur. Serangan hama juga di cegah

dengan melakukan pemasangan sistem saringan pada pintu-pintu air (Ahmad

dkk, 2006).

Gambar Tambak Semi Intensif (Anonim, 2009)

Gambaran Umum Tambak Intensif

Budidaya udang di tambak ialah kegiatan usaha pemeliharaan atau

pembesaran udang di tambak mulai dari ukuran benih (benur) sampai menjadi

ukuran yang layak untuki dikonsumsi. Budidaya udang laut sudah sejak seabad

yang lalu dipraktekkan di banyak negara di Asia , termasuk juga di indonesia .

Sampai dasawarsa yang lalu komoditi udang umumnya digolongkan sebagai

hasil sampingan di tambak , karena tambak itu terutama digunakan untuk

memelihara ikan bandeng . Benih udang secara alami masuk ke dalam tambak

bersama air pasang yang mengaliri tambak itu. Budidaya udang intensif

dilakukan dengan teknik yang canggih dan memerlukan masukan (input) biaya

yang besar , sebagai imbangan dari masukan yang tinggi maka dapat dicapai

volume produksi yang sangat tinggi pula (Ahmad dkk, 2006).

Petakan umumnya kecil-kecil, 0,2-0,5 ha per petak. Maksudnya supaya

pengelolahan air dan pengawasan lebih mudah. Kolam atau petakan

pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa.

Atau dindingnya saja dari tembok sedangkan dasar masih tanah. Ciri khas dari

teknis budidaya intensif ini ialah padat penebaran benur sangat tinggi yaitu

Page 5: Bab II Dasqul

50.000 sampai 600.000 ekor /ha . Makanan sepenuhnya tergantung dari

makanan yang di berikan dengan komposisi yang ideal bagi pertumbuhan udang

( Ahmad dkk, 2006).

Gambar Tambak Intensif (Anonim, 2009).

B. SYARAT-SYARAT PEMILIHAN LOKASI TAMBAK

Berdasarkan kebiasaan hidup, tingkah laku dan sifat udang atau ikan itu

sendiri, maka dalam memilih lokasi tambak baik dalam rangka membuat tambak

baru maupun dalam perbaikan tambak yang sudah ada, sebaiknya memenuhi

persyaratan sebagai berikut (Anonim, 2009) :

Memiliki sumber air yang cukup, baik air laut maupun air tawar dan tersedia

sepanjang tahun atau setidaknya 10 bulan dalam setahun, tetapi bukan

daerah banjir

Memiliki saluran saluran air yang lancar, baik untuk pengisian waktu pasang

maupun membuang air waktu surut dan sumber air serta lingkungan bebas

dari pencemaran.

Kadar garam air berkisar 10-25 ppm dan derajat keasaman (pH)

berkisar 7-8.5

Tanah dasar tambak terdiri dari Lumpur berpasir dengan ketentuan

kandungan pasirnya tidak lebih dari 20%.

Page 6: Bab II Dasqul

C. PERSIAPAN TAMBAK

Pengeringan

Pengeringan merupakan proses dimana seluruh air yang berada di area

tambak dikeringkan total sampai tanah mengerut. Persiapan tanah dasar tambak

yang pertama kali dilakukan adalah pengeringan total kemudiaan penjemuran

tanah dasar dibawah terik matahari hingga tanahnya retak. Lama penjemuran

sekitar 1-2 minggu, tergantung dari kondisi cuaca. Khusus tambak yang pernah

digunakan untuk memelihara udang, lapisan atas tanah dasar tambak perlu

dibuang karena mengandung timbunan sisa pakan yang sudah membusuk.

Pembuangan lapisan atas tanah dasar dilakukan dengan cangkul. Jika kondisi

tanah dasar tambak tidak terlalu buruk, pembuangan lapisan atas tidak perlu

dilakukan , tetapi cukup membalik tanah dasar dengan cangkul atau bajak

(Ahmad dkk, 2006).

Pengapuran

Pengapuran merupakan proses kedua dalam pembuatan tambak yang

mana pengapuran merupakan proses penaburan kapur pertanian. Jika proses

pengeringan dan pembalikan tanah dasar dianggap cukup, selanjutnya dilakukan

pengapuran dengan kapur pertanian. Pengapuran tidak hanya dilakukan di tanah

dasar tambak, tetapi juga di dinding tanggul bagian dalam yang mengarah ke

tambak. Cara pengapuran adalah menyebar kapur secara merata ke seluruh

tanah dasar dan dinding tanggul (Ahmad dkk,2006).

Pemupukan

Pemupukan adalah proses pemberian pupuk pada tambak. Setelah

dilakukan tahap-tahap sebulumnya, air tambak harus dipupuk dengan pupuk

NPK dosis 4-5 ppm dan penambahan pupuk organik (kotoran ayam) dosis 0,1

ppm. Gunanya, untuk menyuburkan pertumbuhan plankton setelah plankton mati

karena aplikasi klorin. Bila plankton sama sekali tidak tumbuh maka harus

dimasukkan bibit plankton yang diperoleh dari laboratorium yang membuat kultur

tersebut. Bila plankton tidak dibenarkan diambil dari tambak lain karena

kekhawatiran akan tertular penyakit (Suyanto, 2009).

Page 7: Bab II Dasqul

Persyaratan kualitas air tambak yang siap untuk di tebari benur antara

lain, kecerahan 35-45 cm (diukur dengan secchi disk), warna air coklat muda

atau hijau, pH air 7,5-8,5, oksigen terlarut (DO) 3-4 ppm, dan kedalaman air

> 70 cm. Untuk petani yang memiliki alat pemeriksaan kualitas air dan tanah

yang lengkap, dapat diukur juga alkalinitas 90-140 ppm dan total bahan organik

kurang dari 150 ppm (Suyanto, 2009).

D. PENEBARAN

1. Kepadatan

Kepadatan benur yang ditebar tergantung dari metode budidaya yang

diterapkan, kondisi tambak (daya dukung), kualitas air, dan sarana penunjang

yang tersedia, seperti aerator (kincir air) dan pompa air. Padat tebar benur pada

budidaya udang secara intensif adalah 150.000-300.000 ekor/ha. Jika tambak

memiliki daya dukung yang prima dan prasarana yang memadai, padat tebar

bisa lebih tinggi, tetapi penambahan padat tebar ini dipertimbangkan lebih

matang (Khairul A, 2003).

Padat penebaran benih udang windu bila diberikan pakan tambahannya

dedak halus, penebarannya sebanyak 100-200 ekor per meter persegi, dan jika

diberi makanan tambahan pelet yang berkadar protein 25%, penebaran benih

sebanyak 300-400 ekor per meter persegi. Benih udang windu akan cepat

tumbuhnya, kalau dipelihara dalam tambak yang baik (Prahasta A, 2009).

2. Waktu yang Baik Untuk Penebaran

Waktu yang baik untuk penebaran yaitu kondisi yang cocok untuk proses

penebaran. Penebaran sebaiknya dilakukan saat teduh,seperti pada pagi hari

atau sore hari. Hindari penebaran benur ketika hujan atau terik matahari karena

akan menyebabkan stress, bahkan bisa memicu kematian udang windu (Khairul

A, 2003).

3. Kriteria Bibit yang Baik

Benur/benih udang bisa didapat dari tempat pembenihan (Hatchery) atau

dari alam. Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur)

menurut ukurannya (Anonim, 2009).

Page 8: Bab II Dasqul

Benih yang masih halus, yang disebut post larva. Terdapat di tepi-tepi

pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat permukaan air.

Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit

melengkung seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya

membentang seperti kipas (Anonim, 2009).

Benih yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya

telah memasuki muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka

berdiam dekat dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang

terendam air. Sungutnya berbelang-belang selang-seling coklat dan putih atau

putih dan hijau kebiruan. Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan

sampai kehitaman. Pangkal kaki renang berbelang-belang kuning biru (Anonim,

2009).

E. PEMELIHARAAN

Pemeliharan udang windu dilakukan setalah menebarkan benih. Dalam

pemeliharaan hal yang perlu dilakukan adalah mengawasi apabila ada gangguan

yang mengancam kegagalan usaha produksi udang windu. Selama

pemeliharaan berlangsung, agar udang tidak kekurangan pakan alami, petambak

dapat memproduksi pakan dengan cara pemupukan tambak dengan urea dan

TSP. Pupuk buatan ini mudah larut dalam air hingga dapat mendorong

pertumbuhan plankton sebagai pakan alami.Pemupukan bertujuan untuk

mendorong pertumbuhan pakan alami, yaitu kelekap, lumut, plankton dan

bentos. Cara membudidayakan kelekap, lumut, dan diatomae dilakukan pada

masa pemeliharaan udang (Prahasta A, 2009).

Pakan Dan Pemberian Pakan

Cara menyediakan kelekap sebagai pakan alami pada pemeliharan

udang windu adalah dengan mengolah tanah dasar tambak. Tambak

dikeringkan dengan sebelumnya ditaburi dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.

Kemudian ditaburi pupuk kandang seperti kotoran ayam, kerbau, kuda, dan

lainnya, atau dapat menggunakan pupuk kompos sebanyak 1000kg/ha. Isi

tambak dengan air sampai 5-10 cm, biarkan tergenang dan menguap sampai

kering. Tambahkan pupuk anorganik kembali, yaitu urea 75 kg/ha dan TSP

sebanyak 75 kg/ha. Sesudah 5 hari kelekap mulai tumbuh. Air dapat di tinggikan

Page 9: Bab II Dasqul

secara berangsur-angsur, hingga kedalaman 40 cm diatas dasar tambak.

Selama pemeliharaan udang, lakukan pemupukan susulan sebanyak 1 sampai 2

kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15 kg/ha

(Prahasta A, 2009).

Hama dan Penyakit

a. Hama (Anonim,2009)

1. Lumut

Lumut yang pertumbuhannya berlebihan. Pengendalian: dapat dengan

memelihara bandeng yang berukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.

2. Bangsa ketam membuat lubang di pematang, sehingga dapat

mengakibatkan bocoran-bocoran.

3. Udang tanah (Thalassina anomala), Membuat lubang di pematang.

4. Hewan-hewan penggerek kayu pintu air mrusak pematang, merusak

tanah dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo

navalis), dan lain-lain.

5. Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.) menempel pada

bangunan-bangunan pintu air. Pengendalian hama bangsa ketam, udang

tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan

pengendalian lumut.

b. Golongan pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung,

termasuk golongan buas, antara lain (Anonym,2009) :

1. Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong

(Tehrapon tehraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones

micracanthus), kuro (Polynemus sp.), dan lain-lain.

2. Ketam-ketaman, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).

3. Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak

(Ardea cinera rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis),

pecuk ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.

4. Bangsa ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops,

Fordonia leucobalia, dan Chersidrus granulatus).

5. Wingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale

perspicillata).

Page 10: Bab II Dasqul

c. Golongan penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam

hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan (Anonym,2009).

1. Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong

(Telescopium telescopium).

2. Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp), rekrek

(Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.

3. Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan Uca sp.

4. Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan

lain-lain.

d. Penyakit asal virus.

1. Monodon Baculo Virus (MBV)

Keberadanya tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap

kehidupan udang. Penyebab: kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam

pembesaran.

2. Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV) gejala:

1. Udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke

permukaan dan mengambang dengan perut di ata;

2. Bila alat geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan

tenggelam di bawah kolam;

3. Udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala

tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting;

4. Pada kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan

tubuhnya berwarna putih keruh;

5. Permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit

jamur;

6. Pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada

mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian: perbaikan kualitas air.

3. Hepatopancreatic Parvo-like Virus Gejala: terutama menyerang

hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara

mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel

organ tersebut. Pengendalian: perbaikan kualitas air.

Page 11: Bab II Dasqul

5. Cytoplamic Reo-like Virus Gejala:

1. Udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air;

kematian udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di

kolam post larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang

penting adalah perbaikan kualitas air.

6. Ricketsiae

Gejala (Anonim, 2009) :

1. udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah;

2. udang berwarna lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang

terlihat benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian

tengah (mid gut);

3. adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan ikat;

4. kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9 setelah penebaran

benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik pada hari ke-5

sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai tak

ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya

sampai udang dipanen. Pengendalian: menggunakan antibiotik

(oksitetrasiklin, sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat

mengurangi angka kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun,

kematian akan timbul lagi.

e. Penyakit asal Bakteri

1. Bakteri nekrosis

Penyebab (Anonim,2009) :

1. bakteri dari genus Vibrio;

2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan oleh luka,

erosi bahan kimia atau lainnya.

Gejala (Anonim, 2009) :

1. muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat

(multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat

tambahan lainnya;

2. usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.

Page 12: Bab II Dasqul

Pengendalian (Anonim, 2009) :

1. Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, miaslnya furanace 1 mg/l,

oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;

2. Pengeringan, pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta

menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan;

3. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.

2. Bakteri Septikemia

Penyebab (Anonim, 2009) :

1. Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas

sp.;

2. merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yan disebabkan defisiensi

vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.

Gejala (Anonim, 2009) :

1. menyerang larva dan post larva;

2. terdapat sel-sel bakteri yang aktif dalam haemolymph (sistem darah udang).

Pengendalian (Anonim,2009) :

1. pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l,

oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l;

2. pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.

f. Penyakit Asal Parasit

Dapat menyebabkan penurunan berat badan, penurunan kualitas, kepekaan

terhadap infeksi virus / bakteri dan beberapa parasit dapat menyebabkan

kemandulan (Bopyrid).

1. Parasit cacing

a. Cacing Cestoda, yaitu (Anonim,2009).

Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat dalam jaringan

ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.

Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam jaringan inter-

tubuler hepatopankreas.

Page 13: Bab II Dasqul

b. Cacing Trematoda: Opecoeloides sp.,yang ditemukan pada dinding

proventriculus dan usus (Anonim, 2009)

c. Cacing Nematoda: Contracaecum sp.,menyerang hepatopankreas udang

yang hidup secara alamiah (Anonim 2009)

2. Parasit Isopoda

Dapat menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini

menempel di daerah branchial insang (persambung antara insang dengan

tubuh udang), sehingga menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada

udang.

g. Penyakit Asal Jamur

o Menyerang udang periode larva dan post larva yang dapat mati dalam waktu

24 jam.

o Penyebab (AnonIm,2009) :

a. Jamur Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium;

b. penyebarannya terjadi pada waktu pemberian pakan.

F. PANEN

1. Waktu Panen dan Ukuran Panen

Udang windu yang dipelihara secara semi-intensif, pertumbuhannya agak

lambat disbanding dengan pada budidaya intensif. Karena pada tambak intensif

air tambak sering diganti dan pakan cukup bermutu sehingga pertumbuhan

udang cepat. Pada tambak semi-intensif, dalam waktu pemeliharaan 4-5 bulan

udang baru mencapai berat rata-rata 25-28 gram/ekor. Sedangkan pada tambak

intensif dalam waktu pemeliharaan 4 bulan atau kurang berat udang dapat

mencapai 35-40 gram/ekor (Suyanto, 2006).

2. Metode Panen

Metode pemanenan ialah dengan menggiring udang yang umumnya

berada di dasar tambak. Alat yang digunakan kerei atau jaring yang lebarnya

caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi itu didorong beramai-ramai oleh

beberapa orang yang memegangi kerei atau jarring itu, menuju ke depan pintu

Page 14: Bab II Dasqul

air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei yang lain. Udang yang

terkumpul di kubangan dekat pintu air itu dengan mudah diambil.

Cara menangkap udang secara total yang lebih baik ialah dengan

memasang jarring penadah yang cukup luas/panjang disaluran pembuangan air.

Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlahan-lahan sehingga udang

tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam Lumpur (Suyanto, 2006).

Udang yang siap panen adalah udang yang telah berumur 5-6 bulan

masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik, yaitu (Suyanto, 2006) :

1. Ukurannya besar

2. Kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat

3. Masih dalam keadaan hidup dan segar.

Jenis – Jenis Panen

1. Panen Selektif

a. Panen menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari

dua bagian, yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk

jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan

kerenya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada di

ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan malam hari pada waktu ada

pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk menarik perhatian udang.

Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap hanya udang

besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang

melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.

a. Panen menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air

tambak dikurangi sebagian untuk memudahkan penangkapan.

Penangkapan dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan

dengan jala dapat dilakukan apabila ukuran udang dalam tambak tersebut

seragam.

b. Panen menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena

udang biasanya berdiam diri di dalam lumpur.

Page 15: Bab II Dasqul

2. Panen Total

a. Panen total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak. Pengeringan

tambak dapat dilakukan dengan pompa air atau apabila tidak ada harus

memperhatikan pasang surut air laut. Malam/dini hari menjelang

penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak perlahan-lahan waktu air

surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan sampai caren, sehingga

kedalaman air 10-20 cm.

b. Panen menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur

dasar tambak/caren, lalu didorong sambil mengangkatnya jika diperkirakan

sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan cara tersebut

dilakukan berulang-ulang.Dengan menggunakan jala, biasanya dilakukan

banyak orang.

c. Panen menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan

lebar caren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi didorong beramai-

ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju

ke depan pintu air. Di depan pintu air udang dicegat dengan kerei lainnya.

Udang terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah

ditangkap.

d. Panen memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran

pembuangan air. Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlaha-

lahan, sehingga udang tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam lumpur.

Udang akan keluar bersama air dan tertadah dalam jaring yang terpasang

dan dengan mudah ditangkapi dengan seser.

e. Panen menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah

kerucut. Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut

kantung yang di bawah di pasang pemberat agar dapat tenggelam di

lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi pelampung agar mengambang di

permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring dipasang kawat yang

dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang mengaliri kawat di

dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu udang akan

meloncat dan masuk ke dalam jaring.

Page 16: Bab II Dasqul

G. PASCA PANEN

Pasca panen merupakan persiapan yang dilakukan sebelum melakukan

panen. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca

panen (Suyanto, 2006) :

1. Alat-alat yang digunakan harus bersih.

2. Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.

3. Hindarkan terkena sinar matahari langsung.

4. Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.

5. Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air

bersih.

6. Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.

7. Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk

mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri

pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).

8. Kelompokan menurut jenis dan ukurannya. (Anonim, 2009).

Page 17: Bab II Dasqul

BAB IIIMETODE PRAKTEK

Waktu dan Tempat

Praktek Lapang Dasar-Dasar Akuakultur dilaksanakan hari minggu,

tanggal 25 Oktober 2009 di Balai Budidaya Air Payau Desa Boddia, Kecamatan

Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Prosedur Praktek

Pembagian kuosioner

Interview / wawancara dengan pemateri dilapangan.

Pengisian kuosioner

Pembuatan laporan

BAB IV

Page 18: Bab II Dasqul

HASIL DAN PEMBAHASAN1. Lokasi Tambak

Lokasi tambak yaitu di Balai Budidaya Air Payau di Kabupaten Takalar.

Lokasi tersebut sangat stategis untuk budidaya udang. Selain itu, jenis tanah

pada daerah tersebut lumpur dan berpasir, disamping untung membudidayakan

udang tempat tersebut juga tempat untuk membudidayakan ikan disana juga

terdapat laboratorium kualitas air yang berfungsi untuk meneliti air yang akan

digunakan pada tambak tersebut layak atau tidak untuk digunakan. Kualitas air

harus diuji terlebih dahulu kelayakannya agar nanti dilapangan air tersebut tidak

mengandung penyakit. Disamping itu lokasi budidaya juga mempunyai hatcery

sebagai tampat pembenihan benur. Jalur transportasi didaerah tersebut juga

mudah karena lokasi berdekatan dengan rumah-rumah penduduk sehingga

memudahkan ekspor udang yang akan dijual.

Menurut buku Pengembangan Budidaya Udang Windu Berbasis

Tekhnologi persiapan lokasi tambak merupakan titik awal suatu operasi tambak.

Lahan tambak yang baru dibuka atau baru panen perlu dipersiapkan kondisi fisik

dan biologis lingkungannya agar nantinya mampu mendukung keberhasilan

usaha. Demikian pula urutan langkah pekerjaan yang terencana dalam

pengelolaan tambak akan menjamin terciptanya kondisi lingkungan yang sesuai

dengan yang dikehendaki udang windu untuk hidup dan berkembang. Jenis

tanah sebaiknya liat berpasir untuk menghindari kebocoran air, jenis tanah yang

gambut atau masam dapat menyebabkan pH air menjadi asam, mempunyai

sumber air tawar dengan debit atau kapasitas cukup besar sehingga kebutuhan

air tawar dapat terpenuhi. Selain itu setiap minggu harus diukur salinitas pH,

oksigen dan kecerahan karena semua itu akan mempengaruhi kondisi tambak

(Tancung, 2003)

Berdasarkan literatur dan praktek lapang diabudidaya Air Payau di

kabupaten takalar dapat ditarik suatu kesimpulan tentang lokasi tambak bahwa

lokasi tambak yang terdapat disana sudah tepat dan baik. Selain iti, lokasi

tambak sudah memenuhi syarat-syarat budidaya udang windu secara intensif.

2.Persiapan Lahan

Page 19: Bab II Dasqul

Dari penjelasan yang dikemukakan oleh bapak Surip Sumarna sebagai

narasumber pada praktek lapang Dasar-Dasar Akuakultur di budidaya Air Payau

di Kabupaten Takalar, diperoleh data bahwa tahap-tahap persiapan lahan antara

lain pembersihan lahan yang bertujuan untuk membuang atau menguapkan

bahan-bahan organik dari Budidaya yang lama, pengeringan yang dilakukan

selama 15-30 hari, sterilisasi lahan dasar kolam/ tambak, pemupukan dengan

menggunakan pupuk Urea dengan rasio 90 kg/ha, TSP dengan rasio 30 kg/ha

dan DXN 30 kg/ha. Pengisian air dengan ketinggian 100-150 cm, pemasangan

instalasi (seperti kincir dan filter sentral), sterilisasi kolam air bertujuan untuk

membunuh semua kuman-kuman yang dapat merugikan selama proses

pembudidayaanyang dilakukan kurang lebih selama 3 hari dan yang terakhir

adalah penebaran benur, yang biasa dilakukan pada pagi hari atau sore hari

yang bertujuan untuk menghindari suhu perairan yang tinggi.

Dari pembahasan yang diperoleh didalam buku Budidaya Udang Windu

pelataran dicangkul secara merata serta sisa akar dan benda lainnya yang nanti

akan mengganggu biologis lingkungan tanah dibersihkan. Lumpur petakan yang

terlalu tebal kurang baik bagi pertumbuhan udang windu. Hal ini, terjadi karena

proses pembusukan benda-benda yang ada didalam lumpur yang tebal sehingga

banyak mengeluarkan gas-gas karbondioksida (CO2) dan asam belerang (H2S)

yang membahayakan kehidupan udang windu. Dalam persiapan tambak, lumpur

sedapat mungkin diangkat dari dalam tanah (Tancung, 2003)

Pelataran yang sudah dicangkul dengan cangkul atau dengan eskalator,

hal ini bertujuan untuk memetikan siklus predator, kompetitor dan jamur yang

nantinya akan mengganggu atau mematikan udang windu. Yang kedua,

memperbaiki struktur tanah agar menjadi subur, gembur, membuat koloid tanah

menjadi stabil, merangsang pertumbuhan pada klekap, alga, cacing tanah dan

makanan alami. Yang ketiga, mengurangi atau mengentaskan racun-racun tanah

akibat pembusukan dan penguraian unsur-unsur yang dapat mengganggu

kehidupan udang seperti H2S, Amoniak (NH2), Nitrit (NO3), dan Nitrat (NO2)

serta meningkatkan pH tanah yang berarti meningkatkan pH air dalam tambak.

Dengan perbaikan seluruh bagian tambak kondisi fisik dan biologis lingkungan

menjadi baik, air masuk dan keluar menjadi lancar, tidak terjadi kebocoran,

mempermudah tindakan penyelamatan apabila mutu air dalam tambak

mengalami hal-hal yang tidak diinginkan (tancung, 2003)

Page 20: Bab II Dasqul

Budidaya udang windu secara intensif dilakukan dengan teknik yang

canggih dan masukan biaya yang besar. Petakan umumnya kecil-kecil 0,2 – 0,5

ha per petak. Maksudnya supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih

mudah. Petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah

biasa. Atau dindingnya saja dari tembok sedangkan dasar masih tanah. Ciri khas

dari teknik budidaya intensif ini ialah padat penebaran benur sangat tinggi

(Suyanto dan Mujiman, 2006).

Menurut data dari praktik lapang dan litaratur yang didapat bahwa

prosedur yang dilakukan di Budidaya Air Payau diKabupaten Takalar sudah

sesuai dan tepat dengan literatur sebagai bahan perbandingan. Tetapi ada

sedikit perbedaan pada tahap pengeringan literatur pengeringan dilakukan

selama 1-2 minggu sementara dalam lapangan pengeringan dilakukan

selama15-30 hari. Seperti dengan cara biologi, kimia dan fisika dan juga pada

cara pemberian nutrisi (Anonim, 2009).

Selain itu perlu ada juga perbaikan pematang dan pintu air ini perlu. Agar

tanah-tanah yang mengganggu saluran air dapat dibuang. Dan fungsi air tidak

terganggu saat proses produksi (Effendi, 2004).

3.Pemeliharaan, Panen serta Pasca Panen

Pemeliharaan udang windu yang dijelaskan saat praktek lapang yaitu

manajeman pakan (mengatur jumlah dan jenis pakan yang diberikan),

manajemen kualitas air (setiap minggu harus diganti), pemasukan air tambak dan

pengeluaran air tambak yang terbuat dari pipa damn manajeman pencegahan

hama penyakit.

Didalam buku Budidaya Udang Windu secara Intensif berpendapat bahwa

hal yang dilakukan saat pemeliharaan adalah pengelolaan media budidaya,

pengendalian predator, pengelolaan pakan dan sampling. Pemberian pakan

adalah faktor utama dan paling penting dalam kegiatan bididaya karena pakan

berfungsi sebagai pemasok energi untuk mempertahankan kelangsungan hidup

organisme budidaya. Pakan yang diberikan untuk udang sering diartikan sebagai

pelet karena kebutuhan nutrisi udang budidaya dipenuhi dari pakan buatan yang

berbentuk pelet. Ada pula pakan alami yaitu seperti plankton dan pakan

tambahan yang masing-masing mempunyai fungsi. Umumnya pakan alami

dugunakan pada saat udang masih dalam ukuran yang kecil. Pakan tambahan

Page 21: Bab II Dasqul

digunaknan sebagai perangsang nafsu makan udang. Kemudian nutrisi dan

frekuensi pemberian pakan harus diperhatikan (Khairul, 2003).

Proses pemeliharaan yang lain yaitu pengelolaan kualitas air. Kualitas air

tambak yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perlambatan udang windu

secara optimal. Oleh karena itu, kualitas air tambak harus diperiksa dengan

seksama melalui uji laboratorium. Kualitas yang perlu diperhatikan antara lain

suhu, salinitas, pH air, oksigen terlarut, amoniak dan lain-lain.dan yang harus

diperhatikan adalah menejemen penanganan penyakit udang windu. Hal-hal

yang perlu diperhatikan adalah predator, parasit, bakteri, jamur dan virus

(Rustam, 2008).

Panen

Agar proses panen dapat berjalan lancar perlu dilakukan persiapan yang

cukup. Panen yang tidak lancar akan terganggu dalam menurunkan kualitas

udang, beberapa hal yang perlu diperhatiakan adalah menghubungi pembeli

untuk menentukan waktu pelaksanaan panen, membersihkan tambak dari teritip,

lakukan pembersihan tambak seminggu sebelum panen, menurunkan jumlah

pemberian pakan 2-3 hari menjelang panen (Suyanto dan Mujiman, 2006).

Tahap pemanenan udang windu dilakukan langkah-langkah yaitu

keluarkan air didalam tambak dengan mencabut pipa paralon pengatur

ketinggian air dan saluran pembuangan. Bila air tidak bisa keluar gunakan alat

bantu pompa air. Sebelum pintu air dibuka terlebih dahulu dipasang jaring

permanen dipintu air. Udang akan terbawa keluar oleh air akan terjaring dijaring,

ambil dan pungut udang yang terkumpul didalam tambak. Pindahkan udang-

udang kedalam drom atau blog sebaiknya drom diisi dengan es dbatu, tetapi

terlebih dahulu udang dicuci (Suyanto dan Mujiman, 2006).

Pasca panen

Pasca panen bertujuan untuk menjamin mutu udang tetap tinggi. Hal

yang perlu diperhatikan agar udang tidak buruk yaitu cuci udang ditempat

penampungan udang untuk menghindari kotoran atau lumpur yang menempel

pada udang, kelompokkan udang berdasarkan ukuran dan kualitasny, masukkan

udang yang telah ditimbang kedalam wadah, letakkan udang dan es batu

dilakukan secara selang seling agar kualitas udang tetap terjaga.

Page 22: Bab II Dasqul

BAB V

KESIMPULAN

Dari praktek lapang yang telah dilaksanakan dibalai pembudidayaan air payau,

dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam pembudidayaan udang windu

Penaeus monodon pada tambak intensif harus memerlukan pengawasaan

yang sangat ekstra, mulai dari

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2009.budidaya udang windu. http://cetak.kompas.com. Di akses pada 8 oktober. Jakarta.

Anonim. 2009. Sejarah Budidaya Udang Di Indonesia. http://solusibizniz.com. Di akses pada 8 oktober. Jakarta.

Anonim. 2009. Budidaya tambak berwawasan lingkungan.http://sulsel.litbang.deptan.go v Di akses pada 8 oktober. Jakarta.

Darmono. 1993. Budidaya Udang Penaeus. Kanisius: Yogyakarta.

Khairul, Amri. 2003. Budi Daya Udang Windu secara intensif. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Rachmatun Suyanto, S., dan Ahmad Mujiman. 2006. Budi daya Udang Windu. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Rachmatun Suyanto, S., dan Eny Purbani Takarina. 2009. Paduan Budi daya Udang Windu.PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Prahasta, Arief. 2009. Agrobisnis Udang Windu. CV Pustaka Drafika. Bandung.

Sutaman. 1993. Petunjuk Praktis Pembenihan Udang Windu Skala Rumah Tangga. Kanisius: Yogyakarta.

Page 23: Bab II Dasqul

LAPORAN PRAKTEKDASAR-DASAR AKUAKULTUR

BUDIDAYA UDANG WINDU

(Penaeus monodon)

Page 24: Bab II Dasqul

OLEH :

NAMA : IRFAN ALWI

NIM : L211 08 005

KELOMPOK : IV

ASISTEN : NAGA, S.Pi

RYAN ARDIYANTI

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2009