of 18 /18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diri 2.1.2 Pengertian Konsep Diri Konsep diri didefenisikan Pastorino dan Doyle (2013) sebagai persepsi atau citra kita tentang kemampuan dan keunikan kita. Konsep diri ini awalnya bersifat sangat umum dan dapat berubah, namun seiring bertambahnya usia, konsep diri menjadi jauh lebih terorganisir, rinci, dan spesifik. Sedangkan Weiten, et al.(2012) mendefenisikan konsep diri sebagai kumpulan keyakinan tentang diri sendiri, kualitas yang unik dan perilaku yang khas. Konsep diri kita adalah gambaran mental kita sendiri. Crisp & Turner (2007) mendefenisikan konsep diri sebagai The individual self consists of attributes and personality traits that differentiate us from other individuals. The relational self is defined by our relationships with significant others. Finally, the colletive self reflects our membership in social groups”. Dengan kata lain konsep diri dapat diterangkan sebagai diri yang terdiri dari atribut dan sifat-sifat kepribadian yang membedakan seseorang dari orang lain. Kemudian hubungan diri di defenisikan oleh hubungan dengan orang lain yang signifikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diri 2.1.2 Pengertian ... · Konsep diri para lansia lebih cenderung ke konsep diri positif dibandingkan konsep diri yang negatif. Hal ini menunjukan

  • Author
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diri 2.1.2 Pengertian ... · Konsep diri para lansia lebih...

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Konsep Diri

    2.1.2 Pengertian Konsep Diri

    Konsep diri didefenisikan Pastorino dan Doyle (2013)

    sebagai persepsi atau citra kita tentang kemampuan dan

    keunikan kita. Konsep diri ini awalnya bersifat sangat umum dan

    dapat berubah, namun seiring bertambahnya usia, konsep diri

    menjadi jauh lebih terorganisir, rinci, dan spesifik.

    Sedangkan Weiten, et al.(2012) mendefenisikan konsep diri

    sebagai kumpulan keyakinan tentang diri sendiri, kualitas yang

    unik dan perilaku yang khas. Konsep diri kita adalah gambaran

    mental kita sendiri.

    Crisp & Turner (2007) mendefenisikan konsep diri sebagai

    “The individual self consists of attributes and personality traits that differentiate us from other individuals. The relational self is defined by our relationships with significant others. Finally, the colletive self reflects our membership in social groups”.

    Dengan kata lain konsep diri dapat diterangkan sebagai diri yang

    terdiri dari atribut dan sifat-sifat kepribadian yang membedakan

    seseorang dari orang lain. Kemudian hubungan diri di defenisikan

    oleh hubungan dengan orang lain yang signifikan.

  • White, et al.(2011) menjelaskan bahwa konsep diri adalah

    persepsi seseorang terhadap diri sendiri, termasuk harga diri,

    citra tubuh, dan diri ideal. Konsep diri seseorang sering

    didefinisikan oleh deskripsi diri seperti "Saya seorang ibu,

    perawat, dan relawan". Self-deskriptif pernyataan seperti ini

    membantu perawat mendapatkan wawasan persepsi diri klien.

    Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

    konsep diri adalah gambaran, keyakinan, pandangan, atau

    penilain seseorang terhadap keadaan diri baik secara fisik, psikis,

    dan sosial yang merupakan gabungan dari keyakinan yang

    dimiliki orang tentang dirinya yang mencakup citra fisik,

    karakteristik, pribadi, motivasi, kelemahan, dan kelebihan serta

    kemampuan yang lainnya.

    2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

    Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir,

    melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman

    individu dalam berhubungan dengan individu lain. Dalam interaksi

    ini setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang

    diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk

    melihat dan memandang dirinya sendiri. Konsep diri berasal dan

    berakar pada pengalaman masa kanak-kanak dan berkembang,

    terutama sebagai akibat dari hubungan kita dengan orang lain.

  • Dalam pengalaman hubungan kita dengan orang lain dan

    bagaimana orang lain memperlakukan kita, kita menangkap

    pantulan tentang diri kita, dan membentuk gagasan dalam diri kita

    seperti apakah kita ini sebagai pribadi.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli

    dikemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep diri di

    antaranya adalah :

    a. Usia

    Konsep diri para lansia lebih cenderung ke konsep diri

    positif dibandingkan konsep diri yang negatif. Hal ini

    menunjukan perubahan ke arah yang lebih positif seiring

    berjalannya usia (Zulfikri, 2010).

    b. Lingkungan Sekolah

    Tabbah (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan

    bahwa lingkungan sekolah sangat berperan penting untuk

    perkembangan psikologi siswa, karena disekolah

    terdapat persaingan dalam satu kelas maupun di sekolah

    secara keseluruhan. Ada kompetisi dalam studi, seni,

    olahraga dan lain-lain. Semua kompetisi menghasilkan

    pemenang. Siswa yang sering menang tentu saja lebih

    mudah dalam mengembangkan konsep diri yang positif.

    Jika siswa tidak merasa aman di lingkungan sekolah

    maka konsep diri mereka akan terganggu.

  • c. Masa remaja serta peran seksual sebagai sumber

    perkembangan konsep diri. Wilde (2008) dalam penelitian

    menjelaskan bahwa keadaan fisik pada masa remaja

    perempuan merupakan sumber pembentukan identitas

    diri dan konsep diri, perkembangan kepribadian dan

    pembentukan identitas merupakan perpaduan komponen

    psikologis dan sosiologis.

    d. Intelegensi

    Syaiful (2008) intelegensi mempengaruhi penyesuaian

    diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan

    dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intelegensinya

    semakin baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu

    bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain

    dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan

    meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya.

    e. Citra tubuh

    Fernandez, et al.(2008) mengemukakan bahwa penilaian

    yang positif terhadap keadaan fisik seseorang, baik dari

    diri sendiri maupun dari orang lain, sangat membantu

    dalam perkembangan konsep diri ke arah yang positif.

    Rasa puas yang ada merupakan awal dari sikap positif

    terhadap diri sendiri.

  • Berdasarkan uraian diatas, maka faktor-faktor yang

    mempengaruhi konsep diri adalah usia, lingkungan sekolah,

    masa remaja, intelegensi, dan citra tubuh.

    2.1.3 Komponen-komponen Konsep Diri

    Komponen konsep diri oleh Warren (1996) menyebutkan

    komponen dari konsep diri yaitu :

    a. Konsep diri fisik

    Konsep diri yang memberikan pandangan seseorang

    mengenai dirinya sendiri, baik dalam kesehatan,

    penampilan diri, ketrampilan fisik, dan seksualitas.

    b. Konsep diri moral

    Penilaian atau pandangan individu terhadap perilaku

    yang bersumber dari prinsip-prinsip yang bertujuan untuk

    memberinya arti dan arah bagi kehidupannya di masa

    mendatang. Penilaian tersebut berhubungan dengan

    pertimbangan dari suatu tindakan serta larangan yang

    membicarakan mengenai penilaian benar atau salah dan

    bagaimana seseorang berpikir untuk mengambil suatu

    keputusan secara baik dan benar.

  • c. Konsep diri Personal

    Penilaian atau pandangan,pikiran perasaan serta sikap

    individu terhadap dirinya sendiri. Individu yang memiliki

    konsep diri positif biasanya akan memandang dirinya

    sebagai individu yang lebih optimis, penuh harapan, tidak

    mudah tersinggung. Sebaliknya, individu yang memiliki

    konsep diri negatif biasanya akan memandang dirinya

    sebagai individu yang pesimis, tidak punya harapan,

    mudah cemas, mudah marah, dan mudah tersinggung.

    d. Konsep diri keluarga

    Konsep diri keluarga memberikan dampak bagaimana

    individu melihat diri mereka dalam berhubungan dengan

    keluarga dan rekan dekat.

    e. Konsep diri sosial

    Pandangan individu terhadap peranan sosial yang

    dimainkan oleh individu itu sendiri dalam hubungannya

    dengan lingkungan sosial dan diri sendiri. Konsep diri

    sosial erat kaitannya dengan kemampuan individu untuk

    berinteraksi dengan dunia di luar dirinya, selain itu dirinya

    juga memiliki kemampuan untuk menghargai setiap

    perasaan orang lain yang berada di lingkungan sekitar

    dengan selalu memperhatikan kepentingan orang lain

    dan suka terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial.

  • f. Konsep diri Akedemik/kerja

    Pandangan individu dalam lingkungan kerja.

    Berdasarkan uraian tentang konsep diri, maka yang menjadi

    acuan dalam penulisan skripsi adalah komponen-komponen

    konsep diri yang dikemukakan oleh Warren, yaitu Konsep diri

    fisik, moral, personal, sosial, keluarga, dan akademik/ kerja.

    2.2 Diabetes Melitus

    Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah suatu

    kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

    peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin,

    baik absolut maupun relatif. Absolut artinya pankreas sama sekali

    tidak bisa menghasilkan insulin sehingga harus mendapatkan

    insulin dari luar (melalui suntikan) dan relatif artinya pankreas

    masih bisa menghasilkan insulin yang kadarnya berbeda pada

    setiap orang. (Perkeni, 2002)

    Diabetes Melitus terbagi atas 2 tipe yaitu Diabetes Melitus

    tipe 1 yang disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus

    (IDDM). Pada diabetes jenis ini pankreas tidak dapat

    memproduksi insulin sama sekali, sehingga penderita harus

    menerima insulin dari luar dengan cara disuntik, kemudian

    Diabetes Melitus Tipe II yang diakibatkan oleh penurunan

  • sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat

    penurunan jumplah pembentukan insulin. (Brunner & Suddarth,

    2000)

    2.2.1 Diabetes Melitus Tipe II

    Dalam DM Tipe II, pankreas dapat menghasilkan cukup

    jumlah insulin untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh

    tidak mampu untuk memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu,

    penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat

    (Adhi, 2011). Diabetes Melitus sebelumnya dikatakan diabetes

    tidak tergantung insulin atau diabetes pada orang dewasa. Ini

    adalah istilah yang digunakan untuk individu yang relatif terkena

    diabetes (bukan yang absolut) defesiensi insulin. Orang dengan

    jenis ini biasanya resisten terhadap insulin. Ini adalah diabetes

    sering tidak terdiagnosis dalam jangka waktu yang lama karena

    hiperglikemia ini sering tidak berat cukup untuk memprovokasi

    gejala nyata dari diabetes. Namun demikian, pasien tersebut

    adalah adalah resiko penigkatan pengembangan komplikasi

    macrovascular dan mikrovaskular (WHO, 1999). Faktor yang

    diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan

    hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan

    genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan, faktor

    makanan (Tjeyan, 2007)

  • 2.2.2 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II

    Pada DM tipe II, sekresi insulin di fase 1 atau early peak

    yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu

    insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan

    dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa

    darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin

    dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan

    insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan

    sekresi insulin sebagaimana pada orang normal.

    Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin

    pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun

    menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat. Secara

    berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan

    insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe II,

    dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan

    hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 dimana tidak

    terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian

    menunjukan adanya hubungan antara kadar glukosa puasa

    dengan kadar insulin puasa.

    Pada kadar glukosa puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa

    meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa

  • melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat

    lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta

    menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin

    puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan

    insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya

    glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa

    hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada

    puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta

    diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain

    menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan

    bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik

    glukosa (glucose toxicity) (Schtingart, 2005 dikutip oleh

    Indraswari, 2010).

    Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja

    insulin tetap dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian

    orang lain sudah terjadi resistensi insulin dalam beberapa

    tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respon

    metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal,

    sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah

    terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom yang

    heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan

    penting pada perkembangannya. Selain resistensi insulin

    berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut,

  • sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak

    gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan

    mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan

    perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin

    (Indraswari, 2010).

    2.2.3 Etiologi Diabetes Melitus Tipe II

    Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan

    sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.

    Pada pasien-pasien dengan non-insulin dependent diabetes

    mellitus (NIDDM) atau diabetes melitus tak tergantung insulin

    penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. NIDDM ditandai

    dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam

    kerja insulin.

    Pada awalnya kelihatan terhadap resistensi dari sel-sel

    sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat

    dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,

    kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan transport

    glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan

    NIDDM terhadap kelainan dalam pengikatan insulin dengan

    reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat

    reseptor yang responsive insulin pada membran sel. Akibatnya,

  • terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor

    insulin dengan sistem transport glukosa.

    Kadar glukosa normal dapar dipertahankan dalam waktu

    yang cukup lama dengan meningkatkan sekreasi insilum,tetapi

    pada akhirnya sekreasi insulin menurun, dan jumlah insulin yang

    beredar tidak lagi menandai untuk mempertahankan euglikemia.

    Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami obesitas. Karena

    obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan

    besar gangguan toleransi glukosa dan Diabetes Melitus yang

    pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM merupakan

    akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat badan seringkali

    dikaitan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan

    pemilihan toleransi glukosa (Rakhmadany, 2010).

    2.2.4 Gambaran Klinis

    Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapatkan

    perhatian ialah (Agustina, 2009):

    ` a. Keluhan Klasik

    1). Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu

    yang relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal

    ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk

    ke dalam sel, sehingga kekurangan bahan bakar untuk

  • menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup,

    sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu

    sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan

    jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

    2). Banyak kencing karena sifatnya, kadar glukosa darah

    yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing

    yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat

    menggangu penderita, terutama pada waktu malam hari.

    3). Banyak minum rasa haus sering dialami oleh penderita

    karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing.

    Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab

    rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang

    berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita

    minum banyak.

    4). Banyak makan, kalori dari makanan yang dimakan,

    setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam darah

    tidak seluruhnya dapat dimanfaaatkan, penderita selalu

    merasa lapar.

  • b. Keluhan lain :

    1). Gangguan saraf tepi/ kesemutan, Penderita mengeluh

    rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu

    malam, sehingga menganggu tidur. Gangguan

    Ppenglihatan pada fase awal penyakit Diabetes sering

    dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong

    penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali

    agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

    2). Gatal/Bisul, kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi

    di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti

    ketiak dan di bawah payudara. Sering pula di keluhkan

    timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini

    dapat timbul akibat hal yang sepele seperti lupa lecet

    karena sepatu atau tertusuk peniti.

    3) Gangguan ereksi, Gangguan ereksi ini menjadi masalah

    tersembunyi karena sering tidak secara terus

    terangdikemukakan penderitnya. Terkait dengan budaya

    masyarakat yang masih tabu membicarakan masalah

    seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan

    seseorang.

  • 4). Keputihan, Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan

    keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang

    merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

    2.2.5 Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe II

    Adapun Faktor resikonya yaitu (Rakhmadany, 2010):

    a) Kelainan Genetik

    Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga

    yang mengidap Diabetes Melitus, karena kelainan

    gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat

    menghasilkan insulin dengan baik.

    b) Usia

    Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis

    yang secara drastis menurun dengan cepat setelah

    usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah

    seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama

    setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat

    badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi

    terhadap insulin.

  • c) Stres

    Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari

    makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi

    untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin

    ini memiliki efek penenang sementara untuk

    meredakan stres, tetapi gula dan lemak itulah yang

    berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena

    Diabetes Melitus.

    d) Pola Makan yang Salah

    Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya

    meningkatkan resiko terkena Diabetes Melitus.

    Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas,

    sedangkan berat badan lebih (obesitas)

    mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi

    insulin).

    e) Minimnya Aktivitas Fisik

    Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan

    dan mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa

    dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai profesi

    atau pekerjaan. Sedangkan faktor resiko penderita

    DM adalah mereka yang memiliki aktivitas minim,

    sehingga pengeluaran tenanga dan energi hanya

    sedikit.

  • f) Obesitas

    80% dari penderita NIDDM adalah Obesitas/gemuk.

    g) Merokok

    Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis

    25 kajian yang menyelidiki hubungan antara merokok

    dan diabetes yang disiarkan antara 1992 dan 2006,

    dengan sebanyak 1,2 juta peserta di telusuri selama

    30 tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih

    tinggi bagi perokok berat. Mereka yang

    menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari

    memiliki resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi

    dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

    Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan

    terhadap insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti

    merokok dapat mencampuri cara tubuh

    memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap

    insulin biasanya mengawali terbentuknya Diabetes

    Melitus Tipe II.

    h) Hipertensi

    Pada orang dengan Diabetes Melitus, hipertensi

    berhubungan dengan resistensi insulin dan

    abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan

    konsekuensi metabolik yang meningktakan

  • morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan

    dengan peningkatan Diabetes Melitus pada kelainan

    fungsi tubuh/disfungsi endotial. Sel endotial

    mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang

    mengatur struktur fungsi pembuluh darah