17
41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Papua Barat (HIMPPAR) Salatiga, datang dari para mahasiswa utusan GKI yang ketika itu (tahun 70-an) menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Atas ide ini kemudian pada tahun 1973 mereka (mahasiswa utusan GKI) membentuk suatu organisasi yang disebut Perhimpunan Mahasiswa Irian Jaya (PERMINIJA) Salatiga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara penulis dengan Bapak Pendeta Elly Doirebo pada tanggal 3 Januari 2013, sebagai berikut: “Organisasi yang kini dikenal sebagai Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Papua Barat (HIMPPAR) pada awalnya lahir dari ide para mahasiswa utusan Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, yang ketika tahun 70-an menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Dari ide ini kemudian mahasiswa utusan GKI yang ketika itu seperti Alm Bapak Steve Kakisina, Alm. Bapak Tommy Ireuw, membentuk suatu organisasi yang diberi nama Perhimpunan Mahasiswa Irian Jaya (PERMINIJA). Tujuan organisasi ini, yaitu menghimpun siapa saja yang datang dari Papua (Irian ketika itu), yang merupakan utusan GKI. Dalam perjalanan HIMPPAR hingga saat ini, organisasi ini telah mengalami dua kali perubahaan nama. Perubahan nama ini terjadi lebih karena alasan situasional, dan bentuk solidaritas. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Bapak Doirebo yang mengatakan bahwa: “Setelah PERMINIJA terbentuk dia terus berjalan hingga tahun 1986. Pada tahun 1986 sudah ada beberapa mahasiswa dan pelajar yang bukan utusan GKI, yang datang ke Kota Salatiga. Terus karena mempertimbangkan hal itu, mahasiswa Papua yang ketika itu ada seperti Jack Donggori dan beberapa mahasiswa utusan GKI

BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

  • Upload
    vothu

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

41

BAB V

PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL

5.1 Pengalaman HIMPPAR

Ide untuk mendirikan organisasi Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Papua

Barat (HIMPPAR) Salatiga, datang dari para mahasiswa utusan GKI yang ketika itu

(tahun 70-an) menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Atas ide ini kemudian pada tahun 1973 mereka (mahasiswa utusan GKI) membentuk

suatu organisasi yang disebut Perhimpunan Mahasiswa Irian Jaya (PERMINIJA)

Salatiga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara penulis

dengan Bapak Pendeta Elly Doirebo pada tanggal 3 Januari 2013, sebagai berikut:

“Organisasi yang kini dikenal sebagai Himpunan Mahasiswa dan

Pelajar Papua Barat (HIMPPAR) pada awalnya lahir dari ide para

mahasiswa utusan Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, yang

ketika tahun 70-an menempuh pendidikan di Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga. Dari ide ini kemudian mahasiswa utusan

GKI yang ketika itu seperti Alm Bapak Steve Kakisina, Alm.

Bapak Tommy Ireuw, membentuk suatu organisasi yang diberi

nama Perhimpunan Mahasiswa Irian Jaya (PERMINIJA). Tujuan

organisasi ini, yaitu menghimpun siapa saja yang datang dari Papua

(Irian ketika itu), yang merupakan utusan GKI.

Dalam perjalanan HIMPPAR hingga saat ini, organisasi ini telah mengalami

dua kali perubahaan nama. Perubahan nama ini terjadi lebih karena alasan

situasional, dan bentuk solidaritas. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan Bapak

Doirebo yang mengatakan bahwa:

“Setelah PERMINIJA terbentuk dia terus berjalan hingga tahun

1986. Pada tahun 1986 sudah ada beberapa mahasiswa dan pelajar

yang bukan utusan GKI, yang datang ke Kota Salatiga. Terus

karena mempertimbangkan hal itu, mahasiswa Papua yang ketika

itu ada seperti Jack Donggori dan beberapa mahasiswa utusan GKI

Page 2: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

42

lainnya. Kemudian membuat pertemuan dan merubah nama

organisasi ini dari Perhimpunan Mahasiswa Irian Jaya

(PERMINIJA), menjadi Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Irian

Jaya (HIPMIJA) Salatiga.

Dengan adanya pergantian nama ini maka tujuan dari HIPMIJA

ketika itu tidak lagi hanya menghimpun para utusan GKI yang

datang ke Salatiga untuk bersekolah. Tapi tujuan organisasi ini

berubah, yaitu menghimpun semua pelajar atau mahasiswa Papua

(Irian ketika itu) yang ada di Salatiga, untuk menjadi anggota

HIPMIJA.

Pada tahun 1999, sebagai bentuk solidaritas mahasiswa dan pelajar

Papua di Salatiga terhadap perjuangan masyarakat Papua dalam hal

pencarian jati diri. Maka ketika itu anggota HIPMIJA bersepakat

untuk menganti nama organisasi dari Himpunan Pelajar dan

Mahasiswa Irian Jaya (HIPMIJA), menjadi Himpunan Mahasiswa

dan Pelajar Papua Barat (HIMPPAR) Salatiga”.

Lebih lanjut ketika penulis menanyakan kepada Bapak Doirebo tentang

bagaimana awalnya sehingga mahasiswa dan pelajar Papua di Salatiga, yang berasal

dari latar belakang suku, budaya, bahasa dan agama yang berbeda. Mau untuk

bergabung menjadi satu dalam organisasi HIMPPAR. Bapak Doirebo kemudian

menjawab sebagai berikut:

“saat itu mereka mau bergabung karena sebelumnya mereka sudah

membuat satu kesepakatan pada suatu pertemuan. Dimana dalam

pertemuan itu, mereka bersepakat bahwa untuk kota Salatiga hanya

ada satu organisasi etnis Papua atau Irian. Kesepakatan ini diambil

dengan banyak pertimbangan seperti jumlah orang Papua di

Salatiga masih sedikit, terus karena Kota Salatiga kota kecil jadi

kalau bentuk sendiri-sendiri takutnya bisa terjadi konflik, kemudian

karena ingin membangun suatu kekuatan ditanah rantau dan lain-

lain. Tetapi satu alasan utama yang membuat ketika itu mereka mau

untuk bergabung, yaitu karena mereka merasa bahwa, walaupun

mereka berbeda suku, bahasa dan agama. Namun mereka berasal

dari satu provinsi yang sama, yaitu Irian atau Papua”. (wawancara,

3 Januari 2013)

Berdasarkan jawaban dari bapak Doirebo, penulis lalu melanjutkan

pertanyaan dengan meminta bapak Doirebo untuk menceritakan pengalamannya

Page 3: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

43

tentang bagaimana cara HIMPPAR mengumpulkan anggotanya tiap tahun pada saat

beliau masih di Salatiga. Bapak Doirebo kemudian menceritakan bahwa;

Sejak saya mengenal dan menjadi bagian dari HIMPPAR Salatiga

dari tahun 1989 hingga tahun 2004. Hampir tiap tahunnya

HIMPPAR melakukan hal yang sama untuk mengumpulkan

anggota barunya. Cara yang mereka buat adalah mencari para

mahasiswa dan pelajar Papua yang baru datang dari Papua ke

Salatiga. Kemudian mengundang mereka dalam satu pertemuan.

Terus menjelaskan pada mereka hal-hal tentang organisasi

HIMPPAR, contohnya memberi mereka pemahaman bahwa di

Salatiga hanya ada satu organisasi etnis Papua, yaitu HIMPPAR,

dan juga alasan mengapa hanya ada satu organisasi etnis Papua di

Salatiga. Contoh lainnya itu menjelaskan tentang keuntungan-

keuntungan bila mereka bergabung dengan HIMPPAR. Setelah itu

pengurus atau senior HIMPPAR tidak pernah memaksa mereka

bergabung. Itu semua keputusan pribadi mereka, kalau mereka

kalau mau ikut berarti datang dalam kegiatan penerimaan anggota

baru, atau aktif dalam kegiatan HIMPPAR lainnya”.

Hingga saat ini, dalam hal menghimpun mahasiswa atau pelajar yang baru

datang dari Papua ke Salatiga. HIMPPAR tetap mengunakan cara-cara seperti yang

diceritakan oleh Bapak Doirebo. Hal ini dapat dilihat dari wawancara penulis dengan

saudara To Moresbi Sawor, selaku ketua BPH-HIMPPAR saat ini. Dalam wawancara

pada tanggal 20 September 2012 , tersebut Moresbi Sawor menjelaskan bahwa ;

“untuk menghimpun mahasiswa atau pelajar yang baru datang dari

Papua ke sini. Pengurus yang dibantu oleh teman-teman HIMPPAR

lainya. Mencari tahu infromasi tentang mereka, lalu menemui

mereka dan mengundang mereka dalam pertemuan yang dibuat

oleh BPH. Dalam pertemuan tersebut kita menjelaskan sedikit

tentang HIMPPAR, seperti menjelaskan bahwa HIMPPAR adalah

satu-satunya panguyuban etnis Papua di Salatiga. Terus

menjelaskan bahwa organisasi HIMPPAR adalah organisasi yang

menghimpun semua orang yang datang dari Papua ke sini, tanpa

membeda-bedakan suku, agama, bahasa, kulit atau apa saja.

Dalam pertemuan itu juga kita meminta kesedian mereka untuk ikut

makrab HIMPPAR. Pada saat makrab itulah kita menerima mereka

sebagai anggota HIMPPAR dan memperkenalkan mereka pada

anggota HIMPPAR lainya. Serta menjelaskan hal-hal lebih jauh

tentang HIMPPAR. Hal-hal yang dijelaskan pada saat makrab

Page 4: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

44

antara lain struktur organisasi HIMPPAR, bagaimana manfaat

organisasi HIMPPAR bagi mereka, hingga pola pergaulan dalam

HIMPPAR yang tidak membedakan suku, agama, bahasa, kulit atau

apa saja. Tetapi pada intinya dalam setiap acara makrab. Kita mau

untuk menanamkan pemikiran pada adik-adik bahwa siapapun

orangnya, mau keriting, lurus, hitam, putih dan sebagainya. Tetapi

kalau dia datang dari Papua atau dia orang Papua, dia adalah

saudara kita. Jadi kita harus merangkul dia.

Dalam wawancara pada tanggal 20 September 2012, yang penulis lakukan

dengan saudara To Moresbi Sawor selaku ketua BPH HIMPPAR saat ini. Penulis

juga menanyakan tentang strategi BPH HIMPPAR untuk membina persahabatan

yang erat antar anggota HIMPPAR. To Moresbi memberikan jawaban bahwa:

“Strategi kami dalam membina keakraban anggota HIMPPAR,

tidak jauh berbeda dengan strategi yang diterapkan oleh

kepengurusan-kepengurusan sebelum kamu. Strategi kamu adalah

membuat dan mengiplementasikan program-program kerja yang

bertujuan meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota

HIMPPAR. Program-program kerja itu antara lain: makrab,

rekreasi bersama, perlombaan sepak bola, bola Volly, ibadah dan

sebagainya”.

Sebagai usaha penulis untuk mencari tahu tentang bagaimana sehingga dapat

terbentuknya jaringan sosial dan adanya rasa saling percaya diantara anggota

HIMPPAR. Penulis kemudian mewawancarai tiga orang anggota HIMPPAR yang

tidak penulis sebutkan namanya. Pada wawancara yang penulis lakukan secara

bersama-sama terhadap ketiga anggota HIMPPAR tersebut. Hal pertama yang

penulis coba tanyakan adalah tentang bagaimana mereka masing-masing dapat

mengenal kampus UKSW (Kota Salatiga) sehingga mereka mau datang ke sini dan

bagaimana mereka mengenal dan bergabung dengan HIMPPAR. HIMPPAR. Mereka

kemudian masing-masing menceritakan pengalaman sebagai berikut:

“Saya (papua A) tahu UKSW karena waktu itu ada tim promosi

UKSW yang datang ke saya punya sekolah dan memperkenalkan

UKSW adalah kampus Kristen yang ada di Salatiga, dengan

fakultas, fasilitas bermacam-macam. Dari situ saya tertarik masuk

Page 5: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

45

UKSW dan kemudian saya sampekan maksud itu pada bapa dan

mama. Mereka setuju dan siap biayai saya, juga antar saya ke sini.

Terus saya punya Bapa telepon dia punya teman yang di Semarang,

supaya bantu urus saya punya pendaftaran di UKSW sekaligus cari

kos di Salatiga. Waktu itu memang saya titip pesan supaya kalau

pace dia cari kos, cari kost yang ada anak Papua. Akhirnya saya

dapat antar dari saya punya bapa ke sini dan dijemput sama Pace

dia. Dia langsung bawa saya ke kost yang sudah dia pesan. Di kos

itu sudah saya kenal dengan Papua C dan anak-anak Papua lain

yang tinggal disitu. Mereka-mereka ini sudah yang perkenalkan

saya dengan HIMPPAR. Saya bergabung dengan HIMPPAR

memang tidak melalui kegiatan makrab dan lain-lain. Tapi karena

saya sering main dengan anak-anak Papua lain dan sering ikut-ikut

acara HIMPPAR akhirnya saya juga dianggap anggota

HIMPPAR”.

“Kalau saya (Papua B) saya tahu tentang kampus UKSW dari saya

punya kaka kompleks yang kuliah di sini. Karena setiap dia pulang

ke sana dia cerita-cerita tentang Salatiga dan UKSW akhirnya saya

tertarik datang ke sini. Terus saya minta bantu dia urus saya untuk

mau datang kulia di sini. Dia lalu urus saya punya pendaftaran

sampai tempat tinggal dan saya datang ke sini juga dia yang

jemput. Dari dia juga saya kenal HIMPPAR dan mau ikut acara

makrab HIMPPAR supaya bisa bergabung dengan HIMPPAR”.

“Saya (Papua c) mungkin hampir sama dengan Papua B, saya juga

tahu UKSW dan mau kuliah di sini karenan saya punya kaka

sepupu, yang kuliah di sini. Dia juga yang urus saya punya semua-

semua di sini, sampai dia juga yang perkenalkan saya dengan

HIMPPAR. Saya bergabung dengan HIMPPAR setelah saya ikut

makrab HIMPPAR”.

Setelah mendengar cerita-cerita mereka, kemudian penulis meminta mereka

menceritakan bagaimana mereka biasa saling kenal dan bersahabat, padahal mereka

berbeda angkatan kuliah, suku, bahasa dan agama. Kemudian mereka yang diwakili

oleh Papua A menceritakan pengalama mereka sebagai berikut:

“Saya ketemu pertama kali dengan Papua B waktu rapat-rapat

persiapan makrab buat angkatan mereka. Tapi waktu itu baru

sebatas kenal dan belum terlalu akrab. Saya kenal dia dengan akrab

waktu dia selesai ikut makrab HIMPPAR. Terus saya beli minuman

dan saya, ajak Papua B untuk ikut minum, dan ternyata dia mau.

Akhirnya saya, Papua B dan Papua C, Kita tiga minum sama-sama.

Page 6: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

46

Dari situ antara saya, Papua B dengan Papua C kita mulai

berteman. Kita sering miras sama-sama, jalan ke kampus sama-

sama, pergi makan sama-sama, saling bantu kita punya susah dan

lain-lain. Kita mau untuk berteman dan punya rasa percaya antara

kita karena, pertama kita sudah saling kenal dan yang kedua karena

kita merasa bahwa kita sama-sama anak Papua yang datang dari

Papua, walaupun memang kita tidak berasal dari satu daerah yang

sama, tidak satu suku, tidak satu bahasa. Selain itu juga karena

dalam pergaulan sehari-hari kaka-kaka selalu mengingatkan kita

untuk saling baku jaga, baku sayang. Sedangkan saya kenal Papua

C karena waktu datang pertama kali ke Salatiga. Saya kos sama-

sama dengan dia yang sudah datang satu tahun sebelum saya. Jadi

akhirnyan kita dua dapat saling kenal dan saling percaya dan

berteman akrab”.

Setelah mendengar cerita mereka tentang pengalaman mereka atau proses

sehingga mereka dapat bergaul dengan akrab. Penulis kemudian melanjutkan

pertanyaan dengan menanyakan pada mereka tentang bagaimana kontribusi

HIMPPAR pada mereka ketika ada permasalahan yang mereka hadapi. Serta

semenjak bergabung dengan HIMPPAR apa saja yang telah mereka lakukan buat

HIMPPAR. Mereka lalu menjawab pertanyaan yang penulis ajukan, seperti kutipan

wawancara berikut ;

Papua A: “Saya sendiri belum merasakan secara langsung

bagaimana BPH membantu saya dalam permasalahan-

permasalahan yang saya hadapi. Karena mungkin saya masih dapat

mengatasi permasalahan-permasalahan yang saya hadapi. Tapi

mungkin bagi saya kontribusi HIMPPAR pada saya itu dalam hal

memperkenalkan saya dengan banyak teman-teman yang berasal

dari Papua dan non papua. Terkait apa yang saya buat bagi

HIMPPAR. Saya biasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan HIMPPAR

dan juga membantu menyukseskan kegiatan-kegiatan HIMPPAR

seperti ibadah, makrab HIMPPAR dan lain-lain”.

Papua B: “Kalau untuk kontribusi HIMPPAR bagi saya dan

kontribusi saya pada HIMPPAR mungkin jawabanya sama dengan

Papua A”.

Papua C : “Kalau saya dalam hal memberikan kontribusi bagi

HIMPPAR itu mungkin sama seperti penjelasan Papua A.

Sedangkan dalam hal Kontribusi HIMPPAR bagi saya, itu saya

Page 7: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

47

rasakan ketika saya terlibat permasalahan dengan lingkungan

tempat tinggal saya yang dulu. Pada saat itu, saya memberitahukan

hal tersebut pada Papua A. Papua A langsung telepon ketua

HIMPPAR dan ketua HIMPPAR bersama beberapa teman-teman

HIMPPAR datang. Mereka datang dan segera bicara dengan ketua

RT setempat untuk menyelesaikan permasalah tersebut, dan

akhirnya permasalah tersebut dapat terselesaikan”.

Berdasarkan jawaban mereka tentang kontribusi HIMPPAR bagi mereka.

Ditempat yang berbeda, penulis kemudian mengajukan pertanyaan yang kurang lebih

sama pada saudara To Moresbi Sawor selaku ketua BPH HIMPPAR. To Moresbi

kemudian menjawab ;

“Bentuk nyata dari kontribusi HIMPPAR bagi anggotanya, yaitu

memperdayakan kebersamaan yang dimiliki HIMPPAR untuk

menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi oleh masing-masing

anggota. Salah satu contohnya kalau ada anggota HIMPPAR yang

berduka dan diketahui oleh BPH. BPH akan langsung

mengeluarkan surat edaran dan list bagi para anggota yang lain.

Guna memberikan bantuan dalam bentuk sumbangan uang secara

sukarela untuk membantunya. Juga biasanya BPH dan beberapa

teman-teman yang sempat. Datang ke rumah atau kos dari anggota

yang berduka tersebut guna menyampaikan turut berduka cita, dan

juga lebih dari itu untuk dapat membantunya dan menghiburnya.

Sedangkan kontribusi anggota dalam mensukseskan tujuan

organisasi ini, mungkin dapat terlihat dari keaktifan mereka dalam

hal membantu dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang di buat

oleh BPH HIMPPAR”.

Terlepas dari kontribusi HIMPPAR bagi anggotanya atapun sebaliknya

anggota kepada HIMPPAR. Penulis kemudian melanjutkan pertanyaan guna

mengetahui tentang kerja sama atau relasi-relasi yang HIMPPAR buat dengan

organisasi, lembaga atau institusi lain. To Moresbi kemudian menjelaskan ;

“Walaupun memang kalau dilihat dalam Anggaran dasar maupun

Anggaran Rumah Tangga HIMPPAR. HIMPPAR adalah organisasi

yang independen, namun bukan berarti HIMPPAR tidak menjalin

kerja sama dengan organisasi, lembaga atau institusi lainnya.

HIMPPAR punya kerja sama dengan berbagai organisasi, lembaga

Page 8: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

48

atau institusi lainnya. Walaupun kerja sama tersebut tidak tertulis

atau dalam bentuk MOU, tetapi HIMPPAR telah menjalin kerja

sama atau relasi yang baik dengan mereka. Contohnya HIMPPAR

membuat relasi atau kerja sama dengan organisasi atau panguyuban

dari etnis-etnis lain yang ada di kota Salatiga, juga dengan P3B dan

dengan UKSW. Dalam hal tujuan mengapa HIMPPAR menjalin

relasi atau kerja sama dengan satu organisasi, lembaga atau institusi

tertentu. Tujuan tersebut berbeda-beda, artinya sesuai dengan

kepentingan HIMPPAR. Contohnya HIMPPAR menjalin kerja

sama atau relasi dengan etnis-etnis lainnya itu bertujuan agar

menjaga kerukukan dan kebersamaan di Kota Salatiga. Sedangkan

Tujuan HIMPPAR membangun relasi dengan kampus UKSW,

yaitu agar dengan segala fasilitas yang ada, kampus UKSW dapat

membantu, mengayomi, membina, dan mengarahkan HIMPPAR”.

Pernyataan To Moresbi (ketua HIMPPAR) tentang kerja sama atau relasi

HIMPPAR dengan pihak Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga.

Semakin diperkuat dengan wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Yafet

Rissy (Wakil Rektor III UKSW) selaku wali studi mahasiswa Papua di Salatiga.

Berikut merupakan kutipan wawancara pada tanggal 8 februari 2013 dengan Bapak

Yafet, yang memperkuat pernyataan To Moresbi :

“UKSW memang tidak membuat ikatan formal dengan HIMPPAR,

tetapi dengan ditetapkannya WR III sebagai wali studi mahasiswa

Papua. Maka secara tidak langsung ada terjalin hubungan antara

HIMPPAR dan pihak UKSW. Karena sebagaian besar anggota

HIMPPAR adalah mahasiswa asal Papua yang kuliah di kampus

UKSW Salatiga”,

Sebagai salah satu bukti tentang adanya hubungan atau relasi antara UKSW

dan HIMPPAR, yaitu dari kutipan wawancara pada tanggal 13 februari 2013 penulis

dengan Bapak Ferry Karwur selaku simpatisan HIMPPAR. Berikut kutipan

wawancara tersebut ;

“Dulu kami dari kampus sering diminta atau diajak oleh teman-

teman Papua atau HIPMIJA ketika itu. untuk membawakan materi

latihan dasar kepemimpinan mahasiswa (LKDM). Bagi anggota

HIPMIJA yang baru bergabung dengan HIPMIJA”.

Page 9: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

49

Demikian pengalaman HIMPPAR yang dapat penulis ceritakan pada bagian

ini. Pembahasan pada bagian ini bermaksud untuk mengambarkan bagaimana proses

terbentuknya rasa saling percaya, kesepahaman nilai atau norma dan jaringan sosial

diantara anggota HIMPPAR. Tujuan menggambarkan proses terbentuknya ketiga hal

ini, sebagai elemen utama pembentuk modal sosial. Untuk itu dengan menjelaskan

proses terbentuknya ketiga hal ini, maka secara tidak langsung telah menjelaskan

proses terbentuknya modal sosial pada mahasiswa dan pelajar Papua di Salatiga yang

terorganisir dalam HIMPPAR.

5.2 Faktor-Faktor Pembentuk Modal Sosial

Secara umum faktor-faktor pembentuk modal sosial dapat diartikan sebagai

faktor-faktor atau aspek-aspek yang mempengaruhi atau menyebabkan adanya atau

terbentuknya tiga elemen utama dari modal sosial, yaitu jaringan sosial,

kesepahaman nilai/norma, dan rasa percaya. Artinya faktor-faktor atau aspek-aspek

inilah berpengaruh secara dominan terhadap terbentuknya jaringan sosial,

kesepahaman nilai/norma, dan rasa percaya, dalam suatu kelompok masyarakat.

Faktor-faktor atau aspek-aspek pembentuk modal sosial ini dapat diketahui apabila

terlebih dahulu ada gambaran tentang proses terbentuknya modal sosial dalam suatu

kelompok masyarakat.

Untuk itu sesuai dengan pembahasan tentang pengalaman HIMPPAR yang

telah dibahas pada awal bab ini. Sebenarnya telah dapat mengambarkan tentang

bagaimana proses terbentuknya modal sosial di HIMPPAR. Sehingga pada bagian ini

penulis akan membahas tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

terbentuknya jaringan sosial, kesepahaman nilai/norma, dan rasa percaya, diantara

anggota HIMPPAR.

Page 10: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

50

Untuk itu apabila mengkaji tentang pengalaman HIMPPAR yang telah dibahas

pada awal bab ini. Terdapat tiga faktor utama yang berperan sehingga dapat

terbentuknya tiga elemen utama dari modal sosial. tiga faktor utama tersebut, yaitu :

1. Peran Senior

Dalam suatu organisasi, biasanya senior memang orang-orang yang sudah lama

aktif dan mengembangkan organisasi itu. Mereka adalah perintis atau generasi kedua

yang paling banyak tahu perjalanan organisasi. Karena itu kehadiran senior menjadi

penting bagi suatu organisasi, terutama untuk menjaga keutuhan visi-misi dan

mewariskannya kepada generasi selanjutnya. Untuk itu peran senior adalah hal yang

berpengaruh dalam suatu organisasi.

Untuk itu apabila melihat pengalaman HIMPPAR yang telah penulis bahas

pada bagian awal bab ini. Nampak bagaimana berperannya para senior sehingga

dapat terbentuknya modal sosial diantara mahasiswa dan pelajar Papua di Salatiga

yang terorganisir dalam HIMPPAR. Peran senior dalam membentuk modal sosial

nampak dari beberapa hal, yaitu :

a. Membentuk Organisasi

Peran senior dalam membentuk organisasi dapat dikatakan sebagai suatu hal

yang mempengaruhi terbentuknya modal sosial diantara mahasiswa dan pelajar

Papua di Salatiga yang terorganisir dalam HIMPPAR, karena dengan adanya upaya

atau peran senior untuk membentuk organisasi HIMPPAR. Sehingga organisasi

HIMPPAR ini kemudian dapat menjadi wadah terbentuknya modal sosial antara

mahasiswa dan pelajar Papua di Salatiga.

b. Meletakan Dasar Organisasi

Peran senior dalam hal meletakan dasar organisasi merupakan hal yang

berpengaruh terhadap terbentuknya modal sosial. Karena dengan adanya dasar-dasar

organisasi berupa aturan (norma-norma) tertulis dan tidak tertulis. Akhirnya dengan

adanya dasar-dasar organisasi berupa aturan (norma-norma) tertulis dan tidak

Page 11: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

51

tertulis. Maka dasar-dasar organisasi berupa aturan (norma-norma) tertulis dan tidak

tertulis inilah yang menjadi perekat sosial yang mengikat para anggota HIMPPAR.

Sebagai salah satu contoh dasar organisasi berupa aturan atau norma tidak

tertulis yang dibuat oleh para senior yang menjadi perekat sosial yang mengikat para

anggota adalah “walapun kita berbeda suku, bahasa dan agama. Namun kita berasal

dari satu provinsi yang sama, yaitu Irian atau Papua”. Hal inilah kemudian menjadi

perekat sosial diantara anggota HIMPPAR (lihat kutipan wawancara dengan anggota

HIMPPAR, hal 47).

c. Peran Senior Dalam Mentransformasi Nilai-Nilai (Norma)

Peran senior dalam mentransformasi nilai-nilai atau norma-norma yang ada.

Dianggap sebagai salah satu hal yang berpengaruhi terhadap pembentuk modal

sosial, karena dengan adanya peran senior untuk mentrasformasikan niolai-nilai atau

norma-norma yang ada. Sehingga nilai-nilai tersebut dapat terus dijalankan atau

diamalkan oleh anggota HIMPPAR. Khususnya nilai-nilai yang berfungsi menjadi

perekat sosial diantara para anggota.

Dengan adanya perekat sosial tersebut akhirnya dapat membuat anggota

HIMPPAR mau untuk berinteraksi antara satu dan lainnya. Kemudian muncul

jaringan sosial, kesepahaman norma dan saling percaya diantara mereka.

2. Kemampuan Pemimpin

Organisaasi ditandai adanya kepemimpinan, dan hal ini termasuk kedalam salah

satu faktor penting bagi keorganisasian. Kemampuan pemimpin dalam suatu

organisasi lebih tegas disampaikan oleh Courtrius dalam Djatmiko 2002;10. Courtrius

berpendapat bahwa tiada oraganisasi tanpa pemimpin. Karena itu organisasi tanpa

pemimpin ibarat tubuh tanpa kepala. Dia akan mudah sesat, panik, kacau, dan Anarki.

Untuk itu kemampuan pemimpin sangat berpengaruh terhadap maju, mundur dan

pencapaian tujuan organisasi.

Dari pernyataan Davis dan Courtrius tentang peran pemimpin dalam suatu

Page 12: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

52

organisasi. Telah dapat membuktikan bahwa kemampuan pemimpin merupakan salah

satu faktor terpenting dalam suatu organisasi. Karena kemampuan pemimpin akan

berpengaruh langsung terhadap maju, mundur dan pencapaian tujuan organisasi.

Untuk itu apabila dikaitkan dengan terbentuknya jaringan sosial, kesepahaman

nilai/norma, dan rasa percaya diantara anggota HIMPPAR. Tentunya tidak terlepas

dari kemampuan pemimpinya dalam membentuk tiga eleman utama modal sosial

tersebut. Faktor Kemampuan pemimpin yang mempengaruhi terbentuknya jaringan

sosial, kesepahaman nilai/norma, dan rasa percaya diantara anggota HIMPPAR, yaitu

Kemampuan Untuk Menghimpun Anggotanya

Kemampuan pengurus HIMPPAR untuk menghimpun anggotanya berpengaruh

terhadap pembentuk modal sosial. Karena dengan adanya kemampuan pengurus

dalam mengumpukan anggotanya. Sehingga pengurus dapat menciptakan kegiatan-

kegiatan yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial antar sesama anggota

HIMPPAR. Dengan adanya interaksi sosial antara sesama anggota, akhirnya lahir

jaringan sosial, kesepahaman nilai-nilai dan rasa saling percaya diantara sesama

anggota HIMPPAR Salatiga.

2. Kemampuan Anggota

Keberadaan anggota dalam suatu organisasi, merupakan salah satu hal penting

dalam keberlangsungan organisasi. Karena seperti yang diuangkapkan Davis dalam

Djatmiko 2002;11, bahwa selain kemampuan Pemimpin, kemampuan anggota adalah

salah satu penentu dalam keberlangsungan organisasi.

Secara umum anggota suatu organisasi harus memiliki kemampuan untuk

memahami tugas dan tanggung jawab, serta haknya dalam organisasi. Dengan

memahami tugas dan tanggung jawab dari masing- masing anggota. Para anggota

suatu organisasi diharapkan dapat bersinergi untuk kemajuan organisasi. Untuk itu

kemampuan anggota organisasi merupakan salah satu hal penting dalam mencapai

tujuan organisasi.

Page 13: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

53

Dengan demikian apabila dihubungkan antara kemampuan anggota dan

terbentuknya jaringan sosial, kesepahaman nilai/norma, dan rasa percaya diantara

anggota HIMPPAR. Maka adapun beberapa kemampuan anggota HIMPPAR yang

mempengaruhi proses terbentuknya modal sosial di HIMPPAR, yaitu :

a. Kemampuan Berinteraksi

Kemampuan berinteraksi merupakan salah satu hal yang mempengaruhi

terbentuknya modal sosial. Karena dengan kemampuan mereka berinterkasi

antara satu dengan yang lainnya (sesama anggota HIMPPAR). Karena dengan

adanya inetraksi yang terjadi diantara mereka. Memungkinkan terciptanya

jaringan sosial, kesepahaman nilai/norma, dan rasa percaya diantara anggota

HIMPPAR.

b. Kemampuan Memberlakukan Nilai-Nilai (Norma)

Kemampuan anggota HIMPPAR untuk memberlakukan nilai-nilai atau norma

yang ada dan telah disepakti. Membuat diantara mereka dapat tercipta jaringan

sosial yang kuat. Contoh norma-norma yang ditaati dan berdampak pada

terciptanya jaringan sosial, yaitu menjunjung tinggi HIMPPAR sebagai satu-

satunya organisasi etnis Papua di Salatiga. Juga seperti dalam pergaulan antar

mereka, mereka tidak membedakan suku, agama dan bahasa dan lain sebagainya.

5.3 Tipe Modal Sosial

Berdasarkan pengalaman HIMPPAR yang telah penulis ceritakan pada awal

bab ini. Dapat terlihat bagaimana proses terbentuknya jaringan sosial, kesepahaman

norma-norma dan rasa kepercayaan diantara sesama mahasiswa dan pelajar Papua di

Salatiga yang tergabung dalam HIMPPAR. Sehingga dapat dikatakan bahwa melalui

organisasi HIMPPAR, terlahir suatu jaringan sosial, kesepahaman norma-norma dan

rasa kepercayaan.

Dengan demikian dalam bagian ini, penulis akan membahas tentang

bagaimana tipe modal sosial yang dikembangkan oleh HIMPPAR dan juga sekaligus

mengkategorikan tipologi modal sosial yang terbentuk melalui HIMPPAR.

Page 14: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

54

Berdasarkan tipe modal sosial yang dikembangkan oleh HIMPPAR. tentang tipe

modal sosial yang dimiliki.

1. Social Bounding

Apabila melihat latar belakang dari para mahasiswa dan pelajar Papua di

Salatiga, yang merupakan individu-individu yang datang dari Papua dengan latar

belakang suku, bahasa dan agama yang berbeda-beda. Tentunya ada satu model atau

cara yang dikembangkan oleh HIMPPPAR, guna mempererat para anggotanya.

Untuk itu, apabila mengacu pada pengalaman HIMPPAR yang telah penulis paparkan

pada awal bab ini. Dapat terlihat bahwa salah satu model yang digunakan oleh

HIMPPAR, guna mempererat para anggotanya, yaitu menciptakan perekat sosial

yang mengikat mereka. Perekat sosial mengikat, yang diciptakan oleh HIMPPAR

adalah rasa kesamaan daerah asal. (lihat kutipan wawancara dengan To Moresbi

Sawor, hal 45).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, adanya rasa kesamaan daerah asal

merupakan perekat sosial mengikat, yang diciptakan oleh HIMPPAR, yang

mempererat hubungan antara para anggotanya. Sehingga antara para anggotanya

terbentuk jaringan sosial, kesepahaman norma dan rasa saling percaya. Artinya

bahwa para anggota HIMPPAR mau untuk berinteraksi satu dengan yang lainya,

karena adanya perekat sosial tersebut. (lihat kutipan wawancara dengan anggota

HIMPPAR, hal 47).

Untuk itu bila mengacu pada fenomena keberadaan perekat sosial yang

mengikat para anggota HIMPPAR. Maka dapat dikatakan bahwa modal sosial

mahasiswa dan pelajar Papua di Salatiga, yang terbentuk melalui HIMPPAR.

Merupakan salah satu modal sosial yang dimiliki, dengan tipe social bounding. modal

sosial mahasiswa dan pelajar Papua di Salatiga, yang terbentuk melalui HIMPPAR

dapat dikatakan sebagai modal sosial dengan tipe social bounding, karena fenomena

keberadaan perekat sosial yang mengikat para anggota HIMPPAR tersebut. Sesuai

dengan definisi social bounding yang diungkapkan oleh beberapa ahli, yang pada

Page 15: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

55

intinya menyebutkan bahwa social bounding adalah tipe modal sosial dengan

karakteristik adanya ikatan yang kuat (adanya perekat sosial) dalam sesuatu sistem

kemasyarakatan.

2. Social Briging

Dengan adanya perekat sosial (rasa kepemilikan satu asal), maka modal sosial

yang dimiliki oleh mahasiswa dan pelajar Papua di Salatiga, yang terbentuk melalui

HIMPPAR. Dapat dikatakan sebagai modal sosial dengan tipologi social bounding.

Namun apabila kembali lagi mengkaji tentang latar belakang dari para anggota

HIMPPAR, yang berasal dari beragam suku, agama dan bahasa di Papua. Dapat

terlihat bahwa modal sosial yang terbentuk melalui HIMPPAR, tidak hanya bertipologi

social bounding.

Artinya bahwa modal sosial yang dimiliki oleh mahasiswa dan pelajar Papua di

Salatiga, yang terbentuk melalui HIMPPAR, memiliki tipologi social briging. Karena

sebenarnya modal sosial ini terbentuk dengan adanya relasi-relasi antar berbagai

kelompok suku, agama dan bahasa yang tergabung dalam HIMPPAR. Dengan

demikian selain bertipe atau memiliki tipologi social bounding. Modal sosial yang

dimiliki oleh mahasiswa dan pelajar Papua di Salatiga, yang terbentuk melalui

HIMPPAR, juga bertipe atau memiliki tipologi social briging.

Modal sosial yang dimiliki oleh mahasiswa dan pelajar Papua di Salatiga, yang

terbentuk melalui HIMPPAR, dapat dikatakan bertipe atau memiliki tipologi social

briging. Karena fenomena tentang adanya modal sosial yang terbentuk dengan adanya

relasi-relasi antar berbagai kelompok suku, agama dan bahasa yang tergabung dalam

HIMPPAR. Sangat relevan dengan definisi social briging, yaitu modal sosial yang

dicirikan dengan adanya jembatan sosial atau suatu ikatan sosial yang timbul sebagai

reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompokknya. Ia bisa muncul karena adanya

berbagai macam kelemahan yang ada disekitarnya sehingga mereka memutuskan

untuk membangun suatu kekuatan dari kelemahan yang ada.

Page 16: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

56

3. Social Linking

Setelah mencermati tentang adanya perekat sosial dalam HIMPPAR, maka

modal sosial yang terbentuk melalui HIMPPAR, dapat dikategorika sebagai modal

sosial dengan tipe social bounding. Kemudian setelah melihat relasi-relasi antar

berbagai kelompok suku, agama dan bahasa yang tergabung dalam HIMPPAR. Maka

modal sosial yang terbentuk melalui HIMPPAR, dapat dikategorikan modal sosial

dengan tipe social briging. Lebih lanjut apabila milihat hubungan atau kerja sama dan

tujuan dari kerja sama yang di buat oleh HIMPPAR dan beberapa level dari kekuatan

sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat (contohnya UKSW). Sebenarnya

modal sosial yang terbentuk melalui HIMPPAR, tidak hanya memiliki tipologi modal

sosial social bounding dan social briging.

Karena apabila melihat pengalaman HIMPPAR yang telah penulis paparkan

pada awal bab ini, khususnya pada kutipan wawancara dengan To Moresbi selaku

ketua HIMPPAR, Bapak Yafet Rissy (Wakil Rektor III UKSW), dan juga Bapak

Ferry Karwur selaku simpatisan HIMPPAR. Terlihat bahwa

Tetapi lebih dari itu modal sosial yang terbentuk melalui HIMPPAR dapat di

kategorikan modal sosial dengan tipe Social Linking. Dapat terlihat bahwa adanya

hubungan atau kerja sama yang terbangun antara HIMPPAR dengan beberapa level

dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat. Artinya

HIMPPAR sengaja membangun hubungan dengan beberapa level dari kekuatan sosial

maupun status sosial yang ada dalam masyarakat. Dengan tujuan agar organisasi atau

lembaga yang memiliki kekuatan (modal) lebih tersebut. dapat untuk mengayomi,

membina, dan mengarahkan HIMPPAR.

Modal sosial yang terbentuk melalui HIMPPAR dapat di kategorikan modal

sosial dengan tipe Social Linking, karena apabila mencermati tujuan hubungan atau

relasi-relasi yang dibangun oleh HIMPPAR dengan UKSW contohnya. Dapat terlihat

bahwa hubungan ini sengaja dibangun dengan tujuan agar organisasi atau lembaga

Page 17: BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8444/5/T1...41 BAB V PROSES TERBENTUKNYA MODAL SOSIAL 5.1 Pengalaman HIMPPAR Ide untuk mendirikan organisasi

57

yang memiliki kekuatan (modal) lebih tersebut. dapat untuk mengayomi, membina,

dan mengarahkan HIMPPAR.

Dengan demikian karena adanya hubungan atau kerja sama yang terbangun

antara HIMPPAR dengan beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial

yang ada dalam masyarakat. Juga karena tujuan hubungan atau relasi tersebut adalah

agar organisasi atau lembaga yang memiliki kekuatan (modal) lebih tersebut. dapat

untuk mengayomi, membina, dan mengarahkan HIMPPAR. Sehingga modal sosial

yang dimiliki oleh mahasiswa dan pelajar Papua di Kota Salatigga, yang terbentuk

melalui HIMPPAR. Dapat dikategorikan sebagai modal sosial yang bertipe atau

memiliki tipologi Social Linking.

Selain itu, modal sosial yang dimiliki oleh mahasiswa dan pelajar Papua di

Kota Salatigga, yang terbentuk melalui HIMPPAR. Dapat dikategorikan sebagai

modal sosial yang bertipe atau memiliki tipologi social linking. Karena sesuai dengan

definisi social linking, yaitu modal sosial yang dikarakteristikkan dengan adanya

hubungan di antara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada

dalam masyarakat.

Dengan demikian apabila melihat model tipe modal sosial yang di kembangkan

oleh HIMPPAR, yaitu membuat atau menciptakan perekat sosial yang mengikat para

anggota HIMPPAR, membuat atau menciptakan relasi atau jembatan sosial antara

berbagai kelompok suku, agama dan bahasa yang tergabung dalam HIMPPAR, juga

dengan menjalin relasi atau hubungan dengan beberapa level dari kekuatan sosial

maupun status sosial yang ada dalam masyarakat.

Maka modal sosial yang dimiliki oleh mahasiswa dan pelajar Papua di Kota

Salatiga, yang terorganisir dalam HIMPPAR. Memiliki tiga tipologi modal sosial,

yaitu modal sosial dengan tipe social bounding, social briging dan social linking.

Demikian pembahasan tentang model pembentukan modal sosial yang member

gambaran tentang tipologi modal sosial yang dimiliki oleh mahasiswa dan pelajar

Papua di Kota Salatiga, yang terorganisir dalam HIMPPAR.