10
BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998)

BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU

(1968-1998)

Page 2: BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara16

Gambar 5. Pohon Tidur Tarsius di Cagar Alam Tangkoko Foto : Giyarto

Page 3: BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

A. Kelembagaan Pengelolaan Hutan dan Kehutanan

1. Dinas Kehutanan Dati I Provinsi Sulawesi Utara

Di awal periode pemerintahan ORBA, kelembangaan pengelola hutan dan kehutanan di Daerah mengalami perubahan organisasi mengikuti perkembangan aktivitas hutan dan kehutanan. Di Provinsi Sulawesi Utara, yang mulanya Kantor Inspeksi Kehutanan Sulawesi Utara - Tengah berubah namanya menjadi Dinas Kehutanan Provinsi Dati I Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 1968 - 2001.Dinas Kehutanan mencatat pada tingkat tapak/kabupaten, kelembagaan pengurusan hutan berbentuk Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) atau Cabang Dinas Kehutanan (CDK) yang merupakan kepanjangan tangan Dinas Kehutanan Provinsi, meliputi : a) KPH Minahasa, b)KPH Bolaang Mongondow, c) KPH Gorontalo, d) KPH Sangihe Talaud.

BAB IIIPERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU

(1968-1998)

2. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI

Kelembagaan pengelolaan hutan dan kehutanan pada masa ORBA di tingkat pusat berada di bawah Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian sampai dengan terbentuknya Departemen Kehutanan pada tahun 1983. Di bawah Direktorat Jenderal Kehutanan, dibentuklah pelaksana teknis di wilayah. Bidang planologi kehutanan sejak tahun 1971, telah memiliki institusi di daerah bernama Brigade V Planologi Kehutanan, berkedudukan di Ujung Pandang (sekarang dikenal dengan sebutan Makassar), sesuai Surat Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor : 97/Kwt/SD/1971 serta Nomor : 1943/A-2/D.A/71 dengan tugas Inventarisasi, Pemetaan, Pengukuhan Hutan dan efisiensi Tata Guna Tanah, wilayah kerjanya meliputi seluruh Pulau Sulawesi.Pada tahun 1978 Brigade V Planologi Kehutanan berubah nama menjadi Balai Planologi Kehutanan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 430/Kpts/Org/7/1979. Untuk mempercepat pemantapan batas kawasan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 1981 dibentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) bernama Sub Balai Tata Hutan, berkedudukan di Manado. UPT tersebut bertanggung jawab kepada Balai Planologi

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 17

Page 4: BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang tertuang dalam program penyelamatan hutan, tanah dan air. Diawali dengan pembentukan pelaksana proyek dengan nama Proyek Perencanaan Penghijauan dan Reboisasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (P3RPDAS) yang berada di bawah Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Kehutanan tahun 1976–1981 dengan tugas utama perencanaan dan koordinasi pelaksanaan reboisasi dan penghijauan berbasis DAS. Program penyelamatan hutan tanah dan air dalam bentuk kegiatan penghijauan dan reboisasi. Kegiatan utama yang telah dilakukan adalah reboisasi, dan penghijauan serta bangunan sipil teknis dalam rangka pengendalian erosi dan sedimentasi pada sarana irigasi yang vital. Sejarah keberadaan BPDAS Tondano tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan kelembagaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) di Indonesia termasuk di Sulawesi Utara. Selanjutnya pada Tahun 1982 - 1983 lembaga keproyekan tersebut dirubah menjadi unit pelaksana teknis RLKT dengan nama sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (sub BRLKT) yang mencakup wilayah DAS Tondano dan Bone Bolango. Pada tahun 1983 – 2000 berubah nama menjadi BRLKT wilayah X dengan wilayah kerja mencakup Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Selanjutnya pada Tahun 2004 berubah menjadi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tondano (BPDAS Tondano) hingga saat ini. Sungai Tondano dipilih sebagai nama lembaga berdasarkan pertimbangan sejarah dan peran ekonomi dan ekologi Sungai Tondano sebagai aset nasional. Fungsi ekonomi dan ekologis memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara, melalui manfaat langsung (tangible) dan tidak langsung (intangible). Nilai jasa lingkungan sumberdaya alir ekosistem DAS Tondano diantaranya; energi listrik yang dihasilkan dari tiga unit pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ada saat ini di sepanjang sungai Tondano dengan daya sebesar 51.38 MW, dan direncanakan pembangunan unit ke empat yang akan menghasilkan daya sebesar 12 MW. Mempertimbangkan peran vital tersebut maka pada tahun 2012 DAS Tondano ditetapkan sebagai DAS prioritas strategis nasional.Wilayah kerja BP DAS Tondano mencakup seluruh wilayah Sulawesi Utara yang secara teknis terbagi atas 24 satuan wilayah pengelolaan DAS (SWP DAS) yaitu: DAS Tondano, DAS Likupang, DAS Ratahan Pantai, DAS Tumpaan, DAS Ranoyapo, DAS Poigar, DAS Dumoga Mongondow, DAS Buyat, DAS Molibagu, DAS Sangkub Langi, DAS Mahena, DAS Essang, Sebagian DAS Poto Atinggola, Sebagian DAS Bone Bolango, dan Sebagian DAS Batudaa Bone Pantai, DAS Essang dan DAS Mahena serta wilayah DAS yang berupa ekosistem pulau kecil (kurang dari 15.000 ha) yaitu DAS Kepulauan Nusa Tabukan, Pulau Biaro, Pulau Bunaken, P. Kabaruan, P. Lembeh, P. Siau, P. Tagulandang, P. Talise dan Pulau Lirung.

3. Balai Pengelolaan DAS Tondano

Kehutanan V Ujung Pandang. Wilayah kerja Sub Balai Tata Hutan ini meliputi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Pada tahun 1984 berdiri UPT yang bernama Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (BIPHUT) Wilayah VI yang merupakan pemekaran organisasi Balai Planologi V Ujung Pandang dan Sub Balai Tata Hutan berubah namanya menjadi Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (Sub BIPHUT) Manado dengan wilayah kerja meliputi Provinsi Sulawesi Utara.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara18

Page 5: BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

Pada periode Kabinet Pembangunan IV (19 Maret 1983 - 22 Maret 1988), yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Maret 1983, untuk pertama kalinya pada masa ORBA dibetuk Departemen Kehutanan. Guna mengenang pembentukan Departemen Kehutanan, setiap tanggal 16 Maret ditetapkan sebagai hari bakti rimbawan. Seiring dengan pembentukan Departemen Kehutanan, pada tahun 1984 dibentuklah Kantor Wilayah Departemen Kehutanan di Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan peraturan perundangan, Kanwil Kehutanan bertugas penyusunan rencana, pengendalian, pembinaan dan pemanfaatan kawasan hutan di daerah.

4. Kantor Wilayah Kehutanan

Pemantapan kawasan hutan diawali dengan penunjukan parsial kawasan hutan. Sebagai warisan pemerintah Hindia Belanda telah dilakukan penetapan kawasan hutan. Cagar Alam (CA) Gunung Ambang pertama kali ditunjuk sebagai kawasan hutan berdasarkan Keputusan Bupati Bolaang Mongondow tanggal 8 Pebruari 1962 No. BKD/4.5/Otonom/62 seluas 8.638 Ha yang terletak di Daerah Tk. II Bolaang Mongondow, Daerah Tk. I Sulawesi Utara. Cagar Alam Gunung Ambang ditunjuk kembali oleh Menteri Pertanian berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 359/Kpts/Um/6/78 tanggal 21 Juni 1978 tentang penunjukan Kawasan Hutan Gunung Ambang seluas 8.638 Ha yang terletak di daerah Tk. II Bolaang Mongondow Daerah Tk. I Provinsi Sulawesi Utara sebagai Suaka Alam/Cagar Alam.Pada tanggal 20 Desember 1984 diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 250/Kpts-II/1984 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Sulawesi

B. Pemantapan Kawasan Hutan

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 19

5. Balai Konservasi Sumberdaya Alam

Pada tahun 1972 terbentuklah Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Provinsi Sulawesi Utara, yang mana dari tahun 1977 s/d 1979 atas dukungan World Wildlife Fund (WWF) Seksi PPA Bolaang Mongondow dipimpin oleh Dr. John Mackinnon. Pada tahun 1977, Tim WWF membuat proposal dan mengusulkan pembentukan Cagar Alam yang meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Dumoga, proposal ini mengusulkan ± 52.000 Ha areal vital dijadikan sebagai daerah tangkapan air untuk keperluan irigasi di daerah Dumoga. Pada tahun yang sama Tim Survey PPA mengusulkan 106. 640 Ha kawasan hutan untuk dijadikan sebagai Cagar Alam (CA), 58.240 Ha sebagai Suaka Margasatwa (SM), dan 1600 Ha sebagai Taman Wisata Alam (TWA). Adanya tumpang tindih peruntukan kawasan dengan proposal pengusahaan hutan oleh PT. Intomast Utama, maka usulan dari PPA tersebut dikurangi oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Utara menjadi 107.000 Ha untuk Suaka Margasatwa dan tidak termasuk DAS Dumoga (25.000 Ha), sehingga inilah yang menjadi hasil akhir dari proposal yang diusulkan oleh PPA.Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 724/Kpts-II/1993 tanggal 8 Nopember 1993 tentang penetapan kelompok hutan Suaka Margasatwa (SM) Dumoga, SM Bone dan Cagar Alam Bulawa di Kabupaten Gorontalo dan Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara seluas 287.113 ha sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi Taman Nasional.

Page 6: BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara4

Gambar 6. Peta Goenoeng Kawatak Foto: BPKH Wil. VI Manado

Page 7: BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

Penutupan Lahan Luas (ha) Persen LuasBerhutan 1.106.031 41,81Bukan hutan 903.626 34,16Berawa 635.586 24,03Total luas yang ditaksir 2.645.243 100

Sumber : Pusat Data dan Perpetaan 1998

Utara seluas ± 1.877.220 Ha sebagai kawasan hutan, yang merupakan pertama kalinya penunjukan kawasan hutan secara utuh untuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara (termasuk Provinsi Gorontalo pada masa tersebut) dengan rincian luas kawasan hutan sebagai berikut :

1. Hutan Suaka Alam dan Wisata : ± 326.590 ha2. Hutan Lindung : ± 285.430 ha3. Hutan Produksi Terbatas : ± 741.200 ha4. Hutan Produksi : ± 202.500 ha5. Hutan Bakau : ± 28.000 ha6. Hutan Produksi yang dapat di-Konversi : ± 293.500 ha

Potensi kawasan hutan Sulawesi pada masa itu sebagian besar masih merupakan hutan alam primer. Pada era 70-an, dimulai pengajuan ijin pengusahaan hutan oleh perusahaan swasta. Kegiatan survey potensi kawasan yang dituangkan dalam green book potensi kawasan hutan disetiap wilayah. Setelah selesainya survey potensi sebagian kawasan hutan, data tersebut menjadi base line pengusahaan hutan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Memasuki periode 1990-an, keadaan penutupan lahan Provinsi Sulawesi Utara, berdasarkan hasil penafsiran citra landsat yang berkisar dari tahun 1994 s/d 1995 diwilayah daratan Sulawesi Utara diketahui bahwa luas daratan yang masih berupa hutan (berhutan) adalah sebesar 41,81% dan daratan yang bukan berupa hutan (non-hutan) sebesar 34,16 %. Penutupan lahan non-hutan adalah penutupan lahan selain daratan yang bervegetasi hutan yaitu berupa semak/belukar, lahan tidak produktif, sawah, lahan pertanian, pemukiman, alang-alang dan lain-lain. Peta Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Tahun 1994-1995 terdapat pada Tabel berikut :

C. Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah

Rehabilitasi lahan kritis dan konservasi tanah memberikan sumbangsih bagi sektor kehutanan dalam upaya mengurangi laju lahan kritis. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara tahun 1981-1982 di Gorontalo ada persemaian 40 hektar ekuivalen dengan 8000 hektar penanaman dengan total selama 10 tahun mencapai 50.000 hektar dengan tingkat keberhasilan tanaman 35%. Penanaman rotan di Gunung Potong Minahasa dan Paguyaman Gorontalo dimulai dan menjadi awal pengembangan sektor hasil hutan bukan kayu. Kegiatan Rehabilitasi lahan dengan pengembangan hasil hutan bukan kayu yang lain adalah kayu manis di Bolaang Mongondow seluas 250 ha, sagu baruk di Sangihe Talaud seluas 250 hektar dan aren di Minahasa seluas 250 ha.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 21

Tabel 1. Penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Utara Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Tahun 1994 -1995

Page 8: BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

Kawasan hutan tropis Sulawesi dikenal menyimpan kakayaan alam yang berupa potensi luas, jenis-jenis kayu berkualitas serta volume kayu berdiri yang sangat bermanfaat bagi pembangunan untuk kehidupan umat manusia. Tahun 1970-an sudah banyak pengajuan ijin pengusahaan hutan. Permasalahan yang dihadapi hampir sama dengan sebelumnya dimana wilayah kerja yang cukup luas, personil dan anggaran serta infrastruktur yang masih terbatas. Pemanfaatan hutan dalam bentuk HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dilaksanakan oleh PT Wana Saklar di Bolaang Mongondow, PT Temboan Baru di Bolaang Mongondow, PT Marabunta di Gorontalo. Pada masa ini pengelolaan kawasan hutan masih terbatas dilakukan pengusaha-pengusaha lokal. Meskipun pada periode ini kegiatan pengusahaan hutan lebih banyak dilakukan oleh pengusaha lokal, namun telah mulai dilakukan ekspor kayu, tepatnya pada tahun 1970-1971. Pengapalan kayu log sekitar 6000 m³ per pengapalan, dan satu tahun dapat mencapai 280.000 m³ . Pemanfaatan kayu hitam di Buroko mencapai 5000 ton. Pemanfaatan rotan mencapai 2500 ton per tahun dan mencapai puncak pada 5000 ton. Produksi hasil hutan bukan kayu dari tahun 1968-1974 meliputi Rotan sebanyak 926,80 ton, kayu manis sebanyak 86.457 kg, bambu sebanyak 114.167 batang, kayu bakar bakau sebanyak 18.282,58 batang Berdasarkan Statistik Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara Tahun 1994/1995, potensi produksi kayu sampai dengan tahun 1998/1999 diperkirakan mencapai 8.500.000 – 13.000.000 m³.Setelah dibukanya kran pemanfaatan hutan, tercatat 14 HPH melakukan usaha pengusahaan hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Pada kawasan Hutan Produksi, khususnya pada areal HPH yang masih aktif dan bekas areal HPH (Eks-HPH), telah dilakukan perhitungan kembali berdasarkan data citra satelit Landsat tahun 1997 s/d 2000. Pada kawasan hutan produksi, sampai dengan bulan Juli 2001 terdapat 11 unit perusahaan HPH yang

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara22

D. Periode Pengusahaan Hutan

No Jenis Kegiatan Total luas kumulatif sejak tahun 1970 - 1997

Keterangan

1 Penghijauan 189.071 ha

2 Demplot Pengawetan Tanah

84.335 unit

3 Dam pengendali 181 unit4 Hutan Rakyat 25.956 ha5 Reboisasi 37.145 ha Khusus untuk Kabupaten

Minahasa seluas 11.155 haSumber: BPDAS Tondano

Tabel 2. Hasil pelaksanaan Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi di Sulawesi Utara tahun 1970-1997 (termasuk Provinsi Gorontalo)

Realisasi kegiatan reboisasi di Provinsi Sulawesi Utara tahun 1968-1974 seluas 1.025 ha, tahun1975-1984 seluas 106.182 ha, dan tahun 1985-1994 seluas 29.737 ha.Sedangkan data hasil kegiatan reboisasi dan penghijauan tahun 1970 – 1997 yang dilakukan oleh BPDAS Tondano ada pada tabel di bawah ini.

Page 9: BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

Produksi kayu merupakan basis utama dari industri yang bergerak di sektor kehutanan pada masa ini. Eksploitasi hutan diarahkan untuk mendukung wood based industry, meningkatkan devisa negara dan menciptakan lapangan kerja. Produksi kayu bulat/log pada masa ini mencapai 2.960.424,01 m³.Pada periode 1970-an hingga awal tahun 1990-an dikenal sebagai masa emas sektor kehutanan dalam perolehan devisa. Sektor kehutanan merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas. Ungkapan hutan sebagai emas hijau yang membentang sepanjang garis khatulistiwa di bumi pertiwi. Sektor kehutanan menjadi unggulan untuk mendatangkan pendapatan menggerakkan roda perekonomian bangsa dari pusat sampai ke daerah.Permasalahan di bidang kawasan hutan pada era HPH antara lain adalah pemegang HPH tidak melakukan pengelolaan hutan secara lestari, HPH hanya diberikan kepada kroni-kroni pihak penguasa pada masa tersebut, penegakan hukum dibidang pengusahaan hutan tidak berjalan baik, kurangnya pengawasan, rehabilitasi tidak berjalan dengan baik, perambahan kawasan hutan untuk pemukiman dan perluasan lahan pertanian, illegal logging dan kurangnya sarana dan prasarana.

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 23

Tabel 3. Perusahaan HPH yang Masih Aktif s/d Juli 2001

No Nama HPH Surat Keputusan Tanggal SK Luas Areal dalam ribu (000)

1 PT. Centralindo Panca Sakti 663/Kpts-II/92 30-6-1992 87.852 PT. Sapta Krida Kita 1046/Kpts-II/92 10/9/1992 57

3 PT. Taiwi III 929/Kpts-II/91 17-12-1991 66.5

4 PT. Lembah Hijau Semesta 622/Kpts-II/90 13-11-1990 345 PT. Inimexintra 426/Kpts-II/91 19-7-1991 50.56 PT. GULAT II 70/Kpts-II/93 1/11/1993 21.57 PT. Huma Sulut Lestari 39/Kpts-II/2001 15-2-2001 26.88 PT. Sandi Jaya Satria 594/Kpts-II/99 2/8/1999 28.0349 PT. Wenang Sakti 292/Kpts-II/99 7/5/1999 98.2

10 PT Inhutani I 797/Menhut-IV/93 29/04/1993 13111 PT Bina Wana Sejahtera - Tidak Aktif sejak 1991/1992

Sumber: BPKH Wilayah VI Manado

masih aktif dengan total luas 470.384 ha dengan data pada Tabel di bawah ini:

Page 10: BAB III PERIODE PEMERINTAHAN ORDE BARU (1968-1998) · Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan sesuai Inpres nomor : 6 tahun 1976, dimulai sejak tahun 1976 sampai tahun 1997 yang

Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara24