Upload
donguyet
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Kajian Teori
2.1.1. Hakekat IPA
2.1.1.1. Pengertian IPA
IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya
produk saja, tetapi juga mencakup pengetahuan seperti ketrampilan dalam hal
melaksanakan penyelidikan ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud misalnya
melalui pengamatan, eksperimen dan analisis yang bersifat rasional.
Sedangkan sikap ilmiah misalnya objektif dan jujur dalam mengumpulkan
data yang diperoleh.
Menurut Usman (2006:2) IPA adalah suatu cara metode untuk mengamati
alam yang bersifat analisis, lengkap, cermat serta menghubungkan antara
fenomena lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang
baru tentang obyek yang diamati.
Menurut Abdullah (2003:18) IPA adalah pengetahuan teoritis yang
diperoleh dengan metode khusus. Purnell’s (1983), concise dictionary of
science, 34(2) 1983 “science the broad field of human knowledge, acquired
by systematic observation and experiment, and explained by men of rules,
larws, principles, theories, and hypothesis” yang artinya ilmu pengetahuan
alam adalah pengetahuan yang luas yang didapatkan dengan bantuan aturan-
aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori, dan hipotesis-hipotesis.
Iskandar (2001: 2-5) IPA adalah fakta-fakta, konsepkonsep, prinsip-
prinsip, dan teori-teori IPA, ketrampilan proses IPA adalah ketrampilan yang
dilakukan oleh para ilmuwan di antaranya adalah (1) mengamati, (2)
mengukur, (3) menarik kesimpulan, (4) mengendalikan variabel, (5)
merumuskan hipotesis, (6) membuat grafik dan tabel data, (7) membuat
definisi operasional, dan (8) melakukan eksperimen.
Dari pendapat diatas dapat diartikan IPA adalah teoritis yang diperoleh
dengan metode khusus untuk mendapatkan suatu konsep berdasarkan hasil
5
5
observasi dan eksperimen tentang gejala alam dan berusaha mengembangkan
rasa ingin tahu tentang alam serta berperan dalam memecahkan, menjaga dan
melestarikan lingkungan.
2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA
Menurut Muslichah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA di SD adalah
untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains,
teknologi, dan masyarakat, mengembangkan ketrampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan,
mengembangkan gejala alam, sehinga siswa dapat berfikir kritis dan objektif.
2.1.1.3 Prinsip-prinsip Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran IPA di SD akan efektif bila siswa aktif dalam proses
pembelajaran guru. Oleh sebab itu guru SD perlu menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran di SD. Prinsip-prinsip pembelajaran di SD menurut depdiknas
dalam (Muslichah 2006 :44) adalah (1) prinsip motivasi, (2) prinsip latar, (3)
prinsip menemukan, (4) prinsip belajar melakukan (learning to doing), (5)
prinsip belajar sambil bermain, dan (6) prinsip hubungan social.
2.1.1.4 Tinjauan tentang Sifat-sifat Cahaya
Menurut Choiril Asmiyawati, Wigati Hadi .(2008:110) benda -benda yang
ada disekitar dapat kita lihat apabila ada cahaya yang mengenai benda
tersebut. Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan oleh benda ke mata
sehingga benda tersebut dapat terlihat. Cahaya berasal dari sumber cahaya,
semua benda yang dapat memancarkan cahaya disebut sumber cahaya.
Contoh sumber cahaya adalah matahari, senter, lampu, dan bintang. Cahaya
memiliki sifat merambat lurus, menembus benda bening, dapat dipantulkan
dan dapat dibiaskan.
Supriyono Koes H (2001: 71) pada dasarnya cahaya merupakan
gelombang elektromagnetik. Di dalam medium homogen, cahaya merambat
menurut garis lurus dengan kecepatan tertentu. Kecepatan cahaya ini
bergantung dari macam medium yang dilaluinya.
6
6
Heri Sulistyanto (2008: 125) sifat-sifat cahaya : (a) cahaya dapat
merambat lurus, (b) cahaya dapat menembus benda bening, (c) cahaya dapat
dipantulkan, (d) cahaya dapat dibiaskan.
a. Cahaya dapat Merambat Lurus
Cahaya dapat merambat lurus dapat dijumpai pada saat cahaya yang
masuk melalui celah-celah atau jendela kamar yang ada di rumah. Arah
rambatan cahaya yang masuk melalui celah-celah atau jendela merambat
lurus. Hal ini dapat dibuktikan dengan sebuah percobaan yang sederhana
yaitu dengan tiga buah karton yang dilubangi tengahnya kemudian disusun
sejajar. Maka nyala lilin yang diletakkan di depan karton terlihat. Sedangkan
pada salah satu karton digeser maka nyala lilin tidak dapat terlihat.
b. Cahaya dapat Menembus Benda Bening
Cahaya dapat menembus benda bening dapat dijumpai pada kaca jendela
rumah. Cahaya dapat masuk ke dalam rumah selain melalui celah-celah juga
melalui kaca jendela yang ada di rumah. Kaca yang bening dapat ditembus
oleh cahaya matahari. Apabila kaca jendela di rumah ditutup dengan karton,
maka cahaya tidak dapat masuk ke dalam rumah. Hal ini dapat menunjukkan
bahwa cahaya hanya dapat menembus benda bening. Hal ini dapat dibuktikan
dengan sebuah percobaan yang sederhana yaitu dengan menyorotkan lampu
senter
mengenai gelas bening maka cahaya yang mengenai gelas bening akan
menembus benda tersebut. Maka sebaliknya jika gelas bening tersebut ditutup
dengan karton maka cahaya tidak dapat menembus gelas bening tersebut.
c. Cahaya dapat Dipantulkan
Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan teratur dan pemantulan
baur (pemantulan difus). Pemantulan teratur adalah pemantulan yang berkas
cahaya pantulnya sejajar. Pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai
permukaan yang rata, licin, dan mengkilap. Sementara itu pemantulan baur
(pemantulan difus) adalah pemantulan yang berkas cahayanya pantulnya
tidak sejajar. Pemantulan baur (pemantulan difus) terjadi apabila cahaya
7
7
mengenai permukaan yang kasar atau tidak rata. Cermin merupakan salah
satu benda yang memantulkan cahaya. Berdasarkan bentuk permukaannya
ada cermin datar dan cermin lengkung. Cermin lengkung ada dua macam
yaitu cermin cembung dan cermin cekung.
1) Cermin Datar
Cermin datar yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya datar dan
tidak melengkung. Cermin datar dapat kamu gunakan untuk bercermin.
Pada saat bercermin, kamu akan melihat bayanganmu di dalam cermin.
Sifat-sifat bayangan yang terbentuk oleh cermin datar
a) Bayangan benda tegak dan semu. Bayangan semu adalah bayangan
yang dapat kita lihat dalam cermin, tetapi di tempat bayangan tersebut
tidak terdapat cahaya pantul.
b) Besar dan tinggi bayangan sama dengan besar dan tinggi benda
sebenarnya.
c) Jarak benda dengan cermin sama dengan jarak bayangannya.
d) Bagian kiri pada bayangan merupakan bagian kanan pada benda dan
sebaliknya.
2) Cermin Cembung
Cermin cembung adalah cermin yang permukaan bidang pantulnya
melengkung ke arah luar. Cermin cembung biasa digunakan untuk sepion
pada kendaraan bermotor. Bayangan cermin cembung bersifat maya, tegak
dan lebih kecil (diperkecil) dari pada benda yang sesungguhnya.
3) Cermin Cekung
Cermin cekung yaitu cermin yang bidang pantulnya melengkung ke
arah dalam. Cermin cekung biasa digunakan sebagai reflektor pada lampu
senter. Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh cermin cekung sangat
berpengaruh pada letak benda tersebut terhadap cermin.
1. Jika benda dekat dengan cermin cekung, bayangan benda bersifat tegak,
lebih besar dan maya.
2. Jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda bersifat nyata
(sejati), terbalik.
8
8
d. Cahaya dapat Dibiaskan
Apabila cahaya merambat melalui dua zat yang kerapatannya berbeda
cahaya tersebut akan dibelokkan. Peristiwa pembelokan arah rambat cahaya
setelah melewati medium rambatan yang berbeda disebut pembiasan Sinar
datang adalah sinar yang keluar dari sumber cahaya, sinar pantul adalah sinar
yang dipantulkan oleh bidang pemantul. Adapun garis normal adalah garis
maya yang tegak lurus pada bidang batas dua buah zat. Bila cahaya yang
merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat maka cahaya
akan dibiaskan mendekati garis normal. Misalnya cahaya yang merambat dari
udara ke air. Akan tetapi jika cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke
zat yang kurang rapat maka cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal.
Misalnya cahaya merambat dari air ke udara.
Pembiasan cahaya sering di jumpai pada kehidupan sehari-hari. Misalnya
dasar kolam air yang jernih terlihat lebih dangkal dari pada kedalaman
sebenarnya. Kemudian pada pensil yang dimasukkan kedalam gelas yang
berisi air, maka pensil tersebut akan nampak patah. Dasar kolam yang jernih
airnya terlihat lebih dangkal dari sebenarnya. Peristia ini merupakan salah
satu bentuk pembiasan cahaya yang terjadi dalam kehiduapn sehari-hari.
Misalnya saja pensil yang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air terlihat
bengkok. Selain itu keeping logam yang dimasukkan ke dalam gelas yang
berisi air maka akan terlihat lebih besar. Kedua contoh tersebut merupakan
contoh pembiasan cahaya. Apabila cahaya merambat melalui dua medium
yang berbeda kerapatannya maka cahaya akan mengalami pembelokan dan
pembiasan.
Dengan demikian bahwa udara memiliki kerapatan yang lebih kecil dari
pada air. Bila cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih
rapat maka cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Akan tetapi bila
cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang rapat maka
cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal, garis normal merupakan garis
yang tegak lurus pada batas kedua permukaan
9
9
2.1.2. Pengertian Pembelajaran
Proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aktivitas dan interaksi, karena
persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Pengetahuan tidak
dipisahkan dari aktivitas di mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana
makna diciptakan, serta dari komunitas budaya di mana pengetahuan
didesiminasikan dan diterapkan. Dalam pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
ini mahasiswa akan dihadapkan pada suatu permasalahan yang harus diamati,
dipelajari, dan dicermati, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman
konsep mata kuliah dalam kegiatan pembelajaran. Secara logika apabila
mahasiswa meningkat partisipasinya dalam kegiatan pembelajaran, maka secara
otomatis akan meningkatkan pemahaman konsep materi pembelajaran, dan pada
akhirnya akan dapat meningkatkan prestasi belajar.
Dalam praktik pembelajaran, pada dasarnya pendekatan inkuiri adalah
menggunakan pendekatan konstruktivistik, di mana setiap siswa sebagai subyek
belajar, dibebaskan untuk menciptakan makna dan pengertian baru berdasarkan
interaksi antara apa yang telah dimiliki, diketahui, dipercayai, dengan fenomena,
ide, atau informasi baru yang dipelajari. Dengan demikian, dalam proses belajar
mahasiswa telah membawa pengertian dan pengetahuan awal yang harus
ditambah, dimodifikasi, diperbaharui, direvisi, dan diubah oleh informasi baru
yang diperoleh dalam proses belajar.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di
kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak
dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk
memahami informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka
pintar secara teoretis, tetapi mereka miskin aplikasi (Wina Sanjaya, 2007:1).
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
10
10
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Wina Sanjaya, 2007: 2).
Penetapan standar proses pendidikan merupakan kebijakan yang sangat
penting dan strategi untuk pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan.
Melalui standar proses pendidikan setiap guru dan atau pengelola sekolah dapat
menentukan bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Proses
pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Pencapaian standar proses untuk
meningkatkan kualitas pendidikan (proses pembelajaran) dapat dimulai dari
menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses
pembelajaran. Begitu banyak komponen yang dapat mempengaruhi kualitas
pendidikan, namun demikian, tidak mungkin upaya meningkatkan kualitas
dilakukan dengan memperbaiki setiap komponen secara serempak. Hal ini selain
komponen-komponen itu keberadaannya terpencar, juga kita sulit menentukan
kadar keterpengaruhan setiap komponen (Wina Sanjaya, 2007:13).
Pembelajaran berkaitan dengan konteks dan isi, dilihat dari sisi konteks
akan dapat dilihat bagian-bagian yang dibutuhkan untuk mengubah suasana yang
membudayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan
rancangan belajar yang dinamis. Sedangkan dilihat dari isi akan dapat ditemukan
keterampilan penyampaian untuk kurikulum apapun, disamping strategi yang
dibutuhkan siswa untuk bertanggung jawab atas apa yang mereka pelajari yaitu
penyajian yang prima, fasilitasi yang luwes, keterampilan belajar untuk belajar,
dan keterampilan hidup yang memperkuat informasi dan menerapkan apa yang
dipelajari guru dalam situasi pendidikan sehari-hari (Syaiful Sagala, 2010).
2.1.3. Strategi Pembelajaran Inkuiri ( SPI )
Pada awalnya strategi pembelajaran inkuiri banyak diterapkan dalam ilmu-
ilmu alam. Namun demikian, para ahli pendidikan sosial mengadopsi strategi
inkuiri yang kemudian mengadopsi strategi inkuiri yang kemudian dinamakan
inkuiri sosial. Hal ini didasarkan pada asumsi pentingnya pembelajaran IPS pada
masyarakat yang semakin cepat berubah, seperti yang dikemukakan Robert A.
11
11
Wilkins (1990: 85) yang menyatakan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat
yang terus-menerus mengalami perubahan, pengajaran IPS harus menekankan
kepada pengembangan berpikir. Terjadinya ledakan pengetahuan, menurutnya,
menuntut perubahan pola mengajar dari yang hanya sekedar mengingat fakta yang
biasa dilakukan melalui strategi pembelajaran dengan metode kuliah atau dari
metode latihan dalam pola tradisional, menjadi pengembangan kemampuan
berpikir kritis. Strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir itu adalah strategi inkuiri sosial.
Menurut Bruce Joyce, lebih dari satu abad istilah inkuiri mengandung
makna sebagai salah satu usaha ke arah pembaruan pendidikan. Namun demikian,
istilah inkuiri sering digunakan dalam bermacam-macam arti. Ada yang
menggunakannya berhubungan dengan strategi mengajar yang berpusat pada
siswa, ada juga yang menghubungkan istilah inkuiri dengan mengembangkan
kemampuan siswa untuk menemukan dan merefleksikan sifat-sifat kehidupan
sosial, terutama untuk melatih siswa agar hidup mandiri dalam masyarakatnya
(Wina Sanjaya, 2007: 203).
Pendekatan inkuiri dalam pembelajaran dapat lebih membiasakan kepada
anak untuk membuktikan sesuatu mengenai materi pelajaran yang sudah
dipelajari. Membuktikan dengan melakukan penyelidikan sendiri oleh siswa
dibimbing oleh guru, penyelidikan itu dilakukan oleh para siswa baik dilapangan
seperti laboratorium, situs purbakala, hewan yang keliaran sesuai mata ajar yang
dipelajari di sekolah. Setelah diselidiki melalui tempat-tempat tersebut kemudian
dianalisis oleh para siswa bersama guru menggunakan buku-buku referensi,
ensiklopedia, kamus dan lainnya yang berkaitan dengan materi tersebut. Dengan
menggunakan pendekatan inkuiri ini mengembangkan kognitif siswa lebih terarah
dan dalam kehidupan sehari-hari dapat diaplikasikan secara motorik (Syaiful
Sagala, 2010: 198).
Indrawati (1999:9) menyatakan, bahwa suatu pembelajaran pada umumnya
akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang
termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model
pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berfikir dan
12
12
bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Menurut Downey
(1967) dalam Joyce (1992:107) menyatakan bahwa inti dari berpikir yang baik
adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Dasar dari pemecahan masalah
adalah kemampuan untuk belajar dalam situasi proses berpikir. Dengan demikian,
hal ini dapat di implementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan
bagaimana belajar meliputi apa yang diajarkan, bagaimana hal itu diajarkan, jenis
kondisi belajar, dan memperoleh pandangan baru. Salah satu yang termasuk
dalam model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inkuiri.
Seperti yang dikutip oleh Suryosubroto (1993:193), menyatakan bahwa
discovery merupakan bagian dari inkuiri, atau inkuiri merupakan perluasan proses
discovery yang digunakan lebih mendalam. Inkuiri yang dalam bahasa inggris
inquiry, berarti pernyataan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu
proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi.
Gulo (2002), menyatakan strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuan dengan penuh percaya diri. Sasaran utama
kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal
dalam proses kegiatan belajar, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis
pada tujuan pembelajaran, dan (3) mengembangkan sikap percaya diri siswa
tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Wina Sanjaya menjelaskan bahwa ada dua pandangan tentang belajar, yaitu:
Pertama belajar sering diartikan sebagai atau dianggap sama dengan menghafal;
kedua belajar juga sering diartikan atau dianggap sebagai proses perubahan
perilaku sebagai akibat pengalaman dan latihan. Pandangan pertama, belajar
sering diartikan sebagai atau dianggap sama dengan menghafal; kalau orang tua
menyuruh anaknya untuk menghafal, yaitu menghafal berbagai materi pelajaran
yang akan diujikan. Dalam konteks ini belajar adalah mengingat sejumlah fakta
atau konsep. Untuk apa fakta dan konsep itu diingat? Tidak pernah dipahami
siswa. Siswa hampir tidak pernah melihat hubungan antara materi pelajaran yang
dihafalkannya dan manfaat atau kebutuhannya. Kadang-kadang materi pelajaran
13
13
yang telah diingatnya akan segera dilupakan ketika proses ujian telah berakhir
(Muh. Ilyas Ismail, 2008: 5).
2.1.3.1. Langkah-langkah pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan inkuiri dapat
mengikuti langkah – langkah sebagai berikut
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responstif
a) Menjelaskan topik, tujuan, adan hasil belajar yang diharapkan dapat
dicapai oleh siswa
b) Menjelaskan pokok – pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa
untuk mencapai tujuan
c) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah
persoalan yang menantang siswa untuk berfikir memecahkan teka-teki itu.
a) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa.
b) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang
jawabannya pasti
c) Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah
diketahui terlebih dahulu oleh siswa
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.
d. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajuakan. Dalam strategi
pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang
sangat penting dalam pengembangan intelektual.
e. Menguji Hipotesis
14
14
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan
pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah
mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan
merupakan gong’nya dalam proses pembelajaran.
2.1.4. Hakikat Pembelajaran Berbasis Masalah
Membuat siswa berfikir, menyelesaikan masalah, dan menjadi
pelajar yang otonom bukan tujuan baru bagi pendidikan. Berbagai stategi
mengajar, seperti discovery learning, inquiry learning, dan inductive
learning memiliki sejarah panjang. John Dewey (1993) mendeskripsikan
secara cukup terperinci tentang nilai penting dari reflective thinking
(berfikir reflektif) dan proses-proses yang semestinya digunakan guru
untuk membantu siswa memperoleh keterampilan dan proses berfikir
produktif. Jerome Bruner (1962) menekankan nilai penting dari discovery
learning dan bagaimana guru untuk membantu pelajar menjadi
“konstruksionis” terhadap pengetahuannya sendiri. Richard Suchman
(1962) mengembangkan pendekatan yang disebut inquiry training yang
gurunya menyodorkan berbagai situasi yang membingungkan kepada
siswa dan mendorong mereka untuk menyelidiki dan mencari jawabannya.
Untuk maksud tersebut, PBL akan dilacak melalui tiga cara utama
pemikiran aban kedua puluh.
Pembelajaran Berbasis Masalah mengambil psikologi kognitif
sebagai dukungan teoretisnya. Fokusnya tidak banyak pada apa yang
sedang dikerjakan siswa (perilaku mereka), tetapi pada apa yang siswa
pikirkan (kognisi mereka) selama siswa mengerjakannya. Meskipun peran
guru dalam pelajaran yang berbasis masalah kadang-kadang juga
melibatkan mempresentasikan dan menjelaskan berbagai hal kepada siswa,
tetapi guru lebih harus sering memfungsikan diri sebagai pembimbing dan
15
15
fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan
masalahnya sendiri.
1. Dewey dan Kelas Berorientasi Masalah
Seperti halnya cooperative learning, Pembelajaran berbasis
masalah menemukan akar intelektualnya dalam hasil karya John
Dewey. Dalam Democracy and Education (1916), Dewey
mendeskripsikan pandangan tentang pendiidkan dengan sekolah
sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas akan menjadi
laboratorium untuk penyelidikan dan pengatasan masalah kehidupan
nyata. Pedagogi Dewey mendorong guru untuk melibatkan siswa di
berbagai proyek berorientasi masalah dan membantu siswa
menyelidiki masalah sosial dan intelektual penting. Dewey dan siswa-
siswanya, menganjurkan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya
purposeful (memiliki maksud yang jelas) dan tidak abstrak dan bahwa
pembelajaran yang purposeful itu dapat diselesaikan dengan sebaik-
baiknya dengan memerintahkan anak-anak dalam kelompok-kelompok
kecil untuk menangani proyek-proyek yang mereka minati dan mereka
pilih sendiri. Visi pembelajaran yang purposeful dan problem centered
(dipusatkan pada masalah) yang didukung oleh hasrat bawaan siswa
untuk mengeksplorasi situasi-situasi yang secara personal sangat
berarti.
2. Piaget, Vygotsky, dan Konstruktivisme
Dewey memberikan dasar filosofis untuk Pembelajaran berbasis
masalah. Pada abad kedua puluh, tetapi psikologilah yang banyak
memberikan dukungan teoretisnya. Para Psikologi Eropa, Jean Piaget
dan Lev Vygotsky mempunyai peran instrumental dalam
mengembangkan konsep construktivision (konstruktivisme) yang
banyak menjadi sandaran Pembelajaran berbasis masalah
kontemporer.
Perspektif kognitiv konstruktivis, yang menjadi landasan
Pembelajaran berbasis masalah, banyak meminjam pendapat Piaget
16
16
(1954-1963). Perspektif ini mengatakan, seperti yang juga dikatakan
oleh Piaget, bahwa pelajar dengan umur berapapun terlibat secara aktif
dalam proses mendapatkan informasi dan menginstruksikan
pengetahuannya sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi
menginstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa
mereka untuk mendasarkan diri pada dan memodifikasi pengetahuan
sebelumnya. Menurut Piaget, pedagogik yang baik itu.
Harus melibatkan penyodoran berbagai situasi dimana anak bisa
bereksperiman, dalam artinya yang paling luas mengujicobakan
berbagai hal untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi benda-
benda, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan
mencari jawabannya sendiri, merekonsiliasikan apa yang
ditemukannya pada suatu waktu yang lain, membandingkan
temuannya dengan temuan anak-anak lain. *Duckworth, 1991, hal. 2).
Vygotsky (1978-1994) percaya bahwa intelek berkembang ketika
individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan
ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang ditimbulkan oleh
pengalaman-pengalaman ini. Dalam usaha menemukan pemahaman
ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
sebelumnya dan mengonstruksikan makna baru. Keyakinan Vygotsky
berbeda dengan keyakinan Piaget dalam beberapa hal penting. Bila
Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang
dilalui anak terlepas dari konteks sosial atau kulturnya, Vygotsky
menekankan pentingnya aspek sosial belajar. Vygotsky percaya bahwa
interaksi sosial dengan orang lain mengacu pengonstruksian ide-ide
baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar.
Salah satu ide kunci yang berhasil dari minat Vygotsky pada aspek
sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal
development. Menurut vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat
perkembangan yang berbeda. Tingkat perkembangan aktual dan
tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual
17
17
menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya
untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memiliki
tingkat perkembangan potensial, yang oleh Vygotsky didefinisikan
sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu
dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman-
teman sebayanya yang lebih maju.
Zona yang terletak diantara tingkat perkembangan aktual dan
tingkat perkembangan potensial pelajar disebutnya sebagai zone of
proximal development. Nilai penting dari ide-ide Vygotsky adalah
belajar terjadi melalui interaksi sosial dengan guru dan teman sebaya.
Dengan tantangan dan bantuan yang tepat guru dan sebaya yang lebih
mampu, siswa maju ke zone of proximal development tempat
pembelajaran baru terjadi.
3. Bruner dan Discovery Learning
Jarome Bruner salah seorang revormis kurikulum tahun 1960an di
USA. Ia mengembangkan teori pembelajaran discovery learning yaitu
sebuah model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu
siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu,
kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan
keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal
discovery (penemuan pribadi). Tujuan pendidikan bukan hanya untuk
memperbesar dasar pengetahuan siswa tetapi juga untuk menciptakan
berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan discovery
(penemuan).
Perspektif Resnick (1987) memberikan dasar pemikiran yang kuat
untuk Pembelajaran berbasis masalah. Ia mengatakan bahwa bentuk
pengajaran ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan antara
pembelajaran sekolah formal dan kegiatan mental yang lebih praktikal,
yang terjadi di luar sekolah.
18
18
2.1.4.1. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau
permasalahan dan peserta didik melakukan berbagai kegiatan
brainstorming dan semua anggota kelompok mengungkapkan
pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga
dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat.
2. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu
yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk
artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau
bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
3. Tahap investigasi (investigation)
Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta
didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang
relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan
(2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di
kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
4. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi
dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan
berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk
mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan
kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara
peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.
Kelebihan pembelajaran berdasarkan masalah sebagai suatu model
pembelajaran adalah:
1) Solving Realistik dengan kehidupan siswa
2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa
3) Memupuk sifat inquiry siswa
4) Retensi konsep menjadi kuat
19
19
5) Memupuk kemampuan problem.
Kekurangannya adalah:
1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks
2) Sulitnya mencari problem yang relevan
3) Sering terjadi mis konsepsi
4) Memerlukan waktu yang cukup panjang.
2.1.5. Hasil Belajar
Untuk mengungkapkan dan mengukur hasil belajar harus dilakukan
evaluasi. Menurut pendapat Kirkendall (1980) evaluasi adalah proses
penentuan nilai atau manfaat dari suatu data kolektif. Stuffelbeam (1971)
menyatakan bahwa evaluasi adalah proses memperoleh, menyajikan, dan
menggambarkan informasi yang berguna untuk menilai suatu alternatif
pengambilan keputusan. Pandangan ini menunjukkan bahwa hasil kegiatan
evaluasi dipergunakan untuk pengambilan keputusan. Ebel (1986)
berpendapat bahwa evaluasi merupakan suatu kebutuhan dimana evaluasi
harus memberikan keputusan tentang informasi apa saja yang dibutuhkan,
bagaimana informasi tersebut dikumpulkan, serta bagaimana informasi
tersebut disintesiskan untuk mendukung hasil yang diharapkan. Astin (1993)
menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi agar hasilnya dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran. Ketiga komponen tersebut adalah
masukan, lingkungan sekolah dan keluarannya. Selama ini yang dievaluasi
adalah prestasi belajar peserta didik, khusunya pada ranah kognitif saja.
Ranah afektif jarang diperhatikan lembaga pendidikan, walaupun semua
menganggap hal itu penting, karena sulit mengukurnya, apalagi
mengevaluasi ketiga komponen tersebut di atas (Harun Rasyid, 2009: 3).
Menurut Arikunto (2009: 2) evaluasi adalah mengukur dan menilai.
Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat
kuatitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik buruk yang bersifat kualitatif.
Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pembelajaran, perlu
dilakukan usaha atau tindakan penilaian/evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan
20
20
yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan
menggunakan instrumen dan membandingkan hasilnya dengan tolak ukur
untuk memperoleh kesimpulan. Sudjana (1998) menjelaskan bahwa evaluasi
pada dasarnya memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan
kriteria tertentu. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku
yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman
belajarnya (Fathurrohman, 2010: 75). Dalam penelitian ini hasil belajar IPA
materi sifat-sifat cahaya menggunakan evaluasi individu.
2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Nuraini ( 2012 ) yang berjudul pengaruh penggunaan metode inkuiri
terhadap hasil belajar IPS siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Cepit Sewon
Bantul tahun ajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap hasil belajar IPS siswa kelas IV
SD Negeri Cepit Sewon Bantul tahun ajaran 2011/2012. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode
pre-experimental designs. Desain penelitian ini adalah Intact-Group
Comparison. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 51 siswa,
yang terdiri dari 25 siswa kelas IVA dan 26 siswa kelas IV B. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dokumentasi dan tes.
Teknik analisis data penelitian ini adalah teknis analisis data perhitungan
deskriptif. Analisis hasil belajar dilakukan secara kuantitatif dengan
menghitung nilai rata-rata, standar deviasi,dan range.Dari hasil penelitian ini
dapat diketahui penggunaan metode inkuiri dalam pembelajaran IPS sudah
sesuai dengan langkah-langkah penggunaannya, yang meliputi tahap
orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data,
menguji hipotesis dan merumuskan kesimpulan.
Nilai rata-rata hasil belajar post-test siswa pada kelas eksperimen adalah
80,73 lebih tinggi dari nilai rata-Rata post -Test kelompok kontrol 72,90.
Standar deviasi dan range kelompok ekperimen lebih kecil dibanding
kelompok kontrol. Standar deviasi dan range kelompok eksperimen adalah
21
21
6,7 dan 23,3, sedangkan standar deviasi dan range untuk kelompok kontrol
adalah 9,7 dan 33,4. Berdasarkan nilai rata-rata, standar deviasi, serta range
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode inkuiri mempunyai pengaruh po sitif terhadap hasil
belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Cepit Sewon Bantul tahun ajaran
2011/2012.
Putri (2014) yang berjudul penerapan model problem based learning
untuk peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas V SD 7 Klumpit
Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Masalah yang menjadi alasan
dilaksanakannya penelitian ini adalah kurangnya keterlibatan siswa dalam
pembelajaran sehingga mengakibatkan rendahnya nilai hasil belajar siswa.
Guru dalam menyampaikan materi menggunakan metode ceramah, sehingga
siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Rumusan masalah penelitian tindakan
kelas ini yaitu apakah penerapan Problem Based learning dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas V SD 7 Klumpit Kecamatan Gebog
Kabupaten Kudus Tahun pelajaran 2012/2013?
Model pembelajaran Problem Based Learning adalah model
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.
Bangun ruang merupakan sebuah bangun yang memiliki ruang yang dibatasi
oleh beberapa sisi. Jumlah dan model sisi yang membatasi bangun tersebut
menentukan nama dan bentuk bangun tersebut. Hipotesis penelitian ini adalah
Model cooperative learning tipe Problem Based Learning dapat meningkatkan
hasil belajar matematika soal cerita materi sifat-sifat bangun ruang siswa kelas
V SD 7 Klumpit Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus Tahun pelajaran
2012/2013.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Tahapan pelaksanaan PTK terdapat empat tahap
mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengamatan /observasi, dan refleksi.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi tes, observasi dan
22
22
dokumentasi. Instrumen tes penelitian ini meliputi soal tes hasil belajar,
lembar observasi dan dokumentasi. Hasil belajar siswa dapat dilihat dari
prasiklus diperoleh rata-rata 61,25 dengan persentase sebesar 40% dalam
kategori sedang. Pada siklus I diperoleh rata-rata 69,25 dengan persentase
sebesar 65% dalam kategori tinggi. Pada siklus II diperoleh rata-rata 81,75
dengan persentase mencapai 95% dalam kategori sangat tinggi sehingga hasil
belajar siswa mengalami peningkatan dari pre-test sampai dengan siklus II.
Begitu juga pada aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika
dengan menggunakan model Problem Based Learning pada siklus I pertemuan
ke 1 memperoleh persentase 46,7% kategori cukup dan pada pertemuan ke 2
memperoleh persentase 57,3% kategori masih cukup. Pada siklus II
mengalami peningkatan pertemuan ke 1 memperoleh persentase 69,4%
kategori baik dan pada pertemuan ke 2 memperoleh persentase 81,50%
kategori sangat baik. Pengelolaan kelas guru dalam pembelajaran matematika
dengan menggunakan model Problem Based Learning juga mengalami
peningkatan. Pada siklus I pertemuan ke 1 memperoleh persentase 61%
kategori baik, dan pertemuan ke 2 memperoleh persentase 69% kategori baik,
pada siklus II pertemuan ke 1 memperoleh persentase 78% kategori sangat
baik, dan pertemuan ke 2 memperoleh persentase 91% kategori sangat baik.
Disimpulkan bahwa model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi sifat-sifat bangun ruang
kelas V SDN 7 Klumpit Gebog Kudus. Penulis menyarankan bagi guru
Sekolah Dasar sebaiknya menggunakan model pembelajaran yang sesuai agar
siswa lebih mudah memahami pelajaran, lebih aktif, kreatif, dan
menyenangkan. Penulis juga menyarankan kepada peneliti yang lain
diharapkan mampu memicu berkembangnya penelitian yang lebih inovatif.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian dan pendapat di atas, dapat
peneliti simpulkan bahwa metode dan strategi pembelajaran yang sesuai dapat
meningkatkan keberhasilan belajar siwa. Dalam penelitian ini peneliti
menekankan pada penggunaan inkuiri dengan PBL untuk mengefektifkan
hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri gugus Singoprono 1.
23
23
2.3. Kerangka Berfikir
Strategi pembelajaran mempunyai kegunaan yang besar dalam proses
pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat mempermudah guru dalam
menyampaikan materi kepada siswa. Dengan strategi pembelajaran siswa
dapat aktif bertanya, mengemukakan pendapat dan menjawab pertanyaan
yang diberikan guru.
Dalam pembelajaran IPA strategi pembelajaran Inkuiri sangat
membantu siswa dalam memahami suatu materi. Masih banyak guru yang
menggunakan metode ceramah, pemberian tugas saja, sehingga siswa masih
pasif dalam pembelajaran khususnya pembelajaran IPA. Guru harus
memilih cara/strategi yang tepat agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif
dalam mengikuti pembelajaran IPA di SD.
Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi pembelajaran yang dapat
meningkatkan keefektifan hasil belajar siswa. Diantara berbagai strategi
pembelajaran, inkuiri adalah strategi pembelajaran diharapkan dapat
membantu meningkatkan keefektifan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA. Melalui kolaborasi antara peneliti dan guru kelas.
Berdasarkan hal tersebut, maka pada kondisi akhir dapat diperoleh
bahwa dengan strategi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keefektifan
hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri gugus
Singoprono 1 Secara skematis kerangka berfikir dapat digambarkan pada
gambar:
Dapat membentuk dan mengembangkan
konsep dasar kepada siswa.
Pemecahan masalah dapat meningkatkan
aktivitas pembelajaran peserta didik.
24
SPI
Pembelajaran menjadi lebih hidup serta dapat menjadikan siswa aktif.
Membantu dalam menggunakan ingatan
dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional,
yaitu guru yang menguasai kelas.
Dapat membentuk dan
Pembelajaran berbasis masalah
Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran
Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan
peserta didik serta memberikan kepuasan
untuk menentukan pengetahuan baru bagi
peserta didik.
Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana
mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata.
24
Membantu dalam menggunakan ingatan
dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan
peserta didik serta memberikan kepuasan
untuk menentukan pengetahuan baru bagi
peserta didik.
25
25
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori di atas dapat diajukan hipotesis: dugaan
yang mungkin benar atau mungkin juga salah diterima atau ditolak
tergantung pada penelitian (Sutrisno Hadi, 2002: 63). Untuk mencapai
tujuan penelitian perlu hipotesis.
Hipotesis Kerja (H1) ” ada perbedaan hasil belajar IPA antara strategi
pembelajaran Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah pada siswa
kelas V SD Negeri se-gugus Singoprono 1.”
Hipotesis Nihil (H0) ” tidak ada perbedaan hasil belajar IPA antara
strategi pembelajaran Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah pada
siswa kelas V SD Negeri se-gugus Singoprono 1.”