Upload
dangkiet
View
227
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BADAN PEMERIKSA KEUANGANREPUBLIK INDONESIA
LAPORAN HASIL PEMERIKSAANSEMESTER II TAHUN ANGGARAN (TA) 2008
ATAS
MANAJEMEN HUTAN YANG TERKAIT DENGAN KEGIATANINVENTARISASI HUTAN, PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN, MITIGASI
PERUBAHAN IKLIM, PERIZINAN PEMANFAATAN HUTAN DANPENGGUNAAN KAWASAN HUTAN, PENEBANGAN HUTAN DAN
PELAPORANNYA, PENGELOLAAN PNBP, SERTA PENGAMANANDAN PERLINDUNGAN KAWASAN HUTAN
PADADEPARTEMEN KEHUTANAN TERMASUK UNIT PELAKSANA TEKNIS(UPT), DINAS KEHUTANAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA, DAN
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN TERKAIT KEHUTANAN SERTAINSTANSI TERKAIT LAINNYA
DI
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
AUDITORAT UTAMA KEUANGAN NEGARA IV
Nomor : 34/LHP/XVII/02/2009Tanggal : 23 Februari 2009
Hasil Pemeriksaan Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat i
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
RINGKASAN EKSEKUTIF
Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2006, BadanPemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan Pemeriksaan atas Manajemen Hutan yang terkait
dengan kegiatan inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, mitigasi perubahan iklim, perizinan
pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, penebangan hutan dan pelaporannya,pengelolaan PNBP, serta pengamanan dan perlindungan kawasan hutan yang dilakukan oleh
Departemen Kehutanan termasuk Unit Pelaksana Teknis (UPT), Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan
Barat, Dinas Kehutanan Kabupaten Ketapang, Dinas Perkebunan, Kehutanan dan PertambanganKabupaten Kubu Raya, Dinas Kehutanan Kabupaten Pontianak, Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Sintang, Dinas Kehutanan Kabupaten Kapuas Hulu, dan perusahaan-perusahaan terkait
kehutanan serta instansi terkait lainnya di Provinsi Kalimantan Barat.
Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)Tahun 2007 dan Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP) Tahun 2008.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai apakah sistem pengendalian intern terkait kegiatan
inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, mitigasi perubahan iklim, perizinan pemanfaatanhutan dan penggunaan kawasan hutan, penebangan hutan dan pelaporannya, pengelolaan PNBP,
serta pengamanan dan perlindungan kawasan hutan telah didesain dan diimplementasikan secara
memadai serta untuk menilai apakah kegiatan-kegiatan tersebut telah sesuai dengan ketentuan yangberlaku.
Hasil pemeriksaan mengungkapkan adanya kelemahan sistem dan ketidakpatuhan terhadap
ketentuan sebagai berikut:
1. Denda keterlambatan penyetoran PSDH sebesar Rp220.211.393,90 dan DR sebesarUSD64.815,56 tidak dipungut mengakibatkan penerimaan sebesar tersebut tidak diterima oleh
negara, terjadi karena Menteri Kehutanan membuat Petunjuk Teknis tentang Tata Cara
Pengenaan, Pemungutan, Pembayaran, dan Penyetoran PSDH/DR tidak menyertakan tentangsanksi denda sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang PNBP dan Dinas
Kehutanan tidak memungut denda sebagaimana yang diamanatkan dalam perundang-undangan.
Hasil Pemeriksaan Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat ii
2. Kayu sitaan yang telah dilelang tidak dikenakan DR sebesar USD177.510,49 mengakibatkan
PNBP berupa DR sebesar USD177.510,49 tidak dapat diterima oleh Kas Negara, terjadi karena
Menteri Kehutanan tidak mencabut ketentuan dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.48/Menhut-II/2006 serta kurang melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.18/Menhut-II/2007 atas pengenaan DR bagi pemenang lelang kayu sitaan.
3. Penyelesaian tunggakan PSDH dan DR sebesar Rp30.190.367.896,12 dan USD9.688.779,07
berlarut-larut sehingga berpotensi menjadi kerugian negara, terjadi karena Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat kurang tegas dalam menangani masalah denda
pelanggaran ekploitasi hutan serta Kepala Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten di Kalimantan
Barat kurang optimal dalam melaksanakan penagihan dan terhadap tunggakan yang berpotensi
macet tidak segera mengalihkan penagihan tunggakan tersebut kepada Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
4. Penerimaan hasil lelang kayu temuan di Kabupaten Ketapang sebesar Rp5.518.141.675,00
terlambat disetor ke Rekening Kas Negara mengakibatkan PNBP dari hasil lelang kayu temuan
terlambat diterima negara, terjadi karena Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Ketapang tidak
menaati ketentuan yang berlaku yaitu tidak segera menyetorkan uang hasil lelang kayu temuan ke
kas negara.
5. Hasil lelang kayu temuan tahun 2006 di Kabupaten Kapuas Hulu sebesar Rp974.971.800,00
belum disetorkan ke Kas Negara dan berpotensi merugikan negara, terjadi karena Pejabat Dinas
Kabupaten Kapuas Hulu belum menyetorkan hasil lelang kayu temuan ke Kas Negara sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
6. Pejabat Penerbit SPP (P2SPP) Dinas Kehutanan Kabupaten Ketapang tidak menerbitkan SPP
atas produksi kayu CV Kayong Makmur Sejati sebanyak 11.274,44 m3, mengakibatkan
penerimaan negara dari PSDH dan DR masing-masing sebesar Rp379.700.197,00 dan
USD69.004,92 menjadi tertunda, terjadi karena Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Ketapang
lalai dalam menerima Bank Garansi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan
serta P2SPP dan P2LHP lalai dalam melaksanakan tugas.
7. PT Batasan dan PT Sari Bumi Kusuma telah menebang kayu bulat dibawah limit diameter yang
diizinkan melanggar ketentuan mengakibatkan negara belum menerima PNBP berupa denda
administratif sebesar Rp124.732.800,00, terjadi karena Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Sintang lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan pengenaan
dan pemungutan PSDH dan DR serta Petugas Pengesah LHP (P2LHP) lalai dalam melaksanakan
tugasnya.
8. PT Borneo International Anugerah belum membayar PSDH dan DR atas realisasi produksi kayu
tahun 2007 sehingga negara belum menerima PNBP berupa PSDH dan DR sebesar
Rp530.519.001,60 dan USD62.581,63, terjadi karena Kepala Dinas Kehutanan Provinsi
Hasil Pemeriksaan Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat iii
Kalimantan Barat tidak konsisten menjalankan kebijakan yang telah dikeluarkan untuk PT BIA
serta Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kapuas Hulu lalai melakukan pengawasan.
9. Limit diameter yang diberikan dalam RKT dan yang ditebang oleh PT Bumi Raya Utama Wood
Industri menyalahi ketentuan mengakibatkan kelestarian hutan menjadi tidak terjaga, terjadi
karena Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat dalam memberikan RKT tidak
memperhatikan aturan yang berlaku serta PT BRUWI tidak melaksanakan aturan yang diwajibkan
dan izin yang diberikan dalam melakukan produksi.
10. PT Karunia Hutan Lestari tidak melakukan pengamanan hutan sesuai ketentuan sehingga
berpotensi PNBP sebesar Rp577.152.000,00 dan USD208.416,00 hilang, terjadi karena PT KHL
tidak serius dalam mengelola hutan secara lestari dan mengamankan areal konsesi yang menjadi
tanggung jawabnya.
11. Pemberian areal IUPHHK PT Suka Jaya Makmur (PT SJM) di Hutan Lindung Bukit Kerai Kundang
tidak sesuai dengan ketentuan mengakibatkan meningkatnya risiko deforestasi di areal hutan
lindung, terjadi karena Menteri Kehutanan dalam memberikan perpanjangan IUPHHK PT SJM
tidak memperhatikan batas kawasan hutan dan fungsinya serta Kepala Dinas Kehutanan Provinsi
Kalimantan Barat tidak tegas mengenakan sanksi kepada PT SJM yang belum menata batas areal
hutan konsesinya secara tepat waktu.
12. Penyerobotan kawasan Hutan Lindung Bakau Pulau Karunia dan Betingan Tengah untuk kegiatan
tambak ikan dan udang melanggar ketentuan mengakibatkan fungsi pokok hutan lindung Pulau
Karunia dan Betingan Tengah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan terganggu dan
berpotensi mengalami abrasi, terjadi karena Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Pontianak telah mengeluarkan Izin Usaha Perikanan (IUP) dan Surat Pembudidayaan Ikan (SBI)
di kawasan Hutan Lindung Betingan Tengah dan Bupati Pontianak tidak melaksanakan tugas
perlindungan hutan di kawasan hutan lindung Pulau Karunia dan Betingan Tengah Kecamatan
Sungai Kakap Teluk Pakedai.
13. PT Benua Rimba Raya (PT BRR) terindikasi melakukan penyerobotan kawasan hutan di
Kalimantan Barat melanggar ketentuan mengakibatkan Hutan Lindung Sungai Ambangah seluas
109,2 Ha kehilangan fungsinya sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air dan mencegah banjir, terjadi karena Bupati Pontianak memberikan izin lokasi
perkebunan di dalam kawasan hutan dan Pemerintah Kabupaten Pontianak dalam melakukan
pengembangan ekonomi tidak menjaga kelestarian hutan dan lingkungan.
Disamping itu, terdapat temuan-temuan pemeriksaan yang diduga mengandung unsur-unsur
perbuatan melawan hukum yang merugikan negara, maka penanganannya akan dilimpahkan kepada
penegak hukum untuk ditindaklanjuti, yaitu:
1. Bupati Pontianak tahun 2001 memberikan IUPHHK PT Bina Ovivipari Semesta (PT BiOS) di Hutan
Lindung Sungai Bumbun melanggar ketentuan mengakibatkan Kawasan Hutan Lindung S. Padu
Hasil Pemeriksaan Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat iv
Ampat S. Kerawang pada Kelompok Hutan Sungai Bumbun Kecamatan Batu Ampar Kabupaten
Kubu Raya terdeforestasi dan menimbulkan kerugian negara atas nilai kayu yang hilang sebesar
Rp2.023.389.000,00, terjadi karena Bupati Pontianak dalam menetapkan luas dan letak definitif
areal konsesi IUPHHK PT BiOS tidak mempertimbangkan ketetapan Menteri Kehutanan tentang
Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat.
2. Bupati Pontianak memberikan Izin Usaha Perkebunan kepada PT Rejeki Kencana (PT RK) di HLG
Arus Deras melanggar ketentuan mengakibatkan HLG Arus Deras mengalami kerusakan dan tidak
berfungsi sebagai kawasan lindung dan negara dirugikan berupa nilai kayu yang hilang sebesar
Rp20.699.755.200,00, terjadi karena Bupati Pontianak dalam memberikan Izin Lokasi PT RK tidak
memperhatikan Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di Kalimantan Barat serta RTRW
Kabupaten Pontianak dan lalai melaksanakan tugas perlindungan hutan pada kawasan HLG Arus
Deras.
3. PT Karya Utama Tambang (PT KUT) menggunakan kawasan hutan produksi Sungai Durian
Sebatang sebelum memperoleh izin pinjam pakai kawasan hutan melanggar ketentuan
mengakibatkan negara dirugikan sebesar Rp5.120.634.750,00 dan USD94.645,00, terjadi karena
Bupati Ketapang (ME) diduga telah menyalahgunakan wewenang yaitu memberikan Kuasa
Penambangan Eksploitasi kepada PT KUT sebelum adanya izin pinjam pakai kawasan hutan dari
Menteri Kehutanan.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, BPK merekomendasikan agar segera diambil langkah-langkah
tindak lanjut sesuai rekomendasi yang dimuat dalam hasil pemeriksaan ini.
BADAN PEMERIKSA KEUANGANREPUBLIK INDONESIA
Penanggung Jawab Pemeriksaan,
HADI PRIYANTONIP. 240000961
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN EKSEKUTIF ...................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
Dasar Hukum Pemeriksaan ....................................................................................................... 1
Standar Pemeriksaan ................................................................................................................. 1
Tujuan Pemeriksaan .................................................................................................................. 1
Sasaran Pemeriksaan ................................................................................................................ 1
Entitas Pemeriksaan .................................................................................................................. 2
Lingkup Pemeriksaan ................................................................................................................. 2
Jangka Waktu Pemeriksaan ...................................................................................................... 2
Metodologi Pemeriksaan ............................................................................................................ 2
Batasan Pemeriksaan ................................................................................................................ 3
Kriteria Pemeriksaan .................................................................................................................. 3
BAB II GAMBARAN UMUM ................................................................................................................. 6
Pengertian Hutan ....................................................................................................................... 6
Manfaat Hutan ........................................................................................................................... 6
Hutan dan Perubahan Iklim ....................................................................................................... 7
Status dan Fungsi Hutan di Indonesia ....................................................................................... 8
Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat ............................................................................ 9
Manajemen Hutan ...................................................................................................................... 12
Perubahan Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat ......................................................... 25
BAB III PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN SEBELUMNYA ........................... 26
BAB IV HASIL PEMERIKSAAN ............................................................................................................. 27
A. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern ......................................................................................... 27
Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Hutan. ........................................................ 27
B. Temuan Pemeriksaan ............................................................................................................... 35
Denda Keterlambatan Penyetoran PSDH Sebesar Rp220.211.393,90 dan DR Sebesar
USD64.815,56 Tidak Dipungut .................................................................................................. 35
Kayu Sitaan yang Telah Dilelang Tidak Dikenakan DR Sebesar USD177.510,49 ..................... 38
Penyelesaian Tunggakan PSDH dan DR Sebesar Rp30.190.367.896,12 dan
USD9.688.779,07 Berlarut-larut ................................................................................................. 40
Penerimaan Hasil Lelang Kayu Temuan di Kabupaten Ketapang Sebesar
Rp5.518.141.675,00 Terlambat Disetor ke Rekening Kas Negara ............................................ 43
Hasil Lelang Kayu Temuan Tahun 2006 di Kabupaten Kapuas Hulu Sebesar
Rp974.971.800,00 Belum disetorkan ke Kas Negara ................................................................ 45
Pejabat Penerbit SPP (P2SPP) Dinas Kehutanan Kabupaten Ketapang Tidak
Menerbitkan SPP Atas Produksi Kayu CV Kayong Makmur Sejati Sebanyak11.274,44 m3 ...... 46
PT B dan PT SBK Telah Menebang Kayu Bulat Dibawah Limit Diameter yang Diizinkan
Melanggar Ketentuan ................................................................................................................. 50
PT Borneo International Anugerah Belum Membayar PSDH dan DR Atas Realisasi
Produksi Kayu Tahun 2007 sehingga Merugikan Negara Sebesar Rp530.519.001,60 dan
USD62.581,63 ............................................................................................................................ 52
Limit Diameter yang Diberikan dalam RKT dan yang Ditebang oleh PT BRUWI Menyalahi
Ketentuan ................................................................................................................................... 58
PT KHL Tidak Melakukan Pengamanan Hutan Sesuai Ketentuan sehingga Berpotensi
PNBP Sebesar Rp577.152.000,00 dan USD208.416,00 Hilang ................................................ 61
Pemberian Areal IUPHHK PT SJM di Hutan Lindung Bukit Kerai Kundang Tidak Sesuai
Dengan Ketentuan ..................................................................................................................... 66
Bupati Pontianak Tahun 2001 Memberikan IUPHHK PT BiOS di Hutan Lindung Sungai
Bumbun Melanggar Ketentuan .................................................................................................. 70
Bupati Pontianak Memberikan Izin Usaha Perkebunan Kepada PT RK di HLG Arus Deras
Melanggar Ketentuan ................................................................................................................. 75
PT KUT Menggunakan Kawasan Hutan Produksi Sungai Durian Sebatang Sebelum
Memperoleh Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Melanggar Ketentuan ...................................... 81
Penyerobotan Kawasan Hutan Lindung Bakau Pulau Karunia dan Betingan Tengah untuk
Kegiatan Tambak Ikan dan Udang Melanggar Ketentuan ......................................................... 85
PT BRR Terindikasi Melakukan Penyerobotan Kawasan Hutan di Kalimantan Barat
Melanggar Ketentuan ................................................................................................................. 87
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................................................... 90
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jenis-Jenis GRK Berdasarkan UNFCC............................................................................ 7
Tabel 2.2. Ringkasan Emisi GRK (MtCO2e/tahun) ........................................................................... 7
Tabel 2.3. Luas Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan
Penunjukan Kawasan ...................................................................................................... 9
Tabel 2.4. Perkembangan Tata Batas Kalimantan Barat sampai dengan 2007................................ 13
Tabel 4.1. Perubahan Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Fungsi ............. 33
Tabel 4.2. Realisasi Tata Batas Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Barat .................................. 34
Tabel 4.3. Jumlah Denda Keterlambatan Penyetoran PSDH/DR Tahun 2006-2008 di
Kabupaten Ketapang, Sintang, dan Kapuas Hulu ........................................................... 43
Tabel 4.4. Hasil Lelang Kayu Temuan di Kabupaten Ketapang Tahun 2006 s/d 2008 .................... 46
Tabel 4.5. Daftar Tunggakan PSDH dan DR dari IPKH di Provinsi Kalimantan Barat dan
Kabupaten Kapuas Hulu ................................................................................................ 51
Tabel 4.6 Kayu Sitaan Tim Pemberantasan Illegal Logging di Kabupaten Sintang ........................ 54
Tabel 4.7 Target dan Realisasi Penebangan Kayu Bulat PT Bumi Raya Wood Industries
Tahun 2007 dan 2008 ..................................................................................................... 58
Tabel 4.8 PSDH dan DR CV KMS yang belum dibayar .................................................................. 69
Tabel 4.9 Jumlah Kayu Hasil Land Clearing PT Borneo International Anugerah ............................ 72
Tabel 4.10 Jumlah Produksi Kayu dan PSDH DR PT Borneo International Anugerah ..................... 74
Tabel 4.11 Rencana dan Realisasi Produksi PT KHL Tahun 2007 dan 2008 ................................... 78
Tabel 4.12 PSDH dan DR PT KHL Tahun 2007 dan 2008 ............................................................... 78
Tabel 4.13 Petak Kerja PT KHL Tahun 2008 yang diajukan untuk direvisi ....................................... 79
Tabel 4.14 Tabel Sebaran Hotspot per Kabupaten periode Tahun 2006-2008 ................................ 82
Tabel 4.15 Jumlah Anggaran yang dialokasikan untuk Pengendalian Kebakaran Hutan dan lahan
di Provinsi Kalimantan Barat ........................................................................................... 86
Tabel 4.16 Potensi Kayu Bulat di Lokasi Pinjam Pakai Kawasan Hutan PT Karya Utama
Tambang ......................................................................................................................... 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Efek Rumah Kaca ........................................................................................................... 6
Gambar 2.2 Peta Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat ........................................................ 10
Gambar 2.3 Peta Tutupan Lahan Provinsi Kalimantan Barat .............................................................. 11
Gambar 2.4 Kasus Pencurian/Perambahan TSL................................................................................. 22
Gambar 4.1. Areal Konsesi PT SJM .................................................................................................... 39
Gambar 4.2. Overlapping Areal Konsesi PT SJM dengan Hutan Lindung BT Kerai Kundang ............. 40
Gambar 4.3. Tutupan Lahan PT Bina Ovivipari Semesta .................................................................... 98
Gambar 4.4. Foto Hasil Cek Fisik pada PT Bina Ovivipari Semesta .................................................. 101
Gambar 4.5. Lokasi Hutan Lindung Gambut Arus Deras di areal PT RK ............................................. 105
Gambar 4.6. Perbandingan Tutupan Lahan Tahun 2003 dengan Tutupan Lahan Tahun 2005 di
Hutan Lindung Gambut Arus Deras ................................................................................ 106
Gambar 4.7. Perhitungan Luas Deforestasi PT Rezeki Kencana ....................................................... 106
Gambar 4.8. Kondisi HLG Arus Deras yang menjadi Areal Perkebunan PT RK .................................. 107
Gambar 4.9. Foto Satelit Kondisi HL Ambangah dan HPK Ambangan di lokasi PT BRR..................... 116
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2.1 Perkembangan Luas Penutupan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan
Penafsiran Citra Lansat Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2007
Lampiran 2.2 Perkembangan Pelepasan Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat (sampai dengan
akhir Tahun 2007)
Lampiran 4.1 Pemantauan Pelanggaran di Bidang Eksploitasi Hutan dan Perkembangannya di Provinsi
Kalimantan Barat
Lampiran 4.2 Dana Reboisasi dari Lelang Kayu Sitaan
Lampiran 4.3 Perhitungan Denda Keterlambatan Pembayaran PSDH dan DR Kabupaten Ketapang ,
Sintang, dan Kapuas Hulu Tahun 2006 2008
Lampiran 4.4 Daftar Kayu Bulat yang ditebang dibawah Diameter 60 cm oleh PT Batasan dan PT Sari
Bumi Kusuma
Lampiran 4.5 Hasil Lelang Kayu Temuan Kapuas Hulu Belum Disetorkan ke Kas Negara
Lampiran 4.6 Daftar Peralatan Kebakaran Hutan di Provinsi Kalimantan Barat
Lampiran 4.7 Rincian Perhitungan Kerugian Negara Akibat Tidak Diterimanya PNBP PSDH dan DR dari
Eksploitasi Kawasan Hutan oleh PT KUT
Lampiran 4.8 Daftar Izin Usaha Perikanan dan Surat Pembudidayaan Ikan di Kabupaten Pontianak
Tahun 2005 s.d 2007
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis-Jenis GRK Berdasarkan UNFCC.................................................................................. 8
Tabel 2.2 Ringkasan Emisi GRK (MtCO2e/tahun) ................................................................................ 8
Tabel 2.3 Luas Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan
Penunjukan Kawasan ............................................................................................................ 10
Tabel 2.4 Perkembangan Tata Batas Kalimantan Barat sampai dengan 2006...................................... 14
Tabel 4.1 Jumlah Denda Keterlambatan Penyetoran PSDH/DR Tahun 2006-2008 di
Kabupaten Ketapang, Sintang, dan Kapuas Hulu ................................................................ 35
Tabel 4.2 Daftar Tunggakan PSDH dan DR dari IPKH di Provinsi Kalimantan Barat dan
Kabupaten Kapuas Hulu ...................................................................................................... 41
Tabel 4.3 Hasil Lelang Kayu Temuan di Kabupaten Ketapang Tahun 2006 s/d 2008 ......................... 44
Tabel 4.4 PSDH dan DR CV KMS yang belum dibayar ........................................................................ 48
Tabel 4.5 Jumlah Kayu Hasil Land Clearing PT Borneo International Anugerah .................................. 53
Tabel 4.6 Jumlah Produksi Kayu dan PSDH DR PT Borneo International Anugerah ........................... 55
Tabel 4.7 Target dan Realisasi Penebangan Kayu Bulat PT BRUWI Tahun 2007 dan 2008 ............... 59
Tabel 4.8 Rencana dan Realisasi Produksi PT KHL Tahun 2007 dan 2008 ......................................... 62
Tabel 4.9 PSDH dan DR PT KHL Tahun 2007 dan 2008 ..................................................................... 62
Tabel 4.10 Petak Kerja PT KHL Tahun 2008 yang diajukan untuk direvisi ............................................. 62
Tabel 4.11 Jumlah Kayu Bulat yang ditebang dari Hutan Lindung Sungai Bumbun ............................... 71
Tabel 4.12 Potensi Kayu Bulat di Lokasi Pinjam Pakai Kawasan Hutan PT Karya Utama
Tambang ............................................................................................................................... 83
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Efek Rumah Kaca .................................................................................................................... 7
Gambar 2.2 Peta Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat ................................................................. 11
Gambar 2.3 Peta Tutupan Lahan Provinsi Kalimantan Barat ...................................................................... 12
Gambar 2.4 Kasus Pencurian/Perambahan TSL.......................................................................................... 24
Gambar 4.1. Areal Konsesi PT SJM ............................................................................................................. 67
Gambar 4.2. Overlapping Areal Konsesi PT SJM dengan Hutan Lindung BT Kerai Kundang ..................... 68
Gambar 4.3. Tutupan Lahan PT Bina Ovivipari Semesta ............................................................................. 70
Gambar 4.4. Foto Hasil Cek Fisik pada PT Bina Ovivipari Semesta .......................................................... 73
Gambar 4.5. Lokasi Hutan Lindung Gambut Arus Deras di areal PT RK ..................................................... 76
Gambar 4.6. Perbandingan Tutupan Lahan Tahun 2003 dengan Tutupan Lahan Tahun 2005 di
Hutan Lindung Gambut Arus Deras ......................................................................................... 76
Gambar 4.7. Perhitungan Luas Deforestasi PT Rezeki Kencana ................................................................ 77
Gambar 4.8. Kondisi HLG Arus Deras yang menjadi Areal Perkebunan PT RK ........................................... 78
Gambar 4.9. Foto Satelit Kondisi HL Ambangah dan HPK Ambangan di lokasi PT BRR.............................. 88
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2.1 Perkembangan Luas Penutupan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat
Berdasarkan Penafsiran Citra Landsat Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2007
Lampiran 2.2 Perkembangan Pelepasan Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat
(sampai dengan akhir tahun 2007)
Lampiran 4.1 Perhitungan Denda Keterlambatan Pembayaran PSDH dan DR Kabupaten
Ketapang, Kapuas Hulu, dan Sintang Tahun 2006-2008
Lampiran 4.2 Dana Reboisasi dari Lelang Kayu Sitaan Provinsi Kalbar Tahun 2007 dan 2008
Lampiran 4.3 Pemantauan Pelanggaran di Bidang Eksploitasi Hutan dan Perkembangannya
di Provinsi Kalimantan Barat
Lampiran 4.4 Hasil Lelang Kayu Temuan Kapuas Hulu Tahun 2006
Lampiran 4.5 Daftar kayu bulat dibawah diameter 60 cm PT B dan PT SBK
Lampiran 4.6a
Lampiran 4.6b
Perhitungan kerugian negara dari nilai tegakan kayu yang hilang akibat
eksploitasi kawasan hutan oleh PT KUT
Perhitungan kerugian negara akibat tidak diterimanya PNBP PSDH dan DR dari
ekploitasi kawasan hutan oleh PT KUT
Lampiran 4.7 Daftar Izin Usaha Perikanan dan Surat Pembudidayaan Ikan di Kabupaten
Pontianak Tahun 2005 s/d 2007
Hasil Pemeriksaan Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 1
BAB I
PENDAHULUAN
Dasar HukumPemeriksaan
Dasar Pemeriksaan atas Manajemen Hutan yang terkait dengan kegiatan inventarisasi
hutan, pengukuhan kawasan hutan, mitigasi perubahan iklim, perizinan pemanfaatan
hutan dan penggunaan kawasan hutan, penebangan hutan dan pelaporannya,
pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta pengamanan dan
perlindungan kawasan hutan adalah :
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
StandarPemeriksaan
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Tahun 2007 dan Panduan
Manajemen Pemeriksaan (PMP) Tahun 2008.
TujuanPemeriksaan
Tujuan pemeriksaan adalah untuk:
1. Menilai apakah Sistem Pengendalian Intern (SPI) terkait kegiatan inventarisasi
hutan, pengukuhan kawasan hutan, mitigasi perubahan iklim, perizinan
pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, penebangan hutan dan
pelaporannya, pengelolaan PNBP, serta pengamanan dan perlindungan kawasan
hutan telah didesain dan diimplementasikan secara memadai;
2. Menilai apakah kegiatan inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, mitigasi
perubahan iklim, perizinan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan,
penebangan hutan dan pelaporannya, pengelolaan PNBP, serta pengamanan dan
perlindungan kawasan hutan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
SasaranPemeriksaan
Untuk mencapai tujuan pemeriksaan tersebut, maka sasaran pemeriksaan diarahkan
pada hal-hal berikut:
1. Kegiatan inventarisasi hutan;
2. Kegiatan pengukuhan kawasan hutan;
3. Kegiatan mitigasi perubahan iklim;
4. Kegiatan perizinan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan;
5. Kegiatan penebangan hutan dan pelaporannya;
6. Kegiatan pengelolaan PNBP, dan
7. Kegiatan pengamanan dan perlindungan kawasan hutan.
Hasil Pemeriksaan Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 2
EntitasPemeriksaan
Departemen Kehutanan termasuk Unit Pelaksana Teknis (UPT), Dinas Kehutanan
Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Kehutanan Kabupaten Ketapang, Dinas Kehutanan
Kabupaten Pontianak, Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten
Kubu Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sintang, Dinas Kehutanan
Kabupaten Kapuas Hulu, dan perusahaan-perusahaan terkait kehutanan serta instansi
terkait lainnya di Provinsi Kalimantan Barat.
LingkupPemeriksaan
Lingkup pemeriksaan adalah kegiatan inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan
hutan, mitigasi perubahan iklim, perizinan pemanfaatan hutan dan penggunaan
kawasan hutan, penebangan hutan dan pelaporannya, pengelolaan PNBP, serta
pengamanan dan perlindungan kawasan hutan yang dilakukan pada Tahun 2006 s.d.
2008.
Jangka WaktuPemeriksaan
Pemeriksaan dilaksanakan selama 45 hari, sejak tanggal 28 Juli 2008 sampai dengan
12 September 2008 berdasarkan Surat Tugas Anggota/Pembina Auditama Keuangan
Negara IV No. 30/ST/VI-XVII/07/2008 tanggal 17 Juli 2008.
MetodologiPemeriksaan
Pemeriksaan atas manajemen hutan yang terkait dengan kegiatan inventarisasi hutan,
pengukuhan kawasan hutan, mitigasi perubahan iklim, perizinan pemanfaatan hutan
dan penggunaan kawasan hutan, penebangan hutan dan pelaporannya, pengelolaan
PNBP, serta pengamanan dan perlindungan kawasan hutan ini dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
PendekatanRisiko
Pemeriksaan dilakukan dengan pendekatan risiko (khususnya pada risiko
ketidakpatuhan, risiko kehilangan ekosistem dan keanekaragaman hayati, risiko illegal
logging, risiko penggunaan lahan secara tidak sah, dan risiko ekonomi). Pemilihan
risiko yang akan menjadi fokus pemeriksaan dilakukan dengan mempertimbangkan
keandalan SPI, signifikansi masalah dan frekuensi terjadinya masalah. Langkah ini
sudah dilakukan pada saat pemeriksaan pendahuluan.
Pemeriksaan yang dilakukan hanya atas aspek kebijakan yang terkait dengan
kegiatan-kegiatan disasaran pemeriksaan. Pemeriksaan ini dilaksanakan dengan
mereviu kebijakan dan peraturan yang telah diterbitkan terkait dengan manajemen
hutan baik yang diterbitkan pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.
Pengujian dalam pemeriksaan dilakukan atas bukti-bukti pengelolaan hutan seperti
untuk penebangan adalah Laporan Hasil Penebangan (LHP), Laporan Hasil Cruising
(LHC) dan lain-lain, sedangkan bukti pengelolaan PNBP adalah Surat Perintah
Pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan/Dana Reboisasi (SPP-PSDH/DR) dan lain-
lain. Hal ini dilakukan untuk memperoleh tingkat keyakinan yang tinggi atas hasil
pemeriksaan.
Hasil Pemeriksaan Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 3
Uji Petik dan
Pemilihan
Sampling
Pemeriksaan
Pengujian tidak dilakukan atas populasi data dan dokumen serta lokasi pelaksanaan
kegiatan (Hak Pengusahaan Hutan, hutan lindung, dan lain-lain) tetapi dilakukan
secara selektif dengan memperhatikan aspek-aspek risiko yang teridentifikasi pada
saat pemeriksaan pendahuluan, jumlah uang yang terlibat dan kemungkinan untuk
melakukan pemeriksaan. Pemilihan sampel dilakukan mengandalkan justifikasi logis
pemeriksa (non-statistical sample). Jika terkait dengan jumlah populasi yang besar dan
bervariasi maka pemilihan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
stratifikasi atas unit-unit yang ada di dalam populasi.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai kepatuhan entitas atas peraturan-peraturan
dan ketentuan yang berlaku dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menjadi
sasaran pemeriksaan.
Penggunaan
Teknologi GIS dan
GPS
Pemeriksaan dibantu dengan penggunaan teknologi GIS (Geographical Information
System) dalam memetakan lokasi deforestasi, tumpang tindih lahan, dan penggunaan
lahan yang tidak sah. Teknologi GIS juga digunakan antara lain untuk menentukan
sampel pemeriksaan dan lokasi yang akan diuji petik, mengetahui titik-titik deforestasi
yang diakibatkan illegal logging dan penggunaan lahan secara tidak sah serta
menghitung luasan areal deforestasi. Untuk melakukan pengujian fisik di lapangan
(ground checking) dibantu dengan menggunakan peralatan GPS (Global Positioning
System).
BatasanPemeriksaan
Pemeriksaan atas Manajemen Hutan yang terkait dengan kegiatan inventarisasi hutan,
pengukuhan kawasan hutan, mitigasi perubahan iklim, perizinan pemanfaatan hutan
dan penggunaan kawasan hutan, penebangan hutan dan pelaporannya, pengelolaan
PNBP, serta pengamanan dan perlindungan kawasan hutan dilaksanakan dengan
batasan yaitu pemeriksaan atas penebangan hutan dan pelaporannya dibatasi hanya
untuk komoditas kayu dan dilakukan mendasarkan pada Laporan Hasil Penebangan
(LHP) kayu yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang. BPK melakukan
pengukuran volume atas kayu hasil tebangan di lokasi Tempat Penampungan Kayu
(TPK) secara uji petik.
KriteriaPemeriksaan
Kriteria yang digunakan dalam pemeriksaan adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan perubahannya pada
Undang-Undang No. 19 Tahun 2004.
2. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
3. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1998 tentang Provisi Sumber Daya Hutan.
4. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 jo PP No. 74 Tahun 1999 tentang Tarif
Hasil Pemeriksaan Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 4
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen
Kehutanan dan Perkebunan.
5. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan
atau Pencemaran Lingkungan Hidup.
6. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 jo Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun
2007 jo. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
7. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2002 jo PP No. 58 Tahun 2007 tentang Dana
Reboisasi.
8. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan.
9. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan.
10. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.
11. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
12. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2008 dan lampirannya tentang Jenis dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Penggunaan
Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan
yang berlaku pada Departemen Kehutanan.
13. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
14. Keputusan Presiden No. 72 Tahun 2004 tanggal 6 September 2004 tentang
perubahan atas Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
15. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.14/Menhut-II/2006 jo Peraturan Menteri
Kehutanan No.P.64/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Hutan.
16. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.15/Menhut-II/2006 tentang Tata Cara
Pengajuan Penghapusan Piutang Negara Macet dari Dana Reboisasi dan Provisi
Sumber Daya Hutan Lingkup Departemen Kehutanan.
17. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pelelangan Hasil Hutan Temuan, Sitaan dan Rampasan.
18. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan
Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Negara.
19. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.67/Menhut-II/2006 Tahun 2006 tentang Kriteria
Hasil Pemeriksaan Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 5
dan Standar Inventarisasi Hutan.
20. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.18/Menhut-II/2007 Tahun 2007 tentang Tata
Cara Pengenaan, Pemungutan dan Pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan
(PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).
21. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.39/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara
Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan
22. Keputusan Menteri Kehutanan No. 333 Tahun 1999 tentang Pedoman
Pemeliharaan dan Pengamanan Tata Batas Hutan.
23. Keputusan Menteri Kehutanan No. 259/Kpts-II/2000 tentang Penunjukkan
Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Kalimantan Barat.
24. Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan
Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan.
25. Keputusan Menteri Kehutanan No. 126/Kpts-II/2003 Tahun 2003 tentang
Penatausahaan Hasil Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.55/Menhut-
II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Negara.
26. Keputusan Menteri Kehutanan No. 124/Kpts-II/2003 Tahun 2003 jo Keputusan
Menteri Kehutanan No. 445/Kpts-II/2003 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Tata
Cara Pengenaan, Pemungutan, Pembayaran dan Penyetoran Provisi Sumber
Daya Hutan (PSDH).
27. Keputusan Menteri Kehutanan No. 128/Kpts-II/2003 Tahun 2003 jo Keputusan
Menteri Kehutanan No. 446/Kpts-II/2003 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Tata
Cara Pengenaan, Pemungutan, Pembayaran dan Penyetoran Dana Reboisasi
(DR).
28. Keputusan Menteri Kehutanan No. 382/Kpts-II/2004 tentang Izin Pemanfaatan
Kayu (IPK).
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 6
BAB II
GAMBARAN UMUM
PengertianHutan
Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 pasal 1 ayat (2), hutan adalah suatukesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan.
Manfaat Hutan Hutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan kita, namun
kerusakan berat yang telah terjadi pada hutan menunjukkan bahwa kesadaran akan
peranan hutan yang amat penting itu masih belum ada. Manfaat hutan meliputi:
1. Manfaat Ekonomi
Sejak akhir tahun 1960-an, hutan bersama minyak bumi ditempatkan sebagai
ujung tombak pemulihan ekonomi yang pada waktu itu mengalami krisis besar.Hutan merupakan sumber daya ekonomi terutama hasil hutan kayu dan non kayu
seperti rotan, getah damar, tanaman obat-obatan dan sebagainya, sehingga
dibenarkan pemanfaatannya untuk pembangunan ekonomi. Pemerintah membukakesempatan pemanfaatan hutan melalui pemberian Hak Pengusahaan Hutan
(HPH), sehingga pada waktu itu terjadi green gold rush untuk menggambarkan
betapa maraknya pengusahaan hutan oleh HPH.
2. Manfaat Sosial Budaya
Hutan di Indonesia banyak yang masih dikelola oleh masyarakat lokal yang
kehidupannya sangat tergantung hutan tersebut, sehingga hutan sangatmempengaruhi kehidupan sosial dan budaya masyarakat itu. Seiring dengan
dominasi manfaat ekonomi hutan dengan maraknya pemberian hak pengelolaan
hutan kepada swasta, muncul permasalahan sosial berupakesenjangan/ketimpangan sosial masyarakat karena tersisihnya masyarakat lokal
dalam pengelolaan hutan.
3. Manfaat Lingkungan
Hutan merupakan habitat atau tempat hidup berbagai jenis flora dan fauna.
Indonesia terkenal mengandung mega-biodiversity, yaitu suatu wilayah yang
mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dalam arti banyak sekalijenis tumbuhan dan satwa. Selain sebagai habitat bagi flora dan fauna, hutan juga
memiliki fungsi hidrologi, yaitu pengaturan air dan perlindungan tanah dari erosi,
tanah longsor dan pencegah banjir.
Hutan juga merupakan paru-paru dunia karena proses fotosintesis yang mengubah
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 7
gas CO2 dari udara menjadi Oksigen (O2) yang diperlukan bagi pernafasan
makhluk lain. Selain itu proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat yang
merupakan sumber energi. Karbohidrat ini tidak habis digunakan dalam
pernafasan, sebagian besar tersisa serta menumpuk dalam tubuh makhluk hidup
dan bahan organik makhluk hidup yang mati. Bahan organik itu disebut biomassa,
sehingga zat karbon tertumpuk dalam biomassa. Hutan hujan tropik dapat
mengandung lebih dari 200 ton karbon per hektar.
Hutan danPerubahan Iklim
Manfaat hutan sebagai pengurai CO2 menjadi O2 serta penyimpan karbon hasil
fotosintesis menjadikan hutan memiliki peran penting terkait perubahan iklim. CO2dalam udara mempunyai peranan penting dalam pengaturan suhu permukaan bumi.
Makin tinggi kadar CO2 makin tinggi pula suhu permukaan bumi. CO2 merupakan salah
satu gas pembentuk Gas Rumah Kaca (GRK). Radiasi yang dipancarkan matahari
(dalam gelombang pendek), menembus lapisan atmosfir dan masuk ke bumi, berubah
menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi, dan sebagian
dipantulkan kembali ke atmosfir. Namun tidak semua gelombang panjang yang
dipantulkan kembali, dapat menembus atmosfir menuju angkasa luar karena sebagian
dihadang dan diserap oleh GRK, yang berakibat suhu di bumi menjadi semakin hangat.
Peristiwa alam ini dikenal dengan Efek Rumah Kaca (ERK). ERK menyebabkan bumi
menjadi hangat dan layak untuk ditempati manusia. Namun berbagai aktivitas manusia,
terutama proses industri, transportasi, kebakaran hutan dan penggundulan hutan
menyebabkan GRK yang diemisikan ke atmosfir meningkat, dan terjadi perubahan
komposisi GRK di atmosfir. Hal ini menyebabkan radiasi matahari yang terperangkap
di atmosfir meningkat pula sehingga permukaan bumi makin panas atau pemanasan
global (Global Warming).
Pemanasan global
menyebabkan terjadinya
perubahan pada unsur-
unsur iklim lainnya, seperti
naiknya suhu air laut,
meningkatnya penguapan
di udara, berubahnya pola
curah hujan dan tekanan
udara yang pada akhirnya
merubah pola iklim dunia
yang lebih dikenal dengan
perubahan iklim (Global
Climate Change).Gambar 2.1 Efek Rumah Kaca
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 8
Tabel 2.1 Jenis-Jenis GRK Berdasarkan UNFCCC
Gas Rumah Kaca (GRK) Sumber
Karbondioksida (CO2) Pembakaran bahan bakar fosil, transportasi,deforestasi, pertanian
Metan (CH4) Pertanian, perubahan tata guna lahan,pembakaran biomassa, tempat pembuangan akhirsampah
Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup, 2004
Deforestasi (konversi hutan untuk penggunaan lain seperti pertanian, perkebunan,
pemukiman, pertambangan, prasarana wilayah), degradasi lahan gambut (penurunan
kualitas hutan akibat Illegal Logging, kebakaran, Over-Cutting, pembukaan lahan
dengan membakar, dan perambahan) telah menempatkan Indonesia pada posisi ke-3
sebagai negara penghasil emisi GRK di dunia dari emisi perubahan tata guna lahan
dan deforestasi (Lihat Tabel 2.2).
Tabel 2.2 Ringkasan Emisi GRK (MtCO2e/tahun)1
SumberEmisi
AmerikaSerikat Cina Indonesia Brazil Rusia India
Energi2
Pertanian3
Kehutanan4
Sampah5
Total
5.752442
(403)213
6.004
3.7201.171
(47)174
5.018
275141
2.56335
3.014
303598
1.37243
2.316
1.527118
5446
1.745
1.051442(40)124
1.577Sumber : Indonesia dan Perubahan iklim, Bank Dunia, 2007
Catatan : (1) Tabel tersebut tidak mengikutsertakan Uni Eropa (yang terdiri dari 25 negara). Jika blokUni Eropa masuk dalam perhitungan, maka Indonesia akan berdiri pada posisi ke-4. Urut-urutannyaadalah US, UE, Cina, dan Indonesia. (2) Emisi untuk tahun 2004, dimana data emisi yang digunakanadalah data statistic IEA Tahun 2005. Kecuali Indonesia, data yang digunakan adalah Statistik EnergiTahun 2005 yang dikeluarkan oleh PIE. (3) Emisi untuk tahun 2005, diperoleh dari US EPA 2006.Pembakaran biomassa dimasukkan dalam perhitungan (4) Data emisi kehutanan adalah untuk tahun2000, dari Houghton 2005. (5) Data emisi sampah adalah untuh tahun 2005, dari US EPA 2006.
Status dan
Fungsi Hutan di
Indonesia
Hutan Negara
Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan dibedakan berdasarkan
status dan fungsi pokoknya.
1. Berdasarkan statusnya, hutan terdiri dari:
a. Hutan Negara, adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak
atas tanah. Hutan negara ini dapat berupa hutan adat yaitu hutan negara yang
berada dalam wilayah masyarakat hukum adat, yang statusnya ditetapkan oleh
Pemerintah.
Hutan Adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum
adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya. Apabila dalam
perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi,
maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada Pemerintah.
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 9
Hutan Hak
Hutan
Konservasi
Hutan Lindung
Hutan Produksi
b. Hutan Hak, adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas
tanah.
2. Berdasarkan fungsi pokoknya, hutan terdiri dari:
a. Hutan konservasi, adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya. Hutan konservasi terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1) Kawasan hutan suaka alam, mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya,
yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan;
2) Kawasan hutan pelestarian alam, mempunyai fungsi pokok perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya;
3) Taman buru, merupakan kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat
wisata berburu.
b. Hutan lindung, adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara
kesuburan tanah;
c. Hutan produksi, adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan. Hutan produksi terbagi menjadi tiga, yaitu:
1) Hutan Produksi Terbatas (HPT), adalah kawasan hutan produksi yang
eksploitasinya hanya dapat dilakukan dengan sistem tebang pilih dan tanam;
2) Hutan Produksi (HP), adalah kawasan hutan produksi yang eksploitasinya
dapat dilakukan dengan tebang pilih atau tebang habis dan tanam;
3) Hutan Produksi yang dapat dikonversi, adalah kawasan hutan produksi yang
dapat berubah fungsi pokoknya.
Selain i tu Pemerintah menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus.
Penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus, diperlukan untuk kepentingan umum
tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan seperti penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan pelatihan serta religi dan kebudayaan.
Kawasan Hutan
di Provinsi
Kalimantan
Barat
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang berupa hutan, yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Kawasan hutan perlu ditetapkan untuk menjamin kepastian hukum mengenai status
kawasan hutan, letak batas dan luas suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 10
Luas Kawasan
Hutan
sebagai kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap. Penetapan kawasan hutan juga
ditujukan untuk menjaga dan mengamankan keberadaan dan keutuhan kawasan hutan
sebagai penggerak perekonomian dan penyangga kehidupan lokal, regional dan
nasional.
Provinsi Kalimantan Barat dengan luas 14.680.700 ha telah dialokasikan untuk
kawasan hutan tetap seluas 9.178.760 ha (62% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan
Barat). Pada awal-awal pembangunan, sumber daya hutan di Provinsi Kalimantan
Barat telah menjadi salah satu modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang
memberi dampak positif antara lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga
kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Pada sisi
lain pemanfaatan sumberdaya hutan tersebut telah menimbulkan berbagai masalah
ekonomi, sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh pengelolaan hutan yang tidak
tepat, pembukaan kawasan hutan dalam skala besar untuk berbagai keperluan, illegal
logging, perambahan dan kebakaran hutan.
Kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Barat ditunjuk oleh Menteri Kehutanan dan
Perkebunan melalui Surat Keputusan No. 259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000
tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat seluas
9.178.760 ha. Penunjukan kawasan hutan ini berdasarkan hasil padu serasi antara
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dengan Tata Guna Hutan
Kesepakatan (TGHK). Perincian luas dan peta kawasan hutan di Provinsi Kalimantan
Barat dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan Gambar 2.2.
Tabel 2.3 Luas Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat
Berdasarkan Penunjukkan KawasanNo Peruntukan Kawasan Luas (ha)
A. Kawasan Suaka Alam dan Kawasan PelestarianAlam (darat dan perairan)
1. Hutan Cagar Alam 153.2752. Hutan Taman Nasional 1.252.8953. Hutan Wisata Alam 29.3104. Suaka Alam Laut dan Daratan 22.2155. Suaka Alam Perairan 187.885
B. Hutan Lindung 2.307.045C. Hutan Produksi Terbatas 2.445.985D. Hutan Produksi 2.265.800E. Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi 514.350
TOTAL 9.178.760
Sumber: SK Menhutbun No.259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 11
PenutupanLahan Kawasan
Hutan
Gambar 2.2 Peta Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Barat
Penutupan lahan/vegetasi adalah kondisi permukaan bumi yang menggambarkan
kenampakan penutupan lahan dan vegetasi. Keadaan penutupan lahan/vegetasi
terbaru di Provinsi Kalimantan Barat diperoleh dari hasil penafsiran citra satelit Landsat
7 ETM+ liputan tahun 2004-2005 yang ditafsir pada tahun 2007. Data luas kawasan
hutan di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan hasil penafsiran ini berbeda dengan
SK No. 259/Kpts-II/2000 seperti pada Tabel 2.3 di atas. Hal ini disebabkan karena data
penafsiran tahun 2007 telah menggunakan dasar berupa Peta Dasar Tematik
Kehutanan yang didigitasi dari citra landsat pada skala 1 : 100.000 sedangkan peta
dasar yang lama menggunakan dasar Peta Topografi/Repprot yang didigitasi secara
manual pada skala 1 : 250.000, sehingga peta dasar yang baru memiliki tingkat
keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peta dasar yang lama.
Berdasarkan data luas tutupan lahan di Provinsi Kalimantan Barat hasil penafsiran
Citra Landsat Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2007 (Statistik Kehutanan Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2006) diketahui bahwa luas daratan yang masih berupa hutan
(berhutan) adalah sebesar 48% dan daratan yang bukan berupa hutan (non hutan)
sebesar 52%. Sedangkan luas kawasan hutan yang masih berhutan adalah sebesar
67% dan kawasan hutan yang tidak berhutan adalah sebesar 33%. Perincian
mengenai perkembangan luas penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Barat
berdasarkan klasifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 2.1.
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 12
Gambar 2.3 Peta Tutupan Lahan Provinsi Kalimantan Barat
ManajemenHutan
Manajemen hutan berkelanjutan adalah model pengelolaan hutan yang dapat
memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan secara terus-menerus dengan
menghasilkan perubahan ekosistem yang dapat dikendalikan dan tidak menimbulkan
dampak negatif . Agar manfaat hutan tersebut dapat diperoleh sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat dan lestari, maka Pemerintah menyelenggarakan pengurusan
hutan melalui kegiatan:
1. Perencanaan kehutanan;
2. Pengelolaan hutan;
3. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhankehutanan, dan;
4. Pengawasan.
PerencanaanKehutanan
Perencanaan kehutanan merupakan pedoman dan arah untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan kehutanan yang dilaksanakan secara transparan, bertanggung gugat,
partisipatif, terpadu serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah. Adapun
kegiatan perencanaan tersebut meliputi:
1. Inventarisasi hutan;
2. Pengukuhan kawasan hutan;
3. Penatagunaan kawasan hutan;
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 13
4. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan.
InventarisasiHutan
Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi tentang sumber
daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap, dan hasilnya
digunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan, penyusunan neraca sumber
daya hutan, penyusunan rencana kehutanan dan sistem informasi kehutanan.
Pelaksanaan inventarisasi hutan dilakukan dengan cara Survei Terrestris dan
penginderaan jauh yang dibagi ke dalam 4 (empat) tingkatan yaitu inventarisasi tingkat
nasional, tingkat wilayah, tingkat DAS, dan tingkat unit pengelolaan.
Inventarisasi tingkat provinsi dilaksanakan Dinas Kehutanan Provinsi di bawah binaan
Badan Planologi Kehutanan, Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA),
Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) dan Ditjen Bina Produksi
Kehutanan. Sedangkan inventarisasi tingkat kabupaten/kota dilaksanakan Dinas
Kehutanan Kabupaten/Kota di bawah binaan Dinas Kehutanan Provinsi.
Inventarisasi pada tingkat wilayah provinsi dan kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat
tidak dilakukan karena keterbatasan anggaran. Inventarisasi dilaksanakan hanya pada
tingkat unit pengelolaan, yaitu pada Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan
Balai Taman Nasional Gunung Palung dan perusahaan pemegang izin HPH dan HTI.
Pengukuhan
Kawasan Hutan
Pengukuhan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan penunjukan, penataan batas,
pemetaan dan penetapan kawasan hutan dengan tujuan untuk memberikan kepastian
hukum atas status, letak, batas dan luas kawasan hutan, yang terdiri dari proses:
1. Penunjukan Kawasan Hutan
Penunjukan kawasan hutan adalah penetapan awal suatu wilayah tertentu sebagai
kawasan hutan yang dapat berupa penunjukan mencakup wilayah provinsi atau
parsial/kelompok hutan.
Penunjukan kawasan diusulkan Pemda dan DPRD berdasarkan Peta Penunjukan
Kawasan Hutan (dan Perairan) dan atau Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi/Kabupaten dan nama kelompok hutannya. Penunjukan ini dipetakan
dalam skala 1 : 250.000, tergantung luas kawasan yang ditunjuk. Kawasan hutan di
Provinsi Kalimantan Barat telah ditunjuk berdasarkan SK Menhut No. 259/Kpts-
II/2000 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan
Barat dengan luas kawasan hutan 9.178.760 ha.
2. Penataan Batas Kawasan Hutan
Penataan batas kawasan hutan meliputi trayek batas, inventarisasi hak-hak pihak
ketiga, pemancangan tanda batas sementara, pemancangan dan pengukuran
tanda batas definitif. Penataan batas kawasan hutan dilakukan berdasarkan status,
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 14
trayek batas, patok dan pal batas.
Kegiatan penataan batas kawasan hutan merupakan bagian dari kegiatan
pengukuhan kawasan hutan yang mengacu kepada SK Menteri Kehutanan No.
259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000. Perkembangan realisasi kegiatan tata
batas kawasan hutan Provinsi Kalimantan Barat sampai dengan tahun 2006
sepanjang 10.639,21 km dari seluruh panjang kawasan hutan menurut fungsinya
yang diperkirakan seluruhnya sepanjang 15.191,50 km, dengan rincian seperti
pada tabel berikut.
Tabel 2.4. Perkembangan Tata Batas Kalimantan Barat sampai dengan tahun 2006
No KabupatenTarget
Seluruhnya(km)
Realisasi s/dDesember 2006
(km)Sisa (km)
1 Pontianak 1.669,50 677,21 992,292 Bengkayang 485,50 381,90 103,603 Landak 898,00 678,50 219,504 Sambas 850,50 688,40 162,105 Sanggau 1.241,50 573,54 667,966 Sekadau 256,50 65,09 191,417 Sintang 2.021,00 1.267,52 753,488 Melawi 1.097,00 804,13 292,879 Kapuas Hulu 2.844,00 2.271,80 572,2010 Ketapang 3.828,00 3.231,12 596,88
Jumlah 15.191,50 10.639,21 4.552,29
Sumber : Statistik Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2006
3. Pemetaan Kawasan Hutan
Pemetaan kawasan hutan adalah kegiatan pemetaan hasil pelaksanaan penataan
batas kawasan hutan berupa peta tata batas yang merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari Berita Acara Tata Batas. Kegiatan pemetaan kawasan hutan
menghasilkan Peta Tata Batas dan Berita Acara Tata Batas (BATB).
4. Penetapan Kawasan Hutan
Penetapan kawasan hutan adalah proses akhir dari pengukuhan kawasan hutan
yang merupakan penegasan kepastian hukum mengenai status, letak, batas dan
luas suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai kawasan hutan, baik
berhutan maupun tidak berhutan. Penetapan kawasan hutan dilakukan setelah
penataan batas dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menghasilkan peta
penetapan kawasan hutan yang ditetapkan bersumber dari hasil penataan batas
temu gelang, tercantum dalam BATB dan peta tata batas serta mempunyai
legalitas pengesahan serta BATB kawasan hutan yang disahkan Menteri.
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 15
PenatagunaanKawasan Hutan
Penatagunaan Kawasan Hutan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka menetapkan
fungsi hutan dan penggunaan kawasan hutan.
1. Penetapan Fungsi Hutan
Penetapan fungsi hutan adalah pembagian kawasan hutan kedalam fungsi
konservasi, fungsi lindung, fungsi produksi berdasarkan kriteria tertentu untuk
mencapai manfaat lingkungan, manfaat ekonomi, dan manfaat sosial budaya yang
seimbang lestari dan progresif.
Berdasarkan SK Penunjukan Kawasan No. 259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus
2000, kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan fungsinya dibagi
menjadi 3 jenis yaitu hutan konservasi seluas 1.645.580 ha, hutan lindung seluas
2.307.045 ha, dan hutan produksi seluas 5.226.135 ha.
2. Penggunaan Kawasan Hutan
Penggunaan kawasan hutan adalah kegiatan penggunaan kawasan hutan untuk
pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi
pokok kawasan hutan (UU No. 41 tahun 1999). Penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di
dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung dengan tetap menjaga,
mempertahankan dan menekan sekecil mungkin dampak negatif terhadap fungsi
utama masing-masing kawasan.
Kegiatan di luar kegiatan kehutanan antara lain dilakukan melalui pemberian izin
pinjam pakai oleh Menteri Kehutanan dengan mempertimbangkan batasan luas
dan jangka waktu serta kelestarian lingkungan. Sampai dengan tahun 2007,
realisasi pinjam pakai kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Barat seluas
11.889,958 ha.
PembentukanWilayah
PengelolaanHutan
Pembentukan wilayah pengelolaan hutan adalah serangkaian proses perencanaan/
penyusunan desain kawasan hutan yang didasarkan atas fungsi pokok dan
peruntukannya yang bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan
lestari (PP No. 44 Tahun 2004 pasal 26 ayat 1 dan 2). Secara khusus, pembentukan
wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan
mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran
sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan batas administrasi
pemerintahan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat
provinsi, kabupaten/kota, dan unit pengelolaan untuk tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam mempertahankan
kecukupan luas kawasan hutan, luas kawasan hutan yang harus dipertahankan
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 16
minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan
sebaran yang proporsional.
Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari, maka seluruh kawasan hutan terbagi ke
dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH merupakan bagian dari penguatan
sistem pengurusan hutan nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Tujuan pembentukan
KPH adalah untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya kegiatan pengelolaan
hutan secara efisien dan lestari.
Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab
terhadap pembangunan KPH dan infrastrukturnya. Sumber dana bagi pembangunan
KPH bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan dana lain yang tidak mengikat.
Pembentukan KPH di Provinsi Kalimantan Barat pada saat ini hanya berjalan pada
Balai Taman Nasional sedangkan KPH yang lain belum berjalan.
Pengelolaan
Hutan
Pengelolaan hutan perlu dilakukan secara lestari yang mencakup aspek ekonomi,
sosial, dan ekologi yang antara lain meliputi (a) kawasan hutan yang mantap, (b)
produksi yang berkelanjutan, (c) manfaat sosial bagi masyarakat di sekitar hutan, dan
(d) lingkungan yang mendukung sistem penyangga kehidupan. Pengelolaan hutan
meliputi kegiatan antara lain :
1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
2. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan;
3. Rehabilitasi dan reklamasi hutan;
4. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
Tata hutan dan
penyusunan
rencana
pengelolaan
hutan
Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup
kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan
potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. Berdasarkan hasil tata hutan
kemudian disusun rencana pengelolaan hutan yang meliputi rencana pengelolaan
hutan jangka panjang yang memuat rencana kegiatan secara makro, rencana
pengelolaan hutan jangka menengah memuat rencana berisi penjabaran rencana
pengelolaan hutan jangka panjang dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, rencana
pengelolaan hutan jangka pendek memuat rencana operasional secara detail yang
merupakan penjabaran rencana pengelolaan dalam jangka 1 (satu) tahun.
Rencana pengelolaan hutan memuat perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
evaluasi, pengendalian, pengawasan.
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 17
Pemanfaatan
hutan dan
penggunaan
kawasan hutan
Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta
memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu, secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya (Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan pasal 1). Pemanfaatan hutan dapat
dilakukan pada seluruh kawasan hutan yaitu:
1. Hutan konservasi.
Kawasan Cagar Alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan penunjang budi daya.
Pemanfaatan kawasan Suaka Margasatwa selain untuk penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, juga dipergunakan untuk wisata alam terbatas
(terbatas pada kegiatan mengunjungi, melihat dan menikmati keindahan alam dan
perilaku satwa di dalam Kawasan Suaka Margasatwa).
2. Hutan lindung dan hutan produksi.
Pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi dapat dilakukan oleh Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik
Swasta (BUMS), dan diwajibkan bekerja sama dengan koperasi masyarakat
setempat dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek
kepastian usaha.
Pemanfaatan hutan pada hutan lindung dapat dilakukan melalui kegiatan :
a. Pemanfaatan kawasan (budi daya tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah,
penangkaran satwa liar, rehabilitasi satwa atau budi daya hijauan makanan
ternak);
b. Pemanfaatan jasa lingkungan (pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan air,
wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan
perlindungan lingkungan atau penyerapan dan/atau penyimpanan karbon)
atau;
c. Pemungutan hasil hutan bukan kayu (berupa rotan, madu, dll).
Pemanfaatan hutan pada hutan produksi dilakukan antara lain melalui kegiatan
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang
sebelumnya disebut HPH dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam
Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri (HPHTI). Perkembangan IUPHHK-HA/HT di Provinsi Kalimantan
Barat adalah sebagai berikut :
a. IUPHHK pada Hutan Alam/HPH
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 18
Pada awalnya, pembangunan kehutanan di Provinsi Kalimantan Barat
memakai sistem konsesi HPH yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21
Tahun 1970. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002, HPH
dirubah menjadi IUPHHK-HA. Sampai tahun 2007 jumlah IUPHHK-HA yang
masih berlaku izin (konsesinya) hak pengelolaanya adalah berjumlah 22 unit
IUPHHK-HA dengan luas 1.079.020 ha, dengan jumlah yang masih aktif
sebanyak 15 unit. Sedangkan HPH/IUPHHK yang diterbitkan oleh Bupati se-
Kalimantan Barat sampai dengan tahun 2007 berjumlah 30 unit dengan luas
633.640 ha. Jumlah IUPHHK-HA yang mendapatkan pengesahan Rencana
Karya Tahunan (RKT) pada tahun 2008 adalah sebanyak 13 (tiga belas) unit
IUPHHK-HA.
b. IUPHHK pada Hutan Tanaman/HPHTI
Pembangunan IUPHHK-HT/HTI di Provinsi Kalimantan Barat sampai dengan
tahun 2007 berjumlah 8 (delapan) unit perusahaan dengan luas areal
516.485,00 ha. Total realisasi penanaman sampai tahun 2007 seluas
92.852,37 ha (47,46%) dari total rencana penanaman seluas 195.615,89 ha.
c. Di samping itu, sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 pasal 38, pemanfaatan
hutan dan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di
luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan
produksi dan kawasan hutan lindung, tanpa mengubah fungsi pokok kawasan
hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan
dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri Kehutanan dengan
mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian
lingkungan. Khusus untuk kawasan hutan lindung dilarang melakukan
penambangan dengan pola pertambangan terbuka. Pemberian izin pinjam
pakai yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis
dilakukan oleh Menteri Kehutanan atas persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
d. Sedangkan penggunaan kawasan hutan untuk areal perkebunan harus
melalui pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Perkembangan
pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan di Provinsi Kalimantan Barat
sampai dengan tahun 2007 berjumlah 19 unit perkebunan dengan luas areal
262.538,15 ha.
Penebangan
Hutan dan
Pelaporannya
Menteri Kehutanan setiap tahun menetapkan Jatah Produksi Tahunan (JPT) hasil
hutan kayu yang berasal dari Pemanfaatan Hutan Produksi Alam secara nasional yang
dituangkan dalam surat keputusan. Selanjutnya, berdasarkan JPT nasional tersebut
Dirjen Bina Produksi Kehutanan dengan surat keputusannya menetapkan/mengatur
pembagian jatah produksi hasil hutan kayu kepada masing-masing provinsi di seluruh
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 19
Indonesia. Kemudian masing-masing Dinas Kehutanan Provinsi menetapkan/mengatur
target produksi tahunan untuk masing-masing pemegang izin usaha pemanfaatan hasil
hutan kayu yang ada di wilayahnya dalam RKT. Penetapan JPT tersebut tidak berlaku
untuk Pemegang IUPHHK-HT dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang diterbitkan oleh
bupati.
Dalam keputusan Menteri Kehutanan ditetapkan bahwa pemungutan atas PSDH dan
DR terhadap kayu bulat (log) berdasarkan Usulan Laporan Hasil Penebangan (ULHP).
ULHP akan disahkan oleh Pejabat Pengesah Laporan Hasil Penebangan (P2LHP)
setelah pemegang izin penebangan membayar PSDH dan DR.
Pemegang IUPHHK dan Izin Lainnya yang Sah (ILS) yang memproduksi hasil hutan
baik kayu ataupun bukan kayu setiap pertengahan dan akhir bulan wajib membuat LHP
yang disahkan oleh P2LHP dengan dilampiri bukti pembayaran PSDH dan atau DR dan
Laporan Mutasi Kayu Bulat (LMKB) yang disampaikan kepada Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota. Selain itu, para pemegang izin setiap bulan wajib
membuat antara lain Laporan Pembayaran Iuran Kehutanan (LPIK) dengan dilampiri
fotokopi SPP-PSDH/DR dan Surat Setoran Bukan Pajak Iuran Kehutanan (SSBP-IK)
yang disampaikan kepada bupati/walikota, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota
dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi.
Berdasarkan LPIK yang dikirimkan oleh wajib bayar, setiap bulannya bupati/walikota
menyusun dan menyampaikan laporan rekapitulasi pembayaran iuran kehutanan
(LRPIK) kepada Gubernur dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kehutanan
Provinsi, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Direktur Jenderal Bina
Produksi Kehutanan. Ketentuan ini ditetapkan dengan Kepmenhut No. 124 dan
128/Kpts-II/2003 tanggal 4 April 2003. Dalam ketentuan tersebut telah ditetapkan
contoh blanko dan tata cara pengisian serta batas waktu penyampaian LRPIK. Dalam
pelaksanaannya pelaporan tersebut belum disusun dan dikirimkan secara tertib.
Dalam tata cara pengenaan, pemungutan, pembayaran dan penyetoran PSDH dan
atau DR telah diatur bahwa dalam rangka optimalisasi PNBP sektor kehutanan, pejabat
instansi kehutanan berwenang melakukan penelitian dan pengujian besarnya PSDH
dan atau DR yang wajib dibayar oleh para Wajib Bayar. Dinas Kehutanan/Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten/Kota setiap bulan Januari tahun berikutnya
melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap Daftar Gabungan Laporan Hasil
Penebangan (DGLHP) yang dibuat dalam Surat Perhitungan Tahunan (SPT) atau
dalam laporan Stock Opname.
Pengelolaan
PNBP Sektor
Kehutanan
Penerimaan sumber daya alam sektor kehutanan merupakan salah satu PNBP yang
mempunyai arti dan peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara dan menunjang pembangunan nasional. Jenis-jenis PNBP yang berlaku pada
Departemen Kehutanan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1997 jo
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 20
PP No. 52 Tahun 2008 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan
Pajak, didukung kebijakan lain seperti PP No. 51 Tahun 1998 tentang Provisi Sumber
Daya Hutan (PSDH) dan PP No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Kebijakan-kebijakan tersebut menyatakan bahwa PNBP yang berasal dari sumber daya
hutan adalah PSDH, DR, dan IHPH.
1. Penerimaan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)
PSDH atau Resources Royalty Provision adalah pungutan yang dikenakan
sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari hutan Negara.
PSDH wajib dibayar oleh pemegang HPH/HTI/IPK dan ILS atas hasil hutan yang
dipungut dari hutan negara. Pemungutan PSDH atas hasil hutan kayu yang
berasal dari hutan alam didasarkan pada:
a. Laporan hasil cruising pohon yang akan ditebang untuk kayu bulat sedang;
b. Laporan hasil produksi untuk kayu bulat;
c. Laporan atas pembalakan; dan
d. Laporan hasil hutan lainnya.
2. Penerimaan Dana Reboisasi (DR)
DR adalah dana untuk reboisasi dan rehabilitasi hutan serta kegiatan
pendukungnya yang dipungut dari pemegang IUPHHK-HA.
3. Penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH).
IHPH dikenakan kepada pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan (IUPHH)
baik pada hutan alam maupun pada hutan tanaman dan juga berdasarkan pada
luas hutan yang diberikan dalam izin. Iuran ini dipungut sekali pada saat izin usaha
pemanfaatan hutan diberikan.
Pelaksanaan tata cara pengenaan PSDH dan DR telah beberapa kali mengalami
perubahan yang dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Untuk
tahun 2005 dan 2006 pelaksanaan tata cara pengenaan, pemungutan, penyetoran
PSDH dan DR diatur dalam Kepmenhut No. 124/Kpts-II/2003 tanggal 4 April 2003 jo
SK No. 445/Kpts-II/2003 tanggal 29 Desember 2003, jo SK No. 450/Kpts-II/2005
tanggal 30 Nopember 2005 dan SK No. 128/Kpts-II/2003 tanggal 4 April 2003 jo SK No.
446/Kpts-II/2003 tanggal 29 Desember 2003 jo SK No.451/Kpts-II/2005 tanggal 30
Nopember 2005. Kebijakan-kebijakan tersebut telah disempurnakan melalui
P.18/Menhut-II/2007 tentang Petunjuk Teknis Cara Pengenaan, Pemungutan dan
Pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) yang
dipergunakan Departemen Kehutanan hingga saat ini. PSDH dan DR disetorkan
kepada bendaharawan penerima (pejabat pada Departemen Kehutanan) yang
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 21
kemudian disetorkan ke Kas Negara setiap akhir minggu. Sanksi terhadap pemegang
izin yang tidak membayar kewajiban PSDH dan DR maka LHP tidak disahkan dan
kegiatan penebangan dihentikan serta dikenakan sanksi keterlambatan penyetoran 2%
perbulan.
Realisasi penerimaan negara bukan pajak Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2007
untuk PSDH adalah sebesar Rp24.815.612.679,90 dan untuk DR adalah sebesar
Rp46.884.050.773,66.
Rehabilitasi dan
reklamasi hutan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan
peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Reklamasi hutan adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan
vegetasi hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan di luar kehutanan agar dapat
berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
Rehabilitasi dan reklamasi bertujuan agar setiap pemanfaatan lahan hutan baik di
dalam maupun di luar kawasan hutan tetap mempertahankan fungsi, produktivitas
hutan, dan lingkungannya sebagai sistem penyangga kehidupan. Rehabilitasi hutan
dan lahan diprioritaskan pada lahan kritis, terutama yang terdapat di bagian hulu DAS,
areal bekas tebangan, hutan bakau/mangrove, hutan rawa, agar fungsi tata air dapat
dipertahankan secara maksimal. Sedangkan sasaran lokasi reklamasi hutan adalah
hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan di luar kehutanan yaitu kawasan hutan yang
dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dalam
bentuk izin pinjam pakai kawasan hutan, wajib dilakukan reklamasi oleh pemegang izin
pinjam pakai kawasan hutan yang bersangkutan.
Berdasarkan Statistik Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat Tahun
2007 data luas lahan kritis dalam kawasan hutan sampai dengan 2007 adalah seluas
8.731.005 ha. Realisasi fisik pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan sumber Dana
Alokasi Khusus Dana Reboisasi (DAK-DR) di Provinsi Kalimantan Barat sampai tahun
2007 adalah untuk reboisasi seluas 7.664 ha (90,60%) dari target seluas 8.459 ha
dan penghijauan seluas 9.241 ha (91,87%) dari target seluas 10.058 ha. Realisasi
kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) sampai dengan
tahun 2007 adalah seluas 1.335 ha (66,75%) dari target seluas 2.000 ha.
Perlindungan
hutan dan
konservasi alam
Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak,
kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; mempertahankan dan menjaga hak-
hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Konservasi
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 22
alam adalah suatu pengelolaan sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya,
termasuk konservasi tanah, konservasi air, serta konservasi udara, untuk menjamin
agar pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana, sehingga mutu dan kelestariannya
dapat dipertahankan, untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Penyelenggaraan perlindungan hutan bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan
atau kawasan konservasi lainnya, hasil hutan, termasuk jenis tumbuhan dan satwa liar
serta lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi,
tercapai secara optimal dan lestari.
Perlindungan hutan terutama dilakukan oleh Pejabat instansi kehutanan di pusat dan
daerah; Polisi Kehutanan; Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kehutanan; dan Satuan
pengamanan hutan yang dibentuk oleh setiap lembaga atau instansi atau masyarakat
hukum adat yang diberi wewenang pengelolaan hutan, atau oleh pemegang izin usaha
pemanfaatan hutan, pemegang izin pemungutan hasil hutan, atau pemegang hak atas
tanah pada hutan hak.
Perlindungan hutan dan konservasi alam merupakan bagian pembangunan kehutanan
secara menyeluruh yang mempunyai nilai strategis , dalam mendukung pembangunan
nasional baik yang berskala lokal, nasional, regional maupun internasional. Oleh
karena itu, Departemen Kehutanan telah menetapkan kebijakan tentang program
prioritas Departemen Kehutanan tahun 2005 2009 yang diarahkan pada:
1. Pemberantasan pencurian kayu di Hutan Negara dan perdagangan kayu ilegal;
2. Revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri kehutanan;
3. Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan;
4. Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan;
5. Pemantapan kawasan hutan.
Prioritas tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam 18 fokus kegiatan pembangunan
kehutanan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.421/Menhut-II/2006. Lima dari
18 fokus kegiatan pembangunan kehutanan bidang perlindungan hutan dan
konservasi alam yaitu :
1. Fokus Kegiatan Pengamanan Kawasan Hutan.
Membangun persepsi yang sama dari seluruh pemangku kepentingan bahwa
pencurian kayu dan peredaran kayu liar telah berkembang sangat memperhatikan
dan mengakibatkan penurunan fungsi kawasan konservasi, fragmentasi habitat,
masalah sosial, ekonomi dan budaya.
Berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, pelaksanaan perlindungan hutan lindung dilakukan oleh
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 23
pemerintah daerah provinsi (skala provinsi) dan pemerintah daerah
kabupaten/kota (skala kabupaten/kota). Risiko-risiko yang terjadi akibat kegiatan
pengamanan hutan yang tidak berjalan secara optimal adalah terjadinya illegal
logging , perambahan terhadap hasil hutan (tumbuhan dan satwa liar) dan okupasi
lahan.
2. Fokus Kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan.
Membangun kesamaan tindak dari seluruh stakeholder dalam rangka
pengendalian kebakaran lahan dan hutan yang telah mengakibatkan penurunan
fungsi kawasan hutan, fragmentasi habitat, masalah ekonomi dan kesehatan
masyarakat.
3. Fokus Kegiatan Pengelolaan Kawasan Konservasi (Kawasan Suaka Alam
(KSA)/Kawasan Pelestarian Alam (KPA)/Taman Buru (TB) dan Hutan Lindung).
Mempercepat pemantapan penataan kawasan konservasi (zonasi/blok) serta
penataan daerah penyangga kawasan konservasi. Kegiatan pengelolaan kawasan
konservasi belum berjalan secara optimal.
Hal ini tampak dari:
Banyak kawasan konservasi yang belum di tata batas dan tidak mempunyai
petugas pengamanan yang memadai untuk menjaga kawasan tersebut;
Banyak kawasan konservasi yang berubah peruntukkannya menjadi
perkebunan kelapa sawit dan perumahan penduduk.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, pelaksanaan perlindungan hutan lindung
dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi (skala provinsi) dan pemerintah daerah
kabupaten/kota (skala kabupaten/kota).
Risiko-risiko yang terjadi akibat belum optimalnya pelaksanaan kegiatan
konservasi kawasan adalah penggunaan kawasan konservasi dan hutan lindung
secara ilegal menjadi areal perkebunan, pabrik dan pemukiman serta tejadinya
illegal logging dan penjarahan terhadap flora dan fauna di dalam kawasan
konservasi dan hutan lindung yang menurunkan atau menghilangkan fungsi
kawasan konservasi dan hutan lindung.
4. Fokus Kegiatan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dan Produk Tumbuhan dan
Satwa Liar (TSL).
Menjaga dan mempercepat pemulihan jenis, genetik dan populasi tumbuhan dan
satwa liar serta pemanfaatan secara lestari.
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 24
Gambar 2.4 Kasus Pencurian/Perambahan TSL
Kegiatan pengelolaan keanekaragaman hayati dan produk tumbuhan dan satwa
liar oleh Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati belum berjalan secara
optimal. Hal ini dapat dibuktikan dari terus meningkatnya kasus yang berkaitan
dengan pencurian/perambahan terhadap TSL semakin banyak dari tahun ke
tahun.
Peningkatan kasus-kasus tersebut disebabkan kurangnya petugas keamanan yang
menjaga kawasan hutan dan tidak jelasnya tata batas kawasan hutan.
5. Fokus Kegiatan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam.
Meningkatkan kegiatan investasi pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam
serta memfasilitasi dan mengakomodir kegiatan masyarakat di sekitar kawasan
konservasi.
Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam belum berjalan secara
optimal sehingga mengakibatkan belum maksimalnya penerimaan negara dalam
bidang jasa lingkungan dan wisata alam; rusaknya kawasan hutan; kebakaran
hutan; illegal logging; dan perambahan terhadap flora dan fauna yang
menyebabkan fungsi hutan tidak sesuai lagi dengan peruntukannya.
Perlindungan hutan di wilayah yang dikuasai pemegang IUPHHK dilakukan oleh
Pemegang hak atau izin (UU No. 41 Tahun 1999 jo UU No. 19 Tahun 2004).
Perlindungan hutan tersebut meliputi:
1. Mengamankan areal kerjanya yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil
hutan termasuk tumbuhan dan satwa;
2. Mencegah kerusakan hutan dari perbuatan manusia dan ternak, kebakaran hutan,
hama dan penyakit serta daya-daya alam;
3. Mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap adanya gangguan
keamanan hutan di areal kerjanya;
4. Melaporkan setiap adanya kejadian pelanggaran hukum di areal kerjanya kepada
instansi kehutanan yang terdekat;
Hasil Pemeriksaan - Manajemen Hutan di Provinsi Kalimantan Barat 25
5. Menyediakan sarana dan prasarana, serta tenaga pengamanan hutan yang sesuai
dengan kebutuhan.
Untuk menunjang kegiatan perlindungan hutan tersebut, pemegang IUPHHK harus
membentuk Satuan Pe