28
28 LOGIKA PROPOSISI 3.1 Proposisi Proposisi adalah suatu pernyataan yang bernilai benar atau salah, tetapi tidak dapat sekaligus keduanya. Kebenaran atau kesalahan dari sebuah kalimat disebut nilai kebenarannya. Logika yang menangani atau memproses atau memanipulasi penarikan kesimpulan secara logis dari proposisi-proposisi disebut logika proposisional. Contoh 3.1-1 : 1. Bali memiliki sebutan pulau dewata (Benar). 2. 2+2=4 (Benar). 3. Semua mahasiswa Manajemen Informatika berparas cantik (Salah). 4. 4 adalah bilangan prima (Salah). 5. 5 x 12 = 90 (Salah). Ada proposisi-proposisi yang disebut tautologi yaitu proposisi-proposisi yang nilainya selalu benar. Untuk mengenali suatu proposisi, dapat dibantu dengan jawaban jika ada pertanyaan “Apakah nilainya benar atau salah?” Pernyataan yang tidak tergolong proposisi adalah, jika pernyataan berupa kalimat perintah dan kalimat pertanyaan pernyataan yang tidak memiliki nilai benar atau salah pernyataan berbentuk kalimat terbuka. Contoh 3.1-2 : Komang, bersihkan lantai ini ! (kalimat perintah) Anda mahasiswa jurusan apa ? (kalimat tanya) x + 5 = 7. (kalimat terbuka) Angka 13 adalah angka keramat (kalimat yang tidak memiliki nilai benar atau salah)

BAB III. LOGIKA PROPOSISI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

28

LOGIKA PROPOSISI

3.1 Proposisi

Proposisi adalah suatu pernyataan yang bernilai benar atau salah, tetapi tidak dapat

sekaligus keduanya. Kebenaran atau kesalahan dari sebuah kalimat disebut nilai

kebenarannya. Logika yang menangani atau memproses atau memanipulasi penarikan

kesimpulan secara logis dari proposisi-proposisi disebut logika proposisional.

Contoh 3.1-1 :

1. Bali memiliki sebutan pulau dewata (Benar).

2. 2 + 2 = 4 (Benar).

3. Semua mahasiswa Manajemen Informatika berparas cantik (Salah).

4. 4 adalah bilangan prima (Salah).

5. 5 x 12 = 90 (Salah).

Ada proposisi-proposisi yang disebut tautologi yaitu proposisi-proposisi yang

nilainya selalu benar. Untuk mengenali suatu proposisi, dapat dibantu dengan

jawaban jika ada pertanyaan “Apakah nilainya benar atau salah?”

Pernyataan yang tidak tergolong proposisi adalah, jika

pernyataan berupa kalimat perintah dan kalimat pertanyaan

pernyataan yang tidak memiliki nilai benar atau salah

pernyataan berbentuk kalimat terbuka.

Contoh 3.1-2 :

Komang, bersihkan lantai ini ! (kalimat perintah)

Anda mahasiswa jurusan apa ? (kalimat tanya)

x + 5 = 7. (kalimat terbuka)

Angka 13 adalah angka keramat (kalimat yang tidak memiliki nilai benar atau

salah)

Page 2: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

29

Selain pernyataan yang menimbulkan banyak pendapat, serta kalimat perintah dan

kalimat tanya, suatu proposisi tidak boleh digantikan dengan proposisi lain yang

artinya sama. Lihat contoh berikut ini :

Contoh 3.1-3 :

Ayu pintar Ayu tidak bodoh

Pada pernyataan pertama dengan pernyataan kedua artinya sama, tetapi pada

proposisi, pemberian variabel proposisional harus berlainan karena proposisi tidak

diijinkan menafsir arti kalimat.

Contoh 3.1-4 :

A = Ayu pintar, maka “Tidak A” = Ayu tidak pintar.

B = Ayu bodoh, maka “Tidak B” = Ayu tidak bodoh.

Jadi tidak diperbolehkan mengganti “Tidak A” dengan B, walaupun arti kalimatnya

sama.

Proposisi-proposisi dapat digabung dan dimanipulasi sedemikian rupa dengan

berbagai cara sehingga membentuk proposisi yang rumit. Penggabungan tersebut

dilakukan dengan perangkai-perangkai sehingga disebut proposisi majemuk

(compound propositions). Proposisi majemuk sebenarnya terdiri dari banyak

proposisi atomik. Sedangkan proposisi atomik adalah proposisi yang tak dapat

dipecah-pecah menjadi beberapa proposisi lagi.

Contoh 3.1-5 :

Wayan sedang memasak dan Kadek sedang mencuci piring

Kalimat di atas merupakan proposisi majemuk yang terdiri dari 2 proposisi atomik

yang dirangkai dengan perangkai “dan”. Jika kalimat tersebut dipisah, akan menjadi

dua kalimat berikut :

Wayan sedang memasak

Kadek sedang mencuci piring

3.2 Pemberian Nilai pada Proposisi

Huruf A, B, C, dan seterusnya digunakan untuk menggantikan proposisi dan

disebut variabel-variabel proposisional (variabel logika), dan hanya memiliki nilai

benar (True = T) atau salah (False = F). Jadi, pemberian nilai pada variabel-variabel

proposisional, hanya ada T dan atau F. Simbul berupa huruf T dan F disebut

Page 3: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

30

konstanta-konstanta proposisional. Tentunya di sini tidak memakai B (benar) dan S

(salah) karena akan mengacaukan antara variabel proposisional dengan konstanta

proposisional. Variabel proposisional dan konstanta proposisional adalah proposisi

atomik, atau proposisi yang tak bisa dipecah-pecah lagi.

Contoh 3.2-1 :

A atau B

A dan B

Tidak A

Setiap proposisi majemuk akan mempunyai nilai tertentu dengan aturan tertentu

pula berdasarkan nilai pada setiap variabel proposisional dan atau konstanta

proposisional. Pemberian nilai tersebut diberikan dari perangkai logika yang

digunakan.

Contoh 3.2-2 :

Berdasarkan contoh 3.2-1 di atas, jika nilai A = T dan B = F, maka “A atau B”

menghasilkan nilai T. Nilai-nilai A atau B, dapat ditentukan dengan tabel

kebenaran.

3.3 Perangkai Logika

Setiap perangkai pada logika memiliki nilai kebenarannya masing-masing sesuai

dengan jenis perangkai logika yang digunakan. Untuk mengetahui nilai kebenarannya,

digunakan aturan dengan memakai tabel kebenaran. Tabel kebenaran adalah suatu

tabel yang menunjukkan secara sistematis satu demi satu nilai-nilai kebenaran sebagai

hasil kombinasi dari proposisi-proposisi yang sederhana.

Perangkai-perangkai logika yang digunakan adalah

Tabel 3.3-1 Perangkai dan Simbolnya

Perangkai Simbol Bentuk

Tidak / Bukan (not)/Negasi ¬ Tidak …….

Dan (and) / konjungsi ……. dan ……

Atau (or) / disjungsi …… atau ……

Implikasi (if … then / implies) Jika … maka …

Ekuivalensi (if and only if) …. Jika dan hanya jika ….

Page 4: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

31

3.3.1 Negasi (Ingkaran, atau Penyangkalan)

Negasi (negation) digunakan untuk menggantikan perangkai “tidak (not)”.

Perhatikan pernyataan : “Sekarang hari hujan”. Ingkaran dari pernyataan tersebut :

"Sekarang hari tidak hujan”. Jika pernyataan semula bernilai benar maka ingkaran

pernyataan itu bernilai salah. Negasi dinotasikan dengan ¬.

Contoh 3.3-1 :

1. Jika p : Jakarta ibu kota RI (T)

maka ¬p : Tidak benar bahwa Jakarta ibu kota RI (F)

atau ¬p : Jakarta bukan ibu kota RI (F)

2. Jika q : Karisma mempunyai rambut keriting

maka ¬q : Tidak benar bahwa Karisma mempunyai rambut keriting

atau ¬q : Karisma tidak mempunyai rambut keriting

3. Jika r : 2 + 7 < 6 (F)

maka ¬r : Tidak benar bahwa 2 + 7 < 6 (T)

atau ¬r : 2 + 7 6 (T)

Membentuk ingkaran suatu pernyataan dapat dengan menambahkan kata-kata tidak

benar bahwa di depan pernyataan aslinya, atau jika mungkin dengan menambah bukan

atau tidak di dalam pernyataan itu. Berdasarkan definisi di atas, dapat dibuat Tabel

Kebenaran untuk ingkaran seperti berikut :

Tabel 3.3-2 Tabel kebenaran ¬

A ¬A ¬¬A

F T F

T F T

Negasi berarti hanya kebalikan dari nilai variabel proposisional yang dinegasikan.

Jika F menjadi T dan sebaliknya, atau negasi F adalah T. Perangkai ¬ disebut

perangkai unary atau monadic karena hanya dapat merangkai satu variabel

proposisional.

Page 5: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

32

Saat mengubah suatu pernyataan menjadi variabel proposisional, setiap pernyataan

harus memiliki subyek dan predikat masing-masing, dan arti dari kalimat tersebut tidak

dipermasalahkan.

Contoh 3.3-2 :

Dayu sabar atau Dayu pemarah

Contoh tersebut diubah menjadi variabel proposisional sehingga akan menjadi

A = Dayu sabar

B = Dayu pemarah

Bentuk ekspresi logikanya adalah (A B), tidak boleh ditafsirkan dan diganti

menjadi variabel proposisional seperti berikut :

A = Dayu sabar ¬A = Dayu pemarah

Atau disamakan menjadi (A ¬A). Hal ini tentu saja tidak benar karena hal ini

tidak boleh dilakukan dalam logika proposisional.

3.3.2 Konjungsi [ ]

Konjungsi (conjunction) adalah kata lain dari perangkai “dan (and)”. Perhatikan

kalimat :

Aku suka chatting dan membaca

Maka kalimat itu berarti :

1. Aku suka chatting

2. Aku suka membaca

Jika pernyataan semula bernilai benar maka sub pernyataan 1 dan 2 adalah benar. Jika

sub pernyataan 1 atau 2 adalah salah maka pernyataan semula bernilai salah, demikian

pula jika kedua sub pernyataan itu salah.

Contoh 3.3-3 :

1. Jika r : Kadek anak pandai, dan

s : Kadek anak cekatan.

maka r s : Kadek anak pandai dan cekatan

Pernyataan r s bernilai benar jika Kadek benar-benar anak pandai dan benar-

benar anak cekatan.

2. Jika p : 2 + 3 < 6 (T), dan

Page 6: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

33

q : Sang Saka bendera RI (T)

maka p q : 2 + 3 < 6 dan Sang Saka bendera RI (T)

Berdasarkan definisi di atas, dapat disusun tabel kebenaran untuk konjungsi seperti

berikut :

Tabel 3.3-3 Tabel kebenaran

A B A B

F F F

F T F

T F F

T T T

Perangkai atau operator disebut perangkai binary (binary logical connective )

karena ia merangkai dua variabel proposisional.

Contoh berikut menunjukkan tabel kebenaran dari perangkai untuk nilai konjungsi

yang lebih rumit.

Tabel 3.3-4 Tabel kebenaran yang rumit

A B C A B (A B) C B C A (B C)

F F F F F F F

F F T F F F F

F T F F F F F

F T T F F T F

T F F F F F F

T F T F F F F

T T F T F F F

T T T T F T T

Persoalan yang terjadi di sini, perangkai tidak masalah jika diubah tanda

kurungnya karena mempunyai sifat asosiatif (associativity), yang mengubah nilai

kebenaran yang dihasilkannya.

Page 7: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

34

3.3.3 Disjungsi [ ]

Tanda digunakan sama dengan perangkai “atau (or)”. Disjungsi (disjunction)

juga berfungsi sebagai perangkai binary.

Contoh 3.3-4 :

1. Jika p : Karisma tinggal di Singaraja

q : Karisma duduk di sekolah dasar

maka p q : Karisma tinggal di Singaraja atau duduk di sekolah dasar

2. Jika r : Dana lahir di Semarapura,

s : Dana lahir di Singaraja,

maka r s : Dana lahir di Semarapura atau di Singaraja.

Berikut ini adalah tabel kebenaran untuk disjungsi :

Tabel 3.3-5 Tabel kebenaran

A B A B

F F F

F T T

T F T

T T T

Perangkai , dan ¬ disebut perangkai alamiah atau perangkai dasar karena

semua perangkai dapat dijelaskan hanya dengan tiga perangkai tersebut.

3.3.4 Implikasi (Kondisional atau Pernyataan Bersyarat)

Implikasi (implication) menggantikan perangkai “jika … maka (if…then…)”.

Imlikasi yang memakai tanda disebut implikasi material (material implication).

Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”,

jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat.

Karena itu akan sama artinya jika kalimat di atas ditulis sebagai:

“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.

”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.

“Matahari bersinar berimplikasi udara terasa hangat”.

“Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.

Page 8: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

35

Berdasarkan pernyataan di atas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut

hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari

bersinar merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.

Perhatikan pula contoh berikut ini:

“Jika ABCD belah ketupat maka diagonalnya saling berpotongan di tengah-

tengah”. Untuk menunjukkan bahwa diagonal segi empat ABCD saling berpotongan di

tengah-tengah adalah cukup dengan menunjukkan bahwa ABCD belah ketupat, atau

ABCD belah ketupat merupakan syarat cukup bagi diagonalnya untuk saling

berpotongan ditengah-tengah. Dan untuk menunjukkan bahwa ABCD belah ketupan

perlu ditunjukkan bahwa diagonalnya saling berpotongan ditengah-tengah, atau

diagonal-diagonal segi empat ABCD saling berpotongan ditengah-tengah merupakan

syarat perlu (tetapi belum cukup) untuk menunjukkan belah ketupat ABCD. Mengapa

? Karena diagonal-diagonal suatu jajaran genjang juga saling berpotongan di tengah-

tengah, dan jajaran genjang belum tentu merupakan belah ketupat. Demikian pula

syarat cukup tidak harus menjadi syarat perlu karena jika diagonal segi empat ABCD

saling berpotongan di tengah belum tentu segi empat ABCD belah ketupat.

Banyak pernyataan, terutama dalam matematika, yang berbentuk “jika p maka

q”, pernyataan demikian disebut implikasi atau pernyataan bersyarat (kondisional) dan

ditulis sebagai pq. Pernyataan pq juga disebut sebagai pernyataan implikatif atau

pernyataan kondisional. Pernyataan pq dapat dibaca :

a. Jika p maka q

b. p berimplikasi q

c. p hanya jika q

d. q jika p

Dalam implikasi pq, p disebut hipotesa (anteseden) dan q disebut konklusi

(konsekuen).

Bila kita menganggap pernyataan q sebagai suatu peristiwa, maka kita melihat

bahwa “Jika p maka q” dapat diartikan sebagai “Bilamana p terjadi maka q juga

terjadi” atau dapat juga, diartikan sebagai “Tidak mungkin peristiwa p terjadi, tetapi

peristiwa q tidak terjadi”.

Berikut ini tabel kebenaran untuk implikasi :

Page 9: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

36

Tabel 3.3-6 Tabel kebenaran

A B A B

F F T

F T T

T F F

T T T

Hanya ada satu nilai F dari (AB) jika A bernilai T dan B bernilai F, bukan

sebaliknya. Pasangan yang terletak di sisi kiri yakni A disebut antecedent, sedangkan

di sisi kanan yakni B disebut consequent. Oleh karena itu, implikasi juga disebut

conditional, atau mengondisikan satu kemungkinan saja dari sebab dan akibat.

Dari pernyataan berbentuk implikasi dapat kita turunkan pernyataan-pernyataan baru

yang disebut invers, konvers, dan kontraposisi, yaitu

Definisi : Konvers dari implikasi p q adalah q p

Invers dari implikasi p q adalah ¬ p ¬ q

Kontraposisi dari implikasi p q adalah ¬ q ¬ p

Contoh 3.3-5:

Implikasi : Jika harimau bertaring, maka ia binatang buas

Inversnya : Jika harimau tidak bertaring, maka ia bukan binatang buas

Konversnya : Jika harimau binatang buas, maka ia bertaring

Kontraposisinya : Jika harimau bukan binatang buas, maka ia tidak bertaring

Berikut ini adalah tabel dari kondisional (implikasi), konvers, Invers dan Kontraposisi.

Kondisional Konvers Invers Kontraposisi

p q ¬p ¬q pq qp ¬p¬q ¬q¬p

T

T

F

F

T

F

T

F

F

F

T

T

F

T

F

T

T

F

T

T

T

T

F

T

T

T

F

T

T

F

T

T

Dari tabel di atas terlihat bahwa implikasi mempunyai nilai kebenaran sama dengan

kontraposisi, dan invers dengan konvers. Sehingga dapat kita katakan bahwa implikasi

setara dengan kontraposisi dan invers setara dengan konvers. Bisa kita tulis:

pq ¬q¬p

Page 10: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

37

qp ¬p¬q

Contoh 3.3-6:

Tentukan ingkaran atau negasi konvers, invers, dan kontraposisi dari implikasi berikut.

“Jika suatu negara adalah negara RI maka lagu kebangsaannya adalah Indonesia Raya”

Penyelesaian

Misal p : Suatu negara adalah negara RI

q : Lagu kebangsaannya adalah Indonesia Raya

maka kalimatnya menjadi pq atau jika menggunakan operator, maka pq akan

ekuivalen (sebanding/ ) dengan p q. Sehingga

1. Negasi dari implikasi

Implikasi : (pq) p q

Negasinya : (p q) p q

Kalimatnya : “Suatu negara adalah negara RI dan lagu kebangsaannya adalah

bukan Indonesia Raya”.

Pembuktian dengan Tabel Kebenaran :

Implikasi Ekuivalensi dari Implikasi

Negasi dari Implikasi

p q p q pq p q p q

T

T

F

F

T

F

T

F

F

F

T

T

F

T

F

T

T

F

T

T

T

F

T

T

F

T

F

F

2. Negasi dari konvers

Konvers : qp q p

Negasinya : (q p) q p

Kalimatnya : “Ada lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya dan negaranya adalah

bukan negara RI”.

Page 11: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

38

Pembuktian dengan Tabel Kebenaran :

Konvers Ekuivalensi dari Konvers

Negasi dari Konvers

p q p q qp q p q p

T

T

F

F

T

F

T

F

F

F

T

T

F

T

F

T

T

T

F

T

T

T

F

T

F

F

T

F

3. Negasi dari invers

Invers : (pq) (p) q p q

Negasinya : ( p q) p q

Kalimatnya : “Suatu negara adalah bukan negara RI dan lagu kebangsaannya

adalah Indonesia Raya”.

Pembuktian dengan Tabel Kebenaran :

Invers Ekuivalensi dari Invers

Negasi dari Invers

p q p q pq p q p q

T

T

F

F

T

F

T

F

F

F

T

T

F

T

F

T

T

T

F

T

T

T

F

T

F

F

T

F

4. Negasi dari kontraposisi

Kontraposisi : (qp) (q) p qp

Negasinya : (qp) q p

Kalimatnya : “Ada lagu kebangsaan yaitu bukan Indonesia Raya dan negaranya

adalah negara RI”.

Page 12: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

39

Pembuktian dengan Tabel Kebenaran :

Invers Ekuivalensi dari Invers

Negasi dari Invers

p q p q q p q p q p

T

T

F

F

T

F

T

F

F

F

T

T

F

T

F

T

T

F

T

T

T

F

T

T

F

T

F

F

3.3.5 Ekuivalensi (Biimplikasi / Bikondisional / Pernyataan Bersyarat Ganda)

Ekuivalensi (equivalence) dengan simbol mengantikan perangkai “…jika dan

hanya jika…(…if and only if…)”.

Perhatikan kalimat: ”Jika segi tiga ABC sama kaki maka kedua sudut alasnya sama

besar”. Jelas implikasi ini bernilai benar. Kemudian perhatikan: “Jika kedua sudut alas

segi tiga ABC sama besar maka segi tiga itu sama kaki”. Jelas bahwa implikasi ini juga

bernilai benar. Sehingga segi tiga ABC sama kaki merupakan syarat perlu dan cukup

bagi kedua alasnya sama besar, juga kedua sudut alas sama besar merupakan syarat

perlu dan cukup untuk segi tiga ABC sama kaki. Sehingga dapat dikatakan “Segi tiga

ABC sama kaki merupakan syarat perlu dan cukup untuk kedua sudut alasnya sama

besar”. Jadi pernyataan tersebut dapat ditulis dengan “Segi tiga ABC sama kaki jika

dan hanya jika kedua sudut alasnya sama besar”.

Dalam matematika juga banyak didapati pernyataan yang berbentuk “p bila dan

hanya bila q” atau “p jika dan hanya jika q”. Pertanyaan demikian disebut

bikondisional atau biimplikasi atau pernyataan bersyarat ganda dan ditulis sebagai

pq, serta dibaca p jika dan hanya jika q (disingkat dengan p jhj q atau p bhb q).

Pernyataan pq juga disebut sebagai pernyataan biimplikatif. Pernyataan “p jika dan

hanya jika q” berarti “jika p maka q dan jika q maka p”, sehingga juga berarti “p

adalah syarat perlu dan cukup bagi q” dan sebaliknya.

Contoh 3.3-7:

1. Jika p : 2 bilangan genap (T)

q : 3 bilangan ganjil (T)

maka pq : 2 bilangan genap jhj 3 bilangan ganjil (T)

Page 13: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

40

2. Jika r : 2 + 2 5 (T)

s : 4 + 4 < 8 (F)

maka r s : 2 + 2 5 jhj 4 + 4 < 8 (F)

3. Jika a : Surabaya ada di jawa barat (F)

b : 23 = 6 (F)

maka ab : Surabaya ada di jawa barat jhj 23 = 6 (T)

Berikut ini tabel kebenaran untuk bimplikasi :

Tabel 3.3-7 Tabel kebenaran

A B A B

F F T

F T F

T F F

T T T

Apakah pernyataan berikut ini merupakan pernyataan bikondisional atau bukan?

a. Setiap segi tiga sama sisi merupakan segi tiga sama kaki.

b. Sudut-sudut segi tiga sama sisi sama besarnya.

c. Sepasang sisi yang berhadapan pada sebuah jajaran genjang sama panjangnya.

d. Sebuah segi tiga sama kaki mempunyai dua sisi yang sama panjang.

(Keempat kalimat di atas berkenaan dengan bangun-bangun geometri)

Perangkai logika digunakan untuk mengkombinasikan proposisi-proposisi

atomik menjadi proposisi majemuk dalam bentuk ekspresi logika. Untuk menghindari

kesalahan tafsir akibat adanya ambiguitas satu orang dengan lainnya, proposisi

majemuk (ekspresi logika) yang akan dikerjakan lebih dahulu akan diberi tanda kurung

sehingga proposisi-proposisi dengan perangkai-perangkai yang berada dalam tanda

kurung disebut fully parenthesized expression (fpe).

Page 14: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

41

Contoh 3.3-7 :

o A (B (¬A ¬B))

Perhatikan posisi tanda kurung biasa yang benar dan lengkap pada contoh di atas.

Sekarang perhatikan contoh yang mirip :

Contoh 3.3-8 :

o A (B¬A ¬B))

o A (B (¬A ¬B)

Jelas contoh di atas tidak menunjukkan suatu fpe yang baik karena tanda kurung biasa

tidak lengkap

Proposisi majemuk yang sangat rumit dapat dipecah-pecah menjadi subekspresi-

subekspresi, dan seterusnya tergantung tingkat kesulitannya. Teknik ini disebut

Parsing. Akan tetapi, mungkin saja proposisi majemuk tidak memiliki tanda kurung,

oleh karena itu urutan proses pengerjaannya harus ditentukan terlebih dahulu dan harus

ada ketentuan yang mengatur pengurutan tersebut. Hal tersebut akan dibahas pada

bagian aturan pengurutan.

3.4 Ekspresi Logika

Ekspresi logika sebenarnya merupakan proposisi-proposisi yang dibangun dengan

variabel-variabel proporsional yang berasal dari pernyataan atau argumen. Variabel

proporsional dapat berupa huruf-huruf tertentu yang dirangkai dengan perangkai

logika, dapat dinamakan ekspresi logika atau formula. Setiap ekspresi logika dapat

bersifat atomik atau majemuk tergantung dari variabel proposisional yang

membentuknya bersama perangkai yang relevan.

Contoh 3.4-1 :

Jika Ayu hemat dan rajin menabung, maka ia akan mempunyai banyak

uang.

Pernyataan di atas dapat diubah menjadi variabel proposisional :

A = Ayu hemat

B = Ayu rajin menabung

C = Ayu mempunyai banyak uang

Selanjutnya dapat dibentuk ekspresi logika sebagai berikut :

Page 15: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

42

((A B) C)

3.5 Aturan Pengurutan

Ekspresi-ekspresi logika yang bersifat mejemuk yang memiliki banyak subekspresi

akan mempunyai banyak tanda kurung biasa karena berbentuk fpe, sehingga

memungkinkan fpe tersebut sulit dibaca dengan mudah. Lihat dua buah fpe berikut :

Contoh 3.5-1 :

((A B) (A B))

((A (B A)) B)

Kedua fpe tersebut berbeda dalam proses pengerjaannya. Oleh karena itu, harus ada

aturan untuk memprioritaskan penafsiran hasilnya yang disebut aturan pengurutan.

Aturan pengurutan (precedence rules) digunakan untuk memastikan proses

pengerjaan subekspresi.

Pada masalah perangkai, urutan atau hierarkinya berdasarkan pada hierarki tertinggi :

Tabel 3.5-1 Simbol Perangkai

Di sini ada aturan tambahan yaitu : “jika menjumpai lebih dari satu perangkai pada

hierarki yang sama, maka akan dikerjakan mulai dari yang kiri”. Berikutnya akan

diberikan contoh suatu pernyataan yang cukup panjang, selanjutnya akan dibentuk

proposisi majemuknya dengan aturan pengurutan yang sesuai.

Contoh 3.5-2 :

Jika nilai rapor Karisma bagus, maka orang tuanya akan senang dan Karisma

akan mendapat hadiah, tetapi jika nilai rapornya tidak bagus, maka dia akan

dihukum atau tidak mendapat hadiah..

Pernyataan di atas dapat diubah menjadi variabel proposisional berikut :

Hierarki ke Simbol Perangkai

Nama Perangkai

1 ¬ Negasi

2 Konjungsi

3 Disjungsi

4 Implikasi

5 Ekuivalensi

Page 16: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

43

A = Nilai rapor Karisma bagus

B = Orang tua Karisma akan senang

C = Karisma mendapat hadiah

D = Karisma dihukum

Selanjutnya, pernyataan pada contoh di atas yang berupa proposisi majemuk dapat

dibuat ekspresi logika yang fpe berdasarkan variabel proposisionalnya, yaitu

sebagai berikut :

(A (BC)) ((¬A) (D (¬C)))

Pernyataan di atas dapat lebih disederhanakan dengan mengurangi tanda kurung biasa

menjadi :

Contoh 3.5-3 :

(A (BC)) (¬A (D ¬C))

Kegunaan pemberian tanda kurung biasa adalah untuk memastikan agar tidak

terjadi ambiguitas sehingga proses pengerjaan dapat dilaksanakan berurutan, mulai

dari proposisi majemuk yang berada pada kurung terdalam sampai yang paling luar.

3.6 Tautologi, Kontradiksi dan Kontingensi

Pembuktian validitas ekspresi-ekspresi logika dari suatu argumen dapat dilakukan

dengan tabel kebenaran, yaitu terlebih dahulu memberi variabel proposisional pada

setiap proposisi dari argumen tersebut dan kemudian membentuk proposisi majemuk

untuk setiap pernyataan, dan kemudian mengevaluasi dengan tabel kebenaran.

3.6.1 Tautologi

Argumen yang dibuktikan validitasnya dengan tabel kebenaran harus menunjukkan

nilai benar. Jika hasil benar, maka argumen valid, jika tidak maka sebaliknya. Jika

pada tabel kebenaran untuk semua pasangan nilai variabel-variabel proposisional yang

ada bernilai benar atau T (true), maka disebut tautologi.

Contoh 3.6-1 :

(AB) (C (¬B¬C))

Page 17: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

44

Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut :

A B C ¬B ¬C A B ¬B¬C

F F F T T F T T T

F F T T F F F T T

F T F F T F T T T

F T T F F F T T T

T F F T T F T T T

T F T T F F F T T

T T F F T T T T T

T T T F F T T T T

Jadi, ekspresi logika di atas adalah tautologi karena pada tabel kebenaran semua

pasangan menghasilkan nilai T.

Contoh 3.6-2 :

Buktikan apakah (A ¬A) adalah tautologi ?

Bukti : buatlah tabel kebenarannya :

A ¬A (A ¬A)

F T T

T F T

Contoh 3.6-3 :

Buktikan apakah (¬(A B) B) adalah tautologi ?

Bukti : buatlah tabel kebenarannya :

A B A B ¬(A B) ¬(A B) B

F F F T T

F T F T T

T F F T T

T T T F T

Jadi, ekspresi di atas juga tautologi.

Tautologi juga dapat ditulis dengan simbol (suatu metasymbol, bukan perangkai

logika) sehingga pada ekspresi logika di atas akan ditulis :

¬(A B) B

C (¬B¬C)

(AB) (C (¬B¬C))

Page 18: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

45

Contoh 3.6-4 :

Diketahui : Jika ¬(A B) B adalah tautologi

Buktikan : ¬((A B) C) C juga tautologi

Bukti :

Misalkan memakai skema P dan Q.

I. Masukkan ke ekspresi logika pertama menjadi ¬(P Q) Q

II. Misalkan : P = ¬(A B), sedangkan Q = C, lalu masukkan ke ekspresi

logika yang dibuktikan. Maka :

¬((A B) C) C akan menjadi ¬(P Q) Q

III. Lihat (I) dan (II) akan terlihat sama, jadi disebut tautologi.

Jika tautologi dipakai pada suatu argumen, berarti argumen harus mempunyai nilai

T pada seluruh pasangan pada tabel kebenaran yang ada untuk membuktikan argumen

tadi valid atau kadang-kadang disebut argumen yang kuat.

Seperti telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, argumen berarti memiliki premis-

premis dan mempunyai kesimpulan. Jika premis-premis benar, maka kesimpulan juga

harus benar.

Contoh 3.6-5 :

1. Jika Dewi pergi kuliah, maka Komang juga pergi kuliah. (Premis 1)

2. Jika Made belajar, maka Komang pergi kuliah. (Premis 2)

3. Dengan demikian, jika Dewi pergi kuliah atau Made belajar, maka Komang pergi

kuliah. (Kesimpulan/Konklusi)

Diubah ke variabel proposisional :

A = Dewi pergi kuliah

B = Komang pergi kuliah

C = Made belajar

Diubah menjadi ekspresi logika yang terdiri dari premis-premis dan kesimpulan,

yaitu :

(1). AB (premis1)(2). CB (premis 2)(A C)B (kesimpulan/konklusi)

Page 19: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

46

Selanjutnya, dapat dituliskan sebagai berikut :

((AB) (CB)) ((A C)B)

Tabel kebenaran dari ekspresi logika di atas adalah sebagai berikut :

A B C AB CB (AB) (CB) AC (AC)B

F F F T T F T T T

F F T T F F F T T

F T F F T F T T T

F T T F F F T T T

T F F T T F T T T

T F T T F F F T T

T T F F T T T T T

T T T F F T T T T

Jadi, jika tabel kebenaran menunjukkan hasil tautologi, maka argumen tersebut valid.

Dalam logika, tautologi dapat ditulis T atau 1 saja. Jadi jika A adalah tautologi, maka

A = T atau A = 1.

3.6.2 Kontradiksi

Kebalikan dari tautologi adalah kontradiksi (contradiction), yakni jika pada

semua pasangan dari tabel kebenaran menghasilkan nilai F. Lihat contoh berikut :

Contoh 3.6-6 :

A ¬A

Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut :

A ¬A (A ¬A)

F T F

T F F

Jadi, pada tabel kebenaran, semua bernilai F sehingga disebut kontradiksi.

Pada argumen, suatu kontradiksi dapat dijumpai jika antara premis-premis bernilai

T, sedangkan kesimpulan bernilai F. Hal ini tentunya tidak mungkin terjadi, karena

premis-premis yang benar harus menghasilkan kesimpulan yang benar. Dalam bahasa

logika, konjungsi dari semua premis-premis dengan negasi dari kesimpulan selalu

((AB) (CB)) ((AC)B)

Page 20: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

47

bernilai F, dan terjadi kontradiksi. Negasi kesimpulan berarti bernilai F pada negasi

kesimpulan. Lihat contoh ekspresi logika berikut :

Contoh 3.6-7 :

((A B) ¬A) ¬B)

Tabel kebenarannya sebagai berikut :

A B ¬A ¬B A B (A B) ¬A ((A B) ¬A) ¬B

F F T T F F F

F T T F T T F

T F F T T F F

T T F F T F F

Jadi ekspresi logika di atas terjadi kontradiksi. Dalam logika, kontradiksi dapat ditulis

F saja. Oleh karena itu, jika A adalah kontradiksi, maka A = F atau A = 0.

3.6.3 Kontingensi

Jika pada semua nilai kebenaran menghasilkan nilai F dan T, disebut kontingensi

atau formula campuran.

Lihat contoh berikut ini :

Contoh 3.6-8 :

((A B) C) A

Tabel kebenarannya sebagai berikut :

A B C A B (A B) C ((A B)C) A

F F F F T F

F F T F T F

F T F F T F

F T T F T F

T F F F T T

T F T F T T

T T F T F T

T T T T T T

Page 21: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

48

3.7 Ekuivalen Logis dan Operasi Penyederhanaan

Jika suatu ekspresi logika termasuk tautologi, maka ada implikasi logis yang

diakibatkannya, yakni jika dua buah ekspresi logika ekuivalen, contohnya : AB

adalah ekuivalen secara logis jika terbukti tautologi.

3.7.1 Ekuivalensi Logis

Pada tautologi dan juga kontradiksi, dapat dipastikan bahwa jika dua buah ekspresi

logika adalah tautologi, maka kedua buah ekspresi logika tersebut ekuivalen secara

logis, demikian juga jika keduanya kontradiksi. Persoalannya ada pada kontingensi,

karena memiliki semua nilai T dan F. Tetapi urutan T dan F atau sebaliknya pada tabel

kebenaran tetap pada urutan yang sama, maka tetap disebut ekuivalensi secara logis.

Perhatikan pernyataan berikut :

Lihat ekspresi logika dari suatu pernyataan berikut ini :

Contoh 3.7-1 :

Dewi sangat ramah dan lembut

Dewi lembut dan sangat ramah

Kedua pernyataan di atas, tanpa dipikir panjang akan dikatakan ekuivalen atau sama

saja. Dalam bentuk ekspresi logika dapat ditampilkan berikut ini :

A = Dewi sangat ramah

B = Dewi lembut

Maka ekspresi logika tersebut adalah :

1. A B

2. B A

Page 22: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

49

Jika dikatakan kedua buah ekspresi logika tersebut ekuivalen secara logis, maka dapat

ditulis : (A B) (B A)

Ekuivalensi logis dari kedua ekspresi logika dapat dibuktikan dengan tabel kebenaran

berikut ini :

Tabel 3.7-1 Tabel kebenaran dari (A B) (B A)

A B A B B A

F F F F

F T F F

T F F F

T T T T

Pembuktian dengan tabel kebenaran di atas, walaupun setiap ekspresi logika memiliki

nilai T dan F, tetapi karena memiliki urutan yang sama, maka secara logis tetap dikatakan

ekuivalen. Tetapi jika urutan T dan tidak sama, maka tidak dapat dikatakan ekuivalens

secara logis.

Tabel kebenaran merupakan alat untuk membuktikan kebenaran ekuivalensi logis.

Kesimpulan diambil berdasarkan hasil dari tabel kebenaran tersebut. Lihat pernyataan

berikut ini :

Contoh 3.7-2 :

1. Komang tidak jujur, atau dia tidak setia

2. Adalah tidak benar jika Komang jujur dan setia

Secara intuitif dapat ditebak kalau kedua pernyataan di atas sebenarnya sama saja, tetapi

bagaimana jika dibuktikan dengan tabel kebenaran berdasarkan ekspresi logika.

Ubah dahulu pernyataan pada contoh 4-2 menjadi ekspresi logika dengan memberi

variabel proposisional :

A = Komang jujur

B = Komang setia

Selanjutnya berdasarkan variabel proposisional di atas, pernyataan pada contoh 4-2 akan

menjadi :

1. ¬A ¬B

2. ¬ (A B)

Dengan tabel kebenaran dapat dibuktikan bahwa kedua ekspresi logika di atas adalah

ekuivalen :

Page 23: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

50

Tabel 3.7-2 Tabel kebenaran dari (¬A ¬B) dan ¬ (A B)

A B A B ¬A ¬B ¬ (A B)

F F F T T

F T F T T

T F F T T

T T T F F

Perhatikan ekspresi di atas! Meskipun kedua ekspresi logika di atas memiliki nilai

kebenaran yang sama, ada nilai T dan F, keduanya baru dikatakan ekuivalensi secara

logis jika dihubungkan dengan perangkai ekuivalensi dan akhirnya menghasilkan

tautologi.

Perhatikan lanjutan tabel kebenarannya sebagai berikut :

Tabel 3.7-3 Tabel kebenaran dari (¬A ¬B) ¬ (A B)

(¬A ¬B) ( ¬ (A B))

T

T

T

T

Kedua ekspresi di atas dapat dikatakan ekuivalensi secara logis karena semua nilai

kebenarannya bernilai T atau tautologi.

Berikut ini adalah daftar ekuivalensi logis dilengkapi dengan hukum-hukum logika

propossional.

Tabel 3.7-4 Daftar ekuivalensi logis (plus hukum-hukum logika proposisional)

Ekuivalensi Logis Nama

A 1 A

A 0 A

Identity of

Zero of

A 1 1

A 0 0

Identity of

Zero of

A ¬A 1

A ¬A 0

Tautologi

Kontradiksi

A A A Idem

Page 24: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

51

A A A

¬¬A A Negasi ganda

A B B A

A B B A

Komutatif

(A B) C A (B C)

(A B) C A (B C)

Asosiatif

A (B C) ( A B) (A C)

A (B C) (A B) (A C)

Distributif

A (A B) A

A (A B) A

Absorsi

A (¬A B) A B

A (¬A B) A B

Absorsi

Ekuivalensi Logis Nama

¬ (A B) ¬A ¬B

¬ (A B) ¬A ¬B

De Morgan

AB ¬A¬B Transposisi

AB ¬A B Implikasi

AB (A B) (¬A ¬B)

AB (AB) (BA)

Biimplikasi / Ekuivalensi

(A B) (A ¬B) A

(A B) (A ¬B) A

Absorsi

(A B) (¬A B) B

(A B) (¬A B) B

Absorsi

[ (p q)→r ] ≡ [ p→(q→r) ] Eksportasi (Exp)

3.7.2 Operasi Penyederhanaan

Operasi penyederhanaan akan menggunakan Tabel daftar ekuivalensi logis di atas.

Selanjutnya, perhatikan operasi penyederhaan berikut dengan hukum yang digunakan

ditulis pada sisi kanan. Penyederhanaan hukum-hukum logika atau bentuk-bentuk logika

ini dibuat sesederhana mungkin dan sudah tidak dimungkinkan untuk dimanipulasi lagi.

Contoh 3.7-3 :

(A 0) Λ (A ¬A)

Page 25: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

52

A (A ¬A) Zero of

A 1 Tautologi

A Identity of

Contoh 3.7-4 :

(A ¬B) (A B C)

(A ¬B) (A (B C)) Tambahkan kurung

(A (¬B (B C)) Distributif

(A ((¬B B) (¬B C)) Distributif

(A (1 (¬B C)) Tautologi

(A (¬B C) Identity of

Contoh 3.7-5 :

¬A¬(A ¬B)

¬¬A ¬ (A¬B) AB ¬A B

¬¬A ¬(¬A v ¬B) AB ¬A B

¬¬A (¬¬A ¬¬B) De Morgan

A (A B) Double negasi

A Absorsi

Perhatikan contoh-contoh berikut untuk membuktikan hukum absorsi yang ada pada tabel

3.7-4 di atas :

Contoh 3.7-6 :

A (A B)

(A 1) (A B) Identity of

A (1 B) Distributif

A 1 Identity of

A Identity of

Contoh 3.7-7 :

A (A B)

(A 0) (A B) Identity of

Page 26: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

53

A (0 B) Distributif

A 0 Zero of

A Zero of

Absorsi telah terbukti dengan teknik penyederhanaan.

Penyederhanaan juga dapat digunakan untuk membuktikan ekuivalen atau kesamaan

secara logis. Lihat contoh berikut ini :

Contoh 3.7-8 :

Buktikan : (A B) ( BA) (A B) (¬A ¬B)

(A B) ( BA)

(¬A B) (¬B A) (A B) (¬A B)

((¬A B) ¬B) ((¬A B) A) Distributif

((¬A ¬B) ( B ¬B)) ((¬A A) (BA)) Distributif

((¬A ¬B) 0 ) (0 (B A)) Kontradiksi

(¬A ¬B) (B A) Zero of

(B A) (¬A ¬B) Komutatif

(A B) (¬A ¬B) Komutatif

Jadi terbukti memang sama.

Catatan :

Untuk membuat penyederhanaan, pertama kali yang harus dihilangkan adalah

perangkai implikasi ( ) dan perangkai ekuivalen ( ), dan dijadikan kombinasi dari

perangkai konjungsi ( ), disjungsi ( ), dan negasi (¬).

Operasi penyederhanaan dengan menggunakan hukum-hukum logika operasional

dapat digunakan untuk membuktikan suatu ekspresi logika tautologi jika hasil akhir

yang diperoleh adalah 1.

Lihat contohnya pada ekspresi logika berikut :

Contoh 3.7-9 :

Buktikan : ACBACBA

ACBACBA BABA

Page 27: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

54

ACBACBA De Morgan

ACBACBA De Morgan

ACBACBA De Morgan

ACBACBA Dobel Negasi

ACBACBA Hapus Kurung

CBAACBA Komutatif

CBAACBA Tambah Kurung

ACBA Absorsi

CBAA Komutatif

CBAA Tambah Kurung

AA Absorsi

1 Tautologi

Hasilnya ternyata 1, dan ini berarti ekspresi logika tersebut tautologi. Jika hasil yang

diperoleh ternyata 0, berarti ekspresi logika tersebut adalah kontradiksi.

Lihat contoh pada ekspresi logika berikut :

Contoh 3.7-10 :

(A B) ¬A ¬B

((A B) ¬A) ¬B Beri tanda kurung

(¬A (A B)) ¬B Komutatif

(¬A B) ¬B Absorsi

¬A (B ¬B) Asosiatif

¬A 0 Kontradiksi

0 Zero of

Jadi, ekspresi logika tersebut terbukti kontradiksi.

Jika hasil penyederhanaan sebuah ekspresi logika tidak 1 atau 0, maka disebut contingent.

Lihat contoh berikut :

Contoh 3.7-11 :

Page 28: BAB III. LOGIKA PROPOSISI

55

((A B) ¬A)¬B

¬ ((A B) ¬A) ¬B (AB) (¬A B)

¬ ( ¬A (A B)) ¬B Komutatif

¬ (¬A B) ¬B Absorsi

(¬¬A ¬B) ¬B De Morgan

(A ¬B) ¬B Double Negasi

A (¬B ¬B) Asosiatif

A ¬B Idempoten

Pada proses penyederhanaan yang menghasilkan contingent, penyederhanaan akan

berhenti pada bentuk ekspresi logika yang paling sederhana, dan sudah tidak mungkin

disederhanakan lagi.