32
23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN SISTEM ELEKTRONIK DAN PENGERTIAN CACAT TERSEMBUNYI 2.1 Pengertian dan Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Zoon Politicon merupakan sebuah istilah yang dikemukakan oleh Aristoteles untuk menyebut makhluk sosial. Dalam pendapat ini, Aristoteles menerangkan bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain, atau dengan kata lain manusia adalah makhluk sosial. Manusia dalam kodratnya sebagai makhluk sosial terikat pada aturan-aturan yang berlaku sehingga tidak bisa bebas berbuat sesuka hati. Tindakan dan perbuatan manusia sesuai dengan hak yang dimilikinya harus dibarengi dengan tanggung jawab. Dalam hal ini ada suatu hubungan antara hak dengan tanggung jawab. Terkait dengan hal tersebut, Ibnu Kholdun berpendapat bahwa selalu ada hubungan timbal balik antara hak dan tanggung jawab. Pandangan yang disebut dengan teori korelasi itu terutama dianut oleh pengikut utilitarisme. Menurut mereka, setiap hak dan kewajiban seseorang berkaitan dengan tanggung jawab orang lain. Setiap hak dan kewajiban orang lain berkaitan dengan tanggung jawab seseorang untuk mematuhinya. Manusia baru dapat berbicara tentang hak dalam arti sesungguhnya jika ada korelasinya. Hak yang tidak ada kewajiban tidak perlu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

23

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB,

PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN SISTEM ELEKTRONIK

DAN PENGERTIAN CACAT TERSEMBUNYI

2.1 Pengertian dan Prinsip-prinsip Tanggung Jawab

Zoon Politicon merupakan sebuah istilah yang dikemukakan oleh

Aristoteles untuk menyebut makhluk sosial. Dalam pendapat ini, Aristoteles

menerangkan bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan

berinteraksi satu sama lain, atau dengan kata lain manusia adalah makhluk sosial.

Manusia dalam kodratnya sebagai makhluk sosial terikat pada aturan-aturan yang

berlaku sehingga tidak bisa bebas berbuat sesuka hati. Tindakan dan perbuatan

manusia sesuai dengan hak yang dimilikinya harus dibarengi dengan tanggung

jawab. Dalam hal ini ada suatu hubungan antara hak dengan tanggung jawab.

Terkait dengan hal tersebut, Ibnu Kholdun berpendapat bahwa selalu ada

hubungan timbal balik antara hak dan tanggung jawab. Pandangan yang disebut

dengan teori korelasi itu terutama dianut oleh pengikut utilitarisme. Menurut

mereka, setiap hak dan kewajiban seseorang berkaitan dengan tanggung jawab

orang lain. Setiap hak dan kewajiban orang lain berkaitan dengan tanggung jawab

seseorang untuk mematuhinya. Manusia baru dapat berbicara tentang hak dalam

arti sesungguhnya jika ada korelasinya. Hak yang tidak ada kewajiban tidak perlu

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

24

ada tanggung jawab dan tidak pantas disebut hak. Sebaliknya tidak adanya

kewajiban pada seseorang tidak perlu ada tanggung jawab.20

Di kalangan para sarjana, baik praktisi maupun akademisi, tanggung jawab

diistilahkan ”responsibility” (verantwoordelijkheid) maupun “liability”

(aansprakelijkheid).Tanggung jawab menurut pengetian hukum adalah kewajiban

memikul pertanggung jawaban dan memikul kerugian yang diderita (bila dituntut)

baik dalam ranah hukum maupun administrasi.21

Pada umumnya, setiap orang harus bertanggung jawab (aanspraklijk) atas

perbuatannya. Oleh karena itu, bertanggung jawab dalam pengertian hukum

berarti keterikatan. Tanggung jawab hukum (legal responsibility) dimaksudkan

sebagai keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan hukum.22

Menurut Ridwan Halim, tanggung jawab hukum adalah suatu akibat

lanjutan dari pelaksaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban

ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai

kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu yang

tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.23

Purbacaraka berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau

lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk

menggunakan hak dan/atau melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan,

20M. Yatimin Abdullah, 2006, Pengantar Studi Etika, Raja Grafindo, Jakarta, h. 297-298.

21Anak Agung Sagung Ngurah Indradewi, 2014, Tanggung Jawab Yuridis Media Penyiar Iklan, Udayana University Press, Denpasar, h. 143.

22Ibid. 23Khairunnisa, 2008, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, tanpa penerbit,

Medan, h. 4.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

25

setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak, baik yang dilakukan

secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya

tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan

pelaksanaan kekuasaan.24

Dalam suatu bentuk tanggung jawab tentu mengandung prinsip-prinsip yang

melandasinya, dimana prinsip-prinsip ini berguna untuk menganalisis siapa yang

harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab itu dapat dibebankan

kepada pihak-pihak terkait. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam

hukum dapat dibedakan sebagai berikut:25

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault);

b. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (pesumtion of liability);

c. Prinsp praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumtion of

nonliability);

d. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability);

e. Prinsip pembatasan tanggung jawab (limitation of liability);

f. Tanggung jawab produk (product liability); dan

g. Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).

Ad.1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based

on fault)

Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintakan

pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang

24Purbacaraka, 2010, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 37. 25Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,

h. 92.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

26

dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal dengan pasal tentang

perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya 4 (empat) unsur pokok,

diantaranya:

a. Adanya perbuatan;

b. Adanya unsur kesalahan;

c. Adanya kerugian yang diderita; dan

d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.26

Ad.2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (pesumtion of liability)

Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab

(presumtion of liability) sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Atau

dengan kata lain, beban pembuktian ada pada si tergugat. Dalam prinsip beban

pembuktian terbalik, seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan

dapat membuktikan sebaliknya, hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum

praduga tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum positif Indonesia, namun

jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak prinsip ini cukup relevan

karena yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pelaku

usaha.27

26Ibid., h. 93. 27Ibid., h. 95.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

27

Ad.3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumtion of

nonliability)

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak

selalu bertanggung jawab (presumtion of nonliability) hanya dikenal dalam

lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian

biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Contoh dalam penerapan prinsip

ini adalah dalam hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi

kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang

(konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini, pengangkut

(pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggung jawabannya.28

Sekalipun demikian, dalam Pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara, ada penegasan,

‘prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab’ ini tidak lagi diterapkan

secara mutlak, dan mengarah kepada prinsip tanggung jawab dengan pembatasan

uang ganti rugi (setinggi-tingginya 1 (satu) juta rupiah). Artinya, kehilangan atau

kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan tetap dapat dimintakan pertanggung

jawaban sepanjang bukti kesalahan pihak pengangkut (pelaku usaha) dapat

ditunjukan. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada si

penumpang.29

28Ibid., h. 96. 29Ibid.

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

28

Ad.4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability)

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan

prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian, ada pula

para sarjana yang membedakan kedua terminologi tersebut.

Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung

jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun,

ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan dibebaskan dari tanggung

jawab, misalnya dalam keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability

adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.30

Pada dasarnya strict liability adalah bentuk khusus dari tort (perbuatan

melawan hukum), yaitu prinsip pertanggung jawaban dalam perbuatan melawan

hukum yang tidak didasarkan pada kesalahan (sebagaimana tort pada umumnya),

tetapi prinsip ini mewajibkan pelaku usaha langsung bertanggung jawab atas

kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum itu. Dengan prinsip

tanggung jawab mutlak ini, maka kewajiban pelaku usaha untuk mengganti

kerugian yang diderita oleh konsumen karena mengkonsumsi produk yang cacat

merupakan suatu risiko, yaitu termasuk dalam risiko usaha. Oleh karena itu,

pelaku usaha harus lebih berhati-hati dalam menjaga keselamatan dan keamanan

pemakaian produk terhadap konsumen.

Di Indonesia, prinsip tanggung jawab mutlak secara implisit dapat

ditemukan dalam rumusan Pasal 1367 dan 1368 KUH Perdata. Pasal 1367 KUH

Perdata mengatur tentang tanggung jawab seseorang atas kerugian yang

30Louis Yulius, 2013, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha atas Produk yang Merugikan

Konsumen”, Jurnal Lex Privatum, Volume I Nomor 3, Juli 2013, h. 31.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

29

disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau oleh

barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Sedangkan Pasal 1368

KUH Perdata mengatur tentang tanggung jawab pemilik atau siapapun yang

memakai seekor binatang atas kerugian yang diterbitkan oleh binatang tersebut,

baik binatang itu ada di bawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari

pengawasannya. Keadaan tersesat atau terlepas ini sudah menjadi faktor penentu

tanggung jawab tanpa mempersoalkan apakah ada perbuatan melepaskan atau

menyesatkan binatangnya. “Dengan perkataan lain, pemilik atau pemakai

binatang dapat dituntut bertanggungjawab atas dasar risiko, yaitu risiko yang

diambil oleh pemilik/pemakai binatang”.31

Ad.5. Prinsip pembatasan tanggung jawab (limitation of liability)

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan sangat disenangi oleh pelaku

usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian standar

yang dibuatnya. Misalnya dalam perjanjian jasa fotokopi, bilamana naskah hasil

fotokopi rusak dan/atau tidak sesuai naskah aslinya dan/atau naskah aslinya rusak

setelah difotokopi, maka konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar 10

(sepuluh) kali dari biaya jasa fotokopi.

Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan

secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UU PK, seharusnya pelaku usaha tidak

boleh secara sepihak menetukan klausul yang merugikan konsumen, termasuk

membatasi maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan mutlak, harus

berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.

31Janus Sidabalok, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Cet. III, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 103.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

30

Ad.6. Tanggung jawab produk (product liability)

Menurut Agnes M. Toar, product liability adalah tanggung jawab produsen

untuk produk yang telah dibawanya kedalam peredaran yang telah

menimbulkan/menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk

tersebut. Dalam hal ini, product liability adalah suatu tanggung jawab secara

hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk atau dari orang

atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk

dari orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.32

Product liability disebabkan oleh keadaan tertentu (cacat atau

membahayakan orang lain). Tanggung jawab ini sifatnya mutlak (strict liability)

atau semua kerugian yang diderita seorang pemakai produk cacat atau

membahayakan (diri sendiri dan orang lain) merupakan tanggung jawab mutlak

dari pembuat produk atau mereka yang dipersamakan dengannya. Dengan

diterapkannya tanggung jawab mutlak itu, pelaku usaha telah dianggap bersalah

atas terjadinya kerugian pada konsumen akibat produk cacat yang bersangkutan

(tanggung jawab tanpa kesalahan “liability without fault”), kecuali apabila ia

dapat membuktikan sebaliknya bahwa kerugian itu bukan disebabkan produsen

sehingga tidak dapat dipersalahkan padanya.

Ad.7. Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)

Manurut Van Dunne, penyalahgunaan keadaan terjadi karena ada 2 (dua)

unsur, yakni kerugian bagi salah satu pihak dan penyalahgunaan kesempatan oleh

pihak lain. Dari unsur kedua, timbul sifat perbuatan, yaitu adanya keunggulan

32Celina Tri Siwi Kristiyanti, op. cit., h. 101.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

31

pada salah satu pihak yang bersifat ekonomis dan/atau psikologis. Keunggulan

ekonomis terjadi bilamana posisi kemampuan ekonomi kedua belah pihak tidak

seimbang sehingga salah satu bergantung pada yang lain. Pada keunggulan

psikologis, boleh jadi ketergantungan ekonomis tidak ada, tetapi salah satu pihak

mendominasi secara kejiwaan.33

Kondisi penyalahgunaan keadaan ini dapat tercipta karena adanya

“ketergantungan relatif (misalnya antara orang tua dan anak; suami dan istri; dsb);

dan salah satu pihak menyalahgunakan keadaan pihak lain untuk kepentingannya.

Keadaan yang dimaksud disebabkan, misalnya, yang bersangkutan belum

berpengalaman, gegabah, kurang cerdas dan/atau kurang informasi”.34

Melengkapi pandangan Dunne, J. Satrio menambahkan 6 (enam) faktor lagi

yang dapat dianggap sebagai ciri dari penyalahgunaan keadaan, diantaranya:35

a. Pada waktu menutup perjanjian, salah satu pihak ada dalam keadaan terjepit;

b. Karena keadaan ekonomis, kesulitan keuangan yang mendesak;

c. Karena hubungan atasan-bawahan, keunggulan ekonomis pada salah satu

pihak; hubungan majikan-buruh; orang tua/wali-anak belum dewasa;

d. Karena keadaan, seperti pasien membutuhkan pertolongan dokter ahli;

e. Perjanjian itu mengandung hubungan yang timpang dalam kewajiban timbal

balik antara para pihak (prestasi yang tidak seimbang); pembebasan majikan

dari resiko dan menggesernya menjadi tanggungan si buruh; dan

f. Kerugian yang sangat besar dari salah satu pihak.

33Celina Tri Siwi Kristiyanti, op. cit., h. 111. 34Celina Tri Siwi Kristiyanti, loc. cit. 35Celina Tri Siwi Kristiyanti, loc. cit.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

32

Penyalahgunaan keadaan ini tentulah sangat relevan untuk disinggung

dalam kaitan dengan persengketaan transaksi konsumen. Keadaan yang lebih

unggul dari pelaku usaha baik dari segi ekonomis maupun psikologis menjadi

senjata yang ampuh untuk mempengaruhi konsumen, sehingga tampaklah bahwa

konsumen sangat rasional dalam memutuskan kehendaknya padahal sejatinya

justru sebaliknya.

Terkait dengan uraian diatas, dalam penerapannya, setiap pertanggung

jawaban harus memiliki dasar yang jelas. Dasar pertanggung jawaban dapat

digolongkan menjadi 2 (dua) jenis, diantaranya:36

a. Pertanggung jawaban atas dasar kesalahan, yang dapat lahir karena terjadinya

wanprestasi, timbulnya perbuatan melawan hukum, atau tindakan yang kurang

hati-hati; dan

b. Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung jawab yang harus

dipikul sebagai resiko yang harus diambil oleh seorang pelaku usaha atas

kegiatan usahanya.

2.2 Pengertian dan Keabsahan Perjanjian Jual Beli dengan Sistem Elektronik

Dalam pembahasan ini, pengertian dan keabsahan perjanjian jual beli

dengan sistem elektronik akan ditinjau dari 2 (dua) sudut pandang, yakni dari:

a. UU ITE; dan

b. KUH Perdata.

36Janus Sidabalok, op. cit., h. 91.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

33

Dalam UU ITE, pengertian perjanjian/kontrak elektronik hanya diberikan

batasan secara umum. Perjanjian/kontrak elektronik menurut Pasal 1 angka 17 UU

ITE didefinisikan sebagai perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem

Elektronik. Sedangkan yang dimaksud dengan Sistem Elektronik adalah

serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,

mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik (vide

Pasal 1 angka 5 UU ITE). Informasi Elektronik sebagaimana dimaksud diatas

adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada

tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),

surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,

huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang

memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya (vide

Pasal 1 angka 1 UU ITE).

Terkait dengan keabsahan perjanjian/kontrak elektronik itu sendiri, dalam

UU ITE hanya dirumuskan secara implisit. Pasal 18 ayat (1) UU ITE menyatakan

bahwa “Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik

mengikat para pihak”. Bilamana dianalisis, rumusan pasal ini merujuk pada

argumen bahwa perjanjian/kontrak elektronik mengikat para pihak yang

membuatnya sebagaimana layaknya sebuah undang-undang bilamana transaksi

elektronik yang mendahului lahirnya suatu perjanjian/kontrak elektronik tersebut

dibuat secara sah (menurut hukum) dan telah dipenuhinya syarat sahnya suatu

perjanjian sebagaimana yang dikenal dalam KUH Perdata.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

34

Dalam ketentuan-ketentuan KUH Perdata, pengaturan umum mengenai

perjanjian di Indonesia terdapat dalam Buku III KUH Perdata tentang Perikatan.

Buku III KUH Perdata pada hakikatnya menganut sistem terbuka (open system)

yang memberikan keleluasaan para pihak untuk mengadakan perjanjian yang

berisi apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau

ketertiban umum. Sedangkan berkenaan dengan ketentuan pasal-pasal dari Hukum

Perjanjian dalam BUKU III KUH Perdata merupakan suatu aanvaludenrecht atau

hukum pelengkap, dimana hal ini berarti bahwa ketentuan pasal-pasal tersebut

boleh dikesampingkan oleh para pihak bila telah disepakati sebelumnya.

Sistem terbuka dalam KUH Perdata tersebut mengandung suatu asas yang

disebut dengan asas kebebasan berkontrak yang lazimnya disimpulkan dari Pasal

1338 ayat (1) KUH Perdata dan dengan melihat pada rumusan Pasal 1319 KUH

Perdata, maka diakui 2 (dua) macam perjanjian yaitu perjanjian bernama

(nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat).37 Jika dicermati, dapat

diketahui bahwa apapun bentuk perjanjiannya, baik yang diatur dalam KUH

Perdata (nominaat) maupun yang tidak diatur dalam KUH Perdata (innominaat)

tunduk pada ketentuan-ketentuan umum dari Buku III KUHPerdata yang ada

dalam Bab I dan Bab II.

Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa perjanjian jual beli dengan

sistem elektronik sebagai suatu jenis perjanjian innominaat secara garis besar

memiliki keserupaan dengan perjanjian jual beli konvensional, namun aspek

pembeda yang sekaligus menjadi ciri-ciri khusus dari perjanjian jenis ini hanyalah

37H. Salim HS., 2005, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Cet. III, Sinar

Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat H. Salim HS. III), h. 6.

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

35

terletak pada media yang dipergunakan. Media internet sebagai media utama

dalam perjanjian jenis ini memungkinkan para pihak yang berbeda wilayah dalam

satu waktu yang sama dapat mengikatkan dirinya, dengan demikian kehadiran

fisik para pihak tidak menjadi persoalan. Dalam arti bahwa, para pihak tidak perlu

bertemu secara langsung dalam penutupan perjanjiannya.

Dalam kaitan ini dengan mencermati rumusan Pasal 1313 KUH Perdata

yang merumuskan tentang perjanjian, yakni suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pasal 1457

KUH Perdata yang merumuskan tentang jual beli yaitu suatu perjanjian dengan

mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan,

dan pihak yang lain membayar harga yang telah dijanjikan. Dengan demikian

dapat diketahui bahwa perjanjian jual beli dengan sistem elektronik adalah suatu

perjanjian bertimbal balik, dimana pihak yang satu berjanji untuk menyerahkan

hak milik atas suatu barang dan pihak lainnya berjanji untuk membayar sejumlah

uang sebagai imbalan dimana sebagian atau seluruh tahapan transaksinya

dilakukan dengan menggunakan jaringan internet yang memungkinkan para pihak

tidak perlu bertatap muka secara langsung.

Dalam perjanjian jenis ini, dimungkinkan pula melibatkan pihak ketiga

(baik pihak ketiga tersebut terlibat secara langsung maupun tidak) tergantung

kompleksitas dari transaksi yang dilakukan, apakah seluruh tahapan transaksi

dilakukan melalui jaringan internet atau sebagian saja.

Sebagaimana disebutkan diatas, perjanjian jenis ini secara garis besar serupa

dengan perjanjian jual beli konvensional. Dengan demikian, maka perjanjian jual

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

36

beli dengan sistem elektronik dapat dikatakan telah sah bilamana telah memenuhi

syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana termaktub dalam Pasal 1320

KUH Perdata, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu hal tertentu; dan

d. Suatu sebab yang halal.

Poin (a) dan (b) disebut syarat subyektif, karena menyangkut subyek/para

pihak dari perjanjian tersebut, sedangkan poin (c) dan (d) disebut syarat obyektif,

karena menyangkut obyek perjanjian itu sendiri.

Sepakat mereka mengikatkan dirinya, hal ini dimaksudkan bahwa para

pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal

yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak

yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lain.38

Cara mengutarakan kehendak ini bisa bermacam-macam, dapat dilakukan

secara tegas atau secara diam-diam, dengan tertulis (melalui akta otentik atau akta

di bawah tangan) atau dengan tanda. Atau dapat pula menggunakan media

elektronik.39

Sehubungan dengan uraian diatas, pada umumnya keadaan yang terjadi pada

saat pengikatan para pihak dalam perjanjian jual beli dengan sistem elektronik

adalah para pihak belum bahkan tidak sama sekali bertatap muka dikarenakan

perbedaan tempat yang cukup jauh, maka timbul suatu pertanyaan, kapankah saat

38Djaja S. Meliala, op. cit., h. 169. 39Djaja S. Meliala, loc. cit.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

37

perjanjian itu terjadi? Untuk menjawab hal ini akan dijabarkan dengan

mempergunakan beberapa teori, diantaranya:40

a. Teori pernyataan (Uitingstheorie)

Menurut teori pernyataan, kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak

yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.

Jadi dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru telah ditulis surat

jawaban penerimaan.

b. Teori pengiriman (Verzendstheorie)

Menurut teori pengiriman, kesepakatan terjadi pada saat dikirimnya surat

jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu perjanjian, karena

sejak saat pengiriman tersebut, si pengirim jawaban telah kehilangan

kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu.

c. Teori pengetahuan (Vernemingstheorie)

Teori pengetahuan berpendapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang

menawarkan mengetahui adanya acceptie (penerimaan), tetapi penerimaan itu

belum diterimanya (tidak secara langsung).

d. Teori penerimaan (Ontvangstheorie).

Menurut teori penerimaan, bahwa toesteming terjadi pada saat pihak yang

menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan. Teori ini sangat

koservatif, karena sebelum diterimanya jawaban atas tawaran tersebut, kata

40H. Salim HS. II, op. cit., h. 40.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

38

sepakat dianggap belum terjadi, sehingga persyaratan untuk sahnya suatu

perjanjian dianggap belum terpenuhi.

Merujuk pada uraian diatas, saat lahirnya perikatan dari sebuah perjanjian

jual beli dengan sistem elektronik dalam hukum positif Indonesia adalah pada

waktu penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui

oleh penerima, dimana keberlakukan hal ini sepanjang tidak ditentukan lain oleh

para pihak. Dalam artian bahwa, perjanjian elektronik telah bersifat mengikat

pada saat kesepakatan antara para pihak telah tercapai, dimana hal ini dapat

berupa, antara lain: pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi

(personal identification number/PIN) atau sandi lewat (password). Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa pengaturan mengenai perjanjian jual beli dengan

sistem elektronik dalam hukum positif Indonesia menganut teori penerimaan

(Ontvangstheorie), selama hal ini tidak dikesampingkan/tidak ditentukan lain oleh

para pihak.

Dalam kaitan dengan uraian diatas, ada kalanya terjadi ketidaksesuaian

antara kehendak dan pernyataan, misalnya seseorang bermaksud menyatakan ‘ya’

namun keliru menyatakan ‘tidak’, karena keliru mengikuti prosedur yang

ditetapkan. Dalam hal ini ada 3 (tiga) teori yang dapat dipakai untuk menjelaskan

mengenai ketidaksesuaian antara kehendak dan pernyataan. Adapun teori-teori

yang dimaksud diantaranya:41

41H. Salim HS. II, op. cit., h. 41.

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

39

a. Teori kehendak (Wilstheorie)

Menurut teori ini, bahwa perjanjian telah terjadi apabila ada persesuaian antara

kehendak dan pernyataan. Apabila terjadi ketidakwajaran, kehendaklah yang

menyebabkan terjadinya perjanjian. Suatu perjanjian yang tidak didasarkan

atas suatu kehendak yang benar adalah tidak sah.

b. Teori pernyataan (Verklaringtheorie)

Menurut teori ini, kehendak merupakan proses bathiniah yang tidak diketahui

orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah

pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dan pernyataan maka

perjanjian akan tetap terjadi.

c. Teori kepercayaan (Vertrouwentheorie)

Menurut teori ini, tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, tetapi

pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian.

Kepercayaan dalam arti bahwa pernyataan itu benar-benar dikehendaki.

Kesepakatan pada suatu perjanjian yang menimbulkan akibat hukum

hanyalah kesepakatan yang tidak bercacat atau tidak terdapat cacat kehendak.

Cacat kehendak sebagaimana dimaksud ditentukan dalam Pasal 1321 KUH

Perdata dapat terjadi karena kekhilapan (dwaling), paksaan (dwang), penipuan

(bedrog).42

42I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan-

ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, h. 54.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

40

Unsur kedua untuk sahnya suatu perjanjian adalah kecakapan untuk

membuat suatu perikatan. Kecakapan adalah kemampuan untuk melakukan

perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang (akan) menimbulkan

akibat hukum. Orang-orang yang mengadakan perjanjian haruslah orang-orang

yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum,

sebagaimana ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan berwenang

untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran

kedewasaan adalah berumur 21 (dua puluh satu) tahun dan sudah kawin.43 Orang

yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum diantaranya:

a. Anak di bawah umur;

b. Orang yang berada di bawah pengampuan;

c. Perempuan bersuami.

Namun setelah dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 1963 serta diundangkannya Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, ketentuan mengenai perempuan bersuami

sebagai golongan yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum telah

dihapuskan.

Unsur ketiga, suatu hal tertentu. Dalam hal ini yang dimaksudkan sebagai

suatu hal tertentu adalah suatu hal yang menyangkut obyek perjanjian, baik

berupa barang dan/atau jasa yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 1332 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “Hanya

barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi pokok perjanjian”.

43H. Salim HS. II, op. cit., h. 33.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

41

Ini berarti “pokok perjanjian harus dapat dinilai dengan uang, atau setidaknya

sanksi atas pelanggaran perjanjian adalah ganti rugi uang atau benda yang bernilai

uang”.44

Unsur keempat adalah suatu sebab yang halal. Menurut R. Wirjono

Prodjodikoro, “pengertian sebab yang halal ialah bukan hal yang menyebabkan

perjanjian namun isi perjanjian itu sendiri”.45 Isi perjanjian tidak boleh

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, kepatutan

dan kebiasaan (vide Pasal 1337 jo. Pasal 1339 KUH Perdata).

Terpenuhinya seluruh syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud

diatas mengakibatkan perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya (berlaku mengikat bagi para pihak).

2.2.1 Dasar hukum transaksi elektronik.

Transaksi elektronik (E-commerece) di Indonesia dikenal dengan berbagai

istilah. Menurut Mariam Darus Badrulzaman sebagaimana yang diucapkan dalam

pidato upacara memasuki masa purna bhakti sebagai Guru Besar tetap pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, istilah lain yang dipakai untuk E-

commerce diantaranya kontrak dagang elektronik, kontrak saiber, transaksi

dagang elektronik dan juga kontrak web.46 Hal itu disebabkan karena

44I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, op. cit., h. 58. 45Djaja S. Meliala, op. cit., h. 172.

46Sukarmi, op. cit., h. 63.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

42

permasalahan yang berkaitan dengan E-commerce sangat luas dan dipandang dari

berbagai sudut yang berlainan.

Menurut Chissick and Kelman, E-commerce is a broad term describing

business activities with associated technical data that are conducted

electronically atau istilah yang menggambarkan aktivitas-aktivitas bisnis dengan

data teknis yang terasosiasi yang dilakukan secara atau dengan menggunakan

media elektronik.47

Sedangkan Sutan Remy Sjahdeini mendefinisikan E-commerce sebagai

kegiatan-kegiatan yang menyangkut konsumen, manufaktur, service provider, dan

perdagangan perantara yang menggunakan jaringan-jaringan komputer, yaitu

internet.48

Julian Ding dalam bukunya E-commerce: Law & Practice, mengemukakan

bahwa E-commerce sebagai suatu konsep yang tidak didefinisikan. E-commerce

memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Hal itu seperti kita mendefinisikan

seekor gajah, yaitu tergantung dari bagian mana gajah itu kita lihat atau pegang,

maka akan berbeda pula definisi yang dapat diberikan. Julian Ding memberikan

definisi mengenai E-commerce sebagai berikut: Electronic Commerce, or E-

commerce as it is also known, is a commercial transaction between a vendor and

a purchaser or parties in similar contractual relationships for the supply of

goods, services or the acquisition of “rights”. This commercial transaction is

executed or entered into in an electronic medium (or digital medium) where the

47M. Arsyad Sanusi, 2001, E-commerce: Hukum dan Solusinya, Mirzan Grafika Sarana, tanpa

tempat terbit, h. 14.

48Sutan Remi Sjadeini, 2010, “E-commerce (Tinjauan dari Aspek Hukum dan Perspektif Hukum)”, Makalah Sosialisasi Transaksi E-commerce, Jakarta, h. 16.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

43

physical presence of the parties is not required, and the medium exist in a public

network or system as opposed to a private network (closed system). The public

network or system must be considered an open system (e.g. the Internet or the

World Wide Web). The transactions are concluded regardless of national

boundaries or local requirements.49

Terjemahan bebasnya adalah Electronic Commerce atau E-commerce

adalah transaksi dagang antara pihak penjual dan pihak pembeli untuk

menyediakan barang, jasa atau mengambil alih hak. Kontrak ini dilakukan dengan

media elektronik (digital medium) dimana para pihak tidak hadir secara fisik.

Medium ini terdapat di dalam jaringan umum dengan sistem terbuka yaitu internet

atau World Wide Web. Transaksi ini terjadi terlepas dari batas wilayah dan syarat

nasional.

Melalui E-commerce, semua persyaratan-persyaratan formal yang lazim

dipergunakan dalam transaksi jual beli konvensional dikurangi, tentunya hal ini

dengan dibarengi kebebasan pihak pembeli (konsumen) untuk mengumpulkan dan

melakukan komparasi tentang informasi suatu barang dan/atau jasa yang akan

dibeli tanpa dibatasi batasan wilayah. Argumen senada juga dikemukakan oleh

Abu Bakar Munir yang menyatakan bahwa “There are several features, which

distinguish electronic commerce from business conducted by traditional means. In

particular: electronic commerce establishes a global market-place, where

49Julian Ding, 1999, E-commerce: Law & Practice, Sweet & Maxwell Asia, Malaysia, h. 27.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

44

traditional geographic boundaries are not only ignored, they are quite simply

irrelevant...”.50

Pada tahun 2002 dalam Naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang

Pemanfaatan Teknologi Informasi disebutkan bahwa perdagangan elektronik

adalah setiap perdagangan baik barang dan/atau jasa yang dilakukan melalui

jaringan komputer atau media elektronik lainnya. Dalam perkembangannya

Naskah RUU tersebut diundangkan menjadi UU ITE, dimana dalam Pasal 1 angka

2 undang-undang ini disebutkan bahwa “Transaksi Elektronik adalah perbuatan

hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer,

dan/atau media elektronik lainnya”.

E-commerce pada dasarnya merupakan model transaksi jual beli moderen

yang mengimplikasikan inovasi teknologi (internet) sebagai basis media transaksi.

“Melalui transaksi perdagangan ini, konsep pasar tradisional (dimana pihak

penjual dan pihak pembeli bertemu secara langsung/mengadakan tatap muka)

berubah menjadi konsep telemarketing”51 (perdagangan jarak jauh tanpa

membutuhkan kehadiran fisik para pihak). Walaupun sedikit berbeda dengan

transaksi jual beli konvensional, selama tidak diperjanjikan lain, maka ketentuan

umum tentang perikatan dan perjanjian jual-beli yang diatur dalam Buku III KUH

Perdata berlaku sebagai dasar hukum aktifitas E-commerce di Indonesia.

Terkait dengan uraian diatas, bilamana ditelusuri ke belakang, kegiatan-

kegiatan yang bersinggungan dengan E-commerce di Indonesia secara garis besar

50Abu Bakar Munir, 1999, Cyber Law, Policies and Challenges, Butterworths Asia, Malaysia,

h. 205-206. 51Albarda, 1997, “Sistem Informasi untuk Kegiatan Promosi dan Perdagangan”, Makalah

Seminar Informasi Institut Teknologi Bandung, Bandung, h. 3.

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

45

diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan lain-lain.

Namun, sejumlah regulasi tersebut ternyata belum mampu mengatasi kekosongan

hukum yang berkaitan dengan E-commerce yang dalam perkembangannya

menimbulkan masalah-masalah seperti:52

1. Otentikasi subyek hukum yang melakukan transaksi melalui internet;

2. Saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum;

3. Obyek transaksi yang diperjualbelikan;

4. Mekanisme peralihan hak;

5. Hubungan hukum para pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik baik

pihak penjual, pihak pembeli, maupun para pihak pendukung seperti

perbankan, internet service provider (ISP), dan lain-lain;

6. Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat

bukti;

7. Mekanisme penyelesaian sengketa;

8. Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian

sengketa; dan

9. Masalah perlindungan konsumen, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI), dan

lain-lain.

52Esther Dwi Maghfira, 2004, “Perlindungan Konsumen dalam E-commerce”, http://www.solusihukum.com/artikel/artikel131.php, diakses pada tanggal 13 November 2014.

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

46

Seiring perkembangannya untuk mengisi kekosongan hukum tersebut

sekaligus mengatur secara spesifik mengenai segala aspek yang berhubungan

dengan aktifitas-aktifitas E-commerce di Indonesia maka diundangkanlah UU

ITE. Di sisi lain, ketentuan-ketentuan mengenai E-commerce juga dapat

ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

(khususnya Pasal 65 dan 66) serta dalam PP PSTE.

Merujuk pada uraian diatas, dapat diketahui bahwa E-commerce pada

hakikatnya merupakan jenis perdagangan konvensional yang bersifat khusus

karena sangat dominan peranan media dan alat-alat elektronik serta E-commerce

sebenarnya memiliki dasar hukum perdagangan biasa (perdagangan konvesional

atau jual beli biasa atau jual beli perdata).53

2.2.2 Para pihak dalam perjanjian jual beli dengan sistem elektronik.

Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian jual beli

dengan sistem elektronik adalah:

a. Penjual (merchant);

b. Pembeli/konsumen;

c. Pihak perantara penagihan/pembayaran (acquirer);

d. Penerbit kartu kredit (Issuer);

e. Certification Authorities; dan

f. Jasa pengiriman barang (ekspedisi).

Keterlibatan dari masing-masing pihak tersebut tergantung dari tahapan-

tahapan transaksinya apakah sebagian atau seluruhnya dilakukan melalui jaringan 53Sukarmi, op. cit., h. 65.

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

47

internet. Dalam perjanjian jual beli dengan sistem elektronik yang seluruh tahapan

transaksinya dilakukan melalui jaringan internet (mulai dari proses transaksi

hingga pembayaran), maka akan melibatkan pihak-pihak sebagai berikut:54

1. Penjual (merchant), yaitu orang perseorangan, perusahaan atau produsen

(pelaku usaha) yang menawarkan produknya melalui internet. Bagi merchant

yang mengkhususkan dirinya menerima pembayaran melalui kartu kredit

(credit card), maka merchant tersebut harus mendaftarkan diri pada sebuah

bank untuk mendapat sebuah merchant account.

2. Pembeli/konsumen, yaitu orang-orang yang ingin memperoleh produk (barang

dan/atau jasa) melalui pembelian secara online. Pihak pembeli yang akan

berbelanja melalui jaringan internet dapat berstatus perorangan atau

perusahaan. Apabila pihak pembeli merupakan perorangan, maka yang perlu

diperhatikan dalam transaksi elektronik tersebut adalah bagaimana sistem

pembayaran yang digunakan, apakah pembayaran dilakukan dengan

mempergunakan credit card atau dimungkinkan pembayaran dilakukan secara

manual. Hal ini penting untuk diketahui, mengingat tidak semua konsumen

yang akan berbelanja di internet adalah pemegang kartu kredit (card holder).

Card holder adalah orang yang namanya tercetak pada credit card yang

dikeluarkan oleh penerbit kartu kredit (issuer) berdasarkan perjanjian yang

dibuat.

54Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2005, Cyber Law: Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Jakarta., h. 152-154.

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

48

3. Acquirer, yaitu pihak perantara penagihan (antara merchant dan issuer) dan

perantara pembayaran (antara card holder dan issuer). Perantara penagihan

adalah pihak yang meneruskan penagihan kepada issuer berdasarkan tagihan

yang masuk kepadanya yang diberikan oleh merchant. Pihak perantara

pembayaran (antara card holder dan issuer) adalah bank dimana pembayaran

credit card dilakukan oleh card holder, selanjutnya bank yang menerima

pembayaran ini akan mengirimkan uang pembayaran tersebut kepada issuer.

4. Issuer, yaitu perusahaan yang menerbitkan credit card. Di Indonesia ada

beberapa lembaga yang diijinkan untuk menerbitkan credit card, yaitu:

a. Bank dan lembaga keuangan bukan bank. Tidak semua bank dapat

menerbitkan credit card, hanya bank yang telah memperoleh ijin dari Card

International yang dapat menerbitkan credit card, seperti Master dan Visa

Card;

b. Perusahaan non bank dalam hal ini PT. Dinner Jaya Indonesia

International yang membuat perjanjian dengan perusahaan yang ada di luar

negeri; dan

c. Perusahaan yang membuka cabang dari perusahaan induk yang ada di luar

negeri, yaitu American Express.

5. Certification Authorities yaitu pihak ketiga yang netral yang memegang hak

untuk mengeluarkan sertifikasi kepada merchant, issuer dan dalam beberapa

hal diberikan kepada card holder.

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

49

Apabila dalam suatu transaksi elektronik yang hanya sebagian tahapannya

dilakukan melalui jaringan internet, dengan kata lain hanya proses transaksinya

yang online, sementara pembayaran tetap dilakukan secara manual, maka pihak

acquirer, issuer dan certification authority tidak terlibat di dalamnya. Di samping

pihak-pihak tersebut diatas, pihak lain yang dimungkinkan dilibatkan (secara tidak

langsung) dalam transaksi elektronik jenis ini adalah jasa pengiriman barang

(ekspedisi).55

2.3 Pengertian Cacat Tersembunyi

Sebuah produk (barang) dapat dikatakan mengalami suatu kecacatan

bilamana produk tersebut membahayakan penggunanya serta tidak memenuhi

syarat-syarat keamanan tertentu. Bilamana dicermati, cakupan dari hal tersebut

begitu luas, maka dalam hal ini ada beberapa pertimbangan untuk

mengklasifikasikan suatu produk mengalami kecacatan, diantaranya:

a. Penampilan produk;

b. Kegunaan yang seharusnya diharapkan dari produk yang bersangkutan; dan

c. Saat produk tersebut diedarkan.

Pertimbangan pertama, penampilan produk. Mengapa penampilan produk?

Hal ini dikarenakan lebih mudah untuk diamati oleh pihak pembeli, faktornya

adalah apakah penampilan produk tersebut baik atau mencurigakan. Pertimbangan

kedua adalah kegunaan yang seharusnya diharapkan dari produk yang

bersangkutan. Hal ini dimaksudkan sebagai manfaat yang seharusnya dinikmati

55Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, loc. cit.

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

50

oleh pihak pembeli setelah mengkonsumsi produk tersebut, sebagai contohnya

adalah bilamana pihak pembeli membeli perangkat lunak komputer yang

seharusnya berfungsi sebagai program pengolah angka, namun pada kenyataannya

program tersebut tidak berjalan sebagaimana fungsinya, maka dalam hal ini

perangkat lunak komputer tersebut dapat dikatakan telah mengalami suatu

kecacatan. Pertimbangan ketiga adalah saat produk tersebut diedarkan. Disini

dipertimbangkan suatu produk tidak cacat apabila di saat lain setelah produk

tersebut beredar, dihasilkan pula produk (bersamaan) yang lebih baik.

Upaya pendefinisian mengenai produk yang cacat itu sendiri sebenarnya

sudah pernah dilakukan, salah satunya adalah pendefinisian yang dilakukan oleh

Tim Kerja Penyusun Naskah Akademik Badan Pembinaan Hukum Nasional

Departemen Kehakiman Republik Indonesia. Dalam hal ini dirumuskan bahwa

yang dimaksud dengan produk yang cacat adalah “Setiap produk yang tidak dapat

memenuhi tujuan pembuatannya, baik karena kesengajaan, atau kealpaan dalam

proses produksinya maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam

peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau

harta benda mereka dalam penggunaannya, sebagaimana layaknya diharapkan

orang”.56

Dalam KUH Perdata secara tersirat juga dirumuskan mengenai kecacatan

tersebut. Cacat dalam hal ini didefinisikan sebagai cacat yang sungguh-sungguh

bersifat sedemikian rupa yang menyebabkan barang itu tidak dapat digunakan

dengan sempurna sesuai dengan keperluan yang semestinya dihayati oleh barang

56Anonim, tanpa tahun, “Produk Cacat”, http://republika.co.id (selanjutnya disingkat Anonim

I), diakses pada tanggal 16 November 2014.

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

51

itu, atau mengakibatkan berkurangnya manfaat barang tersebut dari tujuan yang

semestinya.57

Perlu ditekankan bahwa dalam KUH Perdata dikenal 2 (dua) jenis kecacatan

pada barang, yakni:

a. Cacat kelihatan; dan

b. Cacat tersembunyi

Pengertian cacat kelihatan adalah cacat yang terdapat pada barang yang

sudah terlihat sebelumnya (vide Pasal 1505 KUH Perdata). Sedangkan pengertian

cacat tersembunyi secara implisit dirumuskan dalam Pasal 1504 KUH Perdata

yang menyatakan bahwa “Penjual harus diwajibkan menanggung terhadap cacat

tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk

pemakaian yang dimaksudkan, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu

sehingga seandaianya pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan

membeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang

kurang”.

Merujuk pada uraian diatas, dapat diketahui bahwa cacat tersembunyi

adalah suatu cacat yang terdapat pada barang yang sifatnya tidak mudah dilihat

apabila tidak dicermati secara jeli dan teliti. Menurut Yahya Harahap, “cacat

tersembunyi ialah cacat yang mengakibatkan kegunaan barang tidak sesuai lagi

dengan tujuan pemakaian yang semestinya”.58 Dengan memfokuskan perhatian

57Andi Asrianti, 2013, “Cacat Tersembunyi”, http://digilib.unpas.ac.id/files/disk1/11/

jbptunpaspp-gdl-intanpenta-549-1-realskr-i.pdf, diakses pada tanggal 16 November 2014. 58M. Yahya Harahap, 1986, Segi – Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, h. 198.

Page 30: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

52

pada rumusan Pasal 1504 KUH Perdata sebagaimana diuraikan diatas, dapat

diformulasikan bahwa unsur-unsur dalam suatu cacat tersembunyi adalah:59

a. Sesuatu yang tidak tampak atau tidak diketahui pada saat pembelian

dilaksanakan;

b. Suatu keadaan yang jika diketahui pada saat pembelian dilakukan akan

menyebabkan:

1. pembeli tidak akan membeli kebendaan tersebut sama sekali; atau

2. pembeli tidak akan membayar harga pembelian tersebut, kecuali dengan

nilai jual yang lebih rendah daripada yang telah dibayar olehnya.

Oleh karena cacat tersembunyi tersebut:

1. Mengakibatkan kebendaan yang dibeli tidak dapat dipergunakan sesuai dengan

maksud penggunaannya; dan/atau

2. Mengakibatkan berkurangnya manfaat pemakaian atau penggunaan kebendaan

tersebut.

Terkait dengan uraian diatas, dalam hal ini pengertian cacat tersembunyi

dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:60

a. Cacat tersembunyi positif

Maksudnya adalah apabila cacat barang itu tidak diberitahukan oleh pihak

penjual kepada pihak pembeli atau pihak pembeli sendiri tidak mengetahui

dan/atau tidak melihat bahwa barang yang bersangkutan cacat, maka terhadap

59Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, 2003, Jual Beli, RajaGrafindo Persada, Jakarta,

(selajutnya disingkat Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi I), h. 178. 60Umbu Laiya Sobang W. K. A, 2008, “Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli

Meubel Antara UD. Kusuma Jati Salatiga dengan Pembeli” Tesis Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, h. 42.

Page 31: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

53

cacat tersebut pihak penjual berkewajiban untuk menanggungnya. Tentang

cacat tersembunyi positif, lebih lanjut diatur dalam Pasal 1504 sampai dengan

Pasal 1510 KUH Perdata. Dalam hal ini, menurut Pasal 1504 KUH Perdata bila

dikaitkan dengan Pasal 1506 KUH Perdata, dapat dikatakan bahwa pihak

penjual harus bertanggung jawab apabila barang yang bersangkutan

mengandung cacat tersembunyi, terlepas dari sepengetahuan dan/atau

sepengelihatan pihak penjual, kecuali jika dalam hal yang sedemikian telah

meminta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apapun.

b. Cacat tersembunyi negatif

Apabila cacat terhadap suatu barang sebelumnya sudah diberitahukan oleh

pihak penjual kepada pihak pembeli, dan dalam masalah ini pihak pembeli

benar-benar sudah melihat adanya cacat terhadap barang tersebut, maka pihak

pembeli sendiri yang akan menanggungnya.

Merujuk pada klasifikasi cacat tersembunyi sebagaimana dimaksud diatas,

terlihat jelas ada perbedaan mendasar mengenai ada dan tidak adanya iktikad baik

dari pihak penjual untuk memberi tahu pihak pembeli tentang cacat tersembunyi

tersebut. Dalam jenis cacat tersembunyi positif dapat dikatakan bahwa pihak

penjual telah memiliki iktikad tidak baik karena ia tidak memberi tahu tentang

cacat tersembunyi tersebut kepada pihak pembeli. Sebaliknya, dalam jenis cacat

tersembunyi negatif, tindakan pihak penjual yang memberi tahu pihak pembeli

tentang cacat tersembunyi tersebut merupakan visualisasi iktikad baik dari pihak

penjual.

Page 32: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB… Umum.… · ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai ... Pertanggungjawaban atas dasar resiko, yaitu tanggung

54

Terkait dengan uraian diatas, khususnya dalam jenis cacat tersembunyi

positif pada hakikatnya telah memenuhi salah satu klasifikasi wanprestasi dalam

hal memenuhi prestasi secara tidak baik. Mengapa demikian? Hal ini didasarkan

pada argumen bahwa tindakan pihak penjual yang tidak menginformasikan

mengenai cacat tersembunyi yang terkandung pada suatu kebendaan yang akan

diperjual belikan tersebut menyebabkan pihak pembeli beranggapan bahwa

barang tersebut adalah barang yang laik guna dalam artian bahwa barang tersebut

bebas dari kecacatan. Di sisi lain, faktor kesalahan pihak penjual (baik karena

kesengajaan atau kelalaian) dalam memilih dan/atau merawat barang juga menjadi

salah satu faktor penentu. Dikatakan demikian bilamana barang/obyek perjanjian

tersebut adalah barang yang dalam perawatan/penyimpanannya tidak boleh

diperlakukan secara sembarangan, namun pihak penjual tidak mengindahkan hal

tersebut, maka hal ini dapat berakibat pada kecacatan bahkan kerusakan barang itu

sendiri. Contohnya adalah air mineral (air minum) dalam kemasan, dalam

penyimpanannya sangat dilarang terpapar sinar matahari secara langsung,

bilamana hal ini dilakukan (baik dengan kesengajaan maupun dengan kelalaian),

maka air mineral tersebut akan dapat mengalami suatu kecacatan (mineral-mineral

yang terkandung di dalamnya menjadi musnah; dan/atau berlumut; dan/atau masa

kadaluarsanya menjadi lebih awal). Hal ini tentunya akan sangat merugikan pihak

pembeli.