140
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Hukum Setiap manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri- sendiri dan dalam pergaulan hidupnya mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk memperoleh keperluan hidupnya. Akan tetapi seringkali kepentingan- kepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama. Dalam hal ini orang atau golongan kuat menindas orang atau golongan yang lemah untuk menekan kehendaknya (C.S.T. Kansil, 1989: 33). Apabila ketidak-seimbangan hubungan masyarakat meningkat menjadi perselisihan itu dibiarkan, maka mungkin akan timbul perpecahan dalam masyarakat, oleh karena itu dalam masyarakat yang teratur manusia/anggota masyarakat itu harus memperhatikan kaedah-kaedah, norma-norma ataupun peraturan-peraturan hidup tertentu yang ada dan hidup dalam masyarakat dimana ia hidup. Peraturan hidup kemasyarakatan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata-tertib dalam masyarakat dinamakan peraturan hukum atau kaedah hukum (C.S.T. Kansil, 1989: 33). PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1 ...repository.ump.ac.id/1548/3/MUSLIYADI PRAYITNO - BAB II.pdf · A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Hukum Setiap manusia mempunyai

Embed Size (px)

Citation preview

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum

1. Pengertian Hukum

Setiap manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-

sendiri dan dalam pergaulan hidupnya mengadakan hubungan satu sama

lain, mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

memperoleh keperluan hidupnya. Akan tetapi seringkali kepentingan-

kepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan sehingga

dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup

bersama. Dalam hal ini orang atau golongan kuat menindas orang

atau golongan yang lemah untuk menekan kehendaknya (C.S.T. Kansil,

1989: 33).

Apabila ketidak-seimbangan hubungan masyarakat meningkat

menjadi perselisihan itu dibiarkan, maka mungkin akan timbul perpecahan

dalam masyarakat, oleh karena itu dalam masyarakat yang teratur

manusia/anggota masyarakat itu harus memperhatikan kaedah-kaedah,

norma-norma ataupun peraturan-peraturan hidup tertentu yang ada dan

hidup dalam masyarakat dimana ia hidup. Peraturan hidup kemasyarakatan

yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata-tertib dalam

masyarakat dinamakan peraturan hukum atau kaedah hukum (C.S.T.

Kansil, 1989: 33).

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

11

C.S.T. Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum dan Tata

Hukum Indonesia (1989: 38) memberikan beberapa pengertian hukum

menurut sarjana, yaitu:

a. Utrecht dalam bukunya yang berjudul Pengantar Dalam Hukum

Indonesia menyatakan bahwa hukum adalah himpunan peraturan-

peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus

tata-tertib suatu masarakat dan karena itu harus ditaati oleh

masyarakat.

b. S.M. Amin dalam bukunya yang berjudul Bertamsya ke Alam Hukum

menyatakan bahwa hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-

peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi.

c. Tirtaatmidjaja dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum

Perniagaan menjelaskan bahwa hukum adalah semua aturan (norma)

yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam

pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika

melanggar aturan-aturan itu.

Surojo Wignojodipuro (1974: 11) mengemukakan bahwa hukum

mempunyai peranan dalam mengatur hubungan antara sesama warga

masyarakat yang satu dengan yang lain. Hubungan tersebut harus

dilakukan menurut norma atau kaidah yang berlaku. Adanya kaidah

hukum itu bertujuan untuk mengusahakan kepentingan-kepentingan yang

terdapat dalam masyarakat sehingga dihindarkan kekacauan dalam

masyarakat. Berdasarkan pengertian hukum yang berfungsi sebagai

perlindungan kepentingan manusia dimana jika kepentingan manusia

terlindungi, maka hukum harus dilaksanakan secara normal dan damai.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

12

2. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan Hukum terdiri dari kata “perlindungan” dan “hukum”.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: 707),

perlindungan berarti tempat berlindung. Sedangkun hukum menurut

Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: 426) adalah

peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah, negara). Philipus M.

Hadjon (1987: 205) memberi pengertian tentang perlindungan hukum

bahwa perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat

serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek

hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum

yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-

wenangan.

Philipus M. Hadjon (1987: 3) kemudian membedakan perlindungan

hukum menjadi dua, yaitu:

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan hukum preventif mempunyai tujuan untuk mencegah

terjadinya permasalahan atau sengketa;

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif mempunyai tujuan untuk menyelesaikan

permasalahan atau sengketa yang timbul, dilakukan dengan cara

menerapkan sanksi terhadap pelaku agar dapat memulihkan hukum

kepada keadaan sebenarnya. Perlindungan hukum jenis ini dilakukan

di pengadilan.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

13

B. Hukum Perlindungan Konsumen

1. Sejarah Perlindungan Konsumen

Gerakan perlindungan konsumen di Indonesia dimulai sekitar 20

tahun yang lalu ditandai dengan berdirinya suatu lembaga swadaya

masyarakat yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

(YLKI). Setelah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, kemudian

muncul beberapa organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan

Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang yang bergabung sebagai

anggota Consumer International (CI) (Shidarta, 2003: 42).

Lembaga swadaya masyarakat yang serupa berorientasi kepada

kepentingan pelayanan konsumen seperti Yayasan Lembaga Bina

Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan di berbagai

propinsi di tanah air. Gerakan konsumen Indonesia mencatat prestasi besar

setelah naskah akademik Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen berhasil dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Selanjutnya rancanganya disahkan menjadi undang-undang (Shidarta,

2003: 42).

2. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

Hukum Perlindungan Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan

kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan

dan masalah penyediaan serta penggunaan produk (barang/jasa) konsumen

antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat

(Firman TE, 2016: 51). Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

14

Perlindungan Konsumen bahwa perlindungan konsumen adalah segala

upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen.

Eli Wuria Dewi (2015: 30) menjelaskan istilah hukum, perlindungan

hukum, perlindungan konsumen dan konsumen yang terdapat dalam

Hukum Perlindungan Konsumen guna mempermudah kajian tentang

Hukum perlindungan Konsumen. Diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Hukum

Hukum merupakan kaidah atau peraturan yang secara resmi bersifat

mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah bertujuan

untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat;

b. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat

secara umum;

c. Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat

konsumen;

d. Konsumen

Konsumen adalah setiap pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

15

3. Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen

Janus Sidablok (2014: 5) mengemukakan rumusan tentang alasan

pokok mengapa konsumen perlu dilindungi. Alasan-alasan pokok mengapa

konsumen perlu dilindungi antara lain:

a. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa

sebagaimana yang diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional

menurut Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

b. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari

dampak negatif penggunaan teknologi;

c. Melindungi konsumen diperlukan untuk melahirkan manusia-manusia

yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan,

yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan

nasional;

d. Melindungi konsumen diperlukan untuk menjamin sumber dana

pembangunan yang berasal dari masyarakat konsumen.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen Pasal 3, perlindungan konsumen

bertujuan untuk :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakain barang dan/atau jasa;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

16

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, kamanan dan keselamatan konsumen.

4. Asas Hukum Perlindungan Konsumen

Satjipto Rahardjo (1991: 87) berpendapat bahwa asas hukum bukan

merupakan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang biasa

dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya, asas-

asas hukum memberi makna etis kepada setiap peraturan-peraturan hukum

serta tata hukum. Menurut terminologi bahasa, yang dimaksud dengan

istilah “asas” ada dua pengertian. Arti asas pertama adalah dasar, alas,

fundamen. Sedangkan arti asas yang kedua adalah suatu kebenaran yang

menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir atau berpendapat dan

sebagainya (Poerwadarminta, 2007: 60-61).

Elia Wuria Dewi (2015: 10-12) menjelaskan lebih lanjut mengenai

masing-masing asas-asas perlindungan hukum terhadap konsumen

sebagaimana yang telah tercantum di dalam Pasal 2 Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

17

a. Asas Manfaat

Asas manfaat ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala

upaya yang dilakukan dalam penyelenggaraan penyelesaian

permasalahan perlindungan konsumen, harus memberikan manfaat

sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan, sehingga tidak ada pihak yang merasakan adanya

diskriminasi.

b. Asas Keadilan

Asas keadilan dalam perlindungan hukum konsumen ini dimaksudkan

agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan

memberi kesempatan kepada konsumen maupun produsen (pengusaha)

untuk dapat memperoleh haknya masing-masing, dan juga

melaksanakan kewajibannya secara adil sehingga tidak memberatkan

salah satu pihak.

c. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan ini menghendaki agar konsumen, produsen

(pengusaha), dan pemerintah dapat memperoleh manfaat yang

seimbang dari pengaturan serta penegakan hukum terhadap

perlindungan konsumen.

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Asas keamanan dan keselamatan konsumen ini dimaksukan untuk

memberi jaminan atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan

kepada konsumen di dalam penggunaan, pemakaian, pemanfaatan,

serta mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

18

e. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum ini dimaksudkan agar baik produsen (pelaku

usaha) maupun konsumen dapat mentaati hukum serta memperoleh

keadilan di dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, dan

negara yang memberikan jaminan kepastian hukum.

5. Sumber Hukum Perlindungan Konsumen

a. Undang-undang Dasar 1945

1) Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dalam alinea IV yang

berbunyi “...kemudian daripada itu untuk membentuk suatu

pemerintah Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa

Indonesia...” menyiratkan bahwa Hukum Perlindungan Konsumen

mendapatkan landasan hukumnya. Kata “melindungi” menurut Az.

Nasution (2002: 32) mengandung asas (hukum) pada segenap

bangsa tersebut. Perlindungan terhadap segenap bangsa

mengandung makna bahwa perlindungan hukum tersebut diberikan

kepada segenap bangsa, baik laki-laki maupun perempuan, baik

kaya maupum miskin, baik orang desa atau orang kota, baik tua

maupun muda, baik orang asli maupun keturunan seta perlindungan

hukum baik bagi pelaku usaha maupun konsumen.

2) Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, menyatakan bahwa

tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan. Penjelasan dari pasal ini yaitu bahwa ketentuan

mengenai hak warga negara. Hak warga negara yang dinyatakan

dalam penjelasan pasal 27 (2) Undang-undang Dasar 1945 adalah

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

19

hak warga negara yang menjamin agar mereka dapat hidup sebagai

manusia seutuhnya, bukan hanya hak-hak yang bersifat fisik,

material tetapi juga hak bersifat psikis, seperti hak mendapat

pengetahuan yang benar tentang segala barang dan jasa yang

ditawarkan.

3) Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa

kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-

undang. Dalam penjelasan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945

menyebutkan bahwa hasrat bangsa Indonesia untuk membangun

negara yang bersifat demokratis dan hendak menyelenggarakan

keadilan sosial dan peri kemanusiaan. Berbagai hak yang dimiliki

konsumen telah masuk dalam kedua pasal tersebut, sehingga dapat

dikatakan bahwa Undang-undang Dasar 1945 merupakan suatu

sumber hukum bagi perlindungan konsumen karena hak konsumen

terdapat di dalamnya (AZ. Nasution, 2002: 32).

b. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Dalam Buku III tentang Perikatan antara lain:

1) Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan

bahwa si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah

atau sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan, atau demi

perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa si berutang

harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

20

2) Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang

menyebutkan tentang waktu yang dinyatakan debitur lalai, yaitu

jika hingga lewatnya waktu yang ditetapkan, debitur belum

melaksanakan perikatan atau prestasi yang telah ditentukan.

3) Pasal 1267 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan

pilihan kepada debitur untuk menunjuk pihak debitur karena

perbuatan wanprestasi yang dilakukan debitur, bahwa kepada

kreditur dapat memilih tuntutan sebagai berikut:

a) Pemenuhan perjanjian;

b) Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;

c) Pembatalan perjanjian;

d) Pembatalan disertai ganti rugi .

4) Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan

bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 syarat, yaitu:

a) Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat

perjanjian;

b) Ada kecakapan pihak-pihak yang membuat perjanjian;

c) Ada suatu hal tertentu;

d) Ada suatu sebab yang halal.

Kesepakatan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata ini tidak diberikan dalam kekhilafan, paksaan atau

penipuan. Kesepakatan yang dicapai karena penipuan dapat

dimintakan pembatalan. Penipuan dalam hal ini dirumuskan

sebagai pernyataan tentang fakta yang dibuat oleh suatu pihak

dalam perjanjian terhadap pihak lainya sebelum perjanjian itu

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

21

terjadi, dengan maksud untuk membujuk pihak lainnya membuat

perjanjian, sedangkan perjanjian itu tidak benar atau palsu

(Abdulkadir Muhamad, 1982: 120).

5) Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan

bahwa setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada seorang yang lain, mewajibkan orang yang karena

salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur

tentang ganti rugi yang diakibatkan perbuatan melawan hukum,

maka Pasal ini juga dapat digunakan untuk melindungi hak

konsumen, apabila seseorang dalam hal ini konsumen merasa

dirugikan oleh pelaku usaha.

c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Sumber hukum perlindungan konsumen juga terdapat dalam

hukum pidana yaitu dalam buku III tentang Pelanggaran. Ketentuan

tersebut antara lain terdapat dalam Pasal 204, 205 Kitab Undang-

undang Hukum Pidana, yaitu:

1) Pasal 204 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (1)

menyebutkan bahwa barang siapa menjual, menawarkan,

menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya

membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat

berbahaya tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima belas tahun. Dalam pasal 204 Kitab Undang-undang

Hukum Pidana ayat (2) yang menyebutkan bahwa jika perbuatan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

22

itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu

tertentu paling lama dua puluh tahun.

2) Pasal 205 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (1)

menyebutkan bahwa barangsiapa karena kesalahannya

(kealpaanya) menyebabkan barang-barang yang berbahaya bagi

nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan

tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang

memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan

bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana

denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

3) Pasal 205 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (2)

menyebutkan bahwa jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati,

yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu

tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

d. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

e. Peraturan Perundang-undangan lain

Berbagai peraturan perundangan lain diantaranya:

1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ;

2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

23

3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

4) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

5) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten;

6) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk;

7) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;

8) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;

9) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

10) Undang-ndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

11) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah.;

12) Serta berbagai peraturan lain yang termasuk dalam ranah hukum

publik, seperti hukum acara, hukum administrasi, hukum

internasional, dll.

C. Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Perlindungan hukum terhadap konsumen menyangkut dalam banyak

aspek kehidupan terutama dalam aspek kegiatan bisnis. Dalam Black’s

Law Dicionary (Henry Campbel, 1979: 315) pengertian konsumen diberi

batasan yaitu, “… A person who buys goods or services for personal

family or house holduse, with no intention of resale, a natural person for

personal rather than business purpose.” Dengan demikian, berdasarkan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

24

pengertian tersebut, konsumen adalah orang yang membeli suatu produk

hanya untuk digunakan olehnya (pemakai akhir), bukan untuk dijual

kembali. Namun masalah perlindungan konsumen pada kenyataannya

perlu diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan agar kualitas dari

barang yang bersangkutan tetap terjamin dan tidak merugikan konsumen.

Istilah konsumen menurut Adrian Sutedi (2008: 10) berasal dari

kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument/koncument (Belanda).

Secara terminologi arti kata consumer adalah pihak yang menikmati

(makan, memakai), sedangkan menurut Kamus Bahasa Inggris Indonesia,

consumer adalah “pemakai atau konsumen” (Ranuhandoko, 2006: 165).

Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa perlindungan konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberikan perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian

perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut

cukup memadai. Kalimat yang menyatakan bahwa segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk

meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha

hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen (Ahmadi Miru &

Sutarman Yodo, 2015:1).

Pengertian konsumen menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen yang termuat dalam Pasal 1 ayat 2

menjelaskan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

25

atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan. Berdasarkan penjelasan resmi Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa di

dalamkepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen

antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu

produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan

produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya.

Adapun batasan mengenai konsumen akhir (AZ. Nasution, 2001: 71)

tersebut adalah:

a. Pemakai terakhir dari barang untuk keperluan sendiri atau orang lain

dan tidak untuk diperjual belikan;

b. Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi

keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk

diperdagangkan kembali;

c. Setiap orang satu keluarga yang mendapat barang untuk dipakai dan

tidak untuk dipakai lagi

2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud hak adalah

kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan

adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada

hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh

hukum dalam melaksanakannya (Sudikno Mertokusumo, 1986: 40).

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

26

Perlindungan akan hak-hak konsumen sebenarnya sudah diatur

dalam Pedoman Perlindungan Bagi Konsumen yang dikeluarkan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-Guidelines for Consumer Protection)

melalui Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa No.39/248 pada tanggal 9

April 1985, pada Bagian II tentang Prinsip-prinsip Umum, Nomor 3

dikemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan konsumen yang diharapkan

dapat dilindungi oleh setiap negara di dunia, yaitu:

a. Perlindungan dari barang-barang yang berbahaya bagi kesehatan dan

keamanan konsumen;

b. Perlindungan kepentingan-kepentingan ekonomis konsumen;

c. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi sehingga mereka dapat

memilih sesuatu yang sesuai dengan kebutuhannya;

d. Pendidikan konsumen;

e. Tersedianya ganti rugi bagi konsumen;

f. Kebebasan dalam membentuk lembaga konsumen atau lembaga-

lembaga tersebut untuk mengemukakan pandangan mereka dalam

proses pengambilan keputusan (Firman TE, 2016: 102-103).

Di Indonesia pengaturan tentang perlindungan terhadap konsumen

diatur pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen yang kemudian dikenal dengan Hukum Perlindungan

Konsumen. Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa perlindungan konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberikan perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian

perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

27

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut

cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan

tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi

untuk kepentingan konsumen (Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2007: 1).

Menurut AZ Nasution (1995: 51), ada 3 bentuk kepentingan

konsumen, yaitu:

a. Kepentingan Fisik

Kepentingan fisik adalah kepentingan badani konsumen yang

berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan atau jiwa

mereka dalam penggunaan barang dan atau jasa. Kepentingan fisik

konsumen dapat terganggu kalau satu perolehan barang dan/atau jasa

menimbulkan kerugian berupa gangguan kesehatan badan atau

ancaman keselamatan jiwanya.

b. Kepentingan Sosial Ekonomi Konsumen

Kepentingan ini menghendaki agar konsumen dapat memperoleh

hasil optimal dari penggunaan sumber-sumber ekonomi mereka dalam

mendapatkan barang dan atau/jasa kebutuhan hidup mereka, misalnya:

1) Konsumen mendapat informasi yang benar dan bertanggungjawab

tentang produk tersebut;

2) Konsumen mendapat pendidikan yang relevan untuk dapat

mengerti informasi mengenai produk konsumen yang disediakan;

3) Tersedia upaya penggantian kerugian yang efektif, apabila mereka

dirugikan dalam transaksi konsumen;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

28

4) Kebebasan untuk membentuk organisasi atau kelompok-kelompok

yang diikutsertakan dalam setiap proses pengambilan keputusan

tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan

konsumen.

c. Kepentingan Perlindungan Hukum

Kepentingan hukum bagi masyarakat dalam kualitas mereka

sebagai konsumen merupakan satu kepentingan dan kebutuhan yang

sah. Akan tidak adil jika kepentingan konsumen tidak seimbang dan

tidak dihargai sebagaimana penghargaan pada kepentingan kalangan

usaha/bisnis (Az. Nasution, 1995: 51).

Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen yang harus

dilindungi yaitu:

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan

yang diwajibkan;

3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa;

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan;

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

29

6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian jika, apabila barang dan/jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan lainnya.

Hak konsumen yang paling utama menurut Pasal 4 Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah

hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa, hal tesebut dimaksudkan bahwa

setiap konsumen berhak mendapatkan barang dan/atau jasa yang aman,

nyaman dan tidak membahayakan keselamatan jiwa konsumen ketika

dikonsumsi.

Selain itu, konsumen juga berhak untuk memilih dan

mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan

kondisi serta jaminan yang dijanjikan, maksudnya adalah konsumen

berhak menerima barang dan/atau jasa yang kualitas dan harganya

sesuai dengan yang telah disepakati atau diperjanjikan antara pelaku

usaha dan konsumen, sehingga konsumen tidak merasa rugi karena

produk yang diterima tidak sesuai perjanjian. Berdasarkan hal tersebut,

maka ketentuan yang dapat membantu penegakan hak tersebut dapat

dilihat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

30

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, baik dalam

Pasal 19 maupun Pasal 25 ayat (1).

Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan

bahwa pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan,

baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha

tidak sehat berupa:

1) Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk

melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang

bersangkutan;

2) Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya

untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha

pesaingnya itu; atau

3) Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada

pasar yang bersangkutan; atau

4) Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

mementukan bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan posisi

dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:

1) Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk

mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang

dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas;

atau;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

31

2) Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau

3) Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing

untuk memasuki pasar yang bersangkutan.

Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, hal ini

dimaksudkan agar pelaku usaha selalu terbuka dan transparan atas

informasi kondisi produk serta jaminan atas barang yang diedarkannya

kepada konsumen sehingga konsumen tidak merasa dirugikan karena

informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan kondisi produk barang

yang ditawarkan (Elia Wuria Dewi, 2015: 15).

Hak konsumen untuk didengar pendapat dan keluhannya atas

barang atau jasa yang digunakan maksudnya adalah pelaku usaha

harus bersedia mendengarkan keluhan atau complain yang diajukan

oleh konsumen saat barang dan/ atau jasa yang ditawarkan serta

diedarkan tidak sesuai dengan yang dipromosikan. Konsumen juga

mempunyai hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, hal

tersebut bertujuan agar para konsumen yang mengalami kerugian dapat

mendapatkan perlindungan dan jaminan kepastian hukum sebagaimana

yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku, serta dapat menyelesaikan permasalahan mereka melalui

pengadilan maupun badan peyelesaian sengketa lain di luar pengadilan

yang memiliki kewenangan dalam permasalahan sengketa konsumen

(Elia Wuria Dewi, 2015: 15).

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

32

Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen,

maksudnya adalah agar ketika seorang konsumen itu mengalami hal–

hal yang dirasa merugikan dirinya, maka mereka tidak hanya akan

diam saja melainkan akan cepat menyadari bahwa hak-haknya telah

dilanggar oleh pelaku usaha, sehingga dengan kritis dan mandiri

mereka akan dapat memperjuangkan haknya sendiri sebagai

konsumen. Konsumen mempunyai hak untuk diperlakukan atau

dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hal tersebut

tentunya berkaitan dengan pelayanan yang dilakukan oleh pelaku

usaha harus ramah dan tidak berusaha mengelabui atau bahkan

memberikan informasi yang tidak benar kepada para konsumen (Elia

Wuria Dewi, 2015: 16).

Konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau

penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya menjadi sangat

penting karena sebuah kompensasi dan ganti-rugi kepada konsumen

ketika produk barang dan/atau jasa yang mereka edarkan tidak sesuai

dengan yang diperjanjikan dan tidak sesuai dengan keinginan

konsumen (Elia Wuria Dewi, 2015: 17).

Dari rumusan hak-hak konsumen yang telah dikemukakan,

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 47) membagi hak-hak

konsumen menjadi tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu:

1) Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian

personal, maupun kerugian harta kekayaan;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

33

2) Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang

wajar; dan

3) Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap

permasalahan yang dihadapi.

Oleh karena ketiga hak/prinsip dasar tersebut merupakan

himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-

undang Nomor 8 Tahun tentang Perlindungan Konsumen, maka hal

tersebut sangat penting bagi konsumen sehingga dapat

dijadikan/merupakan prinsip perlindungan konsumen di Indonesia.

Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak

konsumen yang disebutkan di atas harus dipenuhi baik oleh

pemerintah maupun oleh produsen karena pemenuhan hak-hak

konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai

aspek (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2015: 47).

Elia Wuria Dewi (2015: 22) berpendapat bahwa perlindungan

hukum terhadap konsumen tidak hanya membahas berbagai macam

hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, tetapi di dalam pembahasan

selanjutnya akan dijelaskan mengenai kewajiban konsumen

sebagaimana diatur dalam undang-undang. Kewajiban konsumen

sebagaimana telah di atur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan

dan keselamatan;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

34

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Setiap konsumen, selain harus memperhatikan hak-hak yang

dimiliki, mereka sudah tentu juga harus memperhatikan kewajiban apa

saja yang harus mereka lakukan di dalam segala aktivitas konsumen

dengan pelaku usaha. Kewajiban yang dimiliki oleh konsumen juga

harus tetap diperhatikan, karena hal tersebut sangat bermanfaat bagi

kepentingan mereka sendiri (Elia Wuria Dewi, 2015: 21).

Seorang konsumen memiliki kewajiban untuk membaca atau

mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian barang dan/atau

jasa yang diperoleh konsumen dari pelaku usaha. Hal tersebut sangat

penting untuk diperhatikan karena berkaitan dengan keamanan dan

keselamatan jiwa konsumen sendiri ketika menggunakan atau

mengkonsumsi barang dan/atau jasa (Elia Wuria Dewi, 2015: 21).

Konsumen harus memiliki itikad baik di dalam melakukan

transaksi pembelian barang dan atau jasa yang dilakukan bersama

pelaku usaha. Kedua pihak terkait harus sama-sama menjalankan

transaksi sesuai dengan yang telah diperjanjikan, baik yang berkaitan

dengan harga maupun kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

35

Konsumen wajib membayar dengan nilai tukar yang telah

disepakati kedua belah pihak ketika perjanjian jual beli berlangsung

dan konsumen tidak boleh membatalkan harga yang telah disepakati

bersama secara sepihak. Selain itu, konsumen juga wajib mengikuti

upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut ketika di dalam transaksi maupun perjanjian jual beli yang

dilakukan oleh konsumen dan pelaku usaha terdapat masalah sehingga

salah satu pihak merasa dirugikan. Oleh karena itulah masing-masing

pihak harus mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang patut,

adil dan tidak diskriminatif sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (Elia Wuria Dewi, 2015: 21-22).

D. Pelaku Usaha

1. Pengertian Pelaku Usaha

Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yang dimaksud pelaku usaha adalah

setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan

hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan

atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen cukup luas karena

meliputi grosir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

36

pelaku usaha dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen tersebut memiliki persamaan dengan pengertian

pelaku usaha dalam masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa

yang dapat dikualifikasi sebagai produsen adalah pembuat produk jadi

(finished product); penghasil bahan baku, pembuat suku cadang, setiap

orang yang menampakan dirinya sebagai produsen dengan jalan

mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain, yang

membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu, importir suatu

produk dengan maksud untuk diperjual belikan, disewakan,

disewagunakan, atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan;

pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak

dapat ditentukan (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2015: 8-9).

Janus Sidablok (2014: 13) memberikan pengertian bahwa yang

dimaksud dengan pelaku usaha adalah pihak yang yang menghasilkan

barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk pembuat, grosir dan

pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam

penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Sama halnya dengan konsumen bahwa pelaku usaha juga

mempunyai hak dan kewajiban, yaitu diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

yang isinya pada intinya adalah untuk memberikan perlindungan hukum

kepada pelaku usaha dan juga bahwa pelaku usaha haruslah beritikad baik

dalam melaksanakan usahanya.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

37

Hak Pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu :

a. Hak utuk menerima pembayaran uang yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang tidak beritikad baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Janus Sidablok (2014: 72) mengelompokan hak-hak pelaku usaha

menjadi empat pokok kelompok hak, yaitu:

a. Hak menerima pembayaran

Hak menerima pembayran berarti pelaku usaha berhak menerima

sejumlah uang sebagai pembayaran atas produk yang dihasilkan dan

diserahkan pelaku usaha kepada pembeli.

b. Hak mendapat perlindungan hukum

Hak mendapat perlindungan hukum berarti pelaku usaha berhak

memperoleh perlindungan hukum jika ada tindakan pihak lain, yaitu

konsumen yang dengan itikad tidak baik menimbulkan kerugian bagi

pelaku usaha.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

38

c. Hak membela diri; dan

Hak membela diri berarti pelaku usaha berhak membela diri dan

membela hak-haknya dalam proses hukum apabila ada pihak lain yang

mempersalahkan atau merugikan hak pelaku usaha.

d. Hak rehabilitasi.

Hak rehabilitasi artinya pelaku usaha berhak memperoleh rehabilitasi

atas nama baik sebagai pelaku usaha jika suatu tuntutan akhirnya

terbukti bahwa pelaku usaha ternyata bertindak benar menurut hukum.

Tentang hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainya, maka harus diingat bahwa Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen adalah payung bagi semua

aturan lainnya berkenaan dengan perlindungan konsumen (Ahmad Miru

dan Sutarman Yodo, 20015: 51).

Adanya keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen, maka

pelaku usaha harus memenuhi kewajibanya, kewajiban pelaku usaha diatur

dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, yaitu :

1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

39

4) Menjamin mutu barang dan/atau yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku;

5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau

mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau

garansi atas barang yang di buat dan/atau diperdagangkan;

6) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai

dengan perjanjian.

Dengan demikian, pokok-pokok kewajiban pelaku usaha adalah

beritikad baik, memberi informasi, melayani dengan cara yang sama,

memberi jaminan, memberi kesempatan mencoba dan memberi

kompensasi (Janus Sidablok, 2014: 73).

Adapun penjelasan akan kewajiban pelaku usaha yang termuat

dalam Pasal 7 huruf a-d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dijelaskan oleh Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo

dalam bukunya yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen edisi revisi

(2015: 52-55), yaitu:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

Itikad baik merupakan salah satu asas dalam hukum perjanjian.

Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata

mencantumkan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan

dengan itikad baik, arti dari ayat tersebut bahwa sebagai suatu hal yang

disepakati dan disetujui oleh para pihak, pelaksanaan prestasi dalam

tiap-tiap perjanjian harus dihormati sepenuhnya.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

40

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen tampak bahwa itikad baik lebih ditekankan pada pelaku

usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan

usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha

untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang /diproduksi

sampai pada tahap purna penjualan sebaliknya konsumen hanya

diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian

barang dan/atau jasa.

1) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

Informasi tersebut merupakan salah satu hak konsumen dan

jika tidak tersedia informasi itu, barang dan/atau jasa yang

dikonsumsi konsumen dapat mngalami kerusakan dan hal itu

merupakan salah satu hal yang akan sangat merugikan konsumen.

Ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai dari

pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat

informasi), yang akan sangat merugikan konsumen.

2) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif

Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa pelaku usaha

dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan

pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

41

pelayanan kepada konsumen. Pelaku usaha tidak diperbolehkan

untuk membedakan antara konsumen.

3) Menjamin mutu barang dan/atau yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku

Pelaku usaha diwajibkan untuk menjamin bahwa barang

dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan telah

sesuai dengan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang

berlaku. Menyadari peranan standarisasi yang penting dan

strategis, pemerintah dengan keputusan Presiden Nomor 20 Tahun

1984 yang kemudian disempurnakan dengan keputusan Presiden

Nomor 7 Tahun 1989 membentuk Dewan Standarisasi Nasional.

4) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau

mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang di buat dan/atau diperdagangkan

Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 huruf e yang dimaksud

dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang dapat

diuji dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.

Janus Sidablok (2014: 71) menjelaskan bahwa dalam Pasal 7

huruf e Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen terdapat pokok kewajiban pelaku usaha

untuk member kesempatan mencoba, artinya adalah produsen-

pelaku usaha wajib memberi kesempatan kepada konsumen untuk

menguji atau mencoba produk tertentu sebelum konsumen

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

42

memutuskan membeli atau tidak membeli dengan maksud agar

konsumen memperoleh keyakinan akan kesesuaian produk dengan

kebutuhannya.

Menurut Fandi Tjiptono (1997: 42) garansi ada dua macam

yaitu:

a. Garansi Internal, yaitu janji yang dibuat oleh suatu divisi

kepada pelanggan internalnya dan setiap orang dalam

perusahaan yang sama yang memanfaatkan hasil/jasa

departemen tersebut;

b. Garansi Eksternal, yaitu jaminan yang dibuat oleh perusahaan

kepada para pelanggan eksternalnya, yakni mereka yang

membeli dan menggunakan produk perusahaan. Garansi ini

menyangkut service yang unggul dan produk yang handal serta

berkualitas tinggi.

Garansi oleh Fandi Tjiptono (1997: 42) dilakukan tidak lain

adalah agar pelaku usaha dapat bersaing dengan pelaku usaha lainya.

Suatu garansi yang baik harus memenuhi beberapa kriteria,

diantaranya meliputi :

1) Realistis dan dinyatakan secara spesifik, misalnya garansi berlaku

untuk jangka waktu 1 tahun;

2) Sederhana, komunikatif, dan mudah dipahami;

3) Mudah diperoleh atau diterima konsumen;

4) Tidak membebani konsumen deangan syarat-syarat yang

berlebihan;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

43

5) Terpercaya (credible), baik reputasi perusahaan, yang memberikan

maupun tipe garansi itu sendiri;

6) Berfokus pada kebutuhan konsumen;

7) Sungguh berarti, artinya disertai ganti rugiyang signifikan dan

disesuaikan dengan harga produk yang dibeli, tingkat keseriusan

masalah yang dihadapi, dan persepsi konsumen terhadap apa yang

adil bagi mereka;

8) Memberikan standar kinerja yang jelas.

9) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen

tidak sesuai dengan perjanjian

Kewajiban memberi kompensasi berarti produsen-pelaku usaha

wajib memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian kerugian

akibat tidak atau kurang bergunanya produk untuk memenuhi

kebutuhan sesuai dengan fungsinya dank arena tidak sesuainya produk

yang diterima dengan yang diperjanjikan (Janus Sidablok, 2014: 74).

3. Larangan Bagi Pelaku Usaha

Pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak hanya

dibebani hak serta kewajiban saja, akan tetapi di dalam Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga menyatakan

secara tegas mengenai beberapa perbuatan yang dilarang bagi pelaku

usaha dalam mengedarkan dan memperdagangkan produk barang dan/atau

jasa. Pengaturan mengenai perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh

pelaku usaha dalam mengedarkan dan memperdagangkan barang

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

44

dan/atau jasa yang diproduksinya, dimaksudkan agar pelaku usaha tidak

melanggar hak-hak yang semestinya diperoleh para konsumen, bahkan

cenderung akan merugikan konsumen atas barangdan/atau jasa yang

diproduksinya (Elia Wuria Dewi, 2015: 62)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen juga memuat larangan bagi para pelaku usaha yang dimuat

dalam BAB IV yang terdiri dari 10 pasal, yaitu Pasal 8 sampai dengan

Pasal 17 Suyadi (2007: 33) menjelaskan larangan tersebut adalah :

a. Memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa,

dengan berbagai macam perincian yang pada pokoknya merugikan

konsumen (Pasal 8 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen);

b. Menawarkan, mempromosikan, mengakibatkan, suatu barang dan/atau

jasa secara tidak benar (dan/atau seolah-olah), dengan berbagai macam

perincian (Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen);

c. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat

pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan konsumen mengenai

beberapa hal tentang barang dan/atau jasa tersebut (Pasal 10 Undang-

undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen);

d. Dalam hal penjualan yang dilakukan secara obral atau lelang, dilarang

mengelabui/menyesatkan konsumen, dengan berbagai macam

perincian yang merugikan konsumen (Pasal 11 Undang-undang Nomor

8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen);

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

45

e. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau

jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu,

jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya

sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau

diiklankan (Pasal 12 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen);

f. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau

jasa lain-lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya

atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan (Pasal 13 ayat (1)

Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen);

g. Menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat

tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan pelayanan

kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang

dan/atau jasa lain (Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen;

h. Menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian,

dengan berbagai kriteria yang isinya merugikan konsumen (Pasal 14

Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen);

i. Menawarkan barang dan/atau jasa dengan cara pemaksaan atau cara

lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis

terhadap konsumen (Pasal 15 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen);

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

46

j. Menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan, tetapi tidak

menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai

dengan yang dijanjikan atau tidak menepati janji atau suatu pelayanan

dan/atau prestasi (Pasal 16 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen);

k. Memproduksi iklan bagi pelaku usaha periklanan, dengan beberapa

perincian atau kriteria yang intinya merugikan konsumen (Pasal 17

Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen).

4. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen

Sebuah produk yang sampai ke tangan konsumen telah melalui tahap

kegiatan perdagangan yang panjang mulai dari produsen pelaku pembuat

(pabrik), distributor, pengecer hingga ke konsumen. Semua pihak yang

terkait dalam pembuatan suatu produk hingga sampai ke tangan konsumen

disebut sebagai produsen. Pola distribusi yang dikenal dalam ilmu

manajemen pemasaran, akan diperoleh gambaran sebagai berikut:

a. Produsen -------------------------------------------------------- Konsumen;

b. Produsen -------------------------Pengecer-------------------- Konsumen;

c. Produsen ---------Pedagang Besar--------Pengecer--------- Konsumen;

d. Produsen ---Agen------Pedagang Besar ----- Pengecer---- Konsumen;

e. Produsen ---Agen------------------------------- Pengecer---- Konsumen

(Janus Sidablok, 2014: 57).

Dari pola-pola distribusi di atas tampak bahwa mungkin saja produk

sampai ke tangan konsumen langsung dari produsen-pelaku, yaitu dengan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

47

menjual produk langsung ke rumah konsumen atau konsumen datang ke

tempat produsen. Hal ini biasanya berlaku untuk produk-produk home

industry meskipun tidak tertutup kemungkinan dipakai untuk produk

perusahaan lainnya (Janus Sidablok, 2014: 57).

Sebelum konsumen memakai atau mengkonsumsi produk yang

diperolehnya dari pasar, tentu ada peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Peristiwa-peristiwa atau keadaan-keaadaan itu dapat digolongkan atau

dikelompokan ke dalam beberapa tahapan peristiwa/keadaan. Adapun

tahapan yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan antara produsen-

pelaku usaha dan konsumen dalam upaya konsumen untuk memperoleh

produk adalah sebagai berikut:

a. Tahap Pra transaksi;

b. Tahap Transaksi;

c. Tahap Purna Transaksi (Janus Sidablok, 2014: 59-62).

Yang dimaksud dengan tahap pra transaksi adalah tahap sebelum

adanya perjanjian/transaksi konsumen, yaitu keadaan-keadaan atau

peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk

membeli dan memakai produk yang diedarkan produsen-pelaku usaha.

Pada tahap pra transaksi, konsumen mencari informasi mengenai

kebutuhannya, antara lain syarat-syarat yang perlu dipenuhi/disediakan,

harga, komposisi, kegunaan, khasiat, manfaat, keunggulannya dibanding

dengan produk lain sejenis, cara pemakaian/penggunaan dan sebagainya.

Sebaliknya produsen-pelaku usaha-penjual memberi informasi melalui

berbagai media supaya konsumen tertarik dan mau membeli/memakai.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

48

Dengan demikian, perbuatan produsen yang berkaitan dengan pemasaran

khususnya promosi dan tindakan konsumen dalam mencari informasi

tentang kebutuhannya dapat digolongkan sebagai tahap pra transaksi (Janus

Sidablok, 2014: 59).

Setelah calon konsumen-pembeli memperoleh informasi yang cukup

mengenai kebutuhannya, kemudian calon konsumen-pembeli mengambil

keputusan apakah membeli atau tidak. Pada tahap ini, konsumen-pembeli

mempergunakan salah satu haknya yaitu hak untuk memilih (menentukan

Pilihan). Apabila konsumen sudah menyatakan persetujuannya, pada saat

itulah lahirlah perjanjian sebab penawaran produsen-penjual telah

mendapat jawaban dalam penerimaan dari konsumen-pembeli. Menurut

hukum perdata, kesepakatan lahir karena bertemunya penawaran dengan

penerimaan, sebab kedua-duanya adalah sama-sama pernyataan kehendak.

Pada tahap inilah yang dimaksud tahap transaksi dimana disepakati apa

yang menjadi hak dan kewajiban para pihak termasuk cara-cara

pemenuhannya (Janus Sidablok, 2014: 60).

Setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen akan melewati tahap

selanjutnya yaitu tahap purna transaksi. Pada tahap purna transaksi ini

berhubungan dengan tingkat kepuasan konsumen, apakah barang dan/atau

jasa yang dibelinya sesuai dengan apa yang diiklankan, sesuai dengan

jaminan atau layanan purna jualnya sudah memadai atau belum. Pada tahap

ketiga dalam tahapan transaksi konsumen ini dikenal istilah layanan purna

jual (AZ. Nasution, 2001: 15).

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

49

5. Penyelesaian Sengketa Konsumen

Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan

sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha

dan konsumen. Sengketa itu dapat berupa salah satu pihak tidak

mendapatkan atau menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya karena

pihak lawan tidak memenuhi kewajibannya. Misalnya, pembeli tidak

memperoleh barang sesuai dengan pesanannya atau pembeli tidak dapat

mendapat pelayanan sebagaimana telah disepakati atau penjual tidak

mendapatkan pembayaran sesuai dengan haknya. Sengketa yang timbul

antara pelaku usaha dan konsumen berawal dari transaksi konsumen

disebut sengketa konsumen (Janus Sidablok, 2014: 127).

Sengketa yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen dapat

diselesaikan melalui dua jalur yaitu lewat pengadilan atau litigasi dan

diluar pengadilan atau non litigasi. Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, setiap

konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga

yang bertugas menyelesaikan sengketa yang berada di lingkungan

peradilan umum.

Pasal 45 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa apabila telah dipilih upaya

penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui

pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut telah dinyatakan

tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa yang disebutkan dalam

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

50

pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Perlindungan Konsumen baru dapat dibentuk secara de jure pada tahun

2001 dengan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang

Pembentukan BPSK (Badan penyelesaian Sengketa Konsumen) yang

ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

No. 301/MPP/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian, Anggota dan

Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Menurut Yusuf Shofie (2003: 26), fungsi utama Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen yaitu sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa

konsumen di luar pengadilan. Yusuf Shofie menuliskan bahwa

penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadillan dapat dilakukan

dengan 3 cara yaitu :

a. Konsiliasi

Cara ini ditempuh berdasarkan inisiatif salah satu pihak yang

bersengketa atau para pihak yang bersengketa. Majelis Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen hanya bersikap pasif, hanya sebagai

perantara antara para pihak yang bersengketa tersebut.

b. Mediasi

Mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak dan

Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersikap aktif

dengan menjadi perantara dan penasihat. Mediasi adalah suatu proses

penyelesaian sengketa dimana pihak ketiga merupakan pihak netral

mengajak pihak yang bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa

yang disepakati.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

51

c. Arbitrase

Arbitrase ini ditempuh dengan cara para pihak menyerahkan

sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang

terjadi.

Ketiga cara penyelesaian sengketa tersebut dilakukan atas dasar

pilihan dan persetujuan para pihak dan bukan proses penyelesaian

sengketa secara berjenjang. Instrumen hukum lain dapat ditempuh

konsumen tanpa terlebih dahulu melalui instrumen hukum Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen.

E. Tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa Belanda

“overeenkomst”. Dalam menterjemahkan “overeenkomst” ini para sarjana

tidak menumpai kesatuan pendapat. Ada yang menterjemahkan

dengan “persetujuan” ada yang menterjemahkan “perjanjian” (Suharnoko,

2004: 18).

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007:

469-470), perjanjian berarti persetujuan (tertulis atau lisan) yang dibuat

oleh dua pihak atau lebih yang masing-masing berjanji akan menaati apa

yang tersebut di persetujuan itu.Wirjono Prodjodikoro seperti dikutip

Ahmad Qirom (1995: 11) mengatakan perjanjian adalah suatu perbuatan

hukum mengenai harta bendakekayaan antara dua pihak dalam mana satu

pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal dan pihak

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

52

yang lain berhak menuntut atas pelaksanaan janji itu. Menurut Abdulkadir

Muhammad (1982: 78), perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana

dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu

hal dalam lapangan harta kekayaan.

Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut, maka yang dimaksud

dengan perjanjian adalah suatu perbuatan atau tindakan hukum dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau

lebih, atau dimana kedua belah pihak saling mengikatkan diri untuk

melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.

2. Unsur-Unsur Perjanjian

Ridwan Khairandy (2013: 66) menjelaskan bahwa unsur-unsur

perjanjian yang berlaku di Indonesia dan Belanda ada beberapa unsur yang

terdapat dalam perjanjian, yaitu:

a. Ada para pihak;

b. Ada kesepakatan yang membentuk perjanjian;

c. Kesepakatan itu ditunjukan untuk menimbulkan akibat hukum; dan

d. Ada objek tertentu.

Dikaitkan dengan sistem hukum perjanjian yang berlaku di

Indonesia Ridwan Khairandy dalam bukunya Hukum Kontrak Indonesia

dalam Prespektif Perbandingan (2013: 67) mengkalsifikasikan unsur-unsur

tersebut dalam tiga klasifikasi, yaitu:

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

53

a. Unsur Essentialia

Unsur Essentialia adalah unsur yang harus ada di dalam suatau

perjanjian. Unsur ini merupakan unsur yang harus ada dalam

perjanjian yang menentukan atau mengakibatkan suatu perjanjian

tercipta. Tanpa adanya unsur ini, maka tidak ada perjanjian. Misalnya

di dalam perjanjian jual beli, unsur adanya barang dan harga adalah

yang mutlak di dalam perjanjian jual beli. Unsur mutlak yang harus

ada di dalam perjanjian sewa-menyewa adalah kenikmatan atas suatu

barang dan harga sewa.

b. Unsur Naturalia

Unsur Naturalia unsur perjanjian yang oleh hukum diatur tetapi

dapat dikesampingkan oleh para pihak. Bagian ini merupakan sifat

alami perjanjian secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti

penjual wajib menjamin bahwa barang tidak ada cacat. Contoh

lainnya, berdasar ketentuan Pasal 1476 KUH Perdata, penjual wajib

menanggung biaya penyerahan. Ketentuan ini berdasar kesepakatan

dapat dikesampingkan para pihak.

c. Unsur Accidentalia

Unsur Accidentalia adalah unsur yang merupakan sifat pada

perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. Misalnya,

di dalam suatu perjanjian jual-beli tanah, ditentukan bahwa jual-beli ini

tidak meliputi pohon atau tanaman yang berada di atasnya.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

54

3. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

Mengenai Syarat syahnya perjanjian Suatu perjanjian dapat

dinyatakan sah menurut hukum jika memenuhi syarat sahnya suatu

perjanian sebagaimana ditentukan pada pasal 1320 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata yaitu, sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap

untuk membuat perjanjian, adanya suatu hal tertentu, adanya causa yang

halal. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh

subyek suat perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif

Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek

perjanjian oleh karena itu disebut syarat obyektif (Sukar Dadang, 2011,

10-12).

Adapun penjelasan dari masing-masing syarat-syarat sahnya

perjanjian adalah sebagai berikut:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Marium Darus Badrulzaman dalam bukunya Kompilasi Hukum

Islam (2001: 2) menggambarkan bahwa pengertian sepakat dapat

dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui diantara para

pihak dimana pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran

sedangkan pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan

akseptasi. J. Satrio dalam bukunya Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan

Kebendaan (1993: 129) menyatakan kata sepakat sebagai persesuaian

kehendak antara dua orang di mana dua kehendak saling bertemu dan

kehendak tersebut harus dinyatakan. Pernyataan kehendak harus

merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

55

hukum. Dengan demikian adanya kehendak saja belum melahirkan

suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan, harus

nyata bagi yang lain dan harus dimengerti oleh pihak lain.

Ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak

menjelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321

Kitab Undang-undang Hukum Perdata ditentukan syarat bahwa tidak

ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan

atau diperolehnya karena dengan paksaan atau penipuan.

Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian (1996: 23-24)

menjelaskan bahwa yang dimaksud paksaan adalah paksaan rohani

atau paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik).

Selanjutnya kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang

hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat

yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian.

Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga seandainya

orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut ia tidak akan

memberikan persetujuan. Kemudian penipuan terjadi apabila satu

pihak dengan sengajamemberikan keterangan-keterangan yang palsu

atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat unuk membujuk pihak

lawannya memberikan perizinannya. Dengan demikian suatu

perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan,

penipuan maka perjanjian itu dikemudian hari dapat dimintakan

pembatalannya oleh salah satu pihak (Subekti, 1996: 23-24).

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

56

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Pasal 1329 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan

bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian

dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu

ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu

perjanjian. Selanjutnya pada Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat

perjanjian yaitu, orang yang belum dewasa, mereka yang berada di

bawah pengampuan/perwalian dan orang perempuan/isteri dalam hal

telah ditetapkan oleh Undang-undang dan semua orang kepada siapa

undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330

Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dinyatakan bahwa "belum

dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua

puluh satu) tahun dan sebelumnya belum kawin". Apabila perkawinan

itu dibubarkannya sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu)

tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum

dewasa (Mariam Darus Badrulzaman, 2001: 78).

c. Adanya suatu hal tertentu

Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian

ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi

pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa

perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

57

Pasal 1333 ayat (1) menyebutkan bahwa suatu perjanjian harus

mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang

yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak

menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan pada Pasal 1333

ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

d. Adanya suatu sebab/kausa yang halal

Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab

yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau

kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh

para pihak. Pada Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila

tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan

ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang tidak mempunyai

sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum

(Sri Soedewi Masjchon, 1980: 319).

Pembebanan mengenai syarat subyektif dan syarat obyektif itu

penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi apabila

persyaratan itu tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat subyektif

mengakibatkan perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat

dimintakan pembatalannya. Pihak disini yang dimaksud adalah pihak

yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan

perizinannya atau menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas.

Misalkan orang yang belum dewasa yang memintakan pembatalan

orang tua atau walinya ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi

cakap dan orang yang ditaruh dalam pengampuan yang menurut

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

58

hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya diwakili

oleh pengampu atau kuratornya (Sri Soedewi Masjchon, 1980: 319).

Apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal

demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu

perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak

yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan

hukum adalah gagal. Maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan

hakim. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat obyektif mengakibatkan

suat perjanjian batal demi hukum (Sri Soedewi Masjchon, 1980: 319).

4. Asas-asas Perjanjian

Asas hukum merupakan unsur yang sangat penting dalam

pembentukan peraturan hukum. Oleh karena itu, penulis akan

menguraikan sedikit pembahasan yang berkaitan dengan masalah ini

dengan harapan dapat mendekatkan pemahaman kita tentang asas-asas

hukum perjanjian.

Henry P. Pangabean (2001: 7) menyatakan bahwa pengkajian asas-

asas perjanjian memiliki peranan penting untuk memahami berbagai

undang-undang mengenai sahnya perjanjian. Perkembangan yang terjadi

terhadap suatu ketentuan undang-undang akan lebih mudah dipahami

setelah mengetahui asas-asas yang berkaitan dengan masalah tersebut.

Niuwenhuis seperti dikutip Henry Pangabean dalam bukunya yang

berjudul Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan Baru Untuk

Pembatalan Perjanjian (2001: 7) menjelaskan hubungan fungsional antara

asas dan ketentuan hukum (rechtsgels) sebagai berikut:

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

59

a. Asas-asas hukum berfungsi sebagai pembangun sistem. Asas-asas itu

tidak hanya mempengaruhi hukum positif, tetapi juga dalam banyak

hal menciptakan suatu sistem. Suatu sistem tidak akan ada tanpa

adanya asas-asas.

b. Asas-asas itu membentuk satu dengan lainnya suata sistem check and

balance. Asas-asas ini sering menunjuk ke arah yang berlawanan, apa

yang kiranya menjadi merupakan rintangan ketentuan-ketentuan

hukum. Oleh karena menunjuk berlawanan, maka asas-asas itu saling

kekang-mengekang sehingga ada keseimbangan.

Sistem pengaturan hukum perjanjian yang terdapat di dalam Buku

III Kitab Undang-undang Hukum Perdata memiliki karakter atau sifat

sebagai hukum pelengkap (aanvullenrceht atau optimal law). Dengan

karakter demikian, orang boleh menggunakan atau tidak menggunakan

ketentuan yang terdapat di dalam III Kitab Undang-undang Hukum

Perdata tersebut (Ridwan Khairandy, 2013: 84).

Hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada subjek perjanjian

unjuk melakukan perjanjian dengan beberapa pembatasan tertentu.

Sehubungan dengan itu Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

menyatakan:

a. Ayat (1) menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya;

b. Ayat (2) menyebutkan bahwa perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali

selain dengan kata sepakat kedua belah pihak atau dikarenan alasan

undang-undang;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

60

c. Ayat (3) menyebutkan bahwa perjanjian tersebut harus dilaksanakan

dengan itikad baik.

Ridwan Khairandy (2013: 84) berpendapat bahwa asas-asas

perjanjian yang terkandung pada Pasal 1338 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata sebagai berikut:

a. Asas konsensualisme;

b. Asas kekuatan mengikatnya kontrak (pacta sunt servanda);

c. Asas kebebasan berkontrak;

d. Asas itikad baik.

Adapun penjelasan dari asas-asas tersebut adalah sebagai berikut

a. Asas konsensualisme

Perjanjian harus didasarkan pada consensus atau kesepakatan

dari pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan asas

konsensualisme, perjanjian dikatakan telah lahir jika ada kata sepakat

atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang membuat

perjanjian tersebut. Berdasarkan asas konsensualisme itu, dianut pahak

bahwa sumber kewajiban kontraktual adalah bertemunya kehendak

atau konsensus para pihak yang membuat perjanjian (Ridwan

Khairandy, 2013: 90).

b. Asas kekuatan mengikatnya kontrak

Asas kekuatan mengikatnya kontrak sering kita kenal dengan

asas pacta sunt servanda. Menurut asas ini, kesepakatan para pihak itu

mengikat sebagaimana layaknya undang-undang bagi pihak yang

membuatnya. (Ridwan Khairandy, 2013: 91).

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

61

Apa yang dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan menjadi

hukum bagi mereka. Asas inilah yang menjadi kekuatan mengikatnya

perjanjian. Ini bukan kewajiabn moral, tetapi juga kewajiban hukum

yang pelaksanaannya wajib ditaati (Ridwan Khairandy, 2013: 91).

c. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang

sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh

Ridwan Khairandy (2013: 87) didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1)

KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Ridwan Khairandy (2013: 88) menjelaskan bahwa dalam

perkembangannya, ternyata asas kebebasan berkontrak dapat

menimbulkan ketidakadilan, karena untuk mencapai asas kebebasan

berkontrak harus didasarkan pada posisi tawar (bargaining position)

para pihak yang seimbang. Kenyataannya, hal tersebut sulit dijumpai

adanya kedudukan posisi tawar yang betul-betul seimbang atau sejajar.

Pihak yang memiliki posisi tawar lebih tinggi seringkali memaksakan

kehendaknya. Dengan posisi yang demikian itu, ia dapat mendikte

pihak lainnya untuk mengikuti kehendaknya dalam perumusan isi

perjanjian.

Melihat keadaan demikian, pemerintah atau negara seringkali

melakukan interverensi atau pembatasan kebebasan berkontrak dengan

tujuan untuk melindungi pihak yang lemah. Pembatasan tersebut dapat

dilakukan melalui peraturan perundang-undangan dan putusan

pengadilan (Ridwan Khairandy, 2013: 88).

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

62

Pasal 1320 Kitab Undang-undang-Hukum Perdata sendiri

sebenarnya membatasi asas kebebasan berkontrak melalui pengaturan

persyaratan sahnya perjanjian yang harus memenuhi kondisi:

1) Adanya kata sepakat para pihak;

2) Kecakapan para pihak untuk membuat kontrak

3) Adanya objek tertentu

4) Adanya kausa yang tidak bertentangan dengan hukum

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada

seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan

dengan perjanjian, sebagaimana yang dikemukakan Ahmadi Miru

(2007: 4), diantaranya:

1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau

tidak;

2) Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

3) Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

5) Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan.

d. Asas itikad baik

Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian

dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik berarti keadaan para pihak

untuk membuat dan melaksanakan kontrak secara jujur, terbuka, dan

saling percaya. Dalam kontrak, keadaan batin para pihak tidak boleh

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

63

dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau

menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya (Sukar Dadang, 2011: 10).

F. Layanan Purna Jual

1. Pengertian Layanan Purna Jual

Layanan Purna Jual terdiri dari kata “layanan” dan purna Jual”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: 646),

yang dimaksud “layanan” adalah perihal atau cara melayani. Sedangkan

“purna jual” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta,

2007: 910) adalah pelayanan penjualan lebih lanjut setelah transaksi,

termasuk pemberian garansi pasca jual.

Philip Kotler (2002: 508) mengatakan bahwa layanan purna jual

adalah layanan yang diberikan perusahaan kepada seorang konsumen

setelah terjadinya transaksi penjualan. Dalam ketentuan Bab I Pasal 1 ayat

(12) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 643/MPP/Kep/9/2002, pelayanan purna jual adalah

pelayanan yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap

barang atau jasa yang dijual dalam hal jaminan mutu, daya tahan,

kehandalan operasional sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, pengaturan layanan purna jual ini hanya

dinyatakan dalam Pasal 25 ayat 1 yang menyatakan bahwa pelaku usaha

yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam

batas waktu sekurang-kurangnya satu tahun wajib menyediakan suku

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

64

cadang dan atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau

garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.

Selanjutnya dalam Pasal 25 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen dinyatakan apabila pelaku usaha

tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas

perbaikan atau tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi

yang diperjanjikan maka wajib bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi

dan/atau gugatan konsumen.

2. Pengaturan dan Cakupan Purna Jual

Seorang konsumen dalam melakukan transaksi jual beli melalui

beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi konsumen, tahap

purna transaksi. Dalam tahap pra transaksi, konsumen harus mendapatkan

informasi atas barang dan/atau jasa yang akan dibelinya secara benar, jelas

dan jujur melalui brosur, label, iklan ataupun bentuk informasi lain yang

diberikan pelaku usaha. Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau

jasa tersebut terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah

mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis

maupun tidak tertulis (AZ Nasution, 2001: 15).

Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau jasa tersebut

terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah mencapai

kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis maupun tidak

tertulis. Masalah yang banyak terjadi dalam tahap ini adalah jika

terdapatnya perjanjian baku yang lebih banyak menguntungkan pelaku

usaha karena perjanjian itu dibuat secara sepihak, posisi konsumen disini

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

65

adalah lemah. Kemudian setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen

akan melewati tahap selanjutnya yaitu tahap purna transaksi. Pada tahap

purna transaksi ini berhubungan dengan tingkat kepuasan konsumen,

apakah barang dan/atau jasa yang dibelinya sesuai dengan apa yang

diiklankan, sesuai dengan jaminan atau layanan purna jualnya sudah

memadai atau belum. Pada tahap ketiga dalam tahapan transaksi

konsumen ini dikenal istilah layanan purna jual (AZ. Nasution, 2001: 15).

Philip Kotler (2002: 508) mengatakan bahwa layanan purna jual

adalah layanan yang diberikan perusahaan kepada seorang konsumen

setelah terjadinya transaksi penjualan. Menurut ketentuan Bab I Keputusan

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan

Barang dan atau Jasa Yang Beredar di Pasar, Pasal 1 angka (12)

disebutkan bahwa pelayanan purna jual adalah layanan yang diberikan

oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang

dijual dalam hal jaminan mutu, daya tahan, kehandalan operasional

sekurang-kurangnya satu tahun. Pengaturan teknis purna jual diatur dalam

Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum

Pelayanan Purna Jual. Ada dua jenis layanan purna jual yang diatur dalam

Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007, yaitu:

a. Pelayanan Purna Jual Selama Masa Garansi

Pelayanan purna jual selama masa garansi meliputi jaminan

pemeriksaan, perbaikan dan/atau penggantian barang atau

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

66

komponennya tidak berfungsi dengan biaya ditanggung oleh prinsipal

selama barang digunakan/dioperasikan (Standar Nasional Indonesia

Nomor 7229:2007 angka 2.9).

b. Pelayanan Purna Jual Pasca Garansi

Jaminan perawatan berkala, perbaikan, penggantian dan ketersediaan

komponen dari barang yang bersangkutan, ketersediaan teknologi,

tenaga teknis yang kompeten serta bengkel perawatan dan perbaikan

yang disediakan dengan biaya yang dibebankan kepada konsumen

(Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 angka 2.8).

Persyaratan umum layanan purna jual yang ditentukan dalam

Standar Nasional Indonesia No 7229:2007 angka 3.1 adalah jaminan

pelayanan purna jual dilakukan dengan penyediaan dokumen sebagai

informasi kepada konsumen yang mencakup dan tidak terbatas pada

identitas dan spesifikasi barang, prosedur, buku petunjuk, brosur,

skema/diagram/gambar atau media pendukung lainnya yang menggunakan

Bahasa Indonesia dan mudah dimengerti, meliputi:

a. Identitas, spesifikasi dan karakteristik barang (angka 3.1.1);

b. Identitas, spesifikasi dan karakteristik bagian, komponen dan asesoris

(angka 3.1.2)

c. Cara penggunaan atau pengoperasian dan perawatan (angka 3.1.3);

d. Pedoman teknik atau pedoman service (angka 3.1.4);

e. Jaminan pelayanan purna jual (3.1.5);

Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesai Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran

Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan bagi Produk

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

67

Telematika dan Elektronika, menyebutkan bahwa pemberian pelayann

purna jual selama masa garansi dan pasca garansi berupa:

a. Ketersediaan pelayanan purna jual (service center);

b. Ketersediaan suku cadang;

c. Penggantian produk sejenis apabila terjadi kerusakan yang tidak dapat

diperbaiki selama masa garansi yang diperjanjikan; dan

d. Penggantian suku cadang sesuai jaminan selama masa

garansi yang diperjanjikan.

3. Service Center

Jasa bidang perdagangan bagi pertumbuhan dan pembangunan

perekonomian dunia begitu penting keberadaannya, maka disusunlah

ketentuan umum jasa pelayanan purna jual dalam rangka meningkatkan

efisiensi dan daya saing dalam negeri dengan kriteria yang objektif dan

transparan. Ketentuan umum jasa pelayanan purna jual disusun

berdasarkan kebutuhan antara produsen, perusahaan perdagangan, bengkel

perawatan dan perbaikan serta konsumen dalam melakukan pelayanan

purna jual terhadap barang dalam masa garansi maupun setelah masa

garansi (Prakata Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang

Ketentuan umum Pelayanan Purna Jual huruf i).

Keberadaan service center sangat diperlukan bagi pelaku usaha

untuk memberikan layanan purna jual kepada konsumen khususnya

konsumen pengguna barang elektronik. Kewajiban pelaku usaha dalam

memberikan layanan purna jual kepada konsumen diatur dalam Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Pasal

25 ayat 1 yang menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi

barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

68

kurangnya satu tahun wajib menyediakan suku cadang dan fasilitas purna

jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang

diperjanjikan. Selanjutnya dalam Pasal 19 angka (1) Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan

bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Service Center berasal dadi kata “servis” dan “senter”. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadinta, 2007: 1053) “service”

berarti pelayanan, layanan. Kata “senter” menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Poerwadinta, 2007: 1040) berarti pusat, tengah, sentral.

Pengertian service center dapat ditemukan dalam Standar Nasional

Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum Dalam Pelayanan

Purna Jual. Meski tidak disebutkan secara tegas, namun dalam angka 2.3

Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum

Dalam Pelayanan Purna Jual dijelaskan tentang bengkel perawatan dan

perbaikan.

Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan

Umum Dalam Pelayanan Purna Jual angka 2.3 menjelaskan bahwa

bengkel perawatan dan perbaikan adalah tempat atau unit atau service

center perawatan dan perbaikan suatu barang yang memiliki tenaga teknik

yang kompeten, peralatan-peralatan kerja, persediaan bagian komponen

dan asesoris yang diperlukan untuk penggantian, serta dokumen-dokumen

teknik yang diperlukan untuk perawatan dan perbaikan, sesuai dengan

jenis barang yang dilayaninya.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

69

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah dengan

melihat, menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang

menyangkut asas-asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundang-

undangan, pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum yang berkaitan. Jenis

pendekatan ini menekankan pada diperolehnya keterangan berupa naskah

hukum yang berkaitan dengan objek yang diteliti (Soerjono Soekanto dan Sri

Mamudji, 985: 52).

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penulisan skripsi ini termasuk penelitian

deskriptif analitis, yaitu penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang

terjadi di dalam masyarakat (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004:1).

C. Sumber Data

1. Data primer berupa keterangan atau hasil wawancara dengan Kepala

Teknisi Service Center Polytron atau yang mewakilinya dan konsumen

pengguna produk Polytron.

2. Data sekunder

a. Bahan hukum primer, yaitu diperoleh dari bahan pustaka yang berisikan

tentang bahan primer yang mencakup Perlindunga Hukum Konsumen,

buku kepustakan yang meliputi peraturan perundang-undangan, buku-

buku literatur, serta dokumen dan sumber lain yang berhubungan

dengan obyek penelitian.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

70

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang merupakan

penjelasan dari bahan hukum primer.

c. Bahan hukum tersier, yaitu data penunjang yang menjelaskan bahan

hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor Service Center Polytron Perwakilan

Purwokerto, Irama Mas Elektronik Purwokerto dan tempat lain yang

berhubungan dengan penelitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Data Sekunder diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap peraturan

perundang-undangan, buku-buku, hasil penelitian sebelumnya dan

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang selanjutnya

dipelajari sebagai pedoman untuk penyusunan data.

2. Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis juga diperoleh data primer

yang berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung data sekunder. Data

primer berupa keterangan-keterangan/hasil wawancara dengan Kepala

Teknisi Service Center Purwoketo dan konsumen pengguna televisi led

di Purwokerto tentang hal yang berhubungan dengan permasalahan yang

sedang diteliti.

F. Metode Penyajian Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun

secara sistematis. Artinya adalah antara data yang satu dengan yang lain harus

relevan dengan permasalahan sebagai satu kesatuan yang utuh, berurutan erat,

sehingga data yang disajikan dapat dengan mudah dimengerti.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

71

G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif dengan

metode berpikir deduktif (umum-khusus), yaitu dengan menjabarkan,

menafsirkan dan mengkonstriksakan data yang diperoleh berdasarkan norma-

norma atau kaidah-kaidah, teori-teori, pengertian-pengertian hukum dan

doktrin-doktrin yang ada dalam dokumen, peraturan perundang-undangan,

untuk menjawab permasalahan yang ada.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

72

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1.1 Profil Perusahaan Polytron

Polytron adalah perusahaan terbesar dan terkemuka di bidang

elektronik di Indonesia. Kekuatan dari Polytron ada pada kualitas suara

dan design-nya. Polytron memiliki 3 pabrik, di Kudus Krapyak seluas

109.000 M2, di Kudus Sidorekso (2009) seluas 130.000 M2 dan di

Sayung Semarang seluas 160.000 m2 (merupakan pabrik lemari es

terbesar di Jawa Tengah) dengan total karyawan lebih dari 6.000

orang, 19 kantor perwakilan atas nama PT. Sarana Kencana Mulya, 7

authorized dealer, dan lebih dari 63 service center meliputi seluruh

Indonesia.

Polytron didirikan 18 September 1975 di Kudus dengan nama

PT. Indonesian Electronic & Engineering, kemudian berubah nama

menjadi PT. Hartono Istana Electronik, lalu merger dan menjadi PT.

Hartono Istana Teknologi.Produk unggulan yang dijual Polyron antara

lain sebagai berikut:

1.1.1. Produk audio meliputi: portable bluetooth speakers, hifi,

minimax, compo , home theater, speaker;

1.1.2. Produk video meliputi: led tv, dvb- t receiver, dvd player;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

73

1.1.3. Produk home appliances meliputi: refrigerator, air conditioner,

wassing machine, showcase, dispenser, rice cooker, freezer;

1.1.4. Produk mobilephone / telepon genggam meliputi : feature

phone, smartphone, tablet (https://www.Polytron.co.id/ ?

fusection=home.general&csection=about_us_corporate diakses

pada tanggal 11 November 2016, pukul 23:10 WIB).

1.2 Visi dan Misi

1.2.1 Visi dari Polytron adalah memimpin pergerakan konvergensi

digital. Polytron meyakini bahwa melalui inovasi teknologi saat

ini, Polytron akan menemukan solusi yang diperlukan untuk

menghadapi tantangan hari esok.

Teknologi membuka kesempatan bagi bisnis untuk tumbuh, bagi

warga negara di pasar yang sedang berkembang untuk hidup

sejahtera dengan memasuki tahap ekonomi digital dan agar

masyarakat dapat menemukan peluang baru. Tujuan Polytron

adalah mengembangkan teknologi yang inovatif dan proses

efisien yang menciptakan pasar baru, memperkaya hidup semua

orang dan terus menjadikan Polytron sebagai pemimpin digital

terpercaya.

1.2.2 Misi Polytron adalah menjadi “digital –e company” yang

mempunyai:

a. Standar dunia;

b. Inovasi melalui kreativitas;

c. Market leader bagi setiap produk;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

74

d. Improvemen secara terus menerus secara proaktif;

e. Benar sejak awal;

f. Kepuasan pelanggan melalui refleksi yang mendalam;

g. Sumber daya manusia yang tahu-terampil-terpercaya-

terwariskan (http://sosiologibisnis.blogspot.co.id/2015/09/

budaya-korporasi-perusahaan-Polytron.html?m=1, diakses

pada tanggal 10 November 2016, pukul 00:10WIB).

1.3 Profil Sevice Center Polytron Purwokerto

Untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan layanan perbaikan

dan layanan garansi serta menumbuhkan kepercayaan dan kenyamanan

konsumen dalam penggunaan produk-produk Polytron. Alamat dan

struktur organisasi kerja Service Center Polytron Purwokerto

berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Teknisi Service Center

Polytron Purwokerto tanggal 19 Desember 2016 pukul 14.00 WIB

adalah sebagai berikut:

1.3.1 Service Center Polytron

Alamat : Jl. Yos Sudarso Nomor 1

Purwokerto

Telephon : (0281) 633498

Jam Layanan :

a. Senin – Jumat : 08.30 – 17.00 WIB

b. Sabtu : 08.30 – 14.30 WIB

c. Minggu dan Libur Nasional : Tutup

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

75

1.3.2 Struktur Organisasi Kerja Service Center Polytron Purwokerto

a. Kepala Teknisi : 1 (satu) orang

b. Teknisi : 4 (empat) orang

c. Administrasi Counter : 1 (satu) orang

d. Administrasi Spare Part : 1 (satu) orang

e. Supir : 3 (orang)

f. Operator Toko : 1 (satu) orang

2. Data Sekunder

2.1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen antara lain,

2.1.1 Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen ayat (1) menyebutkan bahwa

perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen;

2.1.2 Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen ayat (2) menyebutkan bahwa

konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak

untuk diperdagangkan;

2.1.3 Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen ayat (3) menyebutkan bahwa pelaku

usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan hukum

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

76

yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan

dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia baik sendiri

maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

2.1.4 Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen yang

harus dilindungi yaitu:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa:

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan

barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi

serta jaminan yang diwajibkan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara

patut;

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan

konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan

jujur serta tidak diskriminatif;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

77

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

jasa yangditerima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan lainnya.

2.1.5 Kewajiban konsumen sebagaimana telah diatur dalam Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

pada Pasal 5 sebagai berikut:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian

barang dan/jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa

perlindungan konsumen secara patut.

2.1.6 Hak pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Hak untuk menerima pembayaran uang yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan

konsumen yang tidak beritikad baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

78

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara

hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh

barang dan/atau jasa yang di perdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

2.1.7 Kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta

member penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan

jujur serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan

atau mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi

jaminan dan/atau garansi atas barang yang di buat dan/atau

diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian

apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau

dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

79

2.1.8 Penyelesaian sengketa konsumen menurut Pasal 45 Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

yaitu:

a. Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap konsumen yang

dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga

yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen

dan pelaku usaha atau melalui peradilan umum;

b. Ayat (2) menjelaskan bahwa penyeelesaian sengketa

konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar

pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa;

c. Ayat (3) meneyebutkan bahwa penyelesaian sengketa di

luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur

dalam undang-undang;

d. Ayat (4) menyebutkan bahwa apabila telah dipilih upaya

penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan

gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila

upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu

pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

2.2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesai Nomor 19/M-

DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual)

dan Kartu Jaminan bagi Produk Telematika dan Elektronika Selama

Masa Garansi dan Pasca Garansi, yaitu:

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

80

2.2.1 Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa yang dimaksud produk

elektronika adalah produk-produk elektronika konsumsi yang

dipergunakan di dalam kehidupan rumah tangga;

2.2.2 Pasal 1 ayat (8) menyebutkan bahwa kartu jaminan/garansi

purna jual dalam Bahasa Indonesia yang selanjutnya disebut

kartu jaminan adalah kartu yang menyatakan adanya jaminan

ketersediaan suku cadang serta fasilitas dan pelayanan purna

jual produk telematika dan elektronika;

2.2.3 Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap produk elektronika

yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di

pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk

penggunaan dan kartu jaminan dalam Bahasa Indonesia;

2.2.4 Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa kartu jaminan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memuat

informasi sekurang-kurangnya:

a. Masa garansi;

b. Biaya perbaikan gratis selama masa garansi yang

diperjanjikan;

c. Pemberian pelayanan purna jual berupa jaminan

ketersediaan suku cadang dalam masa garansi dan pasca

garansi;

d. Nama dan alamat pusat pelayanan purna jual (service

center);

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

81

2.2.5 Pasal 3 ayat (3) menyebutkan bahwa pemberian pelayanan

purna jual selama masa garansi dan pasca garansi sebagaimana

diatur pada ayat (2) huruf c berupa:

a. Ketersediaan pusat pelayanan purna jual (service center);

b. Ketersediaan suku cadang;

c. Penggantian produk sejenis apabila kerusakan yang tidak

dapat diperbaiki selama masa garansi yang diperjanjikan;

dan

d. Penggantian suku cadang sesuai jaminan selama masa

garansi yang diperjanjikan.

2.3 Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan

Umum Layanan Purna Jual, yaitu:

2.3.1 Angka 2.3 menyebutkan bahwa yang dimaksud bengkel

perawatan dan perbaikan adalah tempat atau unit atau service

center perawatan dan perbaikan suatu barang yang memiliki

tenaga teknik yang kompeten, peralatan-peralatan kerja,

persediaan bagian, komponen, dan asesoris yang diperlukan

untuk penggantian, serta dokumen-dokumen teknik yang

diperlukan untuk perawatan dan perbaikan, sesuai dengan jenis

barang yang dilayaninya;

2.3.2 Angka 2.7 menyebutkan bahwa pelayanan purna jual adalah

pelayanan yang diberikan oleh prinsipal kepada konsumen

terhadap barang yang dijual dalam hal daya tahan kehandalan

operasional;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

82

2.3.3 Angka 2.8 menyebutkan bahwa pelayanan purna jual pasca

garansi meliputi jaminan perawatan berkala, perbaikan,

penggantian dan ketersediaan komponen dari barang yang

bersangkutan, ketersediaan teknologi, tenaga teknis yang

kompeten serta bengkel perawatan dan perbaikan yang

disediakan dengan biaya dibebankan kepada konsumen;

2.3.4 Angka 2.9 menyebutkan bahwa pelayanan purna jual selama

garansi meliputi jaminan pemeriksaan, perbaikan dan/atau

penggantian bila barang atau komponenya tidak berfungsi

dengan biaya ditanggung oleh prinsipal, selama barang

digunakan/dioperasikan secara benar sesuai dengan prosedur

penggunaan yang ditetapkan;

2.3.5 Angka 2.14 menyebutkan bahwa yang dimaksud prinsipal

pelayanan purna jual adalah perorangan atau badan usaha yang

berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum di luar negeri

atau di dalam negeri yang bertanggungjawab dalam pelayanan

purna jual atas penjualan barang yang dimiliki/dikuasai dengan

atau tanpa menunjuk pihak lain;

2.4 Data penelitian terkait dengan Ketentuan Layanan Departemen

Service PT. Sarana Kencana Mulya yang menjadi landasan kerja

Service Center Polytron Purwokerto. Adapun Ketentuan Layanan

Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya sebagai berikut:

2.4.1 Menyediakan layanan perbaikan produk dan penjualan untuk

produk yang dijual oleh PT. Sarana Kencana Mulya. Produk

harus berwujud pesawat jadi, tidak berupa modul saja;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

83

2.4.2 Untuk mendapatkan garansi, pesawat harus disertai kartu

garansi dan bukti pembelian yang sah sesuai dengan tipe,

nomor seri yang terdaftar di database kami;

2.4.3 Garansi berlaku untuk kerusakan yang diakibatkan pemakaian

normal sesuai dengan buku petunjuk dan gangguan teknis

akibat kesalahan pabrik;

2.4.4 Jangka waktu garansi berlaku dari tanggal pembelian produk.

Ketentuan waktu, cakupan dan syarat-syarat berlakunya

garansi, sesuai yang tertulis dalam kartu garansi;

2.4.5 Untuk perbaikan pesawat sudah tidak bergaransi, kami

memberikan garansi service selama 60 hari dari tanggal

pengambilan. garansi service berlaku untuk biaya perbaikan

dan biaya suku cadang yang sama dengan perbaikan

sebelumnya;

2.4.6 Untuk pesawat yang sudah tidak bergaransi, akan dikenakan

biaya perbaikan, biaya suku cadang atau biaya kunjungan

sesuai ketentuan kami;

2.4.7 Memberikan layanan kunjungan perbaikan ke rumah

konsumen, sebagai berikut:

a. Kunjungan berdasarkan permintaan konsumen dan

waktunya akan kami atur sesuai jadwal;

b. Kunjungan hanya berlaku untuk produk televisi 20 inci

keatas, kulkas, ac, dispenser dan mesin cuci.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

84

2.5 Data penelitian terkait formulir tanda serah terima barang antara

konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto, yaitu:

2.5.1 Garansi diberikan apabila produk disertai kartu garansi dan

bukti pembelian yang asli, sah dan benar;

2.5.2 Untuk produk yang masih garansi jual, masa garansi berlaku

sampai dengan waktu yang ditentukan sesuai tanggal

pembelian yang tercantum dalam bukti pembelian yang asli,

sah dan benar;

2.5.3 Untuk produk yang tidak garansi atau bekas perbaikan diluar

service center resmi PT Sarana Kencana Mulya, karena

memiliki resiko reparasi yang besar, maka konsumen

menyetujui konsekuensi adanya resiko reparasi dan tidak akan

mengajukan keberatan dikemudian hari, resiko reparasi antara

lain adalah produk tidak bias diperbaiki, adanya kerusakan

tambahan dan lain-lain;

2.5.4 Kami tidak bertanggungjawab terhadap kehilangan/kerusakan

data di dalam memori produk, konsumen harus membackup

datanya sebelum diperbaiki;

2.5.5 Adanya perubahan status garansi menjadi tidak garansi, apabila

ditemukan kesalahan garansi setelah produk diperiksa lebih

lanjut;

2.5.6 Pengambilan produk harus menggunakan tanda terima resmi

PT Sarana Kencana Mulya. Kami tidak bertanggungjawab atas

produk yang lebih dari 3 (tiga) bulan tidak diurus/diambil oleh

konsumen;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

85

2.5.7 Dengan menandatangani tanda terima ini, berarti konsumen

telah menyetujui persyaratan perbaikan sesuai kartu garansi

dan ketentuan layanan sevis PT Sarana Kencana Mulya.

2. Data Primer

Berdasarkan keterangan dari hasil wawancara dengan Kepala Teknisi

Service Center Polytron Purwokerto tanggal 19 Desember 2016 pukul

14.00 WIB, diperoleh data sebagai berikut :

3.1 Polytron adalah merek dagang elektronik yang diproduksi oleh PT

Hartono Istana teknologi sebagai produsen yang bergerak di bidang

elektronik yang bekerjasama dengan PT Sarana Kencana Mulya

sebagai perusahaan yang memasarkan merek Polytron.

3.2 Keberadaan Service Center Polytron di Purwokerto bertujuan agar

konsumen produk-produk Polytron dapat terjamin dalam pelayanan

perbaikan dan perawatan, baik selama masa garansi maupun pelayanan

pasca garansi.

3.3 Hak dan kewajiban konsumen dalam layanan purna jual di Service

Center Polytron Purwokerto adalah sebagai berikut:

3.3.1 Hak konsumen dalam layanan purna jual di Service Center

Polytron Purwokerto

a. Mendapatkan pelayanan yang ramah dari petugas Service

Center Polytron Purwokerto;

b. Menyampaikan informasi atas kerusakan produk Polytron;

c. Mendapatkan informasi tentang kerusakan televisi led

Polytron yang menjadi keluhan konsumen;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

86

d. Mendapatkan informasi terhadap resiko akbat perbaikan

televisi led Polytron;

e. Mendapatkan informasi tentang harga perbaikan televisi led

Polytron yang mengalami kerusakan;

f. Mendapatkan informasi tentang lamanya perbaikan televisi

led Polytron di Service Center Polytron Purwokerto;

g. Mendapatkan garansi dua bulan untuk perbaikan televisi

led yang telah diperbaiki dan habis masa garansi dari

pabrik;

h. Mendapatkan layanan perbaikan gratis atas televisi led

Polytron selama masa garansi yang ditentukan;

i. Mendapatkan informasi tentang batasan garansi televisi led

Polytron;

j. Mendapatkan surat tanda terima perbaikan televisi led

Polytron;

k. Mendapatkan layanan antar jemput televisi led Polytron

bagi konsumen; yang lokasinya jauh dari Service Center

Polytron Purwokerto;

l. Dalam hal konsumen merasa tidak puas terhadap layanan

yang diberikan Service Center Polytron Purwokerto, pihak

Service Center Polytron Purwokerto mempersilahkan

konsumen untuk mengadukan keluhannya ke nomor

costumer care pusat dengan nomor 0-800-1-10099 atau ke

website resmi www.Polytron co.id atau ke facebok Polytron

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

87

atau twiter @PolytronIndo atau ke lembaga lain yang

menurut konsumen dapat menampung keluhan mereka.

3.3.2 Kewajiban konsumen dalam layanan purna jual televisi led di

Service Center Polytron Purwoketo adalah:

a. Menyampaikan secara benar kerusakan televisi led Polytron

kepada petugas Service Center Polytron;

b. Membayar jasa perbaikan televisi led Polytron seperti yang

telah disampaikan petugas Service Center Polytron jika

televisi led masa garansi pabrikan telah habis;

c. Menyimpan baik-baik surat tanda terima perbaikan televisi

led Polytron untuk mengambil dan mengklaim garansi

televisi led Polytron jika sudah habis masa garansi

pabrikan;

d. Menunjukan nota pembelian/ kuitansi dan kartu garansi

sebagai syarat yang asli dalam layanan perbaikan secara

gratis selama masa garansi pabrikan;

e. Mengikuti segala ketentuan yang diberikan Service Center

Polytron.

3.4 Jenis garansi untuk televisi led Polytron

Adapun untuk jenis garansi televisi led Polytron adalah sebagai

berikut:

3.4.1 Untuk televisi led Polytron ukuran 19-32 inci berhak

mendapatkan layanan perbaikan gratis termasuk di dalamnya

penggantian semua suku cadang dan komponen led termasuk

remote selama 1 (satu) tahun);

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

88

3.4.2 Untuk televisi led Polytron ukuran 39-65 inci berhak

mendapatkan layanan perbaikan gratis termasuk di dalamnya

penggantian semua suku cadang dan komponen led termasuk

remote selama 2 (dua) tahun);

3.5 Permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual televisi led di

Service Center Polytron Purwokerto

3.5.1 Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke

Service Center Polytron Purwokerto:

a. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,

konsumen tidak dapat menunjukan surat-surat yang

dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti

kuitansi pembayaran dan lembar kartu

b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,

konsumen dapat menunjukan surat-surat yang

dipersyaratkan pihak Service Center Polytron namun tidak

lengkap, contohnya konsumen hanya dapat menunjukan

kuitansi pembayaran saja atau lembar kartu garansi saja;

c. Dalam hal pengambilan televisi led yang sudah selesai

diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda

terima barang yang diberikan petugas service center saat

konsumen menyerahkan televisi led yang mengalami

kerusakan;

d. Konsumen hanya bersedia membeli komponen tipe dan seri

tertentu namun tidak membawa televisi led yang

mengalami kerusakan.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

89

3.5.2 Dalam hal layanan purna jual kunjungan ke tempat konsumen:

a. Saat memberi informasi kerusakan unit televisi led kepada

Service Center Polytron, konsumen tidak memberi

informasi secara benar tentang kerusakan televisi led milik

konsumen sehingga saat petugas service center

mengunjungi konsumen tidak dapat memperbaiki

kerusakan televisi led milik konsumen akibat tidak

membawa komponen dan spare part yang diperlukan guna

memperbaiki kerusakan televisi led milik konsumen;

b. Saat memberi informasi lokasi konsumen kepada Service

Center Polytron, konsumen tidak memberikan alamat

secara lengkap sehingga membuat petugas service center

yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen tidak dapat

berkunjung ke lokasi konsumen;

c. Saat memberi informasi nomor handphone kepada service

center, nomor handphone konsumen tidak dapat dihubungi;

3.6 Penanganan terhadap permasalahan yang ditemukan dalam layanan

purna jual di Service Center Polytron Purwokerto

3.6.1 Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke

Service Center Polytron Purwokerto:

a. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,

konsumen tidak dapat menunjukan surat-surat yang

dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti

kuitansi pembayaran dan lembar kartu garansi, dengan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

90

pertimbangan kerusakan televisi led Polytron dapat segera

diperbaiki, petugas tetap menerima televi led dan segera

diperbaiki dengan memberi informasi kepada konsumen

agar segera menyerahkan syarat-syarat pelayanan garansi.

Jika konsumen tidak dapat menunjukan persyaratan yang

ditentukan dalam paelayanan garansi, maka konsumen

harus mengganti biaya perbaikan televisi led Polytron.

b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,

konsumen menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan

pihak Service Center Polytron namun tidak lengkap,

contohnya konsumen hanya dapat menunjukan kuitansi

pembayaran saja atau lembar kartu garansi saja. Dengan

pertimbangan kerusakan televisi led Polytron dapat segera

diperbaiki, petugas tetap menerima televi led dan segera

diperbaiki dengan memberi informasi kepada konsumen

agar segera menyerahkan syarat-syarat pelayanan garansi.

Jika konsumen tidak dapat menunjukan persyaratan yang

ditentukan dalam paelayanan garansi, maka konsumen

harus mengganti biaya perbaikan televisi led Polytron.

c. Dalam hal pengambilan televisi led yang sudah selesai

diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda

terima barang yang diberikan petugas Service saat

konsumen menyerahkan televisi led yang mengalami

kerusakan, konsumen dtetap diperbolehkan mengambil

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

91

televisi led Polytron yang sesesai diperbaiki dengan

membuat surat pernyataan bermaterai Rp 6000 ,00 disertai

foto copy identitas diri yang sesuai dengan data yang ada di

Service Center Polytron Purwokerto.

d. Dalam hal konsumen hanya bersedia membeli komponen

tipe dan seri tertentu namun tidak membawa televisi led

yang mengalami kerusakan, maka dari petugas service

center tidak dapat memenuhi permintaan konsumen dan

menyarankan agar televisi led milik konsumen yang

mengalami kerusakan dibawa ke Service Center Polytron

Purwokerto.

3.6.2 Dalam hal layanan purna jual konsumen mendapat kunjungan

ke rumah oleh petugas Service Center Polytron Purwokerto:

a. Penanganan masalah saat memberi informasi kerusakan

unit televisi led kepada Service Center Polytron, konsumen

tidak memberi informasi secara benar tentang kerusakan

televisi led milik konsumen sehingga saat petugas Service

senter mengunjungi konsumen tidak dapat memperbaiki

kerusakan televisi led milik konsumen akibat tidak

membawa komponen dan spare part yang diperlukan guna

memperbaiki kerusakan televisi led konsumen, adalah saat

sampai ke tempat konsumen, karena apa yang dikeluhkan

dan kenyataan tentang kerusakan berbeda, sehingga

mengakibatkan kesalahan analisa kerusakan yang berakibat

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

92

kesalahan dalam pembawaan komponen dan spare part,

maka petugas Service Center Polytron memberi penjelasan

kepada konsumen bahwa untuk menangani kerusakan

televisi led milik konsumen tersebut, televisi led milik

konsumen tersebut harus dibawa ke Service Center

Polytron Purwokerto untuk diperbaiki.

b. Penanganan masalah saat memberi informasi lokasi

konsumen kepada Service Center Polytron, konsumen tidak

memberikan alamat secara lengkap sehingga membuat

petugas Service Center Polytron yang bertugas

mengunjungi lokasi konsumen tidak dapat berkunjung ke

lokasi konsumen adalah pertama dari petugas Service senter

yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen menghubungi

lewat handphone tentang alamat lokasi konsumen secara

jelas atau jika konsumen tidak dapat dihubungi, maka

konsumen tersebut batal untuk dikunjungi sampai ada

informasi yang jelas tentang lokasi konsumen berada.

c. Penanganan masalah saat memberi informasi nomor

handphone kepada service center, nomor handphone

konsumen tidak dapat dihubungi adalah dari petugas

Service Center Polytron sebelum data konsumen diberikan

kepada petugas yang akan berkunjung ke tempat konsumen,

meminta kepada konsumen agar member nomor handphone

lebih dari dua nomor handphone.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

93

3.7 Dalam proses menangani permasalahan yang terjadi saat melayani

keluhan konsumen, pihak Service Center Polytron Purwokerto selalu

berusaha mengedepankan semangat kekeluargaan melalui musyawarah

dan itikad baik agar tercapai solusi permasalahan yang terbaik antara

pihak Service Center Polytron Purwokerto dan konsumen pengguna

televisi led Polytron. Warsono selanjutnya memberi keterangan kepada

penulis bahwa sampai saat wawancara dilakukan pihak Service Center

Polytron belum pernah menjumpai permasalahan konsumen yang

dibawa ke pengadilan.

B. Pembahasan

1. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Konsumen dalam Layanan Purna

Jual di Service Center Polytron Purwokerto

Dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap konsumen dan

menghindarkan konsumen dari resiko kerugian akibat bertransaksi barang

dan atau jasa yang beredar di pasar pemerintah menetapkan Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No:

634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tatacara Pengawasan

Terhadap Barang yang Beredar di Pasar. Pengawasan barang beredar ini,

di satu sisi sangat penting bagi produsen agar mereka terlindungi dari

persaingan yang tidak sehat baik untuk produksi dalam negeri maupun luar

negeri dan disisi lain, konsumen juga mendapatkan haknya memperoleh

barang yang terjamin mutu dan keamanannya (2009: 221-222).

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

94

Perlindungan hukum bagi konsumen sangat dibutuhkan oleh

sebagian besar kalangan masyarakat khususnya adalah para konsumen

karena dalam pergaulan hidup mereka sehari-hari masih sangat banyak

ditemukan permasalahan tentang sengketa konsumen, dimana mereka

merasa dirugikan oleh produsen karena produk barang, dan/atau jasa yang

dikonsumsinya. Hal itulah yang menjadikan alasan konsumen kemudian

menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha, akan tetapi konsumen

belum mendapatkan perlindungan hukum yang tepat dikarenakan masih

lemahnya perlindungan hukum yang diberikan pelaku usaha terhadap

konsumen yang menderita kerugian tersebut (Elia Wuria Dewi, 2015:3).

Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah segala

upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015:

1) menjelaskan bahwa kalimat yang menyatakan “segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum“ merupakan benteng untuk

meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha

hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.

Pelaku usaha maupun konsumen mempunyai hak yang sama untuk

mendapat perlindungan hukum selama pelaku usaha dan konsumen telah

memenuhi kewajibannya. Hak dan kewajiban konsumen serta pelaku

usaha diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen Pasal 4 mengenai hak dan kewajiban konsumen

dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

95

Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.1.4 mengenai hak-hak

konsumen diketahui bahwa hak-hak konsumen menurut Pasal 4 Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa:

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

diwajibkan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau jasa yang

diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya;

Perlindungan hukum terhadap konsumen tidak hanya membahas

berbagai macam hak-hak yang dimiliki konsumen. Namun juga membahas

tentang kewajiban-kewajiban konsumen sebagaimana diatur dalam

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

pada Pasal 5.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

96

Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.1.5 mengenai kewajiban

konsumen diketahui bahwa kewajiban konsumen sebagaimana telah diatur

dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen pada Pasal 5 sebagai berikut:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Selain harus memperhatikan hak-hak yang dimiliki, konsumen juga

harus memperhatikan kewajiban konsumen dalam segala aktivitasnya

dengan pelaku usaha. Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.1.6 mengenai

hak-hak pelaku usaha, diketahui bahwa hak-hak pelaku usaha menurut

Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen yaitu:

a. Hak utuk menerima pembayaran uang yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang tidak beritikad baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

97

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

di perdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Menurut Elia Wuria Dewi (2015: 59), pelaku usaha sudah

sepantasnya mengerti dan memahami apa yang menjadi hak dan

kewajiban yang dimiliki dalam menjalankan usahanya sehingga tidak ada

pihak lain yang menderita kerugian. Hak-hak yang dimiliki oleh pelaku

usaha tersebut juga diimbangi dengan dibebankannya kewajiban bagi

pelaku usaha dimana kewajiban tersebut harus ditaati dan dilaksanakan

oleh pelaku usaha.

Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.1.7 mengenai kewajiban

pelaku usaha, diketahui bahwa kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal

7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

yaitu:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

98

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau

mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau

garansi atas barang yang di buat dan/atau diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai

dengan perjanjian.

Seorang konsumen di dalam melakukan transaksi jual beli melalui

beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi dan tahap purna

transaksi. Dalam tahap pra transaksi, konsumen harus mendapatkan

informasi atas barang dan/atau jasa yang akan dibelinya secara benar, jelas

dan jujur melalui brosur, label, iklan ataupun bentuk informasi lain yang

diberikan pelaku usaha (AZ. Nasution, 2001: 15).

Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau jasa tersebut

terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah mencapai

kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis maupun tidak

tertulis (AZ. Nasution, 2001: 15).

Masalah yang banyak terjadi dalam tahap ini adalah jika

terdapatnya perjanjian baku yang lebih banyak menguntungkan pelaku

usaha karena perjanjian itu dibuat secara sepihak, posisi konsumen disini

adalah lemah. Kemudian setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen

akan melewati tahap selanjutnya yaitu tahap purna transaksi.. Pada tahap

ketiga dalam tahapan transaksi konsumen ini dikenal istilah layanan purna

jual (AZ. Nasution, 2001: 15).

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

99

Salah satu komponen penting dalam layanan purna jual sebuah

produk elektronik adalah keberadaan service center. Alasannya adalah

karena produk elektronik berkaitan dengan penggunaan listrik, sehingga

akan menimbulkan gangguan dan kerusakan dalam waktu tertentu. Hal

tersebut diungkapkan oleh Tekno Wibowo selaku Direktur Marketing PT

Hartono Istana Teknologi sebagai perusahaan yang memproduksi merek

Polytron (://swa.co.id/swa/ temds/marketing/perbaikanproduk-Polytron/di-

service-center-maksimal-dua-hari-saja, diakses tanggal 28 November 2016

Pukul 23.29 WIB).

Tekno Wibowo selanjutnya menjelaskan bahwa adanya service

center dengan layanan yang baik akan memudahkan konsumen dalam

menyampaikan keluhan selama menggunakan produk elektronik,

khususnya produk-produk Polytron. Dengan begitu diharapkan bahwa

konsumen produk Polytron akan mendapatkan kenyamanan dan

kepuasan menggunakan produk-produk Polytron sehingga konsumen tetap

mempercayakan segala kebutuhan rumah tangganya kepada merek

Polytron (://swa.co.id/swa/ temds/marketing/perbaikanproduk-Polytron/di-

service-center-maksimal-dua-hari-saja, diakses tanggal 28 November 2016

Pukul 23.29 WIB).

Demi mendukung kenyamanan dan kepuasan konsumen dalam

menggunakan produk-produk Polyron di Purwokerto dan sekitarnya

didirikanlah Service Center Polytron. Warsono selaku Kepala Teknisi

Service Center Polytron Purwokerto saat diwawancarai di Service Center

Polytron Purwokerto tanggal 19 Desember 2016 pukul 14.00 WIB

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

100

memberikan keterangan bahwa jajaran Service Center Polytron

Purwokerto dalam melayani konsumen dituntut agar senantiasa melayani

konsumen dengan sebaik-baiknya.

Pelayanan terhadap konsumen tersebut tercermin dalam setiap

interaksi antara karyawan Service Center Polytron Purwokerto dengan

konsumen baik interaksi langsung maupun interaksi lewat media

elektronika seperti telephone, whatsap, facebok dan twiter. Setiap

konsumen pengguna televisi led Polytron yang hendak menggunakan jasa

Service Center Polytron Purwokerto, berhak mendapatkan pelayanan

sebagaimana ditemukan pada hasil penelitian nomor 3.3.1 mengenai hak

konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron sebagai

berikut:

a. Mendapatkan pelayanan yang ramah dari petugas Service Center

Polytron Purwokerto;

b. Menyampaikan informasi atas kerusakan produk Polytron;

c. Mendapatkan informasi tentang kerusakan televisi led Polytron yang

menjadi keluhan konsumen;

d. Mendapatkan informasi terhadap resiko akbat perbaikan televisi led

Polytron;

e. Mendapatkan informasi tentang harga perbaikan televisi led Polytron

yang mengalami kerusakan;

f. Mendapatkan informasi tentang lamanya perbaikan televisi led

Polytron di Service Center Polytron Purwokerto;

g. Mendapatkan garansi dua bulan untuk perbaikan televisi led yang telah

diperbaiki dan habis masa garansi dari pabrik;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

101

h. Mendapatkan layanan perbaikan gratis atas televisi led Polytron

selama masa garansi yang ditentukan;

i. Mendapatkan informasi tentang batasan garansi televisi led Polytron;

j. Mendapatkan surat tanda terima perbaikan televisi led Polytron;

k. Mendapatkan layanan antar jemput televisi led Polytron bagi

konsumen yang lokasinya jauh dari Service Center Polytron

Purwokerto;

l. Dalam hal konsumen merasa tidak puas terhadap layanan yang

diberikan Service Center Polytron Purwokerto, pihak Service Center

Polytron Purwokerto mempersilahkan konsumen untuk mengadukan

keluhannya ke nomor custumer care pusat dengan nomor 0-800-1-

10099 atau ke website resmi www.Polytron.co.id atau ke facebok

Polytron atau twiter @PolytronIndo atau ke lembaga lain yang

menurut konsumen dapat menampung keluhan mereka.

Pelayanan seperti dijelaskan di atas, menurut Warsono merupakan

implementasi dari Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana

Kencana Mulya yang menjadi landasan kerja Service Center Polytron

Purwokerto. Adapun Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana

Kencana Mulya seperti ditemukan pada hasil penelitan nomor 2.4, adalah

sebagai sebagai berikut:

a. Menyediakan layanan perbaikan produk dan penjualan untuk produk

yang dijual oleh PT. Sarana Kencana Mulya. Produk harus berwujud

pesawat jadi, tidak berupa modul saja;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

102

b. Untuk mendapatkan garansi, pesawat harus disertai kartu garansi dan

bukti pembelian yang sah sesuai dengan tipe, nomor seri yang terdaftar

di database kami;

c. Garansi berlaku untuk kerusakan yang diakibatkan pemakaian normal

sesuai dengan buku petunjuk dan gangguan teknis akibat kesalahan

pabrik;

d. Jangka waktu garansi berlaku dari tanggal pembelian produk.

Ketentuan waktu, cakupan dan syarat-syarat berlakunya garansi, sesuai

yang tertulis dalam kartu garansi;

e. Untuk perbaikan pesawat sudah tidak bergaransi, kami memberikan

garansi service selama 60 hari dari tanggal pengambilan. Garansi

service berlaku untuk biaya perbaikan dan biaya suku cadang yang

sama dengan perbaikan sebelumnya;

f. Untuk pesawat yang sudah tidak bergaransi, akan dikenakan biaya

perbaikan, biaya suku cadang atau biaya kunjungan sesuai ketentuan

kami;

g. Memberikan layanan kunjungan perbaikan ke rumah konsumen,

sebagai berikut:

1) Kunjungan berdasarkan permintaan konsumen dan waktunya akan

kami atur sesuai jadwal;

2) Kunjungan hanya berlaku untuk produk televisi 20 inci keatas,

kulkas, ac, dispenser dan mesin cuci.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

103

Pihak Service Center Polytron dengan konsumennya dalam

melakukan layanan purna jual terjadi hubungan hukum diantara kedua

pihak. Hubungan hukum tersebut terjadi karena ditanda tanganinya

formulir tanda terima barang yang diajukan oleh pihak Service Center

Polytron sebelum konsumen mendapatkan layanan purna jual. Berdasarkan

hasil penelitian 2.5 mengenai formulir tanda serah terima barang antara

konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto, diketahui

hak dan kewajiban antara konsumen dan pihak Service Center Polytron

adalah sebagai berikut:

a. Garansi diberikan apabila produk disertai kartu garansi dan bukti

pembelian yang asli, sah dan benar;

b. Untuk produk yang masih garansi jual, masa garansi berlaku sampai

dengan waktu yang ditentukan sesuai tanggal pembelian yang

tercantum dalam bukti pembelian yang asli, sah dan benar;

c. Untuk produk yang tidak garansi atau bekas perbaikan diluar service

center resmi PT Sarana Kencana Mulya, karena memiliki resiko

reparasi yang besar, maka konsumen menyetujui konsekuensi adanya

resiko reparasi dan tidak akan mengajukan keberatan dikemudian hari,

resiko reparasi antara lain adalah produk tidak bisa diperbaiki, adanya

kerusakan tambahan dan lain-lain;

d. Kami tidak bertnggungjawab terhadap kehilangan/kerusakan data di

dalam memori produk, konsumen harus membackup datanya sebelum

diperbaiki;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

104

e. Adanya perubahan status garansi menjadi tidak garansi, apabila

ditemukan kesalahan garansi setelah produk diperiksa lebih lanjut;

f. Pengambilan produk harus menggunakan tanda terima resmi PT

Sarana Kencana Mulya. Kami tidak bertanggungjawab atas produk

yang lebih dari 3 (tiga) bulan tidak diurus/diambil oleh konsumen;

g. Dengan menandatangani tanda terima ini, berarti konsumen telah

menyetujui persyaratan perbaikan sesuai kartu garansi dan ketentuan

layanan Sevice PT Sarana Kencana Mulya.

Formulir tersebut merupakan perjanjian standar atau klausula baku

yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak setelah ditanda tangani

oleh pihak konsumen. Setelah adanya hubungan hukum diantara kedua

pihak, maka terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.

Menurut Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua

persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya, maka terjadinya perjanjian diantara kedua

pihak merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi seluruh ketentuan

yang telah disepakati diantara keduanya. Dalam hal ini adalah pihak

Service Center Polytron dan konsumen pengguna jasa layanan purna jual

televisi led Polytron.

Perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa layanan

purna jual televisi led di Service Center Poytron terkait dengan Pasal 4

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

diuraikan sebagai berikut:

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

105

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/ atau jasa

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/ atau jasa terdapat pada Pasal 4 huruf (a)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau

jasa.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 41) berpendapat

bahwa hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/ jasa pada intinya adalah melindungi hak

konsumen atas hak keamanan dan kesalamatan konsumen. Hak atas

keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan

dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang

diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik

maupun psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk.

Berdasarkan Pasal 4 huruf (a) Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.4 mengenai

Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana

Mulya serta hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban

konsumen pada formulir tanda serah terima barang antara

konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto apabila

dihubungkan dengan pendapat Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, maka

dapat dideskripsikan bahwa pelayanan purna jual yang dilakukan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

106

Servive Center Polytron terhadap konumen pengguna televisi led

Polytron baik selama masa garansi maupun pasca garansi telah

memenuhi ketentuan Pasal 4 Pasal 4 huruf a Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

b. Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang

dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

diwajibkan

Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan

barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang diwajibkan terdapat pada Pasal 4 huruf (b) Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang

menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk memilih barang

dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan

nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

Seorang konsumen di dalam melakukan transaksi jual beli

melalui beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi dan

tahap purna transaksi. Dalam tahap pra transaksi, konsumen harus

mendapatkan informasi atas barang dan/atau jasa yang akan dibelinya

secara benar, jelas dan jujur melalui brosur, label, iklan ataupun bentuk

informasi lain yang diberikan pelaku usaha (AZ. Nasution, 2001: 15).

Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau jasa tersebut

terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah mencapai

kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis maupun

tidak tertulis. Setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen akan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

107

melewati tahap selanjutnya yaitu tahap purna transaksi. Pada tahap

purna transaksi ini berhubungan dengan tingkat kepuasan konsumen,

apakah barang dan/atau jasa yang dibelinya sesuai dengan apa yang

diiklankan, sesuai dengan jaminan atau layanan purna jualnya sudah

memadai atau belum. Pada tahap ketiga dalam tahapan transaksi

konsumen ini dikenal istilah layanan purna jual (AZ. Nasution,

2001: 15).

Philip Kotler (2002: 508) mengatakan bahwa layanan purna jual

adalah layanan yang diberikan perusahaan kepada seorang konsumen

setelah terjadinya transaksi penjualan. Menurut ketentuan Bab I Pasal 1

angka (12) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Republik Indonesia No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa Yang Beredar di Pasar,

disebutkan bahwa pelayanan purna jual adalah layanan yang diberikan

oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang

dijual dalam hal jaminan mutu, daya tahan, kehandalan operasional

sekurang-kurangnya satu tahun.

Berdasarkan Pasal 4 huruf (b) Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 dan Pasal 1 angka (12) Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Republik Indonesia No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa Yang

Beredar di Pasar jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.4

mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana

Mulya dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

108

konsumen pada formulir tanda serah terima barang antara konsumen

dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto apabila dihubungkan

dengan pendapat pendapat AZ Nasution dan Philip Kotler, maka dapat

dideskripsikan bentuk perlindungan hukum yang diberikan Service

Center Purwokerto kepada konsumen adalah dalam hal memberikan

pelayanan terhadap jaminan yang dijanjikan, telah terpenuhi karena hak

tersebut masuk dalam kategori pelayanan purna jual.

Mengenai hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan atau

jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, belum terpenuhi karena hak

tersebut masuk dalam layanan pra transaksi dan transaksi bukan dalam

layanan purna transaksi sehingga bukan kewajiban Service Center

Polytron Purwokerto untuk memenuhinya.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/ atau jasa

Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/ atau jasa terdapat pada Pasal 4 huruf (c)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah atas informasi yang

benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau

jasa.

Elia Wuria Dewi (2015: 17) menjelaskan bahwa konsumen

berhak atas informasi yang benar,, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang/ jasa dimksudkan agar pelaku usaha selalu terbuka dan

transparan atas informasi kondisi produk serta jaminan atas barang

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

109

yang diedarkan kepada konsumen sehingga konsumen tidak merasa

dirugikan karena informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan

kondisi produk barang yang ditawarkan.

Janus Sidablok (2014: 58) menjelaskan bahwa sebelum

konsumen memakai atau mengkonsumsi produk yang diperolehnya dari

pasar, tentu ada peristiwa-peristiwa yang terjadi. Peristiwa-peristiwa

atau keadaan-keaadaan itu dapat digolongkan atau dikelompokan

kedalam beberapa tahapan peristiwa/keadaan. Adapun tahapan yang

terjadi dalam transaksi yang dilakukan antara produsen-pelaku usaha

dan konsumen dalam upaya konsumen untuk memperoleh produk

adalah sebagai berikut:

1) Tahap Pra Transaksi;

2) Tahap Transaksi;

3) Tahap Purna Transaksi.

Tahap pra transaksi adalah tahap sebelum adanya

perjanjian/transaksi konsumen, yaitu keadaan-keadaan atau peristiwa-

peristiwa yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk membeli

dan memakai produk yang diedarkan produsen-pelaku usaha (Janus

Sidablok, 2014: 58).

Pada tahap pra transaksi, sesuai dengan haknya sebagai

konsumen, konsumen mencoba mencari informasi mengenai

kebutuhannya, antara lain syarat-syarat yang perlu dipenuhi/disediakan,

harga, komposisi, kegunaan, khasiat, manfaat, keunggulannya

dibanding dengan produk lain sejenis, cara pemakaian/penggunaan dan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

110

sebagainya. Sebaliknya produsen-pelaku usaha-penjual memberi

informasi melalui berbagai media supaya konsumen tertarik dan mau

membeli/memakai. Dengan demikian, perbuatan produsen yang

berkaitan dengan pemasaran khususnya promosi dan tindakan

konsumen dalam mencari informasi tentang kebutuhannya dapat

digolongkan sebagai tahap pra transaksi (Janus Sidablok, 2014: 59).

Berdasarkan Pasal 4 huruf (c) Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan hasil

penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service

PT. Sarana Kencana dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan

kewajiban konsumen pelaku usaha pada formulir tanda serah terima

barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron apabila

dihubungkan dengan pendapat Elia Wuria Dewi dan pendapat Janus

Sidablok, maka dapat dideskripsikan bahwa pihak Service Center

Polytron Purwokerto belum mempunyai kewajiban memberikan

perlindungan kepada konsumen akan hak ini dikarenakan hak atas

informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/ atau jasa termasuk masuk dalam kegiatan konsumen pada

tahap pra transaksi

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ jasa

yang digunakan

Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/

jasa yang digunakan terdapat pada Pasal 4 huruf (d) Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

111

menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat

dan keluhannya atas barang dan/ jasa yang digunakan.

Elia Wuria Dewi (2015: 17-18) menjelaskan bahwa hak

konsumen untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau

jasa yang digunakan konsumen dimaksudkan agar pelaku uasaha harus

bersedia mendengarkan keluhan atau komplain yang diajukan oleh

konsumen ketika barang dan/ atau jasa yang ditawarkan serta

diedarkannya tidak sesuai dengan yang dipromosikan.

Janus Sidablok (2014: 34) menjelaskan bahwa apabila setelah

mengkonsumsi produk kemudian konsumen merasa dirugikan atau

dikecewakan karena ternyata produk yang dikonsumsinya tidak sesuai

dengan informasi yang diterimanya (misalnya, kualitas tidak sesuai),

produsen-pelaku usaha seharusnya mendengar keluhan konsumen itu

dan memberikan penyelesaian yang baik. Perlu ketulusan hati dari

produsen-pelaku usaha untuk mengakui kelemahannya dan senantiasa

meningkatkan pelayanannya kepada konsumen.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 43-44) menjelaskan

bahwa hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak

dirugikan lebih lanjut atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian.

Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan maupun secara

kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh

suatu lembaga tertentu misalnya melalu Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

112

Berdasarkan Pasal 4 huruf (d) Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan hasil

penelitian nomor 3.3.1.b mengenai hak konsumen dalam layanan purna

jual di Service Center Polytron Purwokerto dan hasil penelitian nomor

3.3.1.l mengenai hak konsumen dalam layanan purna jual di Service

Center Polytron Dalam hal konsumen merasa tidak puas terhadap

layanan yang diberikan Service Center Polytron Purwokerto apabila

dihubungkan dengan pendapat Elia Wuria Dewi, Janus Sidablok serta

pendapat Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, maka dapat

dideskripsikan bahwa Service Center Polytron Purwokerto dalam

memberikan layanan purna jual terhadap konsumen telah memenuhi

ketentuan Pasal 4 huruf d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut

Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut terdapat

pada Pasal 4 huruf (e) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen

adalah hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Elia Wuria Dewi (2015: 18) mengatakan bahwa konsumen

berhak mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut dimaksudkan agar para

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

113

konsumen yang mengalami kerugian dapat mendapatkan perlindungan

dan jaminan kepastian hukum sebagaimana yang telah di atur dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dapat menyelesaikan

permasalahan mereka melalui badan penyelesaian sengketa lain di luar

pengadilan yang memiliki kewenangan dalam permasalahan sengketa

konsumen.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 43-44) menjelaskan

bahwa hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak

dirugikan lebih lanjut atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian.

Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan maupun secara

kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh

suatu lembaga tertentu misalnya melalu Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia.

Janus Sidablok (2014: 34) menegaskan bahwa mengingat

produsen-pelaku usaha berada dalam kedudukan yang lebih kuat, baik

secara ekonomis maupun dari segi kekuasaan dibanding dengan

konsumen, maka konsumen perlu mendapatkan advokasi, perlindungan,

serta upaya penyelesaian sengketa secara patut atas hak-haknya.

Berdasarkan Pasal 4 huruf (e) Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan pada hasil

penelitian nomor 3.3.1.l mengenai hak konsumen dalam layanan purna

jual di Service Center Polytron apabila dihubungkan dengan pendapat

Elia Wuria Dewi, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo dan Janus

Sidablok dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

114

Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen

telah memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan advokasi,

perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen

Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen

terdapat pada Pasal 4 huruf (f) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak

konsumen adalah hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan

konsumen.

Elia Wuria Dewi (2015: 18) menjelaskan bahwa hak untuk

mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen dimaksudkan agar

ketika seorang konsumen itu mengalami hal-hal yang dirasa merugikan

dirinya, mereka tidak hanya diam saja melainkan akan cepat menyadari

bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha sehingga dengan

kritis dan mandiri mereka akan dapat memperjuangkan haknya sendiri

sebagai konsumen.

Janus Sidablok (2014: 34) memberikan ulasan bahwa konsumen

berhak mendapatkan pembinaan dan pendidikan mengenai bagaimana

berkonsumsi yang baik. Produsen pelaku usaha wajib memberi

informasi yang benar dan mendidik sehingga konsumen makin dewasa

bertindak dalam memenuhi kebutuhannya, bukan sebaliknya

mengeksploitasi kelemahan-kelemahan konsumen terutama wanita dan

anak-anak.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

115

Berdasarkan Pasal 4 huruf (f) Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen hasil penelitian nomor 2.4

mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana

Mulya jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak

dan kewajiban konsumen pelaku usaha pada formulir tanda serah

terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron

Purwokerto serta hasil penelitian hasil penelitian nomor 3.3.1 mengenai

hak konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron,

apabila dihubungkan dengan pendapat Elia Wuria Dewi dan Janus

Sidablok dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron

Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen

telah memenuhi hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan

konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif Pasal 4 huruf (g) Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa

hak konsumen adalah hak untuk diperlakukan atau dilayani secara

benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Hak tersebut juga diatur pada

Pasal 7 huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha harus

memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

116

Elia Wuria Dewi (2015: 18) menjelaskan bahwa konsumen

mempunyai hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif dimaksudkan agar pelayanan yang dilakukan

pelaku usaha harus ramah dan tidak berusaha mengelabuhi atau bahkan

memberikan informasi yang tidak benar kepada konsumen.

Janus Sidablok (2014: 35) menjelaskan bahwa dalam

memperoleh pelayanan, konsumen berhak juga untuk diperlakukan

secara benar dan jujur serta sama dengan konsumen lainnya, tanpa ada

pembeda-bedaan berdasarkan ukuran apapun, misalnya, suku, agama,

budaya, daerah asal atau tempat tinggal, pendidikan, status ekonomi

(kaya-miskin), dan status sosial lainnya.

Berdasarkan Pasal 4 huruf (g) Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan hasil

penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service

PT. Sarana Kencana Mulya dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai

hak dan kewajiban konsumen pelaku usaha pada formulir tanda serah

terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron

apabila dihubungkan dengan pendapat Eli Wuria Dewi dan Janus

Sidablok, maka dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron

Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen

telah memenuhi hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan

jujur serta tidak diskriminatif.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

117

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa yang

diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya.

Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa

yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya Pasal 4 huruf (h) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak

konsumen adalah hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/

atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa

yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya juga diatur pada Pasal 7 huruf (f) dan (g) Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 7 huruf

(f) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberi

kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

Pasal 7 huruf (g) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha

adalah memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

dengan perjanjian.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

118

Elia Wuria Dewi (2015: 18) berpendapat bahwa untuk

mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya merupakan

salah satu tanggung jawab yang harus dimiliki oleh selaku pelaku

usaha, dimana mereka wajib memberikan ganti rugi kepada konsumen

ketika produk barang dan/ atau jasa yang mereka edarkan tidak sesuai

dengan yang diperjanjikan dan tidak sesuai dengn keinginan konsumen.

Berdasarkan Pasal 4 huruf h Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 7 huruf f yang

menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberi

kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan jika dikaitakan dengan hasil penelitian nomor 2.4

mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana

Mulya dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban

yang tercantum pada formulir tanda serah terima barang antara

konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto serta hasil

penelitian nomor 3.6 mengenai penanganan permasalahan yang

ditemukan Service Center Polytron Purwokerto, jika dikaitkan dengan

pendapat Eli Wuria Dewi dan Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo serta

maka dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron Purwokerto

dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen telah

memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi

dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

119

2. Penyelesaian Masalah Dalam Upaya Perlindungan Hukum Pada

Layanan Purna Jual Televisi Led Di Service Center Polytron

Purwokerto

Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta

larangan sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara

pelaku usaha dan konsumen. Sengketa itu dapat berupa salah satu pihak

tidak mendapatkan atau menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya

karena pihak lawan tidak memenuhi kewajibannya.. Sengketa yang timbul

antara pelaku usaha dan konsumen berawal dari transaksi konsumen

disebut sengketa konsumen (Janus Sidablok, 2014: 127).

Penyelesaian sengketa konsumen menurut Pasal 45 Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat

menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan

sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan

umum;

b. Ayat (2) menjelaskan bahwa penyeelesaian sengketa konsumen dapat

ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan

pilihan sukarela para pihak yang bersengketa;

Janus Sidablok (2014: 127) berpendapat bahwa sengketa

konsumen dapat bersumber dari dua hal, yaitu:

a. Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukum sebagai mana

diatur dalam undang-undang

Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukum sebagai mana

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

120

diatur dalam undang-undang artinya pelaku usaha mengabaikan

ketentuan undang-undang tentang kewajibannya sebagai pelaku usaha

dan larangan-larangan yang dikenakan padanya dalam menjalankan

usahanya. Sengketa ini dapat disebut sengketa yang bersumber dari

hukum.

b. Pelaku usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian

Pelaku usaha usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian yang

berarti, baik pelaku usaha maupun konsumen tidak menaati kewajiban

sesuai dengan kontrak atau perjanjian yang dibuat antara mereka.

Sengketa ini dapat disebut sengketa yang bersumber dari kontrak.

Penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan konsumen dapat

diselesaikan dengan dua jalur, yaitu lewat pengadilan atau litigasi dan di

luar pengadilan atau non litigasi hal ini dijelaskan oleh Janus Sidablok

dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (2014: 128).

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Di luar pengadilan

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ialah penyelesaian melalui

lembaga-lembaga pemeritah yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha (yaitu Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen Nasional) dan /atau forum lain untuk mencapai

kesepakatan, merujuk pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999

tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, forum yang

dimaksud adalah forum negoisasi, konsiliasi, mediasi, penilaian ahli

dan arbritase.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

121

b. Pengadilan.

Penyelesaian masalah dengan litigasi, berarti pelaku usaha dan

konsumen yang mengalami kerugian menempuh jalur di pengadilan

yang berada di lingkungan peradilan umum.

Berdasarkan hasil penelitian nomor 3.5 diketahui mengenai

permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual televisi led di

Service Center Polytron Purwokerto, yaitu:

3.5.1 Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke

Service Center Polytron Purwokerto:

a. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,

konsumen tidak dapat menunjukan surat-surat yang

dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti kuitansi

pembayaran dan lembar kartu garansi.

b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,

konsumen dapat menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan

pihak Service Center Polytron namun tidak lengkap, contohnya

konsumen hanya dapat menunjukan kuitansi pembayaran saja

atau lembar kartu garansi saja;

c. Dalam hal pengambilan televisi led yang sudah selesai

diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda

terima barang yang diberikan petugas service center.

d. Konsumen hanya bersedia membeli komponen tipe dan seri

tertentu namun tidak membawa televisi led yang mengalami

kerusakan.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

122

3.5.2 Dalam hal layanan purna jual kunjungan ke tempat konsumen:

a. Saat memberi informasi kerusakan unit televisi led kepada

Service Center Polytron, konsumen tidak memberi informasi

secara benar tentang kerusakan televisi led milik konsumen

sehingga saat petugas service center mengunjungi konsumen

tidak dapat memperbaiki kerusakan televisi led milik

konsumen akibat tidak membawa komponen dan spare part

yang diperlukan guna memperbaiki kerusakan televisi led milik

konsumen;

b. Saat memberi informasi lokasi konsumen kepada Service

Center Polytron, konsumen tidak memberikan alamat secara

lengkap sehingga membuat petugas service center yang

bertugas mengunjungi lokasi konsumen tidak dapat berkunjung

ke lokasi konsumen;

c. Saat memberi informasi nomor handphone kepada service

center, nomor handphone konsumen tidak dapat dihubungi;

Berdasarkan hasil penelitian nomor 3.6 menegenai penanganan

terhadap permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual di

Service center Purwokerto, diketahui bahwa:

3.6.1 Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke

Service Center Polytron Purwokerto:

a. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,

konsumen tidak dapat menunjukan surat-surat yang

dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti kuitansi

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

123

pembayaran dan lembar kartu garansi, dengan pertimbangan

kerusakan televisi led Polytron dapat segera diperbaiki, petugas

tetap menerima televi led dan segera diperbaiki dengan

memberi informasi kepada konsumen agar segera menyerahkan

syarat-syarat pelayanan garansi. Jika konsumen tidak dapat

menunjukan persyaratan yang ditentukan dalam paelayanan

garansi, maka konsumen harus mengganti biaya perbaikan

televisi led Polytron.

b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,

konsumen menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan pihak

Service Center Polytron namun tidak lengkap, contohnya

konsumen hanya dapat menunjukan kuitansi pembayaran saja

atau lembar kartu garansi saja. Dengan pertimbangan

kerusakan televisi led Polytron dapat segera diperbaiki, petugas

tetap menerima televisi led dan segera diperbaiki dengan

memberi informasi kepada konsumen agar segera menyerahkan

syarat-syarat pelayanan garansi. Jika konsumen tidak dapat

menunjukan persyaratan yang ditentukan dalam paelayanan

garansi, maka konsumen harus mengganti biaya perbaikan

televisi led Polytron.

c. Dalam hal pengambilan televisi led yang sudah selesai

diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda

terima barang yang diberikan petugas Service saat konsumen

menyerahkan televisi led yang mengalami kerusakan,

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

124

konsumen dtetap diperbolehkan mengambil televisi led

Polytron yang sesesai diperbaiki dengan membuat surat

pernyataan bermaterai Rp 6000 ,00 disertai foto copy identitas

diri yang sesuai dengan data yang ada di Service Center

Polytron Purwokerto.

d. Dalam hal konsumen hanya bersedia membeli komponen tipe

dan seri tertentu namun tidak membawa televisi led yang

mengalami kerusakan, maka dari petugas service center tidak

dapat memenuhi permintaan konsumen dan menyarankan agar

televisi led milik konsumen yang mengalami kerusakan dibawa

ke Service Center Polytron Purwokerto.

3.6.2 Dalam hal layanan purna jual konsumen mendapat kunjungan ke

rumah oleh petugas Service Center Polytron Purwokerto:

a. Penanganan masalah saat memberi informasi kerusakan unit

televisi led kepada Service Center Polytron, konsumen tidak

memberi informasi secara benar tentang kerusakan televisi led

milik konsumen sehingga saat petugas service center

mengunjungi konsumen tidak dapat memperbaiki kerusakan

televisi led milik konsumen akibat tidak membawa komponen

dan spare part yang diperlukan guna memperbaiki kerusakan

televisi led konsumen, adalah saat sampai ke tempat konsumen,

karena apa yang dikeluhkan dan kenyataan tentang kerusakan

berbeda, sehingga mengakibatkan kesalahan analisa kerusakan

yang berakibat kesalahan dalam pembawaan komponen dan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

125

spare part, maka petugas Service Center Polytron memberi

penjelasan kepada konsumen bahwa untuk menangani

kerusakan televisi led milik konsumen tersebut, televisi led

milik konsumen tersebut harus dibawa ke Service Center

Purwokerto untuk diperbaiki.

b. Penanganan masalah saat memberi informasi lokasi konsumen

kepada Service Center Polytron, konsumen tidak memberikan

alamat secara lengkap, sehingga membuat petugas Service

Center Polytron yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen

tidak dapat berkunjung ke lokasi konsumen adalah pertama dari

petugas service center yang bertugas mengunjungi lokasi

konsumen menghubungi lewat handphone tentang alamat

lokasi konsumen secara jelas atau jika konsumen tidak dapat

dihubungi, maka konsumen tersebut batal untuk dikunjungi

samapai ada informasi yang jelas tentang lokasi konsumen

berada.

c. Penanganan masalah saat memberi informasi nomor

handphone kepada service center, nomor handphone konsumen

tidak dapat dihubungi adalah dari petugas Service Center

Polytron sebelum data konsumen diberikan kepada petugas

yang akan berkunjung ke tempat konsumen, meminta kepada

konsumen agar member nomor handphone lebih dari dua

nomor handphone.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

126

Dalam melaksanakan kegiatan layanan purna jual termasuk di

dalamnya menangani keluhan konsumen terhadap permasalah yang terjadi

dalam penggunaan televisi led, Service Center Polytron Purwokerto

menggunakan pedoman Ketentuan Layanan Departemen Service PT.

Sarana Kencana Mulya. Adapun Ketentuan Layanan Departemen Service

PT. Sarana Kencana Mulya yang menjadi landasan kerja Service Center

Polytron Purwokerto seperti tertulis dalam hasil penelitian nomor 2.4

yaitu:

a. Menyediakan layanan perbaikan produk dan penjualan untuk produk

yang dijual oleh PT. Sarana Kencana Mulya. Produk harus berwujud

pesawat jadi, tidak berupa modul saja;

b. Untuk mendapatkan garansi, pesawat harus disertai kartu garansi dan

bukti pembelian yang sah sesuai dengan tipe, nomor seri yang terdaftar

di database kami;

c. Garansi berlaku untuk kerusakan yang diakibatkan pemakaian normal

sesuai dengan buku petunjuk dan gangguan teknis akibat kesalahan

pabrik;

d. Jangka waktu garansi berlaku dari tanggal pembelian produk.

Ketentuan waktu, cakupan dan syarat-syarat berlakunya garansi, sesuai

yang tertulis dalam kartu garansi;

e. Untuk perbaikan pesawat sudah tidak bergaransi, kami memberikan

garansi service selama 60 hari dari tanggal pengambilan. Garansi

service berlaku untuk biaya perbaikan dan biaya suku cadang yang

sama dengan perbaikan sebelumnya;

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

127

f. Untuk pesawat yang sudah tidak bergaransi, akan dikenakan biaya

perbaikan, biaya suku cadang atau biaya kunjungan sesuai ketentuan

kami;

g. Memberikan layanan kunjungan perbaikan ke rumah konsumen,

sebagai berikut:

1) Kunjungan berdasarkan permintaan konsumen dan waktunya akan

kami atur sesuai jadwal;

2) Kunjungan hanya berlaku untuk produk televisi 20 inci keatas,

kulkas, ac, dispenser dan mesin cuci.

Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan

Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya yang menjadi

landasan kerja Service Center Polytron Purwokerto dan hasil penelitian

nomor 3.5 mengenai permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna

jual televisi led di Service Center Polytron Purwokerto serta hasil

penelitian nomor 3.6 mengenai penanganan terhadap permasalahan yang

ditemukan dalam layanan purna jual di Service Center Polytron

Purwokerto jika dikaitkan dengan pendapat Janus Sidablok, maka dapat

dideskripsikan bahwa pihak Service Center Polytron Purwokerto dalam

menangani permasalahan yang terjadi saat melayani keluhan konsumen,

pihak Service Center Polytron Purwokerto telah memenuhi:

a. Ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa perlindungan

konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan dan

keselamatan konsumen serta kepastian hukum.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

128

b. Ketentuan Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa

Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa.

c. Penjelasan Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa

penyelesaian sengketa konsumen tidak menutup kemungkinan

penyelesaian damai oleh pihak yang bersengketa. Yang dimaksud

dengean penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang

dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan

konsumen) tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen.

Yusuf Shofie (2003: 26), menuliskan bahwa penyelesaian sengketa

konsumen di luar pengadillan dapat dilakukan dengan upaya hukum

sebagai berikut :

1) Konsiliasi

Cara ini ditempuh berdasarkan inisiatif salah satu pihak yang

bersengketa atau para pihak yang bersengketa. Majelis Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen hanya bersikap pasif, hanya sebagai

perantara antara para pihak yang bersengketa tersebut.

2) Mediasi

Mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak dan

Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersikap aktif dengan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

129

menjadi perantara dan penasihat. Mediasi adalah suatu proses

penyelesaian sengketa dimana pihak ketiga merupakan pihak netral

mengajak pihak yang bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa

yang disepakati.

3) Arbitase

Arbitrase ini ditempuh dengan cara para pihak menyerahkan

sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi.

Ketiga cara penyelesaian sengketa tersebut dilakukan atas dasar

pilihan dan persetujuan para pihak dan bukan proses penyelesaian sengketa

secara berjenjang. Instrumen hukum lain dapat ditempuh konsumen tanpa

terlebih dahulu melalui instrumen hukum Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen.

Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara konsumen dan pihak

Service Center Polytron mengenai solusi terkait permasalahan yang terjadi,

konsumen dapat menempuh upaya hukum dengan meminta bantuan:

1) Badan Penyelesain Sengketa Konsumen Nasional

2) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

130

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perlindungan hukum konsumen dalam layanan purna jual televisi led di

Service Center Polytron Purwokerto meliputi pelayanan purna jual selama

garansi dan layanan purna jual pasca garansi. Dalam memberikan layanan

purna jual kepada konsumen, pihak Service Center Polytron Purwokerto

melalui Ketentuan Layanan Departemen Service PT Sarana Kencana Mulya

telah memenuhi enam hak konsumen sesuai dengan Pasal 4 UUPK, yaitu

hak untuk mendapatkan kenyamanan, untuk didengar pendapatnya, untuk

mendapatkan advokasi, untuk mendapat pembinaan, untuk dilayani secara

benar, dan untuk mendapatkan kompensasi. Adapun hak-hak konsumen

yang tidak masuk dalam kewenangan Service Center Polytron Purwokerto

dalam memberikan layanan purna jual adalah hak untuk memilih barang

dan hak untuk mendapatkan informasi yang benar tentang jaminan yang

dijanjikan seperti diatur pada Pasal 4 huruf (b) dan (c) UUPK.

2. Penyelesaian masalah dalam upaya perlindungan hukum konsumen pada

layanan purna jual televisi led Polytron di Servive Center Polytron Purwokerto

dapat melalui jalur litigasi dan non litigasi. Jalur litigasi dapat ditempuh

melalui peradilan umum, yakni pengadilan negeri baik melalui gugatan

wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sesuai dengan ketentuan Undang-

undang Perlindungan Konsumen dan undang-undang lain yang terkait.

Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat ditempuh melalui jalur

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

131

mediasi, konsiliasi, arbritase dan negoisasi. Pada prakteknya, penanganan

penyelesaian sengketa di Service Center Polytron Purwokerto dilakukan

dengan negoisasi dalam rangka menemukan kesepakatan bersama terhadap

penyelesaian sengketa yang terjadi.

B. Saran

1. Bagi pihak Service Center Polytron Purwokerto diharapkan lebih

meningkatkan lagi pelayanan purna jual terutama dalam kecepatan dan

ketepatan waktu perbaikannya agar dapat meningkatkan kepercayaan

konsumen dalam menggunakan televisi led merek Polytron.

2. Bagi konsumen pengguna televisi led Polytron diharapkan dalam mengajukan

claim baik selama produk televisi led Polytron masih dalam garansi resmi

maupun yang sudah melewati garansi resmi agar mengikuti persyaratan yang

ditentukan pihak Service Center Polytron Purwokerto sehingga penanganan

layanan purna jual televisi led Polytron milik konsumen dapat segera

dipenuhi.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

132

DAFTAR PUSTAKA

Literatur:

Barkatulah, Abdul Halim, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis

dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung.

Dadang, Sukar, 2011, Membuat Suatu Perjanjian, Andi Offset, Yogyakarta.

Dewi, Eli Wuria, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen, Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Darus Badrulzaman, Marium, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya

Bakkti, Bandung.

Kansil, C.S.T., 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta.

Kelsen, Hans, 2006, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif).

Nusamedia, Bandung.

Khairandy, Ridwan, 2013, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Prespektif

Perbandingan Cetakan Pertama, FH UII Press, Yogyakarta.

Kotler, Philip, 2002, Manajeman Pemasaran. Alih Bahasa: Hendra Teguh dkk.

Edisi 1. Pt Perhalindo, Jakarta.

Kusumaatmadja, Mochtar & B. Arief Sidharta, 2001, Pengantar Ilmu Hukum,

Alumni: Bandung.

M. Hadjon, Philipus, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina

Ilmu, Surabaya.

Masjchon, Sri Soedewi, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum

Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty: Yogyakarta.

Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty,

Yogyakarta.

Miru, Ahmadi, 2007, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2007, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Nasution, AZ, 1995, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, 1995, Jakarta

___________, 2001,Hukum Perlindungan Konsumen,Tarawang Pers, Yogyakarta.

Panggabean, Henry P, 2001, Penyalahgunaan Keaadan (Misbruik van

Omstandigheiden) Sebagai Alasan Baru Untuk Pembatalan Perjanjian,

Liberty, Yogyakarta.

Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K Lubis, 1996 Hukum Perjanjian dalam

Islam. Sinar Grafika, Jakarta.

Qirom, Ahmad, 1995, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta.

Rahardjo, Satjipto, 1981, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Alumni, Bandung.

_______________, 1991, Pengantar Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Satrio, J, 1993, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya

Bakti Bandung

Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta.

Sidablok, Janus, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Bakti,

Bandung.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

133

Subekti, 1992, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.

______, 1996, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanintijo, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 1985. Penelitian Hukum Normatif

SuatuTinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta.

___________________________________, 2004, Penelitian Hukum Normatif

Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Shofie, Yusuf, 2003, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus, Kencana Jakarta.

Sutedi, Adrian, 2008, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan

Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor.

Wignojodipuro, Surojo, 1974, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, 2003, Hukum Tentang Perlindungan

Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kamus-Kamus Campbel, Henry, 1979 Black’s Law Dictionary, Fifth Edition, West Publishing

Co, ST. Paul.

Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kamus Bahasa Indonesia Edisi ke-3

cetakan keempat, Balai Pustaka, Jakarta.

Hamzah, Andi, 1986, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Poerwadarminta, W.J.S, 2007, Kamus Umum Bahasa Indonesia Cetakan ke-4,

Balai Pustaka, Jakarta.

Parnwell dan Siswoyo, 1996, Kamus Inggris-Indonesia,PT Indira, Jakarta.

Ranuhandoko, IPM, 2006, Terminologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-IV

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847

No.23).

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek Van Stfrecht, Staasblad 1915 No.

732).

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan

Barang dan atau Jasa yang Beredar di Pasar.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesai Nomor 19/M-DAG/PER/5/

2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu

Jaminan bagi Produk Telematika dan Elektronika Jual Selama Masa

Garansi dan Pasca Garansi.

Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum Layanan

Purna Jual.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

134

Jurnal Hukum:

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 3 No. 2 Desember 2009, Hal: 221-222.

Laporan Hasil Temu Wicara Nasional tentang Penanggulangan Perbuatan Curang,

Yogyakarta, 6-7 Oktober 1992

Website:

http://www.datacon.co.id/Electronic2008Ind.html diakses tanggal 9 September

2016 Pukul 22.00 WIB.

http://www.antaranews.com, diakses pada tanggal 10 November 2016, pukul

00:01 WIB.

https://www.Polytron.co.id/?fusection=home.general&csection=about_us_corpora

te diakses pada tanggal 11 November 2016, pukul 23:10 WIB

http://sosiologibisnis.blogspot.co.id/2015/09/budaya-korporasi-perusahaan-

Polytron.html?m=1, diakses pad tanggal 10 November 2016, pukul 00:10

WIB.

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

135

Daftar Pertanyaan saat Wawancara dengan Kepala Teknisi

Service Center Polytron Purwokerto

1. Bagaimanakah sejarah berdirinya Ploytron ?

2. Apakah tujuan didirikannya Service Center Polytron Purwokerto ?

3. Apasajakah yang menjadi misi dan visi Polytron ?

4. Bagaimanakah penjelasan dari misi dan visi tersebut ?

5. Bagaimanakah prosedur yang harus dilakukan kosumen dalam pelayanan

purna jual televisi led di Service Center Polytron Purwokerto ?

6. Apasajakah kendala yang dialami Service Center Polytron Purwokerto dalam

melaksanakan pelayanan purna jual terhadap konsumen pengguna televisi led

Polytron ?

7. Langkah-langkah apasajakah yang dilakukan Service Center Polytron

Purwokerto dalam menangani permasalahn tersebut ?

8. Apasajakah hak dan kewajiban konsumen pengguna tv led Polytron yang perlu

diketahui konsumen di Service Center Polyron Purwokerto

9. Bagaimana menurut Bapak penjelasan dari masing-masing hak dan kewajiban

tersebut ?

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

136

Daftar Nama Koresponden Pengguna televisi led Irama Mas Purwokerto

Koresponden I

Nama : Erlin

Alamat : Grendeng, Purwokerto Utara

Koresponden II

Nama : Siswanto

Alamat : Jl. Palem Blok Á1 No 141

Purwokerto Timur

Daftar pertanyaan saat wawancara dengan Koresponden I dan II pengguna televisi

led di Irama Mas Purwokerto

1. Apakah Ibu pernah mengalami keluhan terhadap layanan purna jual televisi

yang Ibu miliki ?

2. Apa yang menjadi keluhan Ibu ?

3. Dapatkah Ibu menceritakan kronologis kejadian permasalahan yang Ibu alami ?

4. Setelah mengalami kejadian tersebut, bagaimana pendapat dan langkah yang

Ibu lakukan terutama jika hendak membeli televisi led yang baru ?

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

137

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

138

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

139

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

140

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

141

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

142

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

143

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

144

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

145

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

146

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

147

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

148

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.

149

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.