Click here to load reader
View
228
Download
4
Embed Size (px)
23
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB,
PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN SISTEM ELEKTRONIK
DAN PENGERTIAN CACAT TERSEMBUNYI
2.1 Pengertian dan Prinsip-prinsip Tanggung Jawab
Zoon Politicon merupakan sebuah istilah yang dikemukakan oleh
Aristoteles untuk menyebut makhluk sosial. Dalam pendapat ini, Aristoteles
menerangkan bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan
berinteraksi satu sama lain, atau dengan kata lain manusia adalah makhluk sosial.
Manusia dalam kodratnya sebagai makhluk sosial terikat pada aturan-aturan yang
berlaku sehingga tidak bisa bebas berbuat sesuka hati. Tindakan dan perbuatan
manusia sesuai dengan hak yang dimilikinya harus dibarengi dengan tanggung
jawab. Dalam hal ini ada suatu hubungan antara hak dengan tanggung jawab.
Terkait dengan hal tersebut, Ibnu Kholdun berpendapat bahwa selalu ada
hubungan timbal balik antara hak dan tanggung jawab. Pandangan yang disebut
dengan teori korelasi itu terutama dianut oleh pengikut utilitarisme. Menurut
mereka, setiap hak dan kewajiban seseorang berkaitan dengan tanggung jawab
orang lain. Setiap hak dan kewajiban orang lain berkaitan dengan tanggung jawab
seseorang untuk mematuhinya. Manusia baru dapat berbicara tentang hak dalam
arti sesungguhnya jika ada korelasinya. Hak yang tidak ada kewajiban tidak perlu
24
ada tanggung jawab dan tidak pantas disebut hak. Sebaliknya tidak adanya
kewajiban pada seseorang tidak perlu ada tanggung jawab.20
Di kalangan para sarjana, baik praktisi maupun akademisi, tanggung jawab
diistilahkan responsibility (verantwoordelijkheid) maupun liability
(aansprakelijkheid).Tanggung jawab menurut pengetian hukum adalah kewajiban
memikul pertanggung jawaban dan memikul kerugian yang diderita (bila dituntut)
baik dalam ranah hukum maupun administrasi.21
Pada umumnya, setiap orang harus bertanggung jawab (aanspraklijk) atas
perbuatannya. Oleh karena itu, bertanggung jawab dalam pengertian hukum
berarti keterikatan. Tanggung jawab hukum (legal responsibility) dimaksudkan
sebagai keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan hukum.22
Menurut Ridwan Halim, tanggung jawab hukum adalah suatu akibat
lanjutan dari pelaksaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban
ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai
kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu yang
tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.23
Purbacaraka berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau
lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk
menggunakan hak dan/atau melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan,
20M. Yatimin Abdullah, 2006, Pengantar Studi Etika, Raja Grafindo, Jakarta, h. 297-298.
21Anak Agung Sagung Ngurah Indradewi, 2014, Tanggung Jawab Yuridis Media Penyiar Iklan, Udayana University Press, Denpasar, h. 143.
22Ibid. 23Khairunnisa, 2008, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, tanpa penerbit,
Medan, h. 4.
25
setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak, baik yang dilakukan
secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya
tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan
pelaksanaan kekuasaan.24
Dalam suatu bentuk tanggung jawab tentu mengandung prinsip-prinsip yang
melandasinya, dimana prinsip-prinsip ini berguna untuk menganalisis siapa yang
harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab itu dapat dibebankan
kepada pihak-pihak terkait. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam
hukum dapat dibedakan sebagai berikut:25
a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault);
b. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (pesumtion of liability);
c. Prinsp praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumtion of
nonliability);
d. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability);
e. Prinsip pembatasan tanggung jawab (limitation of liability);
f. Tanggung jawab produk (product liability); dan
g. Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).
Ad.1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based
on fault)
Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan
pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang
24Purbacaraka, 2010, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 37. 25Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,
h. 92.
26
dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal dengan pasal tentang
perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya 4 (empat) unsur pokok,
diantaranya:
a. Adanya perbuatan;
b. Adanya unsur kesalahan;
c. Adanya kerugian yang diderita; dan
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.26
Ad.2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (pesumtion of liability)
Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab
(presumtion of liability) sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Atau
dengan kata lain, beban pembuktian ada pada si tergugat. Dalam prinsip beban
pembuktian terbalik, seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan
dapat membuktikan sebaliknya, hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum
praduga tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum positif Indonesia, namun
jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak prinsip ini cukup relevan
karena yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pelaku
usaha.27
26Ibid., h. 93. 27Ibid., h. 95.
27
Ad.3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumtion of
nonliability)
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak
selalu bertanggung jawab (presumtion of nonliability) hanya dikenal dalam
lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian
biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Contoh dalam penerapan prinsip
ini adalah dalam hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi
kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang
(konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut
(pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggung jawabannya.28
Sekalipun demikian, dalam Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara, ada penegasan,
prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab ini tidak lagi diterapkan
secara mutlak, dan mengarah kepada prinsip tanggung jawab dengan pembatasan
uang ganti rugi (setinggi-tingginya 1 (satu) juta rupiah). Artinya, kehilangan atau
kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan tetap dapat dimintakan pertanggung
jawaban sepanjang bukti kesalahan pihak pengangkut (pelaku usaha) dapat
ditunjukan. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada si
penumpang.29
28Ibid., h. 96. 29Ibid.
28
Ad.4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability)
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan
prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian, ada pula
para sarjana yang membedakan kedua terminologi tersebut.
Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung
jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun,
ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan dibebaskan dari tanggung
jawab, misalnya dalam keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability
adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.30
Pada dasarnya strict liability adalah bentuk khusus dari tort (perbuatan
melawan hukum), yaitu prinsip pertanggung jawaban dalam perbuatan melawan
hukum yang tidak didasarkan pada kesalahan (sebagaimana tort pada umumnya),
tetapi prinsip ini mewajibkan pelaku usaha langsung bertanggung jawab atas
kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum itu. Dengan prinsip
tanggung jawab mutlak ini, maka kewajiban pelaku usaha untuk mengganti
kerugian yang diderita oleh konsumen karena mengkonsumsi produk yang cacat
merupakan suatu risiko, yaitu termasuk dalam risiko usaha. Oleh karena itu,
pelaku usaha harus lebih berhati-hati dalam menjaga keselamatan dan keamanan
pemakaian produk terhadap konsumen.
Di Indonesia, prinsip tanggung jawab mutlak secara implisit dapat
ditemukan dalam rumusan Pasal 1367 dan 1368 KUH Perdata. Pasal 1367 KUH
Perdata mengatur tentang tanggung jawab seseorang atas kerugian yang
30Louis Yulius, 2013, Tanggung Jawab Pelaku Usaha atas Produk yang Merugikan
Konsumen, Jurnal Lex Privatum, Volume I Nomor 3, Juli 2013, h. 31.
29
disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau oleh
barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Sedangkan Pasal 1368
KUH Perdata mengatur tentang