Batu Harimau

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TTG BATU HARIMAU

Citation preview

SOAL DARI PROF

PAGE 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batu Harimau yang oleh masyarakat sekitar batu Harimau disebut juga sebagai batu Tenavak yang berarti batu buatan merupakan salah satu bentuk peninggalan sejarah Kabupaten Sintang yang selama ini belum mendapat perhatian dari pemerintah. Batu Tenavak dianggap penting sebab merupakan salah satu peninggalan sejarah masa lampau yang dapat menjadi bukti tingginya peradaban masyarakat Sintang masa lampau. Peradaban masa lampau yang mampu membuat Arca atau Patung dari batu yang sedemikian besar dengan peralatan yang masih sederhana menunjukkan kemampuan, keterampilan dan kejeniusan yang tidak kalah dengan peradaban-peradaban daerah lain seperti peninggalan-peningalan kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Mataram Kuno dan Kerajaan Sriwijaya. Peninggalan-peningalan itu mengingatkan kita pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu-Budha nusantara sebelum dijajah oleh bangsa-bangsa asing.

Batu Tenavak merupakan bukti penting untuk mempelajari sejarah kerajaan-kerajaan yang ada di Kabupaten Sintang selain batu Lingga Yoni, makam Jubair dan makam Aji Melayu. Batu Tenavak memperkuat teori bahwa di daerah Kabupaten Sintang dan Kabupaten Melawi tidak hanya berdiri Kerajaan Sintang saja, tetapi berdirilah beberapa kerajaan ( Soedarto, 1978:20). Kerajaan Mandong di Kota Baru merupakan kerajaan terbesar kedua setelah Kerajaan Sintang yang berdiri megah di Kabupaten Sintang sebelum berpisah dengan Kabupaten Melawi tahun 2003.

Batu Tenavak masih menyimpan misteri. Misteri kerajaan mana yang mendirikannya. Kerajaan Sintang belum menguasai sekitar Batu Tenavak sampai pada perlawanan Raden Paku (1905) yang berpusat di Nanga Tebidah. Kerajaan Mandong belum juga ada bukti bahwa kerajaan ini telah menguasai daerah Batu Tenavak sampai Kerajaan Mandong dikuasai oleh Kerajaan Sintang pada masa pemerintahan Sultan Nata (1761-1783) (Marchues Afen dkk, 2004:28). Walaupun secara geografis, Kerajaan Mandong tidak jauh letaknya dari lokasi Batu Tenavak dibandingkan dengan Kerajaan Sintang. Sementara Kerajaan yang datang dari Kalimantan Timur atau Kalimantan Tengah memiliki kemungkinan yang sama, jika Suku Ud. Danum yang sekarang terdapat di sekitar Batu Tenavak berasal dari Kalimantan Tengah (Tjilik Riwut, 1979:75). Kemungkinan ada kerajaan lain yang mendirikan Batu Tenavak cukup besar, sebab tidak jauh dari tempat berdiri batu Tenavak terdapat gua bukit yang berisi tulisan yang kemungkinan besar tulisan menggunakan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta. Sesuai dengan penuturan masyarakat setempat yang sering berburu dan memasuki gua tersebut dalam usaha mencari sarang burung.

Kemegahan Batu Tonavak dan misteri yang melingkupinya, merupakan bukti bahwa batu Tenavak sangat penting artinya sebagai bukti awal meneliti kerajaan-kerajaan di Kabupaten Sintang dan Kerajaan yang belum dikuasai oleh kelompok Etnis Melayu atau Kerajaan yang masih dikuasai oleh suku Dayak. Dapat juga merupakan bukti untuk meneliti bentuk, tahun pembuatan, peradaban yang membangunnya serta kerajaan mana yang membuatnya. Penelitian lebih lanjut merupakan upaya untuk mengungkap misteri sekitar Batu Tenavak. Selain itu menarik perhatian pemerintah daerah serta masyarakat di Kabupaten Sintang untuk menjadikan Batu Tenavak sebagai tempat kunjungan wisata yang mampu meraup devisa bagi peningkatan pendapatan daerah. Untuk mencapai tujuan itu sudah sejajarnya jika Batu Tonavak dikelola secara profesional sebagai tujuan wisata di Kabupaten Sintang.

B. Letak Geografis dan Demografis.

Batu Tenavak (Batu Harimau) atau Batu Buatan terletak di lereng Bukit Keramas, Desa Tanjung Andan, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Sebelah utara terletak Bukit Belibit dan sungai Longae yang mengalir ke Sungai Gilang (Sungai Kerangan) akhirnya ke Sungai Melawi. Posisi Batu Tonavak adalah posisi duduk dengan menghadap ke Timur Laut atau menghadapi ke arah Desa Tanjung Andan. Di kaki bukit Keramas mengalir sungai Ketatok yang jernih airnya. Jalan Tikus terdekat dari arah Nanga Kemangai ibu kota kecamatan Ambalau adalah dari Desa Nanga Sake dengan mendaki bukit sejauh sembilan kilometer. Jarak antara Nanga Ambalau melalui Desa Nanga sake sampai ke lokasi Batu Tenavak membutuhkan waktu di perjalanan selama dua puluh empat jam. Jarak Sintang ke Nanga Pinoh kurang lebih enam puluh kilometer. Jarak Nanga Pinoh ke Nanga Kemangai ditempuh selama lima jam dengan menggunakan transportasi air berupa Speed terbang.

Mata pencaharian penduduk Desa Tanjung Andan adalah berladang berpindah. Desa Tanjung Andan berpenduduk 1.025 jiwa dan desa Nanga Sake berjumlah 1.666 jiwa. Sedangkan penduduk Kecamatan Ambalau berjumlah 15.365 jiwa. Penduduk sekitar atau di dua desa ini adalah suku Ud. Danum. Kepercayaan mereka sebagian besar beragama Kristen Katolik. Sebagian masih menganut kepercayaan animisme. Mereka masih memegang teguh adat istiadat seperti adat kawin, meninggal, perdukunan serta kepercayaan kepada hal-hal gaib atau magic. Ngayau merupakan kebanggan bagi masyarakat Ud Danum tempo dulu. Sejak pertemuan atau kerapatan adat tahun 1884 di Tumbang Anau, Kalimantan Tengah yang dilaksanakan jaman penjajahan Belanda, kebiasaan Ngayau dilarang.

C. Bentuk dan Ukuran

Bentuk Batu Tenavak seperti Harimau yang sedang duduk, maka oleh penduduk sekitar disebut Batu Harimau. Misteri lain dari Batu Harimau Karena di Kalimantan umumnya khususnya daerah sekitar tidak terdapat Harimau, tetapi si pembuat dapat membuat Arca pesis seperti Harimau. Di mulutnya terdapat arca Biawak sebesar 9 cm yang sudah rusak akibat dirusak oleh warga Korea tahun 70-an ketika melaksanakan survey hutan di daerah itu. Seolah-olah sedang menggigit Biawak diantara giginya yang runcing dan taringnya memanjang ke depan. Di pangkunya terdapat arca bayi dengan posisi terlentang. Menurut penduduk sekitar bayi yang di pangku Bayi Harimau tetapi kelihatan seperti Bayi Manusia dengan panjang Bayi 67 cm dan tingginya 15 cm. Sebelah kanan bawah terletak jalan Tikus menuju ke arah puncak bukit. Di puncak bukit Keramas tidak jauh dari Batu Tonavak terdapat sisa-sisa rumah panjang yang sudah berabad-abad tidak dihuni lagi. Kalau kita berjalan menuju puncak, kita pasti kaget karena di samping kanan terdapat Batu Harimau yang bentuknya menakutkan dengan tinggi 156 cm, panjang taring 9 cm, lebar mulut 85 cm, dan jumlah giginya 31 buah. Arca Harimau yang menakutkan ini terbuat dari Batu Apung dengan warna kecoklatan.

D. Manfaat Bagi Penduduk Sekitar.

Batu Tenavak selama berabad-abad digunakan sebagai benteng pertahanan. Pada masa ngayau penduduk bertahan di pucak bukit di atas Batu Tenavak. Serangan musuh dari bawah mudah di atasi karena sebelum sampai ke pemukiman di puncak bukit terlebih dahulu musuh melalui Batu Tenavak. Apabila mereka naik dan melihat Batu ini, musuh menjadi kaget dan lari turun ke bawah bukit. Jika ada yang berani naik ke puncak, maka mudah bagi mereka untuk menghabisi musuh yang datang dari bawah dengan bukit yang terjal dan sukar melalui batu Tenavak, jalan satu-satu ke arah puncak yang ada bekas pemukiman hanyalah melalui Arca Harimau ini.

Masyarakat setempat menurut penuturan Y. Syahdan dan Mudin pada masa lampau sudah mengenal Ngayau. Nganyau bagi penduduk asli Kalimantan terutama masyarakat Dayak sudah tidak asing lagi. Ngayau merupakan usaha mencari anak buah ke alam baka. Orang yang meninggal terutama Orang Kuat dari suku biasanya Tumenggung atau pemimpin suku setelah meninggal akan pergi ke alam baka. Di alam Baka yang bersangkutan akan mengalami kehidupan seperti di dunia ini. Mereka yang meninggal arwahnya harus berladang, berburu dan sebagainya seperti layaknya kehidupan di dunia. Untuk membantu arwah yang sudah meninggal, maka dicarilah ULUN atau pembantu atau kuli untuk membantu arwah di alam baka. Sebagai symbol bahwa orang yang diperoleh dari ngayau itu sebagai ulun arwah pemuka suku yang meninggal, maka tengkorak kepala hasil ngayau ditanam di bawah Sandung (Kediring=Bhs.Ud. Danum) ataupun di bawah Temaduk (Tepahtung=Bhs.Ud..Danum). Untuk mendirikan Sandung harus memenuhi persyaratan. Jika tidak kepala musuh yang dibawa dapat juga membawa jarum ditancapkan ke kepala atau tubuh musuh yang sudah tewas, kemudian jarum yang terdapat darah korban dimasukan ke dalam minyak dan ditaruh di Sandung atau Temaduk sebagai ganti tengkorak.

Syarat mendirikan Sandung seperti diungkapkan Bapak Bejang Narau dari Suku Kebahan yang sekarang bermukim di desa Topan Kecamatan Kayan Hulu adalah didirikan oleh orang yang paling tidak sudah memperoleh satu buah tengkorak kepala manusia. Di bawah Sandung harus ditanam minimal tiga tengkorak manusia. Sandung didirikan dengan adat istiadat tertentu diikuti nganyan selama tiga atau tujuh hari dan tiga atau tujuh malam. Di atas Sandung terdapat rumah kecil tempat menyimpan abu jenasah pemuka suku yang meninggal. Sanak keluarga pemuka suku boleh di simpan di sini. Abu jenasah orang lain juga boleh di simpan di sini asal memenuhi beberapa persyaratan, antara lain memberi biaya bagi pendirian Sandung. Pendirian Sandung diikuti dengan pembunuhan Babi dan Ayam sebagai syarat tambahan. Jadi setiap pendirian Sandung dan Temaduk memakan jiwa sebanyak sembilan tengkorak manusia. Tiga tengkorak di bawah sandung, Tiga Tengkorak di bawah Temaduk, satu tengkorak yang meninggal atau pemuka suku yang dibuatkan Sandungnya dan dua tengkorak masing-masing untuk yang mendirikan Sandung dan Temaduk. Setelah Sandung didirikan di sampingnya dibuatlah Temaduk.

Temaduk atau Tepahtung didirikan dengan syarat di bawahnya harus ada tengkorak manusia minimal tiga buah. Prosesi pendirian Temaduk sama dengan pendirian Sandung. Temaduk berupa patung pemimpin suku atau pemuka suku dengan istrinya. Orang yang membangun Temaduk juga harus sudah memperoleh Tengkorak Kepala. Tengkorak diperoleh melalui perang, ngayau ataupun mengupah orang untuk ngayau. Orang yang diambil tengkoraknya dapat langsung dipotong lehernya atau ditawan. Tawan disiksa sampai mati dan dinamakan Tuloi. Tuloi disiksa sampai mati waktu ngayan atau menari-nari sambil minum tuak membunyikan musik atau tetabuhan. Mulut Tuloi disumbat dengan daun kayu atau dengan kulit Kapuak agar tidak bisa membuka mulut dan nyupah sipenyiksa. Jika dapat menyumpah maka sumpah atau kutukan Tuloi diyakini berlangsung selama tujuh belas keturunan. Oleh sebab itu hati-hati menyiksa Tuloi, jika nyumpah atau ngutuk, kutukan berlangsung selama tujuh belas turunan.

Pantar atau Pantak merupakan bentuk lain dari Sandung. Perbedaannya adalah orang yang dibuatkan Pantak atau Pantar harus memiliki status social yang tinggi. Oleh sebab itu maka jumlah tengkorak kepala manusia yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Satu buah pendirian Pantar atau Pantak paling tidak membutuhkan 21 buah tengkorak kepala manusia. Tujuh tengkorak ditanam di bawah Pantar atau Pantak, tujuh tengkorak kepala manusia di bawah Temaduk, satu tengkorak kepala yang di buatkan Pantar, tiga tengkorak kepala untuk yang membangun Pantar atau Pantak dan tiga tengkorak kepala manusia yang membangun atau mendirikan Temaduk.

Setelah Ngayau secara berangsur-angsur menghilang, terutama setelah dilarang Belanda tahun 1884 maka Batu Tonavak dijadikan tempat pemujaan sampai sekarang. Pemujaan untuk meminta sesuatu yang diinginkan atau niat yang baik kepada Tuhan (Jatak Mohotarak) dengan cara berdoa di depan Batu Harimau dengan syarat membawa tuak, manik-manik, kunyit dan memotong Ayam, maka keinginan seperti mendapatkan anak, kekayaan, kepintaran dan jabatan dapat terkabul. Pergi ke Arca Harimau ada syarat khusus, yaitu jangan sampai terkejut. Kalau terkejut akan mendapat kutukan atau sial. Seperti yang pernah terjadi ada orang Jawa yang terkejut melihat Arca Harimau, tidak lama kemudian tewas tertabrak mobil. Orang Korea yang merusak gigi Arca Harimau akhirnya juga tewas karena tertimpa kayu.

BAB II

LEGENDA ARCA BATU HARIMAU

DAN AGAMA HINDU

E. Legenda Batu Harimau.

Legenda seputar Arca Batu Harimau seperti yang diturkan oleh Y. Syahdan dan Yulius Bacak adalah Arca ini dibuat oleh Rikai atas permintaan seorang gadis cantik bernama Panjan sebagai mas kawin untuk meminangnya. Legenda bermula dari perang suku antara suku Ud Danum dengan suku Iban.

Di desa Luting Mengan hiduplah adik beradik yang sulung bernama Ekan dan adik perempuannya bernama Panjan. Mereka tinggal di pinggir sungai Kerangan (Sungai Gilang) desa Luting Mengan. Desa Luting Mengan sering menjadi sasaran ngayau dayak Bujan dari hulu sungai Kapuas. Masyarakat desa Luting Mengan sudah tidak mampu lagi bertahan dari serangan dayak Bujan. Sebagai usaha mempertahankan desa dari serangan musuh, maka diadakan upacaya betenung atau meramal. Ramalan mengatakan bahwa orang yang mampu menahan serangan Dayak Bujan adalah orang bernama Rikai dari desa Pejange (Wilayah Kalimantan Tengah Sekarang) yang masih ada hubungan keluarga dengan Ekan dan Panjan. Ekan pergi ke Pejange untuk menjemput Rikai. Singkat cerita setelah melalui perjalanan jauh sampailah Ekan dan Rikai kembali ke desa Luting Mengan. Kedatangan Rikai yang gagah perkasa di Desa Luting Mengan diketahui oleh Dayak Bujan yang sudah lama bersiap menghancurkan Desa Luting Mengan. Mereka secara perlahan mengundurkan diri dan tidak berani lagi menyerang Desa Lunting Mengan dan selamat desa tersebut dari kehancuran akibat serangan Dayak Bujan.

Rikai tinggal di Luting Mengan sudah berlansung selama tujuh bulan. Lama tinggal di Luting Mengan dia jatuh hati pada Panjan yang cantik jelita adik Ekan, maka dilamarnyalah Panjan. Panjan menerima lamaran Rikai dengan syarat dibuatkan mas kawin atau tanda mata perkawinan. Rikai menawarkan membuat patung Harimau sebagai tanda cintanya pada Panjan. Rikai bersiap-siap membuat patung atau Arca dengan mempersiapkan pahat dengan cara menempa lalu kemudian mempersiapkan perhiasan berupa gelang, kemudian bekal dan sebagainya yang persiapannya dibantu oleh Ekan dan Panjan. Setelah persiapan selesai ia mencari batu yang bagus sebagai bahan membuat Patung. Setelah mencari kesana kemari, maka sampailah ia di lereng Bukit Keramas. Pada lereng Bukit ini ditemukan Batu yang cocok untuk bahan membuat Patung, maka dibuatnyalah Patung Harimau itu di bukit Keramas. Pembuatan patung berlangsung selama tujuh tahun. dimulut Harimau dibuatlah patung Biawak sebagai makanannya. Di bawahnya dibuat patung Bayi manusia sebagai upaya mereka untuk mendapatkan keturunan dan agar Harimau tersebut menjaga ketrunanan mereka kelak.

Sepeninggal Rikai pergi ke Luting Mengan, Sangen adik Rikai pergi mencari Rikai yang sudah lama pergi dari Desa Pejange. Ia berjalan menyusuri sungai Melawi dan sampai di Lubuk Setang (Sintang) bertemulah dia dengan Latai Inai Honerang Bucang Ngatang Lobuk Setang (Dara Juanti di Sintang). Sangen jatuh cinta pada Dara Juanti yang parasnya cantik menawan hati Sangen, maka dilamarnyalah Dara Juanti. Dara juanti menerima lamaran Sangen dengan sarat Sangen menunduk suku-suku di Kapuas Hulu. Sangen berangkat dengan semangat tinggi menyusuri sungai Kapuas seorang diri dan menyerang suku-suku di Kapuas Hulu. Sangen adalah seorang yang gagah berani sakti mandara guna, banyak suku-suku Kapuas ditaklukannya. Mendengar kekuatan Sangen, Kepala Suku Kereho bernama Amai Daun mengumpulkan suku-suku Dayak Hulu Kapuas. Berkumpulah suku-suku di hulu Kapuas ini dan dengan menaiki sembilan ribu sampan mereka menyerang Sangen. Sangen mundur ke hilir dan bertahan di Bahtu Letai Luik (Batu Layang sekarang)

Pertempuran antara Sangen dengan Amai Daun terdengar oleh abangnya Rikai di desa Luting Mengan.Pergilah Rikai membantu Sangen yang masih bertahan di Bahtu Letai Luik. Berkat bantuan Rikai dan saudaranya lain seperti Jelambang dan Nyaling yang juga gagah perkasa, maka Amai Daun dan pengikutnya berhasil ditumpas. Untuk merayakan kemenangan ini, Rikai, Sangen dan saudara-saudaranya pulang ke desa Pejange dan mengadakan pesta besar. Rikai tidak lagi pulang ke desa Luting Mengan. Sepeninggal Rikai, Panjan jatuh sakit karena rindu lama ditinggal Rikai. Setelah sakit beberapa waktu wafatlah Panjan di desa Luting Mengan.

F. Tradisi Agama Hindu

Agama Hindu yang dianut kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia meyakini Harimau sebagai Raja Hutan. Harimau dan Singa melambangkan kekuatan atau keperkasaan yang memiliki kerajaan, oleh sebab itu Raja Asoka melambangkan kerajaannya dengan Singa yang sekarang menjadi lambang Negara India. Arca Singa dan Arca Harimau terdapat di relung relief candi-candi peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu baik di Indonesia maupun di India. Keberadaan arca Singa dan arca Harimau silih berganti menghiasi candi-candi atau tempat pemujaan agama Hindu. Kadangkala arca Singa yang tampak, di tempat lain arca Harimau yang ditemukan atau kedua arca ini sama-sama ditemukan di sebuah pemujaan atau candi Hindu. Keberadaan kedua binatang ini menunjukkan kebesaran kerajaan yang mendirikan tempat pemujaan itu.

Singa atau Harimau menurut tradisi agama Hindu melambangkan keperkasaan seorang Dewa. Menurut R. Soekmono dalam bukunya, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2 menjelaskan ada 10 penjelmaan (Awatara) Dewa Wisnu yang merupakan salah satu dari Trimurti Dewa Agama Hindu, menyelamatkan umat manusia. Sembilan diantaranya sudah terjadi satu lagi belum terjadi. Dasawatara itu adalah ;

1. Matsya-awatara, yaitu sebagai ikan (matsya) Wisnu menolong Manu, yaitu manusia pertama, untuk menghindarkan diri dari air bah yang menelan dunia.

2. Kurma-awatara. Sebagai kura-kura (kurma) Wisnu berdiri di atas dasar laut menjadi alas gunung Mandara yang dipakai oleh para dewa untuk mengaduk laut dalam usaha mereka mendapatkan Amrta atau air kehidupan.

3. Waraha-awatara. Ketika dunia ditelan laut dan ditarik ke dalam kegelapan patala (dunia bawah), Wisnu menjadi babi hutan (waraha) dan mengangkat dunia kembali ke tempatnya.

4. Narasimha-awatara. Hiranyakacipu, seorang raksasa, dengan sangat lalimnya menguasai dunia. Kesaktiannya yang luar biasa menjadikan ia tak dapat dibunuh oleh dewa, manusia maupun binatang, tak dapat mati waktu siang maupun waktu malam. Untuk menumpasnya, Dewa Wisnu menjelma menjadi Harimau-Manusia dan dibunuhnya Hiranyakacipu itu pada waktu senja.

5. Wamana-awatara. Wisnu menjelma sebagai orang kerdil (Wamana) dan meminta kepada Daitya Bali yang sangat lalim memerintah dunia supaya kepadanya diberikan tanah seluas tiga langkah. Setelah diijinkan, maka dengan tiga langkah (triwikrama), ia menguasai dunia, angkasa dan surga. Di sini kelihatannya Wisnu sebagai matahari yang dengan tiga waktu, terbit, tengah hari dan senja menguasai dunia.

6. Paracurama-awatara. Wisnu menjelma sebagai Rama bersenjatakan Kapak (Paracu) dan menggempur golongan ksatriya sebagai balas dendam terhadap penghinaan yang dialami ayahnya, seorang Brahmana dari seorang raja (ksatriya) yang lalim. Ini merupakan reaksi jaman Upanishad.

7. Rama-awatara. Rama sebagai titisan Dewa Wisnu yang terkenal dalam cerita Ramayana membunuh Rahwana (Dacamuka) yang merebut Dewi Shinta istrinya.

8. Krsna-awatara. Wisnu menjelma menjadi Krsna membantu para Pandawa dalam perang mereka melawan saudaranya Para Kurawa. Kisah ini terkenal dalam cerita Mahabarata.

9. Budha-awatara. Wisnu menjelma menjadi Budha untuk menyiarkan agama palsu guna menyesatkan umat manusia dan melemahkan mereka yang memusuhi dewa.

10. Kalki-awatara. Keadaan dunia yang semakin hari semakin buruk dan tidak terkendali, akan tiba saatnya bahwa kejahatan merajalela sehingga dunia terancam kemusnahannya, maka pada saat itu Wisnu menjelma sebagai kalki dan dengan menunggang Kuda Putih dan membawa pedang terhunus, ia akan menegakkan kembali keadilan dan kesejahteraan umat manusia di atas bumi ini.

Candi Prambanan yang merupakan candi Hindu termegah di Indonesia terdapat relung Singa diapit oleh dua batang Kalpataru yang penuh dengan bunga-bunga teratai biru, putih dan merah di bawah pohon adalah Kinnara-Kinnari (setengah manusia dan setengah burung). Arca Singa di sini bertugas menjaga pohon Kalpataru atau Parijata yaitu pohon yang dapat memberikan segala apa yang diinginkan dan diminta oleh manusia (Soekmono, 1981:101). Kinara-Kinari yang merupakan setengah burung dan manusia bertugas sebagai penjaga air kehidupan. Keberadaan Singa atau Harimau atau Banaspati di sini adalah sebagai penjaga kehidupan dan keinginan manusia. Arca di candi Prambanan yang disebut Loro Jonggrang merupakan perwujudan Durga isteri Dewa Siwa yang dilukiskan sebagai Mahisasuramardini. Ia berdiri di atas seekor lembu yang ditaklukan. Lembu ini adalah penjelmaan Asura yang menyerang Khayangan dan dibasmi oleh Durga. Durga bertangan delapan yang masing-masing memegang senjata seperti, trisula, cakra, sangka, gadha, camara, padmanaga, aksamala dan paracu. Arca Batu Harimau (Tenavak) yang ditemukan di bukit Keramas ini ada kemiripan dengan arca Durga di Prambanan, terutama mulutnya yang mengeluarkan gigi yang tajam dan taring yang menakutkan sambil menggigit Biawak dan mengijak mahluk seperti Bayi yang kemungkinan besar melambangkan Asura yang dibunuh Durga.

Candi Kalasan yang terletak tidak jauh dari Candi Prambanan terdapat lengkungan Kala Makara yang biasa ditemukan di atas pintu masuk candi. Mahluk yang selalu terpancang pada ambang atas pintu atau relung adalah Kepala Kala yang juga disebut Banaspati atau raja hutan (Soekmono, 1981:100). Pada candi-candi Jawa Tengah banaspati atau raja hutan ini dirangkai dengan makara. Makara ini menghiasi bagian bawah kanan kiri pintu atau relung. Makara adalah semacam ikan yang mulutnya ternganga, sedangkan bibir atasnya melingkar ke atas seperti belalai gajah yang diangkat. Mahluk-mahluk ajaib yang menghiasi candi-candi di Indonesia seringkali disamarkan dengan hiasan daun-daunan. Daun-daun itu menjadi pola utama dalam ukiran-ukiran, dan biasanya dirangkai oleh sulur-sulur yang melingkar meliku menjadi sulur gelung. Khusus sulur gelung ini biasanya menjadi pengisi lajur-lajur yang tegak lurus. Banyak pola sulur-sulur itu dikeluarkan dari sebuah jambangan dan melingkar meliku ke kanan dan ke kiri mengisi bidang-bidang datar. Di samping daun-daun dan sulur-sulur banyak pula dipakai bunga teratai sebagai pola, baik kuncup maupun yang sudah berkembang penuh. Bunga teratai ada tiga macam; yang merah dinamakan padma, biru dinamakan utpala dan yang putih dinamakan kumuda (Soekmono, 1981: 100). Warna itu tidak dinyatakan dengan warna tersebut sebab sangat sulit mewarnai batu, tetapi warna itu terlihat dari cara menggambarnya yang berbeda-beda. Bunga-bunga teratai itu sering dirangkai dalam bidang-bidang bujur sangkar atau belah ketupat dan menutupi suatu bidang dinding bagaikan permadani.

Arca atau relief Harimau atau Singa diapit oleh Dewa Kuwera yang membawa bejana harta sebagai dewa harta seperti terdapat dicandi Sari. Harimau atau Singa di sini bertugas menjaga harta. Manusia yang berkeinginan mencari harta yang banyak memohon kepada dewa harta yang dijaga oleh Harimau dengan bentuk yang menakutkan agar tidak ada yang berani mengambil harta tersebut. Harta diberikan pada orang yang bersemedi secara sungguh-sungguh dan orang yang tidak tamak. Raja hutan di sini melambangkan kejayaan atau kemegahan hidup. Relief seperti ini ditemukan di candi Sari.

Arca Harimau atau raja hutan dan Bairawa juga ditemukan di halaman candi. Maksudnya agar tempat pemujaan atau candi itu tidak diganggu oleh anasir-anasir jahat. Pada palang atas pintu masuk juga terdapat Kala dengan wajah yang menakutkan, matanya melotot dan lidahnya menjulur. Setiap anasir-anasir jahat yang berusaha masuk ke halaman atau ke dalam candi akan berurusan dengan banaspati ini. Sehingga candi atau tempat pemujaan benar-benar aman dari serangan yang jahat.

Kerajaan-kerajaan Hindu Budha menempatkan Arca Harimau atau Arca Singa atau banaspati sebagai tapal batas kerajaan. Arca yang ditempatkan di batas kerajaan, biasanya diikuti dengan mantra-mantra kutukan bagi pelanggar kedatuan atau kerajaan atau yang mencoba membuat kerusuhan di kerajaan. Mantra-mantra seperti yang terdapat pada prasasti Telaga Batu, berisi kutukan-kutukan yang sangat seram terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan tidak taat pada perintah raja. Batas kerajaan yang ditandai dengan arca Harimau biasanya menghadap ke arah kerajaan yang mendirikan arca sebagai tapal batas tersebut. Arca Harimau atau Arca Singa atau Arca Banaspati sebagai tapal batas melambangkan keperkasaan sebuah kerajaan atau negeri atau bertugas sebagai penjaga kerajaan atau negara.

Gambar di bawah ini adalah gambar tugu Ashoka yang dibangun atas perintah Raja Ashoka, yang sampai sekarang dijadikan lambang negara India. Terlihat gambar raja hutan (Singa) dengan empat ekor menyatu sebagai lambing keperkasaan. (Wijaya, 1994:101)

BAB III

ARCA BATU HARIMAU

TAPAL BATAS KERAJAANArca Batu Harimau (Tenavak) yang ditemukan di bukit Keramas, desa Tanjung Andan, Kecamatan Ambalau, Sintang, Kalimantan Barat diperkirakan berasal dari abad ke-9 dan dikeluarkan kerajaan Hindu Wisnu atau masyarakat yang sudah menganut agama Hindu. Arca ini didirikan oleh generasi ketiga pelarian dari kerajaan Kutai. Kerajaan Kutai Hindu yang didirikan oleh Suku Dayak Apu Kayan bernama Kudungga dihancurkan oleh tentara Cina yang datang dari utara (Nugroho Notosusanto dkk, 1991:61). Akibat serangan Dinas Tang (627-907) dari Cina (Nio Joe Lan, 1952: 104), bangsawan Kutai yang lolos dari kehancuran berdiaspora ke arah barat, utara dan selatan (Sartono Kartidirdjo dkk, 1975:36). Mereka bersama kelompok etnis Dayak setempat mendirikan kerajaan baru seperti Bruneng dan Seludung di Sabah sekarang, Kembang, Sangkulirang, Muara Kaman serta Tanjung Kute di Kalimantan Timur, Pejange, Kotawaringin, Kedangdangan dan Sampit di Kalimantan Tengah, Pasir, Tabalung, Sewaku dan Kunir di Kalimantan Selatan, Tanjungpura, Keriau, Buni, Sedu, Tiram, Sepauk/Sintang, Kapuhas dan Meliau di Kalimantan Barat serta Malang, Kalka dan Kotalingga di Serawak. Arca Batu Harimau ini tidak jauh berbeda dengan prasasti yang dikeluarkan oleh Balitung Raja Mataram Hindu (898 M) dan batu tulis yang ditemukan di Kapung pait, Nanga Mahap serta batu bertulis di Laman Sekuang, Menyumbung. Sedikit lebih muda dari batu Lingga yang ditemukan di Sepauk.

Pembagian kelompok etnis Dayak menurut Tjilik Riwut dalam bukunya, Kalimantan Membangun, ada tujuh sub suku Dayak, yaitu Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayan Dayak Iban/Heban, Dayak Klemantan, Dayak Murut, Dayak Punan dan Dayak Ot Danum. Sub Suku Dayak ini ternyata sudah membangun Kerajaan jauh sebelum penaklukan Majapahit dan penaklukan etnis Melayu. Kerajaan-Kerajaan Dayak menurut sub suku adalah ;

1. Dayak Nagaju telah mendirikan kerajaan Kotawaringin, Kedangdangan dan Sampit

2. Dayak Apu Kayan telah membangun Kerajaan Kutai, Sangkulirang, Muara Kaman serta Tanjung Kute.

3. Dayak Heban/Iban telah mendirikan kerajaan Malang, Kalka dan Kotalingga.

4. Dayak Klemantan telah mendirikan kerajaan Tanjungpura, Keriau, Buni, Sedu, Tiram, Sepauk/Sintang, Kapuhas dan Meliau.

5. Dayak Murut telah mendirikan kerajaan Bruneng dan Seludung.

6. Dayak Punan telah mendirikan kerajaan Kembang

7. Dayak Ot Danum atau Ud. Danum telah mendirikan kerajaan Penjange.

Peta dibawah ini menunjukan letak geografis penyebaran suku-suku besar itu beserta anak suku dan kerajaan-kerajaan yang telah mereka bangun jauh sebelum penaklukan kerajaan Melayu yang terletak di daerah Jambi sekarang dan memeluk agama Budha Hinayana tetapi kemudian memeluk agama Budha Mahayana karena adanya kegiatan guru besar agama Budha bernama Dharmapala yang datang dari India (Nugroho Notosusanto dkk, 1991:67), kemudian memeluk agama Islam setelah Sultan Iskandar Syah (1414) menganut Islam dan putranya Sultan Muhammad Iskandar Syah (1414-1445) dari Kerajaan Malaka berusaha menaklukan daerah barat Kalimantan. Setelah Malaka ditaklukan Portugis tahun 1511, Sultan Mahmud Syah melarikan diri ke Johor, makin banyak kelompok etnis Melayu yang menetap di pesisir barat Kalimantan (Soekmono, 1973: 47).

PETA KERAJAAN KERAJAAN YANG DIDIRIKAN

SUKU-SUKU DAYAK DI KALIMANTAN

Peta penyebaran kerajaan-kerajaan Hindu yang didirikan oleh kelompok etnis Dayak sebagian besar dirikan setelah runtuhnya kerajaan Kutai Hindu dan kerajaan-kerajaan ini berakhir setelah ekspansi kelompok etnis Melayu setelah kerajaan Melayu dihancurkan oleh Krtanegara dari Singasari abad ke-13 M dan penaklukan oleh Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-13 dan awal abad ke-14 M. Ekspedisi Pamalayu yang dilakukan oleh raja Krtanagara (1268-1292) dari Singasari tahun 1275 dalam usaha menangkis serangan Kubilai Khan dari Kerajaan Yuan (Mongol), maka kerajaan Melayu berakhir. Setelah Krtanagara wafat akibat serangan Jayakatwang dari Kediri, maka kemudian nusantara dikuasai oleh kerajaan Majapahit.

Menurut Prof. Syarif I.Alqadrie dalam makalahnya berjudul,Purifikasi dan Revitalisasi Dinamika Melayu Dulu dan Sekarang dan Akan Datang. Mengatakan bahwa ada tiga kategori Melayu. Pertama, untuk membedakan dengan rumpun atau ras lain seperti ras Mongoloid, Negroid, Kaukasoid, Semit-Hittit, dan Anglo-Saxson. Jadi sebagai ras di Indonesia termasuk seluruh etnis yang memiliki ciri-ciri rambutnya lurus, mata lebar, hidung pesek dan kulit sawo matang. Seluruh etnis di Indonesia menyebut dirinya ras melayu kecuali suku-suku di Irian yang memiliki ciri-ciri berbeda seperti kulit hitam, rambut keriting, mata lebar, hidung pesek yang merupakan ciri-ciri ras Negroid (Sarasin dalam Hall, 1988:8). Melayu sebagai ras membedakan dengan ras lain adalah sesuai dengan cirri dan lokasi mereka berada yang membuat ras itu di kelompokkan menjadi satu. Kedua, melayu sebagai etnis seperti kelompok etnis lain yang ada di Indonesia. Melayu di sini adalah mereka yang mengidentifikasikan diri sebagai keturunan Melayu dan diikat oleh kebudayaan Melayu, serta berbahasa melayu sebagai bahasa ibu, seperti Melayu di Kalimantan Barat, Riau, di sepanjang pantai Timur Sumatra, Palembang, jambi, Bengkulu, Malaysia dan Brunai (Syarif I.Alqadrie, 2003:3). Ketiga, sebagai media identifikasi (Alqadrie, 2002:5-6), Melayu merupakan orang-orang kelompok etnis lain yang beragama bukan muslim, kemudian memeluk agama Islam, diidentifikasi dan mengidentifikasikan diri sebagai Melayu, karena masuk Islam dianggap sebagai masuk Melayu.(Verth dalam Hasanuddin dalam Alqadrie, 2000:11) seperti kelompok etnis Cina, dan Dayak.

Melayu yang menjajah kerajaan-kerajaan Dayak yang sudah lama berdiri adalah Melayu sebagai etnis yang semula hidup di pantai Timur Sumatra dan Semenanjung Malaya kemudian berdiaspora ke Kalimantan pada jaman Kerajaan Melayu dan Kerajaan Malaka. Akibatnya setelah mereka menganut agama Islam, etnis Dayak yang berdiam di daerah pantai dan pinggir sungai atau danau setelah menganut agama Islam menamakan dirinya Melayu. Kelompok etnis abangan ini kemudian membuat identitas tersendiri dan budaya sendiri yang bukan Melayu dan bukan Dayak, tetapi mengaku Melayu (Alqadrie,2003:3). Etnis Dayak karena tidak mau dijajah akhirnya mengindarkan diri ke daerah pedalaman. Sekarang antara pedalaman dan perkotaan sudah menjadi hal yang sama bagi kelompok etnis Dayak maupu Melayu.

Arca Batu Harimau (Tenavak) didirikan oleh penganut agama Hindu Wisnu atau Wisnaya (kalau Hindu Syiwa, Syiwaya) dengan bebarapa alasan ;

1. Binatang Harimau tidak terdapat di hutan rimba Kalimantan, pengetahuan tentang Harimau diperoleh dari tradisi agama Hindu, terutama dari penjelmaan atau awatara dewa Wisnu. Jumlah awatara banyak sekali, tetapi kemudian disingkat menjadi sepuluh saja (dasawatara). Salah satu awatara tersebut adalah Narasimha yaitu Harimau-Manusia jelmaan dewa Wisnu yang membunuh raja jahat bernama Hiranyakasipu.

2. Harimau atau Singa atau Banaspati yang diartikan sebagai raja hutan terdapat di beberapa pemujaan agama Hindu baik di Waprakeswara maupun di Baprakeswara (Nugroho Notosusanto dkk, 1991:62). Waprakeswara pemujaan yang terletak di dalam gua, sedangkan Baprakeswara pemujaan di atas tanah, seperti candi dan lingga yoni.

3. Harimau atau Singa atau Banaspati digunakan oleh kerajaan-kerajaan Hindu, sebagai ;

a. Penjaga kehidupan seperti relief di Prambanan.

b. Penjaga tempat pemujaan seperti yang terdapat di candi Sari

c. Penjaga harta seperti yang ditemukan di candi Sambi Sari

d. Penjaga batas kerajaan atau sebagai tapal batas seperti kerajaan Mataram Hindu, Singasari, Kediri dan Majapahit.

4. Legenda Arca Batu Harimau (tenavak) ada kemiripan dengan legenda Loro Jonggrang dari candi Prambanan yang mengisahkan pendirian candi Prambanan oleh Bandung Bondowoso sebagai syarat meminang Loro Jonggrang. Candi Prambanan adalah candi yang dibangun oleh Rake Pikatan yang beragama Hindu Syiwa.

Arca Batu Harimau didirikan sebagai lambang keperkasaan sebuah kerajaan atau penjaga kerajaan atau negara dapat juga sebagai tapal batas suku Dayak Ud. Danum wilayah bagian barat. Oleh sebab itu besar kemungkinan tulisan yang terdapat di gua batu yang tidak jauh dari arca berisi mantra-matra atau kutukan-kutukan yang diambil dari Kitab Weda (wed=Tahu, weda = pengetahuan yang tinggi), dari bagian Weda yaitu atharwaweda (samhita) berisi mantra-mantra dan jampi-jampi untuk sihir dan ilmu gaib seperti mengusir penyakit, menghancurkan musuh, mencari jodoh, memperoleh kedudukan serta kekuasaan, kutukan dan lain sebagainya. Oleh sebab itu arca Batu Harimau tidak boleh dirusak ataupun terperanjat karena akan dikutuk mati. Sedangkan jika minta sesuai dengan aturan, maka akan mendapat realisasi keinginan yang diminta pada arca. Sedangkan batas wilayah suku Dayak Ud. Danum (Tjilik Riwut, 1979:232), adalah seperti peta di bawah ini. Peta di bawah ini menjelaskan bahwa lokasi setiap sub suku besar sudah terbagi dalam pemecahan wilayah politik terutama menyebar di Serawak, Sabah, Brunai, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur yang keberadaannya mulai terganggu oleh suku-suku pendatang. Daera-daerah pesisir sudah diambil alih oleh kelompok etnis lain, seperti wilayah pesisir Dayak Ngaju diambil alih oleh kelompok etnis Banjar, wilayah pesisir Dayak Klemantan diambil alih kelompok etnis Melayu dan Cina, wilayah pesisir Dayak Iban dan Murut diambil alih oleh kelompok etnis Melayu. Wilayah pesisir Apu Kayan diambil alih oleh Banjar, Bugis dan Cina. Kelompok etnis Dayak tinggal memiliki daerah pedalaman. Sama seperti pengambilalihan tanah Indian dan Aborijin oleh orang orang kulit putih.

Sumber: (Tjilik Riwut, 1979:232)

Arca ini menghadap ke timur yang berarti kerajaan atau masyarakat yang dijaga ada di bagian timur. Sedangkan daerah musuh ada dibagian barat. Tapal batas ini didirikan sebagai peringatan terhadap musuh yang datang dari barat. Musuh itu adalah suku Dayak Iban atau Heban yang sering mengacau Ud. Danum. Untuk mengatasi gangguan keamanan sebelah barat ini, kerajaan mengutus senapati yang sakti mandara guna bernama Senapati Rikai. Rikai menetap di Luting Mengan setelah mengusir suku Dayak Bujan yang merupakan bagian dari suku Dayak Iban di bawah pimpinan Amai Daun. Setelah berhasil mengalahkan suku Dayak Bujan, Rikai mendirikan arca Harimau sebagai peringatan akan suku Dayak Bujan agar tidak lagi mengganggu wilayah Suku Ud Danum atau Kerajaan Pejange.

Kerajaan Pejange atau suku Ud Danum memiliki dua musuh besar di bagian barat wilayah mereka, yaitu suku Dayak Iban dan Kerajaan Sintang. Untuk mengatasi gangguan keamanan yang berasal dari kerajaan Sintang, kerajaan Pejange mengirim senapati Sangen yang juga tidak kalah sakti dengan abangnya senapati Rikai. Sangen pergi ke Lobuk Setang (Sintang), sampai di Lobuk Setang senapati Sangen bertemu dengan Latai Inai Honerang Bucang Ngatang Lobuk Setang yang bernama Dara Juanti (sebenarnya diperkirakan Puntung Kempat yang menjadi istri Sangen karena Dara Juanti jauh lebih muda keberadaanya. Puntung Kempat berasal dari tahun yang sama yaitu abad ke-10 dengan pembuatan batu Harimau, kerajaan Sintang masih di Sepauk yang kemudian menikah dengan Aji Melayu. Sedangkan Dara Juanti lahir tiga abad sesudahnya dan Kerajaan Sintang sudah pindah ke Sintang sekarang). Melihat kecantikan Dara Juanti yang mempesona, Sangen lupa dengan tugasnya menaklukan kerajaan Setang (Sintang), malahan jatuh hati dengan putri kerajaan ini. Sangen meminang Dara Juanti sebagai istrinya, Dara Juanti menerima lamaran itu dengan sarat, Sangen harus mengalahkan musuh-musuh kerajaan Sintang yaitu suku Iban yang sering mengganggu wilayah kerajaan Sintang di bawah rajanya Amai Daun. Sangen menyanggupi untuk mengalahkan suku Iban karena dia berpikir suku Iban sebagai musuh kerajaannya yang diusir oleh abangnya Rikai dan dia ingin menghancurkan suku Iban ini.

Kolaborasi antara kerajaan Sintang dengan Senapati Sangen dari Ud Danum berhasil mengalahkan sembilan ribu sampan pasukan Dayak Iban di bawah pimpinan Amai Daun. Di sini terjadi kerjasama yang baik antara kerajaan Sintang dan kerajaan Pejange dalam mengalahkan para pengacau yang mengganggu perbatasan kedua kerajaan ini. Strateginya, dari pada melawan dua musuh sekaligus lebih baik mengalahkan mereka satu persatu. Politik ini cukup jitu diterapkan oleh Sangen, tetapi setelah mengalahkan Suku Dayak Iban di Bahtu Letai Luik (Batu Layang sekarang) yang dibantu Rikai, Jelambang dan Nyaling, mereka pulang ke Kerajaan Pejange dan mabuk kemenangan dengan pesta pora, sehingga Rikai lupa pulang ke Luting Mengan dan Sangen lupa pulang ke Lobuk Setang. Setelah penaklukan ini gangguan keamanan di sebelah barat kerajaan berkurang. Ada kemungkinan melihat kesaktian para punggawa kerajaan suku Ud Danum, suku Dayak Iban dan Kerajaan Lobuk Setang/ Sintang tidak berani mengganggu wilayah kerajaan Pejange. Panjan yang lama menunggu Rikai akhirnya wafat karena sakit sedangkan Dara Juanti menikah lagi dengan Patih Luhgender (Syahzaman, :8).

Senapati Sangen kemudian gugur dalam pertempuran mengatasi pemberontakan suku Dayak Iban tiga puluh tahun kemudian. Pertempuran terjadi di hulu Kapuas. Dalam pertempuran sengit ini Sangen melompat mengejar musuh yang sengaja mengorbankan diri masuk ke Lumpur yang bisa mengisap (tanah lang) sehingga musuh itu dapat membunuh Sangen dan dirinya sendiri. Sedangkan Rikai menjadi raja di Pejange dibantu oleh Jelambang dan Nyaling mampu membangun wilayah suku Dayak Ud Danum.

BAB IV

KESIMPULANArca Batu Harimau (Tanavak) yang ditemukan di bukit Keramas, Desa Tanjung Andan, Kecamatan Ambalau, Sintang, Kalimantan Barat, merupakan situs bersejarah yang penting untuk mengungkap sejarah kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Kabupaten Sintang sekarang ini selain kerajaan Sintang yang sudah lama kita ketahui. Penggalian dan pelestarian benda-benda bersejarah merupakan amanat bangsa yang harus dilestarikan untuk mempelajari asal-usul bangsa yang mampu mengangkat harkat dan martabat sebagai manusia yang berbudaya.

Arca Batu Harimau dikeluarkan kurang lebih abad ke-10 oleh kerajaan atau masyarakat yang beragana Hindu Wisnu atau Wisnaya, sebab pengetahuan tentang Harimau yang tidak ada di hutan Kalimantan diperoleh dari tradisi agama Hindu. Penjelmaan atau awatara Narasimha-awatara atau Dewa Wisnu menjelma menjadi setengah manusia dan setengah Harimau untuk membunuh raja jahat bernama Hiranyakasipu. Legenda Batu Harimau menguraikan bahwa yang mendirikan arca ini adalah Rikai dari Pejange atas permintaan Panjan sebagai mas kawin.

Pembuat Batu Harimau adalah generasi ketiga bangsawan dari Kerajaan Kutai Hindu yang melarikan diri ke barat setelah dihancurkan oleh kerajaan Tang dari Cina. Kaum bangsawan pelarian yang dibantu pemuka agama Hindu bekerjasama dengan suku Dayak Ud. Danum mendirikan kerajaan Pejange dengan batas sebelah barat daerah Serawai Ambalau sekarang. Untuk mengatasi gangguan dari suku dayak Iban dan kerajaan Sintang Suku Ud Danum mendirikan Arca Batu Harimau yang melambangkan keperkasaan dan kekuasaan, disertai dengan mantra-mantra dan kutukan-kutukan dari kitab Atharwaweda. Arca Batu Harimau diharapkan mampu mengusir musuh yang datang dari barat kerajaan. Arca ini dibangun setelah berhasil menaklukan suku Dayak Bujan bagian suku Dayak Iban di bawah raja Amai Daun oleh Senapati Rikai, Sangen, Jelambang dan Nyaling. Berhasil juga menjalin hubungan dengan kerajaan Sintang berkat perkawinan antara putri Kerajaan Sintang dengan senapati Sangen dari Kerajaan Pejange. Strategi ini menyebabkan gangguan perbatasan sebelah barat dapat diminimalkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Afen Marchues dkk. 2004. Sketsa Sejarah Sintang, Sintang, Angga

2. Alqadrie Syarif Ibrahim.2003. Purifikasi Dan Revitalisasi Dinamika Melayu Dulu Sekarang Dan Akan datang. Pontianak.Untan

3. Hall, DGE. 1988, Sejarah Asia Tenggara, Surabaya, Usaha Nasional.

4. Kartodirdjo Sartono dkk 1975. Sejarah Nasional Indonesia II Jaman Kuno. Jakarta. Depdikbud.

5. Lan Nio Joe. 1952. Tiongkok Sepanjang Abad. Jakarta. Balai Pustaka.

6. Notosusanto Nugroho dkk. 1991. Sejarah Nasional Indonesia 1 Jakarta,.Depdikbud.

7. Notosusanto Nugroho dkk. 1991. Sejarah Nasional Indonesia 2 Jakarta,.

8. Riwut Tjilik 1979. Kalimantan Membangun. Jakarta.

9. Syahzaman. Sintang Dalam Lintasan Sejarah._.Armico.

10. Soekmono. 1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta. Kanisius.

11. Soekmono. 1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta. Kanisius.

12. Wijaya Juhana, Drs. 1994. Pengantar Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. Bandung. Armico.

LAUT J A W A

15. Kerajaan Kujau (abad ke-8-13 M)

16. Kerajaan Kaphuas (abad ke-8-13 M)

17. Kerajaan Tiram (abad ke-8-13 M)

18. Kerajaan Sedu (abad ke-9-13 M)

19. Kerajaan Kota Lingga (abad ke-8-13 M)

20. Kerajaan Kalka (abad ke-10-14 M)

21. Kerajaan Malang (abad ke-11 14 M)

22. Kerajaan Seludung (abad ke-8-14 M)

23. Kerajaan Kembang (7-10 M)

24. Kerajaan Pejange (7-13 M)

25.Kerajaan Sampit (abad ke-10-14 M)

26. Kerajaan Bruneng (abad ke-8-14 M)

Keterangan :

1. Kerajaan Kutai (abad ke-4-7 M)

2. Kerajaan Sangkulirang (abad ke-8-13)

3. Kerajaan Muara Kaman (abad ke-9-13)

4. Kerajaan Tanjung Kuta (abad ke-8-10)

5. Kerajaan Pasir (abad ke-10-13)

6. Kerajaan Tabalung ( abad ke-9-13)

7. Kerajaan Sawaku ( abad ke-9-13)

8. Kerajaan Kunir (abad ke-10-13)

9. Kerajaan Kotawaringin (abad ke-8-13)

10.Kerajaan Kedangdangan (abad ke-9-12)

11.Kerajaan Tanjungpura (abad ke-7-13 M)

12.Kerajaan Kerajaan Buni (abad ke-8-13 M)

13.Kerajaan Keriau (abad ke-8-17 M)

14.Kerajaan Meliau (abad ke-9-13 M)

Peta menunjukkan batas wilayah setiap suku yang ada di Kalimantan dan tapal batas wilayah setiap

Suku sebelum kedatangan kelompok etnis Melayu, Banjar, Cina, Jawa dan sebagainya. Dalam peta

Juga tergambar batas wilayah kelompok Suku Dayak Ud. Danum/Ot.Danum dibatasi oleh wilayah politis di Kalteng dan Kalbar Sekarang ini