47
1.2.5Teknik Peremajaan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) melalui Teknik Sambung Samping di Dusun Busur, Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat ( Binaan BPTP NTB bekerjasama dengan Kelompok Tani “Lestari” 3.2.6.1 Pendahuluan Kelompok Tani “Lestari” yang diketuai oleh Pak Sadiki,berdiri pada tanggal 13 Mei 2008. Kelompok Tani Ini beranggotakan 20 orang dengan luas lahan ± 30 ha. Kelompok Tani ini merupakan salah satu binaan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Dulu sekitar tahun 1990an daerah ini mendapat proyek berupa bibit kakao yang berasal dari Dinas Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Seiring dengan berjalannya waktu program dari Dinas Perkebunan ini tidak memiliki tindak lanjut yang jelas seperti pembinaan dan perawatan tanaman kakao sesuai dengan standar operasional kerja . Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao tidak optimal. Kakao yang sudah berumur ± 20 tahun memang memiliki hasil tetapi tidak optimal, kebanyakan kakao yang ada di desa itu sekarang sudah memiliki tinggi lebih dari 5 meter,jarak tanam yang tidak teratur serta pemangkasan yang jarang dilakukan, dimana hal hal tersebut sangat mempengaruhi hasil dari kakao tersebut. Hal ini lah yang menarik perhatian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat untuk membantu bagaimana cara

BAB III aw aw aw

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hththj

Citation preview

Page 1: BAB III aw aw aw

1.2.5 Teknik Peremajaan Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) melalui Teknik

Sambung Samping di Dusun Busur, Desa Rempek, Kecamatan Gangga,

Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat ( Binaan BPTP NTB

bekerjasama dengan Kelompok Tani “Lestari”

3.2.6.1 Pendahuluan

Kelompok Tani “Lestari” yang diketuai oleh Pak Sadiki,berdiri pada tanggal 13 Mei

2008. Kelompok Tani Ini beranggotakan 20 orang dengan luas lahan ± 30 ha. Kelompok Tani

ini merupakan salah satu binaan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara

Barat. Dulu sekitar tahun 1990an daerah ini mendapat proyek berupa bibit kakao yang berasal

dari Dinas Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Seiring dengan berjalannya

waktu program dari Dinas Perkebunan ini tidak memiliki tindak lanjut yang jelas seperti

pembinaan dan perawatan tanaman kakao sesuai dengan standar operasional kerja . Hal ini

menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao tidak optimal. Kakao yang

sudah berumur ± 20 tahun memang memiliki hasil tetapi tidak optimal, kebanyakan kakao

yang ada di desa itu sekarang sudah memiliki tinggi lebih dari 5 meter,jarak tanam yang tidak

teratur serta pemangkasan yang jarang dilakukan, dimana hal hal tersebut sangat

mempengaruhi hasil dari kakao tersebut. Hal ini lah yang menarik perhatian Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat untuk membantu bagaimana cara mengoptimalkan

hasil tanaman kakao dengan mengaplikasikan teknik peremajaan berupa teknik sambung

samping.

Produktifitas dan mutu kakao tersebut dapat diperbaiki melalui penerapan teknologi.

Salah satu diantaranya yaitu teknologi peremajaan tanaman dengan teknik sambung samping

(side grafting) Melalui metode ini kita dapat memilih pohon induk yang berproduksi tinggi

dengan kualitas baik yang diambil sebagai entris untuk disambung pada tanaman yang kurang

baik, sehingga tanaman tersebut menjadi baik. Teknik sambung samping merupakan teknik

perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menggabungkan bagian dari satu tanaman ke

tanaman lain yang sejenis (se family) sehingga tumbuh menjadi satu tanaman dan

mempunyai sifat yang sama dengan induknya (entrisnya). Hasil penelitian pada tanaman

kakao, sambung samping dapat berproduksi pada umur 9 – 12 bulan sesudah perlakuan. Rata-

rata hasil yang dapat diperoleh dari sambungan yang sudah produktif sekitar 1,5 ton biji

kering. Sambung samping sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan, agar tunas yang

tumbuh dari sambungan dapat tumbuh dengan cepat. Teknik sambung samping merupakan

Page 2: BAB III aw aw aw

program nasional oleh pemerintah untuk meningkatkan hasil panen . Tujuan utama dari

perlakuan sambung samping adalah mengganti tanaman yang sudah tua dan/atau menggati

tanaman yang tidak produktif dengan klon unggul yang lebih produktif. Adapun keunggulan

teknik ini anatara lain : pertanaman kakao dapat diremajakan dalam waktu singkat tanpa

membongkar tanaman dan juga kelangsungan produksi dapat di pertahankan. Hasil

pengamatan dilapangan di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan dan Kolaka, Sulawesi

Tenggara menunjukkan bahwa keberhasilan sambung samping oleh petani sekitar 60%.

Sambung samping ini menggunakan batang atas (entres) kakao unggul lokal yang telah

terpilih dan berasal dari tanaman yang sehat, yaitu Sulawesi-1 dan Sulawesi-2.

1.2.6.2 Tinjauan Pustaka

Teknik sambung samping pertama kali diterapkan oleh BAL estate pada tahun 1991

dan 1992 untuk rehabilitasi pada kebun benih (Yow dan Lim, 1994, dalam Prawoto, 2006)

dan telah dipraktekkan secara luas di Sabah (Departemen of Agriculture Sabah, 1993 dalam

Prawoto, 2006). Di Malaysia, sambung samping dilakukan untuk menanggulangi hama

pengerek buah kakao (PBK) dengan cara mengganti klon-klon yang ada dengan klon-klon

yang potensi produksinya tinggi, baik pada tanaman muda maupun tua. Hasil menunjukkan

produktivitas kakao meningkat 2-4 kali dibandingkan dengan produktivitas sebelumnya

( Sastrosoedarjo dkk, 1995).

Kendala yang sering dihadapi dalam perbanyakan tanaman secara sambung samping

adalah jauhnya jarak antara pohon induk dengan kebun yang akan direhabilitasi, sehingga

dibutuhkan waktu beberapa hari mulai dari pengambilan entres sampai penyambungan.

Selain itu jumlah tanaman yang akan disambung sering dalam jumlah yang banyak, sehingga

tidak bisa disambung dalam waktu sehari dan entres yang belum tersambung harus disimpan

untuk keesokan harinya.

Menurut Jawal dan Alwarudin ( 2006) lamanya penyimpanan entres mempengaruhi

keberhasilan sambung pucuk dan panjang tunas, yaitu semakin lama entres disimpan semakin

rendah tingkat keberhasilan sambung pucuk dan semakin pendek tunas yang terbentuk.

Interaksi antara lama penyimpanan entres dengan varietas berpengaruh terhadap persentase

pecah tunas dan pembentukan daun bibit sambung avokad.

Menurut Suhendi (2007) beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas

kakao selain serangan hama dan penyakit, anomali iklim, tajuk tanaman rusak, populasi

tanaman berkurang, teknologi budidaya oleh petani yang masih sederhana, penggunaan bahan

tanam yang mutunya kurang baik juga karena umur tanaman yang sudah cukup tua sehingga

Page 3: BAB III aw aw aw

kurang produktif lagi. Ratarata usia tanaman kakao di Bali di atas 20 tahun (Dinas

Perkebunan Provinsi Bali, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kakao

produktivitasnya mulai menurun setelah umur 15 - 20 tahun. Tanaman tersebut umumnya

memiliki produktivitas yang hanya tinggal setengah dari potensi produktivitasnya. Kondisi

ini berarti bahwa tanaman kakao yang sudah tua potensi produktivitasnya rendah, sehingga

perlu dilakukan rehabilitasi ( Zaenudin dan Baon, 2004).

Upaya rehabilitasi tanaman kakao dimaksudkan untuk memperbaiki atau meningkatkan

potensi produktivitas dan salah satunya dilakukan dengan teknologi sambung samping (side

grafting).

Menurut Prastowo dkk. (2006) sambung samping merupakan teknik perbaikan

tanaman yang dilakukan dengan cara menyisipkan batang atas (entres) dengan klon-klon

yang dikehendaki sifat unggulnya pada sisi batang bawah. Secara garis besar, tujuan

perbaikan tanaman adalah untuk meningkatkan produktivitas dan mutu biji yang dihasilkan.

Sambung samping dapat juga digunakan untuk memperbaiki tanaman yang rusak secara fisik,

menambah jumlah klon dalam populasi tanaman, mengganti klon, dan pemendekan tajuk

tanaman. Jika dibandingkan dengan sambung pucuk, maka sambung samping memiliki

tingkat keberhasilan yang lebih tinggi karena batang bawah masih memiliki tajuk yang

lengkap, sehingga proses fotosintesis untuk menghasilkan zat-zat makanan dapat berlangsung

dengan baik (Agro Media, 2007).

Upaya yang telah dilakukan oleh petani selama ini untuk mengatasi penurunan

produksi tanaman kakao yang dipengaruhi umur tanaman yang sudah tua adalah dengan

melakukan peremajaan. Peremajaan dilakukan dengan cara mengganti tanaman kakao yang

tidak produktif (tua/rusak) dengan tanaman baru secara keseluruhan atau bertahap dengan

menggunakan bahan tanaman unggul . Kegiatan ini dinilai kurang efektif karena

membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperoleh hasil, dilain pihak kebutuhan hidup

sehari-hari petani terus meningkat. Apabila permasalahan tersebut tidak segera ditangani,

maka dapat mengganggu kelangsungan produksi kakao sebab akan terjadi penurunan

produksi dari waktu kewaktu. Prinsip dasar rehabilitasi dengan metode sambung samping

adalah penyatuan kambium dari entres dengan kambium batang bawah, di samping itu pula

penggunaan entres dari klon – klon unggul sangat dianjurkan karena diyakini mempunyai

dampak positif terhadap peningkatan produksi dan mutu hasil, sehingga ketersediaan klon

unggul mutlak diperlukan. Alternatif rehabilitasi dengan menggunakan metode sambung

samping dianggap cukup efektif karena petani dengan mudah dapat melakukan sendiri serta

waktu yang dibutuhkan relatif singkat.

Page 4: BAB III aw aw aw

Suhendi ( 2007) mengatakan bahwa dibanding dengan okulasi tanaman dewasa dan

tanam ulang, metode sambung samping mempunyai keunggulan antara lain:

1. Areal tanaman kakao dapat direhabilitasi dalam waktu relatif singkat

2. Lebih murah dan tanaman kakao lebih cepat berproduksi dibanding cara tanam ulang

(replanting)

3. Batang atas hasil sambungan belum berproduksi, hasil buah dari batang bawah dapat

dipertahankan

4. Batang bawah dapat berfungsi sebagai penaung yang bersifat sementara bagi batang

atas yang sedang tumbuh.

Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menentukan kakao yang akan

direhabilitasi adalah mencari tanaman yang kurang produktif (umur diatas 20 tahun) dan

secara teknis dapat dilakukan sambung samping, produktivitas rendah namun masih mungkin

untuk ditingkatkan, tidak terserang organisme pengganggu tanaman (OPT) utama seperti

hama penggerek buah kakao (PBK), Helopeltis sp, busuk buah (Phythopthora palmivora),

dan penyakit Vascular streak dieback (VSD), serta batang bawah harus dalam kondisi sehat

dan tumbuh aktif (Deptan, 2009). Upaya untuk pengaktifan pertumbuhan batang bawah ini

dapat dilakukan lewat pengolahan tanah, pemupukan, pemangkasan, dan kalau perlu dengan

pengairan. Kendala yang sering dihadapi ketika melakukan rehabilitasi tanaman kakao

dengan metode sambung samping adalah jauhnya jarak antara pohon induk atau sumber

entres dengan tempat atau kebun yang akan direhabilitasi, sehingga dibutuhkan waktu yang

agak lama mulai dari pengambilan entres sampai dengan proses penyambungan. Selain itu

pula jumlah tanaman kakao yang akan disambung sering dalam jumlah yang sangat banyak,

sehingga tidak bisa dilakukan penyambungan dalam waktu sehari dan entres yang belum

tersambung harus disimpan untuk keesokan harinya baru dilakukan penyambungan.

Keberhasilan usaha penyambungan tanaman kakao dipengaruhi oleh beberapa faktor

misalnya, kondisi tanaman dan lingkungan, tingkat kesehatan batang bawah, kelembaban

udara dan intensitas penyinaran serta penggunaan klon-klon unggul yang dapat beradaptasi

dengan iklim mikro (Sunanto, 1994). Lama penyimpanan dan media penyimpanan batang

atas sebelum dilakukan penyambungan juga berpengaruh terhadap keberhasilan

penyambungan (Djazuli, dkk. 1999). Waktu yang baik untuk melakukan penyambungan

adalah pada saat cuaca cerah, namun ada pula yang menyebutkan bahwa penyambungan pada

awal musim kemarau memberikan hasil yang lebih baik dari pada musim hujan, tetapi hal

tersebut perlu dikaji lebih lanjut (Zaubin dan Suryadi, 1999).

Page 5: BAB III aw aw aw

1.2.6.3 Waktu dan Pelaksanaan Kegiatan

Kamis, 25 Juli 2013 pada pukul 10.00 WITA - selesai, di kebun Pak Sadiki, Dusun Busur,

Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara

Barat.

1.2.6.4 Alat dan Bahan

Alat :

1. Pisau okulasi yang tajam agar potongan rapih dan mudah dilakukan idealnya memiliki

satu sisi tajam saja, sehingga dapat digunakan oleh tangan kanan atau kiri. Pisau harus

dalam kondisi bersih untuk menghindari penyakit yang mungkin melekat pada pisau

tersebut.

2. Gunting pangkas untuk memotong entris agar lapisan kambium tidak rusak

3. Tali rafia digunakan untuk mengikat entris yang telah diletakkan pada tapak pohon

hingga benar-benar kuat dan tumbuh pada batang utama

4. Plastik transparan yang spesialis digunakan untuk menutup sambungan entris agar

terhindar dari gangguan hujan, angin, binatang dan serangga. Plastik berguna juga

untuk menjaga kelembaban dan suhu yang stabil. Ukuran plastik berkisar 18 x 28 cm

dengan tebal 0,01 mm (plastik Malaysia).

Bahan :

1. Batang bawah tanaman yang ingin disambung.

2. Enteres berupa cabang plagiotrop berwarna hijau atau hijau kecoklatan dan sudah

mengayu ( sebaiknya berdiameter 0,75 – 1,50 cm )

1.2.6.5 Cara Kerja

1. Persiapan

Batang bawah harus dalam kondisi sehat dan prima, sehingga kambium mudah

dibuka setelah selesai digores (torehan).

Pilih pohon terbaik yang berproduksi dan berkualitas tinggi, toleran terhadap

hama dan penyakit serta beradaptasi terhadap lingkungan.

Cabang yang tumbuh horizontal (plagiotrop) ideal untuk dipilih atau digunakan

untuk sambung samping (entris).

Umur cabang diperkirakan 3 bulan dengan warna kulit cabang coklat kehijauan

kira-kira berdiameter 0,75 sampai 1,5 cm.

Page 6: BAB III aw aw aw

Buang daunnya dengan menggunakan gunting pangkas dan potong menjadi

beberapa bagian dengan panjang masing-masing 12 cm dan memiliki 2 – 3 mata

tunas. Apabila entris diambil/dibawa dari tempat yang jauh (2 – 4 hari)

perjalanan maka perlakuan khusus diperlukan agar tetap segara antara lain: (1)

Potong cabang plagiotrop dengan panjang antara 30 – 40 cm, buang daunnya

dengan gunting pangkas atau pisau okulasi yang tajam dan bersih; (2) Bungkus

tiap potongan dengan pelepah pisang atau kertas koran agar tidak saling

bersentuhan, letakkan secara hati-hati dalam kotak (kardus), dan hindari dari

tumpukan benda lain agar mata tunas tidak rusak; (3) Percikkan air secukupnya

pada kertas koran agar tetap lembab; (4) Perlakuan ini dapat menjaga kesegaran

entris hingga 4 hari.

2. Teknik Sambung Samping dan Pemeliharaannya

Pilih bagian yang cocok pada pohon dengan tinggi 45 – 75 cm dari pangkal

pohon untuk posisi sambung samping (tempat entris).

Buatlah dua irisan (torehan) dari atas batang menyerupai kaki segitiga sama

kaki atau huruf V terbalik dengan panjang kaki (sisi) 7 – 10 cm dengan lebar 2

– 4 cm. Pastikan kedua sisi irisan mengenai lapisan kambium pada kulit kayu

yang dinamai “tapak”. Buatlah tempat meletakkan entris dengan cara menarik

ujung bagian atas torehan tadi dengan pisau okulasi secara hati-hati, perlahan

dan rapi agar lapisan kambium terlihat, lalu potong ujung segitiga sama kaki

3-5 cm.

Sayat ujung entris pada satu sisi 3 –4,5 cm dan sisi belakangnya 1 – 2 cm,

kemudian masukkan bagian sisi yang disayat panjang ke dalam goresan

segitiga (tapak) menghadap lapisan kambium dengan sayatan menempel tepat

pada “tapak" ikat rapat goresan dengan tali rafia.

Tutup sambungan dengan plastik transparan spesialis (plastik Malaysia)

dengan mengikat bagian bawah goresan terlebih dahulu dengan tali rafia, lalu

diteruskan melewati entris, kemudian kita ikat bagian atas dengan baik, agar

air hujan tidak mudah masuk. Pastikan plastik tidak menekan entris, agar tidak

renggang terhadap kambium. Ulangi langkah serupa untuk sambungan kedua

dengan jarak 30 cm pada sisi yang berlawanan.

Page 7: BAB III aw aw aw

Entres yang telah disambung, setelah 3 – 4 minggu penyambungan entres

tampak segar, maka dapat dikatakan sambungan berhasil, sebaliknya apabila

entris kering atau busuk, maka sambungan dinyatakan gagal.

Jika tunas entres tumbuhnya mencapai 2 – 3 cm, tutup entres dibuka secara

bertahap, yaitu pada kerudung bagian atas kantong plastik disobek. Dua bulan

kemudian setelah penyambungan entres sudah melekat erat dengan batang

bawah, maka tali pengikat baru dapat dilepas.

3. Pemeliharaan sambungan

Pemeliharaan sambungan umur 1 – 12 bulan yang perlu dilakukan adalah  Buka tutup

plastik bagian atas setelah 25 – 28 hari sesudah penyambungan, agar tunas baru dan entris

dapat tumbuh dengan baik;

1. Biarkan ikatan bawah tunas entris 14 – 28 hari kemudian, hingga sambungan

cukup kuat menempel pada pohon utama (batang bawah);

2. Kemudian bukalah ikatan secara bertahap dan hati-hati agar tidak mengganggu

pertumbuhan dan merusak sambungan,

3. Setelah 3 – 6 bulan pemeliharaan rutin dilakukan yaitu pemangkasan batang

utama guna memberikan sinar matahari yang cukup bagi sambungan;

4. Setelah satu tahun batang utama dipotong dengan jarak 50 – 75 cm di atas

sambungan, agar pertumbuhan sambungan tidak terhambat.

4. Perawatan Tunas Hasil Sambungan

Tunas muda hasil sambungan yang baru tumbuh kondisinya masih lemah, untuk itu

diperlukan perawatan-perawatan sebagai berikut:

1. Sementara untuk pertumbuhannya diperlukan penyinaran yang cukup.

2. Membuang tunas air yang tumbuh disekitar batang.

3. Batang atas hasil sambungan tersebut yang tumbuhnya menggantung ke bawah

diusahakan agar pertumbuhan-nya mengarah ketas, misalnya diberi tali yang

diikatkan ke batang bawah.

4. Tiga bulan setelah pelaksanaan sambung samping, bagian tajuk batang bawah

yang menaungi batang atas dipangkas secara bertahap (disiwing) yaitu lebih

kurang setengah bagian tajuk batang bawah.

Page 8: BAB III aw aw aw

5. Siwingan dilakukan berdasarkan kondisi batang bawah, misalnya batang bawah

yang umurnya kurang dari 5 tahun, dimana kanopinya belum saling menutupi

tidak perlu disiwing.

Batang bawah dipotong total, apabila batang atas sudah tumbuh kuat atau sudah

mulai berbuah. Arah potongan miring pada ketinggian 60 – 90 cm diatas

pertautan, kemudian luka bekas potongan dioles dengan obat penutup luka atau

dengan abu dapur.

1.2.6.6 Pembahasan

Keberhasilan teknik sambung samping dapat dilihat setelah sambung samping

tersebut berumut 2 minggu setelah dilakukannya sambung samping. Berdasarkan hasil yang

telah dilakukan oleh pihak BPTP NTB masih banyak kendala yang dihadapi dalam

keberhasilan teknik sambung samping ini, hal itu di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

1. Faktor tanaman

Kesehatan batang bawah yang akan digunakan sebagai bahan perbanyakan

perlu diperhatikan. Batang bawah yang kurang sehat, proses pembentukan kambium

pada bagian yang dilukai sering terhambat. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi

keberhasilan penyambungan (Sugiyanto, 1995, dalam Hamid, 2009). Pendapat ini

didukung oleh Garner dan Chaudri (1976, dalam Hamid, 2009) yang mengemukakan

bahwa batang bawah berpengaruh kuat dalam pertumbuhan dan perkembangan

tanaman, sehingga pemilihan tanaman yang digunakan sebagai batang bawah sama

pentingnya dengan pemilihan varietas yang akan digunakan sebagai batang atas.

Berhasilnya pertemuan entris dan batang bawah bukanlah jaminan adanya

kompatibilitas pada tanaman hasil sambungan, sering terjadi perubahan pada entris

maupun pada tanaman hasil sambungan, misalnya pembengkakan pada sambungan,

pertumbuhan entris yang abnormal atau penyimpangan pertumbuhan lainnya, dimana

keadaan ini disebut inkompatibel. Kondisi ini dapat disebabkan oleh perbedaan

struktur antara batang atas dan batang bawah atau ketidakserasian bentuk potongan

pada sambungan (Rochiman dan Harjadi, 1973). Batang bawah dan batang atas yang

mampu menyokong pertautan dengan baik dan serasi disebut kompatibel (Winarno,

1990).

2. Faktor pelaksanaan

Page 9: BAB III aw aw aw

Faktor pelaksanaan memegang peranan penting dalam penyambungan.

Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) kecepatan penyambungan merupakan

pencegahan terbaik terhadap infeksi penyakit. Pemotongan yang bergelombang dan

tidak sama pada permukaan masing-masing batang yang disambungkan tidak akan

memberikan hasil yang memuaskan (Hartman dan Kester, 1976). Kehalusan bentuk

sayatan dari suatu bagian dengan bagian lain sangat penting untuk mendapatkan

kesesuaian posisi persentuhan cambium, disamping itu ketrampilan dan keahlian

dalam pelaksanaan penyambungan maupun penempelan serta ketajaman alat-alat yang

digunakan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pekerjaan tersebut

(Winarno, 1990).

3. Faktor lingkungan

Cahaya matahari sangat kuat akan berpengaruh terutama pada saat

pelaksanaan penyambungan, oleh karena itu penyambungan dilakukan pada waktu

pagi hari atau sore hari. Penyambungan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau.

Selain untuk menghindari kebusukan, pada musim kemarau batang sedang aktif

mengalami pertumbuhan serta entris yang tersedia cukup masak (Sugiyanto, 1995,

dalam Hamid, 2010).

Proses pembentukan pertautan sambungan dapat disamakan dengan penyembuhan

luka. Bila pangkal tanaman dibelah, maka jaringan yang luka tersebut akan sembuh jika luka

tersebut diikat dengan kuat. Keberhasilan penyambungan suatu tanaman tergantung pada

terbentuknya pertautan sambungan itu, dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya

hubungan kambium yang rapat dari kedua batang yang disambungkan (Ashari, 1995).

Adnance dan Brison (1976, dalam Hamid, 2010) menjelaskan adanya pengikat yang erat

akan menahan bagian sambungan untuk tidak bergerak, sehingga kalus yang terbentuk akan

semakin jalin-menjalin dan terpadu dengan kuat. Jalinan kalus yang kuat semakin

menguatkan pertautan sambungan yang terbentuk. Pada penyambungan tanaman,

pemotongan bagian tanaman menyebabkan jaringan parenkim membentuk kalus. Kalus-kalus

tersebut sangat berpengaruh pada proses pertautan sambungan. Proses pembentukan kalus ini

sangat dipengaruhi oleh kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terdapat pada

jaringan parenkim karena senyawa-senyawa tersebut merupakan sumber energi dalam

membentuk kalus. Batang bawah lebih berperan dalam membentuk kalus (Harmann, 1997,

dalam Anonim, 2010). Pembentukan kalus sangat dipengaruhi oleh umur tanaman. Batang

Page 10: BAB III aw aw aw

bawah yang lebih muda akan menghasilkan persentase sambungan yang tumbuh lebih besar

dibandingkan dengan tanaman yang lebih tua (Samekto dkk, 1995).

Mekanisme terjadinya proses pertautan antara batang atas dan batang bawah adalah sebagai

berikut:

1. Lapisan kambium masing-masing sel tanaman baik batang atas maupun batang

bawah membentuk jaringan kalus berupa sel-sel parenkim

2. Sel-sel parenkim dari batang bawah dan batang atas masing-masing saling kontak,

menyatu dan selanjutnya membaur.

3. Sel-sel parenkim yang terbentuk akan terdiferensiasi membentuk kambiun sebagai

lanjutan dari lapisan kambium batang atas dan batang bawah yang lama

4. Dari lapisan kambium akan terbentuk jaringan pembuluh sehingga proses

translokasi hara dari batang bawah ke batang atas dan sebaliknya untuk hasil

fotosintesis dapat berlangsung kembali (Hartmann dkk,1997, dalam Barus, 2003).

3.2.6.7 Kesimpulan dan saran

Teknik sambung samping merupakan salah satu teknologi tepat guna pada tanaman

kakao untuk memperbaiki produktifitas dan kualitas hasil tanaman.Pemeliharaan pasca

sambung samping harus benar-benar dilakukan agar pertumbuhan tanaman tumbuh dengan

baik dan berproduksi secara optimal, paling tidak mendekati produksi potensial yang

seharusnya dapat dicapai yakni sebesar 2 – 3 ton/ha/tahun. Sarannya Waktu yang terbaik

untuk melakukan penyambungan pada tanaman kakao adalah pada akhir musim hujan dan 3

- 4 bulan sebelum musim hujan agar tingkat keberhasilannya dapat maksimal.

1.2.7. Teknik Pemasangan Sarang Semut pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao

L.) di Dusun Busur, Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok

Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat ( Binaan BPTP NTB bekerjasama dengan

Kelompok Tani “Lestari”

3.2.7.1 Pendahuluan

Kelompok Tani “Lestari” yang diketuai oleh Pak Sadiki,berdiri pada tanggal 13 Mei

2008. Kelompok Tani Ini beranggotakan 20 orang dengan luas lahan ± 30 ha. Kelompok Tani

ini merupakan salah satu binaan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara

Page 11: BAB III aw aw aw

Barat. Dulu sekitar tahun 1990an daerah ini mendapat proyek berupa bibit kakao yang berasal

dari Dinas Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Tetapi setelah beberapa tahun

berikutnya para petani di dusun mendapat kendala berupa serangan hama penggerek buah

kakao yang menyebabkan busuk buah pada kakao. Berbagai jenis hama yang menyerang

tanaman kakao menjadikan produksi tanaman kakao menjadi menurun. Hama penggerek

buah dan penghisap buah kakao merupakan salah satu hama yang banyak menimbulkan

kerugian ekonomi pada tanaman kakao Penggunaan insektisida yang tidak terkontrol

menjadikan hama tersebut menjadi kebal dan tidak mempan lagi untuk dikendalikan.  Selain

biaya yang mahal, penggunaan racun kimia dengan dosis tinggi bukannya membuat hama

tanaman hilang, tetapi justru menimbulkan dampak lain terhadap lingkungan. Salah satu

upaya yang dilakukan untuk mengurangi penggunaan racun pada tanaman kakao dan

menghemat biaya saprodi adalah kembali ke konsep PHT.  Salah satu implementasi konsep

PHT yang disarankan oleh pihak BPTP NTB adalah pemanfaatan musuh alami dalam

mengendalikan hama tanaman. Musuh alami yang terbukti ampuh dalam

mengendalikan .hama penghisap buah dan PBK adalah semut. Ada empat spesies semut yang

ditemukan memangsa hama PBK yaitu semut merah, semut hitam, anoplolepis longipes dan

spesies Iridomyrmex sp. Dari keempat spesies semut tersebut ternyata semut merah

merupakan predator yang memiliki tingkat pengendalian paling tinggi.

Penelitian Nuriadi (2011) yang berjudul Praktek Budidaya Kakao dan Prospek

Pemanfaatan Semut Hitam dan Semut Rangrang untuk Pengendalian Hama Penggerek Buah

Kakao di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi tenggara menyimpulkan bahwa Pemanfaatan

semut rangrang pada tanaman kakao berhasil menekan populasi telur, pupa dan imago hama

PBK. Hal ini berdampak terhadap rendahnya persentase kerusakan buah dan intensitas

serangan biji pada petak yang diberi perlakuan semut rangrang. Untuk mengendalikan hama

PBK pemanfaatan musuh alami seperti semut rangrang yang dikombinasikan dengan sanitasi,

pemangkasan, panen sering, sarungisasi buah perlu dilakukan secara kontinyu dan

terorganisir agar intensitas kerusakan buah dan biji kakao berkurang.

3.2.7.2 Tinjauan Pustaka

Bioekologi Hama Penggerek Buah Kakao

Telur hama penggerek buah kakao berbentuk oval dan pipih dengan panjang 0.45-

0.50 mm, lebar 0.25-0.30 mm, berwarna oranye. Telur diletakkan pada buah muda secara

terpisah antara satu dengan yang lain. Lama stadium telur berkisar 2-7 hari (Sjafaruddin

1997). Larva yang baru keluar dari telur langsung menggerek ke dalam buah dan memakan

Page 12: BAB III aw aw aw

permukaan dalam kulit buah, daging buah dan saluran makanan ke biji (plasenta). Akibat

serangan tersebut biji menjadi lengket satu sama lain dan tidak berkembang sempurna. Larva

berganti kulit 4 kali dalam waktu 14–18 hari. Pada pertumbuhan penuh, panjang larva

mencapai 12 mm dan berwarna hijau muda. Larva dewasa menjelang berkepompong keluar

dari dalam buah dengan cara menggerek kulit buah, membentuk lubang keluar dengan

diameter ± 1 mm. Setelah larva keluar dari dalam buah, larva merayap pada permukaan buah

atau menggantungkan diri dengan benang–benang sutra untuk mencari tempat berkepompong

baik pada tanaman maupun di tanah (Soekandar 1993).

Pupa dapat ditemukan pada permukaan buah, batang, cabang atau pada permukaan

tanah yang tertutupi oleh daun yang gugur. Kokon berbentuk oval berwarna kuning,

berukuran (13–18) x (6–9) mm, sedangkan kepompong berwarna coklat dengan ukuran

panjang 6–7 mm dan lebar 1–1.5 mm. Ukuran kepompong menjadi lebih panjang bila diukur

bersama pembungkus tungkai dan antena, Stadium kepompong 6–8 hari, setelah itu berubah

menjadi ngengat (Sjafaruddin 1997).

Serangga dewasa berwarna dasar coklat dengan warna putih bergaris zig–zag pada

sayap depan dan spot kuning oranye menyerupai batik pada ujung sayapnya. Ukuran panjang

tubuh ngengat pada saat istirahat 7 mm dengan rentang sayap mencapai 12 mm. Antena lebih

panjang dari tubuhnya serta mengarah ke belakang. Ngengat aktif terbang, kawin dan

meletakkan telur pada malam hari sejak pukul 18.00–07.00. Pada siang hari ngengat

bersembunyi pada tempat – tempat yang gelap dan terlindung dari sinar matahari terutama

pada cabang – cabang horizontal. Lama hidup ngengat betina berlangsung 7 hari dan siklus

hidup dari telur sampai ngengat berlangsung ± 1 bulan (Kartasapoetra 1993). Berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan 73.43 % hama PBK menyukai cabang horizontal yang

berdiameter antara 5.1-10 cm, dan selebihnya pada cabang vertikal dengan diameter 0-5 cm.

Ngengat tidak mampu terbang jauh, hanya mencapai ± 153 m apabila dilakukan

pemerangkapan dengan feromon seks (Sudarsianto 1995).

Gejala Serangan dan Kerusakan

Hama PBK umumnya menyerang buah kakao yang masih muda dengan panjang

kurang lebih 10-12 cm pada umur 75 hari. Fase yang menimbulkan kerusakan adalah fase

larva. Larva PBK memakan daging buah dan saluran yang menuju biji tetapi tidak menyerang

biji. Gejala serangan baru tampak dari luar pada saat biji telah rusak. Buah yang terserang

memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :

Page 13: BAB III aw aw aw

1. Pada jenis buah merah masak jingga, warna jingga tidak merata dan ada lubang-

lubang kecil pada permukaan buah

2. Pada jenis buah hijau masak kuning, warna kuning tidak merata dan ada lubang-

lubang kecil pada permukaan buah

3. Apabila buah terserang hama PBK digoyang tidak akan berbunyi seperti halnya

pada buah sehat yang masak.

4. Buah kakao yang terserang hama PBK pada saat dibelah akan tampak biji-biji

melekat satu sama lain, tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil dan

ringan.

Gejala serangan pada buah muda, permukaan buah yang terserang berupa bercak

besar berwarna kuning. Jika buah–buah yang menunjukkan gejala tersebut dibelah, kulit buah

dan tangkai biji tempat larva mengambil makanan terlihat berwarna coklat. Sedangkan

daging buah yang biasanya berwarna putih pada serangan berat akan berwarna coklat

kehitaman. Jika buah tersebut dibelah terlihat jalur–jalur gerekan larva dan tampak buah

berwarna kecoklatan (Sulistyowati & Prawoto 1993).

Buah kakao yang terserang hama PBK dapat berkembang seolah-olah tidak terjadi

serangan, buah yang terserang tidak ada perbedaan dengan buah kakao yang sehat. Gejala

baru tampak dari luar setelah buah matang pada saat panen, buah kakao yang terserang

berwarna agak jingga atau pucat keputihan, buah menjadi lebih berat dan bila diguncang

tidak terdengar suara gesekan antara biji dengan dinding buah. Hal itu terjadi karena

timbulnya lendir dan kotoran pada daging buah dan rusaknya biji-biji di dalam buah.

Kerusakan daging buah akibat serangan PBK disebabkan oleh enzim heksokinase, malate

dehidrogenase, fluorescent esterase and malic enzyme polymorphisms yang disekresikan oleh

PBK (Wessel 1993).

Hama dan Musuh Alami pada Tanaman Kakao

Hama penting yang menyerang tanaman kakao adalah hama penggerek buah kakao

(Conopomorpha cramerella), pengisap buah kakao (Helopeltis sp,), penggerek kulit batang

kakao (Glenea sp.), dan penggerek batang (Zeuzera sp). Di antara hama penting tersebut

hama PBK merupakan hama yang tertinggi intensitas serangannya di Sulawesi Tenggara

yaitu mencapai 70–84% bila dibandingkan dengan hama penting lainnya (Dishutbun Sultra

2006). Hama lain yang ditemukan pada tanaman kakao adalah ulat kilan (Hyposidra talaca),

kumbang (Apogonia sp.) dan ulat api (Darna trima) (Hindayana et al. 2002).

Page 14: BAB III aw aw aw

Produksi kakao di Sulawesi Tenggara mulai terancam dengan adanya serangan PBK.

Hama ini merupakan hama yang cukup merugikan (Wardoyo 1982). Sifat penyebaran hama

ini relatif cepat dan masih sulit dikendalikan (Sulistyowati & Santosa 1995 ; Sulistyowati &

Yunianto 1996). Pada tahun 1995 tercatat bahwa hama PBK menyerang kurang lebih 424.8

ha kakao di Sulawesi Tenggara. Tetapi saat ini luas serangan telah mencapai lebih dari 200

125 ha, artinya hama PBK telah menyebar di seluruh areal kakao di Sulawesi Tenggara.

Kerugian yang diakibatkan oleh hama ini ditaksir telah mencapai 19.639.04 ton per tahun

setara dengan 216 miliar rupiah. Luas dan daerah sebaran ini terus meningkat bila

pengendalian yang efektif dan efesien tidak dilakukan (Dishutbun 2010).

Menurut Soekadar (2007) musuh alami yang potensial digunakan sebagai musuh

alami pada tanaman kakao selain semut hitam (Hymenoptera: Formicidae) adalah laba-laba

(Araneae: Salticidae), semut angkrang/rangrang (Hymenoptera: Formicidae), Trichogramma

(Hymenoptera: Trichogrammatidae), kumbang kubah (Coleoptera: Coccinellidae), cecopet

(Dermaptera), lalat apung (Diptera : Syrphidae), tawon (Hymenoptera: Vespidae).

3.2.7.3 Biologi Semut Hitam (Dolichoderus, sp.) dan Pemanfaatannya

Siklus hidup semut hitam terbagi dalam empat fase, yaitu fase telur, larva, pupa, dan

dewasa. Lama perkembangan dari telur hingga dewasa rata-rata 30 – 40 hari (Bolton 1997).

Koloni semut hitam terdiri dari tiga kasta: semut pekerja, semut ratu, dan semut pejantan.

Setiap kasta memiliki bentuk tubuh dan tugas yang berbeda dari kasta lain. Semut pekerja

bertugas antara lain mencari makan, membangun sarang, menjaga koloni dari musuh, serta

menjaga larva dan semut ratu. Semua semut kasta pekerja berjenis kelamin betina dan

biasanya tidak dapat menghasilkan keturunan. Reproduksi terjadi setelah semut jantan

membuahi semut betina (Dejean 2000).

Populasi pekerja terus berkembang secara eksponensial dan luas sarang semakin

bertambah. Seringkali populasi koloni terlalu padat sehingga para pekerja mencari lokasi baru

di luar sarang untuk dijadikan sarang tambahan. Sarang tambahan ini disebut sarang satelit

guna mewadahi populasi koloni yang tidak tertampung di sarang utama tempat semut ratu

berada. Koloni semut dapat meninggalkan sarang sepenuhnya dan pindah ke lokasi lain, jika

sarang yang lama tidak dapat lagi mendukung populasi koloni, saat sumber daya sekitar telah

habis, terjadi perubahan lingkungan yang mengancam keselamatan koloni, atau jika muncul

gangguan seperti kerusakan akibat serangan pemangsa, maka semut akan membuat sarang

baru (Brown 2000).

Page 15: BAB III aw aw aw

Pada tanaman kakao, semut hitam mencari makan (foraging) di sekitar pertanaman

kakao dengan daya jelajah 10-15 m setiap hari/koloni. Sarang semut hitam terdapat pada

rongga di dalam kayu lapuk, celah di bawah batuan atau kayu, di antara kulit batang pohon,

di antara serasah, rongga di dalam ranting dan liang bekas sarang rayap atau kumbang (Ho

1994). Sumber makanan dapat diperoleh dari telur serangga lain yang terdapat di pohon

kakao dan embun madu yang dihasilkan oleh kutu putih C. hispidus (Hemiptera;

Pseudococcidae). Pemanfataan semut hitam sebagai agensia hayati di Malaysia telah dimulai

sejak tahun 1996. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa seekor semut hitam

dapat memangsa telur C. cramerella sebanyak 5 butir / hari dan kasta pekerja semut hitam di

lapangan memiliki perilaku membawa telur hama PBK ke sarangnya untuk dijadikan sebagai

sumber makanan (Ho & Khoo 1997). Keberadaan semut hitam yang berkeliaran pada

tanaman kakao juga dapat mengganggu imago hama PBK yang beristirahat pada siang hari

(Sulistyowati & Mufrihati 1999) dan mengganggunya pada saat meletakkan telur (Suparno

1990).

Di samping sebagai musuh alami hama PBK, semut hitam dapat berfungsi sebagai

pembawa Trichoderma sp. yang berperan sebagai agensia hayati terhadap penyakit busuk

buah kakao yang disebabkan oleh Phythophthora palmivora (See & Khoo 1996). Dengan

demikian semut hitam berperan ganda selain sebagai predator juga sebagai pembawa agensia

hayati. Potensi inilah yang menjadikan semut hitam dapat dijadikan sebagai agen pengendali

hayati pada tanaman kakao.

Pemanfaatan semut hitam untuk mengendalikan hama Helopelthis antonii pada

tanaman kakao di Indonesia telah dilakukan pada masa penjajahan Belanda pada tahun 1930-

1940. Pada masa itu semut hitam telah dikomersilkan kepada petani (Rauf 2007). Petani

kakao di Kecamatan Labuhan Ratu Lampung Timur telah memasang daun kelapa atau daun

kakao kering yang diikatkan pada bagian batang. Kemudian, pada daun kering tersebut

diletakkan sarang semut. Pada pohon kakao yang terdapat sarang semut serangan hama PBK

lebih rendah dan petani dapat menghemat biaya pembelian bahan kimia sebesar Rp 500

ribu/ha dalam satu tahun (Radar Lampung 2004).

Pemanfaatan semut hitam telah dilakukan di Sulawesi Tengah dengan dukungan Balai

Karantina Tumbuhan dan penyuluh setempat dengan melakukan sosialisasi kepada petani

dalam pemanfaatan semut hitam untuk pengendalian hama PBK. Sosialisasi dilakukan karena

sebagian besar penduduk Sulawesi Tengah mengusahakan tanaman kakao (Badan Karantina

Tumbuhan 2006).

Page 16: BAB III aw aw aw

3.2.7.4 Biologi Semut Rangrang (Oecophylla smaradigna) dan Pemanfaatannya

Siklus hidup semut rangrang terbagi dalam empat fase yaitu telur, larva, pupa, semut

dewasa. Telur berbentuk elips dengan ukuran 0.5 mm x 1 mm. Larva berwarna putih, tidak

memiliki tungkai dan sayap. Ratu meletakkan telur dalam sarang, telur kemudian menetas

menjadi larva. Selama perkembangannya, larva mengalami beberapa kali ganti kulit

kemudian akan berkembang menjadi pupa selanjutnya pupa akan menjadi semut dewasa

(Holldobber & Wilson 1999). Semut rangrang hidup dalam kelompok sosial, pekerjaan

dibagi sesuai dengan tipe individunya (kastanya). Dengan kerjasama dan organiasi yang baik

serta disiplin, mereka dapat melakukan banyak hal. Dalam satu koloni terdapat beberapa tipe

individu yaitu: ratu semut, semut jantan, semut pekerja dan semut prajurit (Van Mele & Cuc

2004). Sarang semut rangrang dibuat secara bersama. Semut pekerja bertugas untuk menarik

daun sementara semut lainnya merajut daun dari dalam dengan bantuan larva yang

menghasilkan benang sutera. (Holldobler & Wilson 1999).

Jumlah semut dalam satu sarang bervariasi, rata-rata antara 4000 sampai 6000

individu, dan dalam satu koloni terdapat sekitar 500.000 semut dewasa. Sekumpulan semut

yang hidup dalam satu kelompok dengan pola hidup sosial disebut koloni. Koloni semut

merupakan keluarga besar dengan beberapa sarang dan individu yang saling mengenal dan

bekerja sama secara erat pada suatu daerah tertentu. Banyaknya sarang yang ditemukan

dalam satu koloni dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya ketersediaan makanan dan

tingkat gangguan yang terjadi. Satu koloni dapat mencapai 100 sarang. Sarang-sarang

tersebut dapat tersebar pada lebih dari 15 pohon, atau pada luasan lebih dari 1000 m2(Van

Mele 2000).

Semut rangrang mempunyai beberapa sifat dalam mencari makan/mangsa, antara lain:

(a) pemberani, semut rangrang berani menyerang organisme lain yang mengganggu

meskipun ukuran tubuhnya lebih besar dari mereka (b) agresif, semut rangrang dapat

melintas untuk mencari makan sepanjang hari. (c) disiplin, apabila ada suatu aktifitas yang

harus dilakukan secara berkelompok, maka semua akan berperan serta dalam aktifitas

tersebut, dan tak seekor semut pun yang meninggalkan kelompoknya. (d) cerdas, kelompok

semut rangrang membangun sistem komunikasi di antara mereka dengan mengeluarkan

feromon. Dalam waktu singkat semua anggota kelompok dapat mengetahui apabila terjadi

sesuatu dalam kelompoknya dan mereka akan langsung melakukan pembagian tugas apa

yang harus dilakukan (Van Mele & Cuc 2004).

Manfaat semut rangrang telah dikenal di banyak negara seperti di China, Vietnam dan

Malaysia, karena kemampuannya dalam mengganggu, menghalangi atau memangsa berbagai

Page 17: BAB III aw aw aw

jenis hama seperti kepik hijau, ulat pemakan daun dan imago serangga yang bersembunyi di

daun. Di samping itu semut rangrang dapat mengendalikan sebagian besar hama pada

tanaman jeruk, mete dan kakao dari serangan hama kepik dan penggerek buah (Van Mele &

Cuc 2004). Di Malaysia penggunaan semut rangrang spesies Oecophylla longinoda dan

Oecophylla smaradigna (Hymenoptera : Formicidae) dilaporkan dapat memangsa jenis-jenis

hama Helopeltis theobromae (Hemiptera : Miridae), Amblypelta theobromae (Hemiptera :

Coreidae), Distantiella theobromae (Hemiptera : Miridae) dan Panthorytes sp. (Coloeptera :

Curculionidae ) (Way & Khoo 1992)

Nutrisi Predator

Secara umum predator memiliki mangsa yang berbeda dari segi taksa, ukuran dan

kelas. Masing-masing predator memerlukan mangsa dengan nutrisi yang berbeda sesuai

dengan kebutuhan untuk perkembangbiakannya. Perbedaan kualitas dan kuantitas mangsa

mempengaruhi kebugaran predator. Mangsa yang berkualitas bagi predator adalah yang

memiliki komposisi nutrisi dan unsur penting (energi, nutrisi, dan toksin) yang mirip satu

sama lain sehingga dapat dijadikan sebagai kisaran mangsanya. Kesesuaian mangsa dapat

dievaluasi dengan cara mempelajari pertumbuhan, perkembangan, daya tahan, dan fekunditas

predator (Dicson 2003).

Dipandang dari segi kualitas, makanan untuk predator dikategorikan menjadi nutrisi

essensial dan nutrisi altematif. Nutrisi essensial adalah sumber makanan yang mengandung

nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan organisme pradewasa dan

reproduksi imago sedangkan nutrisi altematif adalah sumber makanan yang mengandung

nutrisi yang hanya dapat menyokong atau bertahan suatu organisme. Nutrisi yang dibutuhkan

serangga menurut (Chapman 2000) yaitu:

1. Asam amino: tersedia dalam bentuk protein dan secara struktur membentuk

enzim, setiap serangga membutuhkan kadar protein yang berbeda. Enzim

berfungsi sebagai media transport dan penyimpanan dan sebagai molekul reseptor.

Sebagai contoh, Tyrosine penting untuk serangga dalam proses sklerotisasi.

2. Karbohidrat: tidak termasuk ke dalam kategori essensial untuk serangga pada

umumnya, lebih umum diperlukan sebagai sumber energi. Karbohidrat dapat

disintesis dari asam amino.

3. Lipid: Penting untuk sumber energi dan pembentukan membran serta hormon

sintesis, pada serangga umumnya lemak disintesis dari protein dan karbohidrat.

Sebagai eontoh hormon ganti kulit, Ecdysone disintesis dari sterol. Kolesterol

penting untuk perkembangan dan menghasilkan fekunditas yang tinggi.

Page 18: BAB III aw aw aw

4. Vitamin : dibutuhkan untuk mendukung berjalannya fungsi tubuh, vitamin juga

dibutuhkan untuk membentuk jaringan tubuh. Sebagai contoh β-arotene

(provitamin A) berguna sebagai komponen pigmen penglihatan,α-tocopherol

(Vitamin E) penting untuk reproduksi, fertilitas dan perkembangan embrio.

5. Mineral : dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tetapi dibutuhkan

dalam jumlah sedikit.

6. Purines dan pyrimidines: DNA dan RNA adalah molekul yang membawa dan

memediasi kode genetik.

7. Air: penting untuk serangga secara umum.

Semut hitam memakan sekresi gula kutu daun dan telur serangga lain. Sekresi gula

berupa embun madu ini adalah sumber karbohidrat bagi semut. Antara semut dan kutu daun

tersebut seringkali terbentuk simbiosis saling menguntungkan karena semut memberikan

perlindungan, sementara kutu daun memberikan sekresi embun madu (Way & Khoo 1992).

Semut hitam dapat dipelihara pada pohon kakao dengan memakai daun kelapa dan

gula merah dalam sepotong bambu. Metode ini juga dapat dipakai untuk memindahkan

kelompok semut dari pohon ke pohon. Setelah semut menempati bambu tersebut, bambu

dipindahkan ke pohon baru (Hindayana et al. 2002). Makanan semut sangat beragam, namun

dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu protein dan gula. Tidak seperti

semut lainnya, semut rangrang lebih menyukai protein daripada gula. Protein dapat

ditemukan pada daging, ikan, ayam dan serangga. Semut rangrang aktif mencari makanan

dan membawanya ke dalam sarang untuk seluruh anggota sarang tersebut. Perilaku mencari

makan (foraging behaviour) semut rangrang dilakukan dengan memangsa berbagai jenis

hama, misalnya ngengat yang aktif pada malam hari maupun yang bersembunyi di bawah

daun pada siang hari. Selain butuh protein, semut rangrang memerlukan makanan tambahan

berupa gula. Untuk mendapatkan gula, semut rangrang lebih suka mengisap cairan tanaman

atau nektar. Pada saat membangun sarang, semut rangrang mencari daun-daun muda yang

dihuni oleh serangga penghasil embun madu dan memasukkannya ke dalam sarang. Semut

rangrang mendapatkan gula dari serangga penghasil embun madu tetapi jika jumlah gula

yang dihasilkan oleh serangga ini lebih besar dari kebutuhan koloninya, maka semut akan

membunuh serangga tersebut (Van Mele & Cuc 2004).

Pengembangbiakan semut rangrang pernah dilakukan pada sentra perkebunan kakao

di Sulawesi Selatan oleh La Daha (2007) yaitu dengan memanfaatkan jeroan dari usus ayam.

Jeroan diletakkan pada bagian tengah pohon kakao tergantung pada tinggi tanaman agar

Page 19: BAB III aw aw aw

aktivitas semut rangrang dapat diamati dengan mudah. Populasi semut yang berkembang

pada pohon kakao dapat menurunkan serangan hama PBK

3.2.7.5 Waktu dan tempat Pelaksanaan Kegiatan :

Selasa - Rabu, 23- 24 Juli 2013 pada pukul 10.00 WITA - selesai, di kebun Pak

Sadiki, Dusun Busur, Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok

Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

3.2.7.6 Alat dan Bahan :

Alat :

1. Pisau

2. Gunting

3. Tali rafia

Bahan :

1. Daun kakao yang kering

3.2.7.7 Cara Kerja

1. Mengambil dedaunan kakao yang kering disekitar tanaman

2. Membentuk dedaunan tersebut seperti pipa paralon yang memiliki lubang di

kedua sisi

3. Mengikat hasil bentukan tersebut dengan tali rafia

4. Lalu mengikat bahan yang sudah terbentuk ke pohon kakaonya

3.2.7.8 Pembahasan :

Pengaplikasian pembuatan sarang semut ini masih baru pertama kali dilakukan kebun

kakao tersebut dan hasil nya belum dapat terlihat jelas. Kondisi tanaman kakao yang sudah

diaplikasikan sarang semut ini memang sudah hampir 60 % terserang hama PBK yang

mengakibatkan banyaknya kerugian yang dialami petani di dusun tersebut. Sebelumnya tidak

ada kegiatan pengendalian baik secara kimia maupun alami baik pemangkasan, sanitasi,

pemangkasan dan juga sarungisasi sehingga keberadaan hama PBK cepat berkembang. Selain

itu penambahan gula pada sarang bisa di lakukan agar dapat mengundang semut dalam

pembentukan sarang.

Adapun Standar Operasional Pengendalian PBK menurutPusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia (2010) adalah sebagai berikut :

Page 20: BAB III aw aw aw

1. Kultur teknis

Pangkasan kakao bertujuan meningkatkan pembungaan dan pembuahan,

memperbaiki aerasi kebun dan mempermudah manajemen tanaman. Pangkasan

produksi sekaligus kontrol tinggi tajuk tanaman dilakukan dua kali setahun yakni

pada akhir kemarau menjelang awal hujan (Oktober/ November) dan akhir musim

hujan (Maret/April). Target cabang yang dipangkas adalah yang tingginya >4m.

Pangkasan pemeliharaan dilakukan bulan Januari/Februari, dan Juli/Agustus.

Wiwilan(pembuangan tunas air) dilakukan sebulan sekali atau dua kali tergantung

pada laju tumbuhnya. Pemupukan kakao bertujuan untuk meningkatkan kesehatan

tanaman dan produksi buah. Dengan hasil buah yang banyak diharapkan terjadi

penurunan intensitas serangan dan tingkat kerusakan biji karena efek “pengenceran”.

Pupuk organik dan anorganik dapat digunakan, dengan dosis yang didasarkan pada

hasil analisis tanah dan daun kakao. Pohon penaung kakao berfungsi sebagai

penyangga (buffer) faktor-faktor lingkungan yang kurang mendukung pertumbuhan

dan produksi kakao. Makin marginal areal, maka populasi dan fungsi pohon penaung

semakin besar. Apabila digunakan lamtoro atau Gliricidia, maka pada awal musim

hujan sekitar 50% populasinya secara selang-seling dilakukan topping pada batas 1 m

di atas tajuk kakao. Populasi 50% sisanya dilakukan topping pada tahun berikutnya.

Percabangan selanjutnya perlu diatur agar tanaman kakao memperoleh sekitar 80%

penyinaran langsung.

2. Panen sering, dilakukan terhadap buah masak, masak fisiologis, dan buah terserang

PBK. Interval panen 5-7 hari. Buah langsung dibelah dan diambil bijinya pada hari

yang sama.

3. Sanitasi, yaitu melakukan pembenaman kulit buah dan plasenta dengan kedalaman

sekitar 20 cm dari permukaan tanah. Pemanen mengumpulkan buah yang dipanen

pada TPH (Tempat Pengumpulan Hasil). Jumlah TPH dan lubang sanitasi tergantung

pada volume panen. Sebagai patokan, setiap 2-4 ha areal kakao diperlukan satu TPH

dengan satu lubang sanitasi. Lubang segera ditutup tanah apabila kegiatan

pemecahan buah telah selesai. Pada jadwal panen berikutnya, dibuat lubang sanitasi

yang baru. Jika kesulitan melakukan pembenaman, kulit buah kakao dapat dicacah

untuk dijadikan kompos atau pakan ternak. Pencacahan kulit buah kakao

menggunakan alat pencacah (Shreader) yang dikembangkan olek Pusat Penelitian

Kopi dan Kakao Indonesia, merupakan teknologi pengendalian PBK yang prospektif

untuk dikembangkan. Teknologi ini digunakan untuk mengantisipasi kegiatan

Page 21: BAB III aw aw aw

sanitasi atau pembenaman kulit buah yang sulit dilakukan pada musim panen raya.

Pencacahan kulit buah selain dapat membunuh larva PBK, hasil cacahannya dapat

digunakan sebagai sumber bahan organik dan sebagai pakan ternak yang mempunyai

nilai gizi tinggi setelah melalui proses pengomposan .

4. Penyemprotan Insektisida

Penyemprotan insektisida dilakukan terutama jika serangan PBK dengan

kriteria berat sudah mencapai 30%.Penyemprotan dilakukan pada saat buah kakao

sebagian besar berumur 3 bulan atau berukuran panjang antara 8 -10 cm.

Penyemprotan tidak efektif jika dilakukan terhadap buah dewasa (panjang >12cm).

Sasaran penyemprotan adalah buah-buah kakao tempat imago PBK bertelur dan

cabang-cabang horizontal tempat beristirahatnya imago PBK. Insektisida yang

digunakan dari golongan piretroid sintetik dan dianjurkan yang sudah diuji

keefektifannya. Konsentrasi formulasi yang digunakan berkisar antara 0,06% – 0,1%

atau sesuai anjuran pada kemasan pestisida, dengan menggunakan alat semprot

knapsack sprayer, volume semprot 250 ml/pohon atau 250 l per hektar.

5. Penyarungan Buah

Penyarungan buah dilakukan pada buah umur 3 bulan yang diperkirakan

panjang antara 8-10 cm, menggunakan kantong plastik lebar 15 cm, panjang 28 cm,

tebal 0,2 mm; atau dapat juga menggunakan bahan lainnya seperti koran bekas, kertas

semen, dll. Penyarungan kantong plastik dapat dilakukan menggunakan alat yang

terbuat dari bambu atau pipa paralon (PVC) berdiameter 1,5 “ (5 cm).

Penyarungan dilakukan terhadap semua pentil kakao pada musim pembuahan

rendah, yaitu 3 bulan sebelum saat panen rendah. Pada periode panen raya,

penyarungan buah dilakukan sesuai keinginan petani berapa produksi yang

dikehendaki. Setiap daerah perlu menyesuaikan dengan pola panen di daerah

tersebut, misalnya di Jawa saat penyarungan yang tepat adalah bulan Oktober-

November, di Sumatera antara bulan Februari-Maret.

STRATEGI JANGKA PANJANG

Strategi pengendalian PBK jangka panjang adalah penggunaan bahan tanam tahan,

pemanfaatan agens hayati, dan penerapan teknologi pengendalian lainnya. Strategi ini

merupakan program utama penelitian yang saat ini sedang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Kopi dan Kakao Indonesia. Hasil seleksi bahan tanam tahan PBK di Sumatera Utara telah

diperoleh satu klon harapan tahan PBK yakni KW 514, sementara hasil seleksi di Ladongi,

Page 22: BAB III aw aw aw

Sulawesi Tenggara didapatkan dua klon harapan tahan, yaitu ARDACIAR 25 dan

ARDACIAR 10. Klon-klon tersebut saat ini sedang diuji multilokasi di beberapa daerah

endemik PBK. Berdasarkan pengamatan komponen dayahasil dan mutu hasil, KW 514

memiliki potensi keunggulan sifat daya hasil dan mutu hasil, yaitu menghasilkan jumlah buah

rata-rata mencapai 72 buah atau setara 3,88 kg biji kering/thn dengan berat kering 1,10g/biji,

dan jumlah biji per buah 49 biji.

3.2.7.9 Kesimpulan dan Saran

Secara umum petani di Dusun Busur, Desa Rempek, Kecamatan Gangga, Kabupaten

Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat belum melakukan praktek budidaya kakao

seperti pemangkasan, panen sering, sanitasi sehingga perkembangan hama PBK berkembang

secara pesat.

Dimasa yang akan datang pelatihan dan demplot pemanfaatan musuh alami sebagai

salah satu komponen PHT dalam mengendalikan hama PBK perlu diadakan baik pada

pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat.

3.2.8 Teknik Pembuatan Rorak, Pemupukan dan Pemangkasan Pada Tanaman

Kakao (Theobroma cacao L.) di Dusun Busur, Desa Rempek, Kecamatan

Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat ( Binaan

BPTP NTB bekerjasama dengan Kelompok Tani “Lestari”)

3.2.8.1 Pendahuluan

Pembangunan pertanian yang berwawasan lingkungan adalah merupakan upaya dasar

dan berencana menggunakan dan mengelola sumberdaya secara arif dan bijaksana untuk

meningkatkan hasil produksi sekaligus menjaga lahan dan air.

Usahatani tanaman kakao pada lahan berlerang perlu adanya upaya pembuatan rorak dalam

menanggulangi bahaya erosi dan memanfaatkan rorak sebagai media penampungan bahan

organic seperti seresah, kulit buah kakao dan yang lain yang diharapkan menjadi sumber

pupuk organik yang murah dalam menghadapi mahalnya pupuk konvensional, baik pupuk

organic maupun anorganik buatan pabrik. Rorak dianjurkan dibuat pada lahan berkemiringan

antara 3 % sampai dengan 30 %.

Pemupukan bertujuan menambah unsur-unsur hara tertentu di dalam tanah yang tidak

mencukupi kebutuhan tanaman tersebut. Pemupukan tanman kakao harus diberikan secara

efisien. Efisiensi pemupukan adalah perbandingan jumlah pupuk yang diberikan dengan

Page 23: BAB III aw aw aw

jumlah pupuk yang diserap oleh tanaman. Namun, umumnya efisiensi pemupukan pada

kakao tergolong rendah. Pupuk yang biasanya digunakan dalam pemupukan tanaman kakao

adalah pupuk urea atau ZA sebagai sumber N, pupuk TSP sebagai sumber P, dan pupuk KCl

sebagai sumber K. Selain pupuk buatan, pada tanaman kakao juga diberikan tambahan pupuk

organik berupa pupuk kandang atau kompos. Meskipun tanaman membutuhkan asupan

tambahan berupa pupuk buatan ataupun pupuk organic, pemberian pupuk harus tetap

memperhatikan petunjuk dan dosis yang dianjurkan.

Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting untuk dilakukan,

terutama dalam mengatur iklim mikro yang tepat bagi pertumbuhan bunga dan buah atau

untuk mengatur jumlah dan sebaran daun. Berbeda dengan komoditas pada umumnya, kakao

merupakan komoditas yang perawatannya memerlukan pemangkasan. Tanaman kakao yang

dipangkas dengan benar biasanya semuanya berbuah dan buahnya tersebar mulai dari

permukaan tanah sampai ke cabang-¬cabang yang tinggi. Pemangkasan juga agar tanaman

terjaga kelembabannya sehingga tak mudah terserang hama dan penyakit.

Pemangkasan yang dilakukan pada tanaman kakao ada 3 (tiga) macam, yaitu

pemangkasan bentuk; pemangkasan pemeliharaan; dan pemangkasan produksi.

3.2.8.2 Tinjauan Pustaka

Rorak merupakan saluran buntu atau bangunan berupa got dengan ukuran tertentu

yang dibuat pada bidang olah teras dan sejajar garis kontur yang berfungsi untuk menjebak/

menangkap aliran permukaan dan tanah yang tererosi serta dapat bermanfaat sebagai media

penampungan bahan organik, sebagai sumber hara bagi tanaman di sekitarnya. Sebagian

besar pemanfaatan rorak untuk membuat pupuk kompos belum dilakuan petani kakao di

daearah penelian (83,33%), padahal pembuatan rorak ini cukup penting dan merupakan salah

satu praktek baku kebun yang betujuan untuk mengelola lahan, bahan organik serta tindakan

konservasi tanah dan air di lahan perkebunan kakao. Pada lahan miring pembuatan rorak juga

bisa mengurangi resiko erosi karena dapat mengurangi aliran permukaan yang menyebabkan

erosi. Elna, et al. (2010) menjelaskan bahwa rorak merupakan lubang yang dengan sengaja

dibuat untuk membenamkan/mengubur bahan organik dari tanaman seperti serasa dan kulit

buah hasil panen yang ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Ketika hujan deras,

rorak dapat berfungsi sebagai lubang drainase untuk mempercepat penyusutan air hujan yang

menggenang di atas permukaan tanah.Air yang menggenang dapat mengganggu pertumbuhan

tanaman. Stagnasi airdapat berakibat fatal pada pertanaman kakao. Biasanya saluran drainase

dibuat dipinggir blok kebun. Di blok kebun yang terlalu luas, air yang menggenang di

Page 24: BAB III aw aw aw

atashamparan lahan pertanaman membutuhkan waktu cukup lama untuk keluarmelalui

saluran drainase ini. Karena itu, rorak yang dibuat di sekitar pertanamandapat membantu

mempercepat keluarnya air dari hamparan pertanaman,khususnya di lahan yang tekstur

tanahnya berat dan beriklim sangat basah dengancurah hujan bulanan relatif tinggi.

Pemupukan tanaman kakao merupakan salah satu kegiatan budidaya yang sangat

penting dalam meningkatkan produksi buah kakao.  Hal ini disebabkan sebagian besar lahan

pertanaman kakao di Kalimantan Barat memiliki kesuburan lahan yang sangat beragam dan

umumnya tergolong lahan yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang sangat rendah sampai

sedang. Selanjutnya berdasarkan hasil survei kesuburan tanah menunjukkan bahwa sebagian

besar lahan pertanaman kakao di Kabupaten Sanggau memiliki status bahan organik yang

sangat rendah. Selain itu penanaman tanaman kakao yang dilakukan oleh masyarakat

seringkali mengabaikan pertimbangan konservasi lahan akibatnya proses kehilangan

kesuburan tanah semakin meningkat setiap tahunnya. Dengan demikian salah satu usaha

untuk mengatasi masalah tersebut adalah pentingnya memperbaiki tingkat kesuburan lahan

melalui penambahan unsur hara lewat pemupukan. Masalahnya adalah rujukan pemupukan

yang tersedia selama ini masih sangat umum, padahal kondisi di lapangan sangat bervariasi

utamanya ditinjau dari aspek kesuburan lahan.  Belum lagi aspek-aspek lainnya seperti

kondisi iklim dan tingkat pengelolaan serta aspek sosial ekonomi. (Ir. Azri, MSi.)

Pemupukan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budidaya kakao. Akibat

pemupukan yang tidak tepat, lahan-lahan kakao banyak mengalami kemunduran, terutama

dalam hal kualitasnya. Kemunduran kualitas lahan tersebut antara lain karena berkurangnya

unsur hara di dalam tanah kerusakan fisik dan biologis, serta menipisnya ketebalan tanah

( Priyanto dan Abddoelah, 2008). Pemupukan bertujuan memberikan unsur-unsur hara ke

dalam tanah yang tidak mencukupi bagi kebutuhan tanaman yang diusahakan. Hasil yang

maksimal dari suatu pemupukan akan diperoleh jika dilakukan dengan tepat meliputi dosis,

jenis pupuk, waktu dan cara pemberiannya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004).

Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam

pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunas-tunas liar seperti cabang-cabang

yang tidak produktif, cabang sakit, cabang kering, dan cabang overlapping terutama dalam

hal mengatur iklim mikro yang tepat bagi pertumbuhan bunga dan buah atau untuk mengatur

jumlah dan sebaran daun (Prawoto, 2008) sehingga tanaman kakao dapat memiliki kondisi

yang baik untuk pertumbuhannya. Jenis pemangkasan untuk tanaman kakao terbagi menjadi

tiga yaitu pemangkasan bentuk, pemeliharaan, dan produksi. Pemangkasan bentuk dilakukan

untuk membentuk kerangka tanaman yang baik. Pemangkasan pemeliharaan bertujuan untuk

Page 25: BAB III aw aw aw

memelihara tanaman kakao agar pertumbuhannya dapat bertahan dengan baik dan sehat,

sedangkan pemangkasan produksi untuk memaksimalkan produktivitas tanaman. Tanaman

kakao di Kebun Rumpun Sari Antan I adalah tanaman yang telah menghasilkan sehingga

kegiatan pemangkasan yang masih dilakukan setiap tahunnya adalah pemangkasan

pemeliharaan dan pemangkasan produksi.

3.2.8.3 Waktu dan tempat Pelaksanaan Kegiatan :

Selasa – Kamis, 23 – 25 Juli 2013 di kebun Pak Sadiki, Dusun Busur, Desa Rempek,

Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

3.2.8.4 Alat dan Bahan :

Alat :

1. Cangkul

2. Meteran

3. Gergaji Pangkas

4. Gunting pangkas

5. Pisau

6. Ember

7. Timbangan

8. Mangkok ukur

Bahan :

1. Pupuk NPK-Phonska

2. Mikroba (EM4)

3. Dedaunan

3.2.8.5 Cara Kerja :

a. Pembuatan Rorak

1. Bersihkan lahan dari semak dan gulma. 

2. Tentukan letak rorak yang akan dibuat sesuai ajir yang telah dipasang.

3. Ukur panjang, lebar rorak sesuai dengan keadaan lahan dan tanaman supaya tidak

menganggu pertumbuhan tanaman biasanya panjang 1 m sampai 5 m, lebar 0.3 m

membentuk huruf U.

Page 26: BAB III aw aw aw

4. Gali rorak dengan kedalaman 0.3 m sampai 0.5 m dan tanah galian di atur

membentuk bedengan dengan ketinggian 0.2 m dan lebar 0.3 m membentuk huruf

U.

5. Ulangi cara pembuatan rorak tersebut pada tempat lain sesuai ajir yang telah di

pasang.

6. Jarak vertical rorak satu dengan kedua antara 10 m sampai 15 m.

7. Lakukan perawatan berkala supaya rorak tetap berfungsi sebagaimana mestinya.

Untuk tetap menjaga kesuburan tanah, tanah perlu di pupuk dan salah satu yang

murah dan mudah di laksanakan oleh petani adalah dengan mengembalikan kulit buah kakao

ke dalam rorak dengan cara:

1. masukan kulit buah kakao setinggi 2/3  kedalaman rorak.

2. Campur EM4 dan air sesuai dosis, dan siramkan pada kulit buah kakao di dalam

rorak.

3. Tutup dengan plastik putih dalam tanah setebal 5 cm – 10 cm.

4. 4 mg- 6mg bahan organik tersebut jadi kompos .

b. Pemupukan Kakao

1. Hal yang pertama dilakukan adalah pembersihan gulma disekitar tajuk akar kakao.

2. Membentuk galian melingkar disekitar tajuk kakao

3. menebarkan pupuk NPK mengelilingi tanaman

4. Dosis pertanaman diberi 400 gram pupuk NPK

5. Menutup kembali pupuk yang sudah ditaburkan dengan tanah.

c. Pemangkasan Pemeliharaan pada Kakao

Pemangkasan pemeliharan pada tanaman kakao bertujuan untuk mempertahankan

kerangka tanaman yang sudah terbentuk baik, mengatur penyebaran daun produktif,

merangsang pembentukan daun baru, bunga dan buah, serta terhindar dari hama dan

penyakit. Pemangkasan dilakukan dengan mengurangi sebagian daun yang rimbun pada tajuk

tanaman dengan cara memotong ranting-ranting yang terlindung dan menaungi. Memotong

cabang yang ujungnya masuk ke dalam tajuk tanaman di dekatnya dan diameternya kurang

dari 2,5 cm. Mengurangi daun yang menggantung dan menghalangi aliran udara di dalam

kebun, sehingga cabang kembali terangkat. Pemangkasan ini dilakukan secara ringan di sela-

sela pemangkasan produksi dengan frekuensi 2-3 bulan. Juga dilakukan pemangkasan

terhadap tunas air (chupon). Pemangkasan tunas air atau juga disebut wiwilan bisa dilakukan

secara manual menggunakan tangan.

Page 27: BAB III aw aw aw

3.2.8.6 Pembahasan :

Berdasarkan hasil yang didapat bahwa pembuatan rorak yang langsung berukuran

besar kurang efektif karena mengambil tempat yang begitu luas, rorak sebaiknya di buat

berukuran kecil saja dan berada diantara 2 pohon kakao, karena menurut Pusat penelitian

Kopi dan Kakao Indonesia (2006) Rorak yang umum dibuat di perkebunan kakao berukuran

panjang 100 cm, lebar 30 cm, dan kedalaman 30 cm. Jika volume bahan organik yang

tersedia cukup besar ukuran rorak dapat diperbesar. Rorak dibuat pada jarak 75 – 100 cm dari

pokok tanaman tergantung dari lebar teras yang tersedia di areal pertanaman. Pemanfaatan

rorak dapat dikaitkan dengan pengelolaan sumber bahan organik di lingkungan perkebunan,

seperti daun penaung, kulit kakao, dan tanaman penutup tanah. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan kompos daun penaung, kulit kakao, dan limbah pertanian berpengaruh baik

terhadap tanaman kakao dan dapat meningkatkan produksi tanaman.

Dalam teknik budidaya kako salah satu tahap untuk tetap menjaga pertumbuhan serta

menunjang produktivitas salah satunya adalah dengan pemupukan. Pemupukan adalah adalah

aplikasi atau pemberian unsure hara yang diperlukan oleh tanaman. Tujuan utama dari

pemupukan menyuplai unsure hara yang dibutuhkan tanaman agar tetap tersedia ditanah.

Pemupukan dilakukan karena adanya pengangkutan hasil sehingga unsure hara yang

seharusnya terdapat didalam tanah terbawa sehingga jika hal itu terjadi terus menurus tanpa

adanya input dari luar maka tanah tersebut akan menjadi miskin unsure hara. Pada praktek

kemarin di kebun percobaan di KLU kami mendapat informasi bahwa petani kakao disana

belum pernah melakukan pemupukan, hal tersebut yang akan membuat kandungan unsure

hara dikebun akan berkurang maka dari itu haruslah dilakukan pemupukan agar unsure hara

tetap tersedia bagi tanaman.

Pemupukan biasanya dilakukan pada awal musim hujan dan akhir musim hujan.

Kegiatan pemupukan pada awal musim hujan dan akhir musim hujan bertujuan agar pupuk

yang diberikan dapat langsung terlarut sehingga dapat langsung digunakan oleh tanaman.

Pada praktik kemarin dikebun milik petani di KLU kami mengaplikasikan pupuk anorganik

NPKS (10:15:10:10). Penggunaan pupuk anorganik dapat meningkatkan produktivitas

tanaman akan tetapi jika penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus dapat merusak

sifat fisik,kimia dan biologi tanah.

Salah satu cara untuk menggurangi dampak negative dari penggunaan pupuk

anorganik adalah dengan pemberian bahan amelioran yang dapat mengembalikan kesehatan

tanah baik dari sifat fisik,kimia serta biologi tanah. Selain pemupukan pemeliharaan yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan, dan perkembangan kakao adalah pemangkasan. Dalam

Page 28: BAB III aw aw aw

budidaya kakao pemangkasan ada 3 yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi dan

pemangkasan pemeliharaan. Pemangkasan yang kami lakukan di kebun binaan BPTP NTB

adalah pemangkasan pemeliharaan. Pemangkasan pemeliharaan bertujuan mengurangi

pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dengan cara menghilangkan tunas air (wiwilan) pada

batang pokok atau cabangnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap terbentuknya hasil yang

lebih banyak karena telah memfokuskan energy terhadap pembentukan buah kakao.

3.2.8.7 Kesimpulan dan saran

Pembentukan rorak, pemupukan dan pemangkasan dalam budidaya tanaman

kakao memang memiliki peranan yang penting dalam menunjang pertumbuhan dan

perkembangan kakao. Sarannya sebaiknya pembuatan rorak dan pemangkasan harus

lah dilakukan secara efektif dan efisien begitu juga pemupukan agar dapat

menguntungkan dan mengurangi dtang nya hama penyakit tanaman.

Gambar 14 Kegiatan Pemupukan, Pemangkasan, dan Pembuatan rorak (Sumber: Koleksi Pribadi)

Page 29: BAB III aw aw aw

Gambar 12 Kegiatan Pembuatan Tunas Samping di Kebun Percobaan BPTP NTB Lombok Utara

Page 30: BAB III aw aw aw