Upload
vudien
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Tinjauan Pustaka
BBaabb IIII TTiinnjjaauuaann PPuussttaakkaa
II.1 Potensi Dan Permasalahan Air Tanah
Air tanah merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kehidupan manusia di
bumi ini. Air tanah menyumbang 30,1 % dari keseluruhan air tawar yang terdapat
di bumi. Keuntungan dari penggunaan air tanah selain kualitasnya yang baik
adalah kemudahan memperolehnya. Tabel II-1 menunjukkan estimasi volume
berbagai jenis air yang terdapat di permukaan tanah, di udara serta di bawah
permukaan tanah seperti yang dilaporkan oleh Maidment, 1993 dalam Leap, 1998.
Tabel II-1 Estimasi Volume Relatif Berbagai Sumber Air di Bumi
Jenis Luas 106 km2 Volume km3
Persentase terhada Air
Total Persentase Air Tawar
Lautan 361.3 1,338,000,000 96.50 Air Tanah Tawar 134.8 10,530,000 0.76 30.1 Payau 134.8 12,870,000 0.93 Kelembaban Tanah 82.0 16,500 0.0012 0.05 Es Kutub 16.0 24,023,500 1.7 68.6 Es lain dan Salju 0.3 340,600 0.025 1 Danau Tawar 1.2 91,000 0.007 0.26 Payau 0.8 85,400 0.006 Rawa 2.7 11,470 0.0008 0.03 Sungai 148.8 2,120 0.0002 0.006 Air Biologis 510.0 1,120 0.0001 0.003 Air Atmosferis 510.0 12,900 0.001 0.04 Air Total 510.0 1,385,984,610 100 Air Tawar 148.8 35,029,210 2.5 100
Sumber: Maidment, D.R. (1993) dalam Leap, Darrell I.(1998)
Berdasarkan keberadaannya air tanah dibedakan menjadi:
a. Air tanah dangkal, yaitu air tanah yang berada pada akuifer tidak tertekan
dan volumenya berfluktuasi pada musim penghujan dan musim kemarau.
Di daerah Bandung umumnya air tanah ini terdapat pada kedalaman
kurang dari 40 meter. Karena posisi keberadaan akuifernya yang mudah
dipengaruhi oleh air permukaan (tidak dibatasi oleh lapisan kedap) air
Thesis 25305020 II-1
Tinjauan Pustaka
tanah dangkal mudah terkontamiasi kotoran terutama dari limbah domestik
di permukiman padat penduduk (Djaendi, 2005)
b. Air tanah dalam, air tanah ini disebut air tanah dalam karena
keberadaannya cukup dalam, sehingga untuk mendapatkannya harus
menggunakan alat bor besar. Air tanah ini berada pada akuifer kedalaman
antara 40-150 m dan di bawah 150 m. Akuifer ini bersifat tertekan dan
tidak dipengaruhi oleh kondisi air permukaan setempat karena antara air
tanah pada akuifer dan air yang ada di permukaan tanah dipisahkan oleh
lapisan batuan yang kedap. Di wilayah Bandung, air tanah ini mengalir
dari daerah resapannya di daerah yang bertopografi tinggi, sekitar
Tangkubanparahu, Dago Atas, Ciwidey, Pangalengan, Gunung Malabar,
dan sebagian kecil dari timur Cicalengka. Perubahan kondisi air tanah
pada musim hujan dan pada musim kemarau tidak kentara (Djaendi,
2005).
Tabel II-2 Kandungan Air Tanah Alami, seperti didefinisikan oleh Freeze and
Cherry, 1979
Kandungan Mayor (> 5 mg/l) Bikarbonat Silikon Kalsium Sodium Klorida Sulfat Magnesium Asam karbonat
Kandungan Minor (0.01 - 10.0 mg/l) Boron Nitrat Karbonat Potasium Florida Stronsium Besi
Kandungan mikro (< 0.1 mg/l) Aluminium Molibdenum Antimon Nikel Arsen Niobium Barium Posfate Berilium Platinum Bismut Radium Bromida Rubidium Kadmium Rutenium Cerium Scandium Sesium Selenium Kromium Perak Kobalt Tallium Tembaga Torium
Thesis 25305020 II-2
Tinjauan Pustaka
Kandungan mikro (< 0.1 mg/l) Galium Timah Germanium Titanium Emas Tungsten Indium Uranium Iodida Vanadium Lantanum Ytterbium Timbal Yttrium Litium Seng Mangan Zirconium
Sumber: Leap, Darrell I.(1998)
II.2 Keberadaan Besi Dan Zat Organik Dalam Air Tanah
2.2.1 Keberadaan Besi dalam Air Tanah
Besi merupakan salah satu elemen utama penyusun bumi, yaitu penyumbang 35%
dari massa bumi total(Wikipedia, 2007). Hampir seluruh jenis tanah mengandung
unsur besi di dalamnya dalam bentuk endapan besi(III) oksida maupun besi
sulfida (pyrite), dan di beberapa tempat juga ditemukan dalam bentuk senyawa
besi (II) karbonat yang sangat sulit terlarut di dalam air (Sawyer, 1994).
Endapan besi(III) dapat tereduksi dalam suasana anaerob sehingga dapat terlarut
dalam air tanah. Sedangkan senyawa besi (II) karbonat dapat terlarut ke dalam air
yang mengandung cukup banyak karbondioksida dan oksigen menurut reaksi
(Sawyer, 1994):
(2.1) −+ +→++ 32
223 2HCOFeOHCOFeCO
National Drinking Water Clearinghouse,1998 mengelompokkan keberadaan besi
di dalam air secara fisik menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Besi terlarut dalam bentuk Fe(II)
b. Partikulat dalam bentuk Fe(III)
c. Koloid, yaitu partikel halus yang sangat sulit terlarut.
Sementara itu Keller, 1994 mengelompokkan senyawa besi di dalam air menjadi:
a. Sequestering iron: yaitu senyawa besi yang berikatan dengan senyawa
lain yang dapat menghambat terjadinya presipitasi besi. Senyawa ini
Thesis 25305020 II-3
Tinjauan Pustaka
disebut sequester agents seperti Sodium tripolyposphate,
hexametaposphate dan Sodium silikat. Sequestering agents juga
menghalangi proses ion exchange, namun dengan pemanasan
ikatannya dengan besi dapat diputus.
b. Heme iron: senyawa besi yang berikatan dengan zat organik, misalnya
tanin (Gambar II.1), yang merupakan senyawa organik hasil
dekomposisi tumbuhan dan memiliki berat molekul sangat besar. Air
yang mengandung tanin akan terlihat berwarna kuning hingga
kecoklatan. Untuk menyisihkan Heme iron diperlukan mekanisme
yang sekaligus menyisihkan senyawa organiknya, misalnya dengan ion
exchange dan oksidasi. Namun metode ion exchange tidak terlalu
efektif karena tipe zat organik sangat berbeda – beda tergantung
wilayahnya.
Gambar II-1 Asam Humat
(Sumber : Keller,1994)
Gambar II-2 Asam Fulvat
(Sumber : Keller,1994)
c. Bacterial iron: mikroorganisme yang memanfaatkan
Besi(II)bikarbonat dalam proses metabolismenya yang selanjutnya
diendapkan di dinding sel. Bakteri ini dapat hidup di berbagai kondisi
Thesis 25305020 II-4
Tinjauan Pustaka
lingkungan. Air yang mengandung bacterial iron berwarna kemerahan
dan berbau, untuk mengatasinya dapat digunakan bakterisida.
d. Ferric hydroxide atau dikenal juga sebagai red water iron: merupakan
bentuk tak larut dari senyawa besi dan dapat disisihkan dengan filter
berukuran pori 5 – 25 mikron.
e. Ferrous bicarbonate atau Clear water iron: merupakan senyawa besi
yang terlarut di dalam air, hasil reaksi partikulat besi dengan karbon
monoksida. Senyawa ini dapat disisihkan dengan metode pelunakan
dan dapat pula dengan metode oksidasi sehingga besi dapat
terpresipitasi, melalui reaksi:
232223 8)(42)(4 COOHFeOOHHCOFe +→++ (2.2)
Konsentrasi besi yang tinggi di dalam air tidak menimbulkan masalah bagi
kesehatan manusia, namun jika melebihi 0,3 ppm dapat menimbulkan masalah
lain seperti warna, bau dan kerak. Kondisi ini tentu mengganggu secara estetika
juga dapat mengganggu sistem perpipaan maupun peralatan yang berkontak
dengannya. Untuk itulah diperlukan proses penyisihan besi dari air.
2.2.2 Keberadaan Zat Organik dalam Air Tanah
Di dalam sistem air tanah yang belum terkontaminasi senyawa organik yang
dominan adalah senyawa humus (humic substances) (Blatchley dan Thompson,
1998). Senyawa tersebut merupakan hasil dekomposisi tumbuhan dan hewan
secara biologis dan tidak memiliki struktur yang baku. Oleh karena itulah
mengapa pengidentifikasiannya memerlukan serangkaian proses yang cukup
panjang. Ada tiga kelompok senyawa humus (Blatchley dan Thompson, 1998),
yaitu:
1. Asam fulvik (fulvic acid), merupakan senyawa yang terlarut di dalam
air
2. Asam humik (humic acid), senyawa yang tidak larut di dalam air pada
pH rendah
3. Humin, tidak larut di dalam air pada semua pH
Thesis 25305020 II-5
Tinjauan Pustaka
Pada umumnya di dalam air tanah kandungan senyawa humus (humic dan fulvic
acid) cukup rendah, biasanya kurang dari beberapa mg/l. Walaupun tidak ada
definisi struktural untuk senyawa humus, telah banyak dilakukan upaya
karakterisasi pada sebagian kelas dari senyawa ini. Senyawa humus pada
umumnya memiliki formula seperti polimer organik heteroatomik yang panjang.
Komposisi dan struktur senyawa humus berbeda – beda tergantung pada sumber
material dan kondisi lokasi dimana senyawa tersebut terbentuk. Meskipun
demikian, telah dilakukan beberapa proses generalisasi berdasarkan gugus fungsi
yang terdapat pada senyawa humus tersebut. Sebagai contoh, struktur yang
ditampilkan pasa gambar II-3 telah dihipotesis sebagai monomer dari sebuah asam
humik (Schnitzer dan Khan, 1972 dalam Blatchley dan Thompson, 1998).
Salah satu struktur yang signifikan dari hipotesis yang ada ialah keberadaan gugus
fungsi teroksigenasi. Gugus fungsi ini dipercaya bertanggung jawab terhadap
kemampuan senyawa humus membentuk senyawa kompleks dengan logam.
Banyak diantara senyawa organik sintetik yang teridentifikasi sebagai kontaminan
air tanah seperti, pestisida, produk minyak bumi, dan pelarut terhalogenasi.
Gambar II-3 Representasi Struktur Humus. (Sumber: Schnitzer dan Khan ,1972
dalam Blatchley dan Thompson, 1998)
Keberadaan zat organik di dalam air menimbulkan warna dan bau serta dapat
membantu pertumbuhan bakteri. Senyawa humus di dalam air akan menimbulkan
senyawa trihalometan setelah klorinasi. Telah diketahui bahwa senyawa
trihalometan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu senyawa organik harus sedapat
mungkin disisihkan pada pengolahan air terutama dengan proses kimia (Camel
and Bermond, 1998).
Thesis 25305020 II-6
Tinjauan Pustaka
II.3 Teknologi Penyisihan Besi Dan Zat Organik Dari Air Tanah
Metode yang banyak digunakan untuk penyisihan besi dari air adalah metode
oksidasi/filtrasi. Selain itu juga dikenal metode Ion exchange, Lime soda ash
softening, koagulasi-flokuasi-sedimentasi hingga pengolahan biologi (National
Drinking Water Clearinghouse,1998). Penyisihan zat organik pada pengolahan
air minum biasanya terintegrasi dengan proses pengolahan lainnya meliputi
koagulasi-flokulasi, sedimentasi filtrasi dan desinfeksi. Sedangkan pada
pengolahan air limbah yang banyak mengandung senyawa organik teknologi yang
umumnya diterapkan adalah pengolahan biologi. Pada pembahasan ini penulis
akan lebih menyorot metode oksidasi/filtrasi untuk penyisihan besi, namun
sebelumnya akan dibahas sedikit mengenai metode lainnya.
2.3.1 Teknologi Penyisihan Besi
a. Ion Exchange
Metode ini hanya efektif digunakan untuk air dengan kandungan besi yang sedikit
karena ada resiko terjadinya clogging (penyumbatan pori) resin oleh partikulat
besi tersebut. Prinsip dari ion exchange adalah pergantian ion yang ingin
disisihkan dari air dengan ion dari resin yang digunakan (Gambar II-4) . Kesulitan
dari metode ini adalah bagaimana mengontrol terjadinya oksidasi besi yang dapat
menimbulkan clogging. (National Drinking Water Clearinghouse,1998)
Gambar II-4 Ion Exchange untuk Penyisihan Besi (Sumber : Keller, 1994)
Thesis 25305020 II-7
Tinjauan Pustaka
b. Lime-Soda Ash Softening
Pada penambahan lime-soda akan terjadi kenaikan pH yang dapat menyebabkan
terjadinya oksidasi besi maupun mangan di dalam air.
c. Koagulasi-Flokuasi-Sedimentasi
Proses pengolahan air menggunakan koagulasi-flokulasi-sedimentasi juga dapat
menyisihkan kandungan besi di dalam air selama besi tersebut telah teroksidasi
membentuk partikulat.
d. Pengolahan Biologi
Metode ini secara ekstensif dikembangkan di negara-negara Eropa seperti
Belanda, Perancis dan Jerman, terutama untuk pengolahan air yang mengandung
besi, mangan dan amonia (National Drinking Water Clearinghouse, 1998).
Penyisihan Besi dengan Oksidasi/Filtrasi
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, oksidasi/filtrasi merupakan metode
yang paling umum digunakan untuk penyisihan besi dari air. Tujuannya adalah
terjadinya oksidasi besi (membentuk partikulat) dan membunuh bakteri besi
beserta bakteri lainnya. Filtrasi dengan diameter pori 5 – 25 mikron diperlukan
untuk menyisihkan partikulat yang terbentuk (National Drinking Water
Clearinghouse, 1998).
Adapun mekanisme maupun metode oksidasi yang dapat digunakan untuk
mengoksidasi kandungan besi di dalam air adalah:
a. Aerasi
Aerasi bertujuan untuk menyediakan oksigen sebagai oksidator bagi zat-zat yang
terkandung di dalam air. Kandungan besi(II) di dalam air dapat teroksidasi dengan
oksigen menjadi besi(III) yang berupa partikulat, dimana untuk satu ppm besi
dibutuhkan 0.14 ppm oksigen(MRWA, 1999).
Thesis 25305020 II-8
Tinjauan Pustaka
Laju oksidasi besi(II) dengan oksigen dipengaruhi juga oleh temperatur dan pH
larutan. Gambar II-5 menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
besi sebagai fungsi pH dan temperatur. Pada pH rendah laju reaksi akan menjadi
relatif lambat sehingga perlu dilakukan peningkatan pH. Adapun reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:
++ +→++ HOHFeOHOFe 8)(4104 3222 (2.3)
Pada proses aerasi diperlukan pengaturan aliran sedemikian rupa karena aliran
yang terlalu cepat atau terlalu lambat tidak akan menghasilkan oksidasi yang
optimal. Setelah aerasi diperlukan waktu agar reaksi oksidasi dapat tuntas, yaitu
sekitar 20 menit sebelum air masuk ke tahap filtrasi (MRWA, 1999).
Gambar II-5 Waktu Aerasi Besi Sebagai Fungsi pH dan Temperatur
(Sumber : Keller, 1994)
b. Klorinasi
Klorinasi juga merupakan metode oksidasi yang efektif. Klorinasi dapat berupa
penambahan sodium hypochlorite, calcium hypochlorite atau gas chlorine. Bahan
yang lebih dipilih adalah sodium hypochlorite karena lebih ekonomis dan banyak
tersedia. Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: (Keller, 1994)
Thesis 25305020 II-9
Tinjauan Pustaka
2232223
23223
232233
8C0 CaCl 4Fe(OH)O2H Ca(OCl) )4Fe(HC04C0 NaCl 2Fe(OH) OH NaOCl )2Fe(HCO
4C0 2HCl 2Fe(OH) O2H Cl )2Fe(HCO
++→++++→++
++→++
(2.4)
Dosis yang digunakan untuk klorinasi biasanya diperhitungkan untuk memberikan
sisa klor setelah waktu retensi sekitar 1 – 4 ppm. Adapun waktu retensi yang
diperlukan adalah sekitar 30 menit sebelum masuk ke tahap filtrasi (Keller,1994).
Setelah proses filtrasi biasanya juga diikuti dengan deklorinasi dengan
penambahan sodium bisulfide, sulfur dioxide, atau sodium bisulfide. Metode ini
memiliki kelemahan karena pada klorinasi air yang mengandung tanin dihasilkan
juga trihalometan yang bersifat karsinogen.
c. Oksidasi dengan Permanganat
Permanganat yang digunakan biasanya dalam bentuk Potassium permangate dan
dikombinasikan dengan pasir (manganese greensand) sebagai media filtrasi
sekaligus tempat terjadinya oksidasi. Potensial oksidasi permanganat lebih besar
daripada oksigen maupun klor, namun jika dosis yang diberikan berlebih akan
menimbulkan masalah warna pada air. Berikut ini reaksi oksidasi permanganat
dengan besi:
O5H 5C0 KHCO 3Fe(OH) MnO O7H )3Fe(HCO KMnO 223322234 ++++→++
(2.5)
Gambar II-6 Penggunaan Permanganat untuk Pengolahan Air
(Sumber : MRWA, 1999,)
Thesis 25305020 II-10
Tinjauan Pustaka
d. Ozonasi
Ozon merupakan oksidator yang sangat kuat, bereaksi sangat cepat dengan meteri
yang dapat teroksidasi termasuk besi (MRWA, 1999). Karena kereaktifannya
ozon tidak dapat disisakan di dalam air. Namun salah satu keuntungan
penggunaan ozon adalah tidak menimbulkan masalah bau dan rasa, selain itu ozon
bereaksi dengan baik pada air yang mengandung tanin (MRWA, 1999). Reaksi
oksidasi ozon juga melibatkan proses advanced oxidation process (AOP). Pada
bagian II.5 penulis merinci mengenai ozon beserta reaksinya.
Berikut ini tabel yang menunjukkan kebutuhan beberapa oksidator untuk
mengoksidasi 1ppm besi (dengan perhitungan secara stoikiometri):
Tabel II-3 Kebutuhan Oksidator untuk Mengoksidasi 1 ppm Besi
Oksidator Jumlah yang
dibutuhkan untuk 1 ppm Besi
Oksigen (O2) 0,14 ppm Klorin (Cl2) 0,62 ppm Ozon (O3) 0,86 ppm Potasium Permanganat (KMnO4) 0,91 ppm
(Sumber : MRWA, 1999,)
2.3.2 Teknologi Penyisihan Zat Organik
Penyisihan zat organik dari air baku umumnya dilakukan dengan metode
adsorpsi/ion exchange, koagulasi/filtrasi dan membran filtrasi. Selain itu teknologi
ozon juga telah diterapkan di beberapa tempat (Odegaar, 1999 dalam Jansen et al,
2005). Aplikasi ozon dapat berupa kombinasi ozon/biofiltrasi, ozon/membran
filtrasi. Jansen et al, 2005 melakukan ozonasi senyawa humus dengan membran
hollow fiber sebagai kontaktor.
II.4 Advanced Oxidation Process (AOP)
Advanced Oxidation Process (AOP) merupakan teknologi pengembangan dari
oksidasi konvensional, yang bertujuan meningkatkan kemampuan oksidasi dari
oksidator biasa. AOP dihasilkan dari penggabungan oksidator – oksidator maupun
penggunaan sinar UV, sehingga dihasilkan hidroksil radikal (OH*) yang memiliki
Thesis 25305020 II-11
Tinjauan Pustaka
potensial redoks yang sangat besar. Hidroksil radikal merupakan oksidator yang
sangat kuat setelah gas Flourine dengan potensial redoks sebesar 2.86 V(lihat
Tabel II-7).
Senyawa organik yang sulit teroksidasi misalnya dengan reaksi ozon biasa dapat
direduksi dengan hidroksil radikal. Adapun laju reaksi hidroksil radikal dengan
beberapa senyawa dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel II-4 Konstanta Laju Reaksi Hidroksil Radikal Senyawa, M KM,OH, 109 M-1s-1
Asam Formiat Asetaldehid 2-kloroetanol Tetrakloroetilen Nitrobenzen Piridin Trikloroetilen Klorobenzen 1-butanol Toluen Vinil klorida Benzen
0,2 0,5 0,9 2,3 3,2 3,8 4,0 4,5 4,6 6,8 7,1 7,8
(Sumber : Rarhataziz dan Ross,1977 dalam Glaze dan Kang, 1989)
2.4.1 Bentuk – bentuk AOP
Teknologi AOP ini dapat dihasilkan dari beberapa cara, yaitu dari ozonasi pada
pH tinggi, gabungan H2O2/UV, H2O2/O3 dan O3/UV (Glaze, et al, 1987).
UV/Hidrogen Peroksida (H2O2/UV)
Pada proses AOP H2O2/UV hidroksil radikal dihasilkan dari reaksi fotolisis
hidrogen peroksida.
Ozon
Ozon diklasifikasikan sebagai AOP karena pada proses ozonasi dibentuk juga
hidroksil radikal, sehingga selain reaksi oksidasi oleh ozon juga terjadi reaksi
oksidasi oleh hidroksil radikal. Laju reaksi dengan hidroksil radikal menjadi lebih
penting karena laju reaksinya jauh lebih besar daripada reaksi ozonasi biasa
(MRWA, 1999). Untuk mengoksidasi senyawa – senyawa tertentu diperlukan
Thesis 25305020 II-12
Tinjauan Pustaka
lebih banyak hidroksil radikal, untuk itu ozon dapat dikombinasikan dengan
hidrogen peroksida maupun UV. Penjelasan lebih rinci mengenai ozon beserta
reaksi – reaksinya dijelaskan pada bagian 2.5.
Ozon/Hidrogen peroksida (O3/H2O2)
Pada proses ini ozon akan bereaksi dengan hidrogen peroksida membentuk
hidroksil radikal.
Gambar II-7 Reaktor dan Skema AOP O3/H2O2(Sumber : MRWA, 1999)
Ozon/UV (O3/UV)
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai reaksi ozon dengan sinar
UV, salah satunya dari Chao et. Al.,2000 dalam Savant, 2003, yang mengatakan
bahwa reaksi fotodisosiasi ozon dengan sinar UV pada panjang gelombang 254
nm dipengaruhi oleh reaksi peluruhan alami dan reaksi peluruhan yang
melibatkan sinar UV. Reaksi – reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
23
232
23
23
23
2)(2)(
2)()(2)()(
)(
OOPOOPOOO
OPOPOODOPOOhvO
DOOO
↔++→+
→+→++→+
+→
(2.6)
Dimana:
P = fotodisosiasi; D = peluruhan
Thesis 25305020 II-13
Tinjauan Pustaka
Sementara itu Topudruti et. al.,1993 dalam Savant, 2003 mengemukakan bahwa
reaksi antara ozon dengan UV menghasilkan pembentukan hidrogen peroksida
yang selanjutnya akan bereaksi dengan sinar UV membentuk hidroksil radikal,
menurut reaksi:
•↔++↔++
OHuvOHOOHOHuvO
222
22223 (2.7)
Sedangkan Bablon et al.,1991 dalam Savant, 2003 merepresentasikan kinetika
peluruhan ozon menjadi rerangkaian reaksi yang saling berhubungan yang
mengarah pada peluruhan maupun pembentukan ozon (Gambar II-8). Degradasi
dimulai dengan reaksi ozon dengan inisiator (bisa berupa sinar UV maupun zat
kimia) membentuk anion superoksida (O2-). Selanjutnya reaksi masuk pada suatu
siklus yang menghasilkan beberapa produk antara sebelum akhirnya membentuk
oksigen sebagai produk eksternal (Savant, 2003).
Gambar II-8 Peluruhan Ozon (Sumber : Savant, 2003)
2.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi AOP
AOP secara umum dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut ini (MRWA, 1999):
1. Kehadiran senyawa - senyawa karbonat: senyawa karbonat baik ion
karbonat maupun bikarbonat akan mengikat hidroksil radikal sehingga
laju reaksinya dengan zat organik menurun.
2. Kehadiran bahan organik alami (Natural Organik matter, NOM), yang
juga akan mengurangi reaksi hidroksil dengan zat organik lain.
Thesis 25305020 II-14
Tinjauan Pustaka
3. pH; pH sangat menentukan spesi dari ion – ion yang penting dalam
AOP, seperti ion karbonat, bikarbonat, dan anion dari hidrogen
peroksida (HO2-)
4. Kehadiran ion – ion logam yang dapat tereduksi: hidroksil radikal juga
akan mengoksidasi ion – ion logam seperti ion besi (II) menjadi besi
(III)
5. Reaktifitas dari senyawa target dari AOP itu sendiri dengan hidroksil
radikal. Adapun reaksi destruksi yang terjadi antar senyawa target
dengan hidroksil radikal adalah sebagai berikut:
oductsOHR OHk Pr⎯⎯ →⎯+ •• (2.8)
Proses AOP ditentukan oleh konstanta laju reaksi orde kedua hidroksil
radikal terhadap senyawa target. Semakin besar nilainya maka reaksi
akan semakin sepat. Tabel berikut menunjukkan nilai konstanta laju
reaks orde kedua hidroksil radikal terhadap beberapa senyawa.
Tabel II-5 Nilai Konstanta laju Reaksi Orde Kedua Hidroksil Radikal
Senyawa
Konstanta Laju Reaksi Hidroksil Radikal Orde
Kedua k.OH M-1s-1
1.4-Dioxane 2,8 x 109
MIB 8,2x109
Geosmin 1,4x1010
MtBE 1,6x109
1,2-DCA 2,0x108
HCO3- 8,5x106
CO32- 3,9x108
NOM 3,0x108 hingga 4,5x108
(Sumber: MRWA, 1999)
6. Assimilable Organik Carbon (AOC), yaitu senyawa organik yang
mudah direduksi secara biologi. Reaksi antara hidroksil radikal dengan
NOM akan menghasilkan AOC, dan EPA menyarankan penerapan
filtrasi biologi untuk menghilangkan AOC tersebut.
Thesis 25305020 II-15
Tinjauan Pustaka
Selanjutnya adalah faktor – faktor yang mempengaruhi AOP H2O2/UV:
1. Fotolisis dari hidrogen peroksida: reaksi fotolisis hidrogen peroksida
sangat menentukan pembentukan hidroksil peroksida. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:
•→+ HOhvOH 222 (2.9)
2. Penyerapan sinar UV oleh NOM: keberadaan NOM juga akan
menghambat pembentukan hidroksil radikal, karena NOM akan
terlebih dahulu menyerap sinar UV yang diperlukan dalam
pembentukan hidroksil radikal.
3. Teknologi lampu UV : terdapat dua jenis lampu UV yang biasa
digunakan untuk AOP yaitu Low Pressure UV (LPUV) dan Medium
Presure UV (MPUV). Lampu LPUV menghasilkan sinar UV hanya
pada panjang gelombang 254 nm sedangkan MPUV menghasilkan
energi dari 200 hingga 400 nm. Namun hanya sinar yang berada pada
200 – 300 nm yang penting dalam AOP karena hidrogen peroksida
hanya menyerap sinar UV dengan panjang gelombang lebih kecil dari
300 nm.
4. Efisiensi Listrik per Unit dari senyawa yang direduksi: reaksi fotolisis
membutuhkan energi yang besar untuk setiap senyawa yang ingin
dihilangkan, sehingga menjadi penting mengoptimalkan efisiensi
energi. Salah satu perhitungan adalah efisiensi listrik per log dari
senyawa yang direduksi (EE/O)
)/log(/
CCQPOEE =
ti
(2.10)
Dimana;
EE/O : efisiensi listrik per log senyawa yang direduksi, kWh/kgal
P : energi keluaran lampu, kW
Q : debit air, kgal/hr
Thesis 25305020 II-16
Tinjauan Pustaka
Ci : konsentrasi awal, mg/L
Cf : konsentrasi target, mg/L
5. Dosis Hidrogen Peroksida yang digunakan: diperlukan dosis hidrogen
peroksida yang lebih besar pada AOP H2O2/UV dibandingkan H2O2/O3
karena penyerapan sinar UV oleh hidrogen peroksida jauh lebih rendah
dibandingkan dengan tingkat penyerapan NOM maupun besi. Namun
jika dosisnya terlalu besar maka sisa hidrogen peroksida yang harus
dihilangkan juga menjadi besar.
Faktor yang mempengaruhi AOP H2O2/O3:
1. Dosis Ozon : Dosis ozon yang digunakan harus lebih besar daripada
hasil perhitungan secara stoikiometri karena ozon lebih reaktif
terhadap NOM dan bahan anorganik dibandingkan dengan hidrogen
peroksida. Dosis ozon yang berlebihan juga akan mengikat hidroksil
radikal, karena itu perlu pemberian dosis yang tepat.
Reaksi pembentukan hidroksil radikal dari ozon dan hidrogen
peroksida adalah sebagai berikut:
2322 322 OHOOOH +→+ • (2.11)
2. Dosis Hidrogen Peroksida: seperti yang telah dibahas sebelumnya,
dosis hidrogen peroksida yang tidak tepat juga kan mengurangi kinerja
AOP.
II.5 Ozon
2.5.1 Sejarah Ozon
Ozon adalah molekul yang terdiri dari tiga atom oksigen (O3), serta memiliki satu
muatan listrik delta positif dan satu delta negatif. Kata ozon sendiri berasal dari
bahasa Yunani ozein yang berarti sesuatu yang dapat dicium aromanya. Adanya
Thesis 25305020 II-17
Tinjauan Pustaka
ozon di dalam air hujan secara alami menyebabkan aroma segar hujan musim
semi (spring rain). (Wikipedia, 2007)
Ozon pertama kali diidentifikasi sebagai senyawa kimia pada tahun 1839 oleh
Schonbein. Selanjutnya pada awal tahun 1886 ozon mulai dipopulerkan sebagai
desinfektan oleh de Maritens dan diaplikasikan pertama kali pada pengolahan air
di kota Nice, Perancis pada tahun 1906. Penggunaan ozon sebagai bahan
desinfektan mengalami penurunan sejak dikenalnya penggunaan klorin yang lebih
murah dibandingkan ozon. Namun dalam perkembangan penggunaan ozon
diketahui bahwa ozon juga dapat mengoksidasi besi dan mangan menjadi
terpresipitasi dari sumber air, dapat pula mengkoagulasi partikulat, menyisihkan
warna, mengontrol pertumbuhan laga, dan mampu menghancurkan beberapa jenis
pestisida. Bahkan belakangan diketahui bahwa ozon juga dapat digunakan untuk
mengontrol sisa produk dari desinfektan, misalnya dari penggunaan klorin, dan
juga dapat pula digunakan pada proses stabilisasi biologi (Robinson, 1996).
2.5.2 Sifat Fisik dan Kimia Ozon
Sifat Fisik
Ozon adalah gas beracun berwarna biru pucat dengan aroma yang tajam dan
iritatif. Umumnya manusia dapat mendeteksi keberadaan ozon pada konsentrasi
sekitar 0.01 ppm di udara. Jika terhirup pada konsenstrasi 0.1 hingga 1 ppm ozon
dapat menimbulkan pusing, mata terbakar, dan iritasi saluran pernafasan pada
manusia (wikipedia, 2007). Pada temperatur -112 °C, ozon berupa cairan
berwarna biru gelap, sedangkan pada temperatur di bawah -193 °C, berupa
padatan berwarna ungu hingga hitam. Tabel II-6 menunjukkan sifat – sifat fisik
dari ozon.
Tabel II-6 Sifat – Sifat Fisik Ozon (Wikipedia, 2007)
Sifat Fisik Nilai Berat Molekul 48,0 Titik Didih (101 kPa) -111,9 Titik Leleh -192,7 Temperatur Kritis -12.1 Tekanan Kritis 5,53 Mpa Densitas gas (0°C, 101 kPa) 2,144 kg.m-3
Thesis 25305020 II-18
Tinjauan Pustaka
Sifat Fisik Nilai Densitas Lelehan (-112°C) 1358 kg.m-3
Tegangan Permukaan (-183°C) 3,84 x 10-2 N.mm-1
Viskositas lelehan (-183°C) 1,57 x 10-3 Pa.s Kapasitas panas lelehan (-183 sd -145°C) 1884 J.kg-K-1
Kapasitas Panas gas (25°C) 818 J.kg-1.K-1
Panas Penguapan 15,2 kJ.mol-1
Struktur Ozon
Struktur ozon berdasarkan hasil eksperimen menggunakan microwave
spectroscopy adalah bent dengan simetri C2v (serupa dengan molekul air), dengan
jarak O – O 127,2 pm dan sudut O - O – O 116,78°. Ozon merupakan molekul
polar dengan momen dipol 0,5337 D, memiliki ikatan tunggal pada satu sisi dan
ikatan ranggkap pada sisi lainnya dimana kedua ikatan ini bergabung membentuk
struktur beresonansi (gambar II-9).
Gambar II-9 Struktur Resonansi Ozon (Sumber:Langlais et al., 1991 dalam
Contreras, 2002)
Order ikatan pada kedua sisi molekul ozon adalah sebesar 1,5 (Wikipedia, 2007).
Sifat Kimia
Ozon adalah oksidator yang sangat kuat (Tabel II-7) dan bersifat tidak stabil pada
konsentrasi tinggi yang kemudian meluruh menjadi oksigen (dalam waktu sekitar
30 menit pada kondisi atmosfer) (Wikipedia, 2007) dengan reaksi:
2 O3 → 3 O2 (2.12)
Peluruhan ozon mengikuti reaksi orde nol atau orde satu. Peluruhan ozon terjadi
lebih cepat dengan adanya alkalinitas dan menjadi lebih lambat dengan adanya
senyawa alkohol alifatik, ion klorida dan ion karbonat. Sedangkan aseton dapat
menstabilkan kelarutan ozon di dalam air (Hoignẻ dan Bader, 1976)
Thesis 25305020 II-19
Tinjauan Pustaka
Tabel II-7 Nilai Potensial Redoks dari Berbagai Oksidator (US EPA, 1997)
Senyawa Potensial (V)
Fluorin (F) 2,87
Hidroksil radikal (OH) 2,86
Atom Oksigen (O) 2,42
Molekul Ozon (O3) 2,07
Hidrogen peroksida (H O )2 2 1,78
Klorin (Cl) 1,36
Klorin dioksida (ClO )2 1,27
Molekul Oksigen (O2) 1,23
Reaksi peluruhan ozon berlangsung lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi
dan tekanan yang lebih rendah. Saat mengoksidasi logam (terkecuali emas,
platina, dan iridium) ozon akan mengoksidasinya ke tingkat oksidasi tertinggi.
2 Cu2+(aq) + 2 H3O+
(aq) + O3(g) → 2 Cu3+(aq) + 3 H2O(l) + O2(g) (2.13)
Pada reaksinya dengan oksida, ozon akan menaikkan jumlah oksidanya:
NO + O3 → NO2 + O2 (2.14)
Reaksi diatas diikuti oleh chemiluminescence dan NO2 dapat dioksidasi lebih
lanjut menjadi:
NO2 + O3 → NO3 + O2 (2.15)
Selanjutnya NO3 yang dihasilkan dapat bereaksi dengan NO2 membentuk N O2 5:
NO2 + NO3 → N2O5 (2.16)
Ozon bereaksi dengan karbon membentuk karbondioksida, reaksi ini juga terjadi
pada temperatur ruang:
C + 2 O3 → CO2 + 2 O2 (2.17)
Ozon tidak bereaksi dengan garam amonium tetapi dapat bereaksi dengan
amoniak membentuk amonium nitrat:
Thesis 25305020 II-20
Tinjauan Pustaka
2 NH3 + 4 O3 → NH4NO3 + 4 O2 + H2O (2.18)
Reaksi ozon dengan sulfida akan menghasilkan sulfat:
PbS + 4 O3 → PbSO4 + 4 O2 (2.19)
Asam sulfat dapat dihasilkan dari reaksi ozon, baik dimulai dari ozonasi belerang
membentuk belerang oksida:
S + H2O + O3 → H2SO4 (2.20)
3 SO2 + 3 H2O + O3 → 3 H2SO4 (2.21)
Semua atom pada ozon juga dapat bereaksi seperti misalnya reaksi ozon dengan
timah (III) klorida dan asam klorida:
3 SnCl2 + 6 HCl + O3 → 3 SnCl4 + 3 H2O (2.22)
Pada fase gas ozon bereaksi dengan hidrogen sulfida membentuk belerang
dioksida:
H2S + O3 → SO2 + H2O (2.23)
Jika ozon bereaksi di dalam larutan akan terjadi kompetisi dari dua reaksi secara
simultan yang satunya menghasilkan belerang sedangkan yang lainnya
menghasilkan asam sufat:
H S2 + O3 → S + O2 + H2O (2.24)
3 H2S + 4 O3 → 3 H SO2 4 (2.25)
Yodium perklorat dapat dihasilkan dengan mereaksikan yodium yang dilarutkan
ke dalam asam perklorat anhidrat dengan ozon:
I2 + 6 HClO4 + O3 → 2 I(ClO4)3 + 3 H2O (2.26)
Padatan nitril perkolat dapat dibentuk dari NO2, ClO2, and gas O3:
Thesis 25305020 II-21
Tinjauan Pustaka
2 NO2 + 2 ClO2 + 2 O3 → 2 NO2ClO4 + O2 (2.27)
Ozon dapat digunakan untuk proses pembakaran dan gas pembakaran dari ozon
menghasilkan temperatur yang lebih tinggi daripada pembakaran dengan oksigen.
Reaksi berikut menunjukkan reaksi pembakaran dari karbon subnitrit:
3 C4N2 + 4 O3 → 12 CO + 3 N2 (2.28)
Ozon dapat bereaksi pada temperatur cryogenic. Pada temperatur 77 K (-196 °C),
atom hidrogen bereaksi dengan ozon cair membentuk radikal hidrogen
superoksida, dengan rekasi:
H + O3 → HO2 + O (2.29)
2 HO2 → H2O4 (2.30)
Ozonida dapat dibentuk dimana senyawa tersebut mengandung anion O3-.
Senyawa ini bersifat eksplosif dan harus disimpan pada temperatur cryogenic.
Ozonida dari semua logam alkali telah diketahui. KO3, RbO3, dan CsO3 dapat
dibentuk dari superoksidanya:
KO2 + O3 → KO3 + O2 (2.31)
Walaupum KO3 dapat dibentuk sesuai dengan reaksi di atas, senyawa ini juga
dapat dihasilkan dari reaksi antara potasium hidroksida dengan ozon:
2 KOH + 5 O3 → 2 KO3 + 5 O2 + H2O (2.32)
NaO3 dan LiO3 harus disiapkan dari reaksi CsO3 di dalam lelehan NH3 pada suatu
resin penukar ion yang mengandung ion Na+ atau ion Li+ :
CsO3 + Na+ → Cs+ + NaO3 (2.33)
Thesis 25305020 II-22
Tinjauan Pustaka
Reaksi ozon dengan kalsium yang terlarut di dalam amoniak akan menghasilkan
amonium ozonida dan bukan kalsium ozonida:
3 Ca + 10 NH3 + 6 O3 → Ca•6NH3 + Ca(OH)2 + Ca(NO3)2 + 2 NH4O3 + 2 O2 + H2
(2.34)
Ozon dapat digunakan untuk menyisihkan mangan dari air dengan membentuk
presipitat yang dapat disaring:
2 Mn2+ + 2 O3 + 4 H2O → 2 MnO(OH)2 (s) + 2 O2 + 4 H+ (2.35)
Kandungan mangan di dalam air akan bereaksi dengan ozon membentuk
permanganat (Hóigne, 1994).
Ozon juga akan mengubah sianida menjadi sianit yang jauh lebih tidak beracun:
CN- + O3 → CNO- + O2 (2.36)
Selain itu ozon juga dapat mendekomposisi urea dengan sempurna:
(NH2)2CO + O3 → N2 + CO2 + 2 H2O (2.37)
Reaksi ozon dengan zat organik bersifat selektif. Ozon dapat mengoksidasi zat
organik berikatan tak jenuh menghasilkan aldehid (formaldehid, asetaldehid,
gloksal, metiglioksal) dan asam karboksilat (formik, asetat, glioksilat, piruvat dan
asam ketomelanik) (Camel and Bermond, 1998).
2.5.3 Kelarutan Ozon di dalam Air
Ozon memiliki kelarutan yang tinggi di dalam air yaitu sebesar 109 mg/l pada
temperatur 25˚C, bandingkan dengan kelarutan oksigen pada kondisi yang sama: 8
mg/l. Berarti ozon 13 kali lebih larut di dalam air dibandingkan dengan oksigen.
Kurva di bawah ini menunjukkan hubungan temperatur terhadap kelarutan ozon
untuk berbagai konsenstrasi ozon pada tekanan atmosfer.
Thesis 25305020 II-23
Tinjauan Pustaka
Gambar II-10 Kelarutan Ozon di dalam Air (ppm) (Sumber: Ozone Solution,
2008)
Umumnya penentuan kelarutan ozon dilakukan menggunakan gas mengandung
ozon dan nilainya kemudian diekstrapolasi hingga 100% ozon. Tabel berikut
menyajikan kelarutan 100% ozon di dalam air murni pada rentang temperatur 1 -
60ºC (Ullmann’s, 1991 dalam Ozone Information, 2008).
Tabel II-8 Kelarutan Ozon Murni di Dalam Air (Ozone Information, 2008)
Temperatur (°C)
Kelarutan (kg/m3) g/l
mg/l (ppm)
0 1,09 1,09 1090 10 0,78 0,78 780 20 0,57 0,57 570 30 0,4 0,4 400 40 0,27 0,27 270 50 0,19 0,19 190 60 0,14 0,14 140
Selain temperatur, kelarutan ozon juga dipengaruhi oleh tekanan, gambar berikut
menunjukkan hubungan tekanan terhadap kelarutan ozon:
Thesis 25305020 II-24
Tinjauan Pustaka
Gambar II-11 Hubungan Tekanan dan Konsentrasi Gas Terhadap Kelarutan
Ozon (Sumber: Ozone Solution, 2008)
Dari gambar – gambar di atas terlihat bahwa kelarutan ozon sebanding dengan
konsentrasi ozon di dalam gas serta tekanan udara dan berbanding terbalik
terhadap temperatur.
Persamaan berikut ini dapat digunakan untuk menghitung rasio kelarutan ozon
pada temperatur yang berbeda (Lenntech, 1998):
log10s = -0,25 –0,013T [˚C] dimana s = rasio kelarutan ozon
Dengan menggunakan rumus ini didapatkan rasio kelarutan ozon pada temperatur
20 ˚C adalah sebesar 0.31 mg/lair setiap mg/lgas. Misalnya untuk konsentrasi ozon
di udara sebesar 20 mg/l akan larut ke dalam air sebanyak 6.2 mg/l.
Selain tekanan dan temperatur, kelarutan ozon juga dipengaruhi oleh konsentrasi
ion - ion logam yang terdapat di dalam larutan serta pH air. Secara umum
kelarutan ozon dapat ditingkatkan dengan cara (Lenntech, 1998):
- Meningkatkan konsentrasi ozon di udara;
- Meningkatkan tekanan udara;
- Menurunkan temperatur air;
- Mengurangi jumlah padatan;
- Menurunkan pH larutan;
- Mengontakkan dengan sinar UV
Thesis 25305020 II-25
Tinjauan Pustaka
Transfer Massa
Ketika suatu zat ditransfer dari suatu fase ke fase lainnya melewati batas gas-
liquid akan terbentuk gradient konsentrasi pada tiap fase yang diakibatkan oleh
adanya resistensi. Transfer seperti ini dikenal sebagai transfer massa dan
mekanismenya ditunjukkan seperti gambar II-12 berikut ini (model double layer).
Pada saat terjadi transfer ozon dari fase gas ke fase liquid terjadi tahapan –
tahapan berikut, yaitu tahap difusi ozon melewati bidang batas gas-liquid,
pelarutan ke dalam liquid dan difusi ke dalam liquid.
Gambar II-12 Model Transfer ozon (Sumber: Lenntech, 1998)
Laju transfer massa dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut: - Properti fisik dari gas dan liquid
- Perbedaan konsentrasi pada bidang batas
- Turbulensi
2.5.4 Reaksi Oksidasi Ozon
Reaksi oksidasi ozon di dalam larutan terjadi dalam 2 mekanisme (gambar II-13),
yaitu:
- reaksi langsung dengan ozon molekul;
- reaksi tak-langsung dengan spesi radikal (hidroksil radikal, OH*)
Reaksi langsung ozon bersifat selektif sementara reaksi tak langsung yang
melibatkan hidroksil radikal bersifat tidak selektif. Hidroksil radikal memiliki
waktu paruh yang sangat singkat yaitu 10 μs pada konsentrasi 10-4M (US EPA,
Thesis 25305020 II-26
Tinjauan Pustaka
1999). Kondisi inilah yang dimanfaatkan untuk teknologi AOP yaitu dengan cara
menginisiasi lebih banyak pembentukan hidroksil radikal. Berbagai teknik AOP
telah dibahas sebelumnya, berikut ini pembahasan lebih rinci mengenai reaksi
molekul ozon (reaksi langsung).
Gambar II-13 Mekanisme Reaksi Ozon (Langlais et al., 1991 dalam Lenntech,
1998)
Reaksi Molekuler Ozon (Reaksi Langsung)
Ozon dapat bertindak sebagai agen dipol, agen elektrofilik dan agen nukleofilik
karena strukturnya yang beresonansi.
Mekanisme Criegee (cyclo addition)
Mekanisme pemutusan ikatan rangkap di usulkan oleh Rudolf Criegee pada tahun
1953, dimana ozon dapat beraksi dengan alkena membentuk ozonida primer (I)
pada 1.3-dipolar cycloaddition seperti gambar berikut:
Gambar II-14 Dipolar Cycloaddition dari Ozon Terhadap Ikatan Tak-Jenuh
(Lenntech, 1998)
Di dalam pelarut protonik seperti air, ozonida primer akan mengalami
dekomposisi menjadi senyawa karbonil (aldehid atau keton) dan sebuah zwitter
ion (II) yang akan segera masuk pada tahap hidroksi-hidroperoksida (III) yang
selanjutnya akan terdekomposisi lagi menjadi senyawa karbon dan hidrogen
peroksida, menurut reaksi berikut (Lenntech, 1998) :
Thesis 25305020 II-27
Tinjauan Pustaka
Gambar II-15 Mekanisme Criegee (2) (Sumber: Lenntech, 1998)
Mekanisme Criegee dapat juga digambarkan sebagai berikut :
Gambar II-16 Mekanisme Criegee (Sumber:Wikipedia, 2007)
Reaksi Elektrofilik
Reaksi elektrofilik hanya terjadi pada sisi molekul yang memiliki densitas
elektronik tinggi misalnya beberapa senyawa aromatik. Senyawa aromatik yang
tergolong memiliki densitas elektronik tinggi adalah senyawa aromatik yang
memiliki gugus donor elektron (OH, NH2 dan senyawa sejenis), yaitu terdapat
pada atom karbon pada posisi otho dan para. Sebaliknya untuk senyawa yang
memiliki gugus penarik elektron (-COOH, -NO2) merupakan senyawa yang
kurang reaktif terhadap ozon. Karena sifat ini, senyawa – senyawa aromatik yang
Thesis 25305020 II-28
Tinjauan Pustaka
memiliki gugus donor elektron grup D (misalnya fenol, anilin) bereaksi cepat
dengan ozon. Reaksi yang terjadi mengikuti skema sebagai berikut:
Gambar II-17 Reaksi Elektrofilik Ozon dengan Senyawa Aromatik
(Sumber:Langlais et al, 1991 dalam Lenntech, 1998)
Senyawa yang terbentuk dari reaksi oksidasi pertama ini selanjutnya dapat
bereaksi lagi dengan ozon membentuk senyawa quinoid. Selanjutnya sejalan
dengan terputusnya rantai aromatik akan membentuk senyawa alifatik dengan
gugus fungsi karbonil dan karboksil.
Reaksi Nukleofilik
Reaksi nukleofilik ditemukan terjadi pada sisi molekul yang menunjukkan defisit
elektron bahkan lebih sering lagi terjadi pada atom karbon yang membawa gugus
penarik elektron.
Dapat disimpulkan bahwa reaksi molekuler ozon (reaksi langsung) terjadi sangat
selektif dan terbatas pada senyawa aromatik dan senyawa alifatik yang memiliki
rantai karbon tak jenuh serta dengan gugus fungsi yang spesifik. Berikut ini
beberapa struktur gugus fungsi organik yang dapat bereaksi dengan ozon:
Thesis 25305020 II-29
Tinjauan Pustaka
Gambar II-18 Gugus Organik yang dapat Bereaksi dengan Ozon (Sumber:
Rice, 1997 dalam Lenntech, 1998)
Adapun skema reaksi langsung ozon dengan senyawa – senyawa aromatik adalah
sebagai berikut:
Alifatik Jenuh Alifatik tak jenuh
Senyawa Aromatik
Senyawa Aromatik Polihidroksi Degradasi Total
Gambar II-19 Skema Reaksi Ozonasi terhadap Senyawa Aromatik (Langlais et al., 1991 dalam Lenntech, 1998)
Thesis 25305020 II-30
Tinjauan Pustaka
2.5.5 Pembentukan Ozon
Pembentukan ozon melibatkan pembentukan intermediet atom oksigen radikal
yang dapat bereaksi dengan molekul oksigen seperti reaksi berikut (Lenntech,
1998):
(2.38)
Semua proses yang dapat memisahkan molekul oksigen menjadi oksigen radikal
berpotansi untuk pembentukan ozon, sedangkan sumber energi yang
memungkinkan terjadinya reaksi tersebut adalah energi quantum foton atau
elektron. Elektron yang digunakan dapat berasal dari sumber bertegangan tinggi
silent corona discharge, sumber kimia nuklir, dan dari proses elektrolisis. Energi
kuantum foton yang sesuai termasuk energi dari sinar UV pada panjang
gelombang lebh kecil dari 200 nm dan sinar gamma (Lenntech, 1998).
Pembentukan Ozon Secara Fotokimia
Proses pembentukan ozon secara fotokimia dari kontak oksigen dengan sinar UV
pada panjang gelombang 140 – 190 nm pertama kali dilaporkan oleh Lenard pada
tahun 1900 dan dikuatkan oleh Goldstein pada tahun 1903 (Lenntech, 1998).
Kesulitan dari proses ini adalah menemukan teknologi lampu UV yang memiliki
intensitas emisi yang tinggi dengan umur pemakaian yang lebih panjang pada
panjang gelombang di bawah 200 nm.
Pembentukan Ozon secara Elektrolitik
Metode ini merupakan metode yang pertama kali digunakan dalam pembentukan
ozon sintetis oleh Schonbein pada tahun 1840 dengan elektrolisis asam sulfat.
Metode ini memiliki beberapa keuntungan yaitu:
- dapat menggunakan arus DC bertegangan rendah;
- tidak memerlukan input gas;
- ukuran peralatan yang diperlukan dapat diperkecil;
- mampu menghasilkan ozon dengan konsentrasi tinggi;
Thesis 25305020 II-31
Tinjauan Pustaka
- produksi ozon dapat langsung ke dalam air sehingga proses kontak
ozon-air dapat dihilangkan
Namun juga terdapat beberapa hambatan seperti:
- korosi dan erosi pada elektroda;
- timbul panas yang sangat tinggi karena tegangan tinggi pada anoda
serta densitas arus yang tinggi;
- membutuhkan elektrolit khusus atau air dengan konduktifitas
rendah;
- terjadi penumpukan pada elektroda;
- terbentuknya gas klorin jika air atau elektrodanya mengandung
senyawa klorida (Langlais et al., 1991).
Pembentukan Ozon Secara Radiokimia
Radiasi sinar radioaktif berenergi tinggi pada molekul oksigen juga dapat
mencetuskan pembentukan ozon. Namun proses ini masih belum banyak
digunakan karena masih terlalu rumit untuk dilakukan.
Pembentukan Ozon dengan Corona Discharge
Metode corona discharge dengan proses kering pada gas yang mengandung
oksogen merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam pembentukan
ozon sintetik.
II.6 Kinetika Laju Reaksi
Kinetika kimia berkaitan dengan kecepatan atau laju suatu reaksi. Reaksi dapat
berlangsung dengan laju yang bervariasi, ada yang serta merta, perlu cukup waktu
(pembakaran) atau waktu yang sangat lama seperti penuaan, pembentukan
batubara dan beberapa reaksi peluruhan radioaktif. Pada kondisi tertentu masing-
masing reaksi memiliki karakteristik laju masing-masing yang ditentukan oleh
sifat kimia reaktan. Banyak reaksi pada suatu temperatur yang memiliki laju yang
Thesis 25305020 II-32
Tinjauan Pustaka
proporsional dengan konsentrasi satu, dua, atau lebih dari reaktan yang
ditingkatkan dengan suatu fungsi integral kecil (Sawyer, 1994).
Secara umum faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah:
Konsentrasi, karena molekul-molekul harus bertumbukan agar terjadi
reaksi, dalam konteks ini laju reaksi proporsional dengan konsentrasi
reaktan
Keadaan fisik, karena molekul-molekul harus bercampur agar dapat
bertumbukan
Temperatur, karena molekul harus bertumbukan dengan energi yang
cukup untuk bereaksi
Mengekspresikan Laju Reaksi
Laju reaksi dari:
A B
dapat diekspresikan sebagai laju penurunan konsentrasi reaktan atau laju
peningkatan konsentrasi produk, sebagai berikut:
(2.39) tx
ttxx
−−
=Perubahan Laju =
12
12
waktuPerubahan posisi Gerak
ΔΔ
=
(2.40)
ttt ΔΔ
−=−−
−=
=Perubahan Laju
A)Konst (AKonst AKonst waktuPerubahan
A ikonsentras reaksi
12
12
Sehingga: (2.41) [ ] [ ]tB
tAΔΔ
−=ΔΔ
=Laju
Misalnya pada reaksi:
C2H4(g) + O3(g) ⇔ C2H4O(g) + O2(g) (2.42)
Thesis 25305020 II-33
Tinjauan Pustaka
Konsentrasi O3 pada beberapa waktu dalam reaksinya dengan C2H4 pada 303 K
adalah:
Tabel II-9 Konsentrasi Ozon pada 303 K saat bereaksi dengan C2H4
Waktu
(s)
Konsentrasi
O3 (mol/L)
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
3,20 x 10-5
2,42 x 10-5
1,95 x 10-5
1,63 x 10-5
1,40 x 10-5
1,23 x 10-5
1,10 x 10-5
(Sumber: Rahmat, 2002)
Jika kita plotkan maka akan diperoleh grafik seperti di bawah ini.
Gambar II-20 Grafik Konsentrasi ozon terhadap Waktu
(Sumber: Rahmat, 2002)
Thesis 25305020 II-34
Tinjauan Pustaka
[ ] [ ] [ ] [ ]t
Ot
OHCt
OtHCLaju
ΔΔ
+=Δ
Δ+=
ΔΔ
−=Δ
Δ−= 242342 (2.43)
(2.44)
[ ] [ ] [ ]
[ ] [ ] [ ]tI
tH
tHILaju
ΔΔΔ=
tHI
tI
tHLaju
gHIgI(g)H
Δ−=
Δ−=
ΔΔ
Δ+=
ΔΔ
−=Δ
Δ−=
→+
22
22
22
22
atau21
)(2)(HImembentuk iodin dan hidrogen reaksiUntuk
Sementara kurva yang didapat dari perubahan konsentrasi reaktan dan produk
adalah sebagai berikut:
Gambar II-21 Grafik Konsentrasi Reaktan Terhadap Produk
(Sumber: Rahmat, 2002)
Persamaan laju dan Komponennya
Untuk reaksi umum:
aA + bB + ... cC + dD + ... (2.45)
Thesis 25305020 II-35
Tinjauan Pustaka
Persamaan lajunya berbentuk
Laju = k[A]m[B]n (2.46)
Konstanta proporsionalitas k disebut juga konstanta laju dan karakteristik untuk
reaksi pada suhu tertentu serta tidak berubah saat reaksi terjadi. Sedangkan m dan
n disebut orde reaksi dan didefinisikan sejauh mana laju reaksi dipengaruhi oleh
konsentrasi masing-masing reaktan. Penjumlahan dari m dan n menghasilkan orde
reaksi total.
Berdasarkan orde reaksinya reaksi dibedakan beberapa jenis. Masing - masing
reaksi ini akan dijelaskan lebih rinci pada bagian yang lain. Orde reaksi yang
digunakan pada penelitian ini adalah:
• Reaksi orde 0
• Reaksi orde 1
• Reaksi orde 2
• Reaksi pseudo orde 1
Komponen persamaan laju reaksi yaitu laju, orde reaksi dan konstanta laju harus
ditentukan berdasarkan eksperimen bukan berdasarkan persamaan stoikiometri
yang seimbang.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan laju reaksi awal
yaitu:
Metode Spektrometri
Metode Konduktometri
Metode Manometri
Metode Penentuan kimia secara langsung
Menentukan Laju Reaksi
Untuk menentukan orde reaksi kita harus melakukan serangkaian eksperimen
yang masing-masing dimulai dengan satu set konsentrasi reaktan yang berbeda-
beda sehingga dari masing-masing akan diperoleh laju awal.
Thesis 25305020 II-36
Tinjauan Pustaka
Misalkan suatu reaksi:
O2(g) + 2NO(g) 2NO2(g) (2.47)
Persamaannya laju dituliskan sebagai
Laju = k[O2]m[NO]n
Tabel II-10 Contoh Data Hasil Eksperimen
Konsentrasi reaktan
awal (mol/L) Eksperimen
O2 NO
Laju awal
(mol/L.s)
1
2
3
4
5
1,10 x 10-2
2,20 x 10-2
1,10 x 10-2
3,30 x 10-2
1,10 x 10-2
1,30 x 10-2
1,30 x 10-2
2,60 x 10-2
1,30 x 10-2
3,90 x 10-2
3,21 x 10-3
6,40 x 10-3
12,8 x 10-3
9,60 x 10-3
28,8 x 10-3
Dengan membandingkan kondisi masing – masing reaksi dari data di atas maka
orde reaksi dari masing – masing reaktan dapat diketahui.
Orde reaksi juga dapat ditentukan dari persamaan laju integral.
[ ] [ ]
[ ] [ ] [ ][ ][ ] [ ] [ ]
[ ] [ ]
[ ] [ ]2
0
2
0
0
k[A] laju dua orde Reaksi11
dua orde reaksi
lnln :}Alaju {satu orde Reaksi
lnmaka
B A reaksi
==−
=ΔΔ
−=
=−=
==ΔΔ
−
=ΔΔ
−=
→
ktAA
AktAlaju
ktAAk
ktAAAk
tA
AkLajuatautALaju
t
t
t
Misal
Untuk
Thesis 25305020 II-37
Tinjauan Pustaka
Jika diplotkan akan diperoleh grafik sebagai berikut:
Gambar II-22 Grafik Orde Reaksi (Sumber: Rahmat, 2002)
[ ] [ ] [ ] [ ]0011lnlnA
ktA
AktAt
t +=+−=
Orde reaksi juga dapat ditentukan dengan memplotkan nilai logaritma dari laju
reaksi terhadap logaritma dari konsentrasi reaktan, seperti berikut ini:
Gambar II-23 Penentuan orde reaksi dengan cara plotting log
(Benefield &Randall, 1980)
Log
(laju
)
1
1
2
1
Orde 2
Orde 1
Orde nol
Log (konsentrasi
Thesis 25305020 II-38
Tinjauan Pustaka
2.6.1 Reaksi orde Nol
Reaksi orde nol adalah reaksi yang lajunya tidak tergantung pada konsentrasi dan
diekspresikan dengan persamaan: (Sawyer, 1994).
kdtCd
=−][ (2.48)
Dimana:
C : Konsentrasi reaktan
k : konstanta laju reaksi, konsentrasi/waktu
C0
C
(kon
sntra
si re
akta
n pa
da w
aktu
t)
Slope = -K
t, waktu
Gambar II-24.Plot Aritmatik Reaksi Orde Nol (Benefield &Randall, 1980)
2.6.2 Reaksi Orde Pertama
Reaksi orde pertama adalah reaksi yang lajunya sebanding dengan konsentrasi
suatu reaktan. Contoh reaksi orde pertama adalah reaksi dekomposisi zat
radioaktif. Karena laju reaksi tergantung pada konsentrasi reaktan dan karena
konsentrasi reaktan berubah terhadap waktu; plot aritmatik dari konsentrasi
reaktan yang bervariasi dengan waktu akan membuat garisnya menjadi tidak linier
Thesis 25305020 II-39
Tinjauan Pustaka
seperti pada reaksi orde nol. Reaksi orde pertama dapat ditampilkan sebagai
berikut:
C0
C
(kon
sent
rasi
opad
a w
aktu
t)
Tangent slope = -dC/dt
Waktu, t
Gambar II-25.Plot Aritmatik Reaksi Orde Pertama (Benefield &Randall, 1980)
Dengan mempertimbangkan kembali konversi reaktan pada reaksi tunggal yang
menjadi produk tunggal,
)(tan)( produkreak PA ⎯→⎯
Jika reaksinya mengikuti orde pertama, laju pengurangan A ditunjukkan pada
persamaan berikut (Benefield &Randall, 1980):
KCCKdtdC
==− 1)( (2.49)
Dimana:
dtCd ][
− : laju pengurangan konsentrasi A terhadap waktu, massa/volume.
C : konsentrasi A pada waktu t, massa/volume
K : konstanta laju reaksi, waktu-1
Thesis 25305020 II-40
Tinjauan Pustaka
Persamaan (2.48) diintegralkan dengan menggunakan C = C0 pada t = 0 akan
menghasilkan (Benefield &Randall, 1980):
KtCC
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ 0ln (2.50)
Atau lebih dikenal dengan bentuk;
3,2log 0 Kt
CC
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ (2.51)
Thesis 25305020 II-41