Upload
others
View
13
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sediaan Farmasi
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika
(Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan). Sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang diproduksi dan diedarkan harus memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan (PP RI No.72 /1998: II:2 ).
1. Kosmetika
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ
genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk
membersihkan, mewangikan, dan mengubah penampilan, dan/atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi
baik (BPOM RI, 2003).
Menurut bahan-bahan yang digunakan dan cara pembuatannya,
kosmetika dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu kosmetika
tradisional dan kosmetika modern. Kosmetika tradisional dibuat dari bahan-
bahan alam dan diolah menurut resep dan cara pengolahan yang turun
temurun dari nenek moyang. Sedangkan kosmetika modern dibuat dari zat zat
kimia, yang susunan dan takarannya diketahui dengan pasti dan diolah secara
ilmiah dan modern.
Menurut kegunaannya, kosmetik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kosmetik riasan (make-up), dan kosmetik perawatan kulit. Kosmetik riasan
(make-up) adalah kosmetik yang diperlukan untuk merias atau memperindah
penampilan kulit. Sedangkan, kosmetik perawatan kulit atau skin care adalah
kosmetik yang diutamakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan kulit,
bahkan kadang-kadang untuk menghilangkan kelainan-kelainan pada kulit
(Tranggono, 30 : 1992).
a. Sabun
Sabun adalah kosmetika paling tua yang dikenal manusia, dan
merupakan bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan
6
juga untuk pengharum kulit. Sabun merupakan istilah umum untuk garam
asam lemak rantai panjang. Sabun terdiri atas substansi alkali kuat ( NaOH,
dan KOH) dan asam lemak (asam lemak jenuh dan tidak jenuh)
(Wasitaatdmadja,1997).
Sabun adalah sediaan pembersih kulit yang dibuat dari proses
saponifikasi atau netralisasi dari lemak, minyak, wax, rosin atau asam dengan
basa organik atau anorganik tanpa menimbulkan iritasi pada kulit (SNI
3532, 2016).
Sabun dibuat berdasarkan reaksi kimia dari pencampuran minyak dengan
larutan yang sifatnya basa. Minyak dan larutan alkali ini disebut bahan baku
utama pembuat sabun. Minyak yang umum digunakan adalah minyak sawit,
minyak kelapa, dan minyak zaitun. Sedangkan bahan alkali yang umum
digunakan adalah kalium hidroksida dan natrium hidroksida (Muliyawan
dan Suriana, 2013: 253).
Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi
(Sumber :Syamsul: 2010)
Berdasarkan bentuknya maka sabun dibagi menjadi beberapa jenis :
1) Sabun cair
Berbentuk cair memiliki kekentalan bervariasi. Sabun bisa menjadi cair
atau kental, bergantung pada bahan yang digunakan. Sabun untuk muka
biasanya lebih cair daripada sabun untuk badan. Sabun cair dibuat dengan
basa kuat KOH dan sabun ini dikenal dengan sabun lunak (soft soap)
2) Sabun batang
Sabun yang memiliki bentuk padat, sabun jenis ini harus disimpan dengan
baik. Bila wadah penyimpanan terkena air, maka lama - lama sabun akan
7
cepat habis. Sabun ini dibuat dengan basa kuat NaOH maka sabun padat juga
dikenal dengan sabun keraas (hard soap).
3) Sabun gel
Sabun bentuk gel, hampir sama dengan sabun cair sehingga
pembuatannya menggunakan basa kuat KOH sama seperti sabun cair. Biasa
dipakai untuk sabun muka atau sabun jenis lainnya (Muliyawan dan Suriana,
2013:255).
Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1) Sabun opaque
Merupakan jenis sabun yang biasa digunakan sehari-hari yang tidak
tembus cahaya.
2) Sabun transparan
Merupakan sabun yang paling banyak meneruskan cahaya jika batang
sabun dilewatkan cahaya
3) Sabun translucent
Merupakan sabun yang sifatnya berada di antara sabun transparan dan
sabun opaque (Gunawan, 2011 dikutip dalam Bunta dkk, 2013).
b. Sabun Padat Transparan
Sabun transparan adalah jenis sabun untuk muka ( kecantikan) dan untuk
mandi yang dapat menghasilkan busa lebih lembut di kulit, dapat digunakan
untuk merawat kulit karena mengandung bahan – bahan yang berfungsi
sebagai humektan (moisturizer), dan penampakannya berkilau jika
dibandingkan dengan jenis sabun opaque dan sabun translucent (Widyasanti,
dan Hasna, 2016).
Sabun transparan memiliki tampilan yang menarik, berkelas dan mewah
sehingga membuat sabun transparan dijual dengan harga yang relatif mahal,
dan dapat dijadikan cinderamata atau souvenir yang memberikan kesan
sangat unik dan memberikan tampilan yang eksklusif. Selain itu, sabun
transparan juga menjadi salah satu sediaan emulsi yang difungsikan sebagai
penghantar obat yang baik (Widyasanti dan Rohani, 2017).
8
Formula Sabun Padat Transparan
Formula I Formula II
Minyak zaitun 6.00 VCO 9,6%
Minyak jarak 6.00 Minyak Zaitun 8%
NaOH 30 % 19.40 Asam stearat 6,4%
NaCl 0.20 Larutan NaOH 30% 16%
Gliserin 9.40 Gliserin 12%
Sukrosa 50% 13.40 Etanol 96% 31%
Etanol 96% 15.00 Sukrosa 4%
Cocoamide DEA 1.00 Asam sitrat 4,6%
Trietanolamine 1.00 Cocoamino DEA 4%
Metil paraben 0.15 Aquadest 4,4%
Butil hidroksitoluen 0.01 (Febriyenti, Sari, Nofita, 2014)
Propil paraben 0.03
Aquadest 6.50
(Agustini dan Winarni, 2014)
Formula III Formula IV
Asam stearat 6.5% Asam Stearat 6.5%
NaOH 30% 25% VCO 15%
Minyak kelapa 20% Minyak zaitun 6%
Etanol 96% 16% NaOH 20%
Gliserin 15% Etanol 96% 17%
Asam sitrat 4% Gliserin 12%
Gula 5% Sukrosa 10%
Cocoamide DEA 5% TEA 2%
Air ad 100% Asam sitrat 4.5%
(Supandi, Gantini 2011) BHT 0.1%
Cocobetain 2%
Oleum citri 0.5%
Aquadest 4.4 %
(Wahyuni, 2018)
9
Faktor yang mempengaruhi transparansi sabun adalah :
1) Kandungan alkohol
Etanol digunakan sebagai pelarut pada proses pembuatan sabun
transparan karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan lemak.
2) Gula
Gula bersifat humektan, dikenal membantu pembusaan sabun. Semakin
putih warna gula akan semakin jernih sabun transparan yang dihasilkan.
Terlalu banyak gula, produk sabun menjadi lengket, pada permukaan sabun
keluar gelembung kecil-kecil. Gula yang paling baik untuk sabun transparan
adalah gula yang apabila dicairkan berwarna jernih seperti gliserin, karena
warna gula sangat mempengaruhi warna sabun transparan akhir. Gula lokal
yang berwarna agak kecoklatan, hasil sabun akhir juga tidak bening, jernih
tanpa warna tetapi juga agak kecoklatan.
3) Gliserin
Gliserin adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak
nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin merupakan
humektan sehingga dapat ber fungsi sebagai pelembap pada kulit. Pada
kondisi atmosfer sedang ataupun pada kondisi kelembaban tinggi, gliserin
dapat melembabkan kulit dan mudah di bilas. Ketika sabun akan dibuat jernih
dan bening maka hal yang paling essensial adalah kualitas gula, alkohol dan
gliserin. Oleh karena itu pemilihan material dipertimbangkan dengan warna
dan kemurniannya (Arita dkk, 2009).
Komponen penyusun sabun padat transparan :
1) Minyak
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa
trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara
12 sampai 18. Adapun jenis minyak yang biasa dipakai sebagaibahan baku
pembuatan sabun diantaranya minyak kelapa sawit (palm oil), minyak cacao,
minyak alpukat, minyak almond, minyak kacang, dan minyak zaitun (olive
oil) (Arlene, 2010).
10
2) Sodium Hidroksida (NaOH)
NaOH atau kaustik soda merupakan senyawa alkali yang bersifat basa
berbentuk butiran atau keping yang sangat higroskopis. NaOH akan bereaksi
dengan minyak membentuk sabun lewat reaksi saponifikasi.
3) Asam stearat
Asam stearat membantu untuk mengeraskan sabun. Penggunaan terlalu
banyak menyebabkan sabun kurang berbusa, jika terlalu sedikit sabun tidak
mengeras.
4) Gliserin
Gliserin adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak
nabati dengan air. Gliserin merupakan humektan sehingga berfungsi sebagai
pelembab kulit.
5) Alkohol
Alkohol adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan sabun sehingga
sabun menjadi bening atau transparan. Untuk terjadi transparansi sabun harus
benar-benar larut.
6) Gula
Gula Bersifat humektan dan membantu pembusaan sabun. Semakin putih
warna gula akan semakin transparan sabun yang dihasilkan.
7) Pewarna
Penggunaan pewarna untuk memperindah penampilan masih menjadi
perdebatan. Penggunaan pewarna ditakutkan akan membahayakan karena
kulit merupakan organ tubuh yang menyerap apapun yang diletakkan
dipermukaannya.
8) Pewangi
Pewangi atau pengaroma adalah suatu zat tambahan yang ditujukan
untuk memberikan aroma wangi pada suatu sediaan agar konsumen lebih
tertarik (Priani dan Lukmayani, 2010).
c. Bahan Dasar Sabun Padat Transparan
1) Acidum Stearicum, Asam Stearat (Depkes, 1979:57)
Asam stearat adalah campuran asam organik adat yang diperoleh dari
lemak.
11
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur; putih
atau kuning pucat; mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%)
P.
Kegunaan : mengeraskan dan menstabilkan busa.
2) Natrii Hydroxydum, Natrium Hidroksida (Depkes, 1979:412)
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, keras,
rapuh dan menunjukkan susunan hablur, putih, mudah meleleh
basah, sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap
karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,dan dalam etanol (95%) P.
Kegunaan : Jika bereaksi dengan asam lemak akan membentuk sabun padat.
3) Oleum Cocos, Minyak Kelapa (Depkes, 1979:456)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas, tidak
tengik.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P pada suhu 60o, sangat mu-
dah larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Kegunaan : Pembentuk sabun dan membuat sabun lebih keras.
4) Aetanolum, Etanol,alkohol (Depkes, 1979:65)
Pemerian : cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak,
bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala
biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter
P.
Kegunaan : Pelarut.
5) Glycerolum, Gliserol, Gliserin (Depkes, 1979:271)
Pemerian : Cairan seperti sirop, tidak berwarna, tidak berbau, manis diikuti
rasa hangat, higroskopik.
Kelarutan : Dapat campur dengan air dan dengan etanol (95%) P, praktis tidak
larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam minyak lemak.
Kegunaan : Membuat sabun transparan, pelumas, surfaktan.
12
6) Acidum citricum, Asam sitrat (Depkes,1995:48)
Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai
halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa sangat
asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak su-
kar larut dalam eter.
7) Sucrosum, sakarosa (Depkes, 1995 :762)
Pemerian : Hablur putih tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk kubus,
atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di
udara.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol,
tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.
Kegunaan : Membuat sabun transparan.
8) Aqua Destillata, Air suling (Depkes, 1979 :96)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai ra-
sa.
Kegunaan : Pelarut dan pembawa zat aktif.
9) Oleum Olivae, Minyak Zaitun (Depkes, 1979 : 458)
Pemerian : Cairan, kuning pucat atau kuning kehijauan, bau lemah, tidak te-
ngik, rasa khas. Pada suhu rendah sebagian atau seluruhnya
membeku.
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95 % ) P, mudah larut dalam kloroform
P, dalam eter P, dan dalam eter minyak tanah P.
Kegunaan : Pembentuk sabun melalui reaksi saponifikasi.
10) Triaethanolaminum, Trietanolamina ( Depkes, 1979 : 612)
Pemerian : Cairan kental; tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mi-
rip amoniak; higroskopis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam klo-
roform P.
Kegunaan : Surfaktan.
11) Butil hidroksi toluen (Depkes, 1979 : 664)
Pemerian : Hablur padat ; putih; bau khas.
13
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam propilenglikol P; mudah
larut dalam etanol (95%), dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Kegunaan : Pengawet
12) Cocobetain (Rowe, 2009 dikutip dalam Wahyuni 2011 )
KokoBetaine (Kokamidopropil betain) adalah larutan surfaktan berair,
dari Coconut Oil. Kokamidopropil betain digunakan dalam shampoo, sabun
mandi padat dan sabun mandi cair, sebagai surfaktan sekunder dalam sistem
pembersihan di mana Kokobetain akan meningkatkan viskositas dan
memberikan busa yang halus.
13) Oleum rosae, Minyak mawar (Depkes, 1979 : 459)
Pemerian : cairan, tidak berwarna atau kuning, bau menyerupai bunga ma-
war, rasa khas, pada suhu 250
kental, jika didinginkan perlahan
lahan berubah menjadi massa hablur bening yang jika dipanaskan
mudah melebur.
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian kloroform P, larutan jernih.
Kegunaan : Pewangi.
d. Pembuatan sabun
Semua bahan ditimbang terlebih dahulu. Asam stearat dilebur pada suhu
60°C di dalam gelas piala di atas penangas air, kemudian tambahkan
campuran minyak (VCO dan minyak zaitun) dan BHT ke dalam gelas piala
dan diaduk hingga homogen. Larutan NaOH 30% ditambahkan ke dalam
gelas piala jika suhu sudah mencapai 70°C dan diaduk selama 2-4 menit
hingga terbentuk sabun, suhu diturunkan sampai 50°C, kemudian
ditambahkan campuran gliserin, TEA, sukrosa, cocobetain dan asam sitrat
yang telah terlebih dahulu dilarutkan dalam air panas ditambahkan ke dalam
campuran sambil terus diaduk sekitar 7-10 menit hingga campuran menjadi
homogen. Selanjutnya secara perlahan–lahan tambahkan sebagian etanol 96%
hingga terbentuk larutan bening. Zat aktif dilarutkan dalam sisa etanol 96%
dan ditambahkan pada campuran basis kemudian diaduk pada suhu 40°C
hingga homogen, selanjutnya ditambahkan oleum rosae dan dilakukan
pengadukan kembali hingga homogen dan dimasukkan ke dalam cetakan
sabun transparan (Wahyuni, 2018).
14
e. Persyaratan sabun
Persyaratan kualitas sabun mandi adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Syarat Kualitas Sabun
No Kriteria uji Satuan Mutu
1 Kadar air % fraksi massa maks. 15,0
2 Total lemak % fraksi massa min. 65,0
3 Bahan tak larut dalam etanol % fraksi massa maks. 5,0
4 Alkali bebas
(dihitung sebagai NaOH)
% fraksi massa maks. 0,1
5 Asam lemak bebas
(dihitung sebagai Asam Oleat)
% fraksi massa maks. 2,5
6 Kadar klorida % fraksi massa maks. 1,0
7 Lemak tidak tersabunkan % fraksi massa maks. 0,5
(SNI 3532:2016 :1)
f. Pengujian Sabun Padat Transparan
1) Organoleptis
Pada uji organoleptik, yang diamati meliputi bentuk, warna dan aroma
dari sabun (Nurhuda, Junianto, Rochima, 2017).
a) Warna
Penilaian terhadap warna dilakukan dengan melihat secara langsung
kenampakan dari suatu produk (Nurhuda, Junianto, Rochima,2017).
b) Aroma
Penilaian aroma dilakukan dengan menggunakan indera penciuman.
Dapat dilakukan dengan cara mencium produk (Nurhuda, Junianto, Rochima,
2017).
c) Tekstur
Untuk menilai tekstur suatu produk dapat dilakukan perabaan
menggunakan ujung jari tangan. Penilaian dilakukan dengan menggosok-
gosokan jari itu ke bahan yang diuji. (Setyaningsih; dkk, 2010: 11).
2) pH
Pengukuran keasaman sabun dengan menggunakan pH meter dengan
nilai pH sabun antara 8-11 (SNI 06- 4085,1996:3).
15
Cara kerja :
Pemeriksaan ini dilakukan dengan pH meter yang telah
dikalibrasi,pengukuran pH sediaan dilakukan dengan cara, 1 gram sabun dari
masing -masing formula dilarutkan dengan air suling hingga 10 ml. Elektroda
dicelupkan dalam wadah, dibiarkan jarum bergerak sampai posisi
konstan.Angka yang ditunjukan oleh pH meter merupakan nilai pH dari sabun
(Wahyuni, 2018 ).
3) Kadar Air ( SNI 3532, 2016 : 2 )
a. Timbang cawan petri yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu (105 ±
2)ºC selama 30 menit (b0).
b. Timbang (5 ± 0,01) g contoh uji ke dalam cawan petri diatas (b1).
c. Panaskan dalam oven pada suhu (105 ± 2) ºC selama 1 jam.
d. Dinginkan dalam desikator sampai suhu ruang lalu ditimbang (b2).
e. Ulangi cara kerja huruf c dan d sampai bobot tetap.
Hitung dengan rumus :
b1 –b2 X 100%
b1
Keterangan :
Kadar air dalam satuan % fraksi massa
b0 = bobot cawan kosong (g)
b1 = bobot contoh uji dan cawan petri sebelum pemanasan (g)
b2 = bobot contoh uji dan cawan petri setelah pemanasan (g)
4) Transparansi
Tingkat transparansi diamati secara visual, dengan menggunakan selembar
kertas yang terdapat garis berwarna merah. Kemudian sabun diletakkan diatas
dan diamati kejelasan warna garis merah tersebut yang menembus sabun
(Mumpuni dan Sasongko, 2017).
5) Uji stabilitas
Uji stabilitas dilakukan pada suhu 25-30 ºC dan 60 ºC setiap minggu selama 3
minggu (Lachman, Lieberman, Kanig, 1994). Parameter yang dilakukan
meliputi uji kekerasan sabun menggunakan alat penetrometer serta penentuan
16
pH dan kadar air dengan metoda gravimetri pengeringan dalam oven suhu
1050C selama 1 jam (SNI, 1994) ( Agustini dan Winarni, 2017).
6) Uji kesukaan
Panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (
ketidaksukaan). Panelis mengemukakan tingkat kesukaannya.Tingkat tingkat
kesukaan ini disebut dengan uji hedonik. Misalnya dalam hal “suka” dapat
mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka, suka, dan
agak suka. Sebaliknya itu “ tidak suka” dapat mempunyai skala hedonik
seperti suka dan agak suka ( Setyaningsih,dkk, 2010:59).
Pada sediaan kosmetik jenis sabun kualitas yang diujikan dengan uji hedonik
diantaranya berupa transparansi, pembusaan, kesan kesat, dan aroma
(Setyaningsih,dkk, 2010:68)
7) Uji Mikrobiologi
Uji aktivitas antibakteri sabun transparan berdasarkan metode difusi agar
dengan pembuatan lubang pada seed layer (metode sumur agar). formula F0
sebagai kontrol negatif, F1, F2, F3, F4 dan F5 serta kontrol positif yang telah
dilarutkan dalam air suling steril, masing-masing dipipet sebanyak 100 μL ke
dalam lubang sumuran lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 x 24 jam.
Setelah inkubasi diukur diameter daerah hambat antimikroba menggunakan
jangka sorong (Wahyuni, 2018).
B. Jerawat
Acne vulgaris (jerawat) adalah penyakit kulit obstruktif dan inflamatif
kronik pada unit pilosebasea, merupakan dermatosis polimorfik dan memiliki
peranan poligenetik. Patogenesis acne meliputi empat faktor, yaitu
hiperproliferasi epidermis folikular, produksi sebum berlebihan, inflamasi,
dan aktivitas Propionibacterium acnes. (Movita, 2013).
Propionibacterium acnes adalah salah satu mikroorganisme utama yang
ditemukan pada kulit. Ini terutama ditemukan dalam folikel rambut, lebih
suka kondisi anaerob, lebih disukai menjajah daerah dengan produksi sebum
tinggi, dan merupakan bakteri utama yang terlibat dalam patogenesis jerawat
(Neves et al, 2015). Propionibacterium acnes adalah organisme yang pada
umumnya memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat dengan bentuk
17
filamen bercabang atau campuran antara bentuk batang/filamen. P. acnes
termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat. Bakteri ini tipikal bakteri
anaerob Gram positif yang toleran terhadap udara. Genom dari bakteri ini
telah dirangkai dan sebuah penelitian menunjukkan beberapa gen yang dapat
menghasilkan enzim untuk meluruhkan kulit dan protein, yang mungkin
immunogenic (mengaktifkan sistem kekebalan tubuh) (Batubara dkk, 2013 ).
Jerawat dapat diobati dengan bahan kimia atau bahan alam, akan tetapi
pemakaian bahan kimia pada kosmetik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan jerawat dan juga efek samping yang banyak. Oleh karena itu,
masyarakat biasanya beralih ke bahan alam yang mudah diperoleh dan lebih
aman penggunaannya (Daswi, Stevani, Santi, 2018).
Sampai saat ini belum ada cara penyembuhan yang tuntas terhadap
jerawat, meskipun ada beberapa cara yang sangat menolong. Salah satunya
penggunaan antibiotik sebagai solusi untuk jerawat yang masih banyak
diresepkan (Yang, et al., 2009). Pengunaan antibiotik sebagai pilihan pertama
penyembuhan jerawat harus ditinjau kembali untuk membatasi perkembangan
resistensi antibiotik. Hal tersebut mendorong penemuan sumber obat - obatan
antibakteri lain dari bahan alam, yang dapat berperan sebagai antibakteri yang
lebih aman dan relatif lebih murah (Afifi, dan Erlin, 2017).
C. Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.)
Caesalpinia sappan L. (CS) adalah tanaman famili Leguminosae,
umumnya dikenal sebagai Brazil atau kayu Sappan. Kayu secang
didistribusikan di Asia Tenggara dan memiliki empulur yang kering telah
digunakan sebagai bahan tradisional makanan atau minuman dan memiliki
berbagai macam obat sifat. (Nirmal et al, 2015).
Tumbuhan secang menyenangi tempat terbuka sampai ketinggian 1.000
meter, seperti daerah pegunungan yang berbatu tetapi tidak terlalu dingin.
Panenan kayu dapat dilakukan mulai umur 1-2 tahun. Kayunya bila direbus
memberi warna gading muda dan dapat digunakan untuk memberi warna
pada bahan anyaman, minuman, kue, atau sebagai tinta ( Raina, 2011: 281).
18
Klasifikasi Kayu secang (BPOM RI, 2008)
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledoneae
Bangsa : Fabales
Suku : Fabaceae
Marga : Caesalpinia
Jenis : Caesalpinia sappan L.
Sumber: Https://www.google.com/
Gambar 2.2 Kayu Secang dan Serutan Kayu Secang.
1. Morfologi
Secang termasuk jenis perdu dengan tinggi 5-10 m. Batang dan
percabangannya berduri tempel yang bentuknya bengkok dan letaknya
tersebar, batang bulat dan berwarna hijau kecoklatan. Memiliki Daun
majemuk menyirip ganda, panjang 25-40 cm, jumlah anak daun 10-20 pasang
yang letaknya berhadapan. Anak daun tidak bertangkai, bentuknya lonjong,
pangkal rompang, ujung bulat, tepi rata dan hampir sejajar panjang 10-25
cm, lebar 3-11 mm, dan berwarna hijau. Bunganya bunga majemuk bebentuk
malai, keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10-40 cm, mahkota bentuk
tabung, warna kuning. Buahnya Buah polong, memiliki ukuran panjang 8-10
cm dan lebar 3-4 cm ujung seperti paruh berisi 3-4 biji, bila masak warnanya
hitam (Raina, 2011 : 281).
19
2. Kandungan dan Zat aktif
Kayu secang mengandung asam galat, tanin, resin, resorsin, brazilin,
brazilein, d-alfa-phellandrene, oscimene, alkaloid, dan minyak atsiri (Raina
,2011: 281). Banyak senyawa telah diisolasi dari kayu dari C. sappan.
Flavonoid dan fenolat seperti 4-O-methylsappanol, protosappanin A,
protosappanin B, protosappanin E, brazilin, brazilein, caesalpin J, brazilide
A, neosappanone A, caesalpin P, sappanchalcone,3-deoxysappanone, 10 7,3
′, 4′-trihydroxy-3-benzyl-2 Hchromene, dan lainnya (Batubara, 2009).
Hasil isolasi yang dilakukan terhadap ekstrak kayu secang menunjukkan
bahwa komponen utama yang terkandung di dalamnya adalah brazilin
(C16H14O5). Brazilin merupakan kristal berwarna kuning, akan tetapi jika
teroksidasi akan menghasilkan senyawa brazilein (C16H12O5) yang berwarna
merah. Brazilin termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai isoflavonoid.
Brazilin merupakan senyawa yang sedikit larut dalam air dingin, mudah larut
dalam air panas, larut dalam alkohol dan eter, dan larut dalam alkali hidroksi
(Holinesti, 2007).
Sumber : Batubara, 2009
Gambar 2.3 Struktur Brazilin.
3. Khasiat kayu secang
Kayu secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan salah satu tumbuhan
yang berkhasiat sebagai obat, tanaman ini biasa digunakan oleh masyarakat
sebagai obat tradisional dan zat pewarna. Bagian tanaman yang sering
digunakan adalah kayunya. Kayu secang juga digunakan sebagai salah satu
bahan untuk membuat minuman yang menyehatkan seperti jamu, wedang
secang dan bir pletok (minuman tradisional khas Betawi). Minuman yang
mengandung kayu secang secara tradisional digunakan untuk menurunkan
20
gejala masuk angin, batuk, pilek, menghangatkan badan, mengatasi sariawan,
reumatik dan melancarkan peredaran darah, karena itu kayu secang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional (Kusmiati, Priadi,
Dameria, 2014). Ektrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) berpotensi
sebagai anti jerawat karena memiliki kemampuan sebagai antioksidan,
inhibitor lipase, anti Propionibacterium acnes,, memiliki kemampuan dalam
menurunkan Tumor Necrosis Factor (TNF)-α. serta udem/inflamasi yang
terbentuk karena adanya infeksi P. acnes dapat ditandai dengan
meningkatnya TNF-α ( Batubara dkk, 2013).
D. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu cara untuk menarik satu atau lebih komponen
zat aktif dari bahan sel. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik namun
khasiatnya tidak berubah. Tujuan ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau
memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat untuk
pengobatan (Syamsuni, 2007:242-243).
Teknik ekstraksi yang ideal adalah teknik ekstraksi yang mampu
mengekstraksi bahan aktif yang diinginkan sebanyak mungkin, cepat, mudah
dilakukan, murah, ramah lingkungan dan hasil yang diperoleh selalu
konsisten jika dilakukan berulang-ulang. Tujuan dari suatu proses ekstraksi
adalah untuk memperoleh suatu bahan aktif yang tidak diketahui,
memperoleh suatu bahan aktif yang sudah diketahui, memperoleh
sekelompok senyawa yang struktur sejenis, memperoleh semua metabolit
sekunder dari suatu bagian tanaman dengan spesies tertentu, mengidentifikasi
semua metabolit sekunder yang terdapat dalam suatu mahluk hidup sebagai
penanda kimia atau kajian metabolisme (Endarini, 2016 : 145).
Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental dan cair, dibuat
dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai yaitu
maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Sebagai cairan
penyari digunakan air, eter, atau campuran etanol dan air. Penyarian dengan
campuran etanol dapat digunakan dengan cara maserasi atau perkolasi.
Penyarian eter dengan perkolasi. Penyarian dengan air dilakukan dengan cara
maserasi, perkolasi atau disiram dengan air mendidih (Anief, 2010 : 169).
21
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi 2 cara
yaitu cara dingin dan cara panas. Cara dingin meliputi maserasi dan perkolasi.
Sedangkan, cara panas meliputi refluks, sokhletasi, digesti, dan infundasi.
Maserasi dilakukan dengan melakukan perendaman bagian tanaman
secara utuh atau yang sudah digiling kasar dengan pelarut dalam bejana
tertutup pada suhu kamar selama sekurang-kurangnya 3 hari dengan
pengadukan berkali-kali sampai semua bagian tanaman yang dapat larut
melarut dalam cairan pelarut. Keuntungan proses maserasi diantaranya adalah
bahwa bagian tanaman yang akan diekstraksi tidak harus dalam wujud serbuk
yang halus, tidak diperlukan keahlian khusus dan lebih sedikit kehilangan
alkohol sebagai pelarut seperti pada proses perkolasi atau sokhletasi.
Sedangkan kerugian proses maserasi adalah perlunya dilakukan
penggojogan/pengadukan, pengepresan dan penyaringan, terjadinya residu
pelarut di dalam ampas, serta mutu produk akhir yang tidak konsisten
(Endarini, 2016 : 145 ).
Prinsip kerja maserasi adalah proses melarutnya zat aktif berdasarkan
sifat kelarutannya dalam suatu pelarut. Ekstraksi zat aktif dilakukan dengan
cara merendam simplisia nabati sebanyak 10 bagian dan dengan pelarut
sebanyak 70 bagian cairan yang sesuai selama beberapa hari pada suhu
(15oC-20
oC) dalam waktu selama 3-5 hari sering diaduk, serkai, peras cuci
ampas, dengan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan
kedalam bejana tertutup dan biarkan ditempat sejuk terlindung dari cahaya
matahari selama 2 hari, lalu pisahkan endapan yang diperoleh (Marjoni, 2016:
40-42).
Pembuatan ekstrak dengan cara maserasi kayu secang dihaluskan dan
sebanyak 250 g dimaserasi dalam 500 ml etanol 96% selama 3 x 24 jam pada
suhu ruang. Dekantasi dilakukan sampai 3 kali. Maserat yang dipeoleh
dikumpulkan dalam satu wadah. Proses pemekatan dilakukan dengan
peralatan rotary evapotaror pada suhu 80oC dan dilanjutkan pada tahap
kristalisasi secara pemanasan sampai diperoleh padatan. Ekstrak yang
diperoleh ditimbang dan kemudian dihitung jumlah rendemen (Rina 2013).
22
E. Kerangka Teori
Gambar 2.4 Kerangka Teori
Pengujian
Pengujian sabun padat transparan :
1. Organoleptis (Nurhuda, Junianto,
Rochima, 2017)
2. pH (SNI 06- 4085,1996 : 3)
3. kadar air
4. total lemak SNI
5. alkali bebas 3532
6. kadar klorida 2016
7. asam lemak bebas
8. Bahan tak larut dalam
alkohol
9. Lemak tak tersabunkan
10. Transparansi
(Mumpuni dan Heru, 2017).
11. uji stabilitas
( Agustini dan Winarni,2017).
12. uji mikrobiologi (Wahyuni,2018)
13. uji kesukaan . ( se tyaningsih,dkk
2010 )
kosmetika
Semi solid Liquid solid
Bahan sintetis
sabun
Bahan Alam
Formula sabun
Asam stearat
NaOH 30%
VCO
Minyak Zaitun
Etanol 96%
Gliserin
Asam sitrat
Sukrosa
Trietanolamin
BHT
Cocobetain
Aquadest
(Wahyuni, 2018)
Sediaan sabun padat
transparan
Ekstrak kayu secang dengan
kandungan brazilin sebagai
anti bakteri P.acne
23
F. Kerangka Konsep
(Variabel bebas ) (Variabel terikat)
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
G. Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
No. Variabel
Penelitian Definisi Cara Ukur
Alat
Ukur Hasil Ukur Skala
1
Formulasi ekstrak
kayu secang
(Caesalpinia
sappan L) dalam
sediaan sabun
transparan sebagai
antijerawat
Formulasi
Ekstrak kayu
secang
(Caesalpinia
sappan L)
yang didapat
dengan cara
maserasi, lalu
dijadikan
sabun padat
transparan
dengan variasi
konsetrasi
ekstrak 0%,
0.5%, 1%,
dan 2%.
Menimbang
ekstrak kulit kayu
secang dengan
neraca elektrik dan
memformulasikan
ke dalam basis
sabun padat
transparan dengan
variasi konsentrasi
ekstrak 0%, 0.5%,
1% dan 2%.
Neraca
analitik
Formula
sediaan
sabun padat
transparan
ekstrak kayu
secang
dengan
variasi
konsetrasi
Rasio
2
Organoleptik
Penilaian sifat
organoleptik
dengan
menggunakan
pancaindera
penilaian
meliputi
aroma, warna,
dan tekstur
Penilaian
dilakukan oleh 15
orang panelis
Checklist
1. Warna
2.Aroma
3. Tekstur
Warna
Warna dari
sabun
transparan
yang dibuat
Penilaian dengan
pancaindra
penglihatan
dengan melihat
warna yang
dihasilkan
Checklist
1. Merah
2. Merah
tua
3. bening
kekuningan
Nominal
Pengujian sabun padat transparan
1. Uji organoleptis (Nurhuda,
Junianto, Rochima, 2017).
2. pH (SNI 06- 4085,1996 : 3)
3. Kadar air (SNI 3532 2016 )
4. Uji kesukaan (setyaningsih, dkk,
2010)
Ekstrak kayu secang
konsentrasi 0 %, 0.5%, 1 %,
dan 2 %.
24
No. Variabel
Penelitian Definisi Cara Ukur
Alat
Ukur Hasil Ukur Skala
Bau
Aroma yang
dihasilkan
dari sediaan
sabun padat
transparan.
Penilaian dengan
pancaindra
penciuman
dengan mencium
bau yang
dihasilkan
Checklist
1. Bau
Khas
2. Tidak
Berbau
Ordinal
Tekstur
Bentuksediaa
n sabun padat
transparan
yang dibuat
Penilaian dengan
pancaindra
peraba dengan
meraba tekstur
dari sediaan
sabun pada
transparan
Checklist
1.Keras
2.Lembek
Ordinal
3. pH
Besarnya
nilai keasam-
basaan
formulasi
sediaan
sabun padat
transparan.
Melihat nilai pH
sediaan sabun
padat transparan
dengan alat pH
meter
pH
meter
Nilai pH
1-14 Rasio
4. Kadar air
Besarnya nilai
kandungan air
yang
terkandung
dalam
formulasi
sediaan sabun
padat
transparan
Dilakukan
penimbangan
terhadap sabun
transparan sebelum
dan sesudah
pengeringan ,
pengeringan di
oven dengan suhu
1050 C selama 2
jam, dan dihitung
dengan rumus
b1 –b2 X 100%
b1
Oven,
Neraca
analitik
Nilai
maksimal
15.0 %
Rasio
5. Kesukaan /
hedonik
Penilaian
kesukaan
secara
pancaindera
meliputi
aroma,
transparansi,p
embusaan dan
kesan kesat
Penilaian
dilakukan oleh 25
orang panelis
checklist
1= tidak
suka
2= suka
3= sangat
suka
Ordinal
a.aroma
Bau dari
hasil
formulasi
sediaan
sabun padat
transparan
Penilaian dengan
pancaindra
penciuman
dengan mencium
bau yang
dihasilkan
checklist
1= tidak
suka
2= suka
3= sangat
suka
ordinal
25
No. Variabel
Penelitian Definisi Cara Ukur
Alat
Ukur Hasil Ukur Skala
b.transparansi Transparansi
formulasi
sediaan
sabun padat
transparan
Penilaian dengan
pancaindra
penglihatan
checklist 1.
1= tidak
suka
2= suka
3= sangat
suka
ordinal
c.pembusaan Menilai
banyaknya
busa dari
hasil
formulasi
sediaan
sabun padat
transparan
yang dipakai
untuk
mencuci
tangan
Penilaian dengan
pancaindra
penglihatan,deng
an melihat
banyaknya busa
yang dihasilkan
checklist 2.
1= tidak
suka
2= suka
3=sangat
suka
ordinal
d. kesan kesat
Merasakan
kesan kesat
setelah
pemakaian
dari hasil
formulasi
sediaan
sabun padat
transparan
Penilaian dengan
pancaindra
peraba yang
merasakan kesan
kesat setelah
pemakaian
sediaan sabun
padat transparan
checklist
1= tidak
suka
2= suka
3= sangat
suka
ordinal