Upload
vuminh
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Penerimaan Daerah
Penerimaan daerah adalah uang yang ke kas daerah. Penerimaan
daerah untuk pelaksanaan otonomi daerah atau desentralisasi terdiri atas
pendapatan daerah dan pembiayaan. Penerimaan daerah menurut pasal
5 ayat (2) Undang-Undang Tahun 2004 bersumber dari pendapatan asli
daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah.
Sedangkan pembiayaan menurut pasal 5 ayat (3) undang-undang no 33
tahun 2004 bersumber dari sisa lebih perhitungan anggran, penerimaan
pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
2.1.1.1 Pendapatan Asli daerah
Menurut undang-undang nomor 33 tahun 2004, PAD adalah
pendapatan yang diperoleh, dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan perundang-undangan.Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan rumah tangganya memerlukan sumber pendapatan yang
berasal dari PAD. Tanpa adanya dana yang cukup, maka ciri pokok dari
otonomi daerah menjadi hilang. Meskipun daerah juga mendapatkan
sumber-sumber dari PAD, namun PAD mempunyai peranan yang
strategis di dalam keuangan daerah karena bagi suatu daerah sumber
8
9
pendapatan daerah merupakan tiang utama penyangga kehidupan
daerah. Oleh karena itu para ahli sering memakai PAD sebagai alat
analisis dalam menilai tingkat otonomi suatu daerah ( Hariyanto dalam
Ridho Argi 2011: 12).
Darise (2009: 48) menjelaskan bahwa Pendapatan Asli
daerah(PAD) adalah semua pemasukan atau pendapatan yang
didapatkan oleh daerah melalui pungutan yang berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan
undang-undang nomor 33 tahun 2004, pendapatan asli merupakan
sumber penerimaan daerah asli yang dikelolah di daerah tersebut untuk
digunakan sebagai modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai
pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil
ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Dalam pelaksanaan otonomi, sumber keuangan yang berasal dari
pendapatn asli daerah dianggap lebih penting dibandingkan dengan
penndapatan yang diluar Pendapatan Asli daerah. Karena Pendapatan
Asli daerah dapat digunakan sesuai dengan hasil prakarsa dan inisiatif
daerah sedangkan berbagai bentuk pemberian dari pemerintah ( non
PAD) sifatnya lebih terikat.
Pendapatan Asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Adapun kelompok
Pendapatan Asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan,
yaitu:
10
1. Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari
pungutan pajak. Menurut pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah RI
Nomor 56 tahun 2001 tentang pajak daerah, yang dimaksud dengan
pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
a) Iuran dari rakyat kepada daerah
Berarti yang berhak memungut pajak hanya pemrintah daerah,
iuran tersebut berupa uang dan tidak bisa diganti dengan barang.
b) Berdasarkan Undang-undang
Pajak dipungut dengan ketetapan undang-undang yang berlaku
serta aturan pelaksanaannya.
c) Tanpa ada imbalan secara langsung yang diterima oleh rakyat
sesuai dengan jumlah iurannya. Karena dalam pengembalian pajak
kepada rakyat dalam bentuk pembangunan yang dapat
dimanfaatkan secara umum oleh semua kalangan masyarakat.
11
d) Digunakan untuk menyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan, dalam hal ini pelayanan kepada masyarakat dan
pembangunan infrastruktur yang memadai.
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah, yang
selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Adapun dalam undang-undang ini
membedakan antara pajak yang dikelola oleh pemerintah provinsi dan
pemerintah Kabupaten.
Pajak yang dikelola pemerintah provinsi:
a) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air
b) Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan kendaraan
diatas air.
c) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, dan
d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan.
Pajak yang dikelola pemerintah daerah:
a) Pajak hotel
b) Pajak restoran
c) Pajak hiburan
12
d) Pajak reklame
e) Pajak penerangan jalan
f) Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C
g) Pajak parkir
2. Retribusi Daerah
Retribusi menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan
oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Berbeda dengan pajak pusat seperti Pajak Penghasilan dan Pajak
Pertambahan Nilai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak,
Retribusi yang dapat di sebut sebagai Pajak Daerah dikelola oleh
Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
Adapun jenis-jenis pos retribusi daerah dapat dikelompokkan
menjadi beberapa bagian sebagi berikut:
a) Retribusi Jasa Umum.
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan
Akta Catatan Sipil;
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
13
f. Retribusi Pelayanan Pasar;
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
b) Retribusi Jasa Usaha:
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
c. Retribusi Tempat Pelelangan
d. Retribusi Terminal;
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir
f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa
g. Retribusi Rumah Potong Hewan
h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;
i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
j. Retribusi Penyeberangan di Air;
k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
14
c) Retribusi Perizinan:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek;
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
3. Hasil Pengelolan Daerah yang Dipisahkan
Darise (2009: 72) mengemukakan bahwa sumber pendapatan
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah:
a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah
BUMD.
b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN
c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok usaha masyarakat.
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Jenis lain-lain Pendapatan Asli daerah yang sah menurut Darise
(2009: 73) terdiri dari beberapa item sebagai berikut:
a) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan secara tunai
atau angsuran
15
b) Hasil pemanfaatan atau pendayahgunaan kekayaan daerah yang
tidak dipisahkan
c) Jasa giro
d) Pendapatan bunga
e) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi
f) Penerimaan komisi, potongan atau bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
g) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing.
h) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
i) Pendapatan denda pajak dan retribusi
j) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan
k) Pendapatan dari pengembalian
l) Fasilitas sosial dan fasilitas umum
m) Pendapatan dari penyelengaraan pendidikan dan pelatihan
n) Pendapatan dari badan layanan umum daerah
2.1.1.2 Dana Perimbangan
Dana perimbangan merupakan dana yang berasal dari pemerintah
pusat yang dimaksudkan kepada daerah untuk membiayai
kewenangannya, mengurangi ketimpangan sumber pendanaan
pemerintahan antar daerah (Darise, 2009:43).
16
1. Dana Alokasi Umum
Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum adalah dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana
Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan
antardaerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan
kemampuan antar daerah melalui penerapan formula yang
mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.
Dana Alokasi Umum setiap daerah ditentukan berdasarkan atas
besar kecilnya celah fiscal (Fiscal Gap) suatu daerah yang merupakan
selisih antara kebutuhan daerah (Fiscal Need) dan potensi daerah (Fiscal
Capacity).Dana Alokasi Umum bagi daerah yang potensi fiskalnya besar
tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memeperoleh alokasi Dana Alokasi
Umum yang relative kecil. Sebaliknya daerah yang potensi fiskalnya kecil,
namun kebutuhan fiskalnya besar akan memeperoleh alokasi Dana
Alokasi Umum relative besar. Secara eksplisit, prinsip ini menegaskan
bahwa fungsi Dana Alokasi Umum sebagai pemerataan kapasitas fiskal.
Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan oleh
daerah.Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya
dalam APBD harus tetap dalam kerangka pencapaian tujan pemberian
otonomi kepada daerah yaitu untuk peningkatan pelayanan dan
17
kesejahteraan masyarakat semakin baik, seperti pelayanan di bidang
kesehatan dan pendidikan.
Dana Alokasi Umum menurut Bratakusumah dan Salihin (2004:
183) terdiri dari:
1. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi
Jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua daerah provinsi dan jumlah
Dana Alokasi Umum bagi semua daerah Kabupaten/kota masing-
masing ditetapkan setiap tahun dalam APBN.
2. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota
Dana Alokasi Umum ini merupakan jumlah seluruh Dana Alokasi
Umum untuk daerah provinsi dan untuk Kabupaten/Kota. Perubahan
Dana Alokasi Umumakan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan
kewenangan Pemerintah Pusat kepada Daerah dalam rangka
Desentralisasi.
Bedasarkan undang-undang Nomor 33 tahun tahun 2004
menyatakan bahwa, jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-
kurangnya 26% dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan
dalam APBN. Pendapatan dalam negeri neto adalah penerimaan negara
yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan
penerimaan negara yang dibagi hasilkan kepada daerah.
Jumlah DAU 26% merupakan jumlah DAU untuk seluruh provinsi
dan Kabupaten/kota. Proporsi DAU antar provinsi dan Kabupaten/kota
dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintah yang menjadi
18
kewenangan propinsi dan Kabupaten/kota. Dalam hal penentuan proporsi
ini belum dapat dihitung secaraa kuantitatif. Proporsi DAU antar DAU
provinsi dan Kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% dan 90%.
Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan dalam APBN setiap tahun dan
bersifat final.
Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhaan pendanaan
daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Kebutuhan
dasar umum yang dimaksud antara lain adalah penyediaan layanan
kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan
masyarakat dari kemiskinan.
Lebih lanjut Yani (2009: 144) mengemukakan bahwa Kebutuhan
pendanaan daerah untuk melaksanakn fungsi layanan dasar umum diukur
berdasaskan:
1. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk merupakan variabel yang mennggambarkan jumlah
kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap daerah
2. Luas wilayah
Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas
penyediaan sarana dan prasarana persatuan wilayah. Luas wilayah
merupakan luas wilayah daratan.
3. Indeks kemahalan konstruksi
19
Indeks kemahalan konstruksi merupakan cermin tingkat kesulitan
geografis yang dinilai berdasrkan tingkat kemahalan harga prasarana
fisik secara relatif antar daerah.
4. Produk domestic regional bruto per kapita
Produk domestic regional bruto merupakan cerminan potensi dan
aktivitas perekonomian suatu daerah yang dihitung berdasarkan total
seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah.
5. Indeks pembangunan manusia
Indeks pembangunan manusia merupakan variabel yang
mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan
dasar dibidang pendidikan dan kesehatan.
2. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK), adalah alokasi dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/Kabupaten/kota tertentu
dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi
Khusus (DAK) dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-
kegiatan khusus pada daerah tertentu yang merupakan urusan daerah
dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai
kebutuhan sarana dan prasaarana pelayanan dasar masyarakat yang
belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan
pembangunan daerah. Yani (2009: 165) menjelaskan bahwa Dana
20
Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan pemerintah
Pusat yakni melealui APBN yang dilokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kebutuhan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dalam
UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah disebutkan bahwa Dana Alokasi
Khusus merupakan bagian dari dana perimbangan.
Berdasarkan Undang-undang No. 33 tahun 2004, Dana Alokasi
Khusus dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan khusus di
daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan
prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar
tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan.
Sugianto (2007: 26) dalam bukunya menjelaskan bahwa Dana
Alokasi Khusus diprioritaskan untuk kepentingan sebagai berikut:
1. Membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah
rata-rata nasional.
2. Menunjang percepatan pembangunan saran dan prasarana di daerah
pesisisr pulau-pulau kecil, daerah perbatasan darat dengan negara
lain, daerah tertingggal/terpencil, daerah rawan banjir dan longsor,
serta daerah berkategori daerah ketahanan pangan dan daerah
pariwisata.
21
3. Mendorong penyediaan lapangan kerja, mengurangi jumlah penduduk
miskin, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
4. Menghindari tumpang tindih kegiatan yang didanai dari Dana Alokasi
Umum dengan kegiatan lain yang didanai dari anggaran
kementrian/lembaga.
5. Mengalihkan kegiatan yang didanai dengan kegiatan dana
dekonsentrasi dan tugas pembantuan, yang telah menjadi urusan
daerah secara bertahap ke DAK.
DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas
umum ke rekening kas umum daerah. Kepala daerah menyampaikan
laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan
penggunaan DAK selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
triwullan yang bersangkutan berakhir kepada Menteri Keuangan, Menteri
Teknis dan Menteri Dalam Negeri.Penyaluran DAK dapat ditunda apabila
daerah tidak menyampaikan laporan sesuai ketentuan tersebut.
3. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil (DBH) adalah adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan
angka presentase tertentu (Darise, 2009: 43). Pengaturan DBH dalam
Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 merupakan penyelarasan dengan
Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah .
22
2.1.1.3 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Lain-lain pendapatan yang sah merupakan salah satu dari
penerimaan daerah (Darise, 2009: 96). Selanjutnya masih menurut Darise
(2009: 98) Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri dari beberapa
jenis yakni:
1. Hibah
2. Dana darurat
3. Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemda lainnya
4. Dana penyesuaian dan otonomi khusus
5. Bantuan keuangan dari provinsi dan Pemda lainnya.
2.1.1.4 Pembiayaan
Pembiayaan menurut pasal 5 ayat (3) Undang-Undang nomor 33
Tahun 2004 bersumber dari:
1. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah
2. Penerimaan pinjaman daerah
3. Dana cadangan daerah
4. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pada dasarnya APBD disusun dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan daerah. Dalam hal belanja diperkirakan lebih besar
daripada pendapatan maka sumber-sumber pembiayaan untuk menutup
defisit diperoleh dari penggunaan SILPA, pinjaman daerah, dana
cadangan, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
23
2.1.2 Belanja Daerah
Belanja Daerah merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah
pada suatu daerah dalam periode anggaran, dan biasanya peride setahun
(Mardiasmo, 2004). Menurut UU No.33 tahun 2004, belanja daerah adalah
semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sinergitas dan
pemberlakuan terhadap undang Pemberlakuan undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerntah Pusat dan
Daerah, memberikan perubahan yang fundamental dalam hubungan tata
pemerintahan dan hubungan keuangan sekaligus memberikan perubahan
penting dalam pengelolaan anggaran daerah.
Pemerintah daerah merupakan salah satu pelaku utama terpenting
dalam upaya pengembangan potensi ekonomi yang ada di daerah
masing-masing. Baik pemerintah daerah Provinsi maupun pemerintah
Kabupaten/Kota untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja
daerah sendiri-sendiri sesuai kebutuhan dan potensi daerah. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan Halim (2004: 221) bahwa pemerintah
daerah diberi kebebasan untuk menentukan prioritas pembangunan
daerah selama tetap memperhatikan keseimbangan anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Belanja daerah mencakup semua pengeluaran dari rekening Kas
Umum Daerah yang dapat mengurangi ekuitas dana lancar, yang
24
merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dapat
dkelompokan dalam beberapa item diantaranya berdasarkan fungsi,
organisasi, program, kegiatan, kelompok belanja dan jenis belanja.
Darise (2009: 131) mengemukakan bahwa pengelompokan belanja
menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi
utama pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. klasifikasi belanja ini terdiri dari:
1. Klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan yang bersifat wajib dan
urusan yang bersifat pilihan yang menjadi kewenangan pemerintah
provinsi dan peerintahan Kabupaten/kota.
2. Klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan
dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
berdasarkan organisasi pemerintahan. Program adalah instrumen
kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah atau lembaga atau mesyarakat yang di koordinasikan
oleh instansi pemerintah untuk mencapai untuk mencapai sasaran dan
tujuan serta memeperoleh alokasi anggaran. Sedangkan kegiatan adalah
bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan
kerja, sebagai bagian dari pencapaian sasaran terstruktur pada suatu
program (Darise, 2009: 133).
25
Urusan wajib pemerintah adalah urusan yang yang sangat
mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar kepada
masyarakat yang wajib diselenggarakan oelh pemerintah daerah
diprioditaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan
dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan,
kesehatan,fasilitas sosial, fasilitas umum yang layak serta
mengembangankan sistem sosial. Sedangkan urusan yang bersifat pilihan
meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejateraaan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi keunggulan daerah yang bersangkutan (Darise,
2009: 131).
Klasifikasi belanja menurut organisasi pemerintah daerah seperti
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Sekretaris Daerah, Sekretaris
Dewan, Dinas, Badan, Lembaga, Teknis Daerah, Kecamatan dan
Kelurahan. Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan
dengan urusan pemerintah yang menjadi kewengan daerah berdasarkan
organisasi pemerintahan. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi
satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah/lembaga atau masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi
pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi
anggaran. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh
26
satu atau beberapa satuan kerja, sebagai bagian dari pencapaian sasaran
terukur pada sautu program (Darise, 2009: 133).
Dalam APBD, belanja dikelompokan menjadi Belanja Tidak
Langsung dan Belanja Langsung (Darise, 2009: 133). Berikut penjelasan
mengenai kelompok belanja tersebut:
1. Belanja Tidak Langsung
Belanja tidak langsung adalah belanja yang penganggarannya
tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya usulan program atau
kegiatan. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan
setiap bulan dalam satu tahun anggaran sebagai konsekuensi dari
kewajiban pemerintah daerah secara periodik kepada pegawai yang
bersifat tetap (pembayaran gaji dan tunjangan) dan/atau kewajiban
untuk pengeluaran belanja lainnya yang umumnya diperlakukan
secara periodik.
Menurut Darise (2009: 133) kelompok belanja tidak langsung
dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a) Belanja pegawai; merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk
gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya yang diberikan
kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
b) Belanja bunga; digunakan untuk pembayaran penganggaran bunga
utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan
27
perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang.
c) Belanja subsidi; digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya
produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu yang menghasilkan
produk atau jasa pelayanan umum masyarakat agar harga jual
produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat
banyak.
d) Belanja hibah; digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah
dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau
pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat perorangan
yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.
e) Belanja bantuan sosial; digunakan untuk menganggarkan
pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyrakat.
f) Belanja bagi hasil; digunakan untuk menganggarkan dana bagi
hasil yang bersumber dari pendapatan teknis kepada
Kabupaten/kota atau pendapatan Kabupaten/kota kepada
pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu
kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
g) Bantuan keuangan; digunakan untuk menganggarkan bantuan
keuangan yang bersifat umum atau khusus dari pemerintah kota
28
kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam
rangka pemerataan da/atau peningkatan kemampuan keuangan.
h) Belanja tidak terduga; merupakan belanja yang sifatnya tidak biasa
atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan becana
alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya,
termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-
tahun sebelumnya yang telah ditutup.
2. Belanja Langsung
Belanja langsung adalah belanja yang penganggarannya
dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan.
Menurut Darise (2009: 133) belanja langsung dibagi menurut jenis
belanja yang terdiri dari:
a) Belanja pegawai; digunakan untuk pengeluaran honorarium/upah
dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah.
b) Belanja barang dan jasa; digunakan untuk pengeluran
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12
bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan
kegiatan pemerintah daerah.
c) Belanja modal; digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap
berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemeriintahan, seperti dalam bentuk
29
tanah, peralatan dan mesin gedung dan bangunan, jalan, irigasi,
dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
2.1.3 Analisis Kontribusi
Kamus Ekonomi kontribusi adalah sesuatu yang diberikan
bersama-sama dengan pihak lain untuk tujuan biaya, atau kerugian
tertentu atau bersama. Sehingga kontribusi disini dapat diartikan sebagai
sumbangan yang diberikan oleh Penerimaan Daerah terhadap Besarnya
Belanja Pembangunan Daerah.
Definisi kontribusi dalam penelitian ini adalah Sumbangan atau
iuran yang diperoleh dari pendapatan asli daerah melalui Dinas
Pendapatan Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) dan dana
perimbangan melalui pemerintah pusat yang tujuannya digunakan untuk
Belanja Pembangunan Daerah Kabupaten Pohuwato.
Untuk hasil analisis kontribusi dari pendapatan asli daerah, lebih
lanjut dapat digunakan sebagai acuan untuk menetukan kemandirian
suatu daerah dan juga menjadi acuan untuk mengetahui pola hubungan
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Paul Hersey dan
Kenneth Blanchard dalam Halim (2001), mengemukakan mengenai
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan
otonomi daerah, terutama pelaksanaan undang‐undang tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu
sebagai berikut.
30
1. Pola hubungan instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan
daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah secara finansial).
2. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat
sudah mulai berkurang dan lebih banyak pada pemberian konsultasi
karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi
daerah.
3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola dimana peranan pemerintah
pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah
otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan
otonomi. Peran pemberian konsultasi beralih ke peran partisipasi
pemerintah pusat.
4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah
tidak ada lagi karena daerah telah Benar-benar mampu dan mandiri
dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah pusat siap
dan dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan
kepada pemerintah daerah.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Dalam rangka mengembangkan materi yang ada dalam penelitian
ini, maka peneliti mencantumkan beberapa penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh orang lain. Contohnya penelitian yang dilakukan oleh Gita
Dinata tahun 2013 dengan judul “Analisis kontribusi pendapatan asli
daerah terhadap belanja daerah dan pertumbuhan PAD sebelum dan
31
sesudah otonomi daerah”. Hasil penelitian ini menemukan bahwa
kontribusi PAD terhadap belanja daerah tergolong kecil.
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Indah Rahmawati tahun 2010
dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli daerah dan Dana Alokasi Umum
Terhadap Alokasi Belanja Daerah Di Jawa Tengah’. Hasil dari penelitian
ini menunjukan bahwa DAU dan PAD mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap alokasi belanja daerah. Jika dilihat lebih lanjut, tingkat
ketergantungan alokasi belanja daerah lebih dominan terhadap PAD
daripada DAU.
Penelitian yang dilakukan oleh Ridho Argi tahun 2011 dengan judul
“Analisis Belanja Daerah Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya Di
Kabupaten Dan Kota Provinsi Jawa Tengah”. Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa PAD dan dana perimbangan mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap belanja daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Nugraeni pada tahun 2011 dengan
judul penelitian “Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Prediksi Belanja Daerah
pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota di Indonesia”.Hasil penelitian
membuktikan bahwa DAU, DAK dan PAD merupakan faktor yang
signifikan untuk prediksi Anggaran Belanja Daerah Pemerintah daerah
Kabupaten/kota di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Marlina tahun 2010 dengan judul
penelitian “ Pengaruh Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Alokasi
32
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Daerah
pada Kabupaten/kota di Sumatera Barat periode 2004-2006”, hasil
penelitian menunjukkan bahwa PAD dan DAU berpangaruh terhadap
belanja daerah dan pengaruhnya positif, sedangkan DAK tidak
berpengaruh terhadap belanja daerah.
Peneliti sendiri memusatkan penelitian pada Kabupaten Pohuwato
yang merupakan Kabupaten ke-4 dalam provinsi Gorontalo artinya
provinsi masih terbilang baru sehingga banyaknya pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah agar terciptanya daerah yang
berkembang dapat dapat memeberikan pelayanan kepada masyarakat
yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat di Kabupaten tersebut.
Beberapa penelitian yang memiliki hubungan dengan penelitian ini
disajikan dalam tabel sebagai berikut:
33
Tabel 1: Kajian Penelitian Yang Relevan
No Nama Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 Gita Dinata(2013) Analisis kontribusi pendapatan asli
daerah tehadap belanja daerah dan
pertumbuhan PAD sebelum dan
sesudah otonomi daerah.
Pendapatan Asli Daerah Dan
Belanja Daerah
Disimpulkan bahwa PAD memiliki kontribusi yang
tergolong kecil terhadap belanja daerah
2 Nur Indah Rahmawati
(2010)
Pengaruh Pendapatan Asli daerah dan
Dana Alokasi Umum Terhadap Alokasi
Belanja Daerah Di Jawa Tengah
Pendapatan Asli daerah dan
Dana Alokasi Umum
Disimpulkan bahwa DAU dan PAD mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja
daerah. dap PAD daripada DAU
3 Ridho Argi (2011) Analisis Belanja Daerah Dan Faktor-
faktor Yang Mempengaruhinya Di
Kabupaten Dan Kota Provinsi Jawa
Tengah
Pendapatan Asli daerah dan
Dana Perimbangan
PAD dan dana perimbangan mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap belanja daerah
4 Nuggraeni, (2011) Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan
Asli Daerah terhadap Prediksi Belanja
Daerah pada Pemerintah Daerah
kabupaten/kota di Indonesia
Pendapatan Asli Daerah,
Dana Alokasi Umum, Dana
ALokasi Khusus dan Belanja
Daerah
Hasil penelitian membuktikan bahwa DAU, DAK
dan PAD merupakan faktor yang signifikan untuk
prediksi Anggaran Belanja Daerah Pemerintah
daerah Kabupaten/kota di Indonesia.
5 Marlina, (2008) Pengaruh Pendapatan Asli daerah
(PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap
Belanja Daerah pada Kabupaten/kota di
Sumatera Barat periode 2004-2006
Pendapatan Asli daerah,
Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus dan Belanja
Daerah
PAD dan DAU berpangaruh terhadap belanja
daerah dan pengaruhnya positif, sedangkan DAK
tidak berpengaruh terhadap belanja daerah.
34
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran atau biasa disebut kerangka konseptual
merupakan pondasi utama untuk sepenuhnya proyek penelitian yang
diajukan, hal ini merupakan jaringan hubungan antar variabel yang secara
logis ditemukan, dikembangkan dan diuji berdasarkan suatu kegiatan
pengumpulan data.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat akan
mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus, dan dana bagi hasil. Dan berdasarkan undang-
undang Nomor 33 tahun 2004 pendapatan daerah bersumber dari:
Pendapatan Asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan.
PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber
dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dana
perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN
yang terdiri atas: dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi
Khusus. Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase
tertentu.
Kabupaten Pohuwato masih masih bergantung pada dana
perimbangan melalui dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
Walaupun setiap tahun ada perkembangan PAD tetapi hal ini belum
35
mampu untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah. Sementara PAD
merupakan salah satu penerimaan daerah sendiri yang perlu untuk
ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja daerah
yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kegiatan
pembangunan yang setiap tahunnya meningkat sehingga kemandirian
otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat
dilaksanakan.
Analisis kontribusi merupakan suatu analisis untuk mengukur
kemampuan dari daerah untuk membiayai belanja untuk pembangunan
daerah. Selanjutnya dalam analisis kontribusi, khusus untuk PAD dapat
menjadi acuan kemandirian dari daerah dan mengetahui pola hubungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dari maslah ini dirumuskan
suatu kerangka pikir seperti gambar di bawah ini:
36
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
Dasar Teori
Darise (2006: 54) Pemberlakuan terhadap
undang Pemberlakuan undang-undang --
Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah dan Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara Pemerntah Pusat dan Daerah,
memberikan perubahan yang fundamental
dalam hubungan tata pemerintahan dan
hubungan keuangan sekaligus memberikan
perubahan penting dalam pengelolaan
anggaran daerah.
Penelitian Terdahulu
1. Gita Dinata (2013)
2. Nur Indah Rahmawati (2010)
3. Ridho Argi (2011)
4. Nuggraeni (2011)
5. Marlina (2010)
ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN DAERAH TERHADAP
BELANJA DAERAH DI KABUPATEN POHUWATO
Penerimaan Daerah
Belanja daerah