198
PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDRAL BINA MARGA DIREKTORAT BINA TEKNIK

Buku Perencanaan Teknik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perencanaan techniq

Citation preview

Page 1: Buku Perencanaan Teknik

PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDRAL BINA MARGA

DIREKTORAT BINA TEKNIK

Page 2: Buku Perencanaan Teknik

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadlirat yang maha kuasa, karena atas berkah dan

rahmat Nya Buku Ajar Perencanaan Jembatan ini dapat tersusun. Buku ini disusun dengan

tujuan untuk memberikan dasar dasar pengetahuan kepada perencana dan pelaksana

bangunan jembatan, dengan harapan hasil rancang bangun dan pelaksanaan di lapangan dapat

memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan penyelenggaraan infrastruktur

jembatan

Pada buku ini disajikan secara berurutan dari konsep desain, dasar perencanaan,

struktur atas jembatan, struktur bawah jembatan, fondasi jembatan dan bangunan pelengkap.

Isi buku juga memuat contoh soal dan permasalahan yang mungkin timbul di lapangan,

dengan harapan buku ini dapat memberikan tuntunan bagi perancang dan pelaksana jembatan

agar dapat melaksanakan pekerjaan perancangan jembatan satu paket lengkap termasuk

fondasinya.

Dengan tersusunnya buku ini, penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan

kepada semua pihak yang berperan aktif dalam membantu terlaksananya penyusunan buku.

Sebagai akhir kata, kami berharap semoga buku ini bermanfaat bagi upaya rekayasa teknik

dalam pembangunan jembatan .

Jakarta, Juni 2010

Penyusun

Page 3: Buku Perencanaan Teknik

iii

PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN

TIM PENYUSUN:

P e n a s e h a t: Ir. Danis H. Sumadilaga, M. Eng. Sc.

P e n a n g g u n g J a w a b:

Ir. Herry Vaza, M. Eng. Sc.

K o n t r i b u t o r: Ir. Herry Vaza, M. Eng. Sc. Ir. Drs. Andi Indiarto, MT. Anis Rosyidah S, ST. MT.

Monang Saut Reynold P, ST. MT. Asep Hilmansyah, ST. MT.

DR. Ir. Sudaryono, MM.

Page 4: Buku Perencanaan Teknik

iv

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.......................................................................................... .................... ii TIM PENYUSUN.......................................................................................... .......................... iii DAFTAR ISI.......................................................................................... .................................. iv I . PENDAHULUAN.......................................................................................... .................... 1 II. KRITERIA DESAIN JEMBATAN………………………………….. .............................. 3

2.1 Pokok-pokok Perencanaan………………………………….. ...................................... 3 2.2 Rujukan Perencanaan………………………………….. .............................................. 4 2.3 Parameter Perencanaan………………………………….. ........................................... 5 2.4 Tahapan Perencanaan Jembatan………………………………….. ............................ 18

III.PEMBEBANAN JEMBATAN………………………………….. .................................... 24 3.1 Aksi Beban Tetap………………………………….. .................................................. 24 3.2 Beban Lalu Lintas………………………………….. ................................................. 31 3.3 Aksi Lingkungan………………………………….. ................................................... 46 3.4 Aksi-Aksi Lainnya………………………………….. ................................................ 65 3.5 Kombinasi Beban………………………………….. .................................................. 67

IV.STRUKTUR ATAS JEMBATAN………………………………….. ............................... 75

4.1 Umum………………………………….. .................................................................... 75 4.2 Konsep Desain………………………………….. ...................................................... 81 4.3 Perhitungan Struktur Atas Jembatan………………………………….. ..................... 82

V.STRUKTUR BAWAH JEMBATAN………………………………….. ......................... 115 5.1 Umum………………………………….. .................................................................. 115 5.2 Konsep Desain………………………………….. .................................................... 126 5.3 Perhitungan Struktur Bawah Jembatan………………………………….. ............... 127

VI. PONDASI JEMBATAN………………………………….. ........................................... 149 6.1 Umum………………………………….. .................................................................. 149 6.2 Konsep Desain………………………………….. .................................................... 171 6.4 Perhitungan Struktur Pondasi………………………………….. .............................. 175

VII. BANGUNAN PELENGKAP JEMBATAN………………………………….. ............ 185 7.1 Trotoar dan Sandaran Jembatan ………………………………….. ......................... 185 7.2 Bearing………………………………….. ................................................................ 185 7.3 Expansion joint………………………………….. ................................................... 188 7.4 Fender Jembatan………………………………….................................................... 190 7.5 Slope Protection………………………………….. .................................................. 192

Page 5: Buku Perencanaan Teknik

1

BAB I PENDAHULUAN

Jembatan adalah prasarana lalu-lintas yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang

terputus oleh sungai, lembah, laut, danau ataupun bangunan lain dibawahnya. Ada sekitar

95.000 buah jembatan (ekivalen 1220 km) di Indonesia antara lain 60.000 jembatan (550

km) di jalan kabupaten, perdesaan & perkotaan serta 35.000 jembatan (670 km) di ruas jalan

nasional & provinsi dengan jenis jembatan dan panjang yang bervariasi.

Gambar A.1 Distribusi jembatan berdasarkan bentang jembatan dan jenis jembatan

Kebijakan pemerintah dalam upaya mempercepat program pembangunan prasarana

transportasi darat khususnya jembatan diarahkan pada standarisasi bangunan atas, baik

dengan cara menyediakan stok komponen bentang standar maupun penyediaan standar

konstruksi jembatan yang kemudian dapat dibuat lapangan. Teknologi pembangunan

jembatan telah mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun mulai dari peraturan

perencanaan, teknologi bahan (beton, baja, kabel), teknologi perencanaan, pelaksanaan,

pemeliharaan sampai teknologi rehabilitasi. Sehingga penguasaan teknologi jembatan

tersebut mutlak dibutuhkan untuk pembangunan jembatan, baik jembatan standar atau

sederhana maupun jembatan dengan teknologi khusus, demikian juga untuk pembangunan

jembatan di daerah perkotaan dengan kondisi lahan yang terbatas dan lalu-lintas yang harus

tetap operasional.

Jembatan terbagi menjadi 3 bagian utama struktur, yaitu struktur atas (superstruktur) dan

struktur bawah (substruktur) dan pondasi jembatan. Bangunan atas dan bangunan bawah

saling menunjang satu sama lainnya dalam menahan beban dan meneruskannya ke tanah

dasar melalui fondasi. Di samping struktur utama tersebut, terdapat bangunan lainnya

Bagian–bagian superstruktur terdiri dari perletakan sampai ke bagian atas struktur jembatan

seperti rangka, gelagar, lantai. Superstruktur adalah bagian dari jembatan yang langsung

Page 6: Buku Perencanaan Teknik

2

berhubungan dengan beban yang bekerja di atasnya yaitu kendaraan yang melewatinya.

Sedangkan bagian–bagian dari substruktur adalah mulai dari perletakan ke bagian bawah

jembatan yaitu kepala dan pilar jembatan yang ditahan oleh fondasi. Bagian–bagian tersebut

adalah bagian–bagian yang langsung berhubungan dengan tanah dasar sebagai penerus gaya–

gaya yang bekerja pada jembatan.

Untuk mendapatkan struktur jembatan yang aman, sebelum di lakukan pembangunan

jembatan perlu di lalui proses perencanaan dengan tujuan agar jembatan yang dibangun dapat

digunakan sesuai dengan fungsinya, ekonomis dan mampu menahan beban sesuai dengan

umur rencananya. Perencanaan jembatan harus mengacu pada teori-teori yang relevan, kajian

dan penelitian yang memadai serta aturan / tata cara yang berlaku di Indonesia, termasuk

aturan pembebanan, bahan jembatan, fondasi dan beban gempa yang diperhitungkan terhadap

jembatan.

Perencanaan struktur atas meliputi pemilihan tipe struktur atas, proses perencanaan dan

perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk mempermudah proses

perencanaan teknis, telah tersedia standar struktur atas untuk bentang jembatan lebih kecil

dari 60 meter. Dengan adanya standar tersebut, perhitungan teknis tidaklah dibutuhkan.

Sedangkan pada jembatan yang belum ada standarnya (lebih besar 60 meter) haruslah

dilakukan perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Beban-beban dari struktur atas kemudian diteruskan ke struktur bawah. Perencanaan struktur

bawah meliputi pemilihan tipe kepala jembatan dan pilar, proses perencanaan dan

perhitungan struktur sesuai dengan peraturan yang berlaku termasuk juga beban gempa.

Perencanaan pondasi meliputi pemilihan tipe pondasi yang sesuai dengan karakteristik beban

dan tanah untuk mendapatkan daya dukung yang dipersyaratkan. Pada pondasi kriteria

keamanan ditentukan dari daya dukung, untuk pondasi dangkal di samping daya dukung juga

dibutuhkan tinjauan terhadap stabilitas pondasi termasuk juga metode mengantisipasi dan

mencegah gerusan.

Di samping struktur utama tersebut di atas, terdapat bangunan pelengkap lainnya yang

berfungsi menunjang operasional jembatan antara lain sandaran dan trotoar, fender, slope

protection, rambu lalu lintas dan lainnya.

Page 7: Buku Perencanaan Teknik

3

BAB II KRITERIA DESAIN JEMBATAN

2.1 Pokok-Pokok Perencanaan

Suatu jembatan yang baik adalah jembatan yang memiliki atau telah memenuhi kriteria–

kriteria desain yang menjadi dasar dari pembuatan sebuah jembatan. Jembatan direncanakan

untuk mudah dilaksanakan serta memberikan manfaat bagi pengguna lalu lintas sesuai

dengan pokok-pokok perencanaan :

• Kekuatan dan Stabilitas Struktur

Unsur-unsur tersendiri harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban

ULS-keadaan batas ultimate, dan struktur sebagai kesatuan keseluruhan harus

berada stabil pada pembebanan tersebut. Beban ULS didefenisikan sebagai beban-

beban yang mempunyai 5% kemungkinan terlampaui selama umur struktur rencana.

• Kenyamanan dan Keamanan

Bangunan bawah dan pondasi jembatan harus berada tetap dalam keadaan layan

pada beban SLS-keadaan batas kelayanan. Hal ini berarti bahwa struktur tidak boleh

mengalami retakan, lendutan atau getaran sedemikian sehingga masyarakat menjadi

khawatir atau jembatan menjadi tidak layak untuk penggunaan atau mempunyai

pengurangan berarti dalam umur kelayanan. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak

diperiksa untuk beban ULS, tetapi untuk beban SLS yang lebih kecil dan lebih

sering terjadi dan didefenisikan sebagai beban-beban yang mempunyai 5%

kemungkinan terlampaui dalam satu tahun.

• Kemudahan (pelaksanaan dan pemeliharaan)

Pemilihan rencana harus mudah dilaksanakan. Rencana yang sulit dilaksanakan

dapat menyebabkan pengunduran tak terduga dalam proyek dan peningkatan biaya,

sehingga harus dihindari sedapat mungkin.

• Ekonomis

Rencana termurah sesuai pendanaan dan pokok-pokok rencana lainnya adalah

umumnya terpilih. Penekanan harus diberikan pada biaya umur total struktur yang

mencakup biaya pemeliharaan, dan tidak hanya pada biaya permulaan konstruksi.

Page 8: Buku Perencanaan Teknik

4

• Pertimbangan aspek lingkungan, sosial dan aspek keselamatan jalan

• Keawetan dan kelayanan jangka panjang.

Bahan struktural yang dipilih harus sesuai dengan lingkungan, misalnya jembatan

rangka baja yang digalvanisasi tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan

dalam lingkungan laut agresif garam yang dekat pantai.

• Estetika

Struktur jembatan harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan

untuk dilihat. Penampilan yang baik umumnya dicapai tanpa tambahan dekorasi.

2.2 Rujukan Perencanaan

Perencanaan jembatan mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. Rujukan

terhadap perencanaan yang berlaku :

A. Perencanaan struktur jembatan harus mengacu pada :

- Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS’92 dengan revisi

pada :

1) Bagian 2 Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No.

498/KPTS/M/2005)

2) Bagian 6 Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen

PU No. 260/KPTS/M/2004)

3) Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen

PU No. 498/KPTS/M/2005

- Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-

1992)

B. Perencanaan Jalan Pendekat dan oprit harus mengacu kepada :

1) Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)

2) Standar-standar perencanaan jalan yang berlaku

C. Untuk perhitungan dan analisa harga satuan pekerjaan mengikuti Panduan Analisa

Harga Satuan No. 028/T/Bm/1995, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen

Pekerjaan Umum.

D. Dalam merencanakan teknik Prosedur Operasional Standar (POS) bidang jembatan

yang harus diikuti adalah :

1) POS Penyusunan Kerangka Acuan Kerja

2) POS Survey Pendahuluan

Page 9: Buku Perencanaan Teknik

5

3) POS Survey Lalu Lintas

4) POS Survey Geodesi

5) POS Survey Geoteknik

6) POS Survey Hidrologi

7) POS Perencanaan Teknis Jembatan

8) PSO Penyampaian DED Perencanaan Teknis

9) POS Sistematika Laporan

10) POS Penyelenggaraan Jembatan Khusus

E. Pedoman Teknis Penjabaran RKL atau UKL dan untuk penerapan pertimbangan

lingkungan agar mengaci pada dokumen RKL atau UKL dan SOP

F. Ketentuan-ketentuan lain yang relevan bila tercakup dalam ketentuan-ketentuan di

atas harus mendapat persetujuan pemberi tugas.

2.3 Parameter Perencanaan

Dalam merencanakan jembatan dibutuhkan parameter untuk dapat menentukan tipe bangunan

atas, bangunan bawah dan pondasi, lokasi/letak jembatan, material.

Gambar B.1. Potongan memanjang jembatan

A. Umum

- Umur Rencana Jembatan

Umur rencana jembatan estándar adalah 50 tahun dan jembatan khusus adalah 100

tahun. Umur rencana untuk jembatan permanen minimal 50 tahun. Umur rencana

dipengaruhi oleh material/bahan jembatan dan aksi lingkungan yang

mempengaruhi jembatan. Jembatan dengan umur rencana lebih panjang harus

Page 10: Buku Perencanaan Teknik

6

direncanakan untuk aksi yang mempunyai periode ulang lebih panjang. Hubungan

antara umur rencana periode ulang adalah:

Pr = Kemungkinan bahwa aksi tertentu akan terlampaui paling sedikit sekali

selama umur rencana jembatan

D = Umur rencana ( th. )

R = Periode ulang dari aksi ( th. )

Tabel B.1. Hubungan antara periode ulang dengan umur rencana

No Umur rencana (tahun)

Pereode ulang (tahun)

Keadaan Batas Layan Keadaan Batas Ultimate

1 50 20 1000

2 100 20 2000

- Pembebanan jembatan

Pembebanan jembatan sesuai SK.SNI T-02-2005 menggunakan BM 100.

- Geometrik

Lebar jembatan ditentukan berdasarkan kebutuhan kendaraan yang lewat setiap

jam, makin ramai kendaraan yang lewat maka diperlukan lebar jembatan lebih

besar.

Tabel B.2. Penentuan Lebar Jembatan

Untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jembatan, maka

lebar lantai jembatan ditentukan sebagai berikut:

a) Lebar jembatan minimum jalan nasional kelas A adalah 1+7+ 1 meter

b) Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5 meter

c) Tidak boleh lebih kecil dari lebar jalan.

d) Memenuhi standar lebar lajur lalu lintas sebesar n ( 2,75 ~ 3,50 )m, dimana n

= jumlah lajur lalu lintas.

( )11 1 Dr RP = + −

LHR Lebar jembatan (m) Jumlah lajurLHR < 2.000 3,5 – 4,5 1

2.000 < LHR < 3.000 4,5 – 6,0 2

3.000 < LHR < 8.000 6,0 – 7,0 2

8.000 < LHR < 20.000 7,0 – 14,0 4

LHR > 20.000 > 14,0 > 4

LHR Lebar jembatan (m) Jumlah lajurLHR < 2.000 3,5 – 4,5 1

2.000 < LHR < 3.000 4,5 – 6,0 2

3.000 < LHR < 8.000 6,0 – 7,0 2

8.000 < LHR < 20.000 7,0 – 14,0 4

LHR > 20.000 > 14,0 > 4

Page 11: Buku Perencanaan Teknik

7

- Superelevasi/kemiringan Lantai Jembatan

Kemiringan melintang lantai jembatan adalah 2%. Kemiringan memanjang

jembatan adalah tanjakan atau turunan pada saat melalui jembatan.

Perbandingan kemiringan dari tanjakan serta turunan tersebut disyaratkan sebagai

berikut:

Perbandingan 1:30 untuk kecepatan kendaraan > 90 km/jam

Perbandingan 1:20 untuk kecepatan kendaraan 60 s/d 90 km/jam

Perbandingan 1:10 untuk kecepatan kendaraan < 60 km/jam

Jembatan pada ruas jalan nasional dengan kemiringan memanjang jembatan

maksimum adalah 1:20 atau 5%. Ketentuan tersebut di atas menyatakan bahwa

semakin besar kecepatan kendaraan, maka semakin landai pula tanjakan atau

turunan yang diberikan pada jembatan. Hal ini memang diberikan dengan tujuan

agar pada saat kendaraan akan masuk ke badan Jembatan kendaraan tersebut tidak

"jumping", yang secara otomatis akan memberikan beban kejut tumbukan vertikal

pada struktur jembatan. Struktur Jembatan tidak diperhitungkan terhadap beban

tumbukan akibat jumping kendaraan. Jembatan hanya diperhitungkan menahan

beban kejut kendaraan yang melaju.

- Ruang Bebas Vertikal dan Horizontal

Ruang bebas adalah jarak jagaan yang diberikan untuk menghindari rusaknya

struktur atas jembatan karena adanya tumbukan dari benda-benda hanyutan atau

benda yang lewat di bawah jembatan. Clearance (ruang bebas) vertikal diukur dari

permukaan air banjir sampai batas paling bawah struktur atas jembatan. Besarnya

clearance bervariasi, tergantung dari jenis sungai dan benda yang ada di bawah

jembatan. Nilai ruang bebas di bawah jembatan ditentukan sebagai berikut:

C = 0,5 m ; untuk jembatan di atas sungai pengairan

C = 1,0 m ; untuk sungai alam yang tidak membawa hanyutan .

C = 1,5 m ; untuk sungai alam yang membawa hanyutan ketika banjir

C = 2,5 m ; untuk sungai alam yang tidak diketahui kondisinya.

C = 5,1 m ; untuk jembatan jalan layang.

C ≥ 15 m; untuk jembatan di atas laut dan di atas sungai yang digunakan untuk

alur pelayaran. jenis sungainya, jalan : 5 m, laut 15 m ).

Horizontal clearance ditentukan berdasarkan kemudahan navigasi kapal

ditentukan US Guide Specification, horizontal clearance minimum adalah

Page 12: Buku Perencanaan Teknik

8

• 2 – 3 kali panjang kapal rencana, atau

• 2 kali lebih besar dari lebar channel

Gambar B.3. Clearance pada jembatan diatas selat / laut / sungai yang dilewati kapal

Gambar B.4. Clearance pada jembatan layang

- Bidang permukaan jalan yang sejajar terhadap permukaan jembatan

Pemberian syarat bidang datar dari permukaan jalan yang menghubungkan antara

jalan dengan jembatan dilakukan untuk meredam energi akibat tumbukan dari

kendaraan yang akan melewati jembatan. Bila hal ini tidak diberikan,

dikhawatirkan akan berakibat pada rusaknya struktur secara perlahan – lahan

akibat dari tumbukan kendaraan – kendaraan terutama kendaraan berat seperti truk

atau kendaraan berat lainnya.

Energi kejut yang diberikan pada strukur akan meruntuhkan struktur atas, seperti

gelagar dan juga lantai kendaraan. Tentu saja untuk menguranginya maka

diberikan jarak berupa jalan yang datar mulai dari kepala jembatan sejauh

minimum 5 meter ke arah jalan yang di beri struktur pelat injak untuk

pembebanan peralihan dari jalan ke jembatan.

Page 13: Buku Perencanaan Teknik

9

Gambar B.5. Potongan melintang jembatan

Untuk melindungi agar kendaraan yang lewat jembatan dalam keadaan aman, baik

bagian kendaraan maupun barang bawaannya, maka tinggi bidang kendaraan

ditentukan sebesar minimum 5 m yang diukur dari lantai jembatan sampai bagian

bawah balok pengaku rangka bagian atas ( Top lateral bracing )

- Lokasi dan Tata letak Jembatan.

Lokasi jembatan menghindarkan tikungan di atas jembatan dan oprit.

Peletakan jembatan dipengaruhi oleh pertimbangan – pertimbangan

a) Teknik (aliran sungai, keadaan tanah)

• Aliran air dan alur sungai yang stabil (tidak berpindah-pindah)

• Tidak pada belokan sungai

• Tegak lurus terhadap sungai

• Bentang terpendek (lebar sungai terkecil)

b) Sosial (tingkat kebutuhan lalulintas)

c) Estetika (keindahan)

Untuk kebutuhan estetikapada daerah tertentu/pariwisata dapat berupa bentuk

parapet dan railing maupun lebar jembatan dapat dibuat khusus atas

persetujuan pengguna jasa.

Page 14: Buku Perencanaan Teknik

10

Jembatan Jembatan

Bentang pendek Bentang

panjang

Gambar B.6. Sungai dan penampang sungai

Pada daerah transisi atau daerah perbatasan antara bukit dengan lembah aliran

sungai biasanya berkelok-kelok, karena terjadinya perubahan kecepatan air dari

tinggi ke rendah, ini mengakibatkan bentuk sungai berkelok-kelok dan sering

terjadi perpindahan alur sungai jika banjir datang. Untuk itu penempatan jembatan

sedapat mungkin tidak pada aliran air yang seperti ini, karena jembatan akan cepat

rusak jika dinding sungai terkikis air banjir, dan jembatan menjadi tidak berfungsi

jika aliran air sungai berpindah akibat banjir tersebut.

Pada dasarnya, penentuan letak jembatan sedapat mungkin tidak pada belokan jika

bagian bawah dari jembatan tersebut terdapat aliran air. Hal tersebut dilakukan

agar tidak terjadi scouring (penggerusan) pada kepala jembatan, namun jika

terpaksa dibuat pada bagian belokan sungai maka harus di bangun bangunan

pengaman yang dapat berupa perbaikan dindin sungai dan perbaikan dasar sungai

pada bagian yang mengalami scouring (penggerusan).

Penempatan jembatan diusahakan tegak lurus terhadap sungai, untuk

mendapatkan bentang yang terpendek dengan posisi kepala jembatan dan pilar

yang sejajar terhadap aliran air. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

gerusan pada pilar, yang akan mempengaruhi kinerja pilar jembatan. Bila scouring

telah terjadi dikhawatirkan pilar yang seharusnya menopang struktur atas

jembatan akan rusak sehingga secara otomatis akan merusak struktur jembatan

secara keseluruhan.

Page 15: Buku Perencanaan Teknik

11

L

Agar pembuatan jembatan lebih ekonomis, diusahakan mencari bentang yang

terpendek diantara beberapa penampang sungai.

Karakteristik lokasi jembatan yang ideal adalah:

1. Secara geologis lokasi pondasi untuk kepala jembatan dan pilar harus baik.

Dibawah pengaruh pembebanan, permukaan tanah yang mendukung harus

bebas dari faktor geseran (slip) dan gelinding (slide). Pada kedalaman yang

tidak terlalu besar dari dasar sungai terdapat lapisan batu atau lapisan keras

lainnya yang tidak erosif, dan aman terhadap gerusan air sungai yang akan

terjadi.

2. Batasan sungai pada lokasi jembatan harus jelas, jembatan diusahakan

melintasi sungai secara tegak lurus.

3. Bagian punggung atau pinggir harus cukup kuat, permanen dan cukup tinggi

terhadap permukaan air banjir.

4. Untuk mendapatkan suatu harga fondasi yang rendah, usahakan mengerjakan

pekerjaan fondasi tidak di dalam air, sebab pekerjaan fondasi dalam air

mahal dan sulit.

- Penentuan bentang

Bentang jembatan (L) adalah jarak antara dua kepala jembatan.

Gambar B.7. Potongan memanjang jembatan

Ada 2 cara dalam menentukan bentang dalam pembangunan jembatan, yaitu untuk

sungai yang merupakan limpasan banjir dan sungai yang bukan limpasan banjir.

Hal tersebut dilakukan karena berdasar pada apakah alur sungai itu akan

membawa hanyutan – hanyutan berupa material dari banjir dari suatu kawasan,

atau sungai tersebut hanyalah digunakan sebagai aliran sungai biasa yang tentunya

tidak membawa hanyutan – hanyutan besar dari banjir. Material – material yang

dibawa pada saat banjir sangat beraneka ragam tentunya, baik jenis maupun

Page 16: Buku Perencanaan Teknik

12

2a bL +

=

L

b a

Kepala jembatan

Muka Air Banjir

L

b a

Kepala jembatan

Muka Air Banjir

L b=

ukurannya sangatlah bervariasi. Oleh sebab itu pada sungai yang dijadikan

limpasan banjir penentuan bentang akan sedikit lebih panjang dibandingkan

dengan sungai yang bukan limpasan banjir.

Untuk Kondisi: - Bukan sungai limpasan banjir - Air banjir tidak membawa hanyutan

Gambar 8 : Bentang jembatan

Untuk Kondisi: • sungai limpasan banjir • Air banjir membawa hanyutan

Dimana : L = Bentang jembatan a = Lebar dasar sungai b = Lebar permukaan air banjir

- Material

a. Beton

Lantai jembatan dan elemen struktural bangunan atas lainnya menggunakan

mutu beton minimal K-350, untuk bangunan bawah adalah K-250 termasuk

isian tiang pancang.

b. Baja tulangan

Baja tulangan menggunakan BJTP 24 untuk D<13, dan BJTD 32 atau BJTD

39 untuk D≥13, dengan variasi diameter tulangan dibatasi paling banyak 5

ukuran.

Page 17: Buku Perencanaan Teknik

13

B. Perencanaan Bangunan Atas

- Pemilihan Bangunan Atas

Sebelum pembuatan jembatan perlu dilakukan perencanaan dengan tujuan agar

jembatan yang dibanguan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, tidak boros

dan mampu menahan beban sesuai dengan umur rencana.

Perencanaan jembatan perlu mempertimbangkan faktor ekonomis. Bentang

ekonomis jembatan ditentukan oleh penggunaan/pemilihan tipe struktur utama dan

jenis material yang optimum.

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Apabila tidak direncanakan secara khusus, maka dapat digunakan bangunan aas

jembatan standar Bina Marga seperti :

Box culvert (single, double, triple) bentang1 s/d 10 m

Voided Slab, bentang 6 s/d 16m.

Gelagar Beton Bertulang Tipe T, bentang 6 s/d 25 m

Gelagar Beton Pratekan Tipe I dan box, bentang 16 s/d 40 m

Gelagar Komposit Tipe I dan Box Bentang 20 s/d 40m.

Rangka Baja Bentang 40 s.d 60m.

Gambar B.8 Penentuan Tipe Jembatan Berdasarkan Bentang Jembatan

Page 18: Buku Perencanaan Teknik

14

- Acuan Perencanaan Teknis

a) Perencanaan struktur atas menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan

Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States

(SLS)

b) Lawan lendut dan lendutan dari struktur atas jembatan harus dihitung dengan

cermat, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang agar tidak elampaui

batas yang diizinkan yaitu simple beam <L/800 dan kantilever L/400.

c) Memperhatikan perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan

jembatan berada khususnya selimut beton, permeabilitas beton, atau tebal

elemen bajadan galvanis terhadap resiko korosi ataupun potensi degradasi

material.

C. Perencanaan Bangunan Bawah

Struktur bawah terbagi menjadi dua bagian yaitu abutment (kepala jembatan) dan

pilar.

- Pemilihan Bangunan Bawah

Pemilihan bangunan bawah dipengaruhi oleh hal-hal berikut :

• Memiliki dimensi yang ekonomis

• Terletak pada posisi yang Aman, terhindar dari kerusakan akibat :gerusan

arus air, penurunan tanah, longsoran lokal dan global.

• Kuat menahan beban berat struktur atas , beban lalu lintas ,beban angin dan

beban gempa.

• Kuat menahan tekanan air mengalir, tumbukan benda hanyutan, tumbukan

kapal, dan tumbukan kendaraan

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, secara garis besar tipe-tipe bangunan

bawah yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Page 19: Buku Perencanaan Teknik

15

JENIS PANGKAL TINGGI TIPIKAL (m)

0 10 20 30 PANGKAL TEMBOK PENAHAN GRAVITASI

3 4

PANGKAL TEMBOK PENAHAN KANTILEVER

Optional Tie-Back

8

PANGKAL TEMBOK PENAHAN KONTRAFORT

6 8

PANGKAL KOLOM ‘SPILL-THROUGH’

PANGKAL BALOK CAP TIANG SEDERHANA

PANGKAL TANAH BERTULANG

5

15

Gambar B.9. Tipikal jenis kepala jembatan

Page 20: Buku Perencanaan Teknik

16

JENIS PILAR TINGGI TIPIKAL (m)

0 10 20 30 PILAR BALOK CAPTIANG SEDERHANA dua baris tiang adalah umumnya minimal

PILAR KOLOM TUNGGAL dianjurkan kolom sirkular pada aliran arus

5

15

PILAR TEMBOK ujung bundar dan alinemen tembok sesuai arah aliran membantu mengurangi gaya aliran dan gerusan lokal

5

25

PILAR PORTAL SATU TINGKAT (KOLOM GANDA ATAU MAJEMUK) dianjurkan kolom sirkular pada aliaran arus pemisahan kolom dengan 2D atau lebih membantu kelancaran aliran arus

5

15

PILAR PORTAL DUA TINGKAT

15

25

PILAR TEMBOK – PENAMPANG I penampang ini mempunyai karateristik tidak baik terhadap aliran arus dan dianjurkan untuk penggunaan di darat

25

Gambar B.10. Tipikal jenis pilar jembatan

- Acuan Perencanaan Teknis

a) Perencanaan bangunan bawah menggunakan Limit States atau Rencana

Keadaan Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit

States (SLS)

b) Struktur bangunan bawah harus direncanakan berdasarkan perilaku jangka

panjang material dan kondisi lingkungan antara lain: selimut beton yang

digunakan minimal 30 mm (daerah normal) dan minimal 50 mm (daerah

agresif)

Page 21: Buku Perencanaan Teknik

17

D. Perencanaan pondasi jembatan

- Pemilihan Pondasi

Bentuk fondasi yang tepat untuk mendukung struktur bawah jembatan harus

dipilih berdasarkan besarnya beban struktur bawah dan atas jembatan yang

ditahan oleh fondasi, jenis dan karakter tanah, serta kedalaman tanah kerasnya.

Pemilihan pondasi dipengaruhi oleh hal-hal berikut :

• Disarankan tidak menggunakan fondasi langsung pada daerah dengan

gerusan/scouring yang besar, jika terpaksa berikan perlindungan fondasi

terhadap scouring.

• Hindari peletakkan fondasi pada daerah gelincir local dan gelincir global,

jika kepala jembatan atau pilar jembatan harus diletakkan pada lereng

sungai.

• Hindari penyebaran gaya dari fondasi kepala jembatan jatuh ke lereng/tebing

sungai.

• Gunakan fondasi sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala atau pilar

jembatan

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, secara garis besar tipe-tipe fondasi

yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel B.3. Pemilihan bentuk fondasi

Butir Pondasi

Langsung Sumuran

Tiang Pancang Tiang Bored

Baja Tiang H

Baja Tiang Pipa

Tiang Beton

Bertulang Pracetak

Tiang Beton Pratekan Pracetak

Beton bertulang

Diameter Nominal (mm)

- 3000 100 x 100

sampai 400 x 400

300 sampai

600

300 sampai

600

400 sampai

600

800 sampai 1200

Kedalaman Maksimum (m)

5 15 tidak

terbatas tidak

terbatas 30 60 60

Kedalaman Optimum (m)

0.3 sampai

3

7 sampai

9

7 sampai

40

7 sampai

40

12 sampai

15

18 sampai

30

18 sampai

30

Beban Maksimum ULS (kN) untuk keadaan biasa

20000 + 20000 + 3750 3000 2400 3200 6000

Variasi Optimum beban ULS (kN)

- - 500

sampai 1500

600 sampai 1500

500 sampai 1000

500 sampai 5000

500 sampai 7000

Page 22: Buku Perencanaan Teknik

18

- Acuan Perencanaan Teknis

a) Perencanaan pondasi menggunakan Working Stress Design (WSD)

b) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk tiang pancang, SF Point bearing

=2,5 ~ 3 dan SF Friction =3~ 5

c) Faktor keamanan (Safety Factor) (SF) untuk fondasi Sumuran dangkal dan

fondasi dangkal SF Daya dukung = 1,5~3, SF Geser = 1,5 ~ 2 dan SF Guling

= 1,5 ~ 2

E. Perencanaan Jalan Pendekat

- Tinggi timbunan tidak boleh melebihi H izin sebagai berikut:

a. H kritis = (c.Nc + γ.D.Nq)/γ

b. H izin = H kritis/ SF, di mana SF = 3.

- Bila tinggi timbunan melebihi H izin, harus direncanakan dengan sistem

perkuatan tanah dasar yang ada.

2.4 Tahapan Perencanaan Jembatan.

Untuk menjamin desain jembatan memenuhi kriteria desain di atas, maka desain jembatan

harus mengikuti proses desain sebagai berikut:

1. Melakukan survey pendahuluan untuk mengumpulkan data-data dasar perencanaan

dan untuk mengetahui letak jembatan.

2. Membuat pradesain/ rancangan awal berdasarkan hasil survey pendahuluan

3. Melalukan pengkajian hasil pradesain, dan jika perlu melakukan survey kembali

untuk memastikan:

c. Lebar dan Bentang jembatan. d. Perlu tidaknya pilar. e. Letak kepala jembatan f. Posisi struktur atas jembatan terhadap muka air banjir atau permukaan air laut

tertinggi atau bangunan lain yang ada dibawahnya g. Bahan – beban lain/khusus yang mungkin bekerja pada jembatan h. Metoda konstruksi yang akan digunakan

4. Menentukan desain akhir dari struktur atas dan bawah jembatan

5. Menentukan beban – beban yang bekerja pada jembatan

6. Melakukan perhitungan analisa struktur

7. Menentukan dimensi tiap elemen jembatan

8. Membuat gambar hasil perencanaan.

Page 23: Buku Perencanaan Teknik

19

Gambar B.11. Tahapan proses desain jembatan

Page 24: Buku Perencanaan Teknik

20

2.4.1 Perencanaan Struktur Atas

1. Tahapan Pengumpulan data – data yang diperlukan

- Fungsi jembatan; berhubungan dengan syarat kenyamanan

- Umur rencana; berhubungan dengan material yang akan digunakan dan

bahan pengawetnya

- Lebar jalan dan klas jalan; lebar jembatan dan pembebanan

- Jenis jembatan ( viaduk, aquaduk); penentuan clearance ( sungai :

tergantung  

- Bahan yang akan digunakan; berhubungan dengan kesedianaan material

- Peta situasi; penentuan posisi jembatan terhadap jalan dan sungai

- Lokasi jembatan ( di kota / di daerah mana ); berhubungan dengan

peninjauan gempa

- Data tanah ; peninjauan gempa dan jenis pondasi

- Topografi sungai ; penentuan bentang, perlu tidaknya pilar, penentuan letak

pilar, penentuan letak kepala jembatan.

- Jenis sungai ; penentuan letak kepala jembatan, Clearance, perlu tidaknya

pilar

- Muka air banjir / rintangan dibawah jembatan; posisi struktur atas

- Kecepatan arus air banjir; gaya pada pilar

- Kecepatan angin; gaya pada struktur atas dan bawah

2. Pembuatan bentuk / arsitek jembatan

- Penempatan letak jembatan terhadap sungai/rintangan dibawahnya; tegak

lurus , terpendek, perlu analisa antara memindahkan sungai, melengkungkan

jalan, atau jembatan serong )

- Penentuan bentang jembatan; perlu analisa mahal mana pembuatan kepala

jembatan atau struktur atas

- Penentuan perlu tidaknya pilar; mahal mana antara pembuatan pilar dengan

struktur atas bentang panjang .

- Penentuan type struktur atas ( Gelagar, box, rangka, kabel, kombinasi rangka

atau Gelagar dengan kabel )

- Penentuan type struktur bawah ; bentuk pilar dan kepala jembatan

Page 25: Buku Perencanaan Teknik

21

3. Pemodelan struktur

- Penentuan type hubungan struktur atas dan bawah ; kaku, sendi, rol

- Pemodelan hubungan antar elemen pembentuk jembatan ; jepit, sendi

- Pembuatan model analisa; model mekanika.

4. Preliminary design ( Pra desain)

- Penentuan ukuran struktur atas dan bawah

- Penentuan / perkiraan dimensi bagian –bagian struktur atas

- Penentuan / perkiraan dimensi bagian –bagian struktur bawah

5. Analisa struktur

Analisis struktur dilakukan untuk mendapatkan gaya-gaya dalam dengan pembebanan

yang direncanakan. Analisis ini dapat diselesaikan dengan menggunakan software.

Analisis statik

• Dilakukan untuk dua kondisi, yaitu kondisi batas layan dan kondisi batas

ultimate (dengan faktor-faktor beban yang disesuaikan)

• Model dibuat untuk keseluruhan struktur dengan berbagai kondisi pembebanan,

termasuk beban angin yang dianggap pendekatan angin statik dan gempa statik

ekivalen jembatan.

Analisis dinamik

Dilakukan untuk jembatan khusus dengan :

• Gempa dinamis, menggunakan simulasi pada komputer.

• Angin dinamis, menggunakan simulasi pada komputer dan analisa model pada

wind tunnel test di laboratorium uji

Analisis pada masa konstruksi

• Dilakukan sesuai dengan tahap-tahap pengerjaan struktur sehingga setiap

elemen struktur terjamin kekuatan maupun kekakuannya selama masa

konstruksi.

Page 26: Buku Perencanaan Teknik

22

2.4.2 Perencanaan Struktur Bawah

1. Menentukan letak Kepala jembatan dan pilar, berdasarkan Bentuk penampang

sungai, permukaan air banjir, jenis aliran sungai, dan statigrafi tanah.

2. Menentukan bentuk dan dimensi awal kepala dan pilar jembatan yang sesuai

dengan ketinggian dan kondisi sungai.

3. Menentukan bentuk fondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan

pilar jembatan

4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada kepala dan pilar jembatan.

5. Melakukan perhitungan mekanika teknik untuk mendapatkan gaya-gaya dalam.

6. Menentukan dimensi akhir dan penulangan berdasarkan gaya-gaya dalam tersebut.

Gambar E.21. Diagram alir proses desain struktur bawah jembatan

PENENTUAN BEBAN-BEBAN YANG BEKERJA • Beban mati dan bean lalu lintas pada struktur atas • Beban angin dan beban gempa pada struktur atas • Beban air dan tumbukan pada Pilar jemabatan

EVALUASI DATA

PRADESAIN a. Type/model struktur b Lebar jembatan c. Bentang jembatan d. Posisi / letak Pilar/pylon dan kepala jembatan e. Bentuk Pilar/Pylon dan kepala jembatan f. Posisi struktur atas terhadap MAB/HWS/bangunan lain yang ada

dibawahnya g. Bahan Pilar/Pylon dan dan kepala jembatan

Perhitungan strukturDesain akhir Modifikasi

Gambar

SURVEY

PENGUMPULAN DATA • Penampang sungai • Permukaan air banjir dan

normal

Page 27: Buku Perencanaan Teknik

23

2.4.3 Perencanaan Pondasi

1. Menentukan letak /posisi fondasi dibawah rencana kepala jembatan atau pilar,

2. Melakukan penyelidikan tanah pada tempat dimana kepala dan pilar jembatan

akan diletakkan.

3. Menentukan bentuk fondasi yang sesuai dengan kondisi tanah dibawah kepala dan

pilar jembatan

4. Menentukan beban-beban yang bekerja pada fondasi, yang berasal dari aksi

kepala dan pilar jembatan .

5. Melakukan perhitungan mekanika untuk mendapatkan gaya-gaya luar dari tekanan

tanah, gaya reaksi sebagai daya dukung tanah, dan gaya-gaya dalam pada tubuh

pondasi.

6. Menentukan dimensi dan pendetailan penampang berdasarkan gaya-gaya dalam

tersebut.

7. Pengecekan kapasitas pondasi yang didasarkan kepada:

8. Kapasitas fondasi harus proposional sesuai dengan bahan yang di gunakan.

9. Kapasitas fondasi ditentukan oleh kapasitas tanah.

10. Kapasitas fondasi ditentukan oleh kestabilan tanah pendukungnya, termasuk

keruntuhan akibat gelincir.

11. Kontrol ketahanan fondasi terhadap kemungkinan : geser, guling dan penurunan,

jika fondasi tidak didudukkan pada lapisan tanah yang keras,

Page 28: Buku Perencanaan Teknik

24

     

   

BAB III PEMBEBANAN JEMBATAN

 

Perhitungan pembebanan rencana mengacu pada BMS’92 dengan revisi Bagian 2

menggunakan RSNI T-02-2005, meliputi beban rencana permanen (tetap), lalu lintas, beban

akibat lingkungan, dan beban pengaruh aksi-aksi lainnya.

3.1. Aksi dan beban tetap a. Umum

1) Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera

dalam Gambar C. dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan;

2) Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan

percepatan gravitasi g. Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini

adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam

bahan diberikan dalam Tabel C.3;

3) Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan batas,

akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat

digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan masa diambil

dari suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan

tepat, maka Perencana harus memilih-milih harga tersebut untuk mendapatkan

keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan sesuai dengan yang

tercantum dalam standar ini dan tidak boleh diubah;

4) Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan

elemen-elemen non-struktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap

sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang

terkurangi. Perencana jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam

menentukan elemen-elemen tersebut;

Page 29: Buku Perencanaan Teknik

25

     

   

b. Berat sendiri

Tabel C. 2 Faktor beban untuk berat sendiri

JANGKA WAKTU

FAKTOR BEBAN K Biasa Terkurangi

Tetap

Baja, aluminium 1,0 Beton pracetak 1,0 Beton dicor ditempat 1,0 Kayu 1,0

1,1 1,2 1,3 1,4

0,9 0,85 0,75 0,7

Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-

elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan

bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non

struktural yang dianggap tetap.

Tabel C. 3 Berat isi untuk beban mati [ kN/m³ ]

No.

Bahan

Berat/Satuan Isi

(kN/m3)

Kerapatan Masa

(kg/m3)

1 Campuran aluminium 26.7 2720

2 Lapisan permukaan beraspal

22.0 2240

3 Besi tuang 71.0 7200

4 Timbunan tanah dipadatkan

17.2 1760

5 Kerikil dipadatkan 18.8-22.7 1920-2320

6 Aspal beton 22.0 2240

7 Beton ringan 12.25-19.6 1250-2000

8 Beton 22.0-25.0 2240-2560

9 Beton prategang 25.0-26.0 2560-2640

10 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600

11 Timbal 111 11 400

12 Lempung lepas 12.5 1280

13 Batu pasangan 23.5 2400

14 Neoprin 11.3 1150

15 Pasir kering 15.7-17.2 1600-1760

16 Pasir basah 18.0-18.8 1840-1920

17 Lumpur lunak 17.2 1760

Page 30: Buku Perencanaan Teknik

26

     

   

18 Baja 77.0 7850

19 Kayu (ringan) 7.8 800

20 Kayu (keras) 11.0 1120

21 Air murni 9.8 1000

22 Air garam 10.0 1025

23 Besi tempa 75.5 7680

c. Beban mati tambahan / utilitas

Tabel C. 4 Faktor beban untuk beban mati tambahan

1) Pengertian dan persyaratan

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban

pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat

berubah selama umur jembatan.Dalam hal tertentu harga KMA yang telah

berkurang boleh digunakan dengan persetujuan Instansi yang berwenang. Hal ini

bisa dilakukan apabila instansi tersebut mengawasi beban mati tambahan sehingga

tidak dilampaui selama umur jembatan. Pasal ini tidak berlaku untuk tanah yang

bekerja pada jembatan. Faktor beban yang digunakan untuk tanah yang bekerja

pada jembatan ini diperhitungkan sebagai tekanan tanah pada arah vertikal.

2) Ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan kembali permukaan

Kecuali ditentukan lain oleh Instansi yang berwenang, semua jembatan harus

direncanakan untuk bisa memikul beban tambahan yang berupa aspal beton

setebal 50 mm untuk pelapisan kembali dikemudian hari. Lapisan ini harus

ditambahkan pada lapisan permukaan yang tercantum dalam Gambar C..

Pelapisan kembali yang diizinkan adalah merupakan beban nominal yang

dikaitkan dengan faktor beban untuk mendapatkan beban rencana.

3) Sarana lain di jembatan

Page 31: Buku Perencanaan Teknik

27

     

   

Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada jembatan harus

dihitung setepat mungkin. Berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan

lain-lainnya harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh sehingga kondisi yang paling

membahayakan dapat diperhitungkan.

d. Pengaruh penyusutan dan rangkak

Tabel C. 5 Faktor beban akibat penyusutan dan rangkak

Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatan-

jembatan beton. Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari

jembatan. Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan

lainnya, maka harga dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum

(misalnya pada waktu transfer dari beton prategang).

Pengaruh prategang

Tabel C. 6 Faktor beban akibat pengaruh prategang JANGKA WAKTU

FAKTOR BEBAN

SPRK U

PRK

Tetap 1,0 1,0 (1,15 pada prapenegangan)

Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen yang

terkekang pada bangunan statis tidak tentu. Pengaruh sekunder tersebut harus

diperhitungkan baik pada batas daya layan ataupun batas ultimit.

Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah

kehilangan tegangan dalam kombinasinya dengan beban-beban lainnya.

Pengaruh utama dari prategang adalah sebagai berikut:

Page 32: Buku Perencanaan Teknik

28

     

   

1) Pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai

suatu sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus

dihitung dengan menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1,0;

2) pada keadaan batas ultimit, pengaruh utama dari prategang tidak dianggap sebagai

beban yang bekerja, melainkan harus tercakup dalam perhitungan kekuatan unsur.

Tekanan tanah

Tabel C. 7 Faktor beban akibat tekanan tanah

JANGKA WAKTU

DESKRIPSI

FAKTOR BEBAN

STAK

UTAK

Biasa Terkurangi

Tetap

Tekanan tanah vertikal 1,0 1,25

(1) 0,80

Tekanan tanah lateral - aktif - pasif - keadaan diam

1,0 1,0 1,0

1,25 1,40

0,80 0,70

lihat penjelasan

1) Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah. Sifat-sifat

tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain

sebagainya) bisa diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah;

2) Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-sifat

bahan tanah;

3) Tekanan tanah lateral daya layan dihitung berdasarkan harga nominal dari ws, c

dan φ;

4) Tekanan tanah lateral ultimit dihitung dengan menggunakan harga nominal dari

ws dan harga rencana dari c dan φ. Harga-harga rencana dari c dan φ diperoleh

dari harga nominal dengan menggunakan Faktor Pengurangan Kekuatan KR,

seperti terlihat dalam Tabel C. 8. Tekanan tanah lateral yang diperoleh masih

berupa harga nominal dan selanjutnya harus dikalikan dengan Faktor Beban yang

cukup seperti yang tercantum dalam Pasal ini;

5) Pengaruh air tanah harus diperhitungkan.

Page 33: Buku Perencanaan Teknik

29

     

   

Tabel C. 8 Sifat-sifat untuk tekanan tanah Sifat-sifat Bahan untuk Menghitung Tekanan Tanah

Keadaan Batas Ultimit Biasa Terkurangi

ws* = Aktif: (1) φ* = c* =

ws

tan-1 ( RKφ tan φ)

RCK c (3)

ws

tan-1 [(tan φ) ⁄ RKφ ]

c ⁄ RCK

ws* = Pasif: (1) φ* = c* =

ws

tan-1 [(tan φ) ⁄ RKφ ]

c ⁄ RCK

ws

tan-1 ( RKφ tan φ)

RCK c (3)

Vertikal: ws* = ws ws

CATATAN (1) Harga rencana untuk geseran dinding, δ*, harus dihitung dengan cara yang sama seperti φ*

CATATAN (2) RKφ dan RCK adalah faktor reduksi kekuatan bahan

CATATAN (3) Nilai φ* dan c* minimum berlaku umum untuk tekanan tanah aktif dan pasif

6) Tanah dibelakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang

bekerja apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif

teoritis (lihat Gambar C. 2). Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan

tanah setebal 0,6 m yang bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati

oleh beban lalu lintas tersebut. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk

menghitung tekanan tanah dalam arah lateral saja, dan faktor beban yang

digunakan harus sama seperti yang telah ditentukan dalam menghitung tekanan

tanah arah lateral. Faktor pengaruh pengurangan dari beban tambahan ini harus

nol.

7) Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada

Keadaan Batas Ultimit. Apabila keadaan demikian timbul, maka Faktor Beban

Ultimit yang digunakan untuk menghitung harga rencana dari tekanan tanah dalam

keadaan diam harus sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor

Beban Daya Layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah 1,0, tetapi

dalam pemilihan harga nominal yang memadai untuk tekanan harus hati-hati.

Page 34: Buku Perencanaan Teknik

30

     

   

Gambar C. 1 Tambahan beban hidup

Pengaruh tetap pelaksanaan

Tabel C. 9 Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan

Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban muncul disebabkan oleh metoda dan urut-

urutan pelaksanaan jembatan beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi

lainnya, seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini

tetap harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang

sesuai.

Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya,

maka pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas ultimit

dengan menggunakan faktor beban yang tercantum dalam Pasal ini.

Page 35: Buku Perencanaan Teknik

31

     

   

3.2. Beban lalu lintas a. Umum

Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban

truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan

menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan

kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung

pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.

Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada

beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak

pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya

satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana.

Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan

yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan

untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.

Dalam keadaan tertentu beban "D" yang harganya telah diturunkan atau dinaikkan

mungkin dapat digunakan.

b. Lajur lalu lintas rencana

Lajur lalu lintas Rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur

lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam Tabel C.

11.

Lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.

c. Beban lajur “D”

Tabel C. 10 Faktor beban akibat beban lajur “D”

Intensitas dari beban “D”

1) Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan

beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar C. 3;

Page 36: Buku Perencanaan Teknik

32

     

   

Tabel C. 11 Jumlah lajur lalu lintas rencana Tipe Jembatan (1) Lebar Jalur Kendaraan (m) (2) Jumlah Lajur Lalu lintas

Rencana (nl)

Satu lajur 4,0 - 5,0 1

Dua arah, tanpa median 5,5 - 8,25 11,3 - 15,0

2 (3) 4

Banyak arah

8,25 - 11,25 11,3 - 15,0

15,1 - 18,75 18,8 - 22,5

3 4 5 6

CATATAN (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang.

CATATAN (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah.

CATATAN (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyiap.

2) Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q

tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut:

L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa (1)

L > 30m :q = 9,0 kPaL⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

+15

5,0 (2)

dengan pengertian :

q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan

L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Hubungan ini bisa dilihat dalam Gambar C. 4.

Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan.

BTR mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan

pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Dalam hal ini L

adalah jumlah dari masing-masing panjang beban-beban yang dipecah seperti terlihat

dalam Gambar C. 6.

3) Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus

terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m.

Page 37: Buku Perencanaan Teknik

33

     

   

Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT

kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada

bentang lainnya. Ini bisa dilihat dalam Gambar C. 6.

Gambar C. 2 Beban lajur “D”

Gambar C. 3 Beban “D” : BTR vs panjang yang dibebani

Penyebaran beban "D" pada arah melintang

Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen

maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah

0123456789

10

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110Panjang dibebani (m)

BTR

Page 38: Buku Perencanaan Teknik

34

     

   

melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai

berikut:

1) bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D"

harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 % ;

2) apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah

lajur lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan (Tabel C. 11), dengan intensitas 100 %.

Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar nl x 2,75 q kN/m dan beban terpusat

ekuivalen sebesar nl x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur

selebar nl x 2,75 m;

3) lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada

jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari

jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam

Gambar C. 5;

Gambar C. 4 Penyebaran pembebanan pada arah melintang 4) luas jalur yang ditempati median yang dimaksud dalam Pasal ini harus dianggap bagian

jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat dari

penghalang lalu lintas yang tetap.

b

nl x 2,75 

Page 39: Buku Perencanaan Teknik

35

     

   

Respon terhadap beban lalu lintas “D“

Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan

geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan mempertimbangkan beban

lajur “D” tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan

intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai.

Page 40: Buku Perencanaan Teknik

36

     

   

Gambar C. 5 Susunan pembebanan “D”

Page 41: Buku Perencanaan Teknik

37

     

   

d. Pembebanan truk "T"

Tabel C. 12 Faktor beban akibat pembebanan truk “T”

Besarnya pembebanan truk “T”

Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan

dan berat as seperti terlihat dalam Gambar C. 7. Berat dari masing-masing as disebarkan

menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan

permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m

untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Gambar C. 6 Pembebanan truk “T” (500 kN)

Page 42: Buku Perencanaan Teknik

38

     

   

Posisi dan penyebaran pembebanan truk "T" dalam arah melintang

Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk "T"

yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana.

Kendaraan truk "T" ini harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti

terlihat dalam Gambar C. 7. Jumlah maksimum lajur lalu lintas, akan tetapi jumlah lebih

kecil bisa digunakan dalam perencanaan apabila menghasilkan pengaruh yang lebih

besar. Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus digunakan. Lajur

lalu lintas rencana bisa ditempatkan dimana saja pada lajur jembatan.

Respon terhadap beban lalu lintas “T”

Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan

geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan:

1) menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan faktor yang

diberikan dalam Tabel C. 13;

Tabel C. 13 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T”

Jenis bangunan atas Jembatan jalur tunggal Jembatan jalur majemuk

Pelat lantai beton di atas: balok baja I atau

balok beton pratekan balok beton bertulang

T balok kayu

S/4,2 (bila S > 3,0 m lihat Catatan 1)

S/4,0

(bila S > 1,8 m lihat Catatan 1) S/4,8

(bila S > 3,7 m lihat Catatan 1)

S/3,4 (bila S > 4,3 m lihat Catatan 1)

S/3,6

(bila S > 3,0 m lihat Catatan 1) S/4,2

(bila S > 4,9 m lihat Catatan 1)

Lantai papan kayu S/2,4 S/2,2

Lantai baja gelombang tebal 50 mm atau lebih S/3,3 S/2,7

Kisi-kisi baja:

kurang dari tebal 100 mm

tebal 100 mm atau lebih

S/2,6

S/3,6

S/2,4

S/3,0

Page 43: Buku Perencanaan Teknik

39

     

   

(bila S > 3,6 m lihat Catatan 1) (bila S > 3,2 m lihat Catatan 1)

CATATAN 1 Dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana.

CATATAN 2 Geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh S/faktor ≥ 0,5.

CATATAN 3 S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m).

2) momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan dapat

digunakan untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok dalam arah

melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m;

3) bentang efektif S diambil sebagai berikut:

i. untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian), S =

bentang bersih;

ii. untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor

menjadi kesatuan, S = bentang bersih + setengah lebar dudukan tumpuan.

e. Klasifikasi pembebanan lalu lintas

Pembebanan lalu lintas yang dikurangi

Dalam keadaan khusus, dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan

"D" setelah dikurangi menjadi 70 % bisa digunakan. Pembebanan lalu lintas yang

dikurangi harga berlaku untuk jembatan darurat atau semi permanen.

Faktor sebesar 70 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang

dihitung dari BTR dan BGT.

Faktor pengurangan sebesar 70 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T"

atau gaya rem pada arah memanjang jembatan.

Page 44: Buku Perencanaan Teknik

40

     

   

Pembebanan lalu lintas yang berlebih (overload)

Dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D" dapat diperbesar di

atas 100 % untuk jaringan jalan yang dilewati kendaraan berat. Faktor pembesaran di

atas 100 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT dan gaya sentrifugal yang dihitung dari

BTR dan BGT.

Faktor pembesaran di atas 100 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T"

atau gaya rem pada arah memanjang jembatan.

f. Faktor beban dinamis

1) Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang

bergerak dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari

suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan

frekuensi dari getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan

sebagai beban statis ekuivalen.

2) Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari Pembebanan Truk

"T" harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang

bergerak dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari

beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit.

3) Untuk pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang

ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar C. 8. Untuk bentang tunggal panjang

bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk

bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus:

LE = maxLLav (3)

dengan pengertian :

Lav adalah panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan

secara menerus

Lmax adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang

disambung

secara menerus.

4) Untuk pembebanan truk "T": FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung

digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah.

Page 45: Buku Perencanaan Teknik

41

     

   

Untuk bagian bangunan bawah dan fondasi yang berada dibawah garis

permukaan, harga FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada

garis permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m.

Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan struktur baja-

tanah, harga FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan

jangan kurang dari 10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa

diinterpolasi linier. Harga FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih

harus diterapkan untuk bangunan seutuhnya.

Gambar C. 7 Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan lajur “D”

g. Gaya rem

Tabel C. 14 Faktor beban akibat gaya rem

Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus

ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan

gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu

lintas (Tabel C. 11 dan Gambar C. 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis

dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah

 

0

10

20

30

40

50

0 50 100 150 200

FBD

Bentang (m)

Page 46: Buku Perencanaan Teknik

42

     

   

sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai

kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m,

digunakan rumus 1: q = 9 kPa.

Dalam memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan bangunan

bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan

ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan.

Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas

vertikal. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya

rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit

terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.

Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak

berlaku untuk gaya rem.

Gambar C. 8 Gaya rem per lajur 2,75 m (KBU)

h. Gaya sentrifugal

Tabel C. 15 Faktor beban akibat gaya sentrifugal

0

100

200

300

400

500

0 50 100 150 200 250Bentang (m)

Gaya

rem

(kN)

Page 47: Buku Perencanaan Teknik

43

     

   

Jembatan yang berada pada tikungan harus memperhitungkan bekerjanya suatu gaya

horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan.

Gaya horisontal tersebut harus sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada

pada semua jalur lalu lintas (Tabel C. 11 dan Gambar C. 5), tanpa dikalikan dengan

faktor beban dinamis. Beban lajur D disini tidak boleh direduksi bila panjang bentang

melebihi 30 m. Untuk kondisi ini rumus 1; dimana q = 9 kPa berlaku.

Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR

berlaku untuk gaya sentrifugal.

Gaya sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan "D" atau "T"

dengan pola yang sama sepanjang jembatan.

Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut:

TTR = 0,79 TTr

V 2

(4)

dengan pengertian :

TTR adalah gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan

TT adalah Pembebanan lalu lintas total yang bekerja pada bagian yang sama (TTR dan

TT mempunyai satuan yang sama)

V adalah kecepatan lalu lintas rencana (km/jam)

R adalah jari-jari lengkungan (m)

i. Pembebanan untuk pejalan kaki

Tabel C. 16 Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki

Page 48: Buku Perencanaan Teknik

44

     

   

Gambar C. 9 Pembebanan untuk pejalan kaki

Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul

pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.

Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk

memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar C. 10.

Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau.

Untuk jembatan, pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki jangan diambil secara

bersamaan pada keadaan batas ultimit (lihat Tabel C. 39).

Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka

trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.

j. Beban tumbukan pada penyangga jembatan

Tabel C. 17 Faktor beban akibat beban tumbukan pada penyangga jembatan

Page 49: Buku Perencanaan Teknik

45

     

   

Pilar yang mendukung jembatan yang melintas jalan raya, jalan kereta api dan

navigasi sungai harus direncanakan mampu menahan beban tumbukan. Kalau tidak,

pilar harus direncanakan untuk diberi pelindung.

Apabila pilar yang mendukung jembatan layang terletak dibelakang penghalang, maka

pilar tersebut harus direncanakan untuk bisa menahan beban statis ekuivalen sebesar

1000 kN yang bekerja membentuk sudut 10° dengan sumbu jalan yang terletak

dibawah jembatan. Beban ini bekerja 1.8 m diatas permukaan jalan. Beban rencana

dan beban mati rencana pada bangunan harus ditinjau sebagai batas daya layan.

k. Tumbukan dengan kapal

1) Resiko terjadinya tumbukan kapal dengan jembatan harus diperhitungkan dengan

meninjau keadaan masing-masing lokasi untuk parameter berikut:

a) jumlah lalu lintas air;

b) tipe, berat dan ukuran kapal yang menggunakan jalan air;

c) kecepatan kapal yang menggunakan jalan air;

d) kecepatan arus dan geometrik jalan air disekitar jembatan termasuk pengaruh

gelombang;

e) lebar dan tinggi navigasi dibawah jembatan, teristimewa yang terkait dengan

lebar jalan air yang bisa dilalui;

f) pengaruh tumbukan kapal terhadap jembatan.

2) Sistem fender yang terpisah harus dipasang dalam hal-hal tertentu, dimana:

a) resiko terjadinya tumbukan sangat besar; dan

b) kemungkinan gaya tumbukan yang terjadi terlalu besar untuk dipikul sendiri

oleh jembatan.

3) Sistem fender harus direncanakan dengan menggunakan metoda yang berdasarkan

kepada penyerapan energi tumbukan akibat terjadinya deformasi pada fender.

Metoda dan kriteria perencanaan yang digunakan harus mendapat persetujuan dari

Instansi yang berwenang;

4) Fender harus mempunyai pengaku dalam arah horisontal untuk meneruskan gaya

tumbukan keseluruh elemen penahan tumbukan. Bidang pengaku horisontal ini

harus ditempatkan sedekat mungkin dengan permukaan dimana tumbukan akan

terjadi. Jarak antara fender dengan pilar jembatan harus cukup sehingga tidak akan

terjadi kontak apabila beban tumbukan bekerja;

Page 50: Buku Perencanaan Teknik

46

     

   

5) Fender atau pilar tanpa fender harus direncanakan untuk bisa menahan tumbukan

tanpa menimbulkan kerusakan yang permanen (pada batas daya layan). Ujung

kepala fender, dimana energi kinetik paling besar yang terjadi akibat tumbukan

diserap, harus diperhitungkan dalam keadaan batas ultimit.

3.3. Aksi lingkungan

a. Umum

Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan

penyebab-penyebab alamiah lainnya.

Besarnya beban rencana yang diberikan dalam standar ini dihitung berdasarkan analisa

statistik dari kejadian-kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal

khusus yang mungkin akan memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai

tanggung jawab untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian khusus setempat dan harus

memperhitungkannya dalam perencanaan.

b. Penurunan

Tabel C. 18 Faktor beban akibat penurunan

Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang

diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh

penurunan mungkin bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur

tanah.

Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap bahan fondasi

yang digunakan. Apabila perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian

akan tetapi besarnya penurunan diambil sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan

tersebut merupakan batas atas dari penurunan yang bakal terjadi. Apabila nilai

penurunan ini adalah besar, perencanaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan

harus memuat ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan tersebut.

Page 51: Buku Perencanaan Teknik

47

     

   

c. Pengaruh temperatur / suhu

Tabel C. 19 Faktor beban akibat pengaruh temperatur/suhu

Tabel C. 20 Temperatur jembatan rata-rata nominal

Tipe Bangunan Atas Temperatur Jembatan Rata-rata Minimum (1)

Temperatur Jembatan Rata-rata Maksimum

Lantai beton di atas gelagar atau boks beton.

15°C

40°C

Lantai beton di atas gelagar, boks atau rangka baja.

15°C

40°C

Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka baja.

15°C

45°C

CATATAN (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk lokasi

yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.

Tabel C. 21 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur

Bahan Koefisien Perpanjangan Akibat Suhu

Modulus Elastisitas MPa

Baja 12 x 10-6 per °C 200.000 Beton: Kuat tekan <30 MPa Kuat tekan >30 MPa

10 x 10-6 per °C 11 x 10-6 per °C

25.000 34.000

Aluminium 24 x 10-6 per °C 70.000

Pengaruh temperatur dibagi menjadi:

1) variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung pergerakan

pada temperatur dan sambungan pelat lantai, dan untuk menghitung beban akibat

terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut;

Variasi temperatur rata-rata berbagai tipe bangunan jembatan diberikan dalam Tabel

C. 20. Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang

Page 52: Buku Perencanaan Teknik

48

     

   

digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan gaya yang terjadi diberikan

dalam Tabel C. 21.

Perencana harus menentukan besarnya temperatur jembatan rata-rata yang

diperlukan untuk memasang sambungan siar muai, perletakan dan lain sebagainya,

dan harus memastikan bahwa temperatur tersebut tercantum dalam Gambar C.

rencana.

2) variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan temperatur

disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari diwaktu siang pada bagian

atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh permukaan

jembatan diwaktu malam. Gradien temperatur nominal arah vertikal untuk

berbagai tipe bangunan atas diberikan dalam Gambar C. 11.

Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau gradien

perbedaan temperatur dalam arah melintang.

d. Aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu

Tabel C. 22 Faktor beban akibat aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu

1) Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung

kepada kecepatan sebagai berikut:

TEF = 0,5 CD ( Vs )2 Ad [ kN ] (5)

dengan pengertian :

Vs adalah kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau.

Yang dimaksud dalam Pasal ini, kecepatan batas harus dikaitkan dgn periode ulang

dalam Tabel C. 23.

CD adalah koefisien seret - lihat Gambar C. 12.

Ad adalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama

dengan kedalaman aliran - lihat Gambar C. 13.

Page 53: Buku Perencanaan Teknik

49

     

   

Gambar C. 10 Gradien perbedaan temperatur

Page 54: Buku Perencanaan Teknik

50

     

   

Tabel C. 23 Periode ulang banjir untuk kecepatan air Keadaan Batas Periode Ulang

Banjir Faktor Beban

Daya layan - untuk semua jembatan 20 tahun 1.0 Ultimit: Jembatan besar dan penting (1) Jembatan permanen Gorong-gorong (2) Jembatan sementara

100 tahun

50 tahun

50 tahun

20 tahun

2.0

1.5

1.0

1.5

CATATAN (1) Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh Instansi

yang berwenang

CATATAN (2) Gorong-gorong tidak mencakup bangunan drainase

2) Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang

akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak

lurus gaya seret, adalah:

TEF = 0,5 CD ( Vs )2 AL [ kN ] (6)

dengan pengertian :

VS adalah kecepatan air (m/dt) seperti didefinisikan dalam rumus (5)

CD adalah koefisien angkat - lihat Gambar C. 12

AL adalah luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2), dengan tinggi sama dengan

kedalaman aliran - lihat Gambar C. 13.

3) Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret (CD) yang bekerja

disekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil

sebesar

CD = 2,2 (7)

kecuali apabila data yang lebih tepat tersedia, untuk jembatan yang terendam, gaya

angkat akan meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding.

Perhitungan untuk gaya-gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnya AL

diambil sebagai luas dari daerah lantai jembatan.

Page 55: Buku Perencanaan Teknik

51

     

   

Gambar C. 11 Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar

4) Gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan (5)

dengan :

CD = 1,04 (8)

AD = luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2)

Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung

seperti berikut:

• untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas, luas

benda hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa

kedalaman minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air banjir.

Panjang hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah

bentang yang berdekatan atau 20m, diambil yang terkecil dari kedua harga ini.

• untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan

diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau

penghalang lalu lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda

hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat

menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang

arah aliran 

Page 56: Buku Perencanaan Teknik

52

     

   

hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah

bentang yang berdekatan.

Gambar C. 12 Luas proyeksi pilar untuk gaya-gaya aliran

5) Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap

bahwa batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran

rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis

ekuivalen dari pilar dengan rumus

TEF = ( )dVM a

2

[ kN ] (9)

dengan pengertian :

M adalah massa batang kayu = 2 ton

Va adalah kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.

Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram

kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs.

d adalah lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel C. 24

Page 57: Buku Perencanaan Teknik

53

     

   

Tabel C. 24 Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu Tipe Pilar d (m)

Pilar beton masif

Tiang beton perancah

Tiang kayu perancah

0.075

0.150

0.300

Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya jangan diambil secara

bersamaan. Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya

angkat dan gaya seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus

ditinjau sebagai aksi transien.

e. Tekanan hidrostatis dan gaya apung

Tabel C. 25 Faktor beban akibat tekanan hidrostatis dan gaya apung

1) Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan dan

digunakan untuk menghitung tekanan hidrostatis dan gaya apung. Dalam

menghitung pengaruh tekanan hidrostatis, kemungkinan adanya gradien hidrolis

yang melintang bangunan harus diperhitungkan;

2) Bangunan penahan-tanah harus direncanakan mampu menahan pengaruh total dari

air tanah kecuali jika timbunan betul-betul bisa mengalirkan air. Sistem drainase

demikian bisa merupakan irisan dari timbunan yang mudah mengalirkan air

dibelakang dinding, dengan bagian belakang dari irisan naik dari dasar dinding

pada sudut maksimum 60° dari arah horisontal;

3) Pengaruh daya apung harus ditinjau terhadap bangunan atas yang mempunyai

rongga atau lobang dimana kemungkinan udara terjebak, kecuali apabila ventilasi

udara dipasang. Daya apung harus ditinjau bersamaan dengan gaya akibat aliran.

Page 58: Buku Perencanaan Teknik

54

     

   

Dalam memperkirakan pengaruh daya apung, harus ditinjau beberapa ketentuan

sebagai berikut:

• pengaruh daya apung pada bangunan bawah (termasuk tiang) dan beban mati

bangunan atas;

• syarat-syarat sistem ikatan dari bangunan atas;

• syarat-syarat drainase dengan adanya rongga-rongga pada bagian dalam

supaya air bisa keluar pada waktu surut.

f. Beban angin

Tabel C. 26 Faktor beban akibat beban angin

1) Pasal ini tidak berlaku untuk jembatan yang besar atau penting, seperti yang

ditentukan oleh Instansi yang berwenang. Jembatan-jembatan yang demikian

harus diselidiki secara khusus akibat pengaruh beban angin, termasuk respon

dinamis jembatan;

2) Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan

angin rencana seperti berikut:

TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] (10)

dengan pengertian :

VW adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau

CW adalah koefisien seret - lihat Tabel C. 27

Ab adalah luas ekuivalen bagian samping jembatan (m2)

Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel C. 28.

3) Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif

dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas

ekivalen ini dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian

terluar;

4) Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas;

Page 59: Buku Perencanaan Teknik

55

     

   

Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata

tambahan arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti

diberikan dengan rumus:

TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] (11)

dengan pengertian :

CW = 1.2 (12)

Tabel C. 27 Koefisien seret CW Tipe Jembatan CW

Bangunan atas masif: (1), (2) b/d = 1.0 b/d = 2.0 b/d ≥ 6.0

2.1 (3) 1.5 (3) 1.25 (3)

Bangunan atas rangka 1.2 CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif

CATATAN (2) Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier

CATATAN (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3 % untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 %

Tabel C. 28 Kecepatan angin rencana VW

Keadaan Batas Lokasi Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai

Daya layan 30 m/s 25 m/s

Ultimit 35 m/s 30 m/s

g. Pengaruh gempa

Tabel C. 29 Faktor beban akibat pengaruh gempa

Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit.

Page 60: Buku Perencanaan Teknik

56

     

   

Beban horizontal statis ekuivalen

Pasal ini menetapkan metoda untuk menghitung beban statis ekuivalen untuk

jembatan-jembatan dimana analisa statis ekuivalen adalah sesuai. Untuk jembatan

besar, rumit dan penting mungkin diperlukan analisa dinamis. Lihat standar

perencanaan beban gempa untuk jembatan (Pd.T.04.2004.B). Beban rencana gempa

minimum diperoleh dari rumus berikut:

T*EQ = Kh I WT (13)

dimana:

Kh = C S (14)

dengan pengertian :

T*EQ adalah Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)

Kh adalah Koefisien beban gempa horisontal

C adalah Koefisien geser dasar untuk daerah ,waktu dan kondisi setempat yang sesuai

I adalah Faktor kepentingan

S adalah Faktor tipe bangunan

WT adalah Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa,

diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)

Koefisien geser dasar C diperoleh dari Gambar C. 14 dan sesuai dengan daerah

gempa, fleksibilitas tanah dibawah permukaan dan waktu getar bangunan. Gambar C.

15 digunakan untuk menentukan pembagian daerah.

Kondisi tanah dibawah permukaan dicantumkan berupa garis dalam Gambar C. 14 dan

digunakan untuk memperoleh koefisien geser dasar. Kondisi tanah dibawah

permukaan didefinisikan sebagai teguh, sedang dan lunak sesuai dengan kriteria yang

tercantum dalam Tabel C. 30. Untuk lebih jelasnya, perubahan titik pada garis dalam

Gambar C. 14 diberikan dalam Tabel C. 31.

Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus

dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan

kekakuan dan fleksibilitas dari sistem fondasi.

Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus

berikut bisa digunakan:

Page 61: Buku Perencanaan Teknik

57

     

   

T = 2π P

TP

gKW

(15)

dengan pengertian :

T adalah waktu getar dalam detik untuk freebody pilar dengan derajat kebebasan

tunggal pada jembatan bentang sederhana

g adalah percepatan gravitasi (m/dt2)

WTP adalah berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan

ditambah setengah berat dari pilar (bila perlu dipertimbangkan) (kN)

Kp adalah kekakuan gabungan sebagai gaya horisontal yang diperlukan untuk

menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kN/m)

Perhatikan bahwa jembatan biasanya mempunyai waktu getar yang berbeda pada arah

memanjang dan melintang sehingga beban rencana statis ekuivalen yang berbeda

harus dihitung untuk masing-masing arah.

Faktor kepentingan I ditentukan dari Tabel C. 32. Faktor lebih besar memberikan

frekuensi lebih rendah dari kerusakan bangunan yang diharapkan selama umur

jembatan.

Faktor tipe bangunan S yang berkaitan dengan kapasitas penyerapan energi

(kekenyalan) dari jembatan, diberikan dalam Tabel C. 33.

Page 62: Buku Perencanaan Teknik

58

     

   

Gambar C. 13 Koefisien geser dasar (C) plastis untuk analisis statis

Page 63: Buku Perencanaan Teknik

59

     

   

Gambar C. 14 Wilayah gempa Indonesia untuk periode ulang 500 tahun

Page 64: Buku Perencanaan Teknik

60

     

   

Tabel C. 30 Kondisi tanah untuk koefisien geser dasar

Jenis Tanah Tanah Teguh Tanah Sedang Tanah Lunak

Untuk seluruh jenis tanah

≤ 3 m

> 3 m sampai 25 m

> 25 m

Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 50 kPa:

≤ 6 m

> 6 m sampai 25 m

> 25 m

Pada tempat dimana hamparan tanah salah satunya mempunyai sifat kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata lebih besar dari 100 kPa, atau tanah berbutir yang sangat padat:

≤ 9 m

> 9 m sampai 25 m

> 25 m

Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 200 kPa:

≤ 12 m

> 12 m sampai 30 m

> 30 m

Untuk tanah berbutir dengan ikatan matrik padat:

≤ 20 m

> 20 m sampai 40 m

> 40 m

CATATAN (1) Ketentuan ini harus digunakan dengan mengabaikan apakah tiang pancang

diperpanjang sampai lapisan tanah keras yang lebih dalam

Ketentuan-ketentuan khusus untuk pilar tinggi

Untuk pilar tinggi berat pilar dapat menjadi cukup besar untuk mengubah respons

bangunan akibat gerakan gempa, maka beban statis ekuivalen arah horisontal pada

pilar harus disebarkan sesuai dengan Gambar C. 16.

Gambar C. 15 Beban gempa pada pilar tinggi

≥ 30 m 

Page 65: Buku Perencanaan Teknik

61

     

   

Beban vertikal statis ekuivalen

Kecuali seperti yang dicantumkan dalam Pasal ini, gaya vertikal akibat gempa boleh

diabaikan.

Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung dengan

menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0.1 g, yang harus

bekerja secara bersamaan dengan gaya horisontal yang dihitung. Gaya ini jangan

dikurangi oleh berat sendiri jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya gempa

vertikal bekerja pada bangunan berdasarkan pembagian massa, dan pembagian gaya

gempa antara bangunan atas dan bangunan bawah harus sebanding dengan kekakuan

relatif dari perletakan atau sambungannya.

Tabel C. 31 Titik belok untuk garis dalam Gambar C. 14

Daerah No. "T"

"C"

"T"

"C"

"T"

"C"

1

0,40

0,20

0,40

0,23

0,60

0,23

0,80

0,13

1,20

0,13

1,50

0,13

2

0,40

0,17

0,40

0,21

0,60

0,21

0,70

0,11

1,10

0,11

1,70

0,11

3

0,40

0,14

0,40

0,18

0,55

0,18

0,60

0,10

0,90

0,10

1,30

0,10

4

-

0,10

0,40

0,15

0,60

0,15

0,75

0,10

0,95

0,10

5

-

0,10

0,40

0,12

0,60

0,12

0,80

0,10

1,50

0,10

6

-

0,06

-

0,06

0,60

0,07

0,80

0,06

 

 

 

 

Page 66: Buku Perencanaan Teknik

62

     

   

Tabel C. 32 Faktor kepentingan 1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan pada

jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternatif.

1,2

2. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi.

1,0

3. Jembatan sementara (misal: Bailey) dan jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi.

0,8

Tabel C. 33 Faktor tipe bangunan

Tipe Jembatan (1)

Jembatan dengan Daerah

Sendi Beton Bertulang atau Baja

Jembatan dengan Daerah Sendi Beton

Prategang

Prategang Parsial (2)

Prategang Penuh (2)

Tipe A (3)

1,0 F

1,15 F

1,3 F

Tipe B (3)

1,0 F

1,15 F

1,3 F

Tipe C

3,0

3,0

3,0

CATATAN (1) Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masing- masing arah.

CATATAN (2) Yang dimaksud dalam Tabel C. ini, beton prategang parsial mempunyai prapenegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh beban total rencana.

CATATAN (3) F = Faktor perangkaan

= 1,25 – 0,025 n ; F ≥ 1,00

n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masing- masing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misalnya : bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan keleluasan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendiri- sendiri)

CATATAN (4) Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah)

Tipe B : jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah)

Tipe C : jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)

Page 67: Buku Perencanaan Teknik

63

     

   

Kantilever horisontal harus direncanakan untuk percepatan arah vertikal (ke atas atau

ke bawah) sebesar 0,1 g. Beban keatas jangan dikurangi oleh berat sendiri kantilever

dan bangunan pelengkapnya.

Tekanan tanah lateral akibat gempa

Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis) dihitung dengan

menggunakan faktor harga dari sifat bahan (faktor seperti yang diberikan dalam Tabel

C. 8), koefisien geser dasar C diberikan dalam Tabel C. 34 dan faktor kepentingan I

diberikan dalam Tabel C. 32. Faktor tipe struktur S untuk perhitungan kh harus

diambil sama dengan 1,0. Pengaruh dari percepatan tanah arah vertikal bisa diabaikan.

Tabel C. 34 Koefisien geser dasar untuk tekanan tanah lateral

Daerah Gempa

(1)

Koefisien Geser Dasar C Tanah Teguh

(2) Tanah Sedang

(2) Tanah Lunak

(2) 1 0,20 0,23 0,23 2 0,17 0,21 0,21 3 0,14 0,18 0,18 4 0,10 0,15 0,15 5 0,07 0,12 0,12 6 0,06 0,06 0,07

CATATAN (1) Daerah gempa bisa dilihat dalam Gambar C. 14.

CATATAN (2) Definisi dari teguh, sedang dan lunak dari tanah di bawah permukaan

diberikan dalam Tabel C. 30.

Bagian tertanam dari jembatan

Bila bagian-bagian jembatan, seperti pangkal, adalah tertanam, faktor tipe bangunan,

S, yang akan digunakan dalam menghitung beban statis ekuivalen akibat massa bagian

tertanam, harus ditentukan sebagai berikut:

a) bila bagian tertanam dari struktur dapat menahan simpangan horisontal besar

(konsisten dengan gerakan gempa) sebelum runtuh, dan sisa struktur dapat

mengikuti simpangan tersebut, maka S untuk bagian tertanam harus diambil sebesar

1,0;

b) bila bagian tertanam dari struktur tidak dapat menahan simpangan horisontal besar,

atau bila sisa struktur tidak dapat mengikuti simpangan tersebut, maka S untuk

bagian tertanam harus diambil sebesar 3,0.

Page 68: Buku Perencanaan Teknik

64

     

   

Koefisien geser dasar, C, untuk bagian-bagian tertanam dari struktur, harus sesuai

dengan Tabel C. 34.

Tekanan air lateral akibat gempa

Gaya gempa arah lateral akibat tekanan air ditentukan dalam Tabel C. 35. Gaya ini

dianggap bekerja pada bangunan pada kedalaman sama dengan setengah dari

kedalaman air rata-rata.

Ketinggian permukaan air yang digunakan untuk menentukan kedalaman air rata-rata

harus sesuai dengan:

c) untuk arus yang mengalir, ketinggian yang diambil dalam perencanaan adalah yang

terlampaui untuk rata-rata enam bulan untuk setiap tahun;

d) untuk arus pasang, diambil ketinggian permukaan air rata-rata.

Tabel C. 35 Gaya air lateral akibat gempa Tipe Bangunan Gaya Air Horisontal

Bangunan tipe dinding yg menahan air pd satu sisi 0,58 Kh I wo b h2 b/h ≤ 2 0,75 Kh I wo b2 h [1 - b / (4h)] Kolom, dimana: 2 < b/h ≤ 3,1 1,17 Kh I wo b h2 3,1 < b/h 0,38 kh I wo b2 h

dengan pengertian :

Kh adalah koefisien pembebanan gempa horisontal, seperti didefinisikan dalam

rumus (14)

I adalah faktor kepentingan dari Tabel C. 32

wo adalah berat isi air, bisa diambil 9,8 kN/m3

b adalah lebar dinding diambil tegak lurus dari arah gaya (m)

h adalah kedalaman air (m)

Page 69: Buku Perencanaan Teknik

65

     

   

3.4. Aksi-aksi lainnya a. Gesekan pada perletakan

Tabel C. 36 Faktor beban akibat gesekan pada perletakan

Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan

elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan menggunakan hanya

beban tetap, dan harga rata-rata dari koefisien gesekan (atau kekakuan geser apabila

menggunakan perletakan elastomer).

b. Pengaruh getaran

Umum

Getaran yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat diatas jembatan dan

akibat pejalan kaki pada jembatan penyeberangan merupakan keadaan batas daya

layan apabila tingkat getaran menimbulkan bahaya dan ketidak nyamanan seperti

halnya keamanan bangunan.

Jembatan

Getaran pada jembatan harus diselidiki untuk keadaan batas daya layan terhadap

getaran. Satu lajur lalu lintas rencana dengan pembebanan "beban lajur D", dengan

faktor beban 1,0 harus ditempatkan sepanjang bentang agar diperoleh lendutan statis

maksimum pada trotoar. Lendutan ini jangan melampui apa yang diberikan dalam

Gambar C. 17. untuk mendapatkan tingkat kegunaan pada pejalan kaki.

Walaupun Pasal ini mengizinkan terjadinya lendutan statis yang relatif besar akibat

beban hidup, perencana harus menjamin bahwa syarat-syarat untuk kelelahan bahan

dipenuhi.

Page 70: Buku Perencanaan Teknik

66

     

   

Gambar C. 16 Lendutan statis maksimum untuk jembatan

Jembatan penyeberangan Getaran pada bangunan atas untuk jembatan penyeberangan harus diselidiki pada keadaan

batas daya layan.

Perilaku dinamis dari jembatan penyeberangan harus diselidiki secara khusus.

Penyelidikan yang khusus ini tidak diperlukan untuk jembatan penyeberangan apabila

memenuhi batasan-batasan sebagai berikut:

a) perbandingan antara bentang dengan ketebalan dari bangunan atas kurang dari 30.

Untuk jembatan menerus, bentang harus diukur sebagai jarak antara titik-titik lawan

lendut untuk beban mati.

b) frekuensi dasar yang dihitung untuk getaran pada bangunan atas jembatan yang

terlentur harus lebih besar dari 3 Hz. Apabila frekuensi yang lebih rendah tidak

bisa dihindari, ketentuan dari butir c berikut bisa digunakan.

c) apabila getaran jembatan terlentur mempunyai frekuensi dasar yang dihitung

kurang dari 3 Hz, lendutan statis maksimum jembatan dengan beban 1,0 kN harus

kurang dari 2 mm.

Page 71: Buku Perencanaan Teknik

67

     

   

Masalah getaran untuk bentang panjang atau bangunan yang lentur

Perilaku dinamis jembatan dengan bentang lebih besar dari 100 m, jembatan gantung

dan struktur kabel (cable stayed) akibat kendaraan, angin atau beban lainnya harus

memperoleh penyelidikan yang khusus.

c. Beban pelaksanaan

Beban pelaksanaan terdiri dari:

a) beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri dan;

b) aksi lingkungan yang mungkin timbul selama waktu pelaksanaan.

Perencana harus membuat toleransi untuk berat perancah atau yang mungkin akan

dipikul oleh bangunan sebagai hasil dari metoda atau urutan pelaksanaan.

Perencana harus memperhitungkan adanya gaya yang timbul selama pelaksanaan dan

stabilitas serta daya tahan dari bagian-bagian komponen.

Apabila rencana tergantung pada metoda pelaksanaan, struktur harus mampu menahan

semua beban pelaksanaan secara aman. Ahli Teknik Perencana harus menjamin

bahwa tercantum cukup detail ikatan dalam Gambar C. untuk menjamin stabilitas

struktur pada semua tahap pelaksanaan. Cara dan urutan pelaksanaan, dan tiap

tahanan yang terdapat dalam rencana, harus didetail dengan jelas dalam Gambar C.

dan spesifikasi.

Selama waktu pelaksanaan jembatan, tiap aksi lingkungan dapat terjadi bersamaan

dengan beban pelaksanaan. Ahli Teknik Perencana harus menentukan tingkat

kemungkinan kejadian demikian dan menggunakan faktor beban sesuai untuk aksi

lingkungan yang bersangkutan.

Adalah tidak perlu untuk mempertimbangkan pengaruh gempa selama pelaksanaan

konstruksi.

3.5. Kombinasi beban a. Umum

Bab ini terbatas pada kombinasi gaya untuk keadaan batas daya layan dan keadaan

batas ultimit. Kombinasi untuk perencanaan tegangan kerja diberikan dalam Bab 10.

Aksi rencana digolongkan kedalam aksi tetap dan transien, seperti terlihat dalam Tabel

C. 37. Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe

yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan.

Page 72: Buku Perencanaan Teknik

68

     

   

Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan

faktor beban yang memadai.

Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu

biasa atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya harus diambil.

Tabel C. 37 Tipe aksi rencana Aksi Tetap Aksi Transien

Nama Simbol Nama Simbol Berat sendiri Beban mati tambahan Penyusutan/rangkak Prategang Pengaruh pelaksanaan tetap Tekanan tanah Penurunan

PMS PMA PSR PPR PPL

PTA PES

Beban lajur "D" Beban truk "T" Gaya rem Gaya sentrifugal Beban pejalan kaki Beban tumbukan Beban angin Gempa Getaran Gesekan pada perletakan Pengaruh temperatur Arus/hanyutan/tumbukan Hidro/daya apung Beban pelaksanaan

TTD TTT TTB TTR TTP TTC TEW TEQ TVI TBF

TET TEF

TEU TCL

b. Pengaruh umur rencana

Faktor beban untuk keadaan batas ultimit didasarkan kepada umur rencana jembatan

50 tahun. Untuk jembatan dengan umur rencana yang berbeda, faktor beban ultimit

harus diubah dengan menggunakan faktor pengali seperti yang diberikan dalam Tabel

C. 38.

Tabel C. 38 Pengaruh umur rencana pada faktor beban ultimit

Klasifikasi Jembatan Umur Rencana Kalikan KU Dengan - Aksi Tetap Aksi Transien

Jembatan sementara

Jembatan biasa

Jembatan khusus

20 tahun

50 tahun

100 tahun

1,0

1,0

1,0

0,87

1,00

1,10

Page 73: Buku Perencanaan Teknik

69

     

   

c. Kombinasi untuk aksi tetap

Seluruh aksi tetap yang sesuai untuk jembatan tertentu diharapkan bekerja bersama-

sama. Akan tetapi, apabila aksi tetap bekerja mengurangi pengaruh total, kombinasi

beban harus diperhitungkan dengan menghilangkan aksi tersebut, apabila kehilangan

tersebut bisa diterima.

d. Perubahan aksi tetap terhadap waktu

Beberapa aksi tetap, seperti halnya beban mati tambahan PMA, penyusutan dan

rangkak PSR, pengaruh prategang PPR dan pengaruh penurunan PES bisa berubah

perlahan-lahan berdasarkan kepada waktu. Kombinasi beban yang diambil termasuk

harga maksimum dan minimum dari semua aksi untuk menentukan pengaruh total

yang paling berbahaya.

e. Kombinasi pada keadaan batas daya layan

Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah pengaruh aksi

tetap dengan satu aksi transien.

Pada keadaan batas daya layan, lebih dari satu aksi transien bisa terjadi secara

bersamaan.

Faktor beban yang sudah dikurangi diterapkan dalam hal ini untuk mengurangi

kemungkinan dari peristiwa ini, seperti diberikan dalam Tabel C. 39. Kombinasi

beban yang lazim bisa dilihat dalam Tabel C. 40.

Tabel C. 39 Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan

Kombinasi primer Aksi tetap + satu aksi transien (cat.1), (cat.2)

Kombinasi sekunder Kombinasi primer + 0,7 × (satu aksi transien lainnya)

Kombinasi tersier Kombinasi primer + 0,5 × (dua atau lebih aksi transien)

CATATAN (1) Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan untuk membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TTR pada jembatan. Tidak ada faktor pengurangan yang harus digunakan apabila TTB atau TTR terjadi dalam kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi primer.

CATATAN (2) Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan pengaruh temperatur TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi beban.

Page 74: Buku Perencanaan Teknik

70

     

   

f. Kombinasi pada keadaan batas ultimit

Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dengan

satu pengaruh transien.

Gaya rem TTB atau gaya sentrifugal TTR bisa digabungkan dengan pembebanan lajur

"D" yaitu TTD atau pembebanan truk "T" yaitu TTT, dan kombinasinya bisa dianggap

sebagai satu aksi untuk kombinasi beban. Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh

temperatur TET bisa juga digabungkan dengan cara yang sama.

Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi dengan

aksi gempa.

Beberapa aksi kemungkinan dapat terjadi pada tingkat daya layan pada waktu yang

sama dengan aksi lainnya yang terjadi pada tingkat ultimit. Kemungkinan terjadinya

kombinasi seperti ini harus diperhitungkan, tetapi hanya satu aksi pada tingkat daya

layan yang dimasukkan pada kombinasi pembebanan.

Ringkasan dari kombinasi beban yang lazim diberikan dalam Tabel C. 40.

Page 75: Buku Perencanaan Teknik

    71

   

Tabel C. 40 Kombinasi beban umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimit

Aksi Kelayanan Ultimit 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

Aksi Permanen : Berat sendiri Beban mati tambahan Susut rangak Pratekan Pengaruh beban tetap pelaksanaan Tekanan tanah Penurunan

X X X X X X X X X X X X

Aksi Transien : Beban lajur “D“ atau beban truk “T”

X

O

O

O

O

X

O

O

O

O

Gaya rem atau gaya sentrifugal X O O O O X O O O Beban pejalan kaki X X Gesekan perletakan O O X O O O O O O O O Pengaruh suhu O O X O O O O O O O O Aliran / hanyutan / batang kayu dan hidrostatik / apung O O X O O O X O O Beban angin O O X O O O X O Aksi Khusus : Gempa

X

Beban tumbukan Pengaruh getaran X X Beban pelaksanaan X X

“ X ” berarti beban yang selalu aktip “ O ” berarti beban yang boleh dikombinasi dengan beban aktif, tunggal atau seperti ditunjukkan.

(1) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL + 1 beban “o” KBL (2) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL + 1 beban “o” KBL + 0,7 beban “o” KBL (3) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL + 1 beban “o” KBL + 0,5 beban “o” KBL + 0,5 beban “o” KBL

Aksi permanen “x” KBU + beban aktif “x” KBU + 1 beban “o” KBL

Page 76: Buku Perencanaan Teknik

72

 

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan Kombinasi beban umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimit adalah sebagai berikut :

1) perencana harus bisa mengenali dan memperhitungkan tiap kombinasi beban yang tidak tercantum dalam Tabel C. untuk mana jembatan-jembatan tertentu mungkin menjadi kritis. Untuk masing-masing kombinasi beban, seluruh aksi yang wajar terjadi bersamaan sudah dimasukkan. Disamping itu perencana harus menghitung pengaruh pada kombinasi beban akibat tidak memasukkan salah satu aksi yang memberi kontribusi dengan catatan aksi tersebut secara wajar bisa diabaikan;

2) dalam keadaan batas daya layan pada bagian Tabel C. ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban daya layan penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan faktor beban daya layan yang sudah diturunkan harganya.

3) dalam keadaan batas ultimit pada bagian Tabel C. ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban ultimit penuh. Butir dengan tanda o dimasukkan dengan harga yang sudah diturunkan yang besarnya sama dengan beban daya layan.

4) beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan harga rencana maksimum dan minimum untuk menentukan pengaruh yang paling berbahaya;

5) tingkat keadaan batas dari gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara bersamaan. Lihat juga untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu lintas vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem;

6) pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur di dalam jembatan, dan pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan. Gesekan pada perletakan sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur akan tetapi arah aksi dari gesekan pada perletakan akan berubah, tergantung kepada arah pergerakan dari perletakan atau dengan kata lain, apakah temperatur itu naik atau turun. Pengaruh temperatur tidak mungkin kritis pada keadaan batas ultimit kecuali bersamaan dengan aksi lainnya. Dengan demikian temperatur hanya ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya layan;

7) gesekan pada perletakan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aski lainnya memberikan pegaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal pada perletakan tersebut;

8) semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama;

9) [engaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit ;

10) beban tumbukan mungkin merupakan beban daya layan atau beban ultimit;

11) pengaruh getaran hanya digunakan dalam keadaan batas daya layan. 3.6. Tegangan kerja rencana

a. Umum

Dalam perencanaan tegangan kerja, beban nominal bekerja pada jembatan dan satu

faktor keamanan digunakan untuk menghitung besarnya penurunan kekuatan atau

perlawanan dari komponen bangunan. Untuk perencanaan yang baik, hubungan

berikut harus dipenuhi

Page 77: Buku Perencanaan Teknik

73

 

   

S* ≤ R*ws (16)

dengan pengertian :

S* adalah pengaruh aksi rencana, yang diberikan oleh:

S* = Σ S (17)

dengan pengertian :

S adalah pengaruh aksi nominal

dan:

R*ws adalah perlawanan atau kekuatan rencana yang diberikan dalam rumus:

R*ws = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛+

1001 osr

Rws (18)

dengan pengertian :

Rws adalah perlawanan atau kekuatan nominal berdasarkan tegangan kerja izin dan

ros adalah tegangan berlebihan yang diperbolehkan.

b. Aksi nominal

Aksi nominal yang digunakan dalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja.

Pengaruh getaran juga harus dicek berdasarkan.

Syarat-syarat yang harus digunakan pada penerapan aksi nominal didalam

perencanaan berdasarkan tegangan kerja adalah seperti berikut:

1) beban lalu lintas:

a) pembebanan lalu lintas yang telah dikurangi bisa digunakan apabila diperlukan

b) faktor beban dinamis harus diterapkan.

2) beban tumbukan

3) tekanan tanah: tekanan tanah arah lateral harus dihitung berdasarkan sifat-sifat

bahan terfaktor seperti diberikan dalam Tabel C. 8, dan untuk nilai resultanta

rencana digunakan faktor beban keadaan batas daya layan.

4) hanyutan dan aliran: besarnya kecepatan air rata-rata dan kecepatan air

permukaan harus sesuai dengan periode ulang untuk keadaan batas ultimit seperti

diberikan dalam Tabel C. 23.

5) beban angin: kecepatan nominal harus sesuai dengan kecepatan untuk keadaan

batas ultimit seperti diberikan dalam Tabel C. 28.

6) pengaruh gempa: pengaruh gempa nominal harus diambil 0,8 kali pengaruh yang

dihitung.

Page 78: Buku Perencanaan Teknik

74

 

   

c. Kombinasi beban

Kombinasi beban untuk perencanaan berdasarkan tegangan kerja diberikan dalam

Tabel C. 41.

Aksi tetap harus digabungkan.

Kombinasi beban lalu lintas harus terdiri dari:

a) pembebanan lajur "D" atau pembebanan Truk "T", ditambah gaya sentrifugal, dan

pembebanan pejalan kaki;

b) pembebanan lajur "D" atau pembebanan Truk "T", ditambah gaya rem, dan

pembebanan pejalan kaki.

Kombinasi beban lalu lintas yang digunakan harus diambil salah satu yang paling

berbahaya.

Pengaruh dari gesekan pada perletakan harus dimasukkan sebagai aksi tetap atau

pengaruh temperatur, diambil mana yang cocok.

Beban angin harus termasuk beban angin yang bekerja pada beban hidup kalau

pembebanan lajur "D" termasuk dalam kombinasi.

d. Tegangan berlebihan yang diperbolehkan

Beberapa kombinasi beban mempunyai probabilitas kejadian yang rendah dan jangka

waktu yang pendek. Untuk kombinasi yang demikian maka tegangan yang berlebihan

diperbolehkan berdasarkan prinsip tegangan kerja. Tegangan berlebihan yang

diberikan dalam Tabel C. 41 adalah sebagai prosentase dari tegangan kerja yang

diizinkan.

Tabel C. 41 Kombinasi beban untuk perencanaan tegangan kerja

Page 79: Buku Perencanaan Teknik

75

 

 

 

BAB IV STRUKTUR ATAS JEMBATAN

4.1. Umum 4.1.1. Bentuk Struktur Atas Jembatan

Pemilihan bentuk struktur atas jembatan dipengaruhi oleh panjang bentang dan

material yang digunakan. Macam-macam bentuk struktur atas disajikan pada Gambar

D.1, D.2 dan D.3.

b. Pipe Culvert a. Box Culvert

c. Beam Arch d. Arch

f. Cable Stayed e. Suspension

Gambar D.1. Tipe-tipe Struktur Atas Jembatan

g. Gelagar h. Rangka

Page 80: Buku Perencanaan Teknik

76

 

a. Jembatan Gelagar Beton Pratekan b. Jembatan Gelagar Baja Komposit

c. Callender Hamilton d. Warren Truss, Dutch Dutch

Gambar D.2. Beberapa Model Struktur Atas Jembatan

Page 81: Buku Perencanaan Teknik

77

 

4.1.2. Bagian-bagian Struktur Atas Jembatan

Komponen struktur atas jembatan terdiri dari:

1. Lantai kendaraan, dengan elemen struktur sebagai berikut:

a. Pelat lantai kendaraan

b. Gelagar memanjang

c. Gelagar melintang

Penjelasan gambar mengenai komponen lantai kendaraan dapat dilihat pada Gambar

D.4 dan D.5.

Gambar D.3. Macam-macam Struktur Atas Jembatan

Page 82: Buku Perencanaan Teknik

78

 

2. Struktur pemikul utama, antara lain:

a. Gelagar (gelagar), struktur pemikul utama jembatan yang dimaksud adalah

gelagar/gelagar sedangkan komponen struktur yang lain merupakan elemen

pendukung

b. Struktur rangka utama, rangka batang merupakan struktur pemikul utama

jembatan.

Gambar D.6. Jembatan dengan Gelagar sebagai Struktur Pemikul Utama

BANGUNAN BAWAH

FONDASI

GELAGAR MEMANJANG

GELAGAR MELINTANG

LANTAI KENDARAAN

PERLETAKAN

Sebagai PemikulUtama

PELAT INJAK

BANGUNAN BAWAH

FONDASI

GELAGAR MEMANJANG

GELAGAR MELINTANG

LANTAI KENDARAAN

PERLETAKAN

Sebagai PemikulUtama

PELAT INJAK

Gambar D.5. Potongan Melintang Jembatan

PAGAR

TIANG SANDARAN

TROTOAR

LANTAI KENDARAAN

GELAGAR MELINTANGGELAGAR MEMANJANG

PAGAR

TIANG SANDARAN

TROTOAR

LANTAI KENDARAAN

GELAGAR MELINTANGGELAGAR MEMANJANG

Gambar D.4. Tampak Atas Lantai Jembatan

GELAGAR MEMANJANG

GELAGAR MELINTANG

SAYAP JEMBATAN

PA

NG

KA

L JE

MB

AT

AN

IKATAN ANGIN

IKATAN REM

LANT

AI K

ENDA

RAAN

GELAGAR MEMANJANG

GELAGAR MELINTANG

SAYAP JEMBATAN

PA

NG

KA

L JE

MB

AT

AN

SAYAP JEMBATAN

PA

NG

KA

L JE

MB

AT

AN

IKATAN ANGIN

IKATAN REM

LANT

AI K

ENDA

RAAN

Page 83: Buku Perencanaan Teknik

79

 

3. Ikatan-ikatan, terdiri dari:

a. Ikatan angin, terletak di bagian bawah lantai kendaraan atau dipasang di kedua

tempat yaitu di bagian bawah lantai kendaraan dan bagian rangka jembatan

untuk jembatan rangka tertutup.

b. Ikatan rem, ditempatkan pada bagian bawah lantai kendaraan dengan posisi di

salah satu ujung, kedua ujung atau di tengah-tengah (Gambar D.8).

Penjelasan visual mengenai ikatan angin dan rem disajikan pada Gambar D.9.

Gambar D.7. Jembatan dengan Rangka Batang sebagai Struktur Pemikul Utama

Gambar D.8. Letak Ikatan Angin dan Rem

GELAGAR MEMANJANG

GELAGAR MELINTANG

SAYAP JEMBATAN

PA

NG

KA

L JE

MB

AT

AN

IKATAN ANGIN

IKATAN REM

LANT

AI K

ENDA

RAAN

GELAGAR MEMANJANG

GELAGAR MELINTANG

SAYAP JEMBATAN

PA

NG

KA

L JE

MB

AT

AN

SAYAP JEMBATAN

PA

NG

KA

L JE

MB

AT

AN

IKATAN ANGIN

IKATAN REM

LANT

AI K

ENDA

RAAN

APRON

STRUKTUR PEMIKUL UTAMARANGKA BATANG

PELAT INJAK

LANTAI KENDARAAN

GELAGAR MELINTANG

GELAGAR MEMANJANG

BANGUNAN BAWAH

YANG BERFUNGSI PULA SEBAGAI FONDASI

PERLETAKAN

APRON

STRUKTUR PEMIKUL UTAMARANGKA BATANG

PELAT INJAK

LANTAI KENDARAAN

GELAGAR MELINTANG

GELAGAR MEMANJANG

BANGUNAN BAWAH

YANG BERFUNGSI PULA SEBAGAI FONDASI

PERLETAKAN

STRUKTUR PEMIKUL UTAMARANGKA BATANG

PELAT INJAK

LANTAI KENDARAAN

GELAGAR MELINTANG

GELAGAR MEMANJANG

BANGUNAN BAWAH

YANG BERFUNGSI PULA SEBAGAI FONDASI

PERLETAKAN

Page 84: Buku Perencanaan Teknik

80

 

4. Perletakan jembatan

Perletakan jembatan terdiri dari:

a. Sendi

b. Rol

c. Landasan karet

Landasan karet dapat berfungsi sebagai setengah Sendi dan setengah Rol,

sehingga dapat menampung pergerakan struktur baik translasi maupun rotasi.

b. Model Perletakan Rol a. Model Perletakan Sendi

Gambar D.10. Tipe-tipe Perletakan

Δ

α

ROTASIΔ

α

Δ

α

ROTASI

c. Rubber Bearing Pad

Gambar D.9. Penempatan Ikatan Rem

a. Letak Ikatan Rem pada 1 bagian ujung Lantai Kendaraan

b. Letak Ikatan Rem pada ke 2 ujung Lantai Kendaraan

b. Letak Ikatan Rem pada Bagian Tengah Lantai Kendaraan

Page 85: Buku Perencanaan Teknik

81

 

4.2. Konsep Disain Filosofi disain yang sering digunakan dalam perencanaan struktur baja maupun beton adalah

perencanaan berdasarkan tegangan kerja/working stress design (Allowable Stress

Design/ASD) dan perencanaan kondisi batas/limit states design (Load Resistance Factor

Design/LRFD).

a. Perencanaan dengan Tegangan Ijin ( ASD/Allowable Stress Design )

Perencanaan untuk perhitungan kekuatan struktur didasarkan kepada tegangan kerja

atau yang diijinkan dari meterial pembentuk struktur tersebut. Kuat ijin komponen

struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan:

(2.1)

dan

(2.2)

(2.3)

Dimana: σ = tegangan yang terjadi karena beban luar

nσ = tegangan nominal

σ = tegangan yang diijinkan

n = angka keamanan

Untuk baja n = 1,5

Untuk beton uji kubus n = 3 (pembebanan tetap; DL + LL)

n = 1,8 (beban sementara; DL + LL + W(E))

Untuk beton uji silinder n = 2,5 (pembebanan tetap; DL + LL)

n = 1,8 (beban sementara; DL + LL + W(E))

M = momen akibat beban luar

W = momen lawan.

K = nilai karakteristik beton

g = nilai gravitasi

MW=σ

nn= σσ

' 0,83cf K g= ×

σ σ<

Page 86: Buku Perencanaan Teknik

82

 

ASD memperhitungkan keamanan hanya dari didasarkan pad tinjauan

kekuatan/tahanan sedangkan kombinasi pembebanan tidak menggunakan faktor

pengali.

b. Perencanaan Beban dengan Kondisi Kekuatan Batas (PBKT/Perencanaan

Berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor)

Kuat rencana komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan

yang ditentukan berdasarkan kombinasi pembebanan LRFD.

u nR R< φ (2.4)

Dimana:

Ru = kekuatan yang diperlukan (dengan kombinasi pembebanan)

Rn = kekuatan nominal

φ = faktor reduksi kekuatan (< 1.0)

PBKT memperhitungkan keamanan terdiri dari 2 tinjauan, yaitu efek beban dan

kekuatan/tahanannya. Setiap kondisi beban mempunyai faktor beban yang berbeda-

beda sehingga dimungkinkan mendapatkan reliabilitas seragam.

4.3. Perhitungan Struktur Atas Jembatan

4.3.1. Lantai Jembatan

Bahan yang dapat digunakan untuk struktur lantai jembatan antara lain: pelat baja

beton komposit (steel deck composite), beton bertulang, plat baja dan lain-lain.

Sumber: www.corusconstruction.com steel deck

Shear connector

beton

Gambar D.11. Steel Deck Composite

Page 87: Buku Perencanaan Teknik

83

 

Sistem Lantai

1. Lantai jembatan mempunyai ketebalan sebesar 220 mm dipinggir jalur lalu lintas dan

270 mm pada bagian tengah jalur lalu lintas untuk kelas B atau 280 mm untuk kelas

A, dengan ketebalan totoar 520 mm. Beton lantai dengan mutu f’c 30 MPa (K-350)

dan tulangan ulir dengan mutu minimal BJTD 39 (U-39). Pada permukaan beton

harus ditutup waterproofing dan aspal setinggi 5 cm ditambah 3 cm untuk overlay.

2. Lantai jembatan menggunakan pelat baja bergelombang (steel deck) bergalvanis yang

berfungsi sebagai perancah (pengecoran beton) pada saat pelaksanaan, terpasang

diantara stringer (gelagar memanjang) dengan mutu baja minimal grade 36, dengan

lebar minimal 1000mm, panjang minimal 1000mm, tebal pelat minimal 1.0 mm,

tinggi gelombang 30 mm dan jarak as antar gelombang maksimal 200mm

3. Bentuk steel deck dan ketebalannya harus sama untuk semua tipe jembatan.

Sambungan antara steel deck dengan cross girder (gelagar melintang) atau stringer

(gelagar memanjang) menggunakan baut (bukan las) dan antar steel deck overlaping

minimal 50mm

4. Pada sistem lantai, jarak antar cross girder (gelagar melintang) sebesar 5.0m dan antar

stringer (gelagar memanjang) sebesar 1141mm dengan jumlah 9 buah setiap segmen

(kelasA) atau 1100mm dengan jumlah 7 buah setiap segmen (kelas B) dengan sistem

sambungan pada gelagar memanjang dengan gelagar melintang menggunakan sistem

end plate yang sesuai. gelagar melintang dan gelagar memanjang dilengkapi shear

connector (penghubung geser) praktis yang dilas, masing-masing dengan ukuran 2

buah D16 dengan tinggi 125mm jarak 150mm dan ukuran 1 buah D16 dengan tinggi

125mm jarak 100mm (khusus gelagar memanjang jarak dapat 2x lebih panjang pada

¼ s/d ¾ bentangnya)

Perencanaan pelat beton bertulang

Langkah penyelesaian:

1. Penentuan beban-beban yang bekerja, antara lain:

• beban mati meliputi: berat sendiri beton dan aspal, yang diperoleh dari perkalian

berat jenis dengan ketebalannya.

• beban lalu lintas yang diperhitungkan pada pelat lantai adalah beban truk “T”

sebesar 112,5 kN dikalikan dengan factor beban Ku;; TT; = 1,8 dan

memperhitungkan faktor beban dinamis sebesar 30%.

Page 88: Buku Perencanaan Teknik

84

 

2. Analisis gaya dalam

Dalam penentuan gaya-gaya dalam dapat menggunakan bantuan program atau dengan

rumus praktis. Gaya dalam yang diperlukan adalah momen dan gaya geser.

3. Penulangan pelat

4. Kontrol geser pons

Aplikasi Perencanaan

Soal: Perencanaan tulangan pelat lantai jembatan menerus di atas gelagar-gelagar

Gambar D.12. Slab Lantai Kendaraan

Tampak Potongan Tampak Atas

gela

gar

gela

gar

Page 89: Buku Perencanaan Teknik

85

 

Data Slab Lantai Jembatan

Tebal aspal ta = 50 mm

Jarak as ke as girder L = 2000 mm

Dekking dc = 25 mm

Panjang efektif bentang S = 1300 mm

Tebal slab lantai jembatan ts = 350 mm

Properti material

Mutu beton f'c = 30 MPa

Modulus elastisitas E = 25743 MPa

Kuat leleh tulangan utama fy = 390 MPa

Kuat leleh tulangan transversal fys = 240 MPa

Specific gravity

Beton bertulang γ b = 24.5 kN/m2

Aspal γ aspal = 22 kN/m2

Air γ air = 9.8 kN/m2

Baja γ baja = 77 kN/m2

Page 90: Buku Perencanaan Teknik

86

 

Perhitungan Beban yang Bekerja pada Slab

1. Berat sendiri (MS)

Faktor beban ultimit KMS = 1.3 (slab dicor ditempat)

Lebar slab yang ditinjau b = 1 m

Berat sendiri; qMS = b*ts*γb qMS = 8.575 kN/m

2. Beban mati tambahan (MA)

Faktor beban ultimit KMA = 2

Lebar slab yang ditinjau b = 1 m

Berat sendiri; qMS = b*ta*γaspal qMA = 1.1 kN/m

3. Beban Truk "T" (TT)

Faktor beban ultimit KTT = 1.8

Beban roda truk T = 112.5 kN

Fakto beban dinamis beban truk DLA = 0.3

Berat truk "T": PTT = (1 + DLA) * T = 146.3 kN

4. Beban Angin (EW)

Faktor beban ultimit KEW = 1.2

Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan,

beban garis merata tambahanarah horisontal harus

diterapkan pada permukaan lantai

Koefisien seret Cw = 1.2

Kecepatan angin rencana Vw = 35 m/det

(< 5 Km dari laut)

TEW = 0.0012*CW*(VW)2 = 1.764 kN/m

Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan

dengan tinggi 2 m di atas lantai jembatan

Tinggi tiupan angin h = 2 m

Jarak antara roda kendaraan x = 1.75 m

Transfer beban angin ke lantai jembatan:

PEW = 0.5*h*TEW/x = 1.008 kN

Page 91: Buku Perencanaan Teknik

87

 

 

 

5. Momen pada Slab

Koefisien momen untuk girder menerus dengan beban merata

dan terpusat adalah sebagai berikut:

k = koefisien momen

Momen akibat berat sendiri (MS)

Momen tumpuan, MMS = 0.083 *qMS*L2 = 2.85833 kNm

Momen tumpuan, MMS = 0.047 *qMS*L2 = 1.60781 kNm

Momen akibat beban mati tambahan (MA)

Momen tumpuan, MMA = 0.104 *qMA*L2 = 0.4576 kNm

Momen tumpuan, MMA = 0.055 *qMA*L2 = 0.242 kNm

Momen akibat beban truck (TT)

Momen tumpuan, MTT = 0.156 *PTT*L = 45.63 kNm

Momen tumpuan, MTT = 0.141 *PTT*L = 41.2425 kNm

Momen akibat beban angin (EW)

Momen tumpuan, MTT = 0.156 *PEW*L = 0.3145 kNm

Momen tumpuan, MTT = 0.141 *PEW*L = 0.28426 kNm

6. Kombinasi beban

Mtump Mlap

1 Berat sendiri 1.3 2.858 1.61 3.71583 2.09016

2 Beban mati tambahan 2 0.458 0.24 0.9152 0.484

3 Beban truk "T" 1.8 45.63 41.2 82.134 74.2365

4 Beban angin 1.2 0.314 0.28 0.3774 0.34111

87.1424 77.1518

7. Penulangan pelat

7.1. Tulangan lentur Negatif

Mutu beton f'c = 30 MPa

Modulus elastisitas E = 25743 MPa

Kuat leleh tulangan utama fy = 390 MPa

Kuat leleh tulangan transversal fys = 240 MPa

Faktor bentuk tegangan beton β1 = 0.85

Tebal slab ts = 350 mm

dekking dc = 25 mm

Total momen ultimit slab Mu =

kombinasi (kNm)MlapMtumpFaktor bebanBebanNo

Page 92: Buku Perencanaan Teknik

88

 

D tul yang digunakan D = 16 mm

Tebal efektif slab d = 317 mm

Faktor reduksi kekuatan lentur φ = 0.8

Rasio tulangan minimum; ρmin =1/fy = 0.003

= 0.034

Rasio tulangan maksimum, 0.75ρb = 0.025Momen ultimit Mu = 87.14 kNm

7.949

Faktor tahanan momen:

1.084

Rn < Rmaks OKRasio tulangan yang diperlukan:

= 0.003

Rasio tulangan yang diperlukan ρ = 0.003 OK

Luas tulangan yang diperlukan; ρ*b*d = 900.6 mm2

Luas 1 batang tulangan A = 201 mm2

Jumlah tulangan per m n = 5 btg

Jarak tulangan s = 200 mm

Digunakan tulangan D 16 - 150

Luas tulangan terpasang = 1340 mm2

Tulangan susut/bagi 50% dari tulangan utama:

As' = 669.9

Diameter tulangan yang digunakan D = 13 mm

Jarak tulangan yang diperlukan s = 198

Digunakan tulangan D 13 - 150

Luas tulangan terpasang = 884.4 mm2

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

+=

yy

cb ff

f600

60085,01

'

βρ

0.5 0.750.75 1

0.85 'ρ

ρ⋅ ⋅⎡ ⎤

= ⋅ − =⎢ ⎥⋅⎣ ⎦

b ymaks b y

c

fR f

f

( )6

210φ

−×= × =u

nMR b d

'0,85 21 10.85 '

ρ⎡ ⎤⎡ ⎤⎢ ⎥= − − ⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦

c n

y c

f Rf f

Page 93: Buku Perencanaan Teknik

89

 

7.2. Tulangan lentur Positif

8. Cek geser pons

Lebar bidang kontak roda truk a = 200 mm

Panjang bidang kontak roda truk b = 500 mm

Tebal efektif slab d = 317 mm

Bidang geser; a + d u = 517 mm

Bidang geser; b + d v = 817 mm

Keliling bidang geser; 2(u+v) bo = 2668 mm

Luas bidang geser; bo*d Ash = mm2

βc = 1.58

Letak penyokong αs = 40

Beban ultimit truk; KTT*PTT Pu = 263.3 kN

= N

Gaya geser pons Vu = 0.311 MPa

Gaya geser nominal:Vc1 = N

Vc2 = N diambil yang terkecil

Vc3 = NVn = N

φVn = NφVn dibandingkan dengan Pu Pu = N

386033.167386033.167270223.217263250.000

OK

maka penulangan lentur positif disamakan dengan tulangan

lentur negatif

Mengingat nilai momen negatif dan positif tidak berbeda jauh

845756

263250

1544132.13

1749197.41

11 '3

= ⋅c o cV b d f

2

'216β× ×⎛ ⎞

= +⎜ ⎟⎝ ⎠

c oc

c

f b dV

3

'212

α × ×⎛ ⎞× += +⎜ ⎟⎝ ⎠

c osc

o

f b ddVb

β =c v u

Page 94: Buku Perencanaan Teknik

90

 

4.3.2. Gelagar Komposit

• Struktur dikatakan komposit apabila tidak terjadi slip antara 2 material yang

dihubungkan.

• Aksi komposit antara profil baja dan lantai beton dibentuk oleh penghubung geser

(shear connector). Penghubung geser ini direncanakan harus mampu menahan

gaya geser yang terjadi di lokasi transisi antara beton dengan baja (diantara

material yang berbeda).

• Struktur komposit pada dasarnya adalah menambah kuat struktur dengan

penambahan momen kopel.

• Dilihat dari sifatnya, struktur gelagar komposit dibedakan menjadi 2 macam:

o Semi Komposit. Pada struktur semi komposit, elemen (Gelagar) baja

direncanakan kuat memikul beban beton cair di atasnya. Untuk itu, tidak

diperlukan perancah pada masa pengecoran.

o Komposit Penuh. Struktur komposit sempurna, Gelagar kuat memikul beban

setelah aksi komposit terjadi. Pada masa pengecoran dibutuhkan perancah.

• Momen nominal Gelagar/gelagar komposit

o Daerah momen negatif

Pada daerah ini aksi komposit tidak terjadi, sebab gaya yang bekerja adalah

gaya tarik, padahal beton tidak mampu menerima gaya tarik sehingga momen

nominal yang diperhitungkan hanya yang disumbangkan oleh penampang

profil baja saja,

φ = 0,85 dan Mn = Mp

o Daerah momen positif

Momen nominal memperhitungkan kuat tekan pelat beton dan kuat tarik dari

penampang baja (terjadi aksi komposit).

Page 95: Buku Perencanaan Teknik

91

 

Rasio modulus elastisitas

Perbedaan kekuatan dan kekakuan antar material yang membentuk struktur

komposit mempengaruhi distribusi gaya.

Semakin kuat dan kaku, material secara proposional akan menerima beban

yang lebih besar.

Pada perhitungan, untuk mengakomodir perbedaan kekuatan material

umumnya dilakukan tranformasi properti sesuai ratio modulus (modular ratio).

Pada kondisi elastis, ratio modulus adalah perbandingan modulus elastis material.

(2.13 )

Pada kondisi plastis, ratio modulus adalah perbandingan kuat ultimit material.

(2.14)

Koefisien reduksi kuat lentur

Nilai koefisien ini ditentukan oleh kekompakan penampang pelat sayap, untuk:

• 1680

w yf

ht f≤  ⇒ φ = 0,85 dan Mn dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis

pada penampang komposit.

beton

baja

EE

n =

cu

y

ff

n 35.2=

Gambar D.13. Tipe-tipe Gelagar Komposit

Multi Gelagars Section Box

I Shape Section with CSDBox Gelagar with Open Section

I Shape Steel Section Hollow Steel Section

Page 96: Buku Perencanaan Teknik

92

 

• 1680

w yf

ht f>  ⇒  φ  = 0,9 dan Mn ditentukan berdasarkan superposisi tegangan-

tegangan elastis yang memperhitungkan pengaruh tumpuan sementara (perancah).

Penghubung geser

Penghubung geser (shear connector) adalah perangkat yang menjamin

terjadinya transfer gaya antara material komposit (antara beton dan baja)

hingga tidak terjadi slip antara baja dan beton.

Penghubung geser dibedakan menjadi 2 macam:

– Penghubung geser fleksibel. Penghubung geser fleksibel memungkinkan

terjadinya mekanisme slip pada keadaan ultimit sehingga keruntuhan bersifat

duktil.

– Penghubung geser rigid. Penghubung geser rigid pada umumnya berupa

batangan fabrikasi. Keruntuhan bersifat getas baik disebabkan oleh keruntuhan

las maupun akibat keruntuhan (crushing) beton  

Gambar D.14. Penghubung Geser/Shear Connector

Page 97: Buku Perencanaan Teknik

93

 

Kuat geser shear connector:

• jenis paku

0,5 'sc c c sc uA f E A f≤ ⋅ (2…..)

• kanal

( )0,3 0,5 'f w c c ct t L f E+ (2…..)

Gaya geser horizontal:

• 0,85 'c cf A  

• s yA f⋅  

• nQΣ

Lebar efektif:

Bentang efektif merupakan penyederhanaan distribusi beban pada serat atas gelagar

komposit.

Besarnya nilai lebar efektif (beff

) adalah nilai minimum dari

– 2 × 1/8 bentang jembatan

– 2 × 0.5 jarak antar Gelagar

– 2 × 6 tebal pelat  

Gambar D.15. Lebar Efektif (beff) Penampang Komposit

Page 98: Buku Perencanaan Teknik

94

 

Analisis Elastis

Analisis Plastis

Aplikasi Perencanaan:

– Panjang bentang = 20.0m

– Lebar lajur lalu-lintas = 7.0m

– Jarak antar Gelagar = 1.5m

– Tebal Perkerasan = 0.25m

023

1

022

1

23

2

=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−+−+=

=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−+−=

elantaiprofil

profilprofileeff

tranf

elantaiprofil

profileeff

xhh

AIxb

nI

xhh

Axb

nS

( )412

1

2

2

23lantaiprofil

lantaieffprofil

lantaieffprofil

profillantaieff

tranf

profillantai

lantaieffs

ss

cse

hh

nhb

A

nhb

AI

hbn

I

hh

nhb

A

Ad

hdx

+

+++=

+

+=

+=

'22

'

'85.0

'.85.0

hfyAM

xh

hh

fcbfyA

x

fyAxbfcFF

profilprofilpl

pllantai

profil

eff

profilprofilpl

profilprofilpleffbajac

=

−+=

=

=→=

( ) 0.85 '.

' "

= +

− = + ⋅

= ⋅ + ⋅

TS cs cc

profil cs profil eff c cs profil

pl cc cs

F F F

A A fy fc b h A fy

M F h F h

h’

h” h’

Page 99: Buku Perencanaan Teknik

95

 

1. Penentuan beban dan perhitungan gaya dalam

Beban Mati:

Momen akibat beban mati

– Akibat berat lantai (Mdeck

)

– Akibat berat Gelagar (perkiraan awal)

Geser akibat beban mati

– Akibat berat lantai

– Akibat berat Gelagar (perkiraan awal)

( )

( )( )

2 2

2

1 18 81 1.6 0.25 25 / 208500kNm

γ= ⋅ = × ×

= × ×

=

lantai lantai girder lantai beton

lantai

M q l jarak tebal l

m m kN m m

M

2 21 11.5 / 20 758 8

= = × =girder girderM q l kN m m kNm

( ) ( ) kNmmkNmmltebaljaraklqV betonlantaigirderlantailantai 10020/25*25.0*6.121**

21

21

==== γ

kNmkNlqV girdergirder 1520*5.121

21

===

Gambar D.16. Tambak Samping dan Melintang Jembatan

Page 100: Buku Perencanaan Teknik

96

 

Beban Lajur (lane load) a. UDL

– Momen (MUDL

) – Geser (V

UDL)

b. KEL – Momen (M

KEL)

– Geser (V

UDL)

Total UDL dan KEL – Momen (M

LAJUR)

– Geser(V

LAJUR)

c. Beban truk “T”

– Momen (Mtruk

)

– Geser (Vtruk

)

d. Beban lalu lintas maksimum

Beban lalu-lintas yang digunakan dalam desain adalah beban yang memberikan gaya

dalam maksimum antara beban lajur dan beban truk.

– Momen maksimum (MLL

)

– Geser maksimum (VLL

)

( ) kNmmmmkNlqM UDLUDL 72020*6.1*/981

81 222 ===

( ) kNmmmmkNlqV UDLUDL 14420*5.1*/921

21 2 ===

( )[ ] kNmmmmkNlPM KELKEL 6.50920*6.13.1*/4941

41

===

( ) kNmmmkNPV KELKEL 515.13.1*/4921

21

===

kNmkNmkNmMMM KELUDLLAJUR 6.12296.509720 =+=+=

kNkNkNVVV KELUDLLAJUR 19551144 =+=+=

( ) ( ) ( )[ ]kNmM

mkNmkNmkNPlimpakM

TRUK

TRUK

5.13473*5.1125*5.1125.2*254.1)1(

=++=Σ+=

( ) ( )[ ] kNkNkNkNPlimpakVTRUK 8.30225*55.05.112*8.05.1124.1)1( =++=Σ+=

( ) kNmMMM TRUKLAJURLL 5.1347,max ==

( ) kNVVV TRUKLAJURLL 8.302,max ==

Page 101: Buku Perencanaan Teknik

97

 

– Momen ultimit (MU)

– Momen ultimit (MU)

2. Perencanaan gelagar komposit

Lebar efektif

– 1/8 Panjang bentang = 20m/8 = 2.5m

– 0.5 Jarak antar gelagar = 0.5 x 1.5m = 0.75m menentukan

– 6 x tebal pelat = 6 x 0.25m = 1.5m

Analisis plastis

– Initial desain Gelagar baja (900.400.14.20)

– Cek kekompakan profil

Web

Flens

– Analisis Penampang Komposit

a < tebal lantai (250mm) yang mengalami tekan hanya bagian beton saja

( ) ( ) ( ) kNmkNmkNmkNmMMMMM

U

LLGirderLantaiU

9.31575.13478.1751.15003.18.11.13.1

=++=++=

( ) ( ) ( ) kNkNkNkNVVVVV

U

LLGirderLantaiU

5.6918.3028.1151.11003.18.11.13.1

=++=++=

900 2 20 61.414

1680 1680 108.4240

λ

− ×= =

= = =

w

wy

ht

f MPa

h/tw < λ

p web kompak, φ = 0.85 dan

Mn menggunakan analisis plastis

400 102 2 20

170 170 10.97240

λ

= =×

= = =

f

f

f

bt

fy MPa

b/2tf < λ

f web kompak,

Mn menggunakan analisis plastis

228040 240 1820.85 ' 0.85 29 1500

× ×= = =

× ×profil y profil

c eff

A f mm MPaa mmf b MPa mm

Page 102: Buku Perencanaan Teknik

98

 

– Kuat Lentur Struktur Komposit

– Kuat Geser Struktur Komposit

Penghubung Geser

– Dipakai penghubung geser tipe paku diameter 20mm (Asc

=314mm2)

– Kuat geser penghubung geser

– Gaya Geser maksimum

– Jumlah penghubung geser (untuk 0.5 bentang)

188 buah untuk seluruh bentang

– Jarak maksimum penghubung geser

– Jarak antar penghubung geser

Serviceability

– Rasio modulus

2

2 2

900 18228040 240 2502 2

4098326400 40098.30.85 40098.3 3483.6 3157.9φ

⎛ ⎞= × + −⎜ ⎟

⎝ ⎠⎛ ⎞= × + −⎜ ⎟⎝ ⎠

= == × = > →

profiln profil profil lantai

n

n

H aM A fy tebal

mm mmmm MPa mm

M Nmm kNmM kNm kNm kN OK

1100 900 2 20 1100 61.4 7114 240

0.6 0.6 240 (900 2 20 ) 14 1733760

1733.8 659

− ×< → < → < →

= = × × − × × =

= > →

w y

n y w w w

n

h OKt f MPa

V f h t MPa mm mm mm N

V kN kN OK

222 314)20(41

41 mmmmDAsc === ππ

2

2

314 370 116180 116.2

0.5 ' 0.5 314 29 4700 29 134.5min(116.2 ,134.5 ) 116.2

= = × = =

= = × × =

= =

n sc sc

n sc sc

n

Q A fu mm MPa N kN

Q A fc E mm MPa kNQ kN kN kN

2

0.85 ' 0.85 29 250 1500 9243.8

28040 240 6729.6

max(9243.8 ,6729.6 ) 9243.8

= = × × × =

= = × =

= =

sc lantai

sc profil profil

sc

F fc A MPa mm mm kN

F A fy mm MPa kN

F kN kN kN

9243.8 940.85 116.2φ

= = =×

scsc

n

F kNn buahQ kN

max 8 8 250 2000= × = × =sc lantais tebal mm mm

OKsmmbuah

mmnls scsc

sc →<=== max10518820000

Page 103: Buku Perencanaan Teknik

99

 

– Luas transformasi beton

– Tinggi garis netral (y’)

– Inersia Transformasi (Itf )

Tabel D.1. Inersia Transformasi (Itf)

Segmen A (mm2)

yi(mm)

A * yi(mm3 )

Io (mm4 )

Io+A*(yi-y’)2

(mm4 )

Lantai Beton 47456.8 125 5932095.6 247170650.3 2411548861

Profil Baja 28040 700 19628000 3.84E+09 7503337939

75496.8 25560095.6 9914886799

– Defleksi ijin akibat beban hidup = L/800 = 25mm

– Defleksi akibat beban hidup

Jarak antar pengaku lateral

Pasang pengaku lateral tiap 4m.

Resume

• Profil : IBeam 900.400.14.20

• fy : 240MPa

9.74700

200000===

fcMPa

EE

nbeton

baja

21500 250' 47456.87.9

× ×= = = =eff lantailantai

lantai

b tebalA mm mmA mmn n

( ) ( ) ( )( ) mm

mmAyA

yi

yi 3392804047456

700*28040125*8.47456' 2 =+

+=

ΣΣ

=

[ ] 420 099149.9)'( mmEyyAII iitf +=−+Σ=

( )

( )( )

44

4

33

4

9 1.5 15005 5 14.1384 384 200000

1.4 49 1500 15001 1 3.648 48 200000 9.915 09

14.1 3.6 17.7 25

δπ

δ

δ δ δ

× ×= = =

×

× × ×= = =

× +

= + = + = < →

UDLUDL

profil tf

KELKEL

profil tf

LL UDL KEL

kPa m mmq l mmE I MPa mm

mm mmP l mmE I MPa E mm

mm mm mm mm OK

4

2

1.76 1.76

2.13 08 20000001.76 4.428040 240

= =

+= =

profil profil profilp y

y profil profil y profil

E Iy EL r

f A f

E mm MPa mmm MPa

Page 104: Buku Perencanaan Teknik

100

 

• Tebal Pelat lantai : 250mm

• f’c : 29MPa

• Shear Connector : D20-100mm

Gambar D.17. Tampak Atas, Samping dan Melintang Jembatan Gelagar

Komposit

Page 105: Buku Perencanaan Teknik

101

 

4.3.3. Gelagar Beton Bertulang

Tabel D.2. Bentang Ekonomis pada Jembatan Beton Bertulang

Gelagar Bertulangan Tunggal

Karena tulangan baja dipasang di daerah tegangan tarik bekerja, maka secara teoritis

disebut gelagar bertulangan tarik saja atau bertulangan tunggal, meskipun pada bagian

tekan dari penampang juga ditempatkan tulangan guna membentuk suatu kerangka

yang kokoh dan stabil.

Dengan menggunakan tegangan persegi ekivalen, kekuatan lentur Mn dapat diperoleh

berdasarkan keseimbangan statis dan kesesuaian regangan-tegangan di dalam

penampang komponen sebagaimana terlihat pada Gambar D.19 adalah sebagai

berikut: = 0.003

d

c a

0,85.f'c

d-a/

2

T1=As1.fy

C=0,85.f'c.ab

Penampang Potongan(a)

Diagram regangan(b)

Diagram Tegangan Aktual (c)

As

a

= 0.003

Blok Tegangan TekanPersegi Ekivalen

(d)

Garis Netral

d'

h

Jenis Bentang Ekonomis

Beton bertulang s/d 12 m

Beton prategang 12m s/d 30 m

Box Girder 30 s/d 50 m

Gambar D.19. Diagram Regangan-Tegangan Gelagar

Gambar D.18. Tampak Melintang Jembatan Gelagar Beton Bertulang

Lantai jembatan

SandaranTrotoar

Girder

Min.0,5 m

Min.0,5 m

N x ( 2,75 s/d 3,5 m )N = Jumlah lajur kendaraan

0,25 m

0.9 m

0,25 m

 gelagar

Page 106: Buku Perencanaan Teknik

102

 

Gaya tekan pada beton C adalah :

bafC c'85,0= (2.15)

dan gaya tarik pada baja T adalah :

ys fAT = (2.16)

dengan penggunaan teganagan fy memisalkan bahwa tulangan tarik meleleh sebelum

kehancuran beton dan keseimbangan gaya horisontal C=T menghasilkan kedalaman

blok tekan sebesar,

bffA

ac

ys'85,0

= (2.17)

Dan kedalaman garis sebesar,

1βac = (2.18)

Sehingga berdasarkan pasangan kopel antara gaya tarik tulangan tarik dan gaya tekan

beton diperoleh besar kapasitas gelagar menahan momen lentur,

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

2adfAMn ys (2.19)

Gelagar Bertulangan Rangkap

Dapat diperlihatkan bahwa kriteria untuk menjamin keadaan leleh dari tulangan tekan

suatu penampang bertulangan rangkap pada saat dicapainya kekuatan nominal adalah:

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

−⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛≥⎟

⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−−

yy

c

y

c

fdfdf

ff

600600.'85,085,01

'

1

'' βρρ (2.20)

Dengan menggunakan Gambar D.20, kriteria untuk melelehnya tulangan tekan

adalah:

= 0.003

d

c a

0,85.f'c

d-a/

2

T1=As1.fy

C=0,85.f'c.ab

As

a

= 0.003

Garis Netral

d'

h

Gambar D.20. Distibusi Regangan dan Tegangan Gelagar Bertulang

εcu εcu

εs > εy

Cs 

Cc 

Page 107: Buku Perencanaan Teknik

103

 

ys εε ≥' (2.21)

Gaya-gaya dalam pada Gambar D.20 adalah

ydfbT ..ρ= (2.22)

xbfC cc 1'85,0 β= (2.23)

( ) bdffC cys '85,0 ' ρ−= (2.24)

Setelah menentukan bahwa tulangan tekan harus digunakan, apakah untuk syarat

kekuatan atau untuk pengendalian lendutan, berikut dibutuhkan pemilihan tulangan As

dan tulangan tekan As’ yang mencukupi. Untuk maksud ini kedua persamaan

keseimbangan dapat digunakan, yaitu :

TCC sc =+ (2.25)

( )'2

ddCadCM scn −+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −= (2.26)

Jika tulangan tekan tidak leleh, maka persamaan keseimbangan harus disusun kembali

dengan menggunakan suatu tegangan fs’ di dalam tulangan tekan yang sebanding

dengan regangan yang bersangkutan.

Gelagar T

Apabila gelagar dicor monolit dengan plat lantai (mutu beton sama antara gelagar dan

plat) dan terjadi interaksi antara gelagar dan plat yang menjadi satu kesatuan dalam

menahan momen yang terjadi. Gelagar demikian dikatakan sebagai gelagar T karena

penampangnya yang membentuk huruf T tipikal. Pada kondisi ini, sebagian plat beton

akan berfungsi sebagai sayap atas dari gelagar.

M+

 Zona Tekan “T”

Akibat M-

 Zona Tekan “T”

Akibat M+

Gambar D.21. Penampang Gelagar T

M-

Page 108: Buku Perencanaan Teknik

104

 

bw

be

hf

Dalam analisa maupun perencanaan gelagar T terlebih dahulu harus menentukan lebar

efektif sayap gelagar T (be):

1. Untuk gelagar T seperti gambar di samping lebar efektif gelagar diambil nilai

terkecil dari:

- ¼ bentang gelagar

- 8 kali tebal plat (hf)

- ½ jarak as ke as dari gelagar yang bersebelahan

2. Untuk gelagar T dengan plat hanya pada satu sisi seperti gambar di samping lebar

efektif gelagar diambil nilai terkecil dari :

- 1/12 panjang bentang gelagar

- 6 hf

- ½ jarak bersih dengan gelagar di sebelahnya

Dalam analisis gelagar T terdapat 2 kondisi, yaitu :

1. Bila garis netral terletak dalam flens (sayap) c < hf, maka analisa penampang

dapat dilakukan sama dengan gelagar persegi dengan lebar gelagar = lebar efektif

(be).

Berdasarkan Gambar D.22. keseimbangan horisontal menghasilkan

T = Cc (2.28)

As.fy = 0,85.f’c.a. be (2.29)

ecxbxfAsxfya

'85,0= (2.30)

As

bw

d

hf

be

c a

0,85 f'cCc

Jd=d-a/2

T

Jika c < hf maka garis netral terletak di dalam sayap (flens), sehingga :

be

hf . ki hf . ka

bw

Garis Netral

a. Penampang b. Diagram Regangan c. Diagram Tegangan

Gambar D.22. Diagram Regangan-Tegangan c < hf

εcu

εs

Page 109: Buku Perencanaan Teknik

105

 

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

2.

2. adTatauMnadCcMn (2.31)

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

2..

2...'.85,0 adfyAsatauMnadabcfMn e (2.32)

Mu = ø.Mn = 0,8.Mn (2.33)

Untuk kontrol daktilitas tulangan, digunakan cara sama dengan gelagar persegi

bertulangan tunggal.

2. Bila garis netral memotong badan, c > hf, maka gelagar diperlakukan sebagai

gelagar T murni.

3. Pada gelagar sayap

Luas zona tekan = (be - be).hf (2.34)

Syarat keseimbangan,

∑H = 0

Tf = Cf

hfbbcffyAsf we )..('.85,0. −=

fyhfbbcfAsf we )..('.85,0 −

= (2.35)

Sehingga,

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

2.

2. hfdTfatauMnhfdCfMnf

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −−=

2..

2.).('.85,0 hfdfyAsfatauMnhfdhfbbcfMn we (2.36)

4. Pada gelagar badan

Luas tulangan tarik pada badan,

Asw = Astotal – Asf (2.37)

1. gelagar sayap 2. gelagar badan

As

bw

d

hf

be

a

0,85 f'c

Cw

Jd=d-a/2

TwAsf Asw

0,85 f'c

Tf

Cfhf

Jd=d-hf/2

c

= + = +garis netral

Gambar D.23. Diagram Regangan-Tegangan c > hf

Page 110: Buku Perencanaan Teknik

106

 

gaya tekan, Cw = 0,85 . f’c . bw . a (2.38)

syarat keseimbangan gaya:

∑H = 0

Tw = Cw

Asw.fy = 0,85.f’c.a. bw

w

w

bcffyAs

a.'.85,0

.= (2.39)

Sehingga,

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

2.

2. adTatauMnadCMn www

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

2..

2...'.85,0 adfyAsatauMnadabcfMn www (2.40)

Jadi momen nominal gelagar T adalah:

wf MnMnMn +=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

2..

2.. adfyAshfdfyAsMn wf (2.41)

Geser Pada Gelagar

Tulangan geser pada dasarnya mempunyai empat fungsi, yaitu :

1. Memikul sebagian gaya geser rencana Vu.

2. Membatasi bertambahnya retak diagonal.

3. Memegang dan mengikat tulangan memanjang

4. Memberikan ikatan pada daerah beton yang tertekan

Perencanaan penampang akibat geser didasarkan pada persamaan:

Vu < ØV (2.42)

Kekuatan geser nominal ditentukan dengan memperhitungkan kontribusi beton

maupun tulangan sengkang, sehingga :

Vn = Vc + Vs (2.43)

Untuk komponen struktur yang menahan geser dan lentur saja, kekuatan beton tanpa

tulangan geser untuk menahan gaya geser.

dbfVc wc'

61

= (2.43)

Atau dengan menggunakan persamaan yang lebih rinci adalah sebagai berikut,

Page 111: Buku Perencanaan Teknik

107

 

dbMu

dVufVc wwc ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +=

...12071 ' ρ (2.43)

Sedangkan besarnya kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser berdasarkan

cara pemasangannya adalah sebagai berikut,

- Sengkang miring

( )αα cossin..+=

sdfyAvVs (2.43)

- Sengkang vertikal

s

dfyAvVs ..= (2.43)

Sengkang dipasang dengan jarak tidak lebih besar dari jarak yang telah disyaratkan

tidak boleh melebihi nilai-nilai berikut:

a. Seperempat nilai tinggi efektif gelagar (d)

b. 8 kali diameter tulangan memanjang terkecil

c. 24 kali diameter tulangan sengkang

d. Tidak lebih dari 300 mm.

4.3.4. Gelagar Beton Pratekan (Prategang)

Beton pratekan/prategang dimana tulangan bajanya ditarik/ditegangkan terhadap

beton. Penarikan ini menghasilkan system kesetimbangan pada tegangan dalam (tarik

pada baja dan tekan pada beton) yang akan meningkatkan kemampuan beton

menahan beban luar. Sifat beton yang kuat terhadap tekanan dan sebaliknya lemah

terhadap tarikan maka kemampuan menahan beban luar dapat ditingkatkan dengan

pemberian pratekan (Suproyadi, Bambang: 2007).

Penarikan tendon pratekan dapat dilakukan dengan dua cara:

• Dilakukan sebelum beton dicor (pre tensioning)

• Dilakukan setelah beton mengeras (post tensioning)

Perbedaan cara penarikan berpengaruh terhadap luas penampang yang digunakan

dalam perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi baik dalam tahap initial stage

atau final stage. Perbedaan perhitungan luas penampang disajikan pada Tabel D.3.

Page 112: Buku Perencanaan Teknik

108

 

Tabel D.3. Cara Penarikan Beton Pratekan

cara penarikan parameter yang digunakan

initial stage final stage

Pre-tensioning Atransformasi,Yg, It Atransformasi,Yg, It

Post-tensioning Agross, Yg, Ig Atrans, Ytrans, Itrans

Tahap pembebanan

Dalam peranacngan beton pratekan, tidak hanya ditinjau berdasarkan beban mati dan

hidup saja, tapi perlu diperhitungkan juga gaya prategang yang bekerja pada

penampang beton. Tahap pembebanan paling kritis biasanya sesaat setelah baja

ditegangkan (initial stage) dan pada masa pelayanan/akhir ( service/final stage).

Initial stage merupakan tahap gaya prategang dipindahkan pada beton dan belum ada

beban luar yang bekerja selain berat sendiri. Pada tahan ini gaya prategang maksimum

sebab belum ada kehilangan prategang dan kekuatan beton minimum sebab umur

beton masih muda, sehigga tegangan beton menjadi kritis. Pada sistem pre tensioning,

untuk mempercepat proses penarikan, tendon dilepas pada saat beton mencapai

sekitar 60% - 80% kekuatan yang disyaratkan. Pada sistem post tensioning, tendon

ditarik dalam dua atau tiga tahap untuk memberikan kesempatan pada beton agar

mencapai kekuatan yang disyaratkan gaya prategang diterapkan penuh.

Final stage merupakan pembebanan paling berat untuk kondisi masa

servis/pelayanan, dengan asumsi bahwa semua kehilangan prategang telah terjadi

sehingga gaya prategang telah mencapai nilai terkecil dan kombinasi beban luar

mencapai nilai maksimum, sebab telah bekerja beban mati, hidup dan beban lainnya.

Pendekatan Perencanaan

a. Perencanaan tegangan kerja (working stress design/WSD)

1) Pada sisi atas:

Initial stage : ,⋅⋅ ⋅

− + − ≤i tt i

M yP P e yt fA I I (2.44)

Final stage : ,⋅⋅ ⋅

− + − ≤tt f

Mf yP P e yt fA I I (2.45)

2) Pada sisi bawah:

Initial stage : ,⋅⋅ ⋅

− + − ≤i bc i

M yP P e yb fA I I (2.46)

Page 113: Buku Perencanaan Teknik

109

 

Final stage : ,⋅ ⋅ ⋅

− + − ≤b tc f

P e y Mf yP fA I I (2.47)

Dimana:

ft,i = tegangan tarik ijin pada initial stage

ft,f = tegangan tarik ijin pada final stage

fc,i = tegangan tekan ijin pada initial stage

fc,f = tegangan tekan ijin pada final stage

b. Perencanaan kuat batas (ultimate stress design/USD)

1) Untuk komponen struktur dengan tendon terekat:

( )1

1 ''

γρ ω ω

β

⎛ ⎞⎡ ⎤= − + −⎜ ⎟⎢ ⎥⎜ ⎟⎢ ⎥⎣ ⎦⎝ ⎠

p pups pu p

c p

f df ff d (2.48)

Jika tulangan tekan diperhitungkan, maka ( )''

ρ ω ω⎡ ⎤

+ −⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦

pup

c p

f df d

ambil > 0,17 dan

d’ tidak lebih dari 0,15d.

2) Untuk komponen struktur dengan tendon tidak terekat:

a) Untuk gelagar dengan perbandingan bentang dan tinggi penampang ≤ 35

( )'70 400100ρ

= + + < +cps se se

p

ff f f (2.49)

b) Untuk gelagar dengan perbandingan bentang dan tinggi penampang > 35

( )'70 200300ρ

= + + < +cps se se

p

ff f f (2.50)

Dimana:

fps = tegangan nominal baja prategang, nilainya < fpy (MPa)

fpu = kuat tarik baja prategang (MPa)

fse = tegangan efektif baja prategang (MPa)

fpy = kuat leleh baja prategang (MPa)

ρp = rasio tulangan prategang terhadap luas penampang beton

d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik non-prategang, mm

dp = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan prategang, mm

ω = indeks tulangan tarik non-prategang = ρfy/f’c

Page 114: Buku Perencanaan Teknik

110

 

ω’ = indeks tulangan tarik non-prategang = ρ’fy/f’c

4.3.5. Jembatan Rangka Baja

Model-model jembatan rangka dapat dilihat pada Gambar A.33.

a. Standart

cb. Subdivided Pratt Truss with Substruts or Baltimore Truss

d. Subdivided Pratt Truss with Subties

b. Non Paralel Chord (Parker Truss)

e. Petit Truss/Pennsylvania Truss

Gambar D.24. Model-model Jembatan Rangka

h. Curve Chord

f. Pratt Truss with no Vertical g. Pratt Truss Standart

i. Subdivided

Page 115: Buku Perencanaan Teknik

111

 

Perencanaan Jembatan Rangka Batang

a. Bangunan atas jembatan harus direncanakan sebagai struktur yang terletak bebas di atas

dua tumpuan (simple beam). Metoda analisa struktur harus berdasarkan atas anggapan

elastik linier untuk mendapatkan gaya-gaya dalam, sedangkan untuk analisa dimensi

komponen dan sambungan-sambungan menggunakan pendekatan kekuatan batas (limit

states).

b. Lendutan untuk struktur jembatan tidak melebihi lendutan yang diizinkan akibat beban

hidup sebesar 1/800 kali panjang bentang untuk struktur di atas 2 tumpuan atau 1/400 kali

panjang bentang untuk struktur kantilever.

c. Rangka jembatan standar harus diberikan anti lendut (camber) yang cukup untuk

mengimbangi lendutan akibat beban mati dan beban hidup sebesar minimal sebesar 150%

dan pada saat oprasional, camber yang terjadi akibat beban mati maksimal sebesar 1/300

kali panjang bentang serta pada saat uji coba (loading test) tidak boleh terjadi saging pada

saat beban penuh

d. Semua sambungan baut harus direncanakan sebagai sambungan friksi (friction bolt)

dengan koefisien slip = 0.30 untuk baja yang di Hot-dip Galvanized yang dibersihkan

dengan abrasi ringan, dan harus diperiksa terhadap kekuatan geser dan tumpuan

e. Jembatan harus direncanakan terhadap pengaruh fatik. Pengelasan dan sambungan baut,

termasuk lokasi lubang baut dan prosedur pengelasan, harus direncanakan sedemikian

rupa sehingga menjamin tidak terjadi konsentrasi tegangan yang terjadi untuk

menghindari keruntuhan akibat fatik

f. Mengingat lantai beton jembatan dibuat insitu oleh pihak ketiga dan dengan

mempertimbangkan aspek pemeliharaan dimasa yang akan datang, gelagar melintang dan

gelagar memanjang direncanakan tidak sebagai gelagar komposit, perencanaan sistem

sambungan antara gelagar memanjang dengan gelagar melintang menggunakan sistem

end plate yang sesuai dan memperhatikan kemudahan pemasangan

g. Perencanaan lantai baja harus kuat terhadap beban beton basah dan berat sendiri, dan

diasumsikan hanya sebagai perancah pada saat pelaksanaan

h. Setiap jembatan harus dirancang dengan sistem pemasangan cara kantilever dan sebagai

bentang pemberat. Pemasangan jembatan rangka permanen dengan sistem kantilever

Page 116: Buku Perencanaan Teknik

112

 

diharuskan menggunakan bentang pemberat (beban pengimbang), untuk memberikan

kesetimbangan pada bentang kantilever. Bentang pemberat merupakan bentang rangka

standar. Setiap bentang jembatan harus dirancang sebagai bentang pemberat dalam kelas

yang sama.

Tahapan Analisis Jembatan Rangka Baja

1. Analisa gaya dalam yang terjadi pada struktur jembatan dengan permodelan 2 dimensi

dan 3 dimensi yang menggunakan sofware khusus dengan kombinasi pembebanan ULS

& SLS.

2. Analisa tahap pelaksananan dengan permodelan 3 dimensi menggunakan sofware khusus

dengan kombinasi pembebanan SLS.

3. Analisa rasio tegangan yang terjadi pada struktur jembatan mengunakan sofware khusus

dengan kombinasi pembebanan ULS untuk analisa 1. & 2. seperti di atas.

4. Analisa sistem lantai, gelagar memanjang dan gelagar melintang dengan kombinasi

pembebanan ULS.

5. Analisa pembautan dengan kombinasi pembebanan SLS.

6. Analisa Fatique dengan kombinasi pembebanan SLS

7. Analisa plat sambungan (gusset plate) dengan kombinasi pembebanan SLS

8. Analisa camber, gap dan expansion joint jembatan dengan kombinasi pembebanan SLS

9. Analisa Perletakan ( elastomeric bearing, lateal stopper, seismic buffer & angkur) –SLS.

10. Analisa tahapan pelaksanaan (counter weight, cable, tower sementara) – SLS.

Page 117: Buku Perencanaan Teknik

113

 

Tabel D.4 Berat Jembatan Rangka Baja

Rangka Baja Gelagar Baja

Page 118: Buku Perencanaan Teknik

114

 

Gambar D.25. Jembatan Rangka Baja Kelas A

Gambar D.26. Jembatan Rangka Baja Kelas B

Page 119: Buku Perencanaan Teknik

115

BAB V. STRUKTUR BAWAH JEMBATAN

Struktur bawah jembatan adalah struktur yang berfungsi menyalurkan beban dari struktur atas

termasuk beban lalu lintas ke tanah pendukung jembatan melalui fondasi. Jika tanah

pendukung jembatan tidak mampu menahan beban struktur termasuk beban hidupnya, maka

dibawah struktur bawah diperlukan fondasi tidak langsung yang dapat berupa sumuran, tiang

pancang dan tiang bor. Struktur bawah terbagi menjadi dua bagian yaitu kepala jembatan dan

pilar. 5.1. Umum 5.1.1. Bentuk Struktur Bawah Jembatan

Macam-macam bentuk struktur atas disajikan pada Gambar E.1 dan E.2

Gambar E.1 Tipikal Kepala Jembatan

80

Gambar E.2 Tipikal Pilar Jembatan

Page 120: Buku Perencanaan Teknik

116

L

MAB

MAN

Kepala Jembatan

Kepala Jembatan

a b

5.1.2. Bagian-Bagian Struktur Bawah Jembatan 

1. Kepala Jembatan

Kepala jembatan adalah struktur penghubung antara jalan dengan jembatan dan

sekaligus sebagai penopang struktur atas jembatan serta sebagai struktur penahan

tanah dibelakang kepala jembatan.

Penentuan Letak Kepala Jembatan

Untuk menghindari kerusakan dan kegagalan yang mungkin terjadi pada kepala

jembatan, maka sedapat mungkin kepala jembatan diletakkan pada:

• lereng/dinding sungai yang stabil, agar tanah dasar kepala jembatan tidak

mengalami scouring, dan lereng di kiri kanan kepala jembatan tidak longsor.

• alur sungai yang lurus, untuk menghindari tidak berfungsinya jembatan karena

perpindahan alur sungai, dan untuk menghindari longsornya kepala jembatan.

Untuk mendapatkan struktur atas yang ekonomis, maka sedapat mungkin kepala

jembatan diletakkan pada bentang yang terpendek.

Penentuan Bentang/jarak antar Kepala Jembatan

Penentuan jarak antara dua kepala jembatan (L) didasarkan kepada jenis dan

kondisi sungainya

- Bentang (L) = (a+b) / 2 , untuk Kondisi: sungai bukan limpasan banjir dan

sungai yang mengalami banjir tetapi tidak membawa hanyutan.

- Bentang (L) = b, untuk Kondisi sungai limpasan banjir dan sungai yang

mengalami banjir dengan membawa benda hanyutan.

Gambar E.3. Posisi kepala jembatan pada sungai

Bahan Kepala Jembatan

Kepala jembatan dapat dibuat dari pasangan batu kali atau beton bertulang.

Pasangan batu kali biasanya digunakan untuk kepala jembatan yang kedalaman

Page 121: Buku Perencanaan Teknik

117

Blok Beton

Type Gravitasi Pasangan Batu Kali

D=1/6 ~ 1/8H

1:5

1/2 ~ 2/3H 1/2 ~ 1D

h H

Min 0,25m

T girder

min 0,3m < T girder, min 0,4 m

Pemakaian h < 5m h 5 s/d 12 m h 8 s/d 20 m

Type T dengan penopang Beton Bertulang

Type T Beton Bertilang

1/12 H

H h

1/12 ~ 1/14H

0,4 ~ 0,7 H

Penopang

0,4 ~ 0,7 H

1/3 H

0,3m

1/10 ~ 1/12 H

< T girder, min 0,4 m

T girder

sungainya kurang dari 5 m, dimana penggunaan batu kali masih memungkinkan

dan lebih murah daripada beton. Beton bertulang dapat digunakan untuk

pembuatan kepala jembatan yang kedalaman sungainya kurang dari 20 m, jika

lebih dari 20 m sudah tidak ekonomis.

Pasangan batu kali : ⇒ Type Gravitasi

Beton bertulang : ⇒ Type T dan Type T dengan penopang

Prakiraan dimensi untuk preliminary design

Gambar E.4. Preliminary design kepala jembatan

Gambar E.5 : Detail kepala jembatan

Page 122: Buku Perencanaan Teknik

118

Permasalahan yang sering terjadi pada Kepala Jembatan

Pada jembatan yang berada pada tikungan sungai sering mengalami kerusakan

pada kepala jembatan sebagai akibat timbulnya scouring pada tikungan bagian

luar sungai. Kepala jembatan bisa tergeser atau longsor yang mengakibatkan

runtuhnya struktur atas. Untuk itu di harapkan untuk tidak membangun jembatan

pada tikungan sungai. Jika harus/terpaksa membangun jembatan pada tikungan,

maka pada dasar sungai dan dinding sungai pada tikungan bagian luar harus

diperbaiki/diperkeras.

Gambar E.6. Scouring pada tikungan sungai

Perbaikan pada dasar dan dinding sungai

Perbaikan pada dinding sungai dapat dilakukan dengan :

- Pemasangan Turap

- Pemasangan bronjong (Pasangan batu kosong dengan ikatan kawat)

- Pembuatan dinding penahan (pas. batu kali , beton)

- Pembuatan dinding pelindung (pas. batu kali , lempengan plat beton)

Page 123: Buku Perencanaan Teknik

119

Bronjo

Cerucu

Bat

Pasangan Batu kali /

Pasangan Batu kali / beton

Perbaikan dasar sungai dapat dilakukan dengan :

- Pasangan batu kali - Cor beton - Pas. Batu kosong dengan tiang cerucuk

Gambar E.7. Perbaikan dinding dan dasar sungai

2. Pilar Jembatan

Pilar jembatan dapat dibuat dari pasangan batu kali, beton bertulang atau baja.

Pasangan batu kali biasanya digunakan untuk sungai yang kedalamannya kurang

dari 5 m, dimana penggunaan batu kali masih memungkinkan dan lebih murah

daripada beton. Beton bertulang sangat bebas penggunaannya. Baja biasanya

digunakan pada daerah-daerah pegunungan dimana kecepatan air banjirnya

sangat besar. Dengan penggunaan baja diharapkan hambatan terhadap air lebih

kecil, dan gaya tekanan air yang bekerja pada pilarpun lebih kecil. Penggunaan

pilar baja pada daerah pegunungan lebih baik dari pada beton karena terkait

dengan masalah kondisi lapangan dan pelaksanaan.

Jenis – jenis pilar:

- Pilar tunggal, terbuat dari pipa baja dan beton bertulang.

Page 124: Buku Perencanaan Teknik

120

Pilar tunggal Pilar Perancah / Portal Pilar masif

- Pilar Perancah/portal , terbuat dari baja dan beton bertulang.

- Pilar masif , terbuat dari pasangan batu kali dan beton bertulang.

Gambar E.8. Jenis-jenis pilar

Pilar Jembatan Pasangan Batu Kali

Pilar dari pasangan batu kali digunakan dalam kondisi:

- Dalamnya sungai kurang dari 5 meter.

- Tidak untuk jembatan pada jalan klas utama.

- Cukup tersedia material batu kali di lokasi pekerjaan

- penggunaanya lebih murah daripada menggunakan beton atau baja.

Gambar E.9. Dimensi pilar dari pasangan batu kali

Page 125: Buku Perencanaan Teknik

121

d = 0,8 ( 0,8 + 0,12 h + 0,025 w )

d = tebal dinding bagian atas pilar

Dinding semakin kebawah semakin tebal dengan kemiringan 20:1

h = tinggi pilar dari dasar sungai sampai tumpuan girder.

w = jarak dua tumpuan antara pilar dengan kepala jembatan atau antara pilar dengan pilar.

Gambar E.10. Pilar dari pasangan batu kali

Pilar Jembatan Beton Bertulang

Pilar dari beton bertulang dewasa ini cukup banyak digunakan dengan

pertimbangan:

- Kuat dan tahan lama - Tidak perlu perawatan - Mudah dibentuk sesuai dengan desain - Untuk daerah kota dan desa mudah untuk memperoleh materialnya.

Gambar E.11 Struktur Pilar Tunggal

Page 126: Buku Perencanaan Teknik

122

Gambar E.12. Pilar Tunggal jembatan jalan Raya dan KA.

Gambar E.13. Pilar Perancah/Portal jembatan jalan Raya

Gambar E.14. Pilar masif/Dinding jembatan jalan Raya

Page 127: Buku Perencanaan Teknik

123

Pilar Jembatan Baja

Pilar dari baja digunakan dengan pertimbangan:

- Aliran air sungai cukup deras, biasanya pada daerah pegunungan .

- Karena bentuknya ramping dapat mengurangi hambatan aliran air, sehingga

scouring pada dasar sungai dapat dihindari

- Meminimize gaya tekanan air dinamis pada saat banjir, karena penampangnya

yang lebih kecil daripada beton atau pasangan batu kali..

- Secara ekonomi penggunaan baja lebih menguntungkan karena tempatnya

yang sulit, seperti pada daerah pegunungan . Baja bisa dirangkai di pabrik, lalu

tinggal dipasang dilokasi pekerjaan.

Gambar E.15. Struktur Pilar Baja

Page 128: Buku Perencanaan Teknik

124

Gambar E.16. Macam-macam Pilar Baja

Permasalahan yang sering terjadi pada Pilar Jembatan

Kasus yang sering terjadi pada pilar jembatan adalah terjadinya scouring dasar

sungai di sekitar kaki pilar, Scouring ini dapat disebabkan oleh:

• Bentuk penampang pilar yang kurang baik, sehingga menimbulkan olakan air

pada dasar sungai yang mengakibatkan scouring.

• Pilar-pilar yang dibuat tidak sejajar dengan arah aliran air ,yang dapat

menimbulkan local scouring pada dasar sungai.

Gambar E.17. Aliran air pada penampang pilar

Page 129: Buku Perencanaan Teknik

125

Gambar E.18. Pilar tidak sejajar dengan arah aliran air

Gambar E.19. Local Scouring pada dasar Pilar

Perlindungan Pilar terhadap scouring

Perlindungan Pilar terhadap scouring dapat dilakukan dengan:

Page 130: Buku Perencanaan Teknik

126

a. memperkeras dasar sungai disekitar pilar . Perkerasan ini dapat dilakukan

dengan pasangan batu kali ( gambar 2 ), pasangan beton atau dengan cerucuk

yang sela-selanya diisi batu kosong. Penggunaan cerucuk ini dimungkinkan

jika tanah dasar sungai bukan bebatuan, dan air sungai tidak pernah kering,

sebab jika air sungai kadang-kadang kering, maka cerucuk akan lapuk.

b. Pemasangan Sheet pile mengelilingi pondasi pilar (gambar 4). Cara ini juga

dimungkinkan jika tanah dasar pilar bukan bebatuan.

Gambar E.20 : Perlindungan Pilar terhadap scouring

5.2. Konsep Perencanaan Struktur Bawah Jembatan

5.2.1. Kepala Jembatan

• Tidak ditempatkan pada belokan luar sungai

• Tidak ditempatkan pada aliran air sungai

• Tidak ditempatkan di atas bidang gelincir lereng sungai.

• Tidak ditempatkan pada lereng sungai jika digunakan fondasi dangkal

Page 131: Buku Perencanaan Teknik

127

Beban Tetap

Beban Mati

Beban Mati Tambahan

Beban Hidup

Berat sendiri konstruksi, sesuai dengan Berat Jenis material pembentuk konstruksi:

Beban yang selalu ada yang tidak termasuk struktur penahan beban kendaraan , pipa drainasi, sandaran , tiang lampu, ornamen

Beban lalu lintas yang bekerja diatas jembatan: orang dan kendaraan

• fondasi kepala jembatan diupayakan untuk ditanam sampai kedalaman

pengaruh penggerusan aliran air sungai

5.2.2. Pilar Jembatan

• Tidak ditempatkan di tengah aliran air sungai

• Jika pilar ditempatkan pada aliran sungai maka pilar dibuat sepipih

mungkin dan sejajar dengan arah aliran air

• Bentuk disarankan bulat atau lancip

• Untuk daerah rawan gempa diupayakan untuk tidak menggunakan pilar

tunggal.

• Jika menggunakan pondasi dangkal, fondasi ditanam dibawah dasar

sungai sampai batas pengaruh gerusan aliran air sungai.

5.3. Perhitungan Struktur Bawah Jembatan 

Pembebanan Struktur Bawah Jembatan

Kepala dan Pilar Jembatan harus diperhitungkan terhadap semua beban yang mungkin

terjadi pada jembatan , termasuk tumbukan kapal pada pilar jembatan bila jembatan

tersebut berada diatas selat atau laut. Sepertihalnya struktur atas, struktur bawah akan

menerima beban-beban sebagai berikut:

A. Beban tetap

Page 132: Buku Perencanaan Teknik

128

Pilar jembatan Kepala Jembatan

P q0,5(L1+L2)

L2 L1 L1

Beban Lalu lintas Beban hidup atau beban lalulintas yang bekerja pada lantai jembatan adalah

beban merata sebesar 9 KN/m2, dan beban garis sebesar 49 KN/m. Beban yang

bekerja pada lantai jembatan ini diterima oleh girder atau rangka, yang

selanjutnya disalurkan ke kepala atau pilar jembatan.

Peninjauan Beban P dan q Pada Kepala dan Pilar Jembatan

Gambar E.22. Pembebanan Pada Pilar dan Kepala Jembatan oleh P dan q

Beban Rem Beban olah gaya rem adalah beban yang diakibatkan oleh kendaraan yang

berhenti secara bersamaan diatas jembatan. Beban ini ditimbulkan oleh adanya

gesekan antara roda kendaraan dengan lantai jembatan. Besarnya gaya rem

ditentukan menurut Gambar E.23. yang dianggap ada pada semua lajur lalu lintas

tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan bekerja dalam satu arah yang

besarnya tergantung pada bentang jembatan. Beban rem tersebut dianggap

bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan . Beban rem yang diterima oleh

lantai jembatan ini didistribusikan ke pilar dan kepala jembatan oleh balok atau

rangka jembatan. Beban rem ini bekerja bersama-sama dengan beban p dan q

Pilar Jembatan Kepala Jembatan

q 0,5. L1

L2 L1 L1

Page 133: Buku Perencanaan Teknik

129

Dalam memperkirakan pengaruh gaya rem terhadap perletakan dan bangunan

bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari

perletakan ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan.

Gambar E.23. Gaya Rem Pada Pilar dan Kepala Jembatan .

Gambar E.24. Diagram beban rem

B. Aksi Lingkungan

Beban Angin Besarnya beban akibat gaya angin yang bekerja pada struktur sebesar

TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 d [ kN /m] ( gaya angin yang bekerja pada jembatan)

TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 [ kN /m] ( gaya angin yang bekerja pada kendaraan)

VW adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau

CW adalah koefisien seret - lihat Tabel E.1.

d adalah tinggi bagian samping jembatan (m)

Luas ekivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam

arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini

dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar;

SK.SNI T-02-2005 / Lajur (2.75m) μ = 0.15

Pilar JembatanKepala Jembatan

L2L1 L1

Rol Pq

Gaya Rem

SendiPq

Gaya Rem

Sendi Rol

Page 134: Buku Perencanaan Teknik

130

Tabel E.1. Koefisien seret CW

Bidang yang ditekan angin CW

Bangunan atas

b/d = 1.0

b/d = 2.0

b/d ≥ 6.0

2.1

(3)

1.5

(3)

1.25

(3)

kendaraan 1.2

b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran

d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran

Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier

Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3

% untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 %

Tabel E.2. Kecepatan angin rencana VW

Keadaan Batas Lokasi Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai

Daya layan 30 m/s 25 m/s

Ultimit 35 m/s 30 m/s

Gambar E.25. Beban angin yang bekerja pada struktur.

Peninjuan beban angin pada saat tidak ada kendaraan

Angin tekan 100% dari TEW dan ngin hisap 50% dari TEW jembatan

Page 135: Buku Perencanaan Teknik

131

Gambar E.26. Beban angin pada kendaraan dan pada struktur girder.

Peninjuan beban angin pada jembatan saat ada kendaraan

Angin tekan 50% dari TEW jembatan dan angin hisap 25% dari TEW jembatan

Dan yang bekerja pada kendaraan 100% dari TEW kendaraan

Gambar E.27. Beban angin pada kendaraan dan pada struktur rangka.

TEW

TEW

Keadaan Dengan Beban Hidup

15 % 15 % 7,5 %

100 %

2

b

30 %

d

Keadaan Tanpa Beban Hidup

Page 136: Buku Perencanaan Teknik

132

b. Beban Tumbukan Kendaraan Beban akibat tumbukan kendaraan pada pilar jembatan jalan layang ditentukan

sebesar 1000 kN pada arah tegak lurus jembatan dan sebesar 500 kN pada arah

memanjang jembatan.

Keduanya bekerja pada tinggi 1,8 m dari permukaan jalan dibawah jembatan.

Gambar E.28. Beban tumbukan kendaraan pada pilar jalan layang c. Beban tumbukan kapal Beban tumbukan kapal adalah beban yang ditimbulkan oleh gaya tumbuk kapal

ketika kapal membentur pilon atau pilkar jembatan. Jembatan yang menyeberangi

laut, selat atau sungai yang besar yang dilewati kapal, pilar dan pylon jembatan

harus diperhtungkan terhadap tumbukan kapal. Untuk menghindari kerusakan

pilar dan pylon jembatan maka pada bagian yang mungkin ditumbuk kapal harus

diperlengkapi dengan fender. System fender bisa terpisah dari struktur pilar dan

pylon atau menyatu dengan pilar dan pylon. Fender berfungsi sebagai penyerap

energi tumbuk kapal sekaligus meneruskan sisa gaya ke pilar atau pylon, bagi

sistem fender yang menyatu dengan pilar atau pylon.

Energi tumbukan kapal dapat dihitung berdasarkan perumusan gaya-akselerasi (F

= ma) sebagai berikut :

∫= dxxFKE )(

gVWxCKE H

2)(5,0=

dengan pengertian :

KE = energi kinetik dari kapal desain (tm)

F(x) = gaya pelindung struktur F(t) sebagai fungsi lendutan x (m)

Page 137: Buku Perencanaan Teknik

133

C H = koefisien hidrodinamis masa air yang bergerak bersama kapal, yang

merupakan

interpolasi antara :

a. 1,05 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan ≥ 0,5 x d

b. 1,25 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan ≤ 0,1 x d

d = Tinggi bagian yang terendam dalam air (Sarat kapal)

W = tonase perpindahan kapal (t), berat total kapal pada beban penuh

Tumbukan kapal diperhitungkan ekuivalen dengan gaya tumbukan statis pada

obyek yang kaku dengan rumus berikut : 1/ 2( ) (12,5 )ST DWT xV=

keterangan :

TS = gaya tumbukan kapal sebagai gaya statis ekuivalen (t)

DWT = tonase berat mati muatan kapal (t) = berat kargo, bahan bakar, air dan persediaan

V = kecepatan tumbukan kapal (m/s)

Gambar E.29. Beban tumbukan kapal pada pilar / pylon dari depan

Untuk menahan tumbukan ini diperlukan fender terpisah yang dipasang didepan

pilar atau pylon jembatan.

Untuk kapal yang membentur pilar atau pylon dari arah samping dapat digunakan

rumusan sebagai berikut :

Page 138: Buku Perencanaan Teknik

134

w DWT Wa= +

Gambar E.29. Beban tumbukan kapal pada pilar dan pylon dari samping. Keterangan:

E = energi kinetik Tumbuk Kapal (tm)

E sin α = Energi kinetik yang diterima oleh fender

R = Gaya statis yang didustribusikan oleh fender ke pilar atau pylon

CH = koefisien hidrodinamis masa air yang bergerak bersama kapal,

d = Tinggi bagian yang terendam dalam air (Sarat kapal)

W = tonase perpindahan kapal (t), berat total kapal pada beban penuh

Lpp = Panjang bagian yang terendam dalam air

20,5 ( )HC x W VEg

=2

3 2

1 .4

t m1.03 , = 9.81 m dt

pp a

a

Wa d L

g

π γ

γ

=

=

Page 139: Buku Perencanaan Teknik

135

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

1 1.05 1.1 1.15 1.2 1.25 1.3

CH

C

Gambar E.30. Nilai C kapal

Gambar E.31. Nilai Cw kapal

Gambar E.32. Beban tumbukan kapal pada pilar / pylon dari samping kapal

Page 140: Buku Perencanaan Teknik

136

Gambar E.33. Bentuk dan ukuran kapal

Tabel E.3. Ukuran kapal

Tabel E.4. Type dan ukuran fender

Bentuk Fender Nomor TYpe

Dimensi ( cm) Energi (E)

(ton.m)

Kapas itas (R)

(ton) a b c

FV005-1-1 FV005-1-2 FV005-1-3 FV005-1-4

100 100 100 100

120 120 120 120

90 90 90 90

4,5 4,0 3,0 2,0

35 30 23 15

FV005-2-1 FV005-2-2 FV005-2-3 FV005-2-4

150 150 150 150

170 170 170 170

70 70 70 70

6,8 6,0 4,5 3,0

52 45 34 23

Page 141: Buku Perencanaan Teknik

137

FV005-3-1 FV005-3-2 FV005-3-3 FV005-3-4

200 200 200 200

220 220 220 220

63,5 63,5 63,5 63,5

9,1 8,1 6,0 4,0

69 60 46 31

FV005-4-1 FV005-4-2 FV005-4-3 FV005-4-4

250 250 250 250

270 270 270 270

80 80 80 80

11,0 10,0 7,5 5,0

86 75 57 38

FV005-5-1 FV005-5-2 FV005-5-3 FV005-5-4

300 300 300 300

320 320 320 320

72,5 72,5 72,5 72,5

13,0 12,0 9,0 6,0

103 90 68 45

d. Beban Air Mengalir 1) Pilar jembatan yang terendam oleh air banjir harus diperhitungkan terhadap

gaya air mengalir yang tertahan oleh pilar setinggi air banjir. Gaya air mengalir

dihitung dengan rumus

TEFw = 0,5 CD ( Vs )2 Ad [ kN ]

dengan pengertian :

Vs adalah kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau.

CD adalah koefisien seret

Ad adalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama

dengan kedalaman aliran

2) Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat

melintang akan semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam

arah tegak lurus gaya seret, adalah:

TEFw = 0,5 Cl ( Vs )2 AL [ kN ]

dengan pengertian :

VS adalah kecepatan air (m/dt)

Cl adalah koefisien angkat

AL adalah luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2), dengan tinggi sama dengan

kedalaman aliran

VS = kecepatan rata-rata = Va :1,4

jika tidak diketahui Va dapat diambil 3 m/dt

Page 142: Buku Perencanaan Teknik

138

Gambar E.34. Koefisien seret

Gambar E.35. Luas proyeksi pilar

Gambar E.36. Tekanan air mengalir pada pilar

Permukaan air banjir

TEFw

0,6h

h

Page 143: Buku Perencanaan Teknik

139

e. Beban Tumbukan Benda Hanyutan Pilar jembatan yang terendam oleh air banjir harus diperhitungkan menerima

tumbukan benda hanyutan bawaan air banjir yang bekerja pada permukaan air

banjir. Besarnya tumbukan benda hanyutan ditentukan dengan rumus:

dengan pengertian :

M adalah massa batang kayu = 2 ton

Va adalah kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.

Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk diagram

kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs.

Jika tidak diketahui ; Va = 3 m/dt

d adalah lendutan elastis ekuivalen (m)

Tabel E.5. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan benda hanyutan

Tipe Pilar  d (m)

Pilar beton masif

Tiang beton perancah/ portal

Tiang baja perancah /portal/truss

0.075

0.150

0.300

Beban akibat tumbukan benda hanyutan ini ditinjau bersamaan dengan beban air

mengalir.

Gambar E.37. Gaya tumbuk benda hanyutan pada pilar

2.( ) (KN)aEF

M VTd

=

TEF Permukaan air banjir

Page 144: Buku Perencanaan Teknik

140

f. Beban Gempa Jembatan yang dibangun pada daerah rawan gempa harus diperhitungkan

terhadap beban gempa. Untuk jembatan lurus dengan ketinggian pilar tidak

mencapa 30 m dapat dilakukan analisa statis ekuivalen. Untuk jembatan yang

melingkar atau jembatan dengan ketinggian pilar diatas 30 m harus dilakukan

analisa dinamis.

Beban statis ekuivalen dihitung denga rumus

Gambar E.38. Gaya gempa pada pilar

dimana:

T*EQ : adalah Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)

C : adalah Koefisien geser dasar untuk daerah , waktu dan kondisi tanah

setempat yang sesuai

I : adalah Faktor kepentingan

S : adalah Faktor tipe bangunan

WT : Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa,

diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)

Koefisien geser dasar (C)

Nilai C diperoleh dari gambar E.41. yang sesuai dengan daerah gempa dimana

jembatan tersebut dibangun, Nilai C ditentukan berdasar pada wilayah gempa,

jenis tanah dibawah jembatan dan waktu getar dari struktur pilar jembatan.

Jenis tanah yang didapatkan dari hasil uji tanah dapat dilihat pada tabel E.6.

Waktu getar (T)

Waktu getar adalah waktu yang digunakan oleh setruktur pilar pada saat

mengalami simpangan bolak balik. Waktu getar dihitung dengan rumus-rumus

berikut:

. . . (kN)EQ TT C I S W=

2

DL + DL tambahan + setengah berat pilar ( kN)

percepatan gravitasi bumi = 9,81 (m/dt ) = Kekakuan gabungan (kN/m)

TP

P

W

gK

=

=

2.

TP

p

WTg K

π=

TEQ

Page 145: Buku Perencanaan Teknik

141

Gambar E.39.Bentuk pilar dan nilai Kp

Gambar E.40. Peta wilayah gempa

Page 146: Buku Perencanaan Teknik

142

Gambar E.41. Diagram nilai koefisien gempa dasar C

Page 147: Buku Perencanaan Teknik

143

Tabel E.6. Jenis tanah untuk koefisien geser dasar

Jenis Tanah Tanah Teguh Tanah Sedang Tanah

Lunak Untuk seluruh jenis tanah ≤ 3 m > 3 m sampai 25 m > 25 m Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 50 kPa:

≤ 6 m

> 6 m sampai 25 m

> 25 m

Pada tempat dimana hamparan tanah salah satunya mempunyai sifat kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata lebih besar dari 100 kPa, atau tanah berbutir yang sangat padat:

≤ 9 m

> 9 m sampai 25 m

> 25 m

Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser undrained rata-rata tidak melebihi 200 kPa:

≤ 12 m

> 12 m sampai 30 m

> 30 m

Untuk tanah berbutir dengan ikatan matrik padat:

≤ 20 m

> 20 m sampai 40 m

> 40 m

Tabel E.7. Faktor kepentingan (I)

1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternatif.

1,2

2. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi.

1,0

3. Jembatan sementara.

0,8

Tabel E.8. Faktor tipe bangunan (S)

Tipe Jembatan

(1)

Jembatan dengan

Daerah Sendi Beton Bertulang atau Baja

Jembatan dengan Daerah Sendi Beton

Prategang

Prategang Parsial (2)

Prategang Penuh

(2) Tipe A (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F

Tipe B (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F

Page 148: Buku Perencanaan Teknik

144

Tipe C 3,0 3,0 3,0

CATATAN (1) Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masing- masing arah.

CATATAN (2) Yang dimaksud dalam tabel ini, beton prategang parsial mempunyai pra-penegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh beban total rencana.

CATATAN (3) F = Faktor perangkaan

= 1,25 – 0,025 n ; F ≥ 1,00

n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masing-masing bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misalnya : bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan keleluasan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendiri-sendiri)

CATATAN (4) Tipe A: jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan

bawah) Tipe B:jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan

bangunan bawah) Tipe C:jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)

Ketentuan khusus untuk pilar tinggi

Untuk pilar tinggi berat pilar dapat menjadi cukup besar untuk mengubah respons

bangunan akibat gerakan gempa, maka beban statis ekuivalen arah horisontal

pada pilar harus disebarkan sesuai dengan Gambar E.41. Untuk pilar yang lebih

tinggi dari 30 m peninjauan gempa dilakukan dengan analisa dinamis .

Page 149: Buku Perencanaan Teknik

145

Gambar E.42. Beban gempa pada pilar tinggi

Beban vertikal statis ekuivalen

Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung

dengan menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0.1 g,

yang harus bekerja secara bersamaan dengan gaya horisontal Gaya ini jangan

dikurangi oleh berat sendiri jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya gempa

vertikal bekerja pada bangunan berdasarkan pembagian massa, dan pembagian

gaya gempa antara bangunan atas dan bangunan bawah harus sebanding dengan

kekakuan relatif dari perletakan atau sambungannya.

C. Beban Khusus

Gaya Sentrifugal

Jembatan yang melingkar harus diperhitungkan gaya horisontal radial yang

dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan. Gaya horisontal

tersebut harus sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada pada semua

jalur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor kejut. Beban lajur D disini tidak

boleh direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m.

Gaya sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan "D" atau

"T" dengan pola yang sama sepanjang jembatan.

Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut:

dimana :

TTR :adalah gaya sentrifugal yang bekerja pada lantai jembatan

V :adalah kecepatan lalu lintas rencana (km/jam)

R :adalah jari-jari lengkungan (m)

D : adalah beban lajur lalu lintas

20,79TR

VT DR

=

Page 150: Buku Perencanaan Teknik

146

Gambar E.43. Arah kerja beban sentrifugal 5.4. Perhitungan Struktur Bawah Jembatan 5.4.1. Kepala Jembatan

Gaya –gaya yang bekerja pada kepala jembatan

Gambar E.44. Gaya-gaya yang bekerja pada kepala jembatan

Gaya-gaya yang harus diperhitungkan terhadap kepala jembatan adalah:

1. Beban dari struktur atas termasuk beban hidup diatasnya.

Page 151: Buku Perencanaan Teknik

147

2. Beban perkerasan jalan dan beban lalu lintas dibelakang kepala jembatan

3. Beban tekanan tanah aktif dan beban tekanan air di belakang kepala jembatan

4. Gaya horizontal di belakang kepala jembatan akibat perkerasan jalan dan beban

lalu lintas di belakang kepala jembatan.

5. Berat sendiri struktur dan timbunan tanah di belakang kepala jembatan.

5.4.2. Pilar Jembatan

Gaya – gaya pada Pilar Jembatan

Gaya-gaya yang harus diperhitungkan pada pilar jembatan adalah:

1. Beban dari struktur atas ( beban mati dan beban hidup termasuk gaya rem)

2. Beban angin yang bekerja pada struktur atas

3. Berat sendiri dari pilar

4. Gaya angkat oleh air ( jika pilar terendam dalam air sungai )

5. Tekanan air mengalir dan tumbukan benda hanyutan

6. Tumbukan kendaraan atau kapal

Gambar E.45. Gaya – gaya yang bekerja pada Pilar Jembatan

(a) Peninjauan arah melintang jembatan

R1~R7 : Reaksi struktur atas ( beban hidup dan beban mati) (t)

Hw : Beban angin yang bekerja pada struktur atas ( titik kerja .

pada pusat gaya berat bangunan atas) (t)

Wc : Berat pilar (t)

Page 152: Buku Perencanaan Teknik

148

PR : Gaya tekanan air mengalir (t)

F : Gaya angkat keatas oleh air (t)

q1&q2 : Reaksi tanah pada pondasi (t/m2)

(b) Peninjauan arah memanjang jembatan

Rd : Beban mati struktur atas (t)

Rt : Beban hidup pada struktur atas (t)

Hs : Gaya horizontal akibat reaksi perletakan (t)

q3&q4 : Reaksi tanah pada pondasi (t/m2)

Page 153: Buku Perencanaan Teknik

149

BAB VI FONDASI JEMBATAN

Fondasi jembatan merupakan struktur paling bawah dari jembatan yang meneruskan beban

dari struktur atas dan bawah jembatan ke tanah dibawahnya. fondasi ini memegang peranan

yang utama terhadap kestabilan jembatan pada saat menerima beban mati, hidup dan aksi

lingkungan, untuk itu fondasi tidak boleh turun, tergeser atau terguling. Untuk menjaga agar

fondasi tidak turun, tergeser atau terguling, maka fondasi seharusnya didudukkan pada tanah

keras, atau dijepit pada tanah yang kokoh.

6.1 Umum

6.1.1 Bentuk Pondasi Jembatan

Fondasi digolongkan dalam dua jenis, yaitu pondasi dalam dan fondasi dangkal. Pembedaan

dari keduanya didasarkan pada sistem pemanfaatan daya dukung tanahnya. Fondasi dalam

memanfaatkan tahanan gesek tanah pada dinding fondasi dan tahanan vertikal tanah dibawah

dasar fondasi, sedangkan fondasi dangkal hanya memanfaatkan tahanan vertikal tanah

dibawah fondasi sebagai daya dukungnya. Fondasi juga digolongkan dalam fondasi langsung

dan fondasi tidak langsung. Fondasi langsung adalah fondasi yang langsung menumpu tanah

dasar sebagai pendukung fondasi, sedangkan fondasi tidak langsung adalah fondasi yang

menggunakan perantara untuk menyalurkan beban ketanah pendukung. Perantaranya dapat

berupa tiang pancang, tiang bor atau berupa sumuran.

Pemilihan bentuk pondasi jembatan dipengaruhi oleh karakteristik kondisi tanah yang untuk

dapat memberikan dukungan terhadap bangunan di atasnya. Macam-macam bentuk struktur

atas disajikan pada Gambar F.1 dan F.2.

Gambar F.1. Pondasi Tiang pancang baja dan beton

Page 154: Buku Perencanaan Teknik

150

Gambar F.2. Macam-macam Pondasi Jembatan

6.1.2 Bagian-bagian Pondasi Jembatan

Fondasi Dangkal / Fondasi langsung

Fondasi langsung

Fondasi langsung adalah fondasi yang langsung berdiri pada tanah yang keras tanpa melalui

perantara tiang atau sumuran. Fondasi langsung umumnya berupa fondasi plat setempat atau

fondasi plat menerus. Dasar fondasi umumnya tidak terlalu dalam, sehingga kemungkinan

tergerus / scour sangat besar, untuk itu fondasi langsung harus memenuhi beberapa

persyaratan.

Persyaratan Fondasi Langsung

1. Kedalaman lap. Pendukung ( tanah keras) max 4 m dari permukaan tanah.

Jenis Pondasi

Pondasi Dangkal

Pondasi Dalam

Pondasi Langsung

Pondasi Sumuran

Tiang Pancang

Tiang Bor

Sumuran

Kayu

Baja

Beton

Tiang H

Tiang Pipa

Bertulang

Pratekan

Page 155: Buku Perencanaan Teknik

151

2. Lap. Tanah pendukung terbebas dari pengaruh penggerusan

3. Dasar fondasi masuk kedalam lap pendukung ( 1,00 ~ 1,50 m)

4. Fondasi dangkal yang mendukung kepala jembatan harus ditempatkan kedalam

kelandaian tebing sungai untuk memelihara daya dukung.

5. Jika fondasi terpaksa harus berdiri pada lapisan batu yang tidak memungkin kan

untuk digali, maka harus dipastikan bahwa batu tersebut cukup besar dan mampu

menahan pondasi, dan antara fondasi dengan lapisan batu dibawahnya harus

dipasang penahan geser.

Gambar F.3 . Fondasi langsung

Fondasi dangkal

Fondasi dangkal adalah fondasi yang kedalaman maksimumnya 5 m dibawah permukaan

tanah. Pondasi ini berupa pondasi telapak dan fondasi sumuran dangkal. Fondasi dangkal ini

hanya mengandalkan daya dukung tanah dasar sebagai kemampuannya.dalam menahan

beban kepala jembatan dan pilar.

Fondasi Telapak ( kedalaman 1 sampai 5 m )

Fondasi telapak adalah fondasi dangkal yang plat pondasinya langsung berhubungan dengan

tanah pendukungnya. Fondasi ini umumnya dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5

meter, dengan perbandingan antara dalam dan lebar fondasi tidak lebih dari 1. Fondasi

telapak dapat dibuat persegi atau bulat. Daya dukung tanah dasar fondasi (qa) harus lebih

Page 156: Buku Perencanaan Teknik

152

, 23

, 23

.. . . .

c cinv tg tgφ φ

=

=

besar atau sama dengan tegangan maksimum tanah akibat beban (q max.), sedangkan qa = q

ultimate ( qu ) dibagi dengan angka keamanan. Besarnya angka keamanan 1,5 sampai 3.

Gambar F.4. Diagram tegangan tanah pada fondasi dangkal

Daya dukung ultimate fondasi dangkal (qu) (t/m²) dapat dilakukan dengan analisa data dari

boring, sondir atau n SPT.

Data Boring

qu untuk tanah padat dan tidak ada air

JJeenniiss TTeellaappaakk RRuummuuss :: qquu ==…………(t/m²)

PPllaatt mmeenneerruuss cc..NNcc ++ qq..NNqq ++ 00,,55..γγ..BB..NNγγ

BBuujjuurr ssaannggkkaarr 11,,33..cc..NNcc ++ qq..NNqq ++ 00,,44..γγ..BB..NNγγ

LLiinnggkkaarraann 11,,33..cc..NNcc ++ qq..NNqq ++ 00,,33..γγ..BB..NNγγ

qu untuk tanah lepas baik ada atau tidak ada air nilai c diganti dengan c’ dan φ diganti

dengan φ’

Keterangan: γ = berat isi tanah

q = γ.Z

max quq qaSF

≤ =

Z

Page 157: Buku Perencanaan Teknik

153

c = Kohesi Tanah

φ = sudut geser dalam tanah

Nc, Nq, Nγ = faktor daya dukung tanah

Untuk mendiskripsikan jenis tanah lepas atau padat dapat digunakan acuan berikut: tanah

padat φ ≥ 30º dan tanah lepas φ < 30º

q max ≤ qa = qu / SF

SF Daya dukung = 1,5 ~ 3

Tabel F.1. Nilai Faktor Daya Dukung

untuk tanah padat jenuh air ( air tanah mencapai dasar fondasi) nilai qu perlu direduksi

hingga 50% , akibat pengaruh air tanah, daya dukung akan menurun.

JJeenniiss TTeellaappaakk RRuummuuss :: qquu ==……………………(t/m²)

PPllaatt mmeenneerruuss 00..55 ((cc..NNcc ++ qq..NNqq ++ 00,,55..γγ..BB..NNγγ))

PPeennggaannttaarr TT.. PPoonnddaassii,, RRuuddyy DD::1155

Page 158: Buku Perencanaan Teknik

154

BBuujjuurr ssaannggkkaarr 00..55 ((11,,33..cc..NNcc ++ qq..NNqq ++ 00,,44..γγ..BB..NNγγ))

LLiinnggkkaarraann 00..55 ((11,,33..cc..NNcc ++ qq..NNqq ++ 00,,33..γγ..BB..NNγγ))

Apabila tanah yang diuji dengan triaksial test merupakan tanah yang jenuh air maka c yang

digunakan adalah cu, dan γ yang digunakan adalah γsub,

dimana γsub = γsat - γw

Keterangan: cu = kuat geser tanah jenuh air / tanpa drinasi

γsub = berat isi tanah celup

γsat = berat isi tanah jenuh

γw = berat isi air

q = γsub.Z

Z = Kedalaman pondasi

B = lebar pondasi

JJeenniiss TTeellaappaakk RRuummuuss :: qquu ==……………………(t/m²)

PPllaatt mmeenneerruuss ccuu..NNcc ++ qq..NNqq ++ 00,,55..γγssuubb..BB..NNγγ

BBuujjuurr ssaannggkkaarr 11,,33..ccuu..NNcc ++ qq..NNqq ++ 00,,44..γγssuubb..BB..NNγγ

LLiinnggkkaarraann 11,,33..ccuu..NNcc ++ qq..NNqq ++ 00,,33..γγssuubb..BB..NNγγ

Data Sondir

Data sondir dari nilai tahanan ujung conus (qc) dapat digunakan untuk menghitung fondasi

dangkal dengan pendekatan , melalui korelasi qc dengan parameter c, φ dan γ, dan nilai c

dapat diambil sebesar 0.05 qc. Atau dengan pendekatan/ rumus empiris Meyerhof qa = qc

/20

qa = daya dukung izin (kg/cm2)

qc = tahan ujung konus (kg/cm2)

Page 159: Buku Perencanaan Teknik

155

Korelasi tahanan ujung dengan sudut geser

0

50

100

150

200

250

300

350

0 10 20 30 40 50

Sudut Geser dalam tanah ( …O)

Taha

nan

Uju

ng C

onus

(qc)

( kg

/cm

2 )

Nilai φ dan γ didapatkan dari diagram / gambar dibawah :

Gambar F.5.Korelasi qc dengan φ

Gambar F.6. Korelasi φ dengan γ

Gambar F.7. Korelasi cu dengan γ

Korelasi sudut geser dalam tanah dengan berat isi tanah non cohesive

05

1015202530354045

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Berat isi tanah (ton/m3)

Sud

ut g

eser

dal

am ta

nah

(...0 )

BMS. 4-16

Korelasi kuat geser tanahdengan berat isi tanah cohesive

00.2

0.40.6

0.81

1.21.4

1.6

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Berat isi tanah (ton/m3)

Kua

t ges

er (c

u) (k

g/cm

2)

BMS. 4-17

BTS. 132 & 133

Page 160: Buku Perencanaan Teknik

156

5.

faktor daya dukungNd = nilai N Spt pada dasar fondasi

quqa

qu z Ndz

=

==

Korelasi nilai N SPT. dengan sudut geser dalam tanah

0

10

20

30

40

50

60

0 10 20 30 40 50Sudut geser dalam ( )

Nila

i N S

PT

10Nc =

Data N SPT

Daya dukung untimit ( qu) fondasi dangkal dapat juga diperoleh dari data N SPT melalui

analisa pendekatan langsung dan melalui korelasi nilai N SPT dengan nilai c, φ dan γ.

Rumus pendekatan langsung :

Gambar F.8. Faktor Daya dukung

korelasi nilai N SPT dengan nilai c ,φ dan γ.

Nilai c untuk tanah Cohesive didapatkan dengan pendekatan : kg/cm2

φ

Gambar F.9. Korelasi N.SPT dengan φ

Untuk mendapatkan berat isi tanah (γ), menggunakan gambar F.7. di atas.

BBTTSS 113333

MMeekkttaann $$ TT.. PPoonnddaassii,, SSuuyyoonnoo SS::110011

Page 161: Buku Perencanaan Teknik

157

Fondasi Sumuran

Fondasi sumuran ada dua jenis, yaitu fondasi sumuran dangkal dan fondasi sumuran dalam.

Fondasi sumuran dangkal umumnya hanya mengandalkan daya dukung vertikal tanah,

sedangkan fondasi sumuran dalam dapat memanfaatkan jepitan tanah yang berasal dari

tekanan tanah aktif yang bekerja pada dinding fondasi. Fondasi sumuran dangkal umumnya

dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5 meter, sedangkan fondasi sumuran dalam dapat

dibuat hingga kedalaman 15 meter.

Fondasi sumuran yang umumnya terbuat dari beton bertulang ini dapat digunakan pada jenis

tanah yang kedalaman tanah kerasnya sampai 15 meter. Untuk tanah yang kedalaman tanah

kerasnya lebih 15 meter penggunaan jenis fondasi ini sudah tidak efektif. Seperti halnya pada

fondasi dangkal, fondasi sumuran ini mengandalkan daya dukung tanah dasar sebagai sumber

utama kekuatannya, namun apabila dapat diyakinkan bahwa tanah disamping fondasi dapat

memberikan sumbangan kekuatan, maka diizinkan memperhitungkan tahanan gesek dinding

fondasi sebagai penyumbang kekuatan fondasi.

Pembuatan fondasi sumuran dapat dilakukan dengan dua cara :

a. Pengecoran ditempat, yang dilakukan dengan menggali lubang terlebih dahulu, yang

dilanjutkan dengan membuat pondasinya. Untuk fondasi sumuran berpenampang bulat

dapat dilakukan seperti membuat sumur biasa lalu dilanjutkan dengan membuat

fondasinya. Untuk fondasi sumuran yang berpenampang ellips dan persegi dilakukan

dengan menggali tanah yang ukurannya lebih besar dari fondasinya, dilanjutkan membuat

fondasi lalu mengurug bagian luar fondasi dengan tanah bekas galian dan

memadatkannya .

Gambar F.10 . Pembuatan Fondasi Kaison Dengan Beton Cor ditempat

Page 162: Buku Perencanaan Teknik

158

b. Membuat dinding fondasi dengan beton pracetak segmental, lalu memasangnya di

permukaan tanah yang dilanjutkan dengan menggali dari dalam bagian bawah

fondasi terus menerus sambil memasang segment berikutnya hingga selesai.

Gambar F.11. Pembuatan Fondasi Sumuran dengan Beton Pracetak.

Fondasi Sumuran Dangkal

Fondasi ini dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5 m, dengan perbandingan antara dalam

dan diameter pondasi tidak lebih dari 5. Untuk fondasi sumuran dangkal jepitan tanah

disamping fondasi sebagai akibat tekanan tanah aktif yang bekerja pada dinding fondasi

umumnya diabaikan, karena sumbangan daya dukungnya kecil, lebih-lebih jika tanah

disamping dinding fondasi merupakan tanah cohesive yang lunak sekali, sehingga daya

dukung fondasi yang diperhitungkan hanya mengandalkan daya dukung tanah pada dasar

fondasi.

Fondasi Sumuran dangkal pada tanah berkohesi padat

214

1, 3 . . ..

. .

1, 5 ~ 3

u u b

b

ua

q u c N c ZQ q A

A DQQS F

S F

γ

π

= +=

=

=

=Tanah Cohesive Sedang ~ keras

Lapisan tanah cohesive Lunak sekali

Z

D

(1,3. . . ). ; ( )bQu c Nc Z A tonγ= +

FFoonnddaassii ttiiddaakk tteerrjjeeppiitt

Page 163: Buku Perencanaan Teknik

159

Apabila air tanah berada pada dasar fondasi nilai Qu perlu direduksi hingga 50%. Sehingga

nilai qu = 00..55 ((11,,33..cc..NNcc ++ γγ ZZ)) AAttaauu aappaabbiillaa ddaattaa ttaannaahh ddiippeerroolleehh nniillaaii ccuu ddaann γγ ssuubb mmaakkaa rruummuuss ddaayyaa

dduukkuunngg ttaannaahh mmeennjjaaddii :: qu = ((11,,33..ccuu..NNcc ++ γγ ssuubb..ZZ)).. ((ttoonn//mm22))

Fondasi Sumuran dangkal pada tanah campuran padat

Apabila air tanah berada pada dasar fondasi nilai Qu perlu direduksi hingga 50%. Sehingga

nilai Qu = 0,5.[ ]1 2(1,3. . . . 0,3. . . ).c Nc Z Nq D N Abγ γ γ+ + (ton) AAttaauu aappaabbiillaa ddaattaa ttaannaahh

ddiippeerroolleehh nniillaaii ccuu ddaann γγ ssuubb mmaakkaa rruummuuss ddaayyaa dduukkuunngg ttaannaahh mmeennjjaaddii :: QQuu ==

[ ]1 2(1,3. . . . 0,3. . . ).u subc Nc Z Nq D N Abγ γ γ+ + (ton).

D

214

1,3. . . . 0,3. . ..

. .

1,5 ~ 3

u u b

b

ua

qu c Nc Z Nq D NQ q A

A DQQSF

SF

γ γ γ

π

= + +=

=

=

=

[ ]1 2(1,3. . . . 0,3. . . ). ( )Qu c Nc Z Nq D N Ab tonγ γ γ= + +

FFoonnddaassii ttiiddaakk tteerrjjeeppiitt

Tanah campuran C dan NC γ2

Lapisan Tanah Cohesive Lunak sekali γ1

Z

D

D

Page 164: Buku Perencanaan Teknik

160

Fondasi Sumuran Dalam

Fondasi sumuran di sebut sebagai sumuran dalam jika kedalaman fondasi lebih dari 5 meter

dan perbandingan antara dalam dan diameter fondasi lebih dari 5.

Daya dukung dari fondasi ini umumnya didapatkan dari daya dukung vertikal tanah dasar

fondasi dan tahanan gesek antara dinding fondasi dengan tanah penjepitnya. Pembuatan

fondasi sumuran dalam ini dapat dilakukan dengan pengecoran ditempat atau menggunakan

beton yang dicor dipabrik seperti pada cara pembuatan fondasi sumuran dangkal. Pembuatan

fondasi yang dicor ditempat hanya dapat dilakukan bila jenis tanahnya tanah yang bercohesi,

yang bila digali seperti membuat sumur gali tidak longsor. Pembuatan fondasi sumuran

dengan menggunakan beton yang di cor dipabrik dilaksanakan bila jenis tanahnya berpasir,

yang jika digali mudah longsor.

Fondasi Sumuran dalam pada tanah campuran homogen

As = luas dinding sumuran

Ab = luas dasar sumuran Kll = keliling sumuran

212. . .HP Z Kaγ=

2 0452

Ka tg φ⎛ ⎞= −⎜ ⎟⎝ ⎠

( ) ( )4 . .1,3. . . . 0,3. . . . . ( )A HC Z P tg

Qu c Nc Z Nq DN Ab As tonD

δγ γ γ

⎡ ⎤+⎛ ⎞= + + +⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎜ ⎟⎣ ⎦

⎢ ⎥⎝ ⎠⎣ ⎦

Tanah Campuran C dan NC padat

Lapisan tanah campuran (c dan φ) Lunak s/d keras

FFoonnddaassii tteerrjjeeppiitt

( ) [ ]1,3. . . . 0,3. . . . ( . . ). ( )A HQu c Nc Z Nq DN Ab C Z P tg Kll tonγ γ γ δ= + + + +⎡ ⎤⎣ ⎦

Z

ppH ppH

ppH ppH

ppH

ppH

D

CCAA CCAA

Page 165: Buku Perencanaan Teknik

161

Tabel F.2. Nilai Tg. δ

N0-. JENIS TANAH Tg. δ (beton)

1 Batuan 0,7

2 krikil kepasiran 0,55~0,6

3 Pasir kelanauan 0,45~0,55

4 Pasir halus 0,35~0,45

5 Lempung 0,3~0,35

Tabel F.3.Parameter tanah campuran Nc dan C

KEPADATAN TANAH φ C

(kg/cm2) CA (beton) (kg/cm2) N SPT

Lunak sekali / sangat lepas <300 0 ~ 0,125 0 ~ 0,125 <4

Lunak / lepas 300 ~350 0,125 ~ 0,24 0,125 ~ 0,23 4 ~ 10 Agak kenyal /

agak padat 350 ~400 0,24 ~ 0,48 0,23 ~ 0,36 10 ~ 30

Kenyal / padat 400 ~450 0,48 ~ 0,96 0,36 ~ 0,46 30 ~ 50 Keras /

sangat padat >450 0,96 ~ 1,92 0,46 ~ 0,62 >50

BBTTSS 114477

BBTTSS, 133,172

Page 166: Buku Perencanaan Teknik

162

Fondasi Sumuran dalam pada tanah berlapis

As1 = luas dinding sumuran setinggi z1 As2 = luas dinding sumuran setinggi z2

Ab = luas dasar sumuran Fondasi Tiang Pancang dan Tiang Bor

Penggunaan fondasi tiang akan mencapai tingkat ekonomis jika kedalaman lapisan tanah

keras diatas 10 meter dari permukaan tanah, namun demikian penggunaan tiang yang

kedalamannya kurang dari 10 meter masih diijinkan. Tanah dinyatakan keras jika nilai qc dari

sondir ≥ 150 kg/cm2, atau nilai N Spt ≥ 50.

Kedalaman tiang di tentukan dengan mempertimbangkan:

• Daya dukung dan sifat kompresibilitas tanah atau bebatuan.

• Penurunan yang diijinkan dari struktur.

( )( ) ( )

2 2 1 1 2 2 2 2 2 2

11 2

1,3. . . . . . 0,3. . . .

4 . 4 .. . ( )A H

Qu c Nc Z Nq Z Nq D N Ab

C Z P tgAs As ton

D D

γ γ γ γ

δ

= + + + +⎡ ⎤⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎛ ⎞

+⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎣ ⎦ ⎣ ⎦

Tanah Campuran C dan NC padat,

Lapisan tanah Cohesive Lunak ~ seadang c1, γ1Z

ppH ppH

ppH ppH

ppH

ppH

FFoonnddaassii tteerrjjeeppiitt

D

CCAA CCAA Z1

Z2 ppH1

ppH2

PH1 = tekanan tanah aktif akibat tanah setinggi Z1 PH2 = tekanan tanah aktif oleh tanah setinggi Z2 PH = PH1 + PH2

c2, φ2 , γ2

1 1 1 2 2. . .HP Z Z Kaγ= 2122 2 2 2. . .HP Z Kaγ=

2 0 2452

Ka tg φ⎛ ⎞= −⎜ ⎟⎝ ⎠

Page 167: Buku Perencanaan Teknik

163

• Perkiraan kedalaman gerusan.

• Kemungkinan pergerakan tanah.

• Pengalihan atau pengerukan di kemudian hari yang berdekatan dengan fondasi.

• Letak dan kedalaman fondasi dari struktur yang berdekatan.

• Permukaan air tanah.

Data tanah yang akan dipergunakan untuk menganalisa daya dukung fondasi tiang pancang

dan tiang bor dapat diperoleh dari Sondir, Boring dan SPT.

Ketentuan-ketentuan Untuk fondasi Tiang

a. Kedalaman Tiang Pancang (d)

• Pada tanah kohesif padat atau tanah berbutir padat: d > 3,0 meter

• Pada tanah kohesif lunak atau tanah berbutir lepas: d > 6,0 meter

• Bila kedalaman tanah padat atau bebatuan kurang dari 3,0 meter, maka di sarankan

menggunakan fondasi dangkal

• Penetrasi tiang pada tanah timbunan harus masuk lapisan tanah asli minimal 3,0

meter.

b. Jarak Tiang dan Kedalaman Tiang Dalam Filecup

• Jarak minimun antar tiang yang sejajar segaris = 5,0 d. Dimana d = diameter atau

lebar terkecil dari tiang.

• Tiang yang tidak segaris , jarak minimal antar tiang pada kedalaman y di bawah

filecup harus lebih kecil dari 2,50 d + 0,02 y atau 3,5 d.

• Kepala tiang harus tertanam lebih dari 30 cm ke dalam filecup.

Perhitungan daya dukung Fondasi dari data Boring

Dari boring didapatkan parameter tanah hasil uji laboratorium berupa c, φ dan γ.

Page 168: Buku Perencanaan Teknik

164

QQss QQss

QQbb

DD

ZZ

Pondasi pada tanah Cohesive Jenuh yang seragam

Gambar F.13. Nilai Nc

Gambar F.14. Nilai Fc

2

(ton)

1,5 ~ 2Tanah kohesif : . . (ton). . . (ton)Cu = Kuat geser undrined ( ton/m )Nc = faktor daya dukung tanah cohesive

u b s

ua

Q Q QQQSF

SFQb Cu Nc AbQs Fc Cu As

= +

=

===

2

2

Ab = Luas penampang ujung tiang ( m )As = Luas selimut tiang (m )Fc = Faktor reduksi tanah cohesive

214 . .. .

bA DAs D Z

ππ

==

Lapisan Tanah Cohesive Cu

BBMMSS 44--3322

Nilai Nc

0

5

10

15

20

25

0 2 4 6 8 10

Nilai NcPe

rban

ding

an k

edal

aman

dan

dim

eter

tian

g ( Z

/D )

BBMMSS 44--3311

Tanah tidak jenuh: dan Tanah jenuh: dan sat

CCu

γγ

⇒⇒

Page 169: Buku Perencanaan Teknik

165

QQss QQss

DD

ZZ

Nilai faktor daya dukung tanah Non Cohesive ( Nq)

020406080

100120140160180200

0 10 20 30 40 50

Sudut geser dalam tanah ( …O)

Fakt

or d

d ta

nah

non

cohe

sive

(N

q)

Fondasi pada tanah Cohesive Jenuh yang menumpu pada tanah campuran Cohesive (C)

dan non cohesive (NC)

Gambar F.15. Nilai Nq

2

(ton)

1,5 ~ 2Tanah kohesif :

. . . (ton) Tanah campuran :

( . . ) ( . . . ) (ton)

Cu = Kuat geser undrained ( ton/m )Nc, Nq = F

u b s

ua

sat

Q Q QQQSF

SF

Qs Fc Cu As

Qb Cu Nc Ab Z Nq Abγ

= +

=

=

= ∑

= +

2

2

aktor daya dukung tanahAb = Luas penampang ujung tiang ( m )As = Luas selimut tiang (m )Fc = Faktor reduksi tanah cohesive

214 . .. .

bA DAs D Z

ππ

==

QQbb

Lapisan Tanah Cohesive Cu

Tanah Campuran padat, Cu dan NC

Tanah tidak jenuh: dan anah jenuh: dan sat

CCu

γγ

⇒⇒

Fondasi Tiang Pancang

Fondasi Tiang Bor

BBMMSS 44--3311

Page 170: Buku Perencanaan Teknik

166

Nilai faktor adesi tanah Non Cohesive ( Ft)

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

0 10 20 30 40 50

Sudut geser dalam tanah ( …O)

Fakt

or a

desi

tana

h no

n co

hesi

ve (

Ft)

Fondasi pada tanah campuran Cohesive (C) dan non cohesive (NC)

Gambar F16. Nilai Ft

( )( )( )

1 1 1

2 2 2

2 2

(ton)

1,5 ~ 2Daya dukung gesek :

. . . +

. . . +

. . . (ton) Daya dukung ujung :

( . . )

u b s

ua

H

Q Q QQQSF

SF

Qs Fc C Kll Z

Fc C Kll Z

Ft P Kll

Qb C Nc Ab

γ

= +

=

=

=

= +

( ) ( )

( )

1 1 2 2 2

H1 1 1 221

H2 2 22

2 0

2

2

. . . . ) (ton)

P .Z . .

P .Z . .

45 2

Cu = Kuat geser undrained ( ton/m )Nc, Nq = Faktor daya dukung tanahAb = Luas penampang ujung tiang ( m )Kll = kelil

Z Z Nq Ab

Ka Z

Ka

Ka tg

γ

γ

γφ

+⎢ ⎥⎣ ⎦=

=

= −

ing tiang (m)Fc = Faktor reduksi tanah cohesive

214 . .. .

bA DAs D Z

ππ

==

Tanah tidak jenuh: dan anah jenuh: dan sat

CCu

γγ

⇒⇒

QQss QQss

QQbb

DD

ZZ11

Lapisan Tanah Cohesive C1 ,γ1

Tanah Campuran C2 ,φ dan γ2

ZZ22 PH1

PH2

Fondasi tiang pancang

Fondasi tiang bor

BBMMSS 44--3311

Page 171: Buku Perencanaan Teknik

167

Fondasi pada tanah non cohesive (NC)

( ) ( ) ( )

( ) ( )

1 2 3

1 1 2 2

21H1 1 12

H2 1

(ton)

1, 5 ~ 2Daya dukung gesek :

. . + . . + . . . (ton) Daya dukung ujung :

. . . . ) (ton)

P .Z . . P .

u b s

ua

H H H

Q Q QQQSF

SF

Qs Ft P Kll Ft P Kll Ft P Kll

Qb Z Z Nq Ab

Ka

γ γ

γγ

= +

=

=

=

= +⎡ ⎤⎣ ⎦=

=

( )

( )

1 221

H3 2 w 22

2 0

2

2

Z . .

P - .Z . .

45 2

Nq = Faktor daya dukung tanahAb = Luas penampang ujung tiang ( m )Kll = keliling tiang (m)

sat

saturated

Ka Z

Ka

Ka tg

jenuh

γ γ

φ

γ γ

=

= −

=

Tanah NC tidak jenuh: Tanah NC jenuh: sat

γγ⇒

QQbb

214 . .

. .bA D

Kll Dπ

π==

QQss QQss

DD

ZZ11

Lapisan Tanah Non Cohesive φ ,γ1

ZZ22 PH2

PH3

Lapisan Tanah Non Cohesive jenuh φ ,γsat2

Permukaan air tanah

PH1

Page 172: Buku Perencanaan Teknik

168

QQss QQss

DD

ZZ11

ZZ22

Permukaan air tanah

QQss QQss

QQss QQss ZZ33

Fondasi pada tanah berlapis

214 . .

. .bA D

Kll Dπ

π==

T : , : , : , : ,

berat isi celup ( submerget) = berat isi jenuh (saturated)

sat

sat

sub sat w

sub

sat

w

anah NC tidak jenuhTanah NC jenuhTanah Cohesive tidak jenuh CTanah Cohesive jenuh Cu

φ γφ γ

γγ

γ γ γγγγ

⇒⇒

⇒⇒

= −

=

= berat air= Kuat geser tanah jenuh (undrained)Cu

QQbb

Lapisan Tanah Campuran C dan NC Cu2, φ1 ,γsat2

Lapisan Tanah Non Cohesive φ2 ,γsat4

Lapisan Tanah Cohesive C1 ,γ1

Lapisan Tanah Cohesive Cu3 ,γsat3

PH2 PH1

( )( )( )( )

( ) ( ) ( )

1 1 1

2 2 2

1

3 3 3

1 1 2 2 3 3

(ton)

1,5 ~ 2Daya dukung gesek :

. . . +

. . . +

. . . +

. . . Daya dukung ujung :

. . .

u b s

ua

H

Q Q QQQSF

SF

Qs Fc C Kll Z

Fc Cu Kll Z

Ft P Kll

Fc Cu Kll Z ton

Qb Z Z Zγ γ γ

= +

=

=

=

=

= + +

( )

2

H1 1 1 221

H2 2 w 22

H H1 H2

2 0 1

. . ) (ton)

P .Z . .

P - .Z . . P = P P

45 2

sat

Nq Ab

Ka Z

Ka

Ka tg

γ

γ γ

φ

⎢ ⎥⎣ ⎦=

=

+

⎛ ⎞= −⎜ ⎟⎝ ⎠

Page 173: Buku Perencanaan Teknik

169

, 23

, 23

.. . . .

c cinv tg tgφ φ

=

=

Untuk tanah lepas baik ada atau tidak ada air nilai c dan φ’direduksi , diganti dengan c’ dan

φ’ :

Parameter-parameter tanah untuk perhitungan fondasi dalam dapat menggunakan parameter-

parameter dibawah ini.

Parameter rencana tiang untuk tanah tidak kohesif

Tabel F.4. Parameter Ft dan Nq

Parameter rencana tiang untuk tanah kohesif

Tabel F.5. Parameter Cu dan Fc

Kondisi tanah kohesif Kuat geser undrained Cu (Kg/cm2)

Koefisien terganggu / Faktor reduksi Fc (Ks) Konsistensi N-SPT

Sangat Lembek 0-2 0.00-0.10 1.0

Lembek 2-4 0.10-0.25 1.0

Teguh 4-8 0.25-0.45 1.0

0.45-0.50 1.0-0.95

Kenyal 8-15

0.50-0.60 0.95-0.8

0.60-0.80 0.8-0.65

0.80-1.00 0.65-0.55

Sangat kenyal 15-30

1.00-1.20 0.55-0.45

1.20-1.40 0.45-0.4

1.40-1.60 0.4-0.36

1.60-1.80 0.36-0.35

1.80-2.00 0.35-0.34

Keras >30 >2.00 0.34

Kondisi Tanah NC Ft Nq

Konsistensi N-SPT Tiang Pancang

Tiang Bor

Tiang Pancang

Tiang Bor

Lepas 0-10 0.8 0.3 60 25 Sedang 10-30 1 0.5 100 60 Padat 30-50 1.5 0.8 180 100

BBMMSS 44--3311

Page 174: Buku Perencanaan Teknik

170

Perhitungan daya dukung Fondasi dari data Sondir dan N.SPT

DATA SONDIR

DATA N.SPT

Efisiensi Grup Tiang

Untuk kelompok tiang yang daya dukung utamanya mengandalkan tahanan gesek, harus

dilakukan evaluasi efesiensi daya dukung kelompok tiang, dan disarankan jarak as antara

tiang lebih dari tiga diameter tiang.

Menurut Converce Labarre :

dimana θ = arc tg (D/k)

m = Jumlah tiang dalam arah sumbu x

n = Jumlah tiang dalam arah sumbu y

D = diameter tiang

k = jarak antara tiang

2

= . . .

, 3 ~ 5

( / ) tan / ( / )

( 2) ( )

u

ua

Q Qb Qs qc Ab qs KllQQ SFSF

qc nilai tahanan konus kg cmqs nilai jumlah hamba lekat friksi kg cmAb luas penampang tiang cmKll keliling tiang cm

= + +

= =

====

QQss QQss

QQbb

( -1). ( -1).1 - .90 . .

n m m nEm n

θ⎡ + ⎤⎡ ⎤= ⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦

1

2

N = Nilai rata-rata N berjarak 4D dibawah N = Nilai rata-rata N berjarak 10D diatas ujung tiangNs = Nilai rata-rata N pada lapisan pasi

2

rNc = Nilai rata-rata N pada lapisan lemp ung Ab = Luas penampang ujung tiang (cm ) Kll = Keliling tiang (cm)Ls = Panjang tiang pada lapisan pasir (c m) Lc = Panjang tiang pada lapisan lempung (cm)

=30. . . . . .5 2

, 3 ~ 5

u

ua

Ns NcQ N Ab Kll Ls Kll Lc

QQ SFSF

+ +

= =

BBMMSS 44--3322

Page 175: Buku Perencanaan Teknik

171

6.2 Konsep Desain

Persayaratan Struktur

Fondasi harus kuat menerima beban- beban yang bekerja, baik aksi maupun reaksi

Aksi : beban dari struktur bawah jembatan ( pilar dan kepala jembatan).

Reaksi : gaya dari perlawanan tanah.

Persyaratan Kestabilan

Fondasi tidak boleh bergerak atau berpindah dari kedudukannya, untuk itu fondasi tidak

boleh turun, terguling dan tergeser. Artinya fondasi harus memiliki daya dukung yang kuat

dan kedudukan yang kokoh. Agar pondasi kuat dan kokoh dalam analisa diperlukan angka

keamanan ( SF).

Tabel F.6. Angka keamanan

KETAHANAN FONDASI TERHADAP

SF FONDASI

DANGKAL DALAM

Daya Dukung 1,5 ~ 3 2,5 ~ 5

Geser 1,5 ~ 2 -

Guling 1,5 ~ 2 -

Data beban struktur bawah

Beban beban dari struktur bawah jembatan, baik kepala atau pilar jembatan adalah beban

vertikal, beban horizontal arah panjang dan arah lebar jembatan, dan momen arah memanjang

dan arah melintang jembatan.

Gambar F.17. Gaya-gaya luar pada fondasi

Page 176: Buku Perencanaan Teknik

172

Data Tanah Tempat Dudukan Fondasi.

Sebelum menentukan jenis dan kedalaman fondasi yang akan digunakan untuk menahan

kepala dan pilar jembatan, maka harus diketahui parameter tanah dibawah rencana kepala dan

pilar jembatan. Parameter tersebut adalah:

a. Profil melintang sungai

b. Data geoteknik mektan yang berisi parameter tanah hasil uji laboratorium yang berisi

γ,φ,c, dan jenis tanah pada setiap kedalaman ( Lanau / silt, lempung / clay, pasir/ sand,

kerikil / gravel, berongkal / boulder, hasil uji sondir yang berisi qs dan qb pada setiap

kedalaman, dan hasil uji penetrasi yang berupa nilai N Spt. Pada setiap kedalaman.

c. Hidrologi dan pengaruh lingkungan yang berisi data permukaan air tanah dan jenis zat-zat

kimia yang ada di air tanah yang dapat menyebabkan korosi pada fondasi.

Penyelidikan Tanah

A. Sondir:

Alat investigasi daya dukung tanah yang paling sederhana adalah sondir. Dari data hasil

sondir langsung dapat diketahui tahanan ujung tiang ( qc) dan tahanan gesek dinding

tiang (qs). Tanah dinyatakan keras jika nilai qc ≥ 150 kg/cm2

Gambar F.18. Data sondir

Page 177: Buku Perencanaan Teknik

173

B. Standar Penetrasi Test (SPT)

SPT merupakan test dinamis, alatnya dinamakan ” Split Spoon Sample” dimasukkan

kedalam tanah pada dasar lubang bor dengan memakai suatu beban penumbuk yang

beratnya 140 pound ( 63 kg.) yang dijatuhkan dari ketinggian 30 1nchi ( 76,2 cm ).

Setelah ”split spon” ini dimasukkan 6 inchi ( 15,2 cm), jumlah pikulan dihitungkan untuk

memasukkan 1 foot (12 inchi ) ( 30,48 cm) berikutnya. Jumlah pukulan ini disebut nilai N

dengan satuan pukulan/kaki ( blows/foot).

Tanah dinyatakan keras jika nilai N > 40. Untuk tanah yang tidak berkohesi ( pasir dan

lanau), nilai N berkorelasi dengan tingkat kepadatan tanah dan sudut geser dalam tanah.

Tabel F.7. Korelasi N. SPT dengan φ

No Tingkat Kepadatan Tanah Nilai N Sudut Geser Dalam Tanah (φ) 1 Sangat Lepas < 4 < 30 o 2 Lepas 4 - 10 30 - 35 3 Agak Padat 11 - 30 36 – 40 4 Padat 31 - 50 41 - 45 5 Sangat Padat/keras > 50 > 45 o

Gambar F.19. Data nilai N SPT

Page 178: Buku Perencanaan Teknik

174

C. Boring

Investigasi tanah yang hasilnya paling akurat adalah uji laboratorium. Uji ini dilakukan

dengan mengambil contoh tanah pada kedalaman tertentu, lalu contoh tanah tersebut

dibawa kelaboratorium untuk di uji jenis, sifat ,dan karakteristiknya. Untuk mengambil

contoh tanah pada kedalaman tertentu dilakukan dengan melakukan pengeboran tanah.

Hasil pengeboran digambarkan statigrafinya, dan setiap lapisan tanah disebutkan

parameternya (nilai γ,φ,C)

Gambar F.20. Statigrafi tanah

Page 179: Buku Perencanaan Teknik

175

6.3 Perhitungan Pondasi Jembatan

Perhitungan Pembebanan

Pada kedalaman 4 m dari permukaan tanah tempat kepala jembatan, didapatkan nilai qc = 60

kg/cm2. berdasarkan data nilai qc tersebut, dengan menggunakan rumus empiris Meyerhof

didapatkan nlai qa = 0.05 qc = 0.05 x 60 = 3 kg/cm2 = 30 ton/m2. Dan dengan menggunakan

gambar P7 dan P8 didapatkan nilai φ =340, dan nilai γ = 1,8 ton/m3. Dengan memprediksi

jenis tanah dibawah pondasi berupa tanah pasir kelanauan, maka didapatkan nilai tg.δ = 0.45.

Beban-beban yang diperhitungkan :

No Macam beban No Ta si

Rumusan Besar

(ton/m lebar pondasi)

1 Beban mati struktur atas ditambah beban hidup Pll dan QLL / meter lebar pondasi;

Q1 Q1 = QDL + QLL+Pll QDL= Volume x BJ Q1=16.48+7.72+4.2

28.40

2 Berat struktur kepala jembatan G1 G1= Volume x BJ 12.24

3

0

1.8 /34

ton mγ

φ

=

=

( ) ( )( ) ( )

2 0 2 0

2 0 2 0

3445 45 0.282 2

3445 45 3.542 2

Ka tg tg

Kp tg tg

φ

φ

= − = − =

= + = + =

4.9 /llP ton m=20.9 /llq ton m=

2DLq Lt. Injak 0.6 /ton m=

Page 180: Buku Perencanaan Teknik

176

3 Berat timbunan tanah dan beban hidup di belakang kepala jembatan G2 G2=(vol, timbuan x BJ

+ Qdl plat injak + Qll ) 17.66

4 Berat Headwall G3 G3 = vol Hw.x Bj beton 1.22

5 Berat timbunan tanah di depan kepala jembatan G4 G3 = vol, timbuan x BJ 6.26

6 Tekanan tanah aktif akibat berat plat injak dan beban lalu lintas merata Pa1 Pa1=

(qdl lt. Injak + qll).Ka.h 2.94

7 Tekanan tanah aktif akibat timbunan tanah dibelakang kepala jembatan Pa2 Pa2 = ½.γ..h2.Ka 12.35

8 Tekanan tanah pasif penahan geser tanah di depan kepala jembatan Pp Pp=½.γ..h2.Kp 12.74

Page 181: Buku Perencanaan Teknik

177

2

221

6

221

6

65.78 18.79 /1 3.5

13.21 6.47 /1 3.5

30.15 14.77 /1 3.5

V

Mg

Mpa

V ton mA xMg ton mW x xMpa ton mW x x

σ

σ

σ

= = =

= = =

= = =

Gaya geser = Pa = Pa1 + Pa2 = 2.94 + 12.35 = 15.29 tonTahanan gesek = Fs = V.tgδ = 65.78 x 0.45 = 29.60 tonGaya tahan = Pp + Fs = 12.74 + 29.60 = 42.34 ton

Gaya tahan 42.34 tonSafety Factor = = Gaya geser 15.29 ton

= 2.77 2 (ok)

Perhitungan Daya Dukung

V = Q1 + G1 + G2 + G3 + G4 = 28.40 +12.24 + 17.66 +1.22 +6.26 = 65.78 ton

Mpa = - Pa1 x 3.5 - Pa2 x 2.33 + Pp x 0.7 = - 2.94 x 3.5 - 12.35 x 2.33 + 12.74 x 0.7

= - 30.15 ton.m

Mg = -G4 x 0.95 + G3 x 0.5 + G2 x 1.05 = -6.26 x 0.95 + 1.22 x 0.5 + 17.66 x 1.05

= + 13.21 ton.m q max. = -18.79 + 6.47 – 14.77 = - 27.09

q max. = 27.09 ton / m2 ( tekan )

q min = -18.79 - 6.47 + 14.77 = - 10.49

q min = 10.49 ton / m2 ( tekan )

qa = 0.05 qc = 0.05 x 60 = 3 kg/cm2

qa = 3 kg/cm2 = 30 ton/m2

qa > q max → 30 ton/m2.> 27.09 ton/m2 ( ok )

Perhitungan Kestabilan Terhadap Geser

Mpa

Mg V

1.75 1.75 3.5

18.79

6.47

14.77

10.49

18.79

6.47

14.77

27.09

=

+

+

Pp =12.74 t

Pa =15.29 t V = 65.78 t

Fs =29.60 t

SF geser =1,5 ~ 2

Page 182: Buku Perencanaan Teknik

178

Momen tahan 136.55 Safety Factor = = = 3.50 2 (ok) Momen guling 39.07

Perhitungan Kestabilan Terhadap Guling

M. guling = - ( Pa1 x 3.5 ) – ( Pa2 x 2.33 )

= - ( 2.94 x 3.5 ) – (12.35 x 2.33 ) = - 39.07 ton.m

M. tahan = (Pp x 0.7) + (G4 x 0.7) + (Q1x1.75) + (G1x1.75) + (G3x2.2) + (G2x2.8)

= (12.74x0.7)+(6.26x0.7)+(28.40x1.75)+(12.24x1.75)+(1.22x2.2)+(17.66x2.8)

= 136.55 ton.m

Beban Besar (ton) Q1 28.40 G1 12.24 G2 17.66 G3 1.22 G4 6.26 Pa1 2.94 Pa2 12.35 Pp 12.74

SF guling=1,5 ~ 2

Page 183: Buku Perencanaan Teknik

179

Perhitungan Fondasi Sumuran

Direncanakan pondasi untuk mendukung kepala jembatan seperti gambar dibawah:

Dari data sondir didapatkan nilai tahanan ujung pada kedalaman 5 meter di tempat rencana

kepala jembatan nilai konusnya sebesar 170 kg/cm2, sehingga direncanakan menggunakan 2

buah fondasi sumuran diameter 2 m ditanam sedalam 5 m dari permukaan tanah tempat

kepala jembatan.

Perhitungan Pembebanan

2DLq Lt. Injak 0.6 /ton m=

Q

G1

G2

G3

20.9 /llq ton m=

4.9 /llP ton m=

Page 184: Buku Perencanaan Teknik

180

Perhitungan Daya Dukung

Nilai qc pada kedalaman 5 meter ( dasar fondasi) dari permukaan tanah tempat kepala

jembatan = 170 kg/cm2.

Dari gambar P7 didapatkan nilai φ = 410

Dari gambar P8 didapatkan nilai γ =2.1 ton/m3.

Dari tabel P6 didapatkan nilai C = 0.49 kg/cm2 = 4.9 ton/m2

Dengan nilai φ = 410, dari tabel P4 didapatkan nilai Nc= 83.86, Nq = 73.90,

Nγ = 130.22.

Nilai qc pada kedalaman 3 meter ( tengah-tengah fondasi) dari permukaan tanah tempat

kepala jembatan = 40 kg/cm2.

Dari gambar P7 didapatkan nilai φ = 320

Dari gambar P8 didapatkan nilai γ =1.75 ton/m3.

Dari tabel P6 didapatkan nilai CA = 0.1.7 kg/cm2 = 1.7 ton/m2.

Dari tabel P5 didapatkan nilai tgδ = 0.45

Dasar fondasi berada 5 meter dibawah permukaan tanah, tahanan gesek pada dinding fondasi

boleh dihitung dan boleh juga diabaikkan..

Berat setengah lebar kepala jembatan

No Macam beban Notasi Rumusan Berat ( ton)

1 Struktur atas dan beban hidup diatasnya Q Q = 28.4 x 3.5 = 99.40

2 Kepala Jembatan G1 G1 = 4.26 x 2.4 x 4 = 40.90

3 Fondasi ( tebal dinding = 0.2 m dan tebal plat dasar = 0. 4 m ) G2 G2 = (π x 1.8 x 0.2 x 2.4 x 4)

+ ( ¼ x π x 1.62 x 2.4 ) = 15.68

4 Timbunan tanah di belakang kep jembatan , perkerasan dan beban lalu lintas merata

G3 G3 = (( 4.08 x 1.8 ) + ( 1.5 x 1. 2 ) x 4 = 36.58

V = Beban vertikal pada satu fondasi 192.56

Page 185: Buku Perencanaan Teknik

181

Tahanan Gesek (Qs)

Qs = (( CA x Z) + (PH x Tgδ))Kll

= (( 1.7 x 4) + (6.51 x 0.45) x π x 2 = 61.13 ton

Tahanan Ujung (Qb)

Qb = ) ( ) (( )1,3. . . . 0,3. . . .c Nc Z Nq D N Abγ γ γ⎡ ⎤+ +⎣ ⎦

= [(1.3 x 4.9 x 83.86)+ (1.75 x 4 x 73.90) + (0.3 x 2.1 x 2 x 130.22 )] x ¼ π 22 =

= ( 534.19 + 517.3 + 164.08 ) 3.14 = 3816.89 ton

Seluruh tubuh pondasi terendam air banjir, maka nilai Qs dan Qb direduksi 50%,

sehingga Qs = ( 0,5 x 61,13 ) = 30.56 ton , dan Qb = ( 0,5 x 3816.89) = 1908,45 ton.

30.56 1908,45 391.883 5A

Qs QbQ tonSF SF

⎛ ⎞ ⎛ ⎞= + = + =⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠

Daya dukung fondasi QA= 391.88 ton > V = 192.56 ton ( ok )

Jika menggunakan pendekatan Meyerhof tanpa memperhitungkan tahanan gesek maka

2A

qc 1700Q = xAb = x 0.25 x π x 2 =267.04ton20 20

⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠

> V = 192.56 ton ( ok )

( ) ( )2 0 2 0

H1

212H2

H H1 H2

3245 45 0.312 2

P = (1.75 x 1 x 4 x 0.31) = 2.17 ton/m

P = ( x 1.75 x 4 x 0.31) = 4.34 ton/m

P = P + P = 6.51 ton/m

Ka tg tgφ= − = − =

PH1

PH2

Page 186: Buku Perencanaan Teknik

182

Perhitungan Fondasi Tiang Pancang

Direncanakan fondasi untuk mendukung kepala jembatan seperti gambar dibawah:

Dari data sondir didapatkan nilai tahanan ujung pada kedalaman 12 meter di tempat rencana

kepala jembatan nilai konusnya sebesar 140 kg/cm2, sehingga direncanakan menggunakan

fondasi tiang pancang diameter 0.4 m

Perhitungan Pembebanan

nilai φ =340, dan nilai γ = 1,8 ton/m3 vv

2DLq Lt. Injak + qll 0.6 0.9 1,5 /ton m= + =

2.35 1.57

3.1

0.9

G2

Pa1

Pa2

HR

G1

Q

( ) ( )0

2 0 2 0

H121

2H2

Tanah timbunan = 34 , dan = 1,8 ton/m3

3445 45 0.282 2P = (1,5 x 4,7 x 0,28) = 1,98 ton/m

P = ( x 1,8 x 4,7 x 0,28) = 5,57 ton/m

Ka tg tg

φ γφ= − = − =

Page 187: Buku Perencanaan Teknik

183

Perhitungan gaya untuk satu tiang

Direncanakan digunakan tiang pancang φ 0,4 m sebanyak 10 buah.

Kemampuan maksimum untuk satu tiang adalah sebagai berikut:

a. Akibat gaya vertikal:

b .Akibat momen

Gaya yang bekerja pada satu tiang pancang (R ) = R1 + R1

R = 30,13 + 12,93 = 43,06 ton

No Macam beban Notasi Rumusan Berat ( ton)

1 Struktur atas dan beban hidup diatasnya Q Q = 28.4 x 7 = 198,80

2 Kepala Jembatan G1 G1 = 4.26 x 2.4 x 8= 81,18

3 Timbunan tanah di belakang kep jembatan , perkerasan dan beban lalu lintas merata

G2 G3 = (( 4.08 x 1.8 ) + ( 1.5 x 1. 2 ) x 8 = 21,36

4 Gaya Rem HR Diagram gaya rem untuk l = 20m 5,00

5 Tekanan tanah aktif akibat perkerasan dan beban hidup merata

Pa1 1,98 x 8 15,84

6 Tekanan tanah aktif akibat timbunan tanah dibelakang kepala jembatan

Pa2 5,57 x 8 44,56

qqss

qqbb

qqss qqss

qqbb

qqss

0,8 0,8

R1 akibat gaya vertikal

R2 akibat momen

1Q + G1 + G2 R akibat gaya vertikal=

10198,80+ 81,18+21,36 = 30.13

10

=

R2

(-Pa1x2,35)-(Pa2x1,57)-(H x3,1)+(G2x0,9) R akibat m =10 x 0,8

(-15,84x2,35)-(44,56x1,57)-(5x3,1)+(21,36x0,9) 12,9310 x 0,8

=

= =

Page 188: Buku Perencanaan Teknik

184

Perhitungan kapasitas / Daya dukung tiang pancang

Tabel perhitungan daya dukung

No Kedalaman (m)

qc ton/m2

qs ton/m

Qb = qc.Ab

ton

Qs = qs.Kll.

ton

Qu ton

Qa = Qu/4 ton

1 6 70 8 9 10 19 5

2 7 120 12 16 15 31 8

3 8 200 16 26 20 46 12

4 9 240 18 31 23 54 13

5 10 400 21 52 26 78 20

6 11 100 24 13 30 43 11

7 12 1400 28 182 35 217 54

Efisiensi tiang

dimana θ = arc tg (D/k) = arc tg (0,4/1,6) = 14,04

m = 2

n = 5

D = 0,4

k = 1,6

Kedalaman Pemancangan

Kedalaman pemancangan 12 m, karena pada kedalaman 12 m daya dukung tiang mencapai (

54 x 0,80 ) = 43,20 ton > beban pada satu tiang = 43,06 ton.

2 214

=qc.Ab +qs.Kll.Ls

, 3 ~ 5

Tiang Pancang diameter 0,4 m, Ab = .π.0,4 = 0,13 m. Kll = .0,4 = 1.26 m

u

ua

QQQ SFSF

π

= =

( -1). ( -1).1 - .90 . .

n m m nEm n

θ⎡ + ⎤⎡ ⎤= ⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦

14,04 (5 -1) 2 (2 -1) 51 - . 0,8090 2 5

x xEx

⎡ + ⎤⎡ ⎤= =⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦

Page 189: Buku Perencanaan Teknik

185

0,25m

0,1 t/m

0,9 m

0,25m Trotoar Lantai Kendaraan

Kerb

Tiang sandaran

Kerb

BAB VII BANGUNAN PELENGKAP JEMBATAN

7.1. Trotoar dan Sandaran Jembatan

Untuk menjamin keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki yang melewati jembatan,

maka dibuat ketentuan sebagai berikut:

- Trotoar dibuat lebih tinggi dari lantai jembatan minimal 0,25 m dari permukaan lantai

kendaraan, ini dimaksudkan agar kendaraan tidak menyelonong ke trotoar.

- Pada tepi trotoar bagian luar dipasang kerb setinggi minimal 0,25m, ini untuk menjaga

agar kaki pejalan kaki tidak terpeleset ke sungai.

- Lebar trotoar (T) minimum 0,50 m.

- Untuk menjaga keamanan dan kenyamanan orang yang lewat di atas trotoar, maka trotoar

harus dipasang sandaran.

- Tinggi sandaran minimum setinggi pinggang manusia ( 0,9 m )

- Sandaran harus dibuat mampu menahan beban orang yang bersandar di sandaran sebesar

0,1 ton bekerja pada bagian atas sandaran.

Gambar G.1 Trotoar dan sandaran

7.2. Bearing

Bearing sebagai perletakan jembatan yang berfungsi untuk mengadakan hubungan khusus

untuk mengendalikan interaksi pembebanan dari gerakan antara bagian struktur umumnya

antara bangunan atas dan bangunan bawah.

Untuk mencapai persyaratan tingkat gerakan dan rotasi mungkin perlu untuk membuat

kombinasi beberapa jenis perletakan, tiap elemen dari keseluruhan mengizinkan gerakan

Page 190: Buku Perencanaan Teknik

186

tertentu dan karakteristik tumpuan beban tertentu (misalnya perletakan geser sederhana

mengizinkan translasi dan tekanan pada perletakan pot agar juga menyediakan rotasi.

Page 191: Buku Perencanaan Teknik

187

g. Perletakan elastomer

Page 192: Buku Perencanaan Teknik

188

Kemampuan beban dan gerakan dari perletakan untuk jembatan harus sesuai dengan

anggapan yang dibuat dalam perencanaan jembatan secara keseluruhan serta persyaratan

khusus di dalamnya. Pengaruh gerakan dari pusat tekanan harus dipertimbangkan sepenuhnya

dalam perencanaan jembatan secara keseluruhan serta persyaratan khusus di dalamnya.

Kriteria beban dan gerakan rencana dapat dilihat pada tabel 7.1 di bawah.

Tabel 7.1 Kriteria beban dan gerakan rencana

Jenis Perletakan Keadaan Batas Kelayanan Keadaan Batas Ultimate

Beban Gerakan Beban Gerakan

Perletakan elastomer √ √

Perletakan pot (tidak termasuk

setiap permukaan kontak geser

yang bersamaan)

√ √

Permukaan kontak geser √ √

Jenis Perletakan lain (misalnya

rol)

√ √

Hubungan lantai √ √

7.3. Expansion joint

Expansion joint diperlukan untuk mengizinkan pembebanan lalu lintas dan gerakan akibat

perubahan suhu, rangkak dan susut dari beton dan penurunan dari dukungan, tidak termasuk

tegangan berlebih dalam struktur.

Expansion joint tidak boleh menimbulkan bunyi atau getaran berlebih pada waktu lalu lintas

lewat. Bila pejalan kaki atau binatang dapat melintasi langsung pada hubungan, maka semua

cela harus ditutup. Bahan hubungan harus tahan terhadap karat dan hubungan harus mudah

dicapai untuk maksud pemeriksaan, pemeliharaan dan penggantian.

Karaktersistik kenyamanan pengendara mobil, lebar maksimum dari sela terbuka menerus

pada batas kelayanan harus sebesar 70 mm. Sela lebih kecil diperlukan untuk sepeda.

Beberapa tipikal expansion join dapat dilihat pada gambar. berikut

Page 193: Buku Perencanaan Teknik

189

Gambar G.2 Hubungan sela terbuka

Gambar G.3 Hubungan dengan penutup tekan

Page 194: Buku Perencanaan Teknik

190

Gambar G.3 Hubungan pelat bergerigi terikat pada bantalan elastomer

Gambar G.4 Hubungan pelat bergerigi dibaut pada dudukan baja

7.4. Fender Jembatan

Fender adalah perangkat yang digunakan untuk meredam benturan yang terjadi pada saat

kapal akan merapat ke dermaga atau pada saat kapal yang sedang ditambatkan tergoyang oleh

gelombang atau arus yang terjadi di pelabuhan. Peredaman dilakukan dengan menggunakan

bahan elastis, biasanya terbuat dari karet.

Fungsi utama fender adalah :

1. struktur fender sebagai peredam energi tumbukan kapal sampai ke tingkat kekuatan

ijin pilar jembatan;

Page 195: Buku Perencanaan Teknik

191

2. struktur fender sebagai pelindung pilar jembatan terhadap energi tumbukan kapal.

Tipe, Fungsi dan Bahan Fender :

• Fender kayu

Fender kayu terdiri dari elemen vertikal dan horisontal dalam kerangka yang dipasang

bersatu dengan pilar atau secara terpisah. Energi tumbukan diredam oleh deformasi

elastis dan kerusakan elemen kayu. Fender kayu digunakan untuk melindungi pilar

terhadap gaya tumbukan dari kapal kecil.

• Fender karet

Fender karet dibuat komersial dalam bentuk aneka ragam. Energi tumbukan diredam

oleh deformasi elastis dari elemen karet dalam kombinasi tekanan, lenturan dan geser.

• Fender beton

Fender beton terdiri dari struktur boks berongga dan berdinding tipis yang dipasang

pada pilar. Permukaan luar fender beton dapat dilindungi oleh fender kayu. Energi

tumbukan diredam oleh tekuk dan kerusakan dinding fender beton.

• Fender baja

Fender baja terdiri dari membran berdinding tipis dan elemen pengaku dalam

kerangka boks pada pilar jembatan. Energi tumbukan diredam oleh tekanan, lentur

dan tekuk dari elemen baja dalam fender. Permukaan luar fender baja dapat dilindungi

oleh fender kayu.

• Fender yang didukung oleh tiang

Sistem yang didukung oleh tiang dapat digunakan untuk meredam beban tumbukan.

Kelompok tiang yang dihubungkan oleh cap yang kaku adalah suatu struktur

pelindung dengan tahanan tinggi terhadap gaya tumbukan kapal. Deformasi plastis

dan kerusakan tiang diijinkan dengan syarat kapal terhenti sebelum menabrak pilar,

atau tumbukan diredam sampai tingkat kekuatan pilar dan pondasi. Struktur tiang

pelindung dapat dibuat secara berdiri sendiri, atau dipasang pada pilar. Tiang kayu,

baja, atau beton dapat digunakan sesuai kondisi lapangan, beban tumbukan dan

pertimbangan ekonomis.

Page 196: Buku Perencanaan Teknik

192

• Fender dolfin

Dolfin merupakan struktur sel sirkular dari turap baja yang dipancang, dan diisi beton

serta ditutup dengan cap beton. Dolfin dapat dibuat dari komponen beton pracetak,

atau di-pracetak secara keseluruhan di luar lapangan dan kemudian dibawa

mengapung ke lokasi. Tiang pancang kadang-kadang digabung dalam desain sel.

Gambar G.5. Beberapa tipikal fender jembatan

7.5. Slope Protection

Fungsi utama dari slope protection adalah untuk menjaga keamanan lereng dan

memastikan pondasi yang berada pada lereng aman terhadap bahaya longsoran.

Kondisi lereng perlu dianalisa baik pada saat pelaksanaan ataupun setelah masa

konstruksi dengan parameter tanah rencana seperti pada gambar G.6 berikut.

Page 197: Buku Perencanaan Teknik

193

Gambar G.6 Analisa dan parameter rencana analisa kestabilan lereng

Page 198: Buku Perencanaan Teknik

194

Untuk menjaga kondisi lereng agar tetap stabil, dibutuhkan perkuatan pada lereng

baik berupa pasangan batu, beton struktur maupun perkuatan alami menggunakan

rumput seperti pada gambar G.7

Gambar G.7 Tipikal Perkuatan lereng