34
Beberapa perubahan yang disepakati berkaitan dengan penyelenggara pilkada, yaitu KPU. Tahapan penyelenggaraan pilkada juga diperpendek dari tujuh belas bulan menjadi tujuh bulan. Adapun tahapan uji publik yang sebelumnya diatur dalam PERPU No. 1 Tahun 2014 . dianggap tak perlu lantaran menjadi kewenangan partai ketika proses penjaringan calon kepala daerah. Selanjutnya, syarat dukungan untuk calon independen dinaikkan 3,5 persen, dari minimal 3 persen menjadi 6,5-10 persen dari jumlah penduduk, tergantung pada jumlah penduduk. Sedangkan syarat pengajuan dari partai harus didukung partai atau gabungan partai yang memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara pada pemilu. Pelaksanaan pilkada juga disepakati satu putaran. dengan ambang batas kemenangan nol persen. Sedangkan tahapan pilkada serentak dimulai Desember 2015, Februari 2017, Juni 2018, dan pilkada serentak nasional 2027. Untuk pembiayaan akan didukung dana APBD dan dibantu APBN. Literature Review Penulis menemukan beberapa hasil riset studi terdahulu mengenai kontestasi dan strategi politik yang menjadi referensi bagi penulis untuk mengembangkan studi yang dilakukan, sekaligus melakukan positioning untuk mempertegas keaslian penelitian. Riset yang dilakukan oleh Iskandar Zulkarnain (2009) yang mencoba memetakan ranah pertarungan simbolik antara Hizbut Tahrir Indonesia dengan Majelis Mujahidin Indonesia. Dalam riset ini, Zulkarnain menjelaskan bentuk-bentuk pertarungan simbolik antara HTI/ MMI dengan menggunakan teori praktik dari Pierre Bourdieu dengan konsep-konsep intinya seperti habitus, arena perjuangan (champ/field of struggle), dan kekuasaan simbolik. Penelitian yang penulis lakukan lebih pada pertarungan strategi dengan menggunakan pendekatan aktor, baik dari segi produk politik, segmentasi dan posisioning dengan konsep marketing oriented party. Jika pada Zulkanain

Beberapa perubahan yang disepakati berkaitan dengan penyelenggara pilkada.docx

  • Upload
    boyerna

  • View
    25

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Beberapa perubahan yang disepakati berkaitan dengan penyelenggara pilkada, yaitu KPU. Tahapan

penyelenggaraan pilkada juga diperpendek dari tujuh belas bulan menjadi tujuh bulan.

Adapun tahapan uji publik yang sebelumnya diatur dalam PERPU No. 1 Tahun 2014. dianggap tak

perlu lantaran menjadi kewenangan partai ketika proses penjaringan calon kepala daerah.

Selanjutnya, syarat dukungan untuk calon independen dinaikkan 3,5 persen, dari minimal 3 persen

menjadi 6,5-10 persen dari jumlah penduduk, tergantung pada jumlah penduduk. Sedangkan syarat

pengajuan dari partai harus didukung partai atau gabungan partai yang memiliki 20 persen kursi di

DPR atau 25 persen suara pada pemilu.

Pelaksanaan pilkada juga disepakati satu putaran. dengan ambang batas kemenangan nol persen.

Sedangkan tahapan pilkada serentak dimulai Desember 2015, Februari 2017, Juni 2018, dan

pilkada serentak nasional 2027. Untuk pembiayaan akan didukung dana APBD dan dibantu APBN.

Literature Review Penulis menemukan beberapa hasil riset studi terdahulu mengenai

kontestasi dan strategi politik yang menjadi referensi bagi penulis untuk

mengembangkan studi yang dilakukan, sekaligus melakukan positioning untuk

mempertegas keaslian penelitian. Riset yang dilakukan oleh Iskandar Zulkarnain

(2009) yang mencoba memetakan ranah pertarungan simbolik antara Hizbut

Tahrir Indonesia dengan Majelis Mujahidin Indonesia. Dalam riset ini, Zulkarnain

menjelaskan bentuk-bentuk pertarungan simbolik antara HTI/ MMI dengan

menggunakan teori praktik dari Pierre Bourdieu dengan konsep-konsep intinya

seperti habitus, arena perjuangan (champ/field of struggle), dan kekuasaan

simbolik. Penelitian yang penulis lakukan lebih pada pertarungan strategi dengan

menggunakan pendekatan aktor, baik dari segi produk politik, segmentasi dan

posisioning dengan konsep marketing oriented party. Jika pada Zulkanain

aktornya adalah organisasi (HTI dan MMI), pada studi yang dilakukan penulis

11

aktornya yaitu partai politik yang meliputi partai lokal, dan jalur perorangan

(independen), dalam hal ini aspek yang dianalisi memiliki kesamaan dalam bentuk

fisik.

Abdul Rasyid (2010), dalam risetnya mengenai modalitas dan strategi

pemenangan pilkada, memiliki kemiripan dengan riset yang penulis lakukan.

Penelitian tersebut sama-sama melihat strategi kemenangan dalam pilkada. Yang

membedakan dengan riset Abdul Rasyid, bahwa dalam strategi pemenangan

harus memiliki modalitas politik, sosial dan agama. Ketiga modalitas ini memiliki

keterkaitan antara satu sama lainnya dalam networking, image building dan

mobilisasi, sedangkan penulis hanya melihat strategi politik pada pemasaran

produk, baik dari tahap pembentukan sampai evaluasi terhadap hasil. Rasyid

menyebutkan bahwa kemenangan pilkada sangat ditentukan oleh besarnya

modalitas yang dimiliki oleh pasangan kandidat kontestan.

Adapun studi yang dilakukan Ismardi (2009), mengenai strategi politik

kandidat, sama-sama melihat strategi politik. Ismardi menggunakan pendekatan

strategi politik kandidat untuk melihat pencitraan politik kandidat walikota dan

wakil walikota pasca bencana Tsunami di Aceh. Hasil penelitian ini menegaskan

bahwa penting bagi kandidat kepala daerah untuk dapat memahami kebutuhan dan

keinginan masyarakat pasca bencana, dan dapat mengelola kepentingan

masyarakat. Kepala daerah yang dipilih masyarakat adalah kandidat yang

mempunyai pencitraan yang bagus. Hal ini berbeda dengan studi yang penulis

lakukan dari segi pendekatan, dimana penulis melihat strategi politik secara

keseluruhan tidak hanya pencitraan politik. Penulis melihat strategi dalam konteks

12

marketing political konsep Jennifer Lees-Mashment, meliputi market intelligence,

product design, product adjustment, implementation, communication, campaign,

election,dan delivery. Konsep tersebut menegaskan bahwa pencitraan politik,

tidak hanya dari past record kandidat calon, melainkan bagaimana membentuk

produk yang mewakili keterwakilan kebutuhan masyarakat, yang beruntun sesuai

dengan ideologi dan habitus yang menjadi habitat kontestan.

Beberapa buku yang membahas tentang GAM (Partai Aceh) juga menjadi

bahan pertimbangan sebagai literatur, diantaranya: Partai Aceh: Tranformasi

GAM ? yang dituliskan oleh Arya Budi, dengan melihat tranfortasi GAM menjadi

Partai Aceh dalam tiga elemen organisasi yaitu leadership, organization dan

membership; dan salah satu disertasi yang dibukukan Soft Power Untuk Aceh

Resolusi Konflik dan Politik Desentralisasi yakni kajian tentang Konflik dan

proses perdamian dalam bentuk soft power dan menghindari kekerasan. Kedua

buku ini mencoba menguraikan situasi aceh pra dan pasca damai terkait GAM dan

Pemerintah RI. Tidak hanya itu salah satu Tesis yang dituliskan oleh Adri Patria

(2012) juga membahas tentang kekerasan sebagai sumber daya GAM pasca

konflik, sumber daya yang dimaksud Patria bahwa kekerasan merupakan jalan

pintas yang dilakukan oleh GAM untuk mengayomi masyarakat terhadap kandidat

tertentu. Hal ini juga merupakan salah satu bagian yang dilihat penulis dalam

proses pemasaran kontestan di ruang implementasi. Sehingga, tesis Patria

menjadi salah satu referensi untuk memperkuat analisa terhadap kasus yang

diteliti.

13

Posisioning yang penulis bangun dalam penelitian ini, mencoba melihat

aspek yang mempengaruhi strategi kemenangan, strategi politik tidak hanya pada

masa kampanye akan tetapi pasca konstentan terpilih. Dari tinjauan studi ini

penulis menyimpulkan bahwa belum ada penelitian yang menggunakan teori

MOP (marketing- oriented- party) Lees Mashment sebagai pisau analisis untuk

melihat strategi politik dalam kemenangan pemilihan kepala daerah.

1.1.5. Kerangka Analisis Sistem pemilihan umum diartikan sebagai satu kumpulan metode atau

cara

warga masyarakat memilih para wakil mereka (Lijphart, 1995: 93). Pemilihan

sebuah lembaga perwakilan rakyat baik DPR maupun DPRD, dilakukan sistem

pemilihan dengan mentransfer jumlah suara ke dalam jumlah kursi. Sementara itu,

pemilihan presiden, gubernur, dan bupati/walikota, yang merupakan representasi

tunggal dalam sistem pemilihan, dasar jumlah suara yang diperoleh menentukan

siapa yang menang dan siapa yang kalah (Affar Gaffar, 2006).

Menang dan kalah merupakan hasil yang diperoleh setiap kontestan yang

bertarung. Kontestasi dalam studi ini mengkaji strategi politik yang dipertaruhkan

oleh dua kontestan Zaini Abdullah dan Irwandi Yusuf. Strategi dalam konsep

Adman Nursal (2004), serangkaian aktivitas terencana, strategi juga taktis,

berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan makna politik

kepada para pemilih. Marketing politik yang dilakukan para kontestan tidak hanya

dijalankan selama masa kampanye, akan tetapi sebelum dan sesudahnya.

14

Adman menegaskan bahwa strategi politik dalam pemasaran politik

praktis diberi istilah dengan konsep marketing mix. Dalam hal ini penulis

meminjam Teori Adman Nurfal sebagai teori pendukung dalam penelitian ini

yaitu Marketing Mix yang ditawarkan meliputi 4PS, yaitu product, price, place,

promotion. Teori yang ditawarkan Nurfal didukung oleh Firmanszah. Marketing

politik menurut Firmanszah yaitu bagaimana partai politik bisa

mendiferensiasikan produk dan image politik, sehingga pemilih dapat mengenali

partai politik dan kontestan secara perseorangan. Political Society adalah arena

tempat masyarakat bernegara mengatur dirinya secara khusus dalam kontestasi

politik untuk memperoleh kontrol atas pemerintah dan aparat negara dengan

sebuah kepentingan akan berusaha mengamankan dominasinya atas bangunan

politik yang ada dan semaksimal mungkin akan memperluas pengaruh politiknya

terhadap hasil pemilu. Fenomena yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah

terletak pada bagaimana political marketing menjadi logika baru dalam menuai

kekuasaaan, dimana kontestasi tidak lagi bernotabene merebut hati dewan akan

tetapi lebih kepada cara memperoleh “hati rakyat”.

Firmanzah (2008:41-42) menegaskan untuk mencapai tujuan terhadap

kontestasi partai politik membutuhkan strategi yang bersifat jangka panjang

maupun jangka menengah. Strategi yang bisa dilakukan, diantaranya; pertama,

strategi yang terkait dengan penggalangan dan mobilisasi massa selama massa

kampanye; kedua, strategi partai politik untuk berkoalisi dengan partai lain;

ketiga, strategi partai politik dalam mengembangkan dan memberdayakan

organisasi partai politik secara keseluruhan, mulai dari strategi penggalangan

15

dana, pemberdayaan anggota kaderisasi, penyempurnaan mekanisme pemilihan

anggota serta pemimpin partai; keempat, partai politik membutuhkan strategi

umum untuk bisa terus menerus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan,

seperti peraturan pemerintah, lawan politik, masyarakat, LSM, pers dan media.

Uraian tersebut dilakukan oleh partai politik dengan tujuan konsep objektif selama

masa pemilihan umum.

Kontestasi merupakan hasil interaksi antar aktor didalam proses Pilkada

yang membutuhkan lobi politik sebagai salah satu unsur yang harus diperhatikan

oleh aktor. Lobi politik dinilai pada kekuatan yang dimiliki atau berdasarkan

kedekatan dengan pihak yang memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan

kebijakan dalam hal ranah. Sehingga modal yang akan diakomodasikan sesuai

dengan maksimalitas karakter pendekatan tersebut.

Selain lobi politik, kontestasi politik juga dipengaruhi oleh setting

marketing politik, dimana setting marketing politic merupakan produk politik

awal untuk menentukan segmentasi dan positioning. Konsep marketing Adman,

segmentasi dan positioning merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam

proses pemasaran produk politik. Segmentasi berperan sebagai alat indetifikasi

karakteristik yang muncul dari setiap golongan sedangkan positioning merupakan

upaya penempatan image dan produk politik yang sesuai dengan masing-masing

kelompok masyarakat (Nursal, 2004:109-123).

Konsep Lees-Mashment mengenai marketing politik tidak hanya melihat

komunikasi, hubungan masyarakat atau kampanye. Namun lebih jauh, pihak

bertindak seperti bisnis, menggunakan kecerdasan pasar untuk menginformasikan

16

desain dari produk politik yang mereka tawarkan menjadi pasar atau pemilih

berorientasi tidak fokus pada polling ( Jennifer Lees-Marshment, 2009: 82).

Ketiga konsep marketing politik tersebut memiliki kesamaan dan

perbedaan. Persamaanya terletak pada penekanan produk politik. Perbedaan

dengan konsep yang ditawarkan lees-mashment yaitu produk politik dibentuk

setelah proses penjajakan pasar. Sedangkan menurut Adman dan Firmanzah,

positioning dan segmentasi dilakukan untuk menempatkan image dan produk

politik yang sesuai dengan kelompok-kelompok masyarakat

Konsep political marketing yang ditawarkan Lees-Mashement terdiri dari

tiga tipologi partai, diantaranya: Product Oriented Party (POP), Sales Oriented

Party (SOP), dan Marketing Oriented Party (MOP).

Gambar 1.1 Tipologi Partai

Proses Pemasaran Partai

Product Oriented Party Sales Oriented Party Marketing Oriented Party Stage 1 Product Design

Stage 1 Product Design Stage 1 Market Intelegence Stage 2 Communication Stage 2 Market

Intelegence Stage 2 Product Design Stage 3 Campaign Stage 3 Communication Stage 3 Product

Adjusment Stage 4 Election Stage 4 Campaign Stage 4 Implementasi Stage 5 Delivery Stage 5

Election Stage 5 Communication Stage 6 Delivery Stage 6 Campaign Stage 7 Election Stage 8

Delivery

17

Sumber: Eep Saefulloh Fatah (Workshop Political Marketing, 2010), Dalam Tesis, Azwir

Nazar 2012

Tipologi pemasaran partai dalam konteks Pilkada Aceh dianalogiskan pada

pemasaran partai lokal dan jalur perseorangan. Partai Aceh merupakan partai

besar yang memiliki kuota penuh. Sedangkan jalur perseorangan merupakan jalur

politik yang mendapat dukungan dari beberapa parnas (partai nasional) dan parlok

(partai lokal), diantaranya; PKS, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Rakyat

Aceh. Jalur perseorangan dalam konteks ini tidak berdiri sendiri sehingga dinilai

tergolong dalam tipologi partai. Lees- Mashment membagikan tipologi partai ini

dalam dua bentuk yaitu partai besar dan partai kecil. Partai kecil yang dimaksud

merupakan organisasin politik gabungan.

5.1. Product Oriented Party (POP)

POP adalah pemasaran partai yang punya keyakinan kuat terhadap produk

politiknya. Mereka berasumsi bahwa para pemilih akan menyadari gagasan yang

disampaikan pendekatan ini sebagai sesuatu yang bernilai. Karakter partai yang

berorientasi produk akan menolak atau mengubah ide atau gagasan-gagasan

terhadap produknya. Meskipun ide atau gagasan tersebut gagal mendapatkan

dukungan pemilih dan mengalami kekalahan dalam pemilu. POP akan tetap

berusaha dan berupaya fokus pada apa yang menjadi keyakinan ( Nazar,

2012:29). Karakter Pemasaran Politik POP Terdiri Dari Lima Tahapan,

Diantaranya:

18

Table 1.1 Tahapan Product Oriented Party (POP) No Tahapan Pemasaran Penjelasannya 1

Desain Produk Partai akan merancang prilakunya berdasarkan keyakinan para anggota dan

pemimpin 2 Komunikasi Komunikasi akan mengarahkan kampanye partai terhadap program jangka

pendek dan jangka panjang. Seluruh kader partai akan menyampaikan gagasan ini kepada

masyarakat pemilih, bukan saja pemimpin partai. Organisasi jelas dan efektif, dirancang untuk

memajukan dan memperkuat keberadaan partai dimata pemilih. 3 Kampanye Kampanye resmi

untuk menghadapi pemilu. 4 Pemilu Pelaksanaan pemilu 5 Delivery Proses delivery, partai

menunjukkan bagaimana tujuan-tujuan partai akan mewujudkan sesuai janji-janji yang mereka

sampaikan saat kampanye, baik memenangkan ataupun kalah (menjadi oposisi) Sumber: Topan

(2011), diolah dari lees-mashment (2001). dalam Tesis Azwir Nazar (2012).

5.2. Sales Oriented Party ( SOP)

SOP adalah pemasaran partai yang berorientasi pada penjualan produk.

Proses pemasaran yang berusaha mempengaruhi persepsi pemilih dalam

menentukan pilihan politik. Dengan cara himbauan atau bujukan mayarakat

pemilih dengan komunikasi dan teknik pemasaran yang luas. Hal ini juga

mencakup penjajakan pasar (market intelegence) yang dilakukan untuk

merancang iklan atau cara penjualan. Tapi bukan produk politik. SOP tidak akan

mengubah prilakunya sesuai dengan kehendak masyarakat pemilih, namun justru

19

mencoba menyakinkan khalayak agar menginginkan apa yang mereka tawarkan

(Nazar, 2012: 30). Tahapan pemasarannya adalah:

Table 1.2. Tahapan Pemasaran SOP No Tahapan Pemasaran Penjelasan 1 Desain Produk Partai

akan merancang produknya berdasarkan keyakinan para anggota dan pemimpinya. 2 Penjajakan

Pasar SOP akan melakukan riset pasar untuk memastikan tanggapan pemilih terhadap prilaku

partai; segmen pemilih mana yang menyukai partai, dan segmen mana yang tidak menyukai dan

segmen mana yang dapat dipersuasi jika aspek-aspek tertentu dikomunikasikan dengan cara

tertentu. 3 Komunikasi Riset pasar lalu akan menginformasikan komunikasi yang berkelanjutan.

Komunikasi dikelola dengan baik, koheren, terpusat dan menyatu. Komunikasi dirancang bukan

hanya menajamkan argumentasi namun untuk mempersuasi pemilih bahwa partai adalah pilihan

tepat dan benar. Maka pemilih memilih partai tersebut. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan

berbagai teknik komunikasi pemasaran, termasuk surat, selebaran, poster dan video, siaran pemilu

partai, iklan ditelpon mobil. 4 Kampanye Kampanye resmi untuk menghadapi pemilu.

5 Election Ketika pemilu, SOP bisa meraih kemenangan. 6 Delivery Partai-partai utama yang

meraik kekuasaan akan menyampaikan kebijakan dan tujuan- tujuan partai. Sumber : Topan (2011),

Lees- Mashment (2001). Dalam Tesis Azwir Nazar, 2012: 30- 31

Penjajakan pasar yang dilakukan dalam tahapan pemasaran ini adalah untuk

memproduksi iklan baru atau cara menyakinkan publik. Dengan harapan dapat

20

membujuk dan mempersuasi publik secara bertahap untuk menerima ide maupun

gagasan yang diusung. Pendekatan ini bersikeras untuk tidak merubah produk

yang sudah dibentuk supaya sesuai dengan keinginan pemilih. Justru pemilih

dibujuk untuk menginginkan produk yang dihasilkan. Pemasaran dan komunikasi

dilakukan secara maksimal untuk mengubah pasar dengan keyakinan pasar dapat

dimanipulasi ( Lees-Mashment 2001; 1076, Lilleker dan Lees Mashment, 2005).

Model SOP ini kemudian dikritik karena dianggap penggunaan political

marketing untuk menjual partai kepada pemilih melalui teknil-teknik marketing

yang canggih (2001:1080)

5.3. Marketing Oriented Party (MOP)

Dalam konsep MOP, untuk menang dalam pemilu sebuah partai politik

haruslah terlebih dahulu memahami apa yang menjadi prioritas, perhatian dan

menjadi tuntutan publik (Lilleker dan Lees-Mahsment, 2005:9-10). Kemudian

tahapan selanjutnya barulah merancang produk politik yang sesuai dengan

kebutuhan dan menyentuh persoalan yang dihadapi publik. MOP dalam

menawarkan ide-ide dan gagasannya tidak berupaya mengubah pemikiran publik

seperti pendekatan SOP. Akan tetapi berusaha menawarkan produk sesuai dengan

tuntutan pasar, yaitu apa yang menjadi kebutuhan dan tuntutan publik.

Pendekatan MOP lebih dinamis dan tidak statis. Proses pemasaran tidak

stagnan atau tidak terikat pada ideologi tertentu. Selalu menawarkan terobosan

baru yang realistis bagi kebutuhan masyarakat pemilih atau pasar. Hal ini didasari

pada hasil penjajakan pasar. Pembentukan produk tidak hanya dilakukan

berdasarkan kebutuhan pemilih. Sebab, karakter pemasaran ini

21

mempertimbangkan dan diyakini dapat direalisasikan pasca terpilih. Jika tidak,

hal ini akan menimbulkan kekecewaan pemilih yang akan mempengaruhi track

record buruk dan merugikan partai dalam jangka waktu yang panjang (Lees-

Mashment, 2001:1078)

Berikut tahapan pemasaran berdasarkan MOP, diantaranya:

5.3.1. Market Intelligence

Inteligent pasar merupakan strategi awal yang dilakukan oleh partai politik

atau kontestan untuk mengetahui isu-isu politik yang dibutuhkan masyarakat

(pemilih). Proses yang dilalui meliputi jajak pendapat, kelompok fokus dan

segmentasi untuk memahami pandangan dan perilaku pasar, termasuk masyarakat

umum, key opinion- influencers, MPs (Marketing Politic Sales) dan anggota

(Lees-Mashment, 2009:126-127). Intelligent pasar dilakukan secara terus menerus

dan bersifat jangka panjang.

Uraian ini merupakan proses awal sebelum pembentukan produk politik

oleh para kontestan. Survei pra pemilihan merupakan salah satu metode yang

ditempuh kontestan untuk mendeteksi perkiraan dukungan yang diperoleh oleh

kontestan, baik dari tim sukses partai yang mengusung kandidat atau lembaga

survei.

Kandidat atau kontestan yang berorientasi pasar menggunakan penjajakan

pasar untuk menemukan kebutuhan pemilih dan keinginan. Hasil survei yang

dilakukan menjadi data sekunder. Targeting yang menjadi segmen akan jelas

sesuai dengan kelompok masyarakat. Adman Nursal (2004:109) menjelaskan

bahwa segmentasi dilakukan untuk mengenal lebih jauh kelompok pasar, dimana

22

pencitraan dan produk politik dipasarkan, sehingga positioning yang dilakukan

sesuai dengan permintaan pasar.

Rhenald Kasali (1998: 27-29) menjelaskan beberapa segmentasi pada

pemasaran politik; pertama, mendesain subtansi tawaran partai atau kandidat

secara lebih responsif terhadap segment yang berbeda. Menjalankan segmen

berarti juga mendalami kepentingan, aspirasi, dan persoalan-persoalan politik

yang menjadi perhatian setiap segmen. Subtansi tawaran partai dikembangkan

berdasarkan analisis mendalam segmen-segmen yang diproyeksikan menjatuhkan

pilihan kepada kontestan yang dipasarkan. Kedua, menganalisis preferensi

pemilih karena setiap segmen pemilih memungkinkan pemasar mengetahui

kecenderung pilihan politik setiap segmen. Secara tidak langsung, segmentasi juga

berarti proses mengenal kekuatan pesaing.

Ketiga, menemukan peluang perolehan suara. Peluang perolehan suara

dapat mengetahui preferensi pilihan setiap segmen dan kekuatan pesaing akan

menghantarkan pemasar untuk menemukan peluang yang dapat diraih secara lebih

efektif dan efisien. Keempat, menentukan strategi komunikasi yang efektif dan

efisien, perlu diterapkan pendekatan komunikasi yang berbeda untuk setiap

segmen. Dalam memasarkan partai politik banyak segmentasi yang bisa dilakukan

diantara nya; segmentasi demografi, agama, gender, usia, kelas sosial, psikografis,

kohor, dan prilaku (Nursal, 2004:70).

Suksesnya segmentasi yang dilakukan oleh institusi politik apabila

segmentasi yang dilakukan dapat diukur, dimana setiap segmen memiliki nilai

23

ukur terhadap kemenangan yang akan di peroleh setiap kandidat, dapat diakses,

subtansial dan respon yang khas (Kotler, 1994:109).

Penjajakan pasar dilakukan untuk mempertimbangkan implikasi dari

konteks politik. Kandidat beroperasi untuk strategi pemasaran dan produk,

sehingga tingginya komunikasi net sebagai pertimbangan. Segmen dan targeting

tidak hanya pada produk yang akan dibentuk (Lees-Mashment, 2009:129).

Penjajakan (intellegence) pasar dilakukan setelah kandidat terpilih seperti

yang telah disebutkan, intelligent pasar bersifat jangka panjang. Hal ini dilakukan

untuk strategi mendeteksi sumber daya terhadap pendukung kontestan terpilih.

Intelligent pasar merupakan evaluasi terhadap produk yang ditawarkan kepada

pemilih sehingga produk yang ditawarkan tersampaikan kepada masyarakat

pemilih.

Terkait intelligent pasar, kandidat melakukan tahapan-tahapan berikut.

Pasangan Zikir, tahapan yang ditempuh dengan melakukan musyawarah besar

dengan mengumpulkan perwakilan dari setiap wilayah, guna mencapai titik stand

yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pasangan Irwandi/Muhyan,

melakukan Raker (rapat kerja) dengan mengumpulkan masyarakat dengan dua

perwakilan dari setiap wilayah yang didatangkan dari desa ke Banda Aceh guna

membahas kebutuhan yang diinginkan masyarakat.

5.3.2. Product Design dan Product Adjustment

Desain produk dibentuk sesuai dengan temuan dari intelligent pasar (Lees-

Mashment, 2009:110). Produk (product) yang ditawarkan institusi politik yaitu

sesuatu yang komplek, yaitu pemilih akan menikmatinya setelah sebuah partai

24

atau sesorang kandidat terpilih (Niffenegger,1989:109). Arti penting dari sebuah

produk politik tidak hanya ditentukan oleh karakteristik produk itu sendiri. Disini

pemahaman pemilih memainkan peranan penting dalam memaknai dan

menginterpretasi sebuah produk politik (Dermody & Scullion, 2001).

Niffenger (1989: 206) membagikan produk politik dalam tiga kategori:

pertama, party platform (platform partai); kedua, past record (catatan yang

dilakukan pada masa lalu) dan ketiga, personal characteristic (ciri pribadi).

Produk utama dari sebuah institusi politik adalah platform partai yang berisikan

identitas, konsep, ideologi dan program kerja sebuah institusi politik. Selain itu

apa yang sudah dilakukan pada masa dahulu dalam pembentukan sebuah produk

politik. Akhirnya, karakteristik atau ciri seorang kandidat memberikan citra,

simbol dan kredibilitas sebuah produk politik.

Dari uraian ini, dapat dilihat bahwa pencitraan politik merupakan nilai

tawar yang akan mempengaruhi objek subjektif yang tidak bersifat personal

kandidat namun beranjak dari organisasi politik kandidat tersebut diusung.

O’Shaughnessy (2001:109) memberikan beberapa karakteristik produk politik,

partai politik menjual produk politik yang tidak nyata (intagible product); sangat

terikat dengan sistem nilai (value laden ), di dalamnya melekat janji dan harapan

akan masa depan dan terdapat visi yang bersifat atraktif; kepuasan yang dijanjikan

tidaklah segera tercapai, tetapi hasilnya lebih bisa dinikmati dalam jangka

panjang; tidak pasti dan bisa ditafsirkan macam-macam (multi-interpretable).

Uraian ini bahwa produk politik yang diciptakan dalam masa kampanye bukan

produk instan. Sehingga aplikasinya bersifat multitafsir. Produk yang berorientasi

25

partai bersifat tradisional untuk melihat pemasaran. Kepercayaan yang dibentuk

untuk pemilih memiliki pengaruh dalam pemasaran produk, tidak menggunakan

pemasaran untuk mengubah produk bahkan komunikasi meskipun gagal

mendapatkan dukungan (Lees-Mashment, 2009:124).

Lees-mashment menegaskan bahwa teknik pemasaran penjualan tidak

dapat mengurangi produk, komprehensif politik terpadu yang menawarkan

alternatif yang positif dicapai kepada pemerintah yang ada dan merespon secara

efektif terhadap keprihatinan dan tuntutan masyarakat. Marketing politik yang

efektif untuk partai besar jika digunakan untuk menginformasikan bagaimana

produk yang ditawarkan dirancang. Sedangkan partai kecil lebih kepada kebijakan

ideologi yang mendorong untuk mencapai tujuan dari pengaturan agenda.

Partai politik dan kontestan mendesain produk sesuai dengan kebutuhan

dan keinginan para pemilih. Kontestan akan menggunakan segmentasi untuk

pemasaran produk sesuai dengan segmen dimana sumber daya yang digunakan

tepat sasaran. Proses identifikasi merupakan cara yang ditempuh kandidat atau

kontestan untuk memuaskan para pemilih. Walaupun produk yang dibangun oleh

para kontestan terpilih hanya janji-janji evaluasi dan aplikasinya terabaikan.

Batasan desain produk merupakan antisipasi untuk menjaga pencitraan

politik yang dibangun. Pencitraan politik merupakan sebuah jaminan pertahanan

partai politik sebagai pengusung kontestan. Pencitraan politik ditentukan oleh

produk yang dibentuk, tanpa harus keluar dari background partai. Lees–Mashment

menegaskan hal yang lebih penting dalam pembentukan produk yaitu Filsafat

26

Pasar. Filosofis pemasaran dibentuk dari waktu ke waktu sehingga keinginan

pemilih tersampaikan.

Partai Politik dapat dilihat sebagai produk design sehingga partai oposisi

dapat dinilai sesuai dengan kemampuannya untuk memberikan produk yang

dijanjikan politiknya. Oleh karena itu, kemampuan pengiriman partai politik

merupakan karakteristik yang penting. Lees- Mashment (2001:126) berpendapat

bahwa produk dipihak Inggris setidaknya mencakup semua aspek perilaku partai,

meliputi kepemimpinan, anggota, staf, kebijakan dan simbol. Namun, Lloyd

(2005) memperluas konsep ini secara signifikan yang berdiri dibawah literature

pemasaran yaitu meliputi; services offering, representation, accommodation,

investment, dan outcome (Lees-Mashment, 2009: 126).

Uraian ini menjelaskan hubungan produk politik yang dibentuk dengan

kebutuhan pemilih yang bersifat individual staff dalam struktur organisasi

mempengaruhi image politik yang dibangun dalam pemasaran. Misalnya, salah

satu anggota partai terjaring Komisi Pemberantasan Korupsi karena korupsi.

Kekuatan partai dalam membentuk image politik mempengaruhi strategi politik

yang dilakukan. Disini pemilih berperan sebagai hakim untuk memutuskan

pilihan.

Product adjustment merupakan penyesuaian produk yang dilakukan untuk

penjangkauan batas persaingan antara kontestan lain. Memperbaiki sudut pandang

yang dibangun untuk mengukur persaingan, sehingga produk yang dibentuk

benar-benar menjangkau kebutuhan pemilih secara luas. Penyesuaian produk

dapat dilihat pada bagan berikut.

27

product adjustment

Achievability

Reaction Analysis

Compotation Analysis

Needed Support Analysis

Bagan 1.1 Penyesuaian Produk

Sumber: Lees-Mashment, 2009

5.3.3. Implementation

Implementasi yang dilakukan merupakan hasil dari ketiga tahapan yaitu

meliputi: intelligent pasar, desain produk dan penyesuaian produk. Dalam

pemahaman Nursal, positioning yang dibangun setelah segmentasi dan targeting.

Positioning salah satu faktor yang menentukan kesuksesan kampanye (Plasser et

al.,1999). Positioning adalah tindakan untuk menancapkan citra tertentu ke dalam

pikiran para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu kontestan memiliki

posisi khas, jelas, dan penuh makna. Positioning yang efektif akan menunjukkan

perbedaan nyata dan keunggulan sebuah kontestan di bandingkan dengan

kontestan pesaing. Dalam hal ini, secara tidak langsung positioning didefinisikan

sebagai pesaing; bahwa pesaing tidak dapat mewujudkan tawaran-tawaran tertentu

sebaik pihak yang mencanangkan positioning tersebut (Nurfal, 2004:137).

Lees-Mashment menegaskan implementasi dalam bentuk “the party

leadership rejecting his/her positions”. Penentuan posisi pemimpin yang sesuai

dengan positioning yang di bangun.

28

5.3.4. Commucication dan Campaign

Lees-Mashment menegaskan, pemasaran dengan prilaku seluruh

organisasi politik, tidak hanya komunikasi (communication). Pemasaran juga

tidak hanya pada proses kampanye partai, tetapi produk yang dipasarkan dalam

kampanye dimana kampanye merupakan bagian dari komunikasi formal.

Komunikasi merupakan alat penyampaian produk yang dilakukan oleh kandidat

dan anggota partai politik yang mengusung dengan pemilih. Media merupakan

salah satu alat komunikasi yang dipilih oleh kandidat dan anggota partai politik

serta dilakukan saat pra masa kampanye. Sebagai contoh bisa dilihat pada proses

pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2012. Para kontestan menggunakan media

periklanan untuk berkomunikasi dengan pemilih, hal ini dilakukan agar pemilih

mengenali calon kandidat sesuai dengan nomor urut.

Lees-Mashment menegaskan bahwa komunikasi politik dirancang untuk

memenuhi setiap segmen, fokus presentasi pada aspek produk yang paling

populer. Komunikasi bersifat sangat professional dan terorganisasi. Penggunaan

komunikasi modern dilakukan untuk membujuk pemilih setuju dengan partai

kandidat. Komunikasi produk dapat dilakukan melalui siaran pers, iklan,

penampilan publik yang dilakukan secara terus menerus dan produk yang

ditawarkan tidak hanya pada saat kampanye.

Marketing politik membahas cara sebuah intitusi politik dalam melakukan

promosi (promotion) ide, platform partai dan ideologi selama kampanye pemilu.

Iklan merupakan salah satu bentuk promosi dalam membangun jargon dan slogan

politik yang di tampilkan ke publik (Wring, 1996; Elebash, 1984). Dalam

29

marketing politik pemilihan media perlu dipertimbangkan oleh institusi politik.

Rothschild (1978: 78) menunjukkan bahwa pemilihan media merupakan salah

satu faktor penting dalam penetrasi pesan politik ke publik.

Iklan merupakan salah satu bentuk promosi produk politik yang dilakukan

para kontestan baik melalui media cetak dan media elektronik. Iklan bermanfaat

untuk membangun awareness (kepercayaan) untuk membuat perbandingan. Di

Aceh, para kontestan melakukan promosi produk politik melalui media elektronik

yaitu stasiun televisi nasional, TVRI. Peran media elektronik di Aceh masih

sangat terbatas, sedangkan sistem promosi seperti direct marketing atau

pemasaran langsung melalui surat, telepon dan alat-alat kontak non personal

masih jarang di temui dalam proses promosi. Berbeda dengan special event,

dimana mengumpulkan para pemilih atau pihak-pihak tertentu sebagai ajang

untuk menyampaikan gagasan atau produk politik. Hal tersebut merupakan salah

satu bentuk promosi produk politik yang hampir seluruh kontestan menggunakan

cara tersebut. Contohnya memperingati hari-hari besar agama, dan melakukan

pertemuan dengan organisasi massa.

Personal contact atau kontak personal adalah interaksi tatap muka dengan

orang-orang tertentu untuk menyampaikan gagasan atau produk politik, misalnya

obrolan ramah tamah, lobi politik, presentasi personal, pertemuan terbatas.

Wilayah Aceh merupakan wilayah yang kental dengan musyawarah, sehingga

para kontestan mempertimbangkan cara promosi sesuai dengan tempat. Personal

contact merupakan salah satu dari seribu cara yang dilakukan oleh para kontestan

untuk mejalankan aspirasi politik. Public relation, merchandise dan pos politik

30

merupakan sistem promosi yang dilakukan para kontestan dalam marketing,

sehingga produk politiknya laku di pasarkan.

Debat kandidat yang dilakukan secara terbuka merupakan salah satu

bentuk promosi produk politik. Seperti yang sudah di utarakan, bahwa promosi

intitusi politik tidak hanya pada masa kampanye, akan tetapi berlangsung secara

terus menerus (Butler & Collins, 2001). Adanya pelaksanaan komunikasi ulang

yang dilakukan untuk mengingatkan kembali pemilih terhadap aspek-aspek kunci

yang ditawarkan dan keuntungan yang diperoleh setelah kontestan terpilih.

Kampanye pemilu merupakan tahap akhir kandidat untuk mempromosikan produk

politik (Lees-Mashment, 2009:126).

Nursal, mengkategorikan tiga pendekatan yang dapat dilakukan oleh partai

politik untuk mencari dan mengembangkan pendukung selama proses kampanye

politik. Strategi pertama adalah push-marketing. Dalam strategi ini partai politik

berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulan yang diberikan kepada

pemilih. Pemilih dibekali untuk ikut berpartisipasi dalam pemilihan tersebut.

Uraian ini berkaitan dengan partisipasi politik dalam membangun minat pemilih

dan sebuah keharusan untuk memberi hak pilih.

Dalam artikel Andre Blais mengenai partisipasi pemilih, bahwa tingginya

hak pilih juga di pengaruhi oleh vasilitas yang disediakan oleh yang dipilih. Hal

ini menguatkan bahwa push-marketing merupakan langkah awal untuk

memotivasikan pemilih sehingga menyuarakan aspirasinya. Kedua, pass-

marketing. Strategi ini menggunakan individu maupun kelompok yang dapat

mempengaruhi opini pemilih. Sukses tidaknya penggalangan massa akan sangat

31

ditentukan oleh pemilihan para influencer, semakin tepat influencer yang dipilih

efek yang diraih semakin besar dalam mempengaruhi pendapat, keyakinan dan

pikiran publik. Ketiga, pull marketing, strategi ini penekanannya pada

pembentukan image politik yang positif. Robinowits dan Macdonald (1989:89)

menganjurkan bahwa supaya simbol dan image politik dapat memiliki dampak

yang signifikan, dari kedua uraian ini pemilih dapat memetakan kontestan yang

dipilih mewakili apa yang dirasakan pemilih.

Rohrschneider (2002:119) berpendapat bahwa partai politik menghadapi

lima jenis trade-off dalam mengembangkan strategi marketing. Pertama, apakah

partai politik akan memaksimalkan pemilih atau kebijakan (policy). Kedua,

apakah partai politik lebih mempertahankan pemilih inti atau pemilih non partisan

yang tidak terikat oleh partai politik apapun. Ketiga, apakah partai politik lebih

memperjuangkan ideologi partai atau mengikuti keinginan pemilih yang tercermin

dalam polling. Keempat, apakah partai politik lebih menekankan pada leader atau

justru pada konstituen yang terdapat dalam tubuh partai politik tersebut. Kelima,

apakah organisasi partai politik diposisikan lebih sebagai instrumen mekanis atau

simbolis dalam kampanye pemilu. Uraian ini lebih kepada trade-off yang akan

dipilih oleh para kontestan untuk memilih potensi mana yang lebih tinggi

mempengaruhi konsep objektif.

Dari kelima trade-off ini, Rohrshneider (2002) kembali membagikan dua

strategi dari bauran tersebut, pertama strategi mobilisasi (mobilizing) yang lebih

menekankan pada kebijakan (policies) lebih mengutamakan pendekatan terhadap

pendukung partai, menonjolkan pemimpin partai dan berpandangan bahwa partai

32

politik adalah suatu alat untuk mendekati pemilih. Kedua, strategi ‘berburu’

pemilih (chasing). Strategi jenis ini berlawanan dalam setiap aspek dengan

strategi mobilisasi. Penekanannya adalah memaksimalkan pemilih secara luas.

Strategi mencari pemilih yang bukan dari pendukung utama, dimana strategi ini

beranggapan bahwa yang terpenting yaitu bisa mendapat dukungan dari

masyarakat luas. Jenis strategi ini lebih menekankan pada image organisasi bukan

sosok pemimpin (Firmanzah, 2008).

5.3.5. Election dan Delivery

Tahapan election partai politik dan kontestan tidak hanya dilihat tingkat

perolehan suara. Votern turn out dilakukan pada semua aspek prilaku, kebijakan,

pemimpin, kesatuan partai, kemampuan dan tingkat kualitas keanggotaan.

Election merupakan tahapan evaluasi terhadap produk yang ditawarkan sehingga

keunggulan produk mempengaruhi kemenangan kontestan terpilih. Strategi

pemasaran kontestan dinilai pada hari pemilihan, strategi pemasaran tiap

kontestans dinilai pada lakunya produk yang ditawarkan dan hal ini menentukan

votern yang dihasilkan. Keunggulan produk tidak menjamin kemenangan, peran

ideologi sebagai salah satu ukuran perolehan suara pemilih.

Penulis melihat bahwa Marketing oriented party (MOP) sebuah desain

perilaku untuk kepuasan pemilih. Intelligent pasar digunakan untuk mendeteksi

kebutuhan pemilih kemudian merancang produk politik sesuai dengan tuntutan

pemilih, didukung dan dilaksanakan oleh organisasi internal dan diserahkan

dalam sebuah pemerintahan. Lees-Mashment menegaskan bahwa strategi politik

33

pemasaran lebih melihat proses pembentukan produk yang dipasarkan dan tingkat

kesesuaian produk dinilai pada keberhasilan kontestan terpilih.

5.3.6. Kemenangan Dan Keunggulan Produk

Kemenangan merupakan tujuan dari strategi politik yang dijalankan oleh

setiap kontestan. Dalam pendekatan MOP (marketing oriented party) Lees-

Mashment (Lees-Mashment, 2009:133) menegaskan, kemenangan merupakan

hasil dari pemasaran produk yang dibentuk berdasarkan hasil intelligent pasar.

Intelligent pasar dalam pendekatan ini bersifat continue (terus-menerus), tahapan

yang dilakukan sebagai awal pembentukan produk politik dan sebagai evaluasi

terhadap keunggulan produk dibuktikan dengan kemenangan kontestan terpilih.

Tinjauan keunggulan produk, dinilai pada lakunya produk yang

ditawarkan sesuai dengan isu-isu yang dibutuhkan masyarakat, terbukti ketika

masyarakat memberikan hak pilih pada kontestan tertentu, yang sesuai atau dekat

dengan kebutuhannya.

Uraian MOP dalam pendekatan Lees-Mashment tidak dicantumkan

keunggulan produk dalam proses marketing politik. Keunggulan produk dalam

pandangan Lees-Mashment merupakan kesesuaian strategi dalam pemasaran

politik yang dijalankan kontestan, kemenangan menjadi evaluasi terhadap lakunya

produk yang dipasarkan.

Pemilih merupakan subjek penilai terhadap objek (produk politik) yang

dipasarkan. Peran pemilih merupakan salah satu aspek penting dalam penentuan

pemasaran. Pencitraan atau image politik sebagai landasan untuk membangun

34

Kandidat Kampanye Pemilu

Inteligent Pasar

Komunikasi Keunggulan Produk

Design Product

Product Adjusment

Kemenangan

kepercayaan, sehingga ruang-ruang kontestasi teraplikasi dengan strategi politik

yang matang.

Bagan 1.2 Tahapan Pemasaran Politik

Sumber; Diadopsi dari Teori Lees-Mashment, 2009, dan Adman Nursal,2004

Gambaran terhadap kerangka analisis yang dibangun oleh penulis terlihat

dalam bagan diatas. Proses strategi politik yang dimaksud Lees-Mashment dan

Adman Nursal dalam marketing politik merupakan strategi pemasaran produk

yang dilakukan oleh tiap-tiap kontestan secara beruntun. Maksimalitas kinerja

tahapan-tahapan tersebut akan menentukan keunggulan produk yang dipasarkan.

Keunggulan produk dan ruang implementasi yang akan menentukan kemenangan

kontestan terpilih. Implementasi merupakan proses komunikasi produk-produk

yang ditawarkan, melalui proses kampanye.

Dari ketiga pemasaran POP, SOP dan MOP dapat dilihat bahwa

penekanan terdapat pada tahapan Intelligen pasar dari masing- masing tahapan

pemasaran. Pemasaran dari kategori POP tidak membutuhkan intelligen pasar,

35

tahapan pemasaran dilakukan atas dasar kesepakatan dari Organisasi pengusung

tanpa mempertimbangkan kebutuhan pasar. Intelligen pasar dalam tahapan SOP

(Sales-Oriented Party) merupakan proses untuk memastikan respon perilaku

pemilih, segmentasi pemilih yang menawarkan dukungan, baik mereka yang

mungkin bisa dan tidak bisa dibujuk, dan cara terbaik untuk melakukan

komunikasi dengan target pasar (Lees- Mashment,2009: 126). Sedangkan tahapan

pemasaran MOP, intelligen pasar dilakukan untuk mengetahui isu-isu politik

yang dibutuhkan masyarakat, dan dilakukan untuk mengenali pasar.

1.1.7. Metode Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan diwilayah kota Banda Aceh

untuk

mengidentifikasi strategi politik kandidat calon gubernur. Pemilihan lokasi

dilakukan berdasarkan peta permainan politik di Aceh dan objek penelitian

dengan menggunakan pendekatan aktor, dimana ibukota provinsi dijadikan pusat

perpolitikan. Wilayah Banda Aceh merupakan wilayah dengan masyarakat tidak

memihak, hal ini dilihat dari situasi konflik yang pernah menguncang Aceh

selama 33 tahun. Dimana, Banda Aceh dijadikan salah satu tempat persembunyian

yang terbilang aman dari wilayah lain wilayah-wilayah di Aceh untuk dijadikan

tempat persembunyian dari pelarian yang dilakukan oleh GAM dimasa konflik.

Gambaran ini menjadikan wilayah Banda Aceh lebih transparan dalam

menyuarakan aspirasi dengan beragam indentitas masyarakat pendatang. Situasi

sosial masyarakat pendatang dari wilayah-wilayah lain menjadikan ruang politik

36

yang berbeda dengan setting sosial dan cara pikir yang berbeda. Latar belakang

kewilayahan ini menjadi Banda Aceh sebagai Pusat dari strategi politik kandidat-

kandidat dalam perjalanan pemilihan umum pada masa konflik dan pasca konflik.

Wilayah Banda Aceh dijuluki dengan kota ‘ Seribu Satu Malam’, dengan beragam

suku-suku yang ada diAceh. Penelitian ini fokus untuk mendiskripsikan

pendekatan strategi pemasaran yang dilakukan oleh kontestan untuk

mempengaruhi pasar dan tidak meninjau masyarakat pemilih.

Masa penelitian terhitung lama, terkait kecelakaan yang dialami oleh

peneliti di lapangan, sehingga terundur waktu selama enam bulan untuk proses

penyembuhan patah kaki yang diderita oleh peneliti.

Untuk permasalahan yang diteliti, peneliti menggunakan metode

penelitian kualitatif, dengan studi kasus strategi politik dalam kontestasi politik

pilkada Aceh 2012. Peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar,

dirasakan dan ditanyakan. Selanjutnya, peneliti mereduksikan data yang

diperoleh, mana yang penting dan mana yang harus dibuang. Kemudian di

selection, dimana setelah melakukan analisis yang mendalam terhadap data dan

informasi yang diperoleh, maka peneliti menemukan jawaban terhadap tema yang

diteliti, sehingga data yang diperoleh dapat dikonstruksikan menjadi suatu

bangunan pengetahuan, hipotesis atau ilmu yang baru (Sugiyono, 2012).

Penelitian ini digunakan untuk lebih memahami kasus yang ingin diteliti dengan

menggunakan pendekatan ini, peneliti mampu menguraikan kasus ini secara

teratur dan memiliki kekhususan tersendiri terhadap masalah yang diteliti.

37

2. Sasaran Penelitian Sasaran dari penelitian ini meliputi unsur aparatur pemerintah (birokrasi),

aktor-aktor politik lokal yang bergabung di partai, terutama partai politik

pengusung kedua kontestan tersebut, tim sukses, aktivis, akademis dan unsur

masyarakat yang ikut terjun dalam kancah politik, baik pemerhati politik dan juga

masyarakat yang terlibat dalam pemilihan pilkada tersebut. Sasaran penelitian ini

dilakukan dengan teknik purposive sampling, disini penulis memilih informan

yang mengetahui permasalahan yang diteliti.

Tabel 1.3 Informan yang diwawancarai diantaranya

No Nama Waktu/ tanggal Keterangan

1 Asmara Diah Saputra 04.00/24/9/2012 Tim Irwandi

2 Askalani 02.00/01/02/2013 Aktivis Gerak

3 Askalani 09.00/01/02/2013 Panwaslu

4 Ayatuddin 11.00/18/01/2013 Aktivis GeRak

5 Delfi Roni 09.00/02/02/2013 Pengamat Konflik

6 Fachrul Razi 05.00/18/10/2012 Jurubicara PA

7 Hasan 08.30/02/02/2013 Kabid data dan informasi KIP Aceh 8 Kamaruzzaman 12.30/23/02/2013

Simpatisan PA

9 Munawar Liza Zainal 11.00/22/01/2013 Tim Irwandi/mantan walikota 10 M. Yunus Ilyas

04.00/13/10/2012 Tim Nazar/anggota DPRA komisi F 11 Mursyidah 09/04/2012 Masyarakat pemilih

12 Nunung 11.00/18/01/2013 Aktivis GeRak

38

13 Nurasiah 02.00/02/02/2013 Aktivis HAM

14 Prof. Syahrizal Abbas, MA 10.00/26/02/2013 Pengamat hukum/kepala Dinas Syariat Islam Aceh

15 Suhendry 05.00/28/01/2013 Aktivis GeRak

16 Syarifuddin Batasyam 10.00/03/09/2012 Pengamat politik/Dekan Fisipol Unsyiah 17 Teuku Banta

04.00/10/10/2012 Juru bicara Tim Nazar 18 Thamrin Ananda 17.03/16/10/2012 Juru bicara Tim

Irwandi 19 Khaidir 03.00/28/04/2013 Tim keamanan Pilkada 20 Wanda 02.00/09/10/2012 Tim

Irwandi

3. Teknik Pengumpulan dan analisis data Untuk teknik pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu

melakukan

observasi lapangan, dengan melakukan pengamatan proses penyelenggaraan

pilkada melalui media elektronik dan media surat kabar, sebelum turun

wawancara lapangan dengan sasaran penelitian. Wawancara yang dilakukan

dalam pengumpulan data tersebut meliputi wawancara mendalam, wawancara

yang bersifat bebas, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara

yang telah tersusun secara sistematis akan tetapi peneliti hanya menggunakan

pertanyaan-pertanyaan yang berupa garis-garis besar permasalahan yang diteliti

(Sugiyono, 2011). Pertanyaan penelitian yaitu: Apa strategi politik yang

ditawarkan oleh kedua kandidat tersebut, bagaimana penilaian terhadap strategi

tersebut, mana yang lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat Aceh saat ini.

39

Informan yang diwawancarai pertama yaitu jurubicara dari kedua kandidat

tersebut sebagai informan kunci untuk memetakan isu terkait data yang akan

diperoleh, kemudian dilanjutkan oleh ketua tim sukses kedua kandidat tersebut

dan diikuti oleh tim lainnya, sebagai analogi terhadap kesesuaian data dari

informan sebelumnya. Wawancara selanjutnya dengan KIP, Panwaslu dan Aktivis

yang pro terhadap politik beserta pengamat politik di wilayah Aceh.

Wawancara tersebut dilakukan dengan beberapa tahapan evaluasi.

Evaluasi

pertama, dilakukan setelah peneliti menemukan data kasar, terkait kasus yang

diteliti, kemudian melakukan evaluasi kedua dengan menganalisis kebenaran data

yang diperoleh. Evaluasi ketiga dilakukan dengan mencocokkan data yang

diperoleh dengan kumpulan dokumen yang dikumpulkan di lapangan.

Dokumentasi merupakan metode mengumpulkan data penguat melalui artikel,

arsip-arsip, dan penguatan melalui teori-teori yang tercantum dalam buku-buku

tertentu yang berkaitan dengan masalah yang di teliti. Dalam hal ini peneliti

memantau berita-berita yang dipublikasi atau artikel-artikel media cetak mengenai

studi kasus yang dikaji. Media elektronik yang digunakan merupakan website dari

kedua kandidat calon tersebut; www.partaiaceh.com dan http//irwandiinfo.com.

Setelah data terkumpul, peneliti melakukan proses analisis terhadap data yang

ditemukan.

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh baik melalui wawancara, observasi dan juga dokumentasi di

lapangan, sehingga data yang diperoleh mudah di pahami dan di informasi

40

kepada orang lain. Analisis yang dilakukan untuk memahami hubungan dan

konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi

(Parsons ,2009:77). Teknik analisis dalam penelitian ini bersifat kualitatif yang

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,

sehingga datanya sudah jenuh.

Langkah yang ditempuh peneliti yaitu: pertama, setelah melakukan

wawancara, kemudian data yang diperoleh disusun atau dinarasikan dalam bentuk

kata-kata, sebelum dianalisis dan ditarik kesimpulan, data tersebut dilihat mutu

terlebih dahulu dengan melakukan evaluasi pertama, setelah evaluasi pertama

dilakukan, peneliti melengkapi data dengan melakukan wawancara ulang dengan

informan lain untuk memastikan data yang diperoleh, sehingga sesuai dengan

masalah yang diteliti.

Untuk validitas data peneliti menggunakan cara triangulasi, Triangulation

is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to

the convergence of multiple data sources or multiple data collection procedures

(Wiliam Wierman,1986:107). Triangulasi maksudnya peneliti melakukan

pengecekan terhadap data wawancara yang diperoleh melalui berbagai sumber

dengan mengkomparasikan hasil wawancara antara satu informan dengan

informan lain. Sehingga ada kesesuaian yang beruntun terhadap data yang

diperoleh dari setiap informan.

4. Sistematika Penulisan

41

Bab I Pendahuluan, bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Literature Review, Pendekatan Teoritik,

Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II Pilkada, bab ini akan mendiskripsikan proses pemilihan secara

umum, baik sisi pembentukan qanun pilkada, proses pendaftaran calon kandidat

dan penentuan jadwal pemilihan.

Bab III Strategi politik Zaini Abdullah/Muzakkir Manaf, bab ini

menjelaskan identifikasi strategi politik kandidat calon Gubernur/Wakil Gubernur

berdasarkan studi Marketing Oriented Party.

Bab IV Strategi politik Irwandi Yusuf/ Muhyan Yunan, bab ini

menjelaskan identifikasi strategi politik kandidat calon Gubernur/Wakil Gubernur

berdasarkan studi Marketing Oriented Party

Bab V Relasi Political Marketing dengan strategi kandidat calon, bab ini

merupakan analisa terhadap relasi strategi politik dari kedua kandidat calon

Gubernur / Wakil Gubernur, menjelaskan keunggulan dan kelemahan dalam

proses strategi politik pemasaran yang dilakukan olek kedua kandidat calon

tersebut.

Bab VI Kesimpulan, bab ini merupakan catatan akhir terhadap hasil

penelitian dan penutup.