20
BAB IV GAGASAN PENGEMBANGAN A. Parameter Desain a. Bangunan 1. KDB dan KLB Koefisien Dasar Bangunan atau disingkat KDB adalaH angka perbandingan (presentase) luas lantai dasar bangunan terhadap luas lahan dimana bangunan tersebut direncanakan Dalam pengertian yang lebih mudah adalah batasan luas lahan yang diperlukan untuk dibangun sedangkan Koefisien Lantai Bangunan atau disingkat KLB adalah presentase jumlah luas lantai bangunan bertingkat terhadap luas lantai dasar Tujuan dilakukan KDB dan KLB supaya dalam lahan terbangun tetap terjaga bidang alami, tidak terjaga bidang alami akan menjadi berbagai permasalahan lingkungan seperti suhu panas, erosi, kualitas air menurun, Selain berperan sebagi penyeimbang lingkungan, KDB dan KLB dapat pula diperankan sebagai sarana audit terhadap retribusi IMB. 2. Kepadatan Bangunan Berdasarkan SNI 03-2846-1992 tentang tata cara perencanaan kepadatan bangunan lingkungan bahwa cara mengatasi kepadatan bangunan dengan merencanakan perbandingan keseluruhan luas lahan yang tertutup bangunan dan atau bangunan pada setiap peruntukan bangunan gedung bertingkat yang berfungsi sebagai

BAB IV Studio Perencanaan Kota

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Studio Perencanaan Kota Romanglompoa

Citation preview

Page 1: BAB IV Studio Perencanaan Kota

BAB IV

GAGASAN PENGEMBANGAN

A. Parameter Desain

a. Bangunan

1. KDB dan KLB

Koefisien Dasar Bangunan atau disingkat KDB adalaH angka perbandingan

(presentase) luas lantai dasar bangunan terhadap luas lahan dimana bangunan

tersebut direncanakan Dalam pengertian yang lebih mudah adalah batasan luas

lahan yang diperlukan untuk dibangun sedangkan Koefisien Lantai Bangunan atau

disingkat KLB adalah presentase jumlah luas lantai bangunan bertingkat terhadap

luas lantai dasar

Tujuan dilakukan KDB dan KLB supaya dalam lahan terbangun tetap terjaga

bidang alami, tidak terjaga bidang alami akan menjadi berbagai permasalahan

lingkungan seperti suhu panas, erosi, kualitas air menurun, Selain berperan sebagi

penyeimbang lingkungan, KDB dan KLB dapat pula diperankan sebagai sarana

audit terhadap retribusi IMB.

2. Kepadatan BangunanBerdasarkan SNI 03-2846-1992 tentang tata cara perencanaan kepadatan

bangunan lingkungan bahwa cara mengatasi kepadatan bangunan dengan

merencanakan perbandingan keseluruhan luas lahan yang tertutup bangunan dan

atau bangunan pada setiap peruntukan bangunan gedung bertingkat yang

berfungsi sebagai tempat tinggal/ hunian . Perencanaan kepadatan bangunan

lingkungan di tentukan dari koefisien luas dasar lantai bangunan koefisien luas

seluruh lantai bangunan terhadap lahan. Perbandingan penggunaan lahan adalah

penggunaan lahan 60% dari luas total lantai bangunan untuk ruang terbuka.

Tabel 4.1 : koefisisen dasar bangunan dan koefisien lantai banguan

KDB KLB Jumlah Tingkat Jumlah penduduk jiwa

34 1,105 3-4 1528

28 1,20 4-5 1667

25 1,25 5 1736

Page 2: BAB IV Studio Perencanaan Kota

20,2 1,3 6-7 1847

17,5 1,375 7-8 1909

16 1,4 8-9 1944

15 1,42 9-10 1972

14 1,436 10-11 1995

13 1,45 11-12 2014

b. Infrastruktur

1. Jaringan Jalan

Lingkungan permukiman bahkan perumahan harus sediakan jaringan jalan

utuk pergerakan manusia dan kendaraan yang berfungsi sebagai akses untuk

penyelematan dalam keadaan darurat. Dalam jalan yang baik harus dapat

memberikan rasa aman dan nyaman bagi pergerakan pejalan kaki, pengendara

bermotor. Selain itu jalan harus didukung oleh ketersedian prsarana jalan, seperti

perkerasan jalan, trotoar, drainase, lansekap, rambu lalu lintas, parkir dan lain-

lain.

Gambar 4.1 Deskripsi bagian-bagian jalanSumber : SNI 03-1733-2004 tentag sistem jaringan dan geometri jalan

Page 3: BAB IV Studio Perencanaan Kota

Gambar 4.2 Potongan jalan menurut klasifikasi jalanSumber : SNI 03-1733-2004 tentag sistem jaringan dan geometri jalan

Page 4: BAB IV Studio Perencanaan Kota

Jaringan jalan menurut SNI-03-6967-2003 Tentang persyaratan umum sistem

jaringan dan geometrik jalan perumahan adalah :

Tabel 4.2 Sistem Jaringan Jalan Perumahan

Hirarki Jalan Perumahan

Lebar perkerasan

(m)

Lebar

Bahu

(m)

Lebar jalur pejalan kaki

(m)

Lebar jalur hijau

(m)

Lebar

Saluran

Drainase

(m)

Lebar

Damaja

(m)

Lebar

Damija

(m)

Lebar

Dawasja

(m)

Lebar

Sempedan bangunan

(m)

Volume lalu lintas rata-rata (krnd/hari)

keterangan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

Lokal Sekunder 1 (LS 1)

3,0

4,5

6,0

7,0

2,0

1,5

1,5

1,5

1,5

1,5

1,5

1,5

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

9,0

9,5

11,0

12,0

16,0

16,0

16,0

16,0

4,0

4,0

4,0

4,0

10,5

10,5

10,5

10,5

<200

200-400

400-1000

1000-2000

-dianjurkan sempadan bangunan 12,5 m VLLR >1000 disediakan trotoar

Lokal sekunder II (LS II)

3,0

4,0

4,5

6,0

2,0

1,5

1,5

1,5

1,5

1,5

1,5

1,5

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

16,0

16,0

16,0

16,0

4,0

4,0

4,0

4,0

10,0

10,0

10,0

10,0

<200

200-400

400-1000

1000-200

VLLR >1000 disediakan trotoar

Lokal Se:kunder

III

(LS III)

3,0 1,0 1,5 1,0 1,0 7,0 12,0 3,0 7,0 <200

Catatan : Jika total luas lahan yang diperuntukkan bagi pembangunan prasarana jalan kurang dari 20% dari luas lahan total seluruh area permukiman maka dimensi harus disesuaikan agar syarat minimum 20% luas lahan untuk prasarana jalan terpenuhi, dengan memperhatikan fungsi jalan dan volume lalu lintas yang akan ditampung oleh jalan.

Page 5: BAB IV Studio Perencanaan Kota

2. Jaringan SampahSampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang

berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat

terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan

dibuang ke lingkungan.

Lingkungan perumahan harus dilayani sistem persampahan yang mengacu

pada yaitu :

a) SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara teknik operasional pengolahan sampah

perkotaan;

b) SNI 03-3242-1994 tentang Tata cara pengelolaan sampah di permukiman

c) SNI 03-3241-1994 tentang Tata cara pemilihan lokasi tempat pembuangan

akhir sampah.

Jenis-jenis elemen perencanaan yang harus disediakan adalah gerobak

sampah, bak sampah; tempat pembuangan sementara (TPS), dan tempat

pembuangan akhir (TPA)

Persyaratan, kriteria dan kebutuhan :

Distribusi dimulai pada lingkup terkecil RW, Kelurahan, Kecamatan hingga

lingkup kota

Tabel 4.3 Persyaratan, kriteria dan kebutuhan

Lingkup

Prasarana

Prasarana Keterangan

Sarana pelengkap Status Dimensi

Rumah (5 jiwa) Tong sampah Pribadi - -

RW

(2500 jiwa)

Gerobak sampah TPS 2 m3 Jarak bebas TPS

dengan

lingkungan

hunian minimal

30m

Gerobak

mengangkut 3x

semingguBak sampah kecil 6 m3

Kelurahan

(30.000 jiwa)

Gerobak sampah TPS 2 m3 Gerobak

mengangkut 3x

semingguBak sampah besar 12 m3

Kecamatan

(120.000 jiwa)

Mobil sampah TPS/TPA lokal - Mobil

mengangkut 3x

semingguBak sampah besar 25 m3

Page 6: BAB IV Studio Perencanaan Kota

Kota (> 480.000

jiwa)

Bak sampah akhir TPA - -

Tempat daur ulang

sampah

-

3. Jaringan DrainaseDrainase merupakan serangkaian bangunan air yang berfungsi mengalirkan,

menguras, dan membuang air dari suatu kawasan atau lahan.

Sistem drainase permukaan jalan terdiri dari kemiringan melintang perkerasan

dan bahu jalan, selokan samping, gorong-gorong dan saluran penangkap.

Persyaratan-persyaratan dalam tata cara perencanaan drainase ini sebagai

berikut :

1) Perencanaan drainase harus sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas

drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya

berdaya dan hasil guna

2) Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase harus mempertimbangkan faktor

ekonomi dan faktor keamanan

3) Perencanaan drainase harus mempertimbangkan pula segi kemudahan dan

nilai ekonomis terhadap pemeliharaan sistem drainase tersebut.

4) Sebagai bagian sistem drainase yang lebih besar atau sungai-sungai

pengumpul drainase.

Dalam merencanakan drainase permukaan jalan dilakukan perhitungan debit

aliran (Q), perhitungan dimensi dan kemiringan selokan dan gorong-gorong.

Gambar 4.3 Sistem Drainase PermukaanSumber : SNI 03-3424-1994 Tentang Perencanaan drainase permukaan

Page 7: BAB IV Studio Perencanaan Kota

c. DanauMenurut Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Kawasan

Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian

lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumber daya buatan. Strategi

dan arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan  lindung tersebut meliputi langkah-

langka h untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup,

sebagaimana yang diatur dalam PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional, Pasal 6 ayat (1).

Pengelolaan ekosistem danau pada saat ini belum terpola berdasarkan pengaturan

dan perencanaan yang komprehensif, sehingga tidak menjamin kesinambungan fungsi

dan pemanfaatannya. Pengetahuan dan informasi tentang karakteristik danau juga

belum banyak difahami oleh pihak pengelola dan pengguna danau sehingga

pengelolaan danau dan pemanfaatan sumber dayanya kurang berwawasan ekosistem.

Oleh karena itu strategi pengelolaan ekosistem danau sebagai landasan penyusunan

program pengelolaanya adalah sebagai berikut:

1. Penataan, pengendalian dan pengembangan ekosistem danau: Pengelolaan

ekosistem danau oleh instansi pada Pemerintah Pusat dan oleh Pemerintah

Provinsi/ Kabupaten/ Kota dilakukan sesuai dengan kewenangannya, yang terdiri

dari studi, penataan, serta perencanaan dan pelaksanan untuk keperluan

pengendalian dan pemulihan akibat kerusakan dan pencemaran ekosistem danau.

Penataan ekosistem danau dimulai dengan rencana induk dan penetapan tata

ruang ekosistem danau, yang meliputi ekosistem DAS dan DTA, ekosistem

sempadan serta ekosistem perairan danau. Meskipun pengelolaan dilakukan oleh

berbagai pihak sesuai dengan kewenangannya, namun koordinasi dan komunikasi

antar instansi dan masyarakat sangat diperlukan untuk penyusunan kebijakan,

peraturan, penataan dan program rencana tindak.

2. Pengaturan, pengawasan dan penertiban ekosistem danau: Instansi pada

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten dan

Pemerintah Kota perlu melakukan pengaturan dan pelaksanaan penertiban pada

danau yang berada pada wewenangnya dan yang berada pada wilayah

pemerintahannya. Landasan suprastruktur peraturan perundang-undangan tersebut

diperlukan bagi instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk

Page 8: BAB IV Studio Perencanaan Kota

penyusunan program kerja; serta diperlukan bagi masyarakat agar dapat

memanfaatkan sumber daya air danau secara baik.

3. Penyediaan sistem informasi ekosistem danau: Berbagai pihak yang

berkepentingan dengan pengelolaan ekosistem danau dan masyarakat pengguna

sumber daya danau memerlukan informasi tentang danau tersebut. Oleh karena

itu diperlukan pemantauan ekosistem danau yang dilaksanakan oleh instansi

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota sesuai dengan

kewenangannya, dengan dukungan keahlian dan fasilitas laboratorium. Data hasil

pemantauan tersebut perlu dipublikasikan serta dikelola dalam bentuk sistem

informasi ekosistem danau, sehingga dapat diakses dengan mudah untuk

keperluan pengelolaan danau tersebut.

B. Konsep Arahan Perencanaan

a. Kawasan Terbangun

Dari total luas lahan sebesar 335 ha, lahan yang terbangun sebesar 5,78 % dengan

luas lahan 193.404 m2 terdiri dari 1.851 bangunan yang terbagi atas fungsi :

Hunian 93,52 % sebanyak 1.731 bangunan.

Industri 0,05 % sebanyak 1 bangunan.

Jasa 0,38 % sebanyak 7 bangunan.

Kesehatan 0,11 % sebanyak 2 bangunan.

Pelayanan umum 0,16 % sebanyak 3 bangunan.

Pendidikan 0,49 % sebanyak 9 bangunan.

Perdagangan 4,81 % sebanyak 89 bangunan.

Peribadatan 0,32 % sebanyak 6 bangunan.

Perkantoran 0,16 % sebanyak 3 bangunan.

Dari kawasan terbangun tersebut, penggunaan lahan untuk bangunan dengan fungsi

bangunan memiliki persentase terbesar. Bangunan fungsi hunian tersebut terbangun

secara menyebar atau sprawl sehingga mengakibatkan rendahnya kepadatan

bangunan.

Untuk permasalahan tersebut, maka konsep arahan pengembangan untuk kawasan

terbangun yaitu dengan membuat zonasi pemusatan kawasan permukiman, fasilitas

Page 9: BAB IV Studio Perencanaan Kota

umum dan fasilitas sosial, serta kawasan untuk hunian mahasiswa. Konsep tersebut

untuk mengembangkan kawasan permukiman yang tertata dan tidak menyebar.

b. Lahan Kosong

Lahan kosong yang tersedia pada kawasan ini seluas 300 ha dari total luas lahan

335 hayang merupakan 91,7% dari total luas lahan. Terdapat beberapa lahan kosong

yang bisa dilakukan pengembangan.

Pengembangan lahan kosong diarahkan dengan konsep menyediakan ruang terbuka

publik ataupun untuk jalur hijau. Konsep pemanfaatan lahan kosong tersebut untuk

meningkatkan pemanfaatan lahan dengan menjaga kelestarian lingkungan untuk

menciptakan kawasan permukiman yang sehat dan ramah lingkungan.

c. Permukiman Mahasiswa

Menyebarnya pembangunan bangunan untuk fungsi hunian dikarenakan oleh

beberapa faktor, salah satunya yaitu karena menjamurnya pembangunan hunian untuk

mahasiswa (rumah kost) karena letak kawasan permukiman yang strategis terhadap

letak Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin di Gowa.

Oleh karena itu, arahan perencanaan untuk permukiman mahasiswa diarahkan

dengan konsep memusatkan kawasan yang menunjang kebutuhan mahasiswa. Konsep

ini untuk meminimalkan penyebaran pembangunan rumah kost serta pembangunan

fasilitas-fasilitas kebutuhan mahasiswa yang terpusat.

d. Jaringan Infrastruktur

Permasalahan infrastruktur pada kawasan permukiman ini terdiri dari

permasalahan pada jaringan jalan, jaringan drainase, dan jaringan sampah.

Jaringan Jalan

Jaringan jalan yang tersedia yaitu jaringan jalan dengan jenis lingkungan

primer. Jenis bahan jalan yang berupa tanah bebatuan tidak memenuhi standar

jaringan jalan pada kawasan permukiman.

Konsep arahan pengembangan pada jaringan jalan yaitu menyediakan

jaringan jalan yang sesuai untuk kawasan permukiman dan memenuhi standar

jaringan jalan. Konsep ini bertujuan untuk memaksimalkan infrastruktur jalan

agar pengguna jalan dapat merasa nyaman untuk menggunakannya.

Page 10: BAB IV Studio Perencanaan Kota

Jaringan Drainase

Infrastruktur jaringan drainase yang tersedia pada kawasan permukiman ini

belum memenuhi standar jaringan drainase untuk kawasan permukiman.

Sebagian besar bentuk drainase pada kawasan lingkungan permukimann ini

hanya berupa galian dari tanah dengan kedalaman yang rendah.

Untuk memenuhi standar jaringan drainase pada kawasan permukiman ini

maka diarahkan konsep perencanaannya dengan mengembangkan drainase

yang sesuai standar berdasarkan bahan serta ukurannya. Pengembangan

jaringan drainase ini untuk melancarkan saluran pembuangan di kawasan

permukiman agar tidak terjadi pemampatan saluran pembuangan.

Jaringan Persampahan

Pada kasawan permukiman ini tidak tersedia tempat pembuangan sampah

sementara sehingga masyarakat membuang sampah hanya pada lahan kosong

atau ilegal dumpling serta melakukan pembakaran sampah. Hal tersebut

karena kurangnya infrastruktur persampahan pada kawasan permukiman ini.

Sehingga konsep arahan pengembangan untuk jaringan persampahan yaitu

denga mengembangkan penyediaan tempat sampah sementara (TPS) untuk

radius pencapaian sesuai standar. Konsep ini bertujuan untuk memudahkan

pengangkutan dan pengolahan sampah pada kawasan permukiman.

e. Danau

Danau yang terletak pada kawasan ini belum dimanfaatkan dan dibuatkan

peraturan yang jelas. Terdapat beberapa warga yang memancing ikan di danau di

siang hari menjelang sore hari.

Arahan konsep pengembangan pada danau yaitu dengan menyajikan peraturan-

peraturan yang jelas mengenai garis sempadan danau yang hanya bisa dimanfaatkan

untuk penggunaan lahan tertentu. Konsep arahan ini bertujuan untuk menjaga

kelestarian danau dan pengembangkan potensinya.

C. Perencanaan Kawasan

Page 11: BAB IV Studio Perencanaan Kota

a. Kawasan Permukiman baru

Perencanaan kawasan permukiman baru berdasarkan atas konsep kawasan

terbangun dan permukiman mahasiswa. Pengembangan kawasannya yaitu dengan

memusatkan fasilitas umum dan fasilitas sosial, bangunan fungsi hunian, serta

kawasan mahasiswa.

Pemusatan fasilitas umum dan fasilitas sosial bertujuan untuk meningkatkan

penggunaan lahan dan meningkatkan aksesibilitas agar memudahkan pencapaian

fasilitas pelayan umum maupun pelayanan sosial.

Pemusatan fungsi bangunan hunian bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan

kehidupan masyarakat di kawasan permukiman agar tidak terganggu dengan aktifitas

pelyanan umum.

Pemusatan kawasan mahasiswa dilakukan pengembangan dengan membuat zonasi

khusus mahasiswa yang dilengkapu dengan fasilitas-fasilitas yang menunjang

kebutuhan mahasiswa sehingga meminimalkan terjadinya penyebaran pembangunan

rumah kost di kawasan permukiman.

b. Kawasan Ruang Terbuka

Perencanaan kawasan ruang terbuka dengan mengacu konsep arahan pada lahan

kosong yaitu dengan memaksimalkan pemnfaatan lahan kosong dengan penghijauan

untuk menciptakan lingkungan yang sehat.

Ruang terbuka publik yang dikembangkan yaitu dengan membuat konsep

penghijauan pada jalur jalan sehingga menghasilkan jalur hijau dan dapat menjadi

jalur pedesrian yang nyaman digunakan oleh pejalan kaki pada lingkungan

permukiman.

c. Jaringan Infrastruktur

a. Jaringan Jalan

Untuk jenis jalan pada kawasan permukiman terdiri atas jenis jalan lokal

sekunder dan jalan lingkungan. Untuk memenuhi standar jaringan jalan pada

kawasan permukiman pengembangan jaringan jalan dengan membuat jalan

berbahan paving blok atau dapat pula berbahan aspal.

Ukuran lebar jalan unuk jenis jalan lokal sekunder yaitu terdiri dari : 3-7

meter perkerasan jalan yang digunakan untuk kendaraan motor atau mobil, 0,5 –

2 meter untuk bahu jalan serta jalur pedestrian 1,5 meter.

Page 12: BAB IV Studio Perencanaan Kota

b. Jaringan Drainase

Jaringan drainase pada kawasan perumahan atau permukman berjenis terseier.

Dengan kemiringan 2 % dengan kedalaman 30 cm dan berupa drainase terbuka

ataupun tertutup yang terbuat dari bahan tanah liat ataupun beton.

c. Jaringan Sampah

Kawasan permuhan dan permukiman diperlukan adanya tempat sampah

pribadi untuk setiap rumah dan tempat sampah sementara (TPS) yang melayani

setiap RW dengan jumlah penduduk 2.500 jiwa.

Bentuk tempat sampah sementara berupa gerobak sampah ataupun bak sampah

dengan dimensi 2 – 6 m3. Tempat sampah sebaiknya terdiri dari pemilahan

sampah agar lebih mudah pengangkutan dan proses pengolahannya oleh

masyarakat sekitar ataupun oleh petugas kebersihan.

Gambar 4.4 Contoh pemilahan jaringan sampah di TPS Sumber : http://sampahmasyarakatatcitahatischool.blogspot.com 2013

d. Danau

Untuk menjaga ekosistem danau, beberapa sasaran untuk pengembangan kawasan

danau dapat dilakukan dengan :

Page 13: BAB IV Studio Perencanaan Kota

1. Program pengelolaan ekosistem perairan danau

Program pengelolaan ekosistem danau tersebut mencakup berbagai

kegiatan, antara lain sebagai berikut :

1) Studi inventarisasi dan pengukuran danau

2) Penyusunan tata ruang atau zonasi lahan sempadan dan perairan danau

3) Penyusunan tata guna air danau

4) Penentuan status trofik

5) Penentuan baku mutu air

6) Penentuan daya tampung beban pencemaran air

7) Konservasi sumber daya dan keanekaragaman hayati

8) Penertiban budidaya perikanan keramba jaring apung (KJA)

9) Penertiban penangkapan ikan endemik

10) Penertiban introduksi jenis dan asal benih ikan dari luar danau

11) Pengembangan program pembinaan dan percontohan perikanan ramah

lingkungan

12) Pengendalian tumbuhan air

13) Penentuan luas, zona dan jenis tumbuhan air pada danau prioritas

14) Pemanfaatan tumbuhan air untuk bahan baku kerajinan dan produksi,

pembuatan biogas dan kompos

15) Penertiban transportasi air untuk pencegahan tumpahan dan buangan bahan

bakar minyak

16) Sistem perizinan kegiatan pada danau atau yang berkaitan dengan danau

2. Pengelolaan Ekosistem Lahan Sempdan Danau

a) Status Lahan Sempadan Danau

Status kepemilikan dan permukiman pada lahan di daerah garis

sempadan danau menyebabkan sulitnya merencanakan dan melaksanakan

Page 14: BAB IV Studio Perencanaan Kota

program konservasi danau, mengingat pada zona tersebut telah dihuni

penduduk sejak lama bersama dengan berbagai kegiatan mata pencarian

mereka. Daerah garis sempadan telah dihuni secara permanen, sedangkan

lahan sempadan telah dikelola untuk persawahan dan kebun musiman pada

waktu danau surut.

b) Sabuk Hijau Daerah Sempadan Danau

Pemulihan ekosistem danau yang rusak akan terlaksana dengan baik

apabila disertai juga dengan penertiban lahan daerah sempadan danau.

Penertiban bangunan pada daerah sempadan danau merupakan upaya yang

berat, diperlukan ketegasan pemerintah daerah dan pengertian serta

kepatuhan masyarakat.

Tata ruang danau yang disusun harus meliputi zonasi dan perencanaan

daerah sempadan danau sebagai zona perlindungan ekosistem perairan

danau. Dalam upaya melindungi atau menyelamatkan badan airnya,

sempadan perairan danau harus dipertegas. Pembuatan batas alami berupa

tanaman keras sebagai ”green belt” (sabuk hijau) akan dapat memenuhi

keinginan yang dimaksud.