45
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Bendungan merupakan bangunan yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air dalam jumlah yang cukup besar. Bendungan biasanya dibangun pada daerah cekungan, serta letaknya melintang pada alur sungai (Sosrodarsono, 1989).Menurut Soedibyo, berdasarkan konstruksinya bendungan dibagi menjadi 3 yaitu bendungan urugan, bendungan beton, dan bendungan lainnya. Bendungan urugan adalah bendungan yang dibangun berdasarkan hasil penggalian bahan tanpa tambahan bahan lain yang bersifat bahan kimia. Bendungan urugan dibagi menjadi 3 yaitu bendungan urugan homogen, bendungan urugan berlapis (zone dams, rockfill dams), bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air dimuka. Bendungan beton adalah bendungan yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan maupun tidak. Bendungan beton dapat dibagi lagi menjadi 4 yaitu bendungan beton berdasar berat sendiri, bendungan beton dengan penyangga, bendungan beton berbentuk lengkung dan bendungan beton kombinasi. Sedangkan bendungan lainnya adalah bendungan yang menggunakan bahan lainnya seperti bendungan kayu, bendungan besi dan bendungan pasangan batu. Bendungan lainnya biasanya hanya berupa bendungan kecil. Bendungan dengan Sistem Panel Serbaguna dapat dimasukkan dalam tipe bendungan beton precast kombinasi berdasar berat sendiri, hanya saja menggunakan metode pelaksanaan yang khusus. 2.2 Tipe Bendungan Tipe bendungan dapat dilihat dari beberapa segi yang masing-masing menghasilkan tipe yang berbeda-beda. Maka pembagian tipe bendungan dapat dipandang dari 7 keadaan yaitu: berdasar ukurannya, tujuan pembangunannya, penggunaannya, jalannya air, konstruksinya, fungsinya, dan menurut ICOLD. 1. Tipe Bendungan Berdasarkan Ukurannya A. Bendungan besar Menurut ICOLD definisi dari bendungan besar adalah bendungan yang memiliki tinggi lebih dari 15 m. Bendungan yang tingginya diantara 10m sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id · 2.3.2 Curah Hujan Rencana Curah hujan rencana adalah curah hujan tahunan terbesar pada suatu periode ulang tertentu. Perhitungan debit

  • Upload
    vandung

  • View
    237

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Bendungan merupakan bangunan yang berfungsi untuk menampung dan

menyimpan air dalam jumlah yang cukup besar. Bendungan biasanya dibangun

pada daerah cekungan, serta letaknya melintang pada alur sungai (Sosrodarsono,

1989).Menurut Soedibyo, berdasarkan konstruksinya bendungan dibagi menjadi 3

yaitu bendungan urugan, bendungan beton, dan bendungan lainnya. Bendungan

urugan adalah bendungan yang dibangun berdasarkan hasil penggalian bahan

tanpa tambahan bahan lain yang bersifat bahan kimia. Bendungan urugan dibagi

menjadi 3 yaitu bendungan urugan homogen, bendungan urugan berlapis (zone

dams, rockfill dams), bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air dimuka.

Bendungan beton adalah bendungan yang dibuat dari konstruksi beton

baik dengan tulangan maupun tidak. Bendungan beton dapat dibagi lagi menjadi 4

yaitu bendungan beton berdasar berat sendiri, bendungan beton dengan

penyangga, bendungan beton berbentuk lengkung dan bendungan beton

kombinasi. Sedangkan bendungan lainnya adalah bendungan yang menggunakan

bahan lainnya seperti bendungan kayu, bendungan besi dan bendungan pasangan

batu. Bendungan lainnya biasanya hanya berupa bendungan kecil. Bendungan

dengan Sistem Panel Serbaguna dapat dimasukkan dalam tipe bendungan beton

precast kombinasi berdasar berat sendiri, hanya saja menggunakan metode

pelaksanaan yang khusus.

2.2 Tipe Bendungan

Tipe bendungan dapat dilihat dari beberapa segi yang masing-masing

menghasilkan tipe yang berbeda-beda. Maka pembagian tipe bendungan dapat

dipandang dari 7 keadaan yaitu: berdasar ukurannya, tujuan pembangunannya,

penggunaannya, jalannya air, konstruksinya, fungsinya, dan menurut ICOLD.

1. Tipe Bendungan Berdasarkan Ukurannya

A. Bendungan besar

Menurut ICOLD definisi dari bendungan besar adalah bendungan yang

memiliki tinggi lebih dari 15 m. Bendungan yang tingginya diantara 10m sampai

5

15 m dapat digiloingkan bendungan besar bila memenuhi 1 atau lebih kriteria

berikut:

1. Panjang bendungan tidak kurang dari 500m.

2. Kapasitas waduk tidak kurang dari 1 juta m3.

3. Debit banjir maksimum tidak kurang dari 2000m3/dtk.

4. Bendungan menghadapi kesulitan khusus pada pondasinya.

5. Bendungan tidak didesain seperti biasanya.

B. Bendungan kecil

Semua Bendungan yang tidak memenuhi persyaratan bendungan besar

disebut bendungan kecil.

2. Tipe Bendungan Berdasarkan Tujuan Pembangunannya

A. Bendungan dengan tujuan tunggal

Bendungan dengan tujuan tunggal merupakan bendungan yang dibangun

dengan satu tujuan.

B. Bendungan serbaguna

Bendungan serbaguna merupakan bendungan yang dibangun untuk

memenuhi beberapa tujuan.

3. Tipe Bendungan Berdasarkan Penggunaannya

A. Bendungan untuk membentuk waduk

Bendungan untuk membentuk waduk merupakan bendungan yang

membentuk waduk untuk menyimpan cadangan air untuk dapat digunakan pada

waktu diperlukan.

B. Bendungan penangkap/ pembelok air

Bendungan Penangkap adalah bendungan yang dibangun agar permukaan

airnya lebih tinggi agar air dapat mengalir ke saluran air atau terowongan air.

C. Bendungan untuk memperlambat jalannya air

Bendungan untuk memperlambat jalannya air dalah bendungan yang

dibangun untuk memperlambat jalannya air.

6

4. Tipe Bendungan Berdasarkan konstruksinya

A. Bendungan urugan

Menurut ICOLD bendungan urugan adalah bendungan yang dibangun dari

hasil penggalian bahan tanpa tambahan bahan lain yang bersifat campuran secara

kimia. Bendungan urugan dapat dibagi menjadi 3 yaitu bendungan urugan

homogen, bendungan urugan berlapis dan bendungan urugan batu dengan lapis

kedap air.

B. Bendungan beton

Bendungan beton merupakan bendungan yang dibuat dari konstruksi beton

dengan atau tidak menggunakan tulangan. Bendungan beton dapat dibagi seperti

berikut:

1. Bendungan beton berdasrkan berat sendiri

2. Bendungan beton dengan penyangga

3. Bendungan beton berbentuk lengkung

4. Bendungan beton kombinasi

C. Bendungan lainnya

Bendungan ini biasanya berukuran kecil. Bendungan ini terbuat dari

material lain misalnya bendungan kayu, bendungan besi, bendungan pasangan

batu.

5. Tipe Bendungan Berdasarkan Fungsinya

A. Bendungan pengelak.

Bendungan pengelak berfungsi untuk mengalihkan aliran air yang

bertujuan untuk mengeringkan lokasi pekerjaan bendungan utama.

B. Bendungan utama.

Bendungan utama adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu

atau lebih tujuan tertentu.

C. Bendungan sisi.

Bendungan sisi adalah bendungan yang terletak di sebelah sisi kiri atau

kanan bendungan utama. Ini dipakai untuk membuat proyek seoptimal mungkin

dengan menaikkan sisi kiri atau sisi kanan dengan tinggi yang sama dengan

bendungan utama.

7

D. Bendungan di tempat rendah.

Bendungan di tempat rendah adalah bendungan yang terletak di tepi

waduk jauh dari bendungan utama yang berfungsi untuk mencegah keluarnya air

dari waduk.

E. Tanggul

Tanggul adalah bendungan yang terletak di sebelah sisi kiri atau kanan

bendungan utama dan ditempat yang jauh dari bendungan utama. Tinggi

maksimal tanggul hanya 5m dengan panjang puncaknya maksimal 5 kali

tingginya.

F. Bendungan limbah industry

Bendungan limbah industry adalah bendungan yang terdiri dari hasil

timbunan secara bertahap untuk menahan hasil limbah industri.

G. Bendungan pertambangan

Bendungan pertambangan adalah bendungan yang terdiri dari hasil

timbunan secara bertahap untuk menahan hasil galian pertambangan.

2.2.1 Pemilihan Tipe Bendungan

Pemilihan tipe bendungan disesuaikan dengan tujuan pembangunan,

keadaan topografi, dan ketersediaannya bahan bangunan setempat. Apabila

keadaan geologinya memungkinkan dan bahan bendungan relatif sedikit maka

tipe bendungan menggunakan sistem panel serbaguna bisa lebih murah

dibandingkan dengan bendungan urugan.

Dalam proposal tugas akhir ini digunakan metode sistem panel serbaguna,

yaitu bendungan berdasar berat sendiri dengan perkuatan wadah berupa beton

pracetak yang dirangkai menggunakan profil baja plat kunci dan batang tarik.

2.3 Analisis Hidrologi

Dalam merencanakan suatu konstruksi bangunan air terlebih dahulu harus

dilakukan analisa hidrologi pada daerah rencana. Analisa hidrologi dilakukan

dengan menganalisa data curah hujan. Analisa curah hujan bertujuan untuk

mendapatkan debit banjir rencana. Debit banjir rencana selanjutnya digunakan

sebagai dasar dalam perencanaan konstruksi bangunan air.

8

2.3.1 Pemeriksaan Data Secara Statistik

A. Pemeriksaan data dengan metode RAPS

Data hujan harus diuji terlebih dahulu konsistensinya untuk mendapatkan

hasil analisa yang lebih teliti. Metode Rescaled Adjusted Partial Sum(RAPS)

adalah metode pengujian dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata

dibagi dengan akar komulatif rerata penyimpangan terhadap nilai reratanya.

Rumus-rumus yang digunakan adalah (Sri Harto, 1990):

So* = 0 (2.1)

Sk* =

1

1

)(k

i

YYi dengan k = 1, 2, 3,....... (2.2)

Sk** = Dy

Sk * (2.3)

Dy2 = n

YYin

i

1

2)(

(2.4)

Nilai statistik Q dan R:

Q = maks **Sk

dengan 0 k n

R = maks Sk** - min Sk** dengan 0 k n

Dengan melihat nilai statistik maka dapat dicari nilai nQ / dan nR / .

Hasilnya dibandingkan dengan nilai nQ / syarat dan nR / . Data dikatakan

masih dalam batasan konsisten jika nQ / dan nR / yang dihitung lebih kecil

dari nQ / dan nR / syarat. Pengujian dengan metode RAPS dilakukan pada

setiap stasiun hujan yang digunakan dalam studi ini.

9

Tabel 2.1 Tabel Nilai nQ / dan nR /

n

nQ / nR /

90% 95% 99% 90% 95% 99%

10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38

20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60

30 1.12 1.24 1.46 1.40 1.50 1.70

40 1.13 1.26 1.50 1.42 1.53 1.74

50 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78

100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.86

∞ 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00

Sumber: Sri Harto

B. Pemeriksaan adanya Outliner data

Outliner adalah data dengan nilai jauh berada di antara data-data yang lain,

keberadaan outliner biasanya mengganggu pemilihan jenis distribusi untuk suatu

sampel data. Adapun paramter yang digunakan adalah sebagai berikut:

).exp( SKnXXH

).exp( SKnXX L

Dengan dua batas ambang bawah (XL) dan atas (XH) X dan S adalah masing-

masing nilai rata-rata dan simpangan baku dari logaritma sampel data, Kn dapat

dilihat pada tabel 2.2 dimana n adalah jumlah sampel.

10

Tabel 2.2 Harga Kn untuk pemeriksaan outliner

Jumlah

Data (n)

Kn

Jumlah

Data (n)

Kn

10 2.036 38 2.661

11 2.088 39 2.671

12 2.134 40 2.682

13 2.175 41 2.692

14 2.213 42 2.700

15 2.247 43 2.710

16 2.279 44 2.719

17 2.309 45 2.727

18 2.335 46 2.736

19 2.361 47 2.744

20 2.385 48 2.753

21 2.408 49 2.760

22 2.429 50 2.768

23 2.448 55 2.804

24 2.467 60 2.837

25 2.486 65 2.866

26 2.502 70 2.893

27 2.519 75 2.917

28 2.534 80 2.940

29 2.549 85 2.961

30 2.563 90 2.981

31 2.577 95 3.000

32 2.591 100 3.017

33 2.604 110 3.049

34 2.616 120 3.078

35 2.628 130 3.104

36 2.390 140 3.129

37 2.650

Sumber : U.S. Water Resources Council,1981

11

2.3.2 Curah Hujan Rencana

Curah hujan rencana adalah curah hujan tahunan terbesar pada suatu

periode ulang tertentu. Perhitungan debit hujan rencana diperlukan untuk

mendapatkan debit banjir rencana.

a. Distribusi Normal

Disribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan

bakunya, sebagai berikut:

( X ) =

[

]

-∞ < x <∞ (2. 5)

dimana,

F(X) = Fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal),

x = Variabel acak kontinu,

σ = Simpangan baku dari nilai x,

µ = Rata-rata nilai x.

b. Distribusi Log Normal

Pada perhitungan curah hujan dengan metode ini, rumus yang digunakan

adalah:

( X ) =

√ -(y- y )2 / ( 2 y 2 )

(2.6)

y = Log X (2.7)

dimana,

P(X) = Peluang log normal,

X = Nilai varian pengamatan,

σy = Deviasi standar nilai varian Y.

µy = Nilai rata-rata populasi Y.

c. Distribusi Gumbel

Rumus yang digunakan pada perhitungan curah hujan dengan metode ini adalah:

X (2.8)

dimana,

= Harga rata-rata sampel

X = Nilai varian pengamatan

S = Standar deviasi (simpang baku) sampel

12

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan

dalam persamaan:

K

(2.9)

dimana,

Yn = Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n

Sn = Reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah

sampel/data n

YTr = Reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut

ini :

YTr = {

}

Penentuan nilai-nilai Yn dan Sn, dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan Tabel

2.4 berikut ini:

Tabel 2.3 Reduce Mean

Reduce Mean, Yn

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220

20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5300 0.5820 0.5882 0.5343 0.5353

30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5400 0.5410 0.5418 0.5424 0.5430

40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5468 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481

50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518

60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545

70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567

80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585

90 0.5586 0.5589 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599

100 0.5600 0.5603 0.5603 0.5604 0.5606 0.5607 0.5608 0.5609 0.5610 0.5611

Sumber: Suripin, 2004

13

Tabel 2.4 Reduce Standar Deviation

Reduce Standar Deviation, Sn

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.9496 0.9676 0.9833 0.9971 1.0000 1.0206 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565

20 1.0628 1.0696 1.0754 1.0811 1.0864 1.0915 1.0961 1.1004 1.1047 1.1080

30 1.1124 1.1159 1.1193 1.1226 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388

40 1.1413 1.1436 1.1458 1.1480 1.1499 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590

50 1.1607 1.1623 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734

60 1.1747 1.1759 1.1770 1.1782 1.1793 1.1803 1.1814 1.1824 1.1834 1.1844

70 1.1854 1.1863 1.1873 1.1881 1.1890 1.1898 1.1906 1.1915 1.1923 1.1930

80 1.1938 1.1945 1.1953 1.1959 1.1967 1.1973 1.1980 1.1987 1.1994 1.2001

90 1.2007 1.2013 1.2020 1.2026 1.2032 1.2036 1.2044 1.2049 1.2055 1.2060

100 1.2065 - - - - - - - - -

Sumber: Suripin, 2004

14

Tabel 2.5 Reduce Variate

Reduce Variate Ytr sebagai fungsi periode ulang Return Periode ( T ) Reduce Variate

( years ) YT

2 0.3665

5 1.4999

10 2.2502

20 2.9606

25 3.1985

50 3.9019

100 4.6001

200 5.296

500 6.214

1000 6.919

5000 8.539

10000 9.921

Sumber: Suripin, 2004

d. Distribusi Log Person Tipe III

Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi log person

tipe III adalah:

1. Nilai rata-rata,

2. Standar deviasi,

3. Koefisien kemencengan.

Langkah-langkah perhitungan menurut Soemarto (1995):

4. Data-data yang ada diubah ke dalam bentuk logaritma

5. Hitung rata-rata dengan rumus:

log ∑

(2.10)

6. Hitung standar deviasi dengan rumus:

Si=√∑ ∑

(2.11)

7. Hitung koefisien kemencengan dengan rumus:

Cs = ∑

(2.12)

8. Curah hujan rencana dapat dihitung dengan rumus:

LogXT = logX +K.Si

15

Nilai K dapat diambil dari Tabel 2.6 berdasarkan nilai koefisien

kepencengannya (Cs).

Tabel 2.6 Periode ulang

Sumber: C D. Soemarto (1995)

Koefisien kepencengan

(Cs)

Kala Ulang

2 5 10 25 50 100 200 1000

Kemungkinan terjadinya banjir ( % )

50 20 10 4 2 1 0.5 0.1 3.0 -0.396 0.420 1.150 2.278 3.152 4.051 4.970 7.250

2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652 6.600

2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.200

2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910

1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.660

1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.390

1.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.110

1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.820

1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.459 4.540

0.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.395

0.8 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.250

0.7 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 4.105

0.6 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 3.960

0.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 3.815

0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 3.670

0.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.525

0.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 3.330

0.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 3.235

0.0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090

-0.1 0.017 0.846 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950

-0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.383 2.810

-0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675

-0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 2.540

-0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.103 2.400

-0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.800 2.016 2.275

-0.7 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150

-0.8 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035

-0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910

-1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800

-1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625

-1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.251 1.465

-1.6 0.254 0.817 0.995 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280

-1.8 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130

-2.0 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 0.995 1.000

-2.2 0.330 0.752 0.855 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910

-2.5 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802

-3.0 0.396 0.636 0.666 0.666 0.666 0.667 0.667 0.668

16

e. Curah Hujan Maksimum Yang Mungkin Terjadi (Probable Maximum

Pricipitation, PMP)

Perlu kiranya mengetahui besarnya curah hujan maksimum yang mungkin

terjadi (PMP), dan kemudian dilanjutkan dengan analisa banjir yang mungkin

terjadi (PMF). Untuk analisa PMP menggunakan rumus Hersfield sebagai berikut,

SnKmXXm . (2.13)

Dimana,

Xm = Curah hujan maksimum yang mungkin terjadi

X = Rata-rata data hujan harian maksimum tiap tahun

Km = Variabel statistik yang dipengaruhi oleh distribusi frekuensi

Nilai-nilai ekstrim

Sn = Standar deviasi data hujan harian maksimum.

2.3.3 Uji Distribusi Frekuensi

a. Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji distribusi frekuensi dilakukan setelah penggambaran data hujan pada

kertas probabilitas dan aris teoritisnya. Uji distribusi frekuensi diperlukan untuk

menentukan apakah sebaran data hujan untuk menghitung banjir rencana sudah

layak digunakan atau belum.Pada penelitian kali ini akan digunakan test uji

Smirnov-Kolmogorov.

Untuk mengadakan pengujian itu terlebih dahulu harus dilakukan ploting

data dari hasil pengamatan di kertas probabilitas dan garis durasi yang sesuai.

Ploting data pengamatan dan garis durasi pada kertas tersebut dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut:

1. Data curah hujan harian maksimum tiap tahun disusun dari kecil ke besar.

2. Hitung nilai peluang terbesar dari distribusi empiris (posisi ploting) dan

distribusi teoritis.

3. Bandingkan nilai peluang terbesar tersebut dengan peluang pada tabel uji

Smirnov-Kolmogorov.

4. Akurasi perhitungan dapat dilihat dari hasil perbandingan diatas dan harus

memenuhi persamaan:

Δmax ≤ Δcr (2.14)

17

dimana,

Δmax = Peluang terbesar dari distribusi empiris dan teoritis,

Δcr = Nilai peluang dari tabel Smirnov-Kolmogorov (tabel 2.7)

Tabel 2.7 Nilai kepercayaan

N Nilai kepercayaan

0.2 0.1 0.05 0.01

5 0.45 0.51 0.55 0.67

10 0.32 0.37 0.41 0.49

15 0.27 0.30 0.34 0.40

20 0.23 0.26 0.29 0.36

25 0.21 0.24 0.27 0.32

30 0.19 0.22 0.24 0.29

35 0.18 0.20 0.23 0.27

40 0.17 0.19 0.21 0.25

45 0.16 0.18 0.20 0.24

50 0.15 0.17 0.19 0.23

n>50 1.07/n 1.22/n 1.36/n 1.63/n Sumber: Suripin (2004)

b. Uji Chi-kuadrat

Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi

yang dipilih dapat mewakili distribusi statistic sampel yang dianalisis. Uji ini

dihitung dengan rumus berikut:

= ∑

(2.15)

Dimana,

= Parameter chi-kuadrat terhitung,

= Jumlah sub kelompok,

= Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok I,

= Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i.

18

Tabel 2.8 Nilai (X²cr) dari Chi-Square

n

Derajat Kepercayaan

0.95 0.8 0.5 0.2 0.05 0.001

1 0.00393 0.064 0.455 1.642 3.841 10.827

2 0.103 0.446 1.386 3.219 5.991 13.815

3 0.352 1.005 2.366 4.642 7.815 16.268

4 0.711 1.649 3.357 5.989 9.488 18.465

5 1.145 2.343 4.351 7.289 11.07 20.517

6 1.635 3.07 5.348 8.558 12.592 22.457

7 2.167 3.822 6.346 9.803 14.067 24.322

8 2.733 4.594 7.344 11.03 15.507 26.125

9 3.325 5.38 8.343 12.242 16.919 27.877

10 3.94 6.179 9.342 13.442 18.307 29.588

11 4.575 6.989 10.341 14.631 19.975 31.264

12 5.226 7.807 11.34 15.812 21.026 32.909

13 5.892 8.634 12.34 16.985 22.362 34.528

14 6.571 9.467 13.339 18.151 23.685 36.123

15 7.962 10.307 14.339 19.311 24.996 37.697

16 7.962 11.152 15.338 20.465 26.296 39.252

17 8.672 12.002 16.338 21.615 27.587 40.79

18 9.39 12.857 17.338 22.76 28.869 42.312

19 10.117 13.716 18.338 23.9 30.144 43.82

21 11.501 15.445 20.377 26.171 32.671 46.797

22 12.338 16.314 21.337 27.301 33.924 48.268

23 13.91 17.187 22.337 28.429 35.175 49.728

24 13.848 18.062 23.377 29.553 36.415 51.179

25 14.611 18.94 24.337 30.675 37.652 52.62

26 15.379 19.82 25.336 31.795 38.885 54.052

27 16.151 20.703 26.336 32.912 40.113 55.476

28 16.928 21.588 27.336 34.027 41.337 56.893

29 17.708 22.475 28.336 35.139 42.557 58.302

30 18.493 23.364 29.336 36.25 43.773 59.703

19

2.3.4 Debit Banjir Rencana

a. Metode Rasional Jepang

Metode ini dapat menggambarkan hubungan antara debit limpasan dengan

besarnya curah hujan secara praktis dan berlaku untuk luas daerah pengaliran

sungai (DAS) hingga 5000 hektar. Dua komponen utama yang digunakan adalah

waktu konsentrasi (t) dan intensitas curah hujan (I). Rumus yang digunakan

adalah :

Qp = 0,278.C.I.A (2.16)

Dimana :

Qp = Debit puncak banjir (m3/dt)

C = Koefisien limpasan

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

A = Luas daerah tadah hujan (km2)

Untuk mendapatkan intensitas curah hujan (I) dapat diguunakan rumus

dari Mononobe sebagai berikut :

3224

24

24

t

RI (2.17)

6.0

72

L

HV (2.18)

Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

R24 =Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

t = Waktu konsentrasi (jam)

L = Panjang sungai (km)

V = Kecepatan perambatan banjir (m/dt)

H = Beda tinggi antara titik terjauh dari mulut daerah

pengaliran (km)

20

Tabel 2.9 Koefisien Pengaliran Menurut Mononobe

Kondisi Daerah Koefisien Pengaliran

Daerah pegunungan berlereng terjal

Daerah perbukitan

Daerah bergelombang yang bersemak-semak

Daerah dataran yang digarap

Daerah persawahan irigasi

Sungai di daerah pegunungan

Sungai kecil di daerah dataran

Sungai besar dengan wilayah pengaliran yang

lebih dari seperduanya terdiri dari dataran

0,75 – 0,90

0,70 – 0,80

0,50 – 0,75

0,45 – 0,60

0,70 – 0,80

0,75 – 0,85

0,45 – 0,75

0,50 – 0,75

Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1978

b. Metode Nakayasu

Untuk mendapatkan debit banjir rencana digunakan metode Nakayasu

dengan rumus sebagai berikut:

Qp=

(2.19)

Dengan,

= Debit puncak banjir (m3/detik)

Ro = Hujan satuan (mm)

A = Luas daerah irigasi

Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir

(jam)

T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit puncak sampai

menjadi 30% dari debit puncak (jam)

Bagian lengkung naik hidrograf satuan mempunyai persamaan:

Qa = Qp

(2.20)

Dengan,

21

= limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/detik) dan t adalah

waktu (jam),

Bagian lengkung turun:

Qd > 0,3Qp : Qd = Qp

(2.21)

0,3Qp > Qd >0,32Qp : Qd = Qp

(2.22)

0,32Qp > Qd :Qd = Qp

(2.23)

Tenggang waktu Tp = tg + 0,8 tr dimana untuk:

L < 15km tg = 0,21 L0,7

L > 15km tg = 0,4 + 0,058 L

L = panjang alur sungai (km)

tg = waktu konsentrasi (jam)

tr = 0,5 tg sampai tg (jam)

T0,3 = α tg (jam)

tr

0.8 tr tgO

i

lengkung naik lengkung turun

Tp To.3 1.5 To.3

0.3 Qp

0.3 Q

Qp2

t

Gambar 2. 1 Hidrograf satuan sintetik nakayasu

2.4 Perencanaan Bendungan

Dalam pemilihan lokasi bendungan harus memperhatikan 8 faktor berikut

antara lain:

1. Tujuan pembangunan proyek.

2. Keadaan topografi, geologi, hidrologi dan klimatologi setempat.

3. Cara pembelokan sungai.

22

4. Hubungannya dengan bangunan-bangunan lain (bangunan pelimpah,

bangunan pengambilan dan lain-lain).

5. Untuk proyek PLTA pelaksanaan saluran pelimpah tidak boleh terganggu

dengan bendungan dan saluran pembuangan.

6. Bendungan harus aman dari bahaya longsor, gempa bumi dan angin topan.

7. Semua bangunan dan instalasi harus dapat beroprasi dengan baik mencapai

umur yang telah direncanakan.

8. Hasil penggalian harus diteliti agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Lokasi bendungan sudah ditetapkan di sungai Melangit di Kabupaten

Bangli, Provinsi Bali

2.4.1 Penelusuran Banjir

Perhitungan penelusuran banjir dari waduk terhadap terowongan pengelak

menggunakan hukum kontinuitas dalam persamaan tampungan.

I – O =

(2.24)

dimana,

I = debit yang masuk kedalam permulaan bagian memanjang alur sungai

yang ditinjau (m3/dt).

O = debit yang keluar dari akhir bagian memanjang alur sungai yang

ditinjau (m3/dt).

S = besarnya tampungan dalam bagian memanjang alur sungai yang

ditinjau.

dt = periode penelusuran (detik, jam atau hari)

Bila periode penelusuran diubah dari dt menjadi Δt maka :

I =

(2.25)

I =

(2.26)

ds = S2 – S1 (2.27)

Sehingga rumus dapat diubah menjadi:

-

=

. Δt -

. Δt = S2 – S1

23

+

-

=

+

jika:

-

= Ψ dan

+

= ϕ

maka:

+ Ψ = ϕ (2.28)

dimana,

S1 = tampungan pada awal periode penelusuran (m3)

S2 = tampungan pada akhir periode penelusuran (m3)

I1 = aliran masuk pada awal periode penelusuran (m3/dt)

I2 = aliran masuk pada akhir periode penelusuran (m3/dt)

Q1 = debit aliran masuk pada awal periode penelusuran (m3/dt)

Q2 = debit aliran masuk pada awal periode penelusuran (m3/dt)

Δt = lamanya periode penelusuran (dt)

Dari persamaan kontinuitas di atas, dapat dibuat grafik hubungan antara

debit masuk dan debit keluar, serta tinggi air maksimum sehingga dapat

ditentukan tinggi bendungan pengelak sebagai berikut:

Tinggi cofferdam = Hmax + tinggi jagaan

Tinggi jagaan = 1,5 + 0,03 . Hmax (2.29)

2.4.2 Perencanaan Bangunan Pelimpah

Tipe bangunan pelimpah yang digunakan adalah ambang lebar dengan

perhitungan berdasarkan rumus pelimpah:

Q = C . L . H3/2

(2.30)

dengan,

= debit yang melimpah melalui ambang pelimpah (m3/dt)

= koefisien limpahan

= lebar efektif puncak bendungan (m)

H = tinggi air diatas ambang pelimpah (m)

Secara praktis koefisien debit / limpahan untuk bendungan tipe ogee

biasanya berkisar antara 2,0 – 2,1.Dalam menentukan koordinat up stream dan

down stream dari pelimpah dapat digunakan rumus (Suyono, 1989).

Perencanaan dimensi ambang pelimpah direncanakan dengan tipe ogee,

dengan menggunakan rumus sebeagi berikut (USBR, OP-CIT),

24

n

Ho

XK

Ho

Y

dimana,

X,Y = koordinat profil mercu dengan titik awal pada titik

tertinggi mercu

Ho = tinggi air diatas mercu pelimpah

K,n = parameter yang tergantung dari kemiringan muka

pelimpah

Sumber: Design of Small Dams

Gambar 2. 2 Sketsa tampang mercu tipe ogee

Untuk mencari nilai K dan n dapat dicari dengan menggunakan grafik

berikut,

25

Sumber: Design of Small Dams

Gambar 2. 3 Kriteria Profil Lengkung Ambang Pelimpah

Bentuk profil muka ambang pelimpah menggunakan rumus perhitungan

berikut,

2

2

)(.2 HoPg

qha

(2.31)

q = C.Ho

Va = HoP

q

dimana,

C = koefisien debit

P = tinggi pelimpah

Ho = tinggi air diatas mercu

g = percepatan gravitasi

26

Gambar 2. 4 Grafik Hubungan C dan P/Ho

Sumber: Design of Small Dams

Gambar 2. 5 Kriteria Profil Lengkung Ambang Pelimpah

27

Gambar 2. 6 Grafik hubungan C/CD dan He/Ho

Lebar efektif pelimpah dihitung karena adanya pengurangan akibat

kontraksi dengan pilar dan dinding mercu pada pelimpah. Menghitung lebar

efektif pelimpah menggunakan rumus sebagai berikut,

HKKNLL ap )..(*2' (2.32)

Dimana,

L = Panjang efektif bendung

L’ = Panjang bendung sesungguhnya

N = Jumlah pilar diatas mercu bendung

Kp = Koefisien kontraksi pada pilar

Ka = Koefisen kontraksi pada dinding samping

H = tinggi tekanan total diatas mercu bendung

Gambar 2. 7 Grafik koefisien kontraksi pilar

28

Perencanaan saluran peluncur didasarkan pada perhitungan hidrolika

dengan metode langkah langsung.Dalam perhitungan ini akan diterapkan

persamaan Bernoulli sebagai berikut :

Gambar 2. 8 Metode langkah langsung

d1 +

+So . Δx = d2 +

+ hf (2.33)

hf = Sf . Δx

Sf =

Δx =

=

E1 = d1 +

dimana,

d1 = tinggi air pada titik yang ditinjau

So = kemiringan dasar saluran dalam hal ini dipakai sin ϕ

Sf = kemiringan geser

Δx = jarak titik 1 dan titik 2 pada dasar saluran

z = beda elevasi titik 1 dan titik 2

n = koefisien kekasaran Manning

R = jari-jari hidrolis

Φ = sudut kemiringan dasar saluran pada titik yang ditinjau

E = energi spesifik

α = koefisien pembagi kecepatan rata-rata (koefisien energi)

29

Untuk menghitung tinggi arus pelimpah ini, sebagai patokan ditinjau tinggi

arus pada puncak pelimpah dimana arus tersebut merupakan arus kritis, maka

rumus yang berlaku (Suyono, 1989):

dc = √

(2.34)

Vc =

(2.35)

dimana,

dc = tinggi arus kritis

α = koefisien pembagian kecepatan rata-rata

Q = debit maksimum yang melimpah

g = gravitasi bumi

B = lebar ambang spillway

Vc = kecepatan kritis

Tinggi jagaan dimaksudkan untuk menjaga agar air tidak melimpah

melalui dinding spillway. Untuk menghitung tinggi jagaan digunakan rumus

sebagai berikut (Suyono, 1989):

Fb = 0,6 + 0,037 . V .

⁄ (2.36)

dimana,

fb = tinggi jagaan

V = kecepatan aliran air

D = kedalaman air dalam saluran

2.4.3 Perencanaan Tinggi Ruang Bebas Bendungan

1. Permukaan Air Tertinggi Pada Waktu Banjir (TWL)

Tinggi Ruang bebas adalah sama dengan TWL dikurangi FSL ditambah

dengan tinggi tambahan sebagai angka keamanan (Soedibyo, 1998). Tinggi

ruang bebas dapat dicari dengan rumus:

(2.37)

dengan,

= tinggi ruang bebas

= selisih antara TWL dengan FSL

= angka keamanan

30

2. Tinggi Gelombang Angin (hw1)

Apabila terjadi angin yang bertiup secara terus-menerus dan teratur kearah

bendungan, maka akan timbul gelombang angin, yang tingginya dapat

dihitung dengan rumus Zuiderzee:

S =

(2.38)

dengan,

S = tinggi gelombang angin (m)

V = kecepatan angin diatas air (Km/jam)

F = fetch yaitu jarak normal dari tepi waduk di depan

bendungan dengan bendungansendiri (Km),

makin jauh, nilainya makin besar.

d = dalamnya waduk rata-rata (m)

A = sudut antara angin dengan fetch (derajat)

k = angka koefisien biasanya diambil 62

3. Tinggi Gelombang Sebagai Akibat Gempa Bumi

Gempa bumi juga dapat menimbulkan gelombang yang dapat menaikkan

tinggi muka air. Seichi Sato telah menemukan rumus berikut:

he =

√ (2.39)

dengan,

he = tinggi gelombang sebagai akibat gempa bumi (m)

k = koefisien gempa bumi (0,10-0,30)

t = waktu terjadinya gelombang gempa bumi (detik)

= dalamnya waduk rata-rata

4. Menentukan Volume Total Waduk

Setelah lokasi dan as bendungan telah ditetapkan, maka perlu menghitung

volume total waduk. Menghitung volume total waduk dapat dicari berdasarkan

data topografi. Untuk keperluan ini, diperlukan peta topografi dengan skala

1:10.000, dengan beda tinggi kontur 5 m atau 10 m, sehingga volume antar 2

kontur yang berurutan dapat dicari dengan rumus:

Vn

( √ ) (2.40)

31

dengan,

Vn = Volume antara 2 Kontur

n’ = Beda elevasi antara kontur

n = Elevasi kontur

Sesudah semua luas dan volume masing-masing diketahui, maka digambarkan

pada sebuah grafik hubungan elevasi, luas, dan volume waduk. Dari grafik

tersebut, dapat dengan mudah dicari luas dan volume setiap elevasi tertentu

dari waduk. Dengan demikian, luas dan volume total waduk juga dapat

ditentukan.

Gambar 2. 9 Grafik hubungan Elevasi, Luas dan Volume waduk

2.4.4 Analisis Gaya-gaya Vertikal

Gaya-gaya vertikal merupakan gaya yang terjadi akibat dari berat sendiri

bendungan.

Gambar 2. 10 Berat sendiri bendungan

A B

C D

32

Karena ukuran bendung tidak teratur, maka bendung dibagi menjadi

beberapa bagian dan masing-masing dihitung stabilitas konstruksinya.

Gambar 2. 11 Gambar titik tangkap gaya

Untuk mencari titik tangkap gaya ke arah vertikal dan horisontal, jarak b

dan a dicari momen terhadap titik A. Untuk memudahkan kontrol perhitungan

dibuat secara tabel.

2.4.5 Analisis Gaya-gaya Horisontal

1. Gaya hidrostatik

Gaya hidrostatik merupakan gaya yang terjadi akibat air yang menekan

bendungan dengan atau tanpa angin. Sebagai tinggi air diambil TWL dengan

tinggi =h3.

Gambar 2. 12 Skema gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik

33

Hs =

=

dengan titik tangkap pada jarak

(2.41)

2. Gaya hidrodinamik

Gaya hidrodinamik gaya yang diakibatkan oleh air yang menekan bendungan

apabila ada gempa. Sebagai tinggi air diambil FSL dengan tinggi = h4.

Dianggap tidak bersamaan dengan terjadinya angin.

air.

=

(2.42)

dengan,

= koefisien yang biasanya diambil

= koefisien gempa

2.4.6 Stabilitas Konstruksi Bendungan

1. Aman terhadap guling

Suatu bendungan beton berdasar berat sendiri dinyatakan aman terhadap

guling apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Ht

B13 B

13 B

13

B

a

b

B AC

Ht

Vt R

Gambar 2. 13 Keamanan terhadap bahaya penggulingan

Sf= ∑

∑ (2.43)

dengan,

n = angka keamanan terhadap penggulingan

= momen horisontal di titik A

= momen vertikal di titik A

34

2. Aman terhadap geser

Suatu bendungan beton berdasar berat sendiri dinyatakan aman terhadap geser

apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

H t

B

B AC

t

Gambar 2. 14 Keamanan terhadap bahaya penggeseran

N = ∑

∑ (2.44)

dengan,

N = angka keamanan terhadap geseran

C = kohesi tanah

A = luas permukaan pondasi

3. Aman Terhadap Bahaya Penurunan

Suatu bendungan beton berdasar berat sendiri dinyatakan aman terhadap

penurunan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

B

Vt

Gambar 2. 15 Keamanan terhadap bahaya penurunan pondasi

35

= ∑

( 1 +

) ≤ ( ) (2.45)

dengan,

= tegangan tanah maksimal yang timbul

= gaya vertikal total

B = lebar pondasi

L = panjang pondasi

e = eksentrisitas

[ ] = tegangan tanah yang diizinkan berdasar pengujian

yang dilakukan.

2.5 SPS ( Sistem Panel Serbaguna )

Sistem Panel Serbaguna merupakan sistem panel yang diperkuat

menggunakan tanah urugan dengan menggunakan plat beton pracetak berukuran

1.50 m x 2.20 m yang dirangkai dengan menggunakan baja plat kunci dan batang

tarik yang nantinya akan di kompositkan dengan menggunakan urugan tanah yang

memiliki ketentuan massa jenis tanah dan sudut geser tanah yang di sesuaikan

dengan kebutuhan struktur dan stabilitas dari bangunan.

1. Persyaratan Bahan

Persyaratan bahan yang harus di gunakan dalam perencanaan

menggunakan Sistem Panel Serbaguna.

a) Standar yang dipakai menggunakan standar jerman DIN 1045 dan DIN 1055.

b) Panel plat beton precast persegmen berukuran 1.50 m x 2.20 m.

c) Mutu beton panel plat precast di laut menggunakan mutu beton K-500

ditambah Fly Ash selimut beton setebal 5 cm dan mutu besi beton yang

digunakan adalah U -24.

d) Mutu beton panel plat precast di darat menggunakan mutu beton K-250

selimut beton setebal 1.5 cm dan mutu besi beton yang digunakan adalah U-

24.

e) Sekat profil baja plat kunci yang digunakan menggunakan mutu baja fy 390

mpa.

f) Penulangan batang tarik menggunakan mutu baja fy 390 mpa.

36

g) Material urugan menyesuaikan dengan kebutuhan stabilitas dari bangunan

sistem panel serbaguna.

2. Metode Kerja Sistem Panel Serbaguna

A. Produksi komponen Sistem Panel Serbaguna.

1. Pemotongan panjang batang tarik.

Gambar 2. 16 Pemotongan panjang batang tarik

2. Pembuatan drat batang tarik.

Gambar 2. 17 Pembuatan drat batang tarik

37

3. Batang tarik lengkap dengan 2 mur dan 1 washer.

Gambar 2. 18 Batang tarik

4. Pekerjaan produksi plat kunci.

5. Pemotongan dan pengelasan plat kunci.

Gambar 2. 19 Plat Kunci

6. Pekerjaan produksi rangkaian pembesian panel beton precast

7. Perakitan bagian dari rangkaian besi beton.

Gambar 2. 20 Perakitan besi beton

38

8. Mempersiapkan cetakan plat panel serbaguna.

Gambar 2. 21 Cetakan beton

9. Pekerjaan pengecoran beton plat panel serbaguna.

Gambar 2. 22 Pengecoran beton

10. Pemadatan beton dengan vibrator.

Gambar 2. 23 Pemadatan dengan vibrator

39

11. Pengujian slump beton antara 10 cm sampai dengan 12 cm.

Gambar 2. 24 Pengujian slump

12. Pengujian benda uji tekan sesuai standar.

Gambar 2. 25 Benda Uji

13. Pekerjaan penempatan dan perawatan panel serbaguna.

Gambar 2. 26 Panel serbaguna

40

B. Metode pemasangan Sistem Panel Serbaguna di darat.

1. Persiapan dan perataan dudukan rangaian sistem panel serbaguna.

Gambar 2. 27 Perataan dudukan panel

2. Panel dari stockpile diangkut dengan exsavator dan diletakan pada posisi

bangunan.

Gambar 2. 28 Pengangkutan panel

3. Panel selesai di rangkai dan siap untuk di urug.

Gambar 2. 29 Rangkaian panel serbaguna

41

4. Pekerjaan pengurugan berlapis di dalam rangkaian panel serbaguna tebal

urugan 20 cm sampai dengan 30 cm lalu dipadatkan dengan mini vibro 2 ton

dan stamper diulang secara bertahap sampai urugan setinggi bangunan yang

di inginkan.

Gambar 2. 30 Pengurugan dengan tanah

Gambar 2. 31 Pemadatan dengan roller

C. Metode pemasangan Sistem Panel Serbaguna di laut.

1. Persiapan dan perataan dudukan rangaian sistem panel serbaguna.

2. Perakitan persegment rangkaian Sistem Panel Serbaguna disusun dengan

profil baja plat kunci, batang tarik, georigid dan geotextile.

42

Gambar 2. 32 Rangkaian panel serbaguna

3. Pengangkutan segment rangkaian plat panel precast yang sudah di susun

dengan profil baja plat kunci dan batang tarik menggunakan truk crane atau

tower crane.

Gambar 2. 33 Pengangkutan rangkaian panel serbaguna

4. Peletakan segment rangkaian Sistem Panel Serbaguna pada posisi yang sudah

direncanakan.

43

Gambar 2. 34 Perletakan rangkaian panel serbaguna

5. Panel selesai di rangkai dan siap untuk di urug.

6. Pekerjaan pengurugan berlapis di dalam rangkaian panel serbaguna tebal

urugan 20 cm sampai dengan 30 cm lalu dipadatkan dengan mini vibro 2 ton

,stamper, roler truck dan bulldozer diulang secara bertahap sampai urugan

setinggi bangunan yang di inginkan.

D. Metode pemasangan Sistem Panel Serbaguna di sungai.

1. Persiapan dan perataan dasar sungai dudukan rangaian sistem panel

serbaguna.

2. Pemasangan matras menggunakan jalinan bambu pada dasar dudukan

rangkaian Sistem Panel Serbaguna.

3. Perakitan persegment rangkaian Sistem Panel Serbaguna disusun dengan

profil baja plat kunci, batang tarik, dan geotextile.

4. Persiapan pembuatan flying fox menggunakan wire rope untuk mengangkut

dan memposisikan rangkaian sistem panel serbaguna.

44

Gambar 2. 35 Metode pemasangan SPS di sungai

5. Panel dari stockpile diangkut dengan flying fox dan diletakan pada posisi

bangunan.

6. Panel selesai di rangkai dan siap untuk di urug.

7. Pekerjaan pengurugan berlapis menggunakan material dasar sungai di dalam

rangkaian panel serbaguna tebal urugan 20 cm sampai dengan 30 cm lalu

dipadatkan diulang secara bertahap sampai urugan setinggi bangunan yang di

inginkan.

8. Pemasangan bronjong di atas rangkaian Sistem Panel Serbaguna

2.5.1 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan SPS

Adapun keuntungan dan kerugian dari Sistem Panel Serbaguna ini adalah:

A. Keuntungan.

1. Kualitas dan geometri terjamin dengan sistem pabrikasi.

2. Struktur tidak memerlukan tiang pancang.

3. Waktu konstruksi relatif lebih pendek.

4. Material urugan dalam sistem panel serbaguna dapat menggunakan endapan

sungai yang berpasir.

5. Sistem panel serbaguna dapat bertumbuh tanpa kesulitan secara vertikal

keatas ( Knock Down Sistem ), selaras dengan penurunan akibat konsolidasi

tanah.

45

6. Sistem panel serbagunan mempunyai kekakuan arah memanjang yang sangat

besar.

7. Sistem panel serbaguna berperikalu seperti pondas lajur beton bertulang,

sehingga penurunan menjadi merata.

8. Sistem panel serbaguna dapat menerima arus banjir melebihi ketinggian dari

struktur bangunan yang menggunakan sistem panel serbaguna ( overtoping ).

B. Kerugian

1. Belum ada Standar Nasional Indonesia yang mengacu kepada perencanaan

bendungan menggunakan sistem panel serbaguna.

2. Masih menggunakan material urugan untuk mengimbangi kekuatan dan

stabilitas dari bangunan.

2.6 Plaxis

Plaxis adalah salah satu program lunak yang sering digunakan dalam

dunia Teknik Sipil khususnya bidang geoteknik. Plaxis merupakan perangkat

lunak yang berdasarkan metode elemen hingga dua dimensi. Secara khusus Plaxis

digunakan untuk menganalisis deformasi, stabilitas, dan aliran air tanah dalam

rekayasa geoteknik.Kondisi sesungguhnya dapat dimodelkan dalam regangan

bidang maupun secara axisymetris. Program ini menerapkan metode antarmuka

grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat membuat

model jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari kondisi yang ingin

dianalisis. Secara garis besar program Plaxis ini terdiri dari empat sub program

yaitu, masukan, perhitungan, keluaran atau hasil perhitungan dan kurva sf.

(Anonim, 2013).

Kondisi dilapangan yang disimulasikan ke dalam program Plaxis ini

bertujuan untuk mengimplementasikan tahapan pelaksanaan di lapangan ke dalam

tahapan pengerjaan pada program, dengan harapan pelaksanaan di lapangan dapat

didekati sedekat mungkin pada program, sehingga respon yang dihasilkan dari

program dapat diasumsikan sebagai cerminan dari kondisi yang sebenarnya terjadi

di lapangan (Anonim, 2013).

46

2.7 Rencana Anggaran Biaya

Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah perhitungan banyaknya biaya

yang diperlukan untuk bahan dan upah,serta biaya- biaya lain yang berhubungan

dengan pelaksanaan bangunan atau proyek.

Anggaran biaya merupakan harga dari bahan bangunan yang dihitung

dengan teliti, cermat dan memenuhi syarat. Anggaran biaya pada bangunan yang

sama akan berbeda- beda di masing- masing daerah, disebabkan karena perbedaan

harga bahan dan upah tenaga kerja.

Untuk menghitung RAB diperlukan data – data antara lain:

a) Gambar Rencana Bangunan.

b) Spesifikasi Teknis Pekerjaan yang biasa disebut juga sebagai RKS ( Rencana

Kerja dan syarat – syarat )

c) Volume masing – masing pekerjaan yang akan di laksanakan.

d) Daftar harga bahan bangunan dan upah pekerja saat pekerjaan di laksanakan.

e) Analisa BOW atau harga satuan pekerjaan.

f) Metode kerja pelaksanaan.

Secara Umum fungsi utama dari Rancanga Anggaran Biaya (RAB) yaitu:

1. Menetapkan jumlah total biaya pekerjaan yang menguraikan masing masing

item pekerjaan yang akan dibangun. RAB harus menguraikan jumlah semua

biaya upah kerja, material dan peralatan termasuk biaya lainnya yang

diperlukan misalanya perizinan, kantor atau gudang sementara, fasilitas

pendukung misalnya air dan listrik sementara.

2. Menetapkan Daftar dan Jumlah Material yang dibutuhkan. Dalam RAB harus

dipastikan jumlah masing masing material disetiap komponen pekerjaan.

Jumlah material didasarkan dari volume pekerjaan , sehingga kesalahan

perhitungan volume setiap komponen pekerjaan akan mempengaruhi jumlah

material yang dibutuhkan. Daftar dan Jenis material yang tertuang dalam RAB

menjadi dasar pembelian material ke Supplier.

3. Menjadi dasar untuk penunjukan/ pemilihan kontraktor pelaksana. Berdasarkan

RAB yang ada , maka akan diketahui jenis dan besarnya pekerjaan yang akan

dilaksanakan. Dari RAB tersebut akan kelihatan pekerja dan kecakapan apa

saja yang dibutuhkan. Berdasarkan RAB tersebut akan diketahui apakah cukup

47

diperlukan satu kontraktor pelaksana saja atau apakah diperlukan untuk

memberikan suatu pekerjaan kepada subkontraktor untuk menangani pekerjaan

yang dianggap perlu dengan spesialis khusus.

4. Peralatan peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan akan

diuraikan dalam estiamsi biaya yang ada. Seorang estimator harus memikirkan

bagaimana pekerjaan dapat berjalan secara mulus dengan menentukan

peralatan apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut. Dari RAB juga

dapat diputuskan peralatan yang dibutuhkan apakah perlu dibeli langsung atau

hanya perlu dengan sistim sewa.. Kebutuhan peralatan dispesifikasikan

berdasarkan jenis, jumlah dan lama pemakaian sehingga dapat diketahui berapa

biaya yang diperlukan.

2.8 Analisa Harga Satuan Pekerjaan

Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHS-SNI) merupakan pedoman baku

alat untuk menghitung standar harga satuan pekerjaan konstruksi. Setiap instansi

terkait di setiap Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota Madya di seluruh

wilayah Indonesia dalam hal ini oleh Dinas Pekerjaan Umum Kab/Kodya

memiliki hak untuk menerbitkan (AHS-SNI). Harga satuan pekerjaan pada

umumnya merupakan harga satuan setiap pekerjaan dalam pekerjaan konstruksi.

Pekerjaan konstruksi meliputi pekerjaan bangunan gedung, bangunan air, jalan,

jembatan, bandara, bangunan konstruksi baja, ternasuk bangunan rumah tinggal.

Pembangunan proyek konstruksi terdiri dari beberapa pekerjaan misalnya

pekerjaan persiapan, pekerjaan pondasi, pekerjaan beton, pekerjaan dinding,

pekerjaan atap, pekerjaan lantai, pekerjaan plapond, dst. Dalam setiap pekerjaan

terdiri dari komponen bahan material, upah kerja, sewa alat dsb. Untuk

menentukan harga satuan pekerjaan tersebut maka harus menggunakan AHS SNI.

Uuntuk menentukan harga satuan pekerjaan, maka setiap bahan atau tenaga yang

diperlukan diberi angka koefisien. Angka koefisien inilah sebagai rumus atau

pedoman yang dijadikan alat pengali terhadap volume pekerjaan, harga material,

dan upah kerja sehingga menhasilkan harga satuan untuk setiap pekerjaan.

AHS-SNI biasanya digunakan oleh para konsultan perencana, konsultan

pengawas, dan kontraktor pelaksana konstruksi dalam rangka melaksanakan

48

kegiatan yang berkaitan dengan bidang yang menjadi kewenangan masing-masing

dalam melaksanakan pekerjaan jasa konstruksi.

Analisa harga Satuan Pekerjaan Konstruksi (AHS-SNI) diterbitkan seiap

tahun. Yang berubah dari setiap terbitan AHS-SNI biasanya harga satuan bahan

dan upah, sedangkan koefisien AHS relatif tidak berubah.

Gambaran umum tentang analisa harga satuan pekerjaan dapat dilihat pada

tabel 2.10 dibawah ini.

Tabel 2.10. Analisa harga satuan pekerjaan

Koefesien Variabel Harga Satuan Total Harga

X Material @RP. Rp.

Y Tenaga Kerja @Rp. Rp.

Z Alat @Rp. Rp.

Sumber : Asiyanto, 2003