Upload
dinhkhanh
View
298
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Deskripsi Cemara Gunung
2.1.1 Deskripsi Umum
Cemara Gunung (Casuarina junghuniana) termasuk dalam famili
Casuarinaceae. Cemara Gunung di Indonesia dikenal dengan beberapa nama
antara lain cemara gunung, kayu angin, dan casuari. Pohon ini di Inggris dikenal
dengan nama forest oak, mountain ru, red tipped ru, she oak. Mvinje merupakan
nama yang dikenal untuk daerah Swahili, sedangkan di Thailand pohon ini
dikenal dengan nama son-pradiphat. World Agroforestry Center (WAC) 2008
menerangkan bahwa tanaman ini merupakan jenis dari Indonesia yang sudah
menyebar ke Australia, China, India, Kenya, Tanzania dan Thailand. Lembaga
Penelitian Kehutanan di Jawa memperkenalkan kayu ini ke Tanzania dan Kenya
pada tahun 1955. Tahun 1900 tanaman hibridnya dikenalkan di Thailand dan
hasil progeninya selanjutnya dikenalkan di India pada awal tahun lima puluhan.
Cemara Gunung merupakan jenis tanaman pionir dari lahan deforestasi hutan
seperti daerah miring berbatu, daerah yang tidak terganggu serta areal padang
rumput (Pinyopusarerk dan Boland, 1995). Cemara Gunung juga merupakan jenis
yang toleran terhadap musim kering, kemungkinan besar dapat bertahan pada
kondisi waterlog dan mampu mengatasi keadaan kekurangan oksigen. Pada saat
pohon Cemara Gunung tumbuh beberapa meter, pohon Cemara Gunung tersebut
tahan terhadap kebakaran. (WAC 2008).
7
Klasifikasi dari tanaman Cemara Gunung adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Sub Kelas : Hamamelidae
Ordo : Casuarinales
Famili : Casuarinaceae
Genus : Casuarina
Spesies : Casuarina junghuniana
(Hildebrand, 1951).
2.1.2 Syarat Tumbuh
Cemara Gunung dapat tumbuh pada berbagai macam tipe tanah dengan
kisaran yang luas, mulai dari tanah vulkanik sampai tanah berpasir dan liat berat.
Selain itu jenis ini juga dapat tumbuh pada daerah di bawah 100 mdpl.
Pinyopusarerk dan Boland (1995) menyatakan, bahwa tanaman ini tumbuh pada
daerah dengan ketinggian 550-3100 mdpl. Kisaran rata-rata suhu tempat
tumbuhnya berkisar antara 10°- 20°C. Rata-rata curah hujan yang sesuai yaitu
700-2000 mm/tahun. Jenis Cemara Gunung ini juga dapat bertahan pada kisaran
pH yang tinggi mulai dari 2.8 pada tanah liat asam sampai 8 pada tanah bebatuan
atau kapur (WAC 2008).
Cemara Gunung merupakan salah satu jenis tanaman fast growing (cepat
tumbuh) dan dapat mencapai tinggi maksimal 35 meter. Diameter pohon Cemara
Gunung ini antara 30-50 cm dengan diameter maksimal 65 cm, bentuk tajuk dari
8
pohon ini agak terbuka. Kayunya keras dengan warna cokelat kemerah-merahan
dan cenderung mudah terpecah. Tipe bunganya uniseksual dengan buah berbentuk
kerucut. Benih Cemara Gunung merupakan benih jenis ortodoks. Viabilitas benih
dapat terjaga sampai satu tahun pada suhu ruangan. Jumlah benih perkilogramnya
sebanyak 1-1,8 juta benih/kg. Benih berbiji satu dan bersayap, dalam
penyerbukannya pohon ini dibantu oleh angin. Pertumbuhan tunas cenderung
berhenti atau kurang selama periode pembungaan yang bertepatan dengan musim
kemarau.
2.2 Manfaat Kayu Cemara Gunung
Cemara Gunung merupakan tanaman yang dapat digunakan dalam
kegiatan reklamasi dan rehabilitasi hutan. Khususnya tanaman ini sangat cocok
untuk tanaman pionir pada daerah longsor. Selama ini penggunaan kayu cemara
gunung masih terbatas secara lokal hanya untuk bahan bakar atau sebagai sumber
energi. Kayu Cemara Gunung cocok untuk produksi kayu bakar dan kayu arang.
Pada kondisi berat jenis dari kayu tersebut 900-1000 kg/m3 dan kerapatan
dari kayu arang adalah 650 kg/m3. Energi yang dihasilkan dari kayu arang sebesar
34.500 kJ/kg. Nilai tersebut merupakan nilai energi tertinggi bila dibandingkan
dengan jenis kayu bakar lainnya. Kayu Cemara Gunung ini di Thailand populer
digunakan untuk sumber konstruksi penyangga dan untuk penjerat ikan serta
galah atau tiang. Selain itu dapat digunakan untuk campuran kayu dipterocarpus
untuk membuat hardboard. Fungsi lain dari tanaman ini yaitu sebagai tanaman
peneduh dan tanaman pembatas karena sesuai dengan fungsinya sebagai tanaman
9
penahan angin. Tanaman Cemara Gunung terkadang juga digunakan untuk
tanaman hias (WAC 2008).
2.3 Sifat fisik
Sifat fisik adalah karakteristik kuantitatif dan ketahanan dari pengaruh
lingkungan. Sifat fisik yang penting diperhatikan dari kayu diantaranya adalah
kadar air, berat jenis, dan kerapatan (Bowyer et al. 2003).
2.3.1 Kadar air
Menurut Bowyer 2003, kadar air didefinisikan sebagai persentase air
yang terkandung dalam kayu. Kadar air dinyatakan dalam persen terhadap berat
kering oven. Kadar air sangat dipengaruhi oleh sifat higroskopis kayu. Air dalam
kayu terdiri dari air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersamaan
menentukan kadar air kayu. Kayu dengan kadar air yang besar umumnya
mempunyai berat jenis lebih rendah, sehingga kekuatan atau kualitas kayunya
juga tidak baik (Kasmudjo, 2010). Pada kayu basah yang baru ditebang, kadar air
dapat mencapai 40% hingga 200%. Kasim et al. 2003 menyebutkan kadar air
berhubungan dengan proporsi kayu gubal dan kayu juvenil. Sel-sel kayu gubal
mempunyai fungsi fisiologis yaitu menyalurkan air dan unsur hara dari akar ke
daun untuk proses fotosintesis sehingga banyak mengandung air. Sementara itu
kayu juvenil adalah kayu yang terbentuk saat awal pertumbuhan dimana proses
pembelahan selnya masih sangat aktif. Menurut Tsoumis (1991) bahwa besarnya
titik jenuh serat berkisar antara 20%-40%. Dalam satu jenis pohon, kadar air
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon. Kadar air kayu akan
10
berubah sesuai dengan kondisi iklim tempat dimana kayu berada akibat dari
perubahan suhu dan kelembaban udara (Bowyer et al. 2003).
2.3.2 Kerapatan
Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat persatuan volume yang
dinyatakan dalam pon per kaki kubik atau kilogram per meter kubik (Bowyer et
al. 2003). Menurut Tsoumis (1991), kerapatan bervariasi pada arah vertikal
maupun horizontal. Pada bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah, hal ini diakibatkan faktor mekanis dan faktor biologis.
Pada arah horizontal, kerapatan dipengaruhi oleh umur. Kayu yang umurnya lebih
muda memiliki kerapatan lebih rendah. Kerapatan mempengaruhi sifat-sifat
higroskopisitas, penyusutan dan pengembangan dan lainya.
2.3.3 Permeabilitas
Permeabilitas kayu adalah ukuran kemudahan atau kemampuan kayu
dialiri cairan seperti melalui bagian dalamnya dibawah perbedaan tekanan statis
atau dinamis yang dipengaruhi oleh nilai absorbsi dan retensi apabila
menggunakan bahan pelarut (Tanaka et al. 2010). Absorbsi didefinisikan sebagai
jumlah cairan yang meresap ke dalam kayu segera sesudah proses perendaman
selesai, dinyatakan dalam berat per satuan volume kayu (Rahayu, 2008).
2.4 Keawetan Kayu
Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme
biologis perusak kayu seperti serangga, jamur dan binatang laut. Untuk
menyatakan daya tahannya, keawetan kayu dinyatakan dalam peringkat (kelas).
Indonesia dikenal lima kelas awet, yaitu kelas awet I yang sangat awet hingga
11
kelas awet V yang sangat tidak awet (Martawijaya, 2001). Kayu yang berasal dari
hutan tanaman merupakan jenis dari kelompok pohon cepat tumbuh sehingga
memiliki keawetan dan stabilitas dimensi yang rendah (Balfas dan Sumarni,
1995). Keawetan alami kayu ditentukan oleh zat ekstraktif yang bersifat racun
terhadap organisme perusak. Setiap jenis kayu mempunyai zat ekstraktif yang
berbeda (Batubara, 2006).
Menurut Tim ELSSPAT (1997), umur pohon memiliki hubungan yang
positif dengan keawetan kayu. Pohon yang ditebang pada umur tua memiliki
keawetan yang lebih baik dibandingkan pohon yang ditebang ketika muda, karena
semakin tua umur pohon, zat ekstraktif yang dibentuk semakin banyak. Menurut
(Djarwanto dan Abdurrahim 2000), membagi kayu dalam lima kelas keawetan di
Indonesia berdasarkan usia pakai kayu pada berbagai kondisi tempat pemakaian,
tanpa menyebutkan secara spesifik jenis organisme yang menyebabkan kerusakan
kayu. Batubara (2006) menyatakan bahwa keawetan kayu terhadap berbagai
organisme perusak dipengaruhi oleh sifat fisik kayu, jenis organisme yang
menyerang dan kondisi lingkungan yang mendukung kelangsungan hidup
organisme perusak.
Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah
terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi
organisme yang bersangkutan. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan
bermacam-macam faktor perusak kayu. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian
terasnya, sedangkan untuk bagian gubal dari kurang diperhatikan. Kayu yang
keterawetan alami rendah mudah diserang oleh organisme perusak kayu. Dimana
12
keterawetan kayu diartikan sebagai daya tahan kayu terhadap serangan faktor
perusak kayu dari golongan biologis. Faktor biologis dianggap yang paling
dominan menimbulkan kerusakan kayu. Salah satu faktor biologis perusak kayu
yaitu serangga perusak kayu.
Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu dalam
konstruksi. Kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak berarti bila
keawetannya rendah. Martawijaya (2001) menyatakan bahwa salah satu faktor
penting dalam menentukan keunggulan kayu adalah sifat keawetannya. Keawetan
kayu memliki hubungan antara sifat keawetan dengan umur kayu tersebut, jika
umur kayu semakin meningkat maka kandungan keawetan pada kayu tersebut
juga meningkat.
Tsuomis (1991) menyatakan bahwa keawetan kayu secara alami
ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap
organisme perusak kayu. Keawetan kayu bervariasi antara spesies tetapi juga
didalam pohon yang sama, terutaa terletk diantara kayu guba dan kayu teras.
Faktor yang menyebabkan keawetan alami kayu adalah adanya zat ekstraktif
yang bersifat racun yang terdapat didalam kayu teras yang terbentuk selama
proses pembentukan kayu teras tersebut. Keawetan kayu dipengaruhi oleh faktor
utama yaitu faktor karakteristik kayu dan lingkungan. Faktor karakteristik kayu
yaitu kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang (gubal
dan teras), dan kecepatan tumbuh. Faktor lingkungan yaitu: tempat dimana kayu
dipakai, jenis organisme penyerang, keadaan suhu, kelembaban udara dan lainnya.
13
2.5 Organisme Perusak Kayu
2.5.1 Rayap
Rayap adalah serangga perusak kayu yang paling dikenal. Rayap termasuk
jenis serangga dengan ukuran yang sangat kecil, yaitu sekitar 3 mm. Rayap
termasuk binatang purba karena sudah ada sejak 200 juta tahun silam. Ada tiga
jenis rayap yaitu rayap kayu kering, rayap pohon dan rayap tanah (Lensufiie
2008).
Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang
disebut koloni. Rayap tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila
tidak ada dalam koloninya. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan
adanya spesialisasi (kasta), masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran
yang berbeda dalam kehidupannya. Setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang
memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing, yaitu:
kasta prajurit, kasta pekerja atau pekerja palsu dan kasta reproduktif (Nandika et
al. 2003). Rayap mengalami metarmoforsis tidak sempurna, siklus hidup rayap
melalui tiga tahap yaitu, Telur – Nimfa – Dewasa (Imago) karena tanpa
melewati pupa atau pembentukan kepompong
Gambar 2.1. Siklus hidup rayap tanah
14
a. Kasta Prajurit
Kasta prajurit dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya
yang besar dan mengalami penebalan yang nyata. Karakter seksual pada
kasta prajurit dari beberapa jenis rayap hampir tidak tampak. Secara
genetik kasta prajurit dapat berkelamin jantan atau betina. Peranan kasta
prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya
semut dan vertebrata predator. Kasta prajurit mampu menyerang
musuhnya dengan menusuk, mengiris dan menjempit. Beberapa kasta
prajurit dari golongan rayap terentu menyerang musuhnya dengan cairan
sekresi kelenjar frontal atau kelenjar saliva (Nandika et al. 2003).
b. Kasta Pekerja
Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam
koloni rayap. Tidak kurang dari 80-90% populasi dalam koloni rayap
merupakan individu-individu kasta pekerja. Kasta pekerja umumnya
berwarna pucat dengan kutikula hanya sedikit mengalami penebalan
sehingga tampak menyerupai nimfa. Seperti halnya pada kasta prajurit,
karakter seksual pada rayap kasta pekerja sulit untuk ditentukan dengan
jelas, kecuali pada beberapa jenis rayap tingkat tinggi terutama anggota
dari sub-famili Macrotermitinae. Walaupun kasta pekerja tidak terlibat
dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir
semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta pekerja bekerja terus
tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda, serta memindahkannya
pada saat terancam ke tempat yang lebih aman. Kasta pekerja bertugas
15
memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan,
menumbuhkan jamur dan memeliharanya. Kasta pekerja juga membuat
serambi serang dan liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk
sarang dan membangun termitarium. Rayap inilah yang sering
menghancurkan tanaman, kayu, mebel, dan bahan berselulosa lainnya.
Bahkan kadang-kadang mereka memakan rayap lain yang lemah sehingga
hanya individu-individu yang kuat saja yang dipertahankan. Semua ini
merupakan mekanisme pengaturan keseimbangan kehidupan didalam
koloni rayap (Nandika et al. 2003).
c. Rayap Reproduktif
Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu,
betina (ratu) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya
membuahi betina. Kasta ini dibedakan menjadi reproduktif primer dan
kasta reproduktif suplementer atau neoten (Nandika et al. 2003).
2.5.2 Rayap Tanah
Rayap tanah (Macrotermes gilvus) merupakan rayap yang masuk kedalam
kayu melalui tanah atau lorong-lorong pelindung yang dibangunnya. Tempat
hidupnya memerlukan kelembaban tertentu secara tetap. Untuk mendapatkan
persediaan air, rayap ini selalu berhubungan dengan tanah, sarangnya pun didalam
tanah. Kepala rayap tanah berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning
pucat. Antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya.
Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antar sebelah
dalam dari mandibel sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2.46–2.66
16
mm, panjang kepala tanpa mandibel 1.56–1.68 mm. Lebar kepala 1.40–1.44 mm
dengan lebar pronotum 1.00–1.03 mm panjangnya 0,56 mm. Panjang badan 5.5–6.0
mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri. Abdomen
berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika et al 2003).
Menurut Tarumingkeng (2001) rayap tanah merupakan serangga sosial
yang hanya dapat hidup jika berada dalam koloninya. Rayap tanah hidup
dikoloninya, karena didalam koloninya terdapat bahan-bahan dan proses-proses
yang dapat menjamin kelanjutan hidupnya. Rayap tanah untuk mencapai
makannanya (bangunan atau kayu) yaitu dengan menambah panjang
terowongan-terowongan kembara (jalur-jalur sempit yang berasal dari pusat
sarang ke arah kembara di mana makanan berada, yang hanya dilalui sekitar 3-4
ekor rayap). Terowongan kembara ini ditutup dengan tanah sehingga pada
galibnya tiang-tiang kembara merupakan bagian dari sarang koloninya. Adanya
liang tertutup ini maka praktis seluruh ruangan dari sarang rayap termasuk liang-
liang kembara merupakan lingkungan yang sangat lembab yang menjamin
kehidupan rayap tanah.
Rayap tanah sangat ganas dan dapat penyerang obyek-obyek berjarak sampai
200 meter dari sarangnya. Rayap ini untuk mencapai kayu sasarannya mereka
bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim
yang dikeluarkannya. Jenis rayap ini biasanya menyerang kayu yang berhubungan
dengan tanah, misalnya bantalan rel kereta api atau tiang listrik. Sebagaimana
negara negara tropika lainnya, Indonesia rayap dikenal sebagai serannga perusak
kayu dan bangunan gedung yang paling penting. Bahkan kerugian ekonomis yang
17
terjadi akibat serangan pada bangunan gedung terus meningat dari tahun ketahun
(Tarumingkeng, 2001).
Rayap di Indonesia telah ditemukan lebih dari 200 jenis rayap lima jenis
diantaranya tercacat sebagai perusak diantaranya yaitu Coptotermes curvignathus,
Schedorhinotermes javanicus, Macrotermes gilvus, Microtermes inspiratus, dan
Cryptotermes cynocephalus. Kemampuan merusak serangga tersebut erat
dengan karakteristik populasinya yaitu hidup dalam satu koloni dengan jumlah
anggota yang banyak dan memiliki wilayah jelajah yang tinggi. Karakteristik
populasi tersebut menyebabkan upaya pengendalian rayap relatif sukar
dilakukan. Dalam perkembangan hidupnya, rayap mengalami metamorfosis
tidak sempurna, dengan tiga tahapan umum perkembangan, yaitu telur, pra-
dewasa dan dewasa.
Faktor lingkungan yang turut mempengaruhi perkembangan populasi,
faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama
lain. Kelembaban dan suhu merupakan faktor yang kuat yang secara bersama-
sama lain. mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan kondisi lingkungan akan
menyebabkan perubahan perilaku rayap serta kondisi habitat di sarang rayap