Upload
danghuong
View
262
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAHASA RITUAL BARONG WAE DALAM
DINAMIKA GUYUB TUTUR BAHASA MAGGARAI:
KAJIAN LINGUISTIK KEBUDAYAAN
RAMBUT KANISIUS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2O15
BAHASA RITUAL BARONG WAE DALAM
DINAMIKA GUYUB TUTUR BAHASA MAGGARAI:
KAJIAN LINGUISTIK KEBUDAYAAN
RAMBUT KANISIUS
NIM 1090171013
PROGRAM DOKTOR
PROGAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2O15
BAHASA RITUAL BARONG WAE DALAM
DINAMIKA GUYUB TUTUR BAHASA MAGGARAI:
KAJIAN LINGUISTIK KEBUDAYAAN
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor
Pada Program Doktor, Program Studi Linguistik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
RAMBUT KANISIUS
NIM 1090171013
PROGRAM DOKTOR
PROGAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2O15
LEMBARAN PENGESAHAN
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL, ………….. 2015
Promotor,
Prof. Dr.Drs.Ida Bagus Putra Yadnya, M.A
NIP 195212251979031004
Kopromotor I, Kopromotor II
Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A Prof. Dr. Aron Meko Mbete
NIP 195301071981031002 NIP 19470723 1979031002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Linguistik Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana
Prof. Dr. Aron Meko Mbete Prof. Dr.dr. A.A Raka Sudewi,Sp.S(K)
NIP 19470723 1979031002 NIP 195902151985102001
Disertasi ini telah diuji pada Ujian Tertutup
Tanggal, 24 April 2015
Panitia Ujian Disertasi, Berdasarkan SK Rektor Universitas
Universitas Udayana, No.187/ UN. 14.14. /HK./2015
Tanggal, 15 April 2015
Ketua : Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum
Anggota :
1. Prof. Dr.Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A (Promotor)
2. Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A, (Ko-Promotor I)
3. Prof. Dr. Aron Meko Mbete (Ko-Promotor II)
4. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum
5. Prof. Drs. I Made Suastra, M.A, Ph.D
6. Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum
7. Dr. Kletus Erom, M. Hum
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rambut Kanisius
NIM : 109 0171013
Program Studi : Pendidikan Doktor Linguistik Program
Pascasarjana Universitas Udayana
menyatakan bahwa disertasi ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti
ditemukan plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi
sesuai dengan PERMENDIKNAS RI No.17 Tahun 2001dan peraturan perundang-
undangan lainnya yang berlaku.
Denpasar, September 2015
Saya yang membuat pernyataan,
Rambut Kanisius
UCAPAN TERIMA KASIH
Keberhasilan penulisan sebuah disertasi tidak pernah lepas dari campur
tangan Tuhan sebagai sumber kekuatan yang kekal dan abadi, yang dalam bahasa
Mangarai disapa mori agu ngaran, jari agu dedek „Tuhan Pemilik, Penjadi, dan
Pencipta‟. Penyelesaian disertasi dengan judul “bahasa ritual barong wae dalam
dinamika guyub tutur bahasa Manggarai: Sebuah kajian linguistik lebudayaan”
merupakan perjuangan untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Doktor dalam
bidang linguistik pada program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar Bali.
Untuk itu semuanya, penulis berkewajiban menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang dengan caranya sendiri-sendiri, baik langsung maupun
tidak langsung berusaha membantu penulis untuk memperlancar penyelesaian
penulisan disertasi.
Pertama-tama, penulis dengan tulus dan rasa hormat menyampaikan
ucapan terima kasih dan pengharagaan yang tinggi kepada Prof. Dr. Drs. Ida
Bagus Putra Yadnya, M.A selaku Promotor Utama atas berbagai gagasan teoretis
dan praktis, bimbingan yang amat bermakna, arahan, dan masukan yang sangat
berharga dalam mejadikan disertasi ini bermakna. Demikian juga kepada Prof. Dr.
Made Budiarsa, M.A, selaku Ko-Promotor I, atas segala usulan dan saran serta
arahannya dalam proses pembimbingan disertasi ini, dan kepada Prof. Dr. Aron
Meko Mbete, selaku Ko-Promotor II, atas segala usulan, bimbingan yang padat
makna, dan masukan yang sangat menggugah penulis dalam proses
pembimbingan disertasi ini, terutama menyangkut penajaman analisis bentuk,
8
makna, dan nilai-nilai yang terkandung dalam wacana ritual barong wae, serta
penajaman kerangka teori dan metodologi penelitian.
Ucapan terima kasih selanjutnya disampaikan kepada Pemerintah Republik
Indonesia, khususnya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional
melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas dukungan dana berupa
Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS); kepada Rektor Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti pendidikan doktor; kepada Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K),
Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A, Asisten Direktur II, Prof. Made
Sudiana Mahendra, Ph.D, kepada ketua Program Doktor Linguistik, Prof. Dr.
Aron Meko Mbete, Sekretaris Program Doktor Linguistik, Dr. A.A. Putu Putra,
M.Hum., atas segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan selama masa
pendidikan doktor berlangsung.
Ucapan terima kasih juga patut disampaikan kepada tim penguji disertasi,
yakni Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum., Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.
Hum., Dr. Kletus Erom, M.Hum., Prof. Drs. Made Suastra, M.A., Ph.D., Dr.
A.A. Putu Putra, M.Hum., atas pertanyaan, kritik, saran, sanggahan, serta koreksi
yang diarahkan dalam membangun kualitas disertasi menjadi bermakna.
Ucapan terima kasih dan penghargaan juga patut disampaikan kepada
Prof. Dr. Drs. I Bagus Putra Yadnya, M.A selaku Pembimbing Akademik (PA)
penulis pada program pendidikan Doktor Linguistik, yang di tengah-tengah
kesibukan sebagai promotor, pengajar, dan kesibukan akademik lainnya, masih
9
menyempatkan diri untuk mendorong dan memotivasi penulis untuk cepat
menyelesaikan program pendidikan doktornya agar dapat ikut berkontribusi bagi
pemecahan masalah-masalah sosial budaya masyarakat NTT melalui perspektif
keilmuan linguistik, khususnya linguistik kebudyaan dan ekolinguistik.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada para dosen
pengajar Program Doktor Linguistik, Prof. Dr. I G.M.Sutjaaja, M.A, Prof. Dr.
Aron Meko Mbete, Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D., Prof. Dr. Ni Luh
Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum., Prof. Dr. I
Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., Prof. Dr.
Made Budiarsa, M.A., Prof. Drs. I Made Suastra, M.A., Ph.D., Prof. Dr. I Wayan
Pastika, M.S., Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., Prof. Dr. I Dewa Komang
Tantra, M.Sc., Dr. Nyoman Sedeng, M.Hum., Dr. Ni Made Danawaty, S.S.,
M.Hum., atas ilmu kelinguistikan yang telah dibagikan selama proses pendidikan
Doktor belangsung.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga
kepada seluruh staff administrasi Program Magister dan doktor Linguistik
Program Pascasarjana Universitas Udayana yang turut mendukung penyelesaian
disertasi ini dengan penuh kekeluargaan, yakni I Ketut Ebuh, S.Sos., I Nyoman
Sadra, S.S., Ida Bagus Suanda, S.Sos., I Gusti Ayu Supadmini, Nyoman Adi
Triani, S.E., Nyoman Sukartini, dan Nyoman Sumerti atas semua jasa
pelayanannya.
Terima kasih yang tulus, rasa hormat, dan penghargan setinggi-tingginya
patut dipersembahkan kepada kedua orang tua penulis, Bapak Paulus Ojung
10
(Almarhum) dan Mama Ida Ganut yang telah mendidik, membimbing, dan
menyirami doa untuk mendukung keberhasilan penulis pada jenjang pendidikan
yang tertinggi; ungkapan yang sama juga disampaikan kepada adik-adik penulis,
yakni Nikolaus, Lusia , Stefanus, Maria, Pius, Yustina, Yeremias, dan Yasinta
yang senantiasi sabar dan menunggu kesuksesan yang diraih penulis.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada istri
terkasih, Hana Ferderika Yunias, kelima buah cinta, yakni Agnesia Prima Novi
Rambut, Felisiana Sekunda Rambut, S.E., Fransiskus Jefri Samuel., S.H.,
Oktovianus Kevin Ojung, A.Md., David Rikardo Rambut, dan ketiga menantu,
yakni Arselius Tau, Maria Djami, Winaldy S. Blanc serta ketiga cucu yang
tercinta, yakni Anastasia Marsela Riani Rambut, Shivenia Karola Ferderika
Samuel, Gabriel Aleksi Rambut, Maria Belvania Tau yang tidak henti-hentinya
berdoa untuk mendukung penulis dalam rangka penyelesaian studi Doktor di
Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar Bali.
Akhirnya harapan penulis bahwa disertasi ini dapat memberikan sekelumit
sumbangan terhadap pengembangan ilmu linguistik, khususnya linguistik
kebudayaan dan ekolinguistik. Penulis juga menyadari dengan sungguh bahwa
karya ini masih jauh dari harapan ideal karena masih terdapat banyak kekurangan
dan kelemahan. Untuk berbagai saran, kritik, dan masukan sangat diharapkan
demi penyempurnaan kajian ini.
Denpasar, September 2015
ABSTRAK
BAHASA RITUAL BARONG WAE DALAM DINAMIKA GUYUB TUTUR
BAHASA MANGGARAI: SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK KEBUDAYAAN
Penelitian ini mengkaji Bahasa Ritual Barong Wae dalam bahasa
Manggarai dengan mengangkat enam masalah yang dirumuskan pada penelitian
ini, yaitu (1) bangunan estetik bahasa ritual barong wae; (2) makna-makna yang
terkandung di dalam bahasa ritual barong wae; (3) nilai-nilai yang terkandung di
dalam bahasa ritual barong wae; (4) imajeri-imajeri dalam bahasa ritual barong
wae; (5) kesenjangan kognitif antara generasi tua (GT) dan generasi muda (GM)
dalam bahasa ritual barong wae; dan (6) pandangan dunia guyub tutur bahasa
Manggarai. Merujuk pada data bahasa ritual tersebut, maka pengambilan data
dilakukan dengan (1) metode observasi dengan teknik mencatat dan menyimak,
dimulai dari rumah adat sampai di tempat ritual itu berlangsung, (2) metode
wawancara dengan teknik merekam ujaran pemimpin ritual dengan digunakan
camera dan handycamp sebagai alat rekam; (3) metode dokumentasi. Analisis
dalam penelitian ini dipandu oleh sejumlah teori dan paradigma linguistik yang
mencakup teori linguistik kebudayaan dan ekolinguistik.
Dalam penlitian ini ditemukan (1) pilar-pilar estetik bahasa ritual barong
wae yang meliputi (a) paralelisme dan (b) metafora; (2) makna-makna yang
terkandung di dalamnya, yakni (a) makna sosial, (b) makna budaya, (c) makna
biologis, (d) makna magis, (e) makna idiologis, (f) makna mitos; (3) nilai-nilai
yang terkandung di dalam bangunan estetik bahasa ritual meliputi: (a) nilai sosial,
(b) nilai magis, (c) nilai budaya, (d) nilai idiologis, (e) nilai biologis, (f) nilai
mitos; (4) imajeri guyub tutur meliputi: (a) imajeri sosial, (b) imajeri budaya; (5)
kesenjangan kognitif antara GT dan GM yang meliputi (a) tataran linguistik,
yakni tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, dan tataran semantik,
(b) penyebab kesenjangan kognitif adalah penyebab eksteren dan penyebab
interern, (c) dampak kesenjangan kognitif; dan (6) pandangan dunia guyub tutur
meliputi (a) pandangan dunia tentang Tuhan dan leluhur; (b) pandangan dunia
tentang sesama; dan (c) pandangan dunia tentang lingkungan.
Kata Kunci: bahasa ritual barong wae, dinamika, guyub tutur, dan bahasa
Manggarai.
12
ABSTRACT
RITUAL LANGUAGE BARONG WAE IN DYNAMIC OF MANGGARAIAN SPEECH
COMMUNITY: A STUDY OF CULTURAL LINGUISTICS
This study explores ritual language barong wae in Manggaraian language with six
problems that should be researched. Those problems are (1) esthetic form of ritual language
barong wae that consists of (a) parallelism and (b) metaphor, (2) meanings of ritual language
barong wae, (3) value in ritual language barong wae, (4) imagery in ritual language barong
wae, (5) cognitive gap between old generation and young generation in ritual language
barong wae, (6) world view of Manggaraian speaker in ritual language barong wae.
Referring to the data of ritual language texts, the researcher has collected data with using
some methods, that is (a) observation that completed by note taking , (b) interview that
supported by recording which camera and handycamp, and (3) documentary method. The
data were analyzed using a number of theories. Those theories are cultural linguistics, and
ecolinguistics. Those theories are selected to explain the problems of the study.
The results of the study indicates that (1) esthetic form of ritual language barong wae
that consists of (a) paralelism and (b) metaphor; (2) meanings of ritual language barong wae
that consists of (a) social meaning, (b) cultural meaning, (c) biological meaning, (d)
ideological meaning, (e) magical meaning, (f) mythical meaning, (3) value in ritual language
barong wae consists of (a) social value, (b) cultural value, (c) biological value, (d)
ideological value, (e) magical value, (f) mythical value, ( 4) imagery in ritual language
barong wae. It consists of (a) social imagery, and (b) cultural imagery, (5) cognitive gap
between old generation and young generation. (a) It happens on linguistic stages, like
phonology, morphology, syntax, and semantics, (b) factors of cognitive gap (external and
internal factors), (c) Effects of cognitive gap that consists of positive effect and negative
effect, (6) world view of Manggaraian speech community to the environment. It deals with
(a) Lord and ancestors, (b) the same human beings, and (c) environments.
Key words: ritual language barong wae, dynamic, speech community, Manggaraian
language
13
RINGKASAN
BAHASA RITUAL BARONG WAE DALAM DINAMIKA GUYUB TUTUR BAHASA
MANGGARAI: SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK KEBUDAYAAN
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang permasalahan
Bahasa ritual barong wae (BRBW) merupakan salah satu laras ritual dalam bahasa
Manggarai (BM). Laras ritual ini biasanya digunakan sebagai sarana komunikasi verbal
dalam berinteraksi manusia dengan Tuhan serta leluhur masyarakat pendukunnya. Selain itu,
laras ritual barong wae merupakan sebuah wacana yang disebut wacana ritual. Wacana itu
terdiri atas dua bagian, yakni wacana renggas dan wacana tudak manuk. Wacana renggas
menggambarkan aktivitas ritual barong wae di rumah adat sedangkan wacana tudak manuk
menggambarkan aktivitas barong wae di tempat air minum.
Di samping itu, laras ritual barong wae memilki sifat-sifat khusus, antara lain ia
bersifat spiritual dan transaksional adat serta bersifat standar yang dikenal sebagai bahasa
beku (frozen language. Penelitian menunujukkan bahwa laras itu memiliki bangunan yang
indah karena dipilari oleh dua bentuk yang indah seperti paralelisme dan metafora. Di dalam
bangunan estetik itu terkandung makna dan nilai, imajeri dan pandangan dunia guyub
tuturnya serta tersirat juga kesenjangan kognitif antara generasi tua dan generais muda.
Laras ini sebagai wacana ritual terdiri atas tiga jenis, yaitu wacana renggas, teing
cepa, dan wacana tudak manuk. Selain itu laras tersebut juga memiliki bangunan yang indah
atau estetik karena dikonstruksi oleh dua pilar estetik, yaitu paralelisem dan metafora. Kedua
pilar estetik itu mengandung beberapa unsur penting, seperti makna, nilai, imajeri, dan
pandangan dunia.
Secara ekolinguistik, BRBW merupakan salah satu sarana komunikasi verbal yang
menggambarkan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan non-fisik.
Berdasarkan pandangan itu, bahasa ritual tentu tidak bisa dipisahkan dari para penuturnya.
Dalam perspektif lingkungan bahasa ritual hadir, digunakan, dan hidup serta berkembang.
Dimensi lingkungan itu, bahasa ritual diberikan ruang dan waktu untuk hidup, berelasi,
berinteraksi, dan hidup saling bergantungan. Dalam ruang dan waktu itu pula bahasa ritual
harus berelasi, beriteraksi, dan hidup bergantung pada manusia yang merupakan salah satu
unsur lingkungan. Manusia adalah pemakai bahasa terdiri atas kelompok tua dan kelompok
muda. Kehidupan bahasa itu sangat bergantung pada kreatifitas penuturnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa dalam lingkungan adat laras ritual itu memegang
peranan penting dalam komunikasi. Dalam konteks itu, bahasa ritual sangat terbatas
pemakaiannya. Artinya, hanya kelompok tertentu saja yang bisa menggunakan bahasa ritual,
yaitu kelompok tua yang terdiri atas tu‟a adat dan orang tua lainnya. Karena itu, kelompok
lain, seperti kelompok muda tidak dilibatkan dalam kegiatan ritual itu. Kondisi ini
menciptakan kesenjangan lingual kultural. Generasi muda tidak diberikan kesempatan untuk
berkomunikasi dalam bahasa ritual itu. Oleh karena itu generasi muda sulit untuk memaham
leksikon-leksikon ritual yang menggambarkan relasi dengan Tuhan dan leluhur. Makna
leksikon ritual itu tidak dipahami dengan baik dan benar. Penjelasan tersebut
14
menggambarkan kesenjangan kognitif antara kelompok tua dan kelompok muda. Leksikon-
leksikon yang mengambarkan lingkungan keadatan seprti robo diganti dengan botol, wunut
atau ijuk diganti dengan sing, siri bongkok atau tiang tengah rumah adat diganti dengan
benton. Butiran-butiran leksikon tersebut tidak dipahami oleh generasi muda.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan penjelasan terdahulu, maka permasalahan penelitian ini adalah (1)
permasalahan umum dan (2) permasalahan khusus. Permasalahan umum merupakan pokok
persoalan yang perlu dibahas secara garis garis adalah Bagaimanakah hakikat BRBW sebagai
salah satu laras ritual dalam BM? Permasalahan khusus ini, yaitu: (1) Bagaimanakah
bangunan estetik BRBW?;(2) Makna-makna apa sajakah yang terkandung dalam wacana
ritual barong wae?; (3) Imajeri apasajakah yang terkandung di dalam BRBW?; (4) Nilai-
nilai apa sajakah yang terkandung dalam BRBW yang berfungsi merawat keharmonisan
sosio-kultural?; (5) Tataran linguistik apasajakah yang menggambarkan kesenjangan kognitif
antara generasi tua dan gnerasi muda di dalam BRBW?; (6) Pandangan dunia guyup tutur
BM apa sajakah yang tercermin dalam BRBW?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini dirancang untuk memerikan gambaran umum tentang
laras ritual barong wae. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
permasalahan khusus sebagaimana dipaparkan terdahulu, yaitu (1) memerikan bangunan
estetik BRBW yang digunakan dalam ritual barong wae pada GTBM; (2) membedah makna-
makna mitos, ideologis, sosiologis, biologis, magis, dan budaya dalam BRBW; (3)
memerikan imajeri-imajeri yang dalam wacana ritual barong wae; (4) Mendeskripsi nilai-
nilai yang terkandung dalam BRBW yang berfungsi memelihara dan merawat keharmonisan
sosio-ekologis;(5) memerikan kesenjangan kognitif antara Generasi Tua dan Generasi Muda
dalam wacana ritual barong wae; (6) mendeskripsi pandangan dunia GTBM dalam BRBW
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian BRBW memiliki dua sisi kegunaan, yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan bidang kajian
linguistik yang secara khusus pengembangan linguistik kebudayaan dan ekolinguistik. Hasil
kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian bahasa ritual
selanjutnya.
Secara praktis, pembahasan ini memiliki manfaat praktis. Sejumlah manfaat praktis
yang dapat diharapkan dari analisis laras ritual adalah: (1) bermanfaat secara praktis dalam
kehidupan masyarakat Manggarai sebagai pendukung bahasa dan budaya, (2) bermanfat bagi
pemerintah (pusat dan daerah).
Bagi pemerintah (pusat dan daerah). Sejumlah manfaat praktis bagi pemerintah yang
dihasilkan dari analisis penelitian ini, yaitu: (1) menyadarkan pemerintah (pusat dan daerah)
bahwa implementasi kebijakan bahasa dan budaya yang sedang dijalankan tidak diimbangi
dengan upaya penyelesaian masalah keterpinggiran bahasa dan budaya daerah (bahasa dan
budaya Manggarai), (2) menyadari bahwa implementasi kebijakan bahasa dan budaya selama
ini cenderung meminggirkan bahasa dan budaya lokal atau daerah, (3) menyadarkan
pemerintah daerah Tk.II untuk merancangkan kebijakan bahasa dan budaya daerah sebagai
15
penopang bahasa dan budaya nasional, bahasa Indonesia yang selama ini pemerintah daerah
Tk II kurang memperhatikan bahasa dan budaya daerah.
Bagi masyarakat Manggarai yang merupakan penutur bahasa Manggarai (BM). Hasil
analisis ini diharapkan menjadi bekal pengetahuan yang berharga untuk mendorong seluruh
penutur BM pada umumnya, secara khusus generasi penerus, agar selalu berupaya untuk
menjaga dan merawat bahasa dan budaya sebagai warisan agung leluhurnya. Selain itu, hasil
analisis ini dapat meminimalisir pikiran negatif dan sikap anggap remeh generasi muda
terhadap bahasa dan budaya pada umumnya, secara khusus bahasa dan budaya ritual barong
wae.
2. Kajan Pustaka, Konsep, Kerangka Teori
Kajian yang dilakukan Erom pada tahun 2011 yang membahas tentang “Operasi
Formal Antonim dalam BM”. Topik ini membahas paralelisme dalam BM dengan makna
antonim. Kajian Paralelisme dalam BM dengan makna antonim., terutama pada pasangan
kata benda dan kata-kata keterangan arah. Teori paralelisme yang digunakan kajian tersebut
dijadikan rujukan teoretis untuk menganalisis masalah paralelisme dalam peneltian bahasa
ritual barong wae.
Kedua, dilakukan Erom pada tahun 2011 yang berjudul:“Sistem Leksikogrammatikal
dalam bahasa Manggarai (BM)”. Kajian ini menggunakan teori linguistik kebudayaan
sebagai pedoman untuk menjelaskan, menganalisis, menafsir data yang berkaitan dengan
sistem leksikogramatika dalam BM. Ia berpendapat bahwa leksikogramatika itu merupakan
wujud imajeri budaya guyup tutur BM dalam hal memandang masa lampau, masa sekarang,
dan menatap masa depan. Maka dari itu, sistem leksikogramatika terkait dengan bagaimana
guyup tutur BM melihat masa lalu, sekarang.
Ketiga adalah kajian yang dilakukan Erom pada tahun 2010. Penelitian ini
mengangkat masalah sistem pemarkahan nomina bahasa Manggarai dan interelasi sistem
penamaan entitas pada guyup tutur BM. Penelitian ini tidak ada kaitan dengan penelitian
BRBW, terutama masalah dan sasaran kajian yang berfokus pada sistem pemarkahan nomina
dan interelasi sistem penamaan entitas pada GTM. Akan tetapi, penelitian ini menjadi
referensi penelitian BRBW terkait dengan pendekatan teoretis yang digunakannya, yaitu teori
linguistik kebudayaan metode yang digunakannya adalah metode kualitatif.
Keempat, dilakukan Bustan pada tahun 2005. Kajian ini mendeskripsikan korelasi
antara bahasa dan kebudayaan Manggrai dari sudut padang linguistik kebudayaan. Fokus
kajiannya pada masalah bentuk, makna, dan fungsi wacana Budaya Tudak Penti. Namun,
landasan teori linguistik kebudayaan yang berdasarkan pada imajeri manusia seperti yang
diusung Palmer (1996) dan dikembangkan Erom, (2010: 17) kurang mendapat penegasan.
Kelima, dilakukan Erom pada tahun 2004. Kajian ini adalah menelaah Paralelisme
dalam BM.Hasil kajian Paralelisme BM tersebut juga menunjukkan bahwa Paralelisme
menampilka gaya kiasan, gaya indah, dan kesejajaran bentuk dan semantis. Hal yang penting
dalam kajian tersebut adalah Paralelisme dalam BM mencakup tiga aspek Linguistik, yaitu
aspek fonologi, aspek gramatikal, aspek leksikosemantik.
Keenam adalah penelitian Basso (1990). Penelitian ini dirancang untuk
menginvestigasi metafora struktural dalam bahasa Apache. Bahasa ini adalah bahasa asli
(native language) penduduk yang mendiami wilayah Apache Barat, Arizona Timur Tengah.
16
Fokus kajiannya adalah pada „Penanmaan Bagian Kendaraan Bermotor dalam bahasa Apache
(yang selanjut disebut BA). Penutur BA bagian Barat biasa memetaforakan bagian tubuh
manusia dan binatang dengan tubuh (body) kendaraan bermotor, seperti mobil dan mobil
Pick up. Penelitian menunjukkan bahwa metofora struktural dalam BA memiliki skenario
sebagai berikut. Kap mobil dikiaskan dengan bichih ‟hidung‟, lampu muka mobil disamakan
dengan bidáá „mata‟. Kaca depan diibaratkan dengan bita „dahi‟. Ban depan mobil
diassosiasikan dengan bagian „tangan dan bahu‟. Ban belakang dan ban dalam mobil
dibandingkan dengan bikee ‘kaki‟.
. Ketujuh adalah kajian yang dilakukan Kovecses pada tahun 1987. Kajian ini
dilakukan Kovecses pada 1987 di Inggris. Ia melakukan telaahan tentang metafora ontologis
kemarahan dalam bahasa Ingggris (BI). Hasil penelitian ini menununjukkan bahwa
Kemarahan (anger) diibaratkan sebagai zat cair dalam sebuah wadah. Zat cair itu sifat panas
apabila kena panas, misalnya kena sinar matahari atau apabila dimasak dalam dalam sebuah
periuk.
2.2 Konsep
Konsep-konsep yang digunakan dalam kajian ini mencakup: (1) Bahasa Ritual
Barong Wae, (2) Dinamika Guyup Tutur BM, (3) Bangunan Estetika BRBW, (4) Paralelisme,
(5) Metafora, (6) Makna sosial dan Makna budaya, (7) Nilai Sosial dan Nilai Budaya, (8)
Tataran Linguistik, (9) Kesenjangan Kognitif, (10) Imajeri, (11) Pandangan Dunia, (11)
Linguistik Kebudayaan. Pertama, bahasa ritual barong wae (BRBW) merupakan salah
ragam ritual dalam BM. Ragam ini adalah sarana komunikasi verbal dalam interaksi dengan
Tuhan dan leluhur guyup tutur BM. Kedua, Dinamika Guyup Tutur BM adalah semangat
atau komitmen penutur BM yang secara sadar menggunakan atau berbicara dalam
berinteraksi dengan sesamanya dalam komunikasi setiap hari, khususnya dalam komunikasi
adat. Ketiga, bangunan estetik bahasa adalah simbol verbal yang hadir dalam setiap aktivitas
masyarakat penuturnya dengan gaya yang indah dan kias. Secara pragmatis, Simbol verbal itu
digunakan sebagai sarana komunikasi dalam interaksi sosial-budaya penuturnya (band.
Palmer, 1996:3). Berdasarkan definisi itu, bangunan estetik BRBW adalah sombol verbal
yang digunakan sebagai sarana komunikasi verbal dalam berinteraksi dengan Wujud
Tertinggi dan Leluhur guyup tutur BM dengan gaya indah dan kias. Keempat, Paralelisme
merupakan salah satu figurasi bahasa yang memiliki unsur estetik. Hal ini dipertegas oleh
Kridalaksana (1993: 154) bahwa paralelisme itu adalah pemakaian berulang-ulang ujaran
yang sama dalam bentuk bunyi, tatabahasa, makna, atau gabungan dari kesemuannya.
Selanjutnya, ia mengatakan bahwa paralelisme itu merupakan ciri khas bahasa puisi. Kelima,
Metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk obyek atau konsep lain
berdasarkan kias atau persamaan. Misalnya kaki gunung, kaki meja berdasakan kias pada
kaki manusia (Kridalaksana, 1993:136). Selanjutnya ia mengatakan bahwa istilah metafora
adalah pemakaian kata atau bentuk lain yang mengacu pada obyek konkrit untuk konsep
abastrak, misalnya namanya harum dibandingkan dengan bunga itu harum, sambutan yang
dingin. Keenam, Makna sosial adalah makna yang diciptakan oleh sekolompok masyarakat
bahasa sebagai pendukungnnya. Makna sosial dalam ujaran-ujaran ritual barong wae adalah
makna yang dibuat berdasarkan kesepakatan kelompok tutur bahasa Manggarai. Makna-
makna ujaran itu berdasarkan konteks sosial. Makna budaya adalah makna yang diciptakan
17
berdasarkan ujuh konteks budaya masyarakat pendunkung nya. Ketujuh, Nilai sosial
merupakan sesuatu yang mewarnai dan menjiwai tindakan sekelompok masyarakat. Dalam
perspektif Linguistik nilai sosial adalah posisi lambang bahasa dalam sistem semantik suatu
bahasa yang berkaitan dengan aktivitas sosial guyup tuturnya (band.F.de Saussure, dalam
Kridalaksana, 1993:145). Nilai budaya adalah sesuatu yang mengambarkan pikiran atau
gagasan sekelompok masyarakat bahasa. Kedelapan. Tataran linguistik adalah struktur
linguistik yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Kesembilan,
Kesenjangan Kognitif adalah perbedaan pemahaman antara generasi tua (GT) dan generasi
muda (GM) terhadap memaknai bunyi, leksokon, kalimat dalam sebuah wacana ritual
barong wae. Kesepuluh, Imajeri adalah gambaran atau perwujudan mental seseorang
kelompok orang tentang sesuatu atau seseorang. Dari pengertian itu, jelas bahwa imajeri
berada di otak manusia, sedangkan gramatika bahasa merupakan wujud imajeri. Kesebelas,
Pandangan Dunia adalah cara seseorang atau kelompok orang berpikir tentang seseorang atau
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, Keduabelas, Linguistik Kebudayaan adalah
linguistik antropologi modern yang di dalamnya terdapat linguistik kognitif dipadukan
dengan linguistik aliran Boas, etnosemantik, dan etnografi berbicara (Palmer, 1996:3). Teori
linguistik kebudayaan dirancang untuk mefokuskan kajiannya pada fenomena bahasa dan
kebudayaan penuturnya dan pengetahuan lokal (Mbete, 2010: 6). Dengan kata lain linguistik
kebudayaan merupakan salah satu cabang linguistik yang bersifat interdisipliner yang secara
khusus mengaji korelasi bahasa dan kebudayaan.
2.3 Kerangka Teori
Linguistik kebudayaan merupakan cabang linguistik yang bersifat interidisipliner.
Subdisiplin ini termasuk salah anggota kelompok makrolinguistik. Dalam perspektif
linguistik kebudayaan bahasa adalah permainan simbol verbal yang berdasarkan imageri
penuturnya (Palmer, 1996: 3). Pernyataan teoretis ini dijadikan landasan teori umum
linguistik kebudayaan. Namun teori umum itu dipandang perlu untuk dijabarkan lagi agar
bisa aplikasikan dalam menyelesaikan permasalahan penelitian linguistik kebudayaan, yaitu
penelitian bahasa ritual barong wae. Teori itu dapat direduksi menjadi beberapa sub teori,
yakni teori tanda linguistik yang dimanfaatkan untuk menjelaskan bangunan estetik bahasa
ritual; teori wacana ritual; makan situasional; nilai situasional; imajeri, dan pandangan dunia.
Kelima sub teori linguistik kebudayaan itu menjadi referensi untuk menjelaskan permasalah
penelitian, yakni masalah hakikat bahasa ritual, bangunan estetik, makna dan nilai di dalam,
Imajeri dan pandangan dunia barong wae.
Bagimanapun linguistik kebudayaan memiliki kebertatasan dalam memecahkan
permasalahan penelitian. Karena itu linguistik kebudayaan perlu dibantu oleh
makrolinguistik lainnya. Bedasarkan sifat data peneltian BRBW, maka ekolinguistik
dijadikan mitra kerja dalam menyelesaikan atau memecahkan permasalahan penelitian ini.
Ekolinguistik sebagai ilmu, memiliki teori bahwa hubungan antarpenutur dalam lingkungan
bahasa sangat menentukan keberlangsungan hidup bahasa itu. Kerangka pikir ekolinguistik
ini masih bersifat umum. Untuk bisa diaplikasikan, maka perlu dijabarkan lagi menjadi
beberapa sub teori, yakni teori keberagaman, teori interrelasi dan interdependensi, dan teori
interaksi.
18
Fakta menunjukkan bahasa adalah sarana komunikasi dalam berinterkasi
antarpenutur. Jikalau interkasi antarapenutur, misalanya penutur tua dan muda tidak terjalin
dengan baik, maka kehidupan bahasa akan sangat terancam. Kadang-kadang hubungan yang
tidak baik itu ditandai dengan perbedaan pengetahuan dan pemahaman antara generasi tua
dan generasi muda tentang bahasa yang digunakan dalam peristiwa kehidupannya. Perbedaan
itu mempengaruhi sikap dan perilaku berbahasa dan berbudaya dalam satu lingkungan bahasa
tertentu. Perbedaan tersebut dipandang sebagai kesenjangan kognitif atau kesenjangan lingual
kultural. Teori interelasi dalam ekolinguistik dapat digunakan untuk menjelaskan permasalah
dalam penelitian ini, yaitu kesenjangan kognitif antara generasi tua dan generasi muda.
Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa teori linguistik kebudayaan dapat digunakan
untuk menjelaskan masalah hakikat BRBW, bangunan estetik, makna dan nilai, imajeri, dan
pandangan dunia. Teori ekolinguistik dimanfaatkan untuk menjelaskan masalah kesenjangan
kognitif antara gen erasi tua dan generasi muda sebagi penutur laras ritual itu.
2.4 Model Penelitian.
Linguistik adalah ilmu yang mengaji tentang bahasa. Kridalaksan membagi limu itu
manjedi dua cabang, yaitu mikrolonguistik yang mencakup: Fonologi, morfologi, sintaksis,
dan semantik dan makrolinguistik mencakup: linguistik kebudayaan, antropologi linguistik,
sosiolinguistik, psikolinguistik, dan ekolingusitik. Linguistik kebudayaan memandang bahasa
sebagai permaiman simbol yang berdasarkan imajeri penuturnya. Definisi bahasa itu
merupakan landasan teori umum linguistik kebudayaan. Pernyataan itu teori umum itu
dijabarkan menjadi beberapa sub teori, seperti teori tanda lingusitik, teori wacana ritual, teori
makna dan situasional, teori imajeri, dan teoripandangan dunia. Kelima sub teori itu
digunakan untuk menjelaskan kelima masalah peneltian BRBW.
bw
Microling.
Linguistics
Macroling.
Cultural Ling. socioling Antro.Ling. Ecoling. Phsyco.ling
Verbal sym. Imagery com.
Ritual lang. bw
Ritual disco. barong wae
Cultural imag.
Situational mean.
Ling.Tool
Ritual Lang.bw
Cogni.Gab
19
Ket. Bagan : Macroling. = Macrolinguistics
Microling. = Microlinguistics
Cultural ling. = Cultural linguistics
Socioling. = Sociolinguistics
Antro.ling = Aantro linguistics
Psycho.ling .= Psycolinguistics
Ecoling. = Ecolinguistics
Ling. Tool = Linguistic Tool
Cogni.Gab = Cognitive Gab
Verbal sym. = Verbal symbol
Imagery com. = Imagery Mangaraian Community
Ritual ling.bw = Ritual Language barong wae
Ritual disco. = Ritual discourse.
Simbol :
Arah Analisis
Arah saling bergubungan
Kotak Komponen
Ekolinguistik adalah makrolinguistik yang mangaji hubungan bahasa dengan
lingkungan. Makrolingusitik ini memandang bahasa sebagai sarana penghubungan antara
penutur dalam lingkungan bahasa. Definisi ini menjadi kerangka pikir umum ekolinguistik.
Teori ini dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa sub teori ekolinguistik, yaitu teori
keberagaman, teori interrelasi, interdependensi, dan interaksi, dan teori lingkungan.
.
3.Metode Penelitian
3.1 Pendekatan penelitian
Penelitian ini berdasarkan pendekatan deskripsi kualitatif yang dilatari oleh filsafat
fenomenologi. Dengan demikian data yang terkumpul hampir semua dalam bentuk
pernyataan kualitatif.
3.2 Lokasi peneltian.
Lokasi penelitian adalah kabupaten Manggarai Manggarai Tengah (MT). Kecamatan-
kecamatan di kabupaten MT diseleksi menjadi titik pengamatan peneltian.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini memiliki data kualitatif yang mencakup: (1) data lisan atau primer dan
(2) data tulis atau sekunder. Pertama, data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung
dengan informan baik generasi tua maupun generasi muda dan observasi langsung pada saat
20
ritual barong wae berlangsung. Kedua data sekunder diperoleh dokumen tertulis berupa teks
dan buku tentang bahasa Manggarai umumnya, bahasa ritual barong wae khususnya.
Data diperoleh melalui dua sumber, yaitu data lisan dan data tulis. Pertama, data lisan
diperoleh dari peristiwa ritual barongwae, secara khusus tuturan dari para pelaku upacara
(pelaku utama) dan wawancara langsung dengan kelompok masyarakat Manggarai yang
secara adat berkedudukan sebagai Tua golo dan Tua Teno atau pemangku adat, para pelaku
ritual khususnya pemimpin pelaksana ritual barongwae. Jumlah pemangku adat yang akan
ditetapakan sebagai nara sumber atau informan utama dalam penelitian ini sangat tergantung
dari jumlah desa-desa adat. Kedua, data tulis diperoleh dari pustaka dan dokumentasi yang
berkaitan dengan tuturan ritual dalam bahasa Manggarai.
3.4 Instrumen
Instrumen penelitian meliputi: Pertama, Peneliti sebagai instrumen utama dalam
penelitian kualitatif. Karena itu peneliti harus “divalidasi‟ seberapa jauh kesiapan melakukan
penelitian sebelum ia pergi ke lapangan. Kedua, Panduan wawancara dalam bentuk
pertanyaan terstruktur yang meliputi (1) pertanyaan pembukaan, misalnya, Siapakah nama
bapak? Sudah berapa lama tinggal di sini? Apa pekerjaan yang secara tetap bapak lakukan?
(2) Pertanyaan berkaitan dengan ritual barongwae. Menurut bapak apa maksud upacara ritual
penti?, Kapan dilakukan ritual penti? Menurut bapak apa maksud ritual barongwae?.
Ketiga,Daftar komponen obsevasi. Misalnya, waktu pelaksanaan ritual barong wae, tempat
mulai ritual barong wae, jumlah perserta dalam ritual barongwae, binatang apa yang
digunakan dalam ritual barong wae, materi apa saja yang digunakan dalam ritual barongwae.
Instrumen apa yang digunakan dalam upacara ritual barongwae. Keempat, agar kerja
penelitian berlangsung sesuai dengan rencana, penelitian ini menggunakan beberapa sarana
teknis yang diperlukan seperti kamera dan handy camp. Selain itu saran teknis lain, seperti
alat tulis menulis yang meliputi buku tulis atau kertas, pensil, tip eks, dan sebagainya.
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
pertama, Metode pengamatan digunakan untuk mengamati upacara kebudayaan dalam
rangka mendata bentuk lingual berupa tuturan lingual. Kedua metode wawancara
dimanfaatkan untuk menjaring berbagai data pelengkap mengenai tuturan ritul, misalnya saat
penuturan, siapa penuturnya, dan maksud atau tujuan penuturnya. Ketiga adalah metode
kepustakaan
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode dan teknik analisis data BRBW mencakup: transkrip, penyeleksian,
pengklasifikasi atau pengelompokan, penerjemahan, dan interpretasi. Pertama, peneliti
mendengarkan rekaman ujaran ritual barong wae yang disampaikan di tempat air minum.
Kegiatan ini dilakukan berulang-ulangkali dengan tujuan untuk mendapatkan data yang
akurat. Hasil transkrip ini disusun menjadi sebuah teks barong wae yang lengkap. Kedua,
peneliti membaca, mempertimbangkan, dan memilih salah satu wacana ritual barongwae dari
ke duapuluhlima wacana yang telah ditranskrip. Wacana BRBW itu direvisi yang kemudian
menjadi data lengkap sebagai wacana representasi untuk selanjutnya dianalisis. Ketiga, Teks-
Teks barong wae yang ditranskrip dan teks yang diperoleh melalui wawancara dan observasi,
21
dibaca, dipertimbangkan, dan memilih salah satu teks-teks transkrip untuk dijadikan data
analisis atau menjadi korpus data penelitian. Teks yang diperoleh melalui wawancara dan
observasi menjadi data analisis sekunder atau sebagai data pelengkap. Data itu diklasifikasi
berdasarkan permasalahan penelitiaan. Keempa, Kegiatan penerjemahan dilakukan dengan
menerjemahkan ujaran-ujaran yang membangun wacana ritual barong wae ke dalam bahasa
Indonesia (BIND). Terjemahan teks BRBW tersebut mencakup tiga hal, yaitu terjemahan
glos, terjemahan literal, dan terjemahan bebas. Kelima, Kegiatan interpretasi adalah upaya
menganalisis data yang sudah diklasifikasikan pada bagian terdahulu. Kegiatan interpretasi
sesungguhnya adalah usaha menafasir makna-makna, nilai-nilai yang tersirat dalam bangunan
estetika BRBW. Makna dan nilai yang tersembunyi di balik bangunan estetik BRBW seperti
paralelisme, metafora, dan pantun.
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data
Hasil penelitian disampaikan secara informal. Semuanya disajikan dalam bentuk
narasi. Kemudian hasil itu dianalisis secara kualitatif. Artinya semua permasalahan
dideskripsi secara kualitatif.
4. Hasil Penelitian
4.1 Hakekat Bahasa Ritual Barong Wae
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa Manggarai (BM) merupakan salah satu
anggota rumpun bahasa Austronesia yang masih hidup dan berkembang di Flores barat,
tepatnya di Kabupaten Manggarai. BM ini memiliki beberapa laras, antara lain laras ritual
barong wae. Secara empiris Laras ini digunakan dalam ritual barong wae. Laras tersebut
merupakan wacana ritual yang menggambarkan relasi antara manusia danTuhan serta leluhur.
Wacana ritual itu terdiri atas dua wacana, yakni (1) wacana renggas‟ajakan atau seruan‟ di
rumah adat, dan wacana tudak manuk „doa persembahan ayam‟ di tempat air minum
Laras ritual tersebut merupakan sebuah bangunan estetik yang di dalamnya
terkandung: makna, nilai, imajeri, pandangan dunia guyup tuturnya, dan tergambar pula
kesenjangan kognitif antara generasi tua dan generasi muda BM. Bangunan estetik itu dipilari
oleh bentuk, yaitu paralelisme dan metafora.
4.2 Bangunan Estetika Bahasa Ritual Barong Wae
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk bahasa ritual barong wae. merupakan
sebuah bangunan estetik. Bangunan estetik dibentuk oleh dua pilar estetik yaitu paralelisme
dan metafora. Berkaitan dengan paralelisem ada beberapa aspek linguistik yang dianalisi,
yaitu (1) Aspek fonologis, (2) aspek gramatikal, dan (3) aspek lesikogramatikal.Tujuan
analisis itu adalah untuk mendapatkan makna dan nilai, iamjeri, dan pandangan dunia guyub
tutur bahasa Manggarai
. Kedua adalah metafora. Bahasa kiasan atau metafora adalah permaiman simbol verbal
yang dilandasi oleh imajeri guyub tutur bahasa itu (Palmer 1996: 227), Selanjutnya Palmer
mengemukakan bahwa metafora dapat dirinci menjadi tiga jenis, yakni (1) metafora
struktural, (2) metafora ontologi, dan (3) metafora orientasional. Analisis ketiga jenis
metafora dalam laras ritual barong wae bertujuan mencari makna dan nilai, imajeri dan
pandangan dunia yang terkadung dalam bahasa ritual barong wae
22
4.3 Makna Bahasa Ritual Barong Wae
Hasil penelitian menujukkan bahwa BRBW memiliki seperangkat makna yang
ditentukan oleh konteks pemakaiannya. Makna-makna itu adalah makna sosial, makna
budaya, makna mitos, makna idiologis, makna magis, dan makna biologis. Pertama, makna
sosial mecakup beberapa makna, yaitu makana persatuan, makna penghormatan, makna jati
diri kelompok tutur bahasa Manggarai, makna kesetiaan.
Kedua, makna budaya Makna budaya itu meliputi beberapa makna yang merupkan
redusi dari makna tersebut, yaitu makna kesopanan, makna Kesucian, makna kejujuran.
Ketiga, di samping makna budaya tersebut di atas, di dalam ujaran ritual barong wae
terkandung pula makna magis. Makna magis adalah penggunaan bunyi, kata, kalimat yang
berkaitan dengan kekuatan magis. Kekuatan itu tidak bisa dilihat dengan mata dan tidak bisa
diphami oleh akal sehat manusia. Keempat, makna biologis. Di dalam ujaran-ujaran ritual
barong wae terdapat makna biologis yang berkaitan dengan sifat ilahi Tuhan dan sifat
kebapaan leluhur yang dikemas dalam bunyi, kata, dan kalimat. Kelima, makna ideologis
dalam ujaran-ujaran termasuk ujaran-ujaran BRBW tersirat ide-ide kekuasaan dari penutur
adat barong wae dan keyakinan masyarakat Manggarai tentang Tuhan. Keenam, makna mitos
di dalam laras ritual barong wae berkaitan dengan kekuasaanTuhan dan roh-roh leluhur,
khususnya roh-roh leluhur yang mendiami tempat air minum.
4.4 Nilai Bahasa Ritual Barong Wae
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laras ritual barong wae memiliki beberapa jenis
nilai, yaitu nilai sosial, nilai budaya, nilai biologis, nilai idiologis, nilai magis, dan nilai
mitos. Nilai-nilai itu dipandang sebagai penutun kehidupan manusia.Pertama, nilai sosial ini
meliputi nilai kebersamaan, nilai ketaatan, nilai jati diri kelompok, dan kekerabatan.
Kedua, nilai budaya mencakup beberapa jenis, yaitu Nilai sakral, nilai kejujuran, nila
kesucian, dan nilai pemujaan.Ketiga, Nilai biologis adalah eksistensi Tuhan dan leluhur dan
manusia. Tuhan dipandang sebagi seorang bapak yang Maha bijaksana, mahapengasih dan
penyayang, mahakuasa, dsb. Leluhur, secara budaya adalah seorang ayah bijaksana, setia,
sabar, dan figur yang pantas dihormat.. Ketiga nilai magis di dalam laras ritual barong wae
adalah kekuatan atau daya magis dari Tuhan dan leluhur. Kekuatan magi situ dalam bentuk
bercana alam, penyakit yang menimpa warga kampung. Hal itu terjadi apabila warga
mengungkapkan kata-kata kotor waktu ritual itu berlangsung. Keempat nilai mitos dalam
ritual barong wae adalah gambaran sifat kasih, bijaksana dari Tuhan dan leluhur. Kelima nilai
idiologis dalam laras ritual barong wae adalah ideologi politik tetua adat untuk
mempertahankan kedudukannhya sebagai tua adat warga.
4.5 Imajeri Guyup Tutur Bahasa Ritual Barong Wae
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Imajeri guyub tutur bahasa Manggarai dalam
laras ritual adalah perwujudan atau gambaran mental seseorang tentang sesuatu atau
seseorang yang berawal dari perbandingan pengalaman konseptual yang langsung dari organ
pancaindra manusia. Pancaindra itu sebagian besar berada di luar tubuh manusia, seperti
mata, telinga, hidung, kulit, kecuali lidah berada di dalam rongga mulut (Palmer, 1996: 47).
23
Imajeri itu meliputi beberapa jenis yaitu imajeri sosisal dan imajeri budaya. Pertama,
imajeri sosial guyub tutur BM merupakan imaji yang mengambarkan kreativitas sosial
historis untuk membentuk sikap aktif dalam melakukan kegiatan bersama di dalam
masyarakat Manggarai. Imajeri sosial meliputi: yaitu imajeri persatuan, imajeri
penghormatan, imajeri kesetiaan atau solidaritas, imajeri musyawarah, imajeri identitas.
Kedua, imajeri budya adalah gambaran atau citra diri penutur BM, sikap mental penutur BM
yang terungkap dalam sikap dan perilaku tutur dan kultur. Perilaku tutur dan kultur dapat
dilihat pada saat bercakap atau berbicara atau berdoa dengan Tuhan dan Leluhur pada saat
kegiatan ritual adat dilaksanakan. Imajeri budaya memiliki beberpa jenis, yaitu imajeri
Kesakralan, imajeri kesucian, imajeri Kejujuran, imajeri kesopanan, imajeri religious. Ketiga,
imajeri-imajeri yang lain mencakup: imajeri metafora, imajeri paralelisme, imajeri idiologis,
imajeri biologis, imajeri magis, dan imajeri mitos.
4.7 Pandangan Dunia Guyup Tutur Bahasa Manggarai
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pandangan dunia yang tersirat di dalam laras
ritual barong wae adalah cara berpikir, cara hidup, dan cara pandangan masyarakat
Manggarai tentang alam sekitarnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Robin Ridington
(1991:249) menyebutkan bahwa pandangan dunia penutur tidak dapat dipahami tanpa bahasa.
Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pandangan dunia berhubungan dengan pikiran manusia
yang mana bahasa sebagai media penyalur pikiran itu. Adalah benar bahwa semua jenis
tindakan atau aktivitas dalam komunikasi manusia sebagai ekspresi pikiran dimediasi oleh
bahasa. Di sisi lain, tindakan simbolis, non-linguistik, dan produksi budaya seperti seni lukis,
arsitektur, masakan,upacara keagaman, dan produksi ekonomi, dsb. dipengaruhi oleh
pandangan dunia penuturnya (Palmer,1996:113).
Pandangan dunia masyarakat Manggarai tersirat di dalam wacana ritual barong wae,
yakni wacana pembukaan atau Renggas dan wacana doa di tempat air minum atau tudak
manuk. Pandangan dunia guyub tutur bahasa Manggarai itu terbungkus dalam bentuk
paralelisme dan metafora. Pandangan itu mencakup beberapa komponen dalam lingkungan
alam. Komponen-komponen itu adalah Tuhan atau wujud tertinggi yang dalam bahasa
manggarai disebut mori agu ngaran jari agu dedek dan leluhur atau empo ata pa’ang ble,
komponen sesama manusia, komponen alam yang meliputi air, tumbuh-tumbuhan, binatang,
dan materi, misalnya daun sirih, buah pinang, nasi persebahan, telur dan lain sebagainya.
4.6 Kesenjangan Kognitif antara Gnerasi Tua dan Generasi Muda dalam Bahasa
Rutiual Barong Wae
Hasil kajian menunjukkan bahwa Kesenjangan kognitif antara generasi tua (GT) dan
generasi muda (GM) dalam laras ritual barong wae adalah perbedaan pemahaman,
pengetahuan tentang laras ritual itu. Kesenjangan itu terjadi pada tataran linguistik, seperti.
fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
Selain itu, hasil kajian menunjukkan pula bahwa kesenjangan itu disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah hal-hal
yang datangnya dari luar, sedangkan faktor internal adalah hal-hal yang memicu terjadinya
kesenjangan yang berasal dari dalam bahasa dan budaya itu sendiri.
24
Hasil kajian menunjukkan pula bahwa kesenjangan itu dapat membawa dampak atau
akibat pada kelompok penutur bahasa Manggara yaitu generasi tua dan generasi muda.
Dampat-dampak itu adalah dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif adalah
pengaruh yang berguna untuk kepentingan keselamatan ekosistem bahasa dan budaya ritual
barongwae. Kedalam pengetahuan GT dalam hal memaknai ujaran ritual barong wae di atas
mempengaruhi GT untuk selalu setia menjaga dan merawat bahasa dan budaya ritual barong
wae sebagai warisan leluhur. Dampak positif lainnya adalah kedalam pengetahuan kelompok
tua tentang ujaran-ujaran ritual itu mempengaruhi kelompok itu untuk melestarikan ekosistem
bahasa dan budaya ritual
Dampak negatif. Dampak negatif adalah pengaruh kuat yang membawa akibat buruk,
yakni dapat merusak ekosistem bahasa dan budaya ritual barongwae. Dampak kesenjangan
pemahaman GT dan GM dalam memaknai ujaran-ujaran ritual tersebut dapat membawa
kerusakan ekosistem bahasa dan budaya ritual barong wae. Pengaruh negatif itu nampak
pada kedangkalan pengetahuan GM dalam hal member makna pada ujaran-ujaran ritual.
Keterbatasan pemahaman GM dalam memberi makna ujaran-ujaran dalam BRBW dapat
mempengaruhi pikiran dan perasaan yang tidak baik bagi kelompok muda. Pikiran dan
persaan negative itu nampak dalam sikap tidak sopan pada saat pemimpin ritual sedang
bertutur adat. Mereka seringkali tidak memperhatikan penuturan ritual pada pemimpin
bertutur adat.
5. Temuan Penelitian
Penelitian ini menyajikan dua jenis temuan, yakni temuan teoretis dan temuan praktis.
Temuan teoretis meliputi teori wacana ritual yang menjelaskan tentang wacana ritual, teori
tanda linguistik yang menjelaskan bangunan estetik bahasa ritual, teori makna situasional
yang menjelaskan makna dan nilai bahasa ritual, teori imajeri dan pandangan dunia yang
menjelasakan masalah iamjeri dan pandangan dunia, dan teori interelasi dan interdependensi
digunakan untuk menjelaskan kesenjangan kgnitif.
Di samping itu, temuan praktis adalah bahasa ritual itu tampil dalam bentuk sebuah
bangunan estetik yang dikonstruksi oleh dua pilar esetik yaitu paralelisme dan metafora.
Bangunan estetik bahasa ritual mengandung makna dan nilai, imajeri dan pandangan dunia,
dan kesenjangan kognitif antara generasi tua dan generasi muda guyub tutur bahasa
Manggarai. Ditemukan pula bahwa laras ritual tersebut merupakan sebuah wacana ritual yang
meliputi wancana renggas „ajakan pemimpin ritual‟ dirumah adat dan tudak manuk‟undangan
leluhur untuk mengikuti acara di rumah adat‟
6.Simpulan dan saran
6.1 Simpulan.
Bahasa ritual barong wae adalah salah sarana komunikasi verbal yang digunakan
dalam berinteraksi dengan Tuhan dan leluhur dalam upacara ritual barong wae. Laras ritual
itu dipandang sebagai wacana ritual yang terdiri atas dua jenis, yaitu wacana renggas‟seruan
di rumah adat‟ dan wacana dan wacana tudak manuk adalah wacana yang berisikan
25
undangan kepada leluhur yang menjaga airminum‟ dan mencakup wacana teing cepa
„penyuguhan sirih dan pinang‟ di tempat air minum sebagai tempat ritual barong wae
berlangsung.
Penelitian BRBW memiliki satu permasalahan pokok dan enam permasalah khusu
permasalahan umum penelitian ini adalah Bagaimanakah hakekat BRBW sebagai salah satu
laras ritual dalam BM? Permasalahan khusus ini, yaitu: (1) Bagaimanakah bangunan estetik
dalam wacana ritual barong wae pada GTBM?;(2) Makna-makna mitos, ideologis,
sosiologis, biologis, magis, dan budaya apa sajakah yang terkandung dalam wacana ritual
barong wae?; (3) Imajeri apasajakah yang terkandung dalam wacana ritual barong wae?; (4)
Nilai-nilai apa sajakah yang terkandung dalam wacana ritual barong wae yang berfungsi
merawat keharmonisan sosio-ekologis?; (5) Tataran linguistik apasajakah yang
menggambarkan kesenjangan kognitif antara Generasi Tua dan Generasi Muda dalam
wacana ritual barong wae?; (6) Pandangan dunia guyup tutur BM apa sajakah yang tercermin
dalam BRBW?
Bangunan estetik BRBW. Bangunan estetis itu mencakup dua bentuk, yaitu bentuk
paralelisme, metafora. Kedua bentuk estetis itu adalah (1) hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa paralelisme dalam bahasa ritual barong wae terdapat tiga aspek linguistik penting
yang menggambarkan imajeri budaya dan sosial serta pandangan dunia guyub tutur bahasa
Manggarai. Ketiga aspek itu adalah aspek fonologis, aspek gramatikal dan aspek leksiko
gramatika. (2) hasil penelitian menggambarkan bahwa dalam bahasa ritual barong wae
memiliki tiga jenis metafora. Ketiga metafora itu adalah metafora struktural, metafora
orientasional, metafora ontologis.
Makna-Makna yang terkandung dalam bahasa ritual barong wae. Ulasan di atas
menggambarkan bahwa bahasa ritual barong wae memiliki beberapa jenis makna
berdasarkan pemakaiannya. Karena bahasa ritual ini digunakan dalam upacara adat
barongwae, maka makna yang terkandung di dalamnya sangat ditentukan oleh konteks
pemakaiannya. Makna budaya itu dapat direduksi menjadi beberapa jenis makna yaitu (1)
makna sosial, (2) makna budaya, dan (3) makna ideologis. (4) makna magis, (5) makna
mitos, dan (6) makna biologis. Selain itu, Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
bangunan estetik bahasa ritual tersebut ada beberapa nilai yaitu nilai sosial, nilai budaya, nilai
ideologis, nilai magis, nilai mitos, dan nilai biologis.
Di samping itu, bahasa ritual barong wae memiliki imajeri dan pandangan dunia
masyarakat Manggarai. Imajeri yang ditemukan dalam bangunan estetik bahasa ritual
meliputi antara lain imajeri budaya, imajeri sosial, dan lain sebagainya. Di samping itu,
pandangan dunia masyarakat Manggarai yang diekspersikan melalui bahasa ritual barong
wae meliputi pandangan tentang Tuhan dan leluhur, pandangan tentang sesama manusia,
pandangan tentang air, dan tumbuh-tumbuhan. Semua hal tersebut di atas dipandu oleh
kerangka pikir analisis linguistik kebudayaan.
Penelitian laras ritual barong wae mengangkat masalah kesenjangan kogintif antara
geneasi tua dan generasi muda. Kesenjangan itu terjadi karena dua hal, yaitu hal yang
datangnya dari luar bahasa dan dari dalam bahasa itu sendiri. Hal yang datang dari dalam
bahasa itu antara lain bahasa ritual bersifat standard yang sulit untuk dimengerti dan bahasa
ritual adalah bahasa yang bersifat spiritual artinya bahasa itu secara khusus digunakan dalam
berinteraksi dengan roh-roh. Pengaruh yang datangnya dari luar adalah kehadiran bahasa lain,
26
misalnya Hal ini menimbulkan perbedaan pemahaman angtara GT dan GM dan perbedaan itu
dipandang sebagai kesenjangan kognitif. Faktor yang datang dari luar. Kehadirian bahasa
Indonesia, misalnya dapat menimbulkan perbedaan pemahaman antara GT dan GM tentang
laras ritua. Generasi muda lebih cepat menguasai bahasa Indonsia karena bahasa itu adalah
bahasa pengatar ilmu pengetahuan yang mana mereka diwajibkan untuk memakai bahasa itu
setiap hari. Hal ini menyebabkan generasi tersebut tidak memahamai secara baik dan benar
bahasa ritual. Di lain sisi, generasi tua tidak memahami secara baik dan benar bahasa
Indonesia.
6.2 Saran
Pemerintah (baik pusat maupun daerah) direkomendasikan untuk menggunakan hasil
penelitian ini dalam merancangkan dan memprogramkan kebijakan mengenai pelestarian
bahasa dan budaya lokal atau daerah. Program pelestarian itu ditetapkan sebagai peraturan
daerah (PERDA). Pearaturan daerah itu menjadi acuan untuk melaksanakan program yang
direncanakan oleh dinas-dinas terkait di daerah, seperti dinas pendidikan, dinas parawisata.
Di samping pemerintah, para pakar bahasa dan budaya menggunakan hasil penelitian
kini untuk merancangkan dan memprogramkan penelitian-penelitian bahasa local dengan
tujuan untuk memperkaya wawasan kelinguistik, khususnya linguistik kebudayaan dan
ekolinguistik para pakar bahasa dan tujuan yang paling penting adalah memberikan informasi
aktual tentan cara membina serta mengembangankan bahasa local agar tetap hidup
berdampingan dengan bahasa-bahasa lain di lingkungannya.
Tokoh Gereja dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk membuat program
penggunaan bahasa daerah dalam liturgi gereja sehingga injil atau kitab suci yang
disampaikan ada setiap upacara liturgi dapat dipaham oleh setiap umat. Dengan demikian,
umat mampu menghayati isi kitab suci dan dapat dilaksakannya dalam kehidupan setiap hari.
Guru bahasa menjadi unjung tombak pelestarian bahasa lokal. Diharapkan agar hasil
penelitian ini yang menjadi sumber informasi bahasa lokal dapat digunakan oleh untuk
membimbing dan mengajar anak bahasa lokal atau daerah. Anak-anak adalah generasi
penerus bangsa yang perlu dibekali dengan pengetahuan bahasa ibunya sebagai jati diri
bangsa.
27
28
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM....................................................................................... i
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................................... ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .......................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................... ix
RINGKASAN ............................................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................. xxiv
DAFTAR BAGAN ....................................................................................... xxxi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xxxii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .............................................. xxxivl
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xxxv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Permasalahan ........................................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 9
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 10
1.4.1 Manfaat Teoretis ................................................................................... 10
1.4.2 Manfaat Praktis ..................................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
MODEL PENELITIAN ................................................................. 12
2.1 Kajian Pustaka ......................................................................................... 12
2.2 Konsep ..................................................................................................... 27
2.2.1 Bahasa Ritul Barong wae ...................................................................... 28
2.2.2 Dinamika Guyub Tutur BM .................................................................. 28
29
2.2.3 Bangunan Estetika BRBW(Paralelisme dan Metafora) ........................ 29
2.2.4 Makna Sosial dan Makna Budaya ......................................................... 30
2.2.5 Nilai Sosial dan Nilai Budaya ............................................................... 31
2.2.6 Tataran linguistik .................................................................................. 31
2.2.6 Kesenjangan Kognitif .......................................................................... 31
2.2.7 Imajeri ................................................................................................... 32
2.2.8 Pandangan Dunia .................................................................................. 32
2.2.9 Linguistik Kebudayaan ......................................................................... 32
2.3 Landasan Teori......................................................................................... 33
2.4 Model Penelitian ...................................................................................... 47
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 51
3.1 Pengantar.................................................................................................. 51
3.2 Pendekatan Penelitian .............................................................................. 53
3.3.Lokasi Penelitian ...................................................................................... 54
3.4 Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 56
3.4.1 Jenis Data .............................................................................................. 56
3.4.2 Sumber Data.......................................................................................... 58
3.5 Instrumen Penelitian ................................................................................ 60
3.6 Metode Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 62
3.7 Metode dan Teknik Analisis Data ........................................................... 66
3.8Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ...................................................... 69
BAB IV HAKIKAT BAHASA RITUAL BARONG WAE ....................... 71
4.1 Pengantar.................................................................................................. 71
30
4.2 Bahasa Ritual Barong wae Sebagai Bagian dari BM .............................. 75
4.3 Wacana Ritual Barong wae ..................................................................... 82
4,3.1 Wacana Renggas ................................................................................... 83
4.3.2 Wacana Tudak Manuk Lalong bakok ................................................... 84
4.3.3 Glos dan Terjemahan ............................................................................ 88
4.4 Bentuk Bahasa Ritual Barong wae ......................................................... 93
4.4.1 Bentuk Paralelisme ............................................................................... 93
4.4.2 Bentuk Metafora ................................................................................... 94
4.6 Simpulan ................................................................................................. 96
BAB V BANGUNAN ESTETIK BAHASA RITUAL BARONG WAE ... 98
5.1 Pendahuluan ............................................................................................. 98
5.2 Paralelisme ............................................................................................... 98
5.2.1 Aspek Fonologis ................................................................................... 99
5.2.2 Bentuk Gramatikal ................................................................................ 108
5.2.3 Bentuk Leksikogramatikal .................................................................... 119
5.3 Metafora .................................................................................................. 125
5.2.3.1 Metafora Struktural ............................................................................ 127
5.2.3.2 Metafora Ontologi .............................................................................. 132
5.2.3.3 Metafora Orientasional ..................................................................... 134
5.5 Simpulan ................................................................................................. 136
BAB VI MAKNA-MAKNA BAHASA RITUAL BARONG WAE ........... 139
6.1 Pendahuluan ............................................................................................. 139
6.2 Makna Sosial ............................................................................................ 139
31
6.2.1 Makna Persatuan ................................................................................... 140
6,2,2 Makna Penghormatan ........................................................................... 144
6.2.3 Makna Jati Diri GTBM ......................................................................... 145
6.2.4 Makna Kesetiaan ................................................................................... 146
6.3 Makna budaya .......................................................................................... 147
6.3.1 Makna Kesopanan ................................................................................. 148
6.3.2 Makna Kesucian.................................................................................... 151
6.3.3 Makna Kejujuran .................................................................................. 154
6.4 Makna Magis ........................................................................................... 157
6.5 Makna Biologis ........................................................................................ 164
6.6 Makna Ideologis....................................................................................... 171
6.7 Makna Mitos ............................................................................................ 175
6.8 Simpulan .................................................................................................. 180
BAB VII NILAI-NILAI DALAM BAHASA RITUAL BARONG WAE . 185
7.1 Pendahuluan ............................................................................................. 185
7.1.1 Nilai Sosial ............................................................................................ 186
7.2.1.1 Nilai persatuan .................................................................................. 186
7.2.1.2 Nilai Kesetian..................................................................................... 187
7.2.1.3 Nilai Kekerabatan .............................................................................. 188
7.2.1.4 Nilai Penghormatan ........................................................................... 188
7.2.2 Nilai Budaya ......................................................................................... 189
7.2.2.1 Nilai Sakral ........................................................................................ 190
7.2.2.2 Nilai Keagamaan ................................................................................ 191
7.2.2.3 Nilai Kesucian .................................................................................... 193
32
7.2.3 Nilai Mitos ............................................................................................ 194
7.2.4 Nilai Magis............................................................................................ 195
7.2.5 Nilai Biologis ........................................................................................ 196
7.2.6 Nilai ideologis ....................................................................................... 197
7.3 Peranan Nilai BRBW .............................................................................. 198
7.4 Simpulan .................................................................................................. 199
BAB VIII IMAJERI DALAM BAHASA RITUAL BARONG WAE...... 201
8.1 Pendahuluan ............................................................................................. 201
8.2.1 Imajeri Sosial ........................................................................................ 203
8.2.1.1 Imajeri Persatuan ............................................................................... 203
8.2.1.2 Imajeri Penghormatan ........................................................................ 205
8.2.1.3 Imajeri Kesetiaan ............................................................................... 205
8.2.1.5 Imajeri Identitas ................................................................................. 207
8.2.2 Imajeri Budaya ...................................................................................... 208
8.2.2.1Imajeri Kesakralan .............................................................................. 208
8.2.2.2 Imajeri Kesucian ................................................................................ 209
8.2.2.3 Imajeri Kejujuran ............................................................................... 210
8.2.2.4 Imajeri Kesopanan ............................................................................. 211
8.2.2.5 Imajeri Religius .................................................................................. 212
8.2.3 Imajeri Metafora ................................................................................... 214
8.2.4 Imajer Paralelisme ................................................................................ 215
8.2.5 Iamjeri Puisi…………………………………………………………. . 215
8.2.6 Imajeri Biologis .................................................................................... 217
8.2.7 Imajeri Ideologis ................................................................................... 218
33
8.2.8 Imajeri Magis ........................................................................................ 220
8.2.9 Imajeri Mitos ......................................................................................... 221
8.3 Simpulan .................................................................................................. 225
BAB IX PANDANGAN DUNIA GTBM DALAM BAHASA RITUAL BARONG WAE
........................................................................................................................ 229
9.1 Pendahuluan ............................................................................................. 229
9.2 Pandang Dunia dalam BRBW ................................................................. 230
9.2.1 Pandangan Dunia pada Wacana Renggas ............................................. 231
9.2.2 Pandangan Dunia pada Wacana Inti ..................................................... 234
9.2.3 Pandangan Dunia pada Ungkapan BRBW ........................................... 254
9.3 Jenis Pandangan Dunia Wacana BRBW.................................................. 257
9.4 Simpulan .................................................................................................. 262
BAB X KESENJANGAN KOGNITIF DALAM BAHAS RITUAL BARONG WAE
........................................................................................................................ 265
10.1 Pendahuluan ........................................................................................... 265
10.2 Kesenjangan Kognitif dalam Tataran Linguistik ................................... 267
10.2.1 Kesenjangan Kognitif dalam Tataran Fonologis ................................ 267
10.2.2 Kesenjangan Kognitif dalam Tataran Morfolgis ................................ 270
10.2.3 Perbedaan Kognitif dalam Tataran Sintaksis ...................................... 276
10.3 Faktor-Faktor Penyebab Kesenjangan Kognitif..................................... 282
10.3.1 Faktor Eksternal .................................................................................. 283
10.3.2 Faktor Internal ..................................................................................... 287
10.4 Dampak Kesenjangan Kognitif .............................................................. 291
10.4.1 Dampak Positif.................................................................................... 291
34
10.4.2 Dampak Negatif ................................................................................. 292
10.5 Simpulan ................................................................................................ 293
BAB XI TEMUAN PENELITIAN ............................................................. 299
11. 1 Pengantar............................................................................................... 299
11. 2 Temuan teoretis .................................................................................... 299
11. 2 Temuan Empiris .................................................................................... 304
BAB XII SIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 314
12.1 Simpulan ............................................................................................... 314
12.2 Saran ...................................................................................................... 329
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 335
LAMPIRAN.................................................................................................. 340
1) Lampiaran : Peta lokasi penelitian……………………………… 340
2) Lampiaran : Data Wacana ritual barong wae……………………. 341
3) Lampiran : Profil Informan……………………………………… 344
35
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Renggas: Sebelum melakukan barong wae, pelaku dan peserta berkumpul di
rumah adat (mbaru gendang). (Dok. Rambut Kanisius,2013)
…………………………………………… 84
Gambar 4.2 Teing cepa: penyuguhan sirih pinang kepada wujud tertinggi danLeluhur
pada mata air (wae teku).
(Dok.Rambut kanisius, 2013) …………………………… 85
Gambar 4.3 Teing Tuak: penyuguhan minuman yang disimbol dengan telur mentah (ruha
ta’a) kepada Wujud Tertinggi dan Leluhur pada mata air (wae teku). (Dok.Rambut
Kanisius, 2013)……………… 87
Gambar 4.4 Tudak/Torok: Penyampaian maksud dibuatnya upacara barong waekepada
Wujud Tertinggi dan Leluhur pada air minum (tempat ritual barong wae
berlansung)………………………………. 88
36
DAFTAR SINGKATAN/LAMBANG
BM : Bahasa Manggarai
BRBW : Bahasa Ritual Barong wae
BI : Bahasa Indonesia
GTBM : Guyub Tutur Bahasa Manggarai
TK.II : Tingkat II
GTM : Guyub Tutur Manggarai
BA : Bahasa Apache
GT : Generasi Tua
GM : Generasi Muda
DTim : Dialek Manggarai Timur
DMT : Dialek Manggarai Tengah
DMB : Dialek Manggarai Barat
DMSH : Dialek Manggarai S-H
RPD : Radio Pemerintah Daerah
BD : Bahasa Daerah
BS : Bahasa sumba
37
BR : Bahasa Ritual
BRB : Bahasa ritual Penti
NTT : Nusa TenggaraTimur
M, NG, J, D : Mori, Ngaran, Jari, Dedek
SPEAKING : Setting, Participant,End, Act Sequence, Key, Instrument, Norms, Genres
A : Pemimpin Ritual
B : Peserta Ritual
A+B : Pemimpin Ritual dan Peserta Ritual
BRP : Bahasa Ritual Penti
……//……. : Lambang paralelisme dalam linguistik
.. -.. : Tanda asonansi bunyi vokal dan aliterasi bunyi konsonan
„--------------„ : Tanda makna