Upload
boyerna
View
25
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Beberapa perubahan yang disepakati berkaitan dengan penyelenggara pilkada, yaitu KPU. Tahapan
penyelenggaraan pilkada juga diperpendek dari tujuh belas bulan menjadi tujuh bulan.
Adapun tahapan uji publik yang sebelumnya diatur dalam PERPU No. 1 Tahun 2014. dianggap tak
perlu lantaran menjadi kewenangan partai ketika proses penjaringan calon kepala daerah.
Selanjutnya, syarat dukungan untuk calon independen dinaikkan 3,5 persen, dari minimal 3 persen
menjadi 6,5-10 persen dari jumlah penduduk, tergantung pada jumlah penduduk. Sedangkan syarat
pengajuan dari partai harus didukung partai atau gabungan partai yang memiliki 20 persen kursi di
DPR atau 25 persen suara pada pemilu.
Pelaksanaan pilkada juga disepakati satu putaran. dengan ambang batas kemenangan nol persen.
Sedangkan tahapan pilkada serentak dimulai Desember 2015, Februari 2017, Juni 2018, dan
pilkada serentak nasional 2027. Untuk pembiayaan akan didukung dana APBD dan dibantu APBN.
Literature Review Penulis menemukan beberapa hasil riset studi terdahulu mengenai
kontestasi dan strategi politik yang menjadi referensi bagi penulis untuk
mengembangkan studi yang dilakukan, sekaligus melakukan positioning untuk
mempertegas keaslian penelitian. Riset yang dilakukan oleh Iskandar Zulkarnain
(2009) yang mencoba memetakan ranah pertarungan simbolik antara Hizbut
Tahrir Indonesia dengan Majelis Mujahidin Indonesia. Dalam riset ini, Zulkarnain
menjelaskan bentuk-bentuk pertarungan simbolik antara HTI/ MMI dengan
menggunakan teori praktik dari Pierre Bourdieu dengan konsep-konsep intinya
seperti habitus, arena perjuangan (champ/field of struggle), dan kekuasaan
simbolik. Penelitian yang penulis lakukan lebih pada pertarungan strategi dengan
menggunakan pendekatan aktor, baik dari segi produk politik, segmentasi dan
posisioning dengan konsep marketing oriented party. Jika pada Zulkanain
aktornya adalah organisasi (HTI dan MMI), pada studi yang dilakukan penulis
11
aktornya yaitu partai politik yang meliputi partai lokal, dan jalur perorangan
(independen), dalam hal ini aspek yang dianalisi memiliki kesamaan dalam bentuk
fisik.
Abdul Rasyid (2010), dalam risetnya mengenai modalitas dan strategi
pemenangan pilkada, memiliki kemiripan dengan riset yang penulis lakukan.
Penelitian tersebut sama-sama melihat strategi kemenangan dalam pilkada. Yang
membedakan dengan riset Abdul Rasyid, bahwa dalam strategi pemenangan
harus memiliki modalitas politik, sosial dan agama. Ketiga modalitas ini memiliki
keterkaitan antara satu sama lainnya dalam networking, image building dan
mobilisasi, sedangkan penulis hanya melihat strategi politik pada pemasaran
produk, baik dari tahap pembentukan sampai evaluasi terhadap hasil. Rasyid
menyebutkan bahwa kemenangan pilkada sangat ditentukan oleh besarnya
modalitas yang dimiliki oleh pasangan kandidat kontestan.
Adapun studi yang dilakukan Ismardi (2009), mengenai strategi politik
kandidat, sama-sama melihat strategi politik. Ismardi menggunakan pendekatan
strategi politik kandidat untuk melihat pencitraan politik kandidat walikota dan
wakil walikota pasca bencana Tsunami di Aceh. Hasil penelitian ini menegaskan
bahwa penting bagi kandidat kepala daerah untuk dapat memahami kebutuhan dan
keinginan masyarakat pasca bencana, dan dapat mengelola kepentingan
masyarakat. Kepala daerah yang dipilih masyarakat adalah kandidat yang
mempunyai pencitraan yang bagus. Hal ini berbeda dengan studi yang penulis
lakukan dari segi pendekatan, dimana penulis melihat strategi politik secara
keseluruhan tidak hanya pencitraan politik. Penulis melihat strategi dalam konteks
12
marketing political konsep Jennifer Lees-Mashment, meliputi market intelligence,
product design, product adjustment, implementation, communication, campaign,
election,dan delivery. Konsep tersebut menegaskan bahwa pencitraan politik,
tidak hanya dari past record kandidat calon, melainkan bagaimana membentuk
produk yang mewakili keterwakilan kebutuhan masyarakat, yang beruntun sesuai
dengan ideologi dan habitus yang menjadi habitat kontestan.
Beberapa buku yang membahas tentang GAM (Partai Aceh) juga menjadi
bahan pertimbangan sebagai literatur, diantaranya: Partai Aceh: Tranformasi
GAM ? yang dituliskan oleh Arya Budi, dengan melihat tranfortasi GAM menjadi
Partai Aceh dalam tiga elemen organisasi yaitu leadership, organization dan
membership; dan salah satu disertasi yang dibukukan Soft Power Untuk Aceh
Resolusi Konflik dan Politik Desentralisasi yakni kajian tentang Konflik dan
proses perdamian dalam bentuk soft power dan menghindari kekerasan. Kedua
buku ini mencoba menguraikan situasi aceh pra dan pasca damai terkait GAM dan
Pemerintah RI. Tidak hanya itu salah satu Tesis yang dituliskan oleh Adri Patria
(2012) juga membahas tentang kekerasan sebagai sumber daya GAM pasca
konflik, sumber daya yang dimaksud Patria bahwa kekerasan merupakan jalan
pintas yang dilakukan oleh GAM untuk mengayomi masyarakat terhadap kandidat
tertentu. Hal ini juga merupakan salah satu bagian yang dilihat penulis dalam
proses pemasaran kontestan di ruang implementasi. Sehingga, tesis Patria
menjadi salah satu referensi untuk memperkuat analisa terhadap kasus yang
diteliti.
13
Posisioning yang penulis bangun dalam penelitian ini, mencoba melihat
aspek yang mempengaruhi strategi kemenangan, strategi politik tidak hanya pada
masa kampanye akan tetapi pasca konstentan terpilih. Dari tinjauan studi ini
penulis menyimpulkan bahwa belum ada penelitian yang menggunakan teori
MOP (marketing- oriented- party) Lees Mashment sebagai pisau analisis untuk
melihat strategi politik dalam kemenangan pemilihan kepala daerah.
1.1.5. Kerangka Analisis Sistem pemilihan umum diartikan sebagai satu kumpulan metode atau
cara
warga masyarakat memilih para wakil mereka (Lijphart, 1995: 93). Pemilihan
sebuah lembaga perwakilan rakyat baik DPR maupun DPRD, dilakukan sistem
pemilihan dengan mentransfer jumlah suara ke dalam jumlah kursi. Sementara itu,
pemilihan presiden, gubernur, dan bupati/walikota, yang merupakan representasi
tunggal dalam sistem pemilihan, dasar jumlah suara yang diperoleh menentukan
siapa yang menang dan siapa yang kalah (Affar Gaffar, 2006).
Menang dan kalah merupakan hasil yang diperoleh setiap kontestan yang
bertarung. Kontestasi dalam studi ini mengkaji strategi politik yang dipertaruhkan
oleh dua kontestan Zaini Abdullah dan Irwandi Yusuf. Strategi dalam konsep
Adman Nursal (2004), serangkaian aktivitas terencana, strategi juga taktis,
berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan makna politik
kepada para pemilih. Marketing politik yang dilakukan para kontestan tidak hanya
dijalankan selama masa kampanye, akan tetapi sebelum dan sesudahnya.
14
Adman menegaskan bahwa strategi politik dalam pemasaran politik
praktis diberi istilah dengan konsep marketing mix. Dalam hal ini penulis
meminjam Teori Adman Nurfal sebagai teori pendukung dalam penelitian ini
yaitu Marketing Mix yang ditawarkan meliputi 4PS, yaitu product, price, place,
promotion. Teori yang ditawarkan Nurfal didukung oleh Firmanszah. Marketing
politik menurut Firmanszah yaitu bagaimana partai politik bisa
mendiferensiasikan produk dan image politik, sehingga pemilih dapat mengenali
partai politik dan kontestan secara perseorangan. Political Society adalah arena
tempat masyarakat bernegara mengatur dirinya secara khusus dalam kontestasi
politik untuk memperoleh kontrol atas pemerintah dan aparat negara dengan
sebuah kepentingan akan berusaha mengamankan dominasinya atas bangunan
politik yang ada dan semaksimal mungkin akan memperluas pengaruh politiknya
terhadap hasil pemilu. Fenomena yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah
terletak pada bagaimana political marketing menjadi logika baru dalam menuai
kekuasaaan, dimana kontestasi tidak lagi bernotabene merebut hati dewan akan
tetapi lebih kepada cara memperoleh “hati rakyat”.
Firmanzah (2008:41-42) menegaskan untuk mencapai tujuan terhadap
kontestasi partai politik membutuhkan strategi yang bersifat jangka panjang
maupun jangka menengah. Strategi yang bisa dilakukan, diantaranya; pertama,
strategi yang terkait dengan penggalangan dan mobilisasi massa selama massa
kampanye; kedua, strategi partai politik untuk berkoalisi dengan partai lain;
ketiga, strategi partai politik dalam mengembangkan dan memberdayakan
organisasi partai politik secara keseluruhan, mulai dari strategi penggalangan
15
dana, pemberdayaan anggota kaderisasi, penyempurnaan mekanisme pemilihan
anggota serta pemimpin partai; keempat, partai politik membutuhkan strategi
umum untuk bisa terus menerus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan,
seperti peraturan pemerintah, lawan politik, masyarakat, LSM, pers dan media.
Uraian tersebut dilakukan oleh partai politik dengan tujuan konsep objektif selama
masa pemilihan umum.
Kontestasi merupakan hasil interaksi antar aktor didalam proses Pilkada
yang membutuhkan lobi politik sebagai salah satu unsur yang harus diperhatikan
oleh aktor. Lobi politik dinilai pada kekuatan yang dimiliki atau berdasarkan
kedekatan dengan pihak yang memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan
kebijakan dalam hal ranah. Sehingga modal yang akan diakomodasikan sesuai
dengan maksimalitas karakter pendekatan tersebut.
Selain lobi politik, kontestasi politik juga dipengaruhi oleh setting
marketing politik, dimana setting marketing politic merupakan produk politik
awal untuk menentukan segmentasi dan positioning. Konsep marketing Adman,
segmentasi dan positioning merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam
proses pemasaran produk politik. Segmentasi berperan sebagai alat indetifikasi
karakteristik yang muncul dari setiap golongan sedangkan positioning merupakan
upaya penempatan image dan produk politik yang sesuai dengan masing-masing
kelompok masyarakat (Nursal, 2004:109-123).
Konsep Lees-Mashment mengenai marketing politik tidak hanya melihat
komunikasi, hubungan masyarakat atau kampanye. Namun lebih jauh, pihak
bertindak seperti bisnis, menggunakan kecerdasan pasar untuk menginformasikan
16
desain dari produk politik yang mereka tawarkan menjadi pasar atau pemilih
berorientasi tidak fokus pada polling ( Jennifer Lees-Marshment, 2009: 82).
Ketiga konsep marketing politik tersebut memiliki kesamaan dan
perbedaan. Persamaanya terletak pada penekanan produk politik. Perbedaan
dengan konsep yang ditawarkan lees-mashment yaitu produk politik dibentuk
setelah proses penjajakan pasar. Sedangkan menurut Adman dan Firmanzah,
positioning dan segmentasi dilakukan untuk menempatkan image dan produk
politik yang sesuai dengan kelompok-kelompok masyarakat
Konsep political marketing yang ditawarkan Lees-Mashement terdiri dari
tiga tipologi partai, diantaranya: Product Oriented Party (POP), Sales Oriented
Party (SOP), dan Marketing Oriented Party (MOP).
Gambar 1.1 Tipologi Partai
Proses Pemasaran Partai
Product Oriented Party Sales Oriented Party Marketing Oriented Party Stage 1 Product Design
Stage 1 Product Design Stage 1 Market Intelegence Stage 2 Communication Stage 2 Market
Intelegence Stage 2 Product Design Stage 3 Campaign Stage 3 Communication Stage 3 Product
Adjusment Stage 4 Election Stage 4 Campaign Stage 4 Implementasi Stage 5 Delivery Stage 5
Election Stage 5 Communication Stage 6 Delivery Stage 6 Campaign Stage 7 Election Stage 8
Delivery
17
Sumber: Eep Saefulloh Fatah (Workshop Political Marketing, 2010), Dalam Tesis, Azwir
Nazar 2012
Tipologi pemasaran partai dalam konteks Pilkada Aceh dianalogiskan pada
pemasaran partai lokal dan jalur perseorangan. Partai Aceh merupakan partai
besar yang memiliki kuota penuh. Sedangkan jalur perseorangan merupakan jalur
politik yang mendapat dukungan dari beberapa parnas (partai nasional) dan parlok
(partai lokal), diantaranya; PKS, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Rakyat
Aceh. Jalur perseorangan dalam konteks ini tidak berdiri sendiri sehingga dinilai
tergolong dalam tipologi partai. Lees- Mashment membagikan tipologi partai ini
dalam dua bentuk yaitu partai besar dan partai kecil. Partai kecil yang dimaksud
merupakan organisasin politik gabungan.
5.1. Product Oriented Party (POP)
POP adalah pemasaran partai yang punya keyakinan kuat terhadap produk
politiknya. Mereka berasumsi bahwa para pemilih akan menyadari gagasan yang
disampaikan pendekatan ini sebagai sesuatu yang bernilai. Karakter partai yang
berorientasi produk akan menolak atau mengubah ide atau gagasan-gagasan
terhadap produknya. Meskipun ide atau gagasan tersebut gagal mendapatkan
dukungan pemilih dan mengalami kekalahan dalam pemilu. POP akan tetap
berusaha dan berupaya fokus pada apa yang menjadi keyakinan ( Nazar,
2012:29). Karakter Pemasaran Politik POP Terdiri Dari Lima Tahapan,
Diantaranya:
18
Table 1.1 Tahapan Product Oriented Party (POP) No Tahapan Pemasaran Penjelasannya 1
Desain Produk Partai akan merancang prilakunya berdasarkan keyakinan para anggota dan
pemimpin 2 Komunikasi Komunikasi akan mengarahkan kampanye partai terhadap program jangka
pendek dan jangka panjang. Seluruh kader partai akan menyampaikan gagasan ini kepada
masyarakat pemilih, bukan saja pemimpin partai. Organisasi jelas dan efektif, dirancang untuk
memajukan dan memperkuat keberadaan partai dimata pemilih. 3 Kampanye Kampanye resmi
untuk menghadapi pemilu. 4 Pemilu Pelaksanaan pemilu 5 Delivery Proses delivery, partai
menunjukkan bagaimana tujuan-tujuan partai akan mewujudkan sesuai janji-janji yang mereka
sampaikan saat kampanye, baik memenangkan ataupun kalah (menjadi oposisi) Sumber: Topan
(2011), diolah dari lees-mashment (2001). dalam Tesis Azwir Nazar (2012).
5.2. Sales Oriented Party ( SOP)
SOP adalah pemasaran partai yang berorientasi pada penjualan produk.
Proses pemasaran yang berusaha mempengaruhi persepsi pemilih dalam
menentukan pilihan politik. Dengan cara himbauan atau bujukan mayarakat
pemilih dengan komunikasi dan teknik pemasaran yang luas. Hal ini juga
mencakup penjajakan pasar (market intelegence) yang dilakukan untuk
merancang iklan atau cara penjualan. Tapi bukan produk politik. SOP tidak akan
mengubah prilakunya sesuai dengan kehendak masyarakat pemilih, namun justru
19
mencoba menyakinkan khalayak agar menginginkan apa yang mereka tawarkan
(Nazar, 2012: 30). Tahapan pemasarannya adalah:
Table 1.2. Tahapan Pemasaran SOP No Tahapan Pemasaran Penjelasan 1 Desain Produk Partai
akan merancang produknya berdasarkan keyakinan para anggota dan pemimpinya. 2 Penjajakan
Pasar SOP akan melakukan riset pasar untuk memastikan tanggapan pemilih terhadap prilaku
partai; segmen pemilih mana yang menyukai partai, dan segmen mana yang tidak menyukai dan
segmen mana yang dapat dipersuasi jika aspek-aspek tertentu dikomunikasikan dengan cara
tertentu. 3 Komunikasi Riset pasar lalu akan menginformasikan komunikasi yang berkelanjutan.
Komunikasi dikelola dengan baik, koheren, terpusat dan menyatu. Komunikasi dirancang bukan
hanya menajamkan argumentasi namun untuk mempersuasi pemilih bahwa partai adalah pilihan
tepat dan benar. Maka pemilih memilih partai tersebut. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan
berbagai teknik komunikasi pemasaran, termasuk surat, selebaran, poster dan video, siaran pemilu
partai, iklan ditelpon mobil. 4 Kampanye Kampanye resmi untuk menghadapi pemilu.
5 Election Ketika pemilu, SOP bisa meraih kemenangan. 6 Delivery Partai-partai utama yang
meraik kekuasaan akan menyampaikan kebijakan dan tujuan- tujuan partai. Sumber : Topan (2011),
Lees- Mashment (2001). Dalam Tesis Azwir Nazar, 2012: 30- 31
Penjajakan pasar yang dilakukan dalam tahapan pemasaran ini adalah untuk
memproduksi iklan baru atau cara menyakinkan publik. Dengan harapan dapat
20
membujuk dan mempersuasi publik secara bertahap untuk menerima ide maupun
gagasan yang diusung. Pendekatan ini bersikeras untuk tidak merubah produk
yang sudah dibentuk supaya sesuai dengan keinginan pemilih. Justru pemilih
dibujuk untuk menginginkan produk yang dihasilkan. Pemasaran dan komunikasi
dilakukan secara maksimal untuk mengubah pasar dengan keyakinan pasar dapat
dimanipulasi ( Lees-Mashment 2001; 1076, Lilleker dan Lees Mashment, 2005).
Model SOP ini kemudian dikritik karena dianggap penggunaan political
marketing untuk menjual partai kepada pemilih melalui teknil-teknik marketing
yang canggih (2001:1080)
5.3. Marketing Oriented Party (MOP)
Dalam konsep MOP, untuk menang dalam pemilu sebuah partai politik
haruslah terlebih dahulu memahami apa yang menjadi prioritas, perhatian dan
menjadi tuntutan publik (Lilleker dan Lees-Mahsment, 2005:9-10). Kemudian
tahapan selanjutnya barulah merancang produk politik yang sesuai dengan
kebutuhan dan menyentuh persoalan yang dihadapi publik. MOP dalam
menawarkan ide-ide dan gagasannya tidak berupaya mengubah pemikiran publik
seperti pendekatan SOP. Akan tetapi berusaha menawarkan produk sesuai dengan
tuntutan pasar, yaitu apa yang menjadi kebutuhan dan tuntutan publik.
Pendekatan MOP lebih dinamis dan tidak statis. Proses pemasaran tidak
stagnan atau tidak terikat pada ideologi tertentu. Selalu menawarkan terobosan
baru yang realistis bagi kebutuhan masyarakat pemilih atau pasar. Hal ini didasari
pada hasil penjajakan pasar. Pembentukan produk tidak hanya dilakukan
berdasarkan kebutuhan pemilih. Sebab, karakter pemasaran ini
21
mempertimbangkan dan diyakini dapat direalisasikan pasca terpilih. Jika tidak,
hal ini akan menimbulkan kekecewaan pemilih yang akan mempengaruhi track
record buruk dan merugikan partai dalam jangka waktu yang panjang (Lees-
Mashment, 2001:1078)
Berikut tahapan pemasaran berdasarkan MOP, diantaranya:
5.3.1. Market Intelligence
Inteligent pasar merupakan strategi awal yang dilakukan oleh partai politik
atau kontestan untuk mengetahui isu-isu politik yang dibutuhkan masyarakat
(pemilih). Proses yang dilalui meliputi jajak pendapat, kelompok fokus dan
segmentasi untuk memahami pandangan dan perilaku pasar, termasuk masyarakat
umum, key opinion- influencers, MPs (Marketing Politic Sales) dan anggota
(Lees-Mashment, 2009:126-127). Intelligent pasar dilakukan secara terus menerus
dan bersifat jangka panjang.
Uraian ini merupakan proses awal sebelum pembentukan produk politik
oleh para kontestan. Survei pra pemilihan merupakan salah satu metode yang
ditempuh kontestan untuk mendeteksi perkiraan dukungan yang diperoleh oleh
kontestan, baik dari tim sukses partai yang mengusung kandidat atau lembaga
survei.
Kandidat atau kontestan yang berorientasi pasar menggunakan penjajakan
pasar untuk menemukan kebutuhan pemilih dan keinginan. Hasil survei yang
dilakukan menjadi data sekunder. Targeting yang menjadi segmen akan jelas
sesuai dengan kelompok masyarakat. Adman Nursal (2004:109) menjelaskan
bahwa segmentasi dilakukan untuk mengenal lebih jauh kelompok pasar, dimana
22
pencitraan dan produk politik dipasarkan, sehingga positioning yang dilakukan
sesuai dengan permintaan pasar.
Rhenald Kasali (1998: 27-29) menjelaskan beberapa segmentasi pada
pemasaran politik; pertama, mendesain subtansi tawaran partai atau kandidat
secara lebih responsif terhadap segment yang berbeda. Menjalankan segmen
berarti juga mendalami kepentingan, aspirasi, dan persoalan-persoalan politik
yang menjadi perhatian setiap segmen. Subtansi tawaran partai dikembangkan
berdasarkan analisis mendalam segmen-segmen yang diproyeksikan menjatuhkan
pilihan kepada kontestan yang dipasarkan. Kedua, menganalisis preferensi
pemilih karena setiap segmen pemilih memungkinkan pemasar mengetahui
kecenderung pilihan politik setiap segmen. Secara tidak langsung, segmentasi juga
berarti proses mengenal kekuatan pesaing.
Ketiga, menemukan peluang perolehan suara. Peluang perolehan suara
dapat mengetahui preferensi pilihan setiap segmen dan kekuatan pesaing akan
menghantarkan pemasar untuk menemukan peluang yang dapat diraih secara lebih
efektif dan efisien. Keempat, menentukan strategi komunikasi yang efektif dan
efisien, perlu diterapkan pendekatan komunikasi yang berbeda untuk setiap
segmen. Dalam memasarkan partai politik banyak segmentasi yang bisa dilakukan
diantara nya; segmentasi demografi, agama, gender, usia, kelas sosial, psikografis,
kohor, dan prilaku (Nursal, 2004:70).
Suksesnya segmentasi yang dilakukan oleh institusi politik apabila
segmentasi yang dilakukan dapat diukur, dimana setiap segmen memiliki nilai
23
ukur terhadap kemenangan yang akan di peroleh setiap kandidat, dapat diakses,
subtansial dan respon yang khas (Kotler, 1994:109).
Penjajakan pasar dilakukan untuk mempertimbangkan implikasi dari
konteks politik. Kandidat beroperasi untuk strategi pemasaran dan produk,
sehingga tingginya komunikasi net sebagai pertimbangan. Segmen dan targeting
tidak hanya pada produk yang akan dibentuk (Lees-Mashment, 2009:129).
Penjajakan (intellegence) pasar dilakukan setelah kandidat terpilih seperti
yang telah disebutkan, intelligent pasar bersifat jangka panjang. Hal ini dilakukan
untuk strategi mendeteksi sumber daya terhadap pendukung kontestan terpilih.
Intelligent pasar merupakan evaluasi terhadap produk yang ditawarkan kepada
pemilih sehingga produk yang ditawarkan tersampaikan kepada masyarakat
pemilih.
Terkait intelligent pasar, kandidat melakukan tahapan-tahapan berikut.
Pasangan Zikir, tahapan yang ditempuh dengan melakukan musyawarah besar
dengan mengumpulkan perwakilan dari setiap wilayah, guna mencapai titik stand
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pasangan Irwandi/Muhyan,
melakukan Raker (rapat kerja) dengan mengumpulkan masyarakat dengan dua
perwakilan dari setiap wilayah yang didatangkan dari desa ke Banda Aceh guna
membahas kebutuhan yang diinginkan masyarakat.
5.3.2. Product Design dan Product Adjustment
Desain produk dibentuk sesuai dengan temuan dari intelligent pasar (Lees-
Mashment, 2009:110). Produk (product) yang ditawarkan institusi politik yaitu
sesuatu yang komplek, yaitu pemilih akan menikmatinya setelah sebuah partai
24
atau sesorang kandidat terpilih (Niffenegger,1989:109). Arti penting dari sebuah
produk politik tidak hanya ditentukan oleh karakteristik produk itu sendiri. Disini
pemahaman pemilih memainkan peranan penting dalam memaknai dan
menginterpretasi sebuah produk politik (Dermody & Scullion, 2001).
Niffenger (1989: 206) membagikan produk politik dalam tiga kategori:
pertama, party platform (platform partai); kedua, past record (catatan yang
dilakukan pada masa lalu) dan ketiga, personal characteristic (ciri pribadi).
Produk utama dari sebuah institusi politik adalah platform partai yang berisikan
identitas, konsep, ideologi dan program kerja sebuah institusi politik. Selain itu
apa yang sudah dilakukan pada masa dahulu dalam pembentukan sebuah produk
politik. Akhirnya, karakteristik atau ciri seorang kandidat memberikan citra,
simbol dan kredibilitas sebuah produk politik.
Dari uraian ini, dapat dilihat bahwa pencitraan politik merupakan nilai
tawar yang akan mempengaruhi objek subjektif yang tidak bersifat personal
kandidat namun beranjak dari organisasi politik kandidat tersebut diusung.
O’Shaughnessy (2001:109) memberikan beberapa karakteristik produk politik,
partai politik menjual produk politik yang tidak nyata (intagible product); sangat
terikat dengan sistem nilai (value laden ), di dalamnya melekat janji dan harapan
akan masa depan dan terdapat visi yang bersifat atraktif; kepuasan yang dijanjikan
tidaklah segera tercapai, tetapi hasilnya lebih bisa dinikmati dalam jangka
panjang; tidak pasti dan bisa ditafsirkan macam-macam (multi-interpretable).
Uraian ini bahwa produk politik yang diciptakan dalam masa kampanye bukan
produk instan. Sehingga aplikasinya bersifat multitafsir. Produk yang berorientasi
25
partai bersifat tradisional untuk melihat pemasaran. Kepercayaan yang dibentuk
untuk pemilih memiliki pengaruh dalam pemasaran produk, tidak menggunakan
pemasaran untuk mengubah produk bahkan komunikasi meskipun gagal
mendapatkan dukungan (Lees-Mashment, 2009:124).
Lees-mashment menegaskan bahwa teknik pemasaran penjualan tidak
dapat mengurangi produk, komprehensif politik terpadu yang menawarkan
alternatif yang positif dicapai kepada pemerintah yang ada dan merespon secara
efektif terhadap keprihatinan dan tuntutan masyarakat. Marketing politik yang
efektif untuk partai besar jika digunakan untuk menginformasikan bagaimana
produk yang ditawarkan dirancang. Sedangkan partai kecil lebih kepada kebijakan
ideologi yang mendorong untuk mencapai tujuan dari pengaturan agenda.
Partai politik dan kontestan mendesain produk sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan para pemilih. Kontestan akan menggunakan segmentasi untuk
pemasaran produk sesuai dengan segmen dimana sumber daya yang digunakan
tepat sasaran. Proses identifikasi merupakan cara yang ditempuh kandidat atau
kontestan untuk memuaskan para pemilih. Walaupun produk yang dibangun oleh
para kontestan terpilih hanya janji-janji evaluasi dan aplikasinya terabaikan.
Batasan desain produk merupakan antisipasi untuk menjaga pencitraan
politik yang dibangun. Pencitraan politik merupakan sebuah jaminan pertahanan
partai politik sebagai pengusung kontestan. Pencitraan politik ditentukan oleh
produk yang dibentuk, tanpa harus keluar dari background partai. Lees–Mashment
menegaskan hal yang lebih penting dalam pembentukan produk yaitu Filsafat
26
Pasar. Filosofis pemasaran dibentuk dari waktu ke waktu sehingga keinginan
pemilih tersampaikan.
Partai Politik dapat dilihat sebagai produk design sehingga partai oposisi
dapat dinilai sesuai dengan kemampuannya untuk memberikan produk yang
dijanjikan politiknya. Oleh karena itu, kemampuan pengiriman partai politik
merupakan karakteristik yang penting. Lees- Mashment (2001:126) berpendapat
bahwa produk dipihak Inggris setidaknya mencakup semua aspek perilaku partai,
meliputi kepemimpinan, anggota, staf, kebijakan dan simbol. Namun, Lloyd
(2005) memperluas konsep ini secara signifikan yang berdiri dibawah literature
pemasaran yaitu meliputi; services offering, representation, accommodation,
investment, dan outcome (Lees-Mashment, 2009: 126).
Uraian ini menjelaskan hubungan produk politik yang dibentuk dengan
kebutuhan pemilih yang bersifat individual staff dalam struktur organisasi
mempengaruhi image politik yang dibangun dalam pemasaran. Misalnya, salah
satu anggota partai terjaring Komisi Pemberantasan Korupsi karena korupsi.
Kekuatan partai dalam membentuk image politik mempengaruhi strategi politik
yang dilakukan. Disini pemilih berperan sebagai hakim untuk memutuskan
pilihan.
Product adjustment merupakan penyesuaian produk yang dilakukan untuk
penjangkauan batas persaingan antara kontestan lain. Memperbaiki sudut pandang
yang dibangun untuk mengukur persaingan, sehingga produk yang dibentuk
benar-benar menjangkau kebutuhan pemilih secara luas. Penyesuaian produk
dapat dilihat pada bagan berikut.
27
product adjustment
Achievability
Reaction Analysis
Compotation Analysis
Needed Support Analysis
Bagan 1.1 Penyesuaian Produk
Sumber: Lees-Mashment, 2009
5.3.3. Implementation
Implementasi yang dilakukan merupakan hasil dari ketiga tahapan yaitu
meliputi: intelligent pasar, desain produk dan penyesuaian produk. Dalam
pemahaman Nursal, positioning yang dibangun setelah segmentasi dan targeting.
Positioning salah satu faktor yang menentukan kesuksesan kampanye (Plasser et
al.,1999). Positioning adalah tindakan untuk menancapkan citra tertentu ke dalam
pikiran para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu kontestan memiliki
posisi khas, jelas, dan penuh makna. Positioning yang efektif akan menunjukkan
perbedaan nyata dan keunggulan sebuah kontestan di bandingkan dengan
kontestan pesaing. Dalam hal ini, secara tidak langsung positioning didefinisikan
sebagai pesaing; bahwa pesaing tidak dapat mewujudkan tawaran-tawaran tertentu
sebaik pihak yang mencanangkan positioning tersebut (Nurfal, 2004:137).
Lees-Mashment menegaskan implementasi dalam bentuk “the party
leadership rejecting his/her positions”. Penentuan posisi pemimpin yang sesuai
dengan positioning yang di bangun.
28
5.3.4. Commucication dan Campaign
Lees-Mashment menegaskan, pemasaran dengan prilaku seluruh
organisasi politik, tidak hanya komunikasi (communication). Pemasaran juga
tidak hanya pada proses kampanye partai, tetapi produk yang dipasarkan dalam
kampanye dimana kampanye merupakan bagian dari komunikasi formal.
Komunikasi merupakan alat penyampaian produk yang dilakukan oleh kandidat
dan anggota partai politik yang mengusung dengan pemilih. Media merupakan
salah satu alat komunikasi yang dipilih oleh kandidat dan anggota partai politik
serta dilakukan saat pra masa kampanye. Sebagai contoh bisa dilihat pada proses
pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2012. Para kontestan menggunakan media
periklanan untuk berkomunikasi dengan pemilih, hal ini dilakukan agar pemilih
mengenali calon kandidat sesuai dengan nomor urut.
Lees-Mashment menegaskan bahwa komunikasi politik dirancang untuk
memenuhi setiap segmen, fokus presentasi pada aspek produk yang paling
populer. Komunikasi bersifat sangat professional dan terorganisasi. Penggunaan
komunikasi modern dilakukan untuk membujuk pemilih setuju dengan partai
kandidat. Komunikasi produk dapat dilakukan melalui siaran pers, iklan,
penampilan publik yang dilakukan secara terus menerus dan produk yang
ditawarkan tidak hanya pada saat kampanye.
Marketing politik membahas cara sebuah intitusi politik dalam melakukan
promosi (promotion) ide, platform partai dan ideologi selama kampanye pemilu.
Iklan merupakan salah satu bentuk promosi dalam membangun jargon dan slogan
politik yang di tampilkan ke publik (Wring, 1996; Elebash, 1984). Dalam
29
marketing politik pemilihan media perlu dipertimbangkan oleh institusi politik.
Rothschild (1978: 78) menunjukkan bahwa pemilihan media merupakan salah
satu faktor penting dalam penetrasi pesan politik ke publik.
Iklan merupakan salah satu bentuk promosi produk politik yang dilakukan
para kontestan baik melalui media cetak dan media elektronik. Iklan bermanfaat
untuk membangun awareness (kepercayaan) untuk membuat perbandingan. Di
Aceh, para kontestan melakukan promosi produk politik melalui media elektronik
yaitu stasiun televisi nasional, TVRI. Peran media elektronik di Aceh masih
sangat terbatas, sedangkan sistem promosi seperti direct marketing atau
pemasaran langsung melalui surat, telepon dan alat-alat kontak non personal
masih jarang di temui dalam proses promosi. Berbeda dengan special event,
dimana mengumpulkan para pemilih atau pihak-pihak tertentu sebagai ajang
untuk menyampaikan gagasan atau produk politik. Hal tersebut merupakan salah
satu bentuk promosi produk politik yang hampir seluruh kontestan menggunakan
cara tersebut. Contohnya memperingati hari-hari besar agama, dan melakukan
pertemuan dengan organisasi massa.
Personal contact atau kontak personal adalah interaksi tatap muka dengan
orang-orang tertentu untuk menyampaikan gagasan atau produk politik, misalnya
obrolan ramah tamah, lobi politik, presentasi personal, pertemuan terbatas.
Wilayah Aceh merupakan wilayah yang kental dengan musyawarah, sehingga
para kontestan mempertimbangkan cara promosi sesuai dengan tempat. Personal
contact merupakan salah satu dari seribu cara yang dilakukan oleh para kontestan
untuk mejalankan aspirasi politik. Public relation, merchandise dan pos politik
30
merupakan sistem promosi yang dilakukan para kontestan dalam marketing,
sehingga produk politiknya laku di pasarkan.
Debat kandidat yang dilakukan secara terbuka merupakan salah satu
bentuk promosi produk politik. Seperti yang sudah di utarakan, bahwa promosi
intitusi politik tidak hanya pada masa kampanye, akan tetapi berlangsung secara
terus menerus (Butler & Collins, 2001). Adanya pelaksanaan komunikasi ulang
yang dilakukan untuk mengingatkan kembali pemilih terhadap aspek-aspek kunci
yang ditawarkan dan keuntungan yang diperoleh setelah kontestan terpilih.
Kampanye pemilu merupakan tahap akhir kandidat untuk mempromosikan produk
politik (Lees-Mashment, 2009:126).
Nursal, mengkategorikan tiga pendekatan yang dapat dilakukan oleh partai
politik untuk mencari dan mengembangkan pendukung selama proses kampanye
politik. Strategi pertama adalah push-marketing. Dalam strategi ini partai politik
berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulan yang diberikan kepada
pemilih. Pemilih dibekali untuk ikut berpartisipasi dalam pemilihan tersebut.
Uraian ini berkaitan dengan partisipasi politik dalam membangun minat pemilih
dan sebuah keharusan untuk memberi hak pilih.
Dalam artikel Andre Blais mengenai partisipasi pemilih, bahwa tingginya
hak pilih juga di pengaruhi oleh vasilitas yang disediakan oleh yang dipilih. Hal
ini menguatkan bahwa push-marketing merupakan langkah awal untuk
memotivasikan pemilih sehingga menyuarakan aspirasinya. Kedua, pass-
marketing. Strategi ini menggunakan individu maupun kelompok yang dapat
mempengaruhi opini pemilih. Sukses tidaknya penggalangan massa akan sangat
31
ditentukan oleh pemilihan para influencer, semakin tepat influencer yang dipilih
efek yang diraih semakin besar dalam mempengaruhi pendapat, keyakinan dan
pikiran publik. Ketiga, pull marketing, strategi ini penekanannya pada
pembentukan image politik yang positif. Robinowits dan Macdonald (1989:89)
menganjurkan bahwa supaya simbol dan image politik dapat memiliki dampak
yang signifikan, dari kedua uraian ini pemilih dapat memetakan kontestan yang
dipilih mewakili apa yang dirasakan pemilih.
Rohrschneider (2002:119) berpendapat bahwa partai politik menghadapi
lima jenis trade-off dalam mengembangkan strategi marketing. Pertama, apakah
partai politik akan memaksimalkan pemilih atau kebijakan (policy). Kedua,
apakah partai politik lebih mempertahankan pemilih inti atau pemilih non partisan
yang tidak terikat oleh partai politik apapun. Ketiga, apakah partai politik lebih
memperjuangkan ideologi partai atau mengikuti keinginan pemilih yang tercermin
dalam polling. Keempat, apakah partai politik lebih menekankan pada leader atau
justru pada konstituen yang terdapat dalam tubuh partai politik tersebut. Kelima,
apakah organisasi partai politik diposisikan lebih sebagai instrumen mekanis atau
simbolis dalam kampanye pemilu. Uraian ini lebih kepada trade-off yang akan
dipilih oleh para kontestan untuk memilih potensi mana yang lebih tinggi
mempengaruhi konsep objektif.
Dari kelima trade-off ini, Rohrshneider (2002) kembali membagikan dua
strategi dari bauran tersebut, pertama strategi mobilisasi (mobilizing) yang lebih
menekankan pada kebijakan (policies) lebih mengutamakan pendekatan terhadap
pendukung partai, menonjolkan pemimpin partai dan berpandangan bahwa partai
32
politik adalah suatu alat untuk mendekati pemilih. Kedua, strategi ‘berburu’
pemilih (chasing). Strategi jenis ini berlawanan dalam setiap aspek dengan
strategi mobilisasi. Penekanannya adalah memaksimalkan pemilih secara luas.
Strategi mencari pemilih yang bukan dari pendukung utama, dimana strategi ini
beranggapan bahwa yang terpenting yaitu bisa mendapat dukungan dari
masyarakat luas. Jenis strategi ini lebih menekankan pada image organisasi bukan
sosok pemimpin (Firmanzah, 2008).
5.3.5. Election dan Delivery
Tahapan election partai politik dan kontestan tidak hanya dilihat tingkat
perolehan suara. Votern turn out dilakukan pada semua aspek prilaku, kebijakan,
pemimpin, kesatuan partai, kemampuan dan tingkat kualitas keanggotaan.
Election merupakan tahapan evaluasi terhadap produk yang ditawarkan sehingga
keunggulan produk mempengaruhi kemenangan kontestan terpilih. Strategi
pemasaran kontestan dinilai pada hari pemilihan, strategi pemasaran tiap
kontestans dinilai pada lakunya produk yang ditawarkan dan hal ini menentukan
votern yang dihasilkan. Keunggulan produk tidak menjamin kemenangan, peran
ideologi sebagai salah satu ukuran perolehan suara pemilih.
Penulis melihat bahwa Marketing oriented party (MOP) sebuah desain
perilaku untuk kepuasan pemilih. Intelligent pasar digunakan untuk mendeteksi
kebutuhan pemilih kemudian merancang produk politik sesuai dengan tuntutan
pemilih, didukung dan dilaksanakan oleh organisasi internal dan diserahkan
dalam sebuah pemerintahan. Lees-Mashment menegaskan bahwa strategi politik
33
pemasaran lebih melihat proses pembentukan produk yang dipasarkan dan tingkat
kesesuaian produk dinilai pada keberhasilan kontestan terpilih.
5.3.6. Kemenangan Dan Keunggulan Produk
Kemenangan merupakan tujuan dari strategi politik yang dijalankan oleh
setiap kontestan. Dalam pendekatan MOP (marketing oriented party) Lees-
Mashment (Lees-Mashment, 2009:133) menegaskan, kemenangan merupakan
hasil dari pemasaran produk yang dibentuk berdasarkan hasil intelligent pasar.
Intelligent pasar dalam pendekatan ini bersifat continue (terus-menerus), tahapan
yang dilakukan sebagai awal pembentukan produk politik dan sebagai evaluasi
terhadap keunggulan produk dibuktikan dengan kemenangan kontestan terpilih.
Tinjauan keunggulan produk, dinilai pada lakunya produk yang
ditawarkan sesuai dengan isu-isu yang dibutuhkan masyarakat, terbukti ketika
masyarakat memberikan hak pilih pada kontestan tertentu, yang sesuai atau dekat
dengan kebutuhannya.
Uraian MOP dalam pendekatan Lees-Mashment tidak dicantumkan
keunggulan produk dalam proses marketing politik. Keunggulan produk dalam
pandangan Lees-Mashment merupakan kesesuaian strategi dalam pemasaran
politik yang dijalankan kontestan, kemenangan menjadi evaluasi terhadap lakunya
produk yang dipasarkan.
Pemilih merupakan subjek penilai terhadap objek (produk politik) yang
dipasarkan. Peran pemilih merupakan salah satu aspek penting dalam penentuan
pemasaran. Pencitraan atau image politik sebagai landasan untuk membangun
34
Kandidat Kampanye Pemilu
Inteligent Pasar
Komunikasi Keunggulan Produk
Design Product
Product Adjusment
Kemenangan
kepercayaan, sehingga ruang-ruang kontestasi teraplikasi dengan strategi politik
yang matang.
Bagan 1.2 Tahapan Pemasaran Politik
Sumber; Diadopsi dari Teori Lees-Mashment, 2009, dan Adman Nursal,2004
Gambaran terhadap kerangka analisis yang dibangun oleh penulis terlihat
dalam bagan diatas. Proses strategi politik yang dimaksud Lees-Mashment dan
Adman Nursal dalam marketing politik merupakan strategi pemasaran produk
yang dilakukan oleh tiap-tiap kontestan secara beruntun. Maksimalitas kinerja
tahapan-tahapan tersebut akan menentukan keunggulan produk yang dipasarkan.
Keunggulan produk dan ruang implementasi yang akan menentukan kemenangan
kontestan terpilih. Implementasi merupakan proses komunikasi produk-produk
yang ditawarkan, melalui proses kampanye.
Dari ketiga pemasaran POP, SOP dan MOP dapat dilihat bahwa
penekanan terdapat pada tahapan Intelligen pasar dari masing- masing tahapan
pemasaran. Pemasaran dari kategori POP tidak membutuhkan intelligen pasar,
35
tahapan pemasaran dilakukan atas dasar kesepakatan dari Organisasi pengusung
tanpa mempertimbangkan kebutuhan pasar. Intelligen pasar dalam tahapan SOP
(Sales-Oriented Party) merupakan proses untuk memastikan respon perilaku
pemilih, segmentasi pemilih yang menawarkan dukungan, baik mereka yang
mungkin bisa dan tidak bisa dibujuk, dan cara terbaik untuk melakukan
komunikasi dengan target pasar (Lees- Mashment,2009: 126). Sedangkan tahapan
pemasaran MOP, intelligen pasar dilakukan untuk mengetahui isu-isu politik
yang dibutuhkan masyarakat, dan dilakukan untuk mengenali pasar.
1.1.7. Metode Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan diwilayah kota Banda Aceh
untuk
mengidentifikasi strategi politik kandidat calon gubernur. Pemilihan lokasi
dilakukan berdasarkan peta permainan politik di Aceh dan objek penelitian
dengan menggunakan pendekatan aktor, dimana ibukota provinsi dijadikan pusat
perpolitikan. Wilayah Banda Aceh merupakan wilayah dengan masyarakat tidak
memihak, hal ini dilihat dari situasi konflik yang pernah menguncang Aceh
selama 33 tahun. Dimana, Banda Aceh dijadikan salah satu tempat persembunyian
yang terbilang aman dari wilayah lain wilayah-wilayah di Aceh untuk dijadikan
tempat persembunyian dari pelarian yang dilakukan oleh GAM dimasa konflik.
Gambaran ini menjadikan wilayah Banda Aceh lebih transparan dalam
menyuarakan aspirasi dengan beragam indentitas masyarakat pendatang. Situasi
sosial masyarakat pendatang dari wilayah-wilayah lain menjadikan ruang politik
36
yang berbeda dengan setting sosial dan cara pikir yang berbeda. Latar belakang
kewilayahan ini menjadi Banda Aceh sebagai Pusat dari strategi politik kandidat-
kandidat dalam perjalanan pemilihan umum pada masa konflik dan pasca konflik.
Wilayah Banda Aceh dijuluki dengan kota ‘ Seribu Satu Malam’, dengan beragam
suku-suku yang ada diAceh. Penelitian ini fokus untuk mendiskripsikan
pendekatan strategi pemasaran yang dilakukan oleh kontestan untuk
mempengaruhi pasar dan tidak meninjau masyarakat pemilih.
Masa penelitian terhitung lama, terkait kecelakaan yang dialami oleh
peneliti di lapangan, sehingga terundur waktu selama enam bulan untuk proses
penyembuhan patah kaki yang diderita oleh peneliti.
Untuk permasalahan yang diteliti, peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif, dengan studi kasus strategi politik dalam kontestasi politik
pilkada Aceh 2012. Peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar,
dirasakan dan ditanyakan. Selanjutnya, peneliti mereduksikan data yang
diperoleh, mana yang penting dan mana yang harus dibuang. Kemudian di
selection, dimana setelah melakukan analisis yang mendalam terhadap data dan
informasi yang diperoleh, maka peneliti menemukan jawaban terhadap tema yang
diteliti, sehingga data yang diperoleh dapat dikonstruksikan menjadi suatu
bangunan pengetahuan, hipotesis atau ilmu yang baru (Sugiyono, 2012).
Penelitian ini digunakan untuk lebih memahami kasus yang ingin diteliti dengan
menggunakan pendekatan ini, peneliti mampu menguraikan kasus ini secara
teratur dan memiliki kekhususan tersendiri terhadap masalah yang diteliti.
37
2. Sasaran Penelitian Sasaran dari penelitian ini meliputi unsur aparatur pemerintah (birokrasi),
aktor-aktor politik lokal yang bergabung di partai, terutama partai politik
pengusung kedua kontestan tersebut, tim sukses, aktivis, akademis dan unsur
masyarakat yang ikut terjun dalam kancah politik, baik pemerhati politik dan juga
masyarakat yang terlibat dalam pemilihan pilkada tersebut. Sasaran penelitian ini
dilakukan dengan teknik purposive sampling, disini penulis memilih informan
yang mengetahui permasalahan yang diteliti.
Tabel 1.3 Informan yang diwawancarai diantaranya
No Nama Waktu/ tanggal Keterangan
1 Asmara Diah Saputra 04.00/24/9/2012 Tim Irwandi
2 Askalani 02.00/01/02/2013 Aktivis Gerak
3 Askalani 09.00/01/02/2013 Panwaslu
4 Ayatuddin 11.00/18/01/2013 Aktivis GeRak
5 Delfi Roni 09.00/02/02/2013 Pengamat Konflik
6 Fachrul Razi 05.00/18/10/2012 Jurubicara PA
7 Hasan 08.30/02/02/2013 Kabid data dan informasi KIP Aceh 8 Kamaruzzaman 12.30/23/02/2013
Simpatisan PA
9 Munawar Liza Zainal 11.00/22/01/2013 Tim Irwandi/mantan walikota 10 M. Yunus Ilyas
04.00/13/10/2012 Tim Nazar/anggota DPRA komisi F 11 Mursyidah 09/04/2012 Masyarakat pemilih
12 Nunung 11.00/18/01/2013 Aktivis GeRak
38
13 Nurasiah 02.00/02/02/2013 Aktivis HAM
14 Prof. Syahrizal Abbas, MA 10.00/26/02/2013 Pengamat hukum/kepala Dinas Syariat Islam Aceh
15 Suhendry 05.00/28/01/2013 Aktivis GeRak
16 Syarifuddin Batasyam 10.00/03/09/2012 Pengamat politik/Dekan Fisipol Unsyiah 17 Teuku Banta
04.00/10/10/2012 Juru bicara Tim Nazar 18 Thamrin Ananda 17.03/16/10/2012 Juru bicara Tim
Irwandi 19 Khaidir 03.00/28/04/2013 Tim keamanan Pilkada 20 Wanda 02.00/09/10/2012 Tim
Irwandi
3. Teknik Pengumpulan dan analisis data Untuk teknik pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu
melakukan
observasi lapangan, dengan melakukan pengamatan proses penyelenggaraan
pilkada melalui media elektronik dan media surat kabar, sebelum turun
wawancara lapangan dengan sasaran penelitian. Wawancara yang dilakukan
dalam pengumpulan data tersebut meliputi wawancara mendalam, wawancara
yang bersifat bebas, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun secara sistematis akan tetapi peneliti hanya menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang berupa garis-garis besar permasalahan yang diteliti
(Sugiyono, 2011). Pertanyaan penelitian yaitu: Apa strategi politik yang
ditawarkan oleh kedua kandidat tersebut, bagaimana penilaian terhadap strategi
tersebut, mana yang lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat Aceh saat ini.
39
Informan yang diwawancarai pertama yaitu jurubicara dari kedua kandidat
tersebut sebagai informan kunci untuk memetakan isu terkait data yang akan
diperoleh, kemudian dilanjutkan oleh ketua tim sukses kedua kandidat tersebut
dan diikuti oleh tim lainnya, sebagai analogi terhadap kesesuaian data dari
informan sebelumnya. Wawancara selanjutnya dengan KIP, Panwaslu dan Aktivis
yang pro terhadap politik beserta pengamat politik di wilayah Aceh.
Wawancara tersebut dilakukan dengan beberapa tahapan evaluasi.
Evaluasi
pertama, dilakukan setelah peneliti menemukan data kasar, terkait kasus yang
diteliti, kemudian melakukan evaluasi kedua dengan menganalisis kebenaran data
yang diperoleh. Evaluasi ketiga dilakukan dengan mencocokkan data yang
diperoleh dengan kumpulan dokumen yang dikumpulkan di lapangan.
Dokumentasi merupakan metode mengumpulkan data penguat melalui artikel,
arsip-arsip, dan penguatan melalui teori-teori yang tercantum dalam buku-buku
tertentu yang berkaitan dengan masalah yang di teliti. Dalam hal ini peneliti
memantau berita-berita yang dipublikasi atau artikel-artikel media cetak mengenai
studi kasus yang dikaji. Media elektronik yang digunakan merupakan website dari
kedua kandidat calon tersebut; www.partaiaceh.com dan http//irwandiinfo.com.
Setelah data terkumpul, peneliti melakukan proses analisis terhadap data yang
ditemukan.
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh baik melalui wawancara, observasi dan juga dokumentasi di
lapangan, sehingga data yang diperoleh mudah di pahami dan di informasi
40
kepada orang lain. Analisis yang dilakukan untuk memahami hubungan dan
konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi
(Parsons ,2009:77). Teknik analisis dalam penelitian ini bersifat kualitatif yang
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh.
Langkah yang ditempuh peneliti yaitu: pertama, setelah melakukan
wawancara, kemudian data yang diperoleh disusun atau dinarasikan dalam bentuk
kata-kata, sebelum dianalisis dan ditarik kesimpulan, data tersebut dilihat mutu
terlebih dahulu dengan melakukan evaluasi pertama, setelah evaluasi pertama
dilakukan, peneliti melengkapi data dengan melakukan wawancara ulang dengan
informan lain untuk memastikan data yang diperoleh, sehingga sesuai dengan
masalah yang diteliti.
Untuk validitas data peneliti menggunakan cara triangulasi, Triangulation
is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to
the convergence of multiple data sources or multiple data collection procedures
(Wiliam Wierman,1986:107). Triangulasi maksudnya peneliti melakukan
pengecekan terhadap data wawancara yang diperoleh melalui berbagai sumber
dengan mengkomparasikan hasil wawancara antara satu informan dengan
informan lain. Sehingga ada kesesuaian yang beruntun terhadap data yang
diperoleh dari setiap informan.
4. Sistematika Penulisan
41
Bab I Pendahuluan, bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Literature Review, Pendekatan Teoritik,
Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II Pilkada, bab ini akan mendiskripsikan proses pemilihan secara
umum, baik sisi pembentukan qanun pilkada, proses pendaftaran calon kandidat
dan penentuan jadwal pemilihan.
Bab III Strategi politik Zaini Abdullah/Muzakkir Manaf, bab ini
menjelaskan identifikasi strategi politik kandidat calon Gubernur/Wakil Gubernur
berdasarkan studi Marketing Oriented Party.
Bab IV Strategi politik Irwandi Yusuf/ Muhyan Yunan, bab ini
menjelaskan identifikasi strategi politik kandidat calon Gubernur/Wakil Gubernur
berdasarkan studi Marketing Oriented Party
Bab V Relasi Political Marketing dengan strategi kandidat calon, bab ini
merupakan analisa terhadap relasi strategi politik dari kedua kandidat calon
Gubernur / Wakil Gubernur, menjelaskan keunggulan dan kelemahan dalam
proses strategi politik pemasaran yang dilakukan olek kedua kandidat calon
tersebut.
Bab VI Kesimpulan, bab ini merupakan catatan akhir terhadap hasil
penelitian dan penutup.