37
i

Buletin Edisi 05_2010

Embed Size (px)

DESCRIPTION

spam atau bermanfaat

Citation preview

Page 1: Buletin Edisi 05_2010

i

Page 2: Buletin Edisi 05_2010

i

Pengarah

Direktur Jenderal

Kerja Sama Perdagangan

Internasional

Penanggung Jawab

Sekretaris Ditjen

Kerja Sama Perdagangan

Internasional

Koordinator

Haryono Sarpini

Penyunting

Eddy Sofyan

Andi Sahman

Latifah Muniri

Ratih Sintya Suly

Tim Redaksi

Riza Rosandy

Arif Wiryawan

Jerry Sobri S

Theresia Sinaga

Alamat Redaksi

Sekretariat

Direktorat Jenderal

Kerja Sama Perdagangan

Internasional

Gedung Utama Lantai 8

Jl. M.I. Ridwan Rais No.5

Jakarta Pusat

Telp: (021) 23528601,

Ext. 36341

Fax : (021) 23528611

Website:

http://ditjenkpi.depdag.go.id

Email Redaksi:

kumval-

[email protected]

Pengutipan diizinkan

dengan menyebutkan

sumber

Buletin

Kerja Sama Perdagangan Internasional

Page 3: Buletin Edisi 05_2010

ii

Pengantar Redaksi,

Para Pembaca,

Buletin Kerja Sama Perdagangan Internasional edisi ke-005 tahun 2010 ini menyajikan 6 (enam) artikel, yaitu:

Artikel pertama, Arti Penting Keketuaan Indonesia di ASEAN Tahun 2011 dalam Bidang Perdagangan. Artikel ini memaparkan uraian tentang kinerja perdagangan Indonesia dengan ASEAN, dan peranan Indonesia sebagai chairman ASEAN pada tahun 2011 mendatang.

Artikel kedua, Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Sebagai Kawasan Berdaya Saing Tinggi. Artikel ini merupakan lanjutan dari buletin edisi ke-004, yaitu faktor-faktor pendukung tercapainya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

Artikel ketiga, Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM). Artikel ini membahas mengenai tujuan dan manfaat penerapan SP dan SSM oleh negara anggota G-33 pada isu pertanian dalam perundingan Doha Development Agenda.

Artikel keempat, Perkembangan Perdagangan Jasa di Indonesia. Artikel ini membahas mengenai penggunaan strategi perundingan ”Multi-Track” oleh Indonesia dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan perdagangan jasa.

Artikel kelima, Perkembangan Hubungan Perdagangan Bilateral Indonesia–Argentina. Artikel ini merupakan lanjutan dari buletin edisi ke-004, yang membahas mengenai perkembangan kerja sama antara kedua negara dalam rangka meningkatkan ekspor nonmigas.

Artikel keenam, Perkembangan Hubungan Bilateral Indonesia-Uni Eropa. Artikel ini membahas mengenai perkembangan hubungan bilateral yang terjadi antara kedua negara, khususnya dilihat dari pelaksanaan Working Group on Trade and Investment (WGTI) ke-3.

Akhir kata, tim redaksi menyampaikan terima kasih kepada para penyumbang artikel dan selamat membaca kepada para pecinta Buletin Kerja Sama Perdagangan Internasional.

Semoga bermanfaat.

Redaksi

Page 4: Buletin Edisi 05_2010

iii

DAFTAR ISI

Halaman

Redaksi………………………………………………………………………………………….…………. i

Pengantar Redaksi …………………………………………………………………………….……… ii

Daftar Isi …………………………………………………………………….…………………………… iii

Arti Penting Keketuaan Indonesia di ASEAN Tahun 2011 dalam Bidang Perdagangan …………………………………………………………………………………………….

1

Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Sebagai Kawasan Berdaya Saing Tinggi ………………………………………………………………………………………………

7

Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM)................... 13

Perkembangan Perdagangan Jasa di Indonesia…………………………………………. 19

Perkembangan Hubungan Perdagangan Bilateral Indonesia – Argentina..... 24

Perkembangan Hubungan Bilateral Indonesia – Uni Eropa..........................

29

Page 5: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 1

ARTI PENTING KEKETUAAN INDONESIA DI

ASEAN 2011 DALAM BIDANG PERDAGANGAN

Oleh: Andri Gilang Nugraha1

A. Latar Belakang

ASEAN Charter atau lebih dikenal dengan Piagam ASEAN telah di-tandatangani oleh 10 (sepuluh) kepala negara anggota ASEAN pada tanggal 20 November 2007 pada KTT ke-13 di Singapura, dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 15 Desember 2008. Piagam ASEAN merupakan salah satu dokumen yang mengubah ASEAN dari sebatas asosiasi di kawasan Asia Tenggara menjadi organisasi yang berdasarkan hukum dan berorientasi pada kepenting-an rakyat.

Implementasi Piagam ASEAN sangat penting dalam membawa ASEAN lebih dekat kepada masyarakat. Inti dari Piagam ASEAN tersebut utamanya adalah bagi pembentuk-an 3 (tiga) pilar ASEAN Community yaitu Komunitas Politik dan Keamanan (APSC), Komunitas Ekonomi (AEC), dan Komunitas Sosial dan Budaya (ASCC). Hal ini tentunya, mendorong kepada perubahan mekanisme kerja dan

1 Staf Bagian Keuangan Sekretariat Ditjen Kerja

Sama Perdagangan Internasional, Kementerian

Perdagangan.

struktur organisasi ASEAN yang lebih jelas dan efektif. Oleh karena itu, pada ASEAN Charter pasal 31 yang mengatur mengenai Chairmanship of ASEAN atau Keketuaan ASEAN dijelaskan bahwa pemilihannya dilakukan secara rotasi berda-sarkan alfabet dalam bahasa Inggris dari nama-nama negara anggota ASEAN. Negara yang terpilih menjadi ketua di-harapkan dapat menyelenggarakan pertemuan ASEAN Summit and related summits, the ASEAN Coordinating Council, the three ASEAN Community Councils, relevant ASEAN Sectoral Ministerial Bodies and Senior Officials, and the Committee of Permanent Representatives.2

Sepanjang tahun 2010, Vietnam merupakan Chairman ASEAN dengan bertindak sebagai tuan rumah bagi seluruh penyeleng-garaan pertemuan tersebut. Apabila berdasarkan ketentuan rotasi alfabet maka negara selanjutnya yang diharapkan men-jadi Chairman ASEAN adalah kembali ke urutan awal yaitu Brunei Darussalam. Namun pemerintah Indonesia mengharapkan hal yang berbeda mengingat di negara ini

2ASEAN Secretariat

Page 6: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 2

pada tahun 2013 mendatang akan berlangsung 2 (dua) perhelat-an besar di mana Indonesia bertindak sebagai host country yaitu ASEAN dan forum APEC.

Oleh karena itu, Indonesia mengusulkan untuk dapat menjadi ketua ASEAN pada tahun 2011 menggantikan Brunei Darussalam, yang kemudian pada tanggal 9 April 2010 bertepatan dengan 16th ASEAN Summit di Hanoi, Vietnam seluruh negara anggota ASEAN menyetujui usul tersebut.

Indonesia sebagai salah satu The Founding of ASEAN tentunya mem-punyai pandangan nilai historis tersendiri bagi kemajuan dan pencapaian organisasi ini sebagai bentuk kerja sama antarnegara di kawasan Asia Tenggara yang dapat memakmurkan bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, disetujuinya ke-ketuaan Indonesia di ASEAN 2011 tentunya memberi tanggung jawab dan harus disertai dengan langkah serta persiapan yang matang baik dari segi substansi, penyelenggara-an, koordinasi antar instansi, logistik, maupun peran Indonesia untuk mendukung pencapaian tujuan dari ASEAN itu sendiri.

B. Pembahasan Kinerja Perdagangan ASEAN Sebagai salah satu bentuk kerja sama di kawasan Asia, ASEAN mempunyai pengaruh politik dan perdagangan yang cukup besar. Hal ini dapat terlihat dari total populasi penduduk seluruh negara anggota ASEAN sebanyak 583,5 miliar orang, dan total Produk Domestik Bruto sebesar US$ 1,507 miliar, salah satu yang terbesar dibandingkan Australia, Selandia Baru, India, maupun Korea Selatan.

3

Ditinjau dari nilai ekspor dan impor pada periode Januari- Agustus 2010 (Tabel.1), seluruh negara anggota ASEAN mencatat total ekspor sebesar US$ 17.293 miliar cukup besar dibandingkan nilai ekspor Uni Eropa, RRT dan Amerika Serikat yang hanya mencatat sebesar US$ 10.784,6 miliar, US$ 9.376,9 miliar dan US$ 8.668,5 miliar. Sedangkan untuk nilai impor ASEAN mencapai US$ 15.769,4 miliar, sedangkan Uni Eropa hanya sebesar US$ 6.226,3 miliar, RRT sebesar US$ 7.856,8 miliar dan Amerika Serikat sebesar US$ 6.312,5 miliar.

3 ASEAN Finance and Macroeconomic

Surveillance Database and IMF

Page 7: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 3

Hal ini tentunya menjadikan ASEAN sebagai salah satu driving force bagi sumber pertumbuhan di kawasan Asia bahkan sebuah building bloc bagi perdagangan dunia yang dapat menciptakan skala ekonomi yang lebih efisien. Hal ini juga secara tidak langsung diharapkan akan berdampak pada semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia sebagai salah satu bagian dari ASEAN. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan ASEAN Perkembangan perdagangan Indonesia dengan ASEAN meng-gambarkan nilai perdagangan yang cenderung defisit yaitu sebesar US$ 1,2 miliar pada tahun 2005 dan meningkat menjadi US$ 2,9 miliar pada tahun 2010 (periode Januari - Juli).

Sumber: BPS diolah oleh Pusdatin, Kemendag Apabila dianalisis lebih mendalam, kecenderungan defisit perdagang-an Indonesia dengan negara-negara ASEAN lebih fokus pada kelompok produk minyak dan gas. Tetapi hal tersebut berbanding terbalik dengan produk nonmigas yang mencerminkan hasil nilai surplus sebesar US$ 6,7 miliar pada tahun 2005, dan surplus sebesar US$ 1,2 miliar pada tahun 2010 (periode Januari-Juli). Dengan 5 (lima) komoditas utama ekspor nonmigas, yaitu: (1) Electrical, electronic equipment (US$ 2.3 juta); (2) Machinery, boilers (US$ 2 juta); (3) Animal, vegetable fats and oils, cleavage products (US$ 1.7 juta); (4) Tin and articles thereof (US$ 1.1 juta); dan (5) Copper and articles thereof (US$ 1 juta).

Negara Ekspor Impor

ASEAN

17.293,0

15.769,4

Uni Eropa

10.784,6

6.226,3

RRT 9.376,9 7.856,8

Amerika Serikat

8.668,5 6.312,5

Sumber: BPS (dalam US$ Miliar)

Sumber: BPS (dalam US$ Miliar)

Tabel 1. Data Ekspor – Impor (Periode Januari-Agustus 2010)

Negara Ekspor Impor

ASEAN

17.293,0

15.769,4

Uni Eropa

10.784,6

6.226,3

RRT 9.376,9 7.856,8

Amerika Serikat

8.668,5 6.312,5

(Periode Jan-Agustus 2010)

Grafik 1. Data Total Perdagangan Indonesia – ASEAN

Grafik 1. Data Total Perdagangan

Indonesia - ASEAN

Page 8: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 4

Negara Tujuan Ekspor Utama Indonesia

Berdasarkan data yang diperoleh, pada tahun 2010 periode Januari-Juli konsentrasi lima pasar ekspor nonmigas utama Indonesia adalah: Jepang, Amerika Serikat, RRT, Singapura dan India.

No Negara Tujuan Ekspor Utama

Indonesia

Periode Jan-Jul 2010

1 Jepang 9.009,7

2 Amerika Serikat 7.523,6

3 Rep.Rakyat Cina 6.974,6

4 Singapura 5.356,5

5 India 4.945,5

Sumber: BPS diolah oleh Pusdatin, Kemendag

Sedangkan menurut asal negara impor utama ke Indonesia secara berturut-turut berasal dari RRT, Jepang, Singapura, Amerika Serikat, dan Thailand.

No Asal Negara Impor

Utama ke Indonesia

Periode Jan-Jul 2010

1 Rep.Rakyat Cina 10.966,9

2 Jepang 9.335,6

3 Singapura 5.771,6

4 Amerika Serikat 5.341,1

5 Thailand 4.386,1

Sumber: BPS diolah oleh Pusdatin, Kemendag Perbandingan Empat Negara: Jerman, AS, India, dan Indonesia.

Berdasarkan salah satu paparan yang disampaikan oleh Prof. Aleksius Jemadu, Ph.D, Guru Besar Politik Internasional, Universitas Pelita Harapan (UPH), mem-bandingkan 4 (empat) negara besar dalam sebuah kawasan yang melakukan kerja sama. Negara-negara tersebut adalah Jerman dengan Uni Eropa, Amerika Serikat (AS) dengan North America Free Trade Agreement (NAFTA), India dengan South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC), dan Indonesia dengan ASEAN. Keempat negara tersebut me-mainkan peranan sebagai regional leadership. Jerman dan AS sangat gigih dalam mempromosikan kerja sama regional karena keunggulan teknologi dan daya saing ekonomi tinggi yang mereka miliki, sehingga manfaat dari kerja sama kawasan yang mereka lakukan memberikan dampak dan pengaruh positif atas keunggulan komparatif yang dimiliki.

Sumber: BPS diolah oleh Pusdatin, Kemendag

Sumber: BPS diolah oleh Pusdatin, Kemendag

Grafik 2. Data Perdagangan Nonmigas Indonesia - ASEAN

Grafik 2. Data Perdagangan Non-

Migas Indonesia - ASEAN

Page 9: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 5

India berbeda dengan Jerman dan Amerika Serikat, karena faktor konfliknya dengan Pakistan lebih mengandalkan national capability daripada kemampuan collective regional.

Lain pula halnya dengan Indo-nesia, di mana ASEAN me-nempati posisi sentral dalam seluruh bangunan kebijakan luar negeri R.I. Namun secara ekonomi, ASEAN bukan mitra dagang terbesar R.I. dan intra-regional trade ASEAN lebih kecil daripada extra-regional trade dengan Jepang, China, AS, dan Uni Eropa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya sesama negara-negara ASEAN masih bersaing untuk sejumlah produk/komoditas yang sama (Minyak kelapa sawit, elektronik, dan Industri otomotif).

Oleh karena itu disinilah perlunya Indonesia melakukan penilaian kembali mengenai langkah-langkah dan persiapan yang perlu dilakukan terkait filosofi dari keberadaan dan peran ASEAN itu sendiri bagi Indonesia.

Keketuaan ASEAN yang akan dipegang oleh Indonesia sebagai salah satu “big brother” di ASEAN bagi negara-negara ASEAN lain-nya bahkan negara mitra dagang ASEAN tentunya mengharapkan langkah-langkah konkret Indonesia

untuk memimpin transformasi ASEAN dalam hal ini menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

C. Penutup

Perkembangan pencapaian menuju AEC 2015 selama ini selalu di-monitor melalui AEC Scorecard, di mana Indonesia selama periode 2010, masih merupakan negara dengan realisasi pencapaian AEC Scorecard terendah dibanding-kan sembilan negara anggota ASEAN lainnya termasuk Vietnam selaku ASEAN Chairman 2010. Hal inilah yang masih perlu diperbaiki, mengingat Indonesia akan menjadi ketua ASEAN pada 2011. Tentunya bukan kabar baik apabila dalam masa keketuaannya di ASEAN, Indonesia sendiri memiliki nilai pencapaian AEC Scorecard yang rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Nilai AEC Scorecard Indonesia yang rendah disebabkan adanya kendala dalam hal teknis seperti ratifikasi beberapa perjanjian kerja sama yakni permasalahan trans-posisi tarif seperti dalam kerja sama ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area .

Faktor pendukung yang perlu dipersiapkan adalah langkah-langkah dalam mewujudkan ASEAN Single Window, di mana

Page 10: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 6

masing-masing negara ASEAN diharapkan sudah mulai meng-implementasikan National Single Window sebagai upaya harmonisasi dan simplifikasi elemen-elemen dalam mewujud-kan pasar tunggal dan berbasis produksi.

Secara nasional hal ini tentunya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap daya saing dan iklim investasi, yang berdampak pada akselerasi kemajuan ekonomi serta efisiensi dan keuntungan berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan. Arus barang ekspor dan impor akan semakin cepat, proses produksi lancar dan terprediksi dengan baik, biaya transaksi akan semakin menurun, serta pelayanan yang semakin transparan dan cepat.

Peranan Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun 2011 tentunya sangatlah besar, sehingga tuntutan dan harapan akan terobosan serta langkah konkret yang dihasilkan dapat terwujud. Mengingat pen-capaian dari AEC selama tahun 2010-2011 merupakan tahap yang penting agar AEC dapat terwujud sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan yaitu hingga akhir tahun 2015.

Untuk itu kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah tidaklah dapat dipisahkan, di-

dukung oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga ASEAN tidak hanya sebatas pertemuan formal antar pejabat pemerintah, namun dapat menjadi salah satu elemen penting yang tertanam di masyarakat Indonesia. Referensi:

ASEAN Secretariat Official Website, www.aseansec.org;

ASEAN Finance and Macro-economic Surveillance Data-base and IMF;

www.beacukai.go.id ;

Era Perdagangan ASEAN FTA, Paparan Badan Pusat Statistik;

From AFTA to AEC, Paparan Kementerian Perdagangan;

Keketuaan ASEAN 2011, Paparan Kementerian Luar Negeri;

Pusat Data dan Informasi, Kementerian Perdagangan;

Presentasi Prof. Aleksius Jemadu, Ph.D, Guru Besar Politik Internasional, Universitas Pelita Harapan (UPH)

www.trademap.org.

Page 11: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 7

MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

SEBAGAI KAWASAN BERDAYA SAING TINGGI (Bagian Kedua)

Oleh: Werdi Ariyani1

Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel ke-5, pada Buletin KPI edisi-004/KPI/2010. Dalam edisi se-belumnya, pembahasan difokus-kan pada kebijakan persaingan di lingkup ASEAN, Indonesia, dan di negara maju lainnya. Pada edisi ini pembahasan akan berfokus pada faktor-faktor pendukung tercapai-nya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, yaitu: kebijakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), per-lindungan konsumen, pembangun-an infrastruktur, perpajakan, dan e-Commerce.

C. Hak atas Kekayaan Intelektual ASEAN

Karakteristik kunci lainnya dari Kawasan Berdaya Saing Tinggi me-nuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah melalui Intellectual Property Right (IPR) atau Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI). Hukum yang mengatur kekayaan intelektual di Indonesia mencakup hak cipta dan hak kekayaan industri, yang terdiri atas paten, merek, desain

1 Kepala Seksi Daya Saing dan Isu Lainnya, Subdit Masyarakat Ekonomi ASEAN II, Direktorat Kerja Sama ASEAN, Ditjen Kerja Sama Internasional, Kementerian Perdagangan.

industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang dan pelindungan varietas tanaman.

Komitmen ASEAN untuk menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, secara prinsip kebijakan HKI ASEAN dapat dilakukan sebagai stimulus kekuatan untuk: (i) kebudayaan, kreativitas artistik dan intelektual serta komersialisasinya; (ii) efisiensi dalam mengadopsi dan mengadap-tasi pengembangan teknologi; dan (iii) pembelajaran berkelanjutan un-tuk mencapai performa harapan. Kebijakan HKI juga dapat digunakan untuk menghasilkan budaya yang dinamis, dan penemuan serta memastikan akses yang lebih adil dan manfaat kepada semua stakeholder di kedua HKI tradisional dan yang lebih baru. Kebijakan HKI ini akan mem-pengaruhi baik volume maupun jumlah investasi dan perdagangan luar negeri.

Di bidang kebijakan HKI, ASEAN telah mencanangkan aksi-aksi yang akan dilakukan dalam menuju ASEAN Economic Community 2015 yaitu: (i) melaksanakan sepenuhnya Rencana Aksi HKI ASEAN tahun 2004-2010 dan Rencana Kerja untuk kerja sama hak cipta ASEAN; (ii) membentuk sistem file ASEAN untuk desain guna memfasilitasi penggunaan file dan mengoor-dinasikan antara kantor-kantor HKI di negara-negara anggota ASEAN

Page 12: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 8

sebagai kantor penerima sesuai dengan bahasa yang diinginkan; (iii) menggunakan Madrid Protocol bila memungkinkan; (iv) konsultasi dan pertukaran informasi di antara lembaga pelindungan HKI; (v) mempromosikan kerja sama re-gional atas Traditional Know-ledge (TK), Genetic Resources (GR), dan Cultural Traditional Expres-sions (CTE).

D. Perlindungan konsumen

Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhi-nya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada kon-sumen.

Perlindungan konsumen di Indonesia

Di Indonesia, kepedulian akan per-lindungan konsumen sudah men-jadi perhatian dari sebuah organi-sasi nonpemerintah dan nirlaba yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang didirikan pada tanggal 11 Mei 1973 dengan tujuan untuk meningkatkan ke-sadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya se-hingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya. Pem-bentukan YLKI didasari atas kepri-hatinan dari sekelompok ibu-ibu sebagai salah satu kelompok kon-

sumen Indonesia pada waktu itu dalam mengonsumsi produk luar negeri. Untuk itu, organisasi ini berkeinginan untuk mempromosi-kan berbagai jenis hasil industri dan produk dalam negeri agar men-dapat tempat di hati masyarakat Indonesia.

Dari sisi pemerintah, kebijakan per-lindungan konsumen didasarkan pada dua instrumen hukum penting, yakni:

Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, meng-amanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujud-kan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional di-wujudkan melalui sistem pemba-ngunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.

Kedua, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindung-an Konsumen (UUPK). Lahirnya undang-undang ini memberikan harapan besar bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh pelindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.

Page 13: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 9

Perlindungan konsumen di ASEAN

Pembentukan kawasan integrasi ekonomi melalui pendekatan ke-pada penduduk di kawasan telah membuat ASEAN sadar bahwa konsumen tidak dapat dihalangi dalam semua aturan yang diambil untuk mencapai integrasi ini. Atur-an perlindungan konsumen sudah dikembangkan bersamaan dengan aturan ekonomi yang diusulkan untuk menempatkan perlindungan konsumen yang muncul.

Dalam perlindungan konsumen ini, ASEAN melakukan aksi-aksi, antara lain: (i) meningkatkan per-lindungan konsumen di ASEAN dan pembentukan ASEAN Coordinating Committee on Consumer Protection (ACCCP); (ii) membentuk jaringan perlindungan konsumen untuk memfasilitasi pertukaran informasi; dan (iii) mengoordinasikan kursus/ training bagi para pegawai dan pejabat perlindungan konsumen sebagai persiapan integrasi pasar ASEAN.

Untuk menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ASEAN melakukan aksi-aksi prioritas yang dilakukan secara bertahap. Untuk aksi prioritas 2010-2011 akan dilakukan, yaitu: (i) update dan/atau me-rubah perundang-undangan sesuai dengan regulasi nasional dalam kegiatan e-commerce; (ii) adopsi guideline dari isu-isu cyber law seperti data pribadi, perlindungan

konsumen, IPR dan sebagainya untuk mendukung kegiatan e-commerce regional; (iii) me-majukan transaksi elektronik lintas batas, dan mengimplementasikan saling pengakuan untuk tanda tangan digital. Melalui aksi-aksi tersebut, ASEAN diharapkan pada tahun 2014-2015 harmonisasi legal infrastructure untuk e-commerce di ASEAN dapat dilaksanakan secara penuh.

E. Pembangunan Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur di ASEAN meliputi bidang transportasi (darat, laut, dan udara), informasi, energi, pertambangan, dan keuangan. Aksi-aksi yang dilakukan untuk bidang transportasi meliputi: (i) implemen-tasi ASEAN Framework Agreement on the Facilitation of Goods in Transit 2009; (ii) implementasi ASEAN Framework Agreement on Multimodal Transport 2010; dan (iii) finalisasi ASEAN Framework Agreement on Facilitation of Inter-State Transport 2008 untuk imple-mentasi permulaan 2010.

Di bidang transportasi laut dan udara mengadopsi prinsip-prinsip umum dan framework untuk ASEAN Single Shipping Market (ASSM) dan mengembangkan serta meng-implementasikan ASEAN Single Aviation Market (ASVM). Aksi-aksi yang dilakukan adalah melalui (i) im-plementasi International Maritime

Page 14: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 10

Organization (IMO); (ii) implemen-tasi Roadmap menuju Integrated and Competitive Maritime Trans-port in ASEAN; (iii) implementasi ASEAN Sky Open Policy; dan (iv) implementasi ASEAN Single Aviation Market.

Untuk transportasi udara, komitmen Indonesia dalam menuju ASEAN Single Aviation Market 2015, sedang mempersiapkan untuk me-nerapkan ASEAN Sky Open Policy melalui kebijakan (i) memper-tahankan prinsip sabotage untuk tidak diliberalisasikan dalam ASEAN Open Skies; (ii) mensosialisasikan persetujuan ASEAN; (iii) ratifikasi /pelaksanaan persetujuan angkutan udara ASEAN secara bertahap (di-mulai pada akhir 2010); (iv) me-nyusun Roadmap Rencana Aksi Nasional menuju ASEAN Single Aviation Market 2015.

Menuju Pasar Tunggal Penerbangan ASEAN sedang dilakukan aksi-aksi melalui pemenuhan prioritas ASEAN dan timeline integrasi ekonomi regional, liberalisasi angkutan udara, harmonisasi keamanan/standar tek-nis dan promosi persaingan dan efisiensi usaha. Implikasinya bagi Indonesia antara lain adalah tidak terbendungnya arus liberalisasi, semakin tajamnya tantangan yang dihadapi penerbangan Indonesia yang ada saat ini, semakin ter-bukanya peluang investasi yang

dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Di bidang kerja sama energi ter-masuk bahan bakar bio sangat penting untuk mendukung dan mempertahankan kegiatan eko-nomi dan industri. Kerja sama regional di Trans ASEAN Gas Pipeline (TAGP) dan ASEAN Power Grid (APG). Proyek memungkinkan optimalisasi kawasan energi sumber daya untuk keamanan yang lebih besar.

F. Perpajakan

Di bidang perpajakan prioritas aksi yang akan dilakukan ASEAN di tahun 2010-2011 adalah melengkapi network bilateral agreements dalam menghindari pajak ganda di antara negara-negara anggota pada tahun 2012 dengan perpanjangan yang memungkinkan.

G. E-Commerce

Istilah e-commerce jika di-terjemahkan kedalam Bahasa Indonesia adalah perdagangan elek-tronik atau e-dagang yang artinya adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang, dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-dagang dapat melibat-kan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem

Page 15: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 11

manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.

Kebijakan e-commerce di ASEAN dilakukan untuk memfasilitasi ke-bijakan dan legal infrastructure untuk electronic commerce dan tersedianya perdagangan barang se-cara online di antara sesama anggota ASEAN. Di dalam implementasi e-ASEAN Framework Agreement dan berdasarkan frame-work yang diinginkan secara umum.

Untuk dapat mengimplementasi-kan e-ASEAN tersebut, ASEAN me-lakukan antara lain melalui: (i) implementasi kebijakan persaing-an telekomunikasi dan penajaman persiapan legislasi nasional di bidang e-commerce; (ii) harmoni-sasi legal infrastructure untuk kon-trak elektronik dan penyelesaian sengketa; (iii) perkembangan dan implementasi guidelines untuk kon-trak elektronik secara online dan pengakuan yang sama atas frame-work penandatanganan secara digital ASEAN; (iv) fasilitasi peng-akuan yang sama penandatangan-an secara digital ASEAN; (v) studi dan mendorong adopsi dari best practices dan guidelines regulasi dan/atau standar berdasarkan common framework; dan (vi) pem-bentukan forum networking antara pebisnis ASEAN dan Mitra Wicara sebagai platform untuk mempro-mosikan perdagangan dan investasi.

H. Penutup

Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan dicapai pada tahun 2015 tinggal beberapa tahun lagi. Pada tahun 2011 Indonesia akan men-jadi Ketua ASEAN di mana Indo-nesia akan mempunyai peranan yang sangat strategis dan harus ditekadkan bahwa Keketuaan Indonesia di ASEAN 2011 akan memberi manfaat baik bagi masya-rakat ASEAN dan khususnya bagi masyarakat Indonesia termasuk se-genap stakeholder dan pemangku kepentingan domestik/nasional.

Dengan keketuaan Indonesia di ASEAN, hendaknya ada manfaat yang dapat dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat dalam mengimple-mentasikan komitmen-komitmen ASEAN. Indonesia dengan jumlah penduduk yang terbesar di ASEAN dan juga sebagai salah satu Founding Father terbentuknya ASEAN pada tahun 1967 merupa-kan modal tersendiri untuk dapat menjadi panutan bagi negara-negara anggota ASEAN lainnya. Walaupun diakui bahwa secara domestik Indonesia masih banyak memiliki kekurangan dan banyak tantangan, untuk mengimplemen-tasikan komitmen-komitmen ASEAN.

Dalam rangka menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Indonesia masih memliki tugas untuk meng-koordinasikan seluruh instansi ter-

Page 16: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 12

kait dan stakeholder, dalam me-ningkatkan daya saing dalam negeri dan di ASEAN. Referensi: - www.wikipedia.com; - www.ylki.go.id; - www.asean.org; - ASEAN Economic Community

Blueprint.

Page 17: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 13

SPECIAL PRODUCTS (SP) DAN SPECIAL SAFEGUARD

MECHANISM (SSM) Oleh: Christhophorus Barutu

1

A. Pendahuluan

Perundingan sektor pertanian tetap menjadi isu perundingan yang men-dapatkan sorotan utama dari seluruh negara anggota World Trade Organization (WTO), mengingat masih terdapatnya pertentangan antara negara berkembang dan negara maju pada ketiga pilar perundingan pertanian. Karena isu pertanian memerlukan perhatian khusus, maka dibentuklah Kelompok G-33 yang merupakan aliansi perunding-an pertanian dan anggotanya terdiri dari negara-negara berkembang yang dipimpin oleh Indonesia. Kelompok ini selalu memperjuang-kan Special Products (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM) sebagai fokus utama perjuangan kelompok.

Sebagai Koordinator G-33, Indonesia memainkan peran yang sangat krusial dalam perundingan sektor ini. Kelompok ini telah mengajukan konsep SP dan SSM untuk melindungi

1Kepala Seksi Tinjauan Ketentuan Perdagangan, Subdit Tinjauan Ketentuan Perdagangan dan Notifikasi, Direktorat Kerja Sama Multilateral, Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan.

komoditas pangan sensitifnya terhadap produk impor dari negara yang menerapkan berbagai subsidi. Sebagian besar negara-negara berkembang berpandangan bahwa konsep SP akan mampu menjawab problem pertanian di negara ber-kembang.

Kelompok G-33 mengajukan perangkat pelindungan untuk produk pertanian utama yang penting bagi ketahanan pangan, kelangsungan penghidupan dan pembangunan pedesaan melalui SP dan SSM.

Special Products/Produk Khusus Adalah produk produk pertanian yang merupakan kunci bagi ketahanan pangan, kelangsungan hidup, dan pembangunan pedesaan, oleh karenanya diperlukan di-lindungi perdagangannya.

Special Safeguard Mechanism/ Mekanisme Pengamanan Khusus Adalah mekanisme untuk mengatasi dampak impor. Provisi ini hanya bisa diakses oleh negara berkembang dan merupakan perbaikan dari Special Safeguards (SSG).

Pemerintah negara-negara berkem-bang harus melakukan studi dan me-lihat keuntungan dari SP dan SSM dalam perspektif kepentingan negara-nya. Mereka harus mengidentifikasi produk yang paling penting untuk dilindungi dan tingkat pelindungan yang mereka butuhkan. Informasi ini

Page 18: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 14

akan membantu mereka dalam menentukan SP dan perlakuan yang tepat untuk produk khusus tersebut. Sedangkan konsep SSM dimaksudkan untuk melindungi produk-produk pangan sensitif dari banjir produk. Berikut adalah hal-hal yang diharapkan dapat diterapkan di kemudian hari oleh setiap negara, terkait dengan penerapan SP dan SSM, yaitu:

Dalam pemilihan produk sebagai SP, negara harus bebas untuk memilih produk yang akan diusulkan sebagai SPs, didasarkan atas pertimbangan bahwa setiap negara perbedaan dalam tujuan memiliki pembangunan dan prioritas produk strategisnya, oleh karena itu harus ada fleksibilitas untuk mengidentifikasi cakupan produk yang akan diusulkan sebagai SP.

Dalam penerapannya diharapkan SSM juga mendapatkan per-lakuan yang sama dengan SP, yaitu dapat diterapkan pada semua produk pertanian dari negara berkembang, sederhana dari segi persyaratan, dan mudah dalam penerapannya. Selain hal tersebut Kelompok G-33 juga telah mengusulkan peng-gunaan volume dan harga sebagai trigger, untuk dapat men-definisikan situasi dampak impor

yang berlebih atau kejatuhan harga.

Harus terkait erat dengan prioritas dan strategi pembangunan per-tanian dan pedesaan di dalam negeri dan pada akhirnya mendukung kebijakan perdagangan.

Dalam perundingan WTO, harus-lah mengacu pada PSP (Produk Strategis Pertanian) revitalisasi pertanian maupun PSP renstra pertanian.

B. Eksistensi Special Products dan

Special Safeguard Mechanism dalam Perundingan Pertanian

1. Special Products Adalah produk yang diperlakukan secara khusus dan dikecualikan dari schedule penurunan tarif normal. Sedangkan penentuan jumlah tariff lines untuk SP bersifat fleksibel dan didasarkan atas 3 kriteria, yaitu: (i) ketahanan pangan; (ii) pengentasan kemiskinan; dan (iii) pembangunan pedesaan. Adapun latar belakang diadakannya SP, diantaranya adalah: Reformasi perdagangan harus

fleksibel dan tidak dilakukan secara radikal, sehingga negara berkembang dapat menyesuai-kan diri;

Negara-negara berkembang akan memiliki fleksibilitas untuk menentukan sendiri banyaknya tariff lines bagi SP;

Page 19: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 15

Penentuan ini didasarkan pada kriteria ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan.

Tujuan pemberlakuan SP adalah: Melindungi dan memperkuat

produksi pangan di negara ber-kembang terutama pangan pokok (key staple food);

Mendorong percepatan pem-bangunan pedesaan (rural development);

Mempercepat pengentasan ke-miskinan dan kelaparan (poverty alleviation);

Terkait prioritas dan strategi pembangunan pertanian dan pedesaan di dalam negeri dan pada akhirnya mendukung ke-bijakan perdagangan.

Manfaat SP adalah: Terlindunginya beberapa produk

pertanian yang akan dikem-bangkan di dalam negeri melalui pemotongan tarif yang lebih rendah

Diberikan kesempatan dalam periode waktu tertentu untuk mengembangkan produk yang bersangkutan agar dapat ber-saing dengan produk impor

2. Special Safeguard Mechanism Salah satu isu yang banyak diperdebatkan dan ditentang negara maju khususnya Amerika Serikat

adalah SSM di bidang pertanian. Amerika Serikat khawatir bahwa SSM akan digunakan sebagai alat proteksi atau disalahgunakan di kemudian hari. Indonesia sebagai Koordinator G-33 selalu me-negaskan bahwa SSM tidak di-tujukan untuk menghambat normal trade, melainkan untuk melindungi petani lemah dan miskin dari lonjakan impor dan penurunan harga secara drastis. Ada beberapa substansi penting terkait eksistensi SSM dimaksud antara lain: 1. Pelindungan sementara dari

ancaman impor yang berlebih, kalau tidak dilindungi maka akan berpengaruh buruk ter-hadap industri (juga pelaku usaha, termasuk petani);

2. Harus dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh pasar dan petani dalam negeri yang di-sebabkan oleh adanya lonjakan impor (import surge) dan jatuhnya harga (price fall);

3. Harus dibuat sedemikian rupa, sehingga negara berkembang lebih mudah mengimplemen-tasikannya;

4. Didasarkan atas trigger kuantitas impor dan harga (import quantity and price triggers) dan pelindungan di-berikan dalam bentuk tambah-an tarif (remedy);

Page 20: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 16

5. Remedies harus menghasilkan solusi untuk tingkat tarif yang akan pergi jauh dari bound rate Uruguay Round. G-33 secara tegas berargumentasi bahwa remedies harus jauh dari sebelum Doha tarif bindings. Argentina, Paraguay, Uruguay (APU), Kanada, Amerika Serikat, dan Thailand menolak proposal ini. Dalam negosiasi sepakat bahwa remedies diterapkan melampaui bound rate, namun dalam proses para penentang G-33 berusaha untuk mem-batasi akses dari remedies dengan usulan level trigger yang lebih besar sampai 140 persen. Ini berarti bahwa impor harus meningkat sampai 40 persen di atas level trigger sebelum remedies bisa diterap-kan. Bahkan USA mengusulkan untuk meningkatkan level trigger sampai 150 persen;

6. Penggunaan SSM harus ber-dasarkan prinsip MFN. Hal Ini menunjukkan bahwa impor dalam kerangka preferential treatment tidak dianggap sebagai bentuk banjir impor. Akan tetapi isu ini tidak banyak dibahas dalam negosiasi, karena konsentrasi perundingan lebih banyak pada remedies dan trigger dari penerapan Special Safeguard Mechanism.

Hal-hal Lain Terkait Special Safeguard Mechanism Menyangkut isu Special Safe-

guard Mechanism (Paragraf 144, 145, dan dokumen W/7) Indonesia menyampaikan hasil pendalaman G-33 terhadap be-berapa isu yang menyangkut arsitektur SSM khususnya prorating, seasonality, spill-over dan cross-check;

G-33 menyatakan terbuka untuk melanjutkan pembahas-an lebih teknis terhadap isu-isu yang mendasari arsitektur SSM. Tujuannya agar dapat dicapai titik temu yang di satu pihak memperhatikan kepentingan importer. Namun di lain pihak memberikan kepastian kepada eksportir bahwa instrumen tersebut tidak akan disalah-gunakan dan tidak menjadi hambatan perdagangan;

SSM diharapkan dapat menjadi instrumen yang efektif dan mudah digunakan (effective and easy to operate) oleh negara-negara berkembang;

SSM bukanlah unsur yang dapat mengakibatkan hambatan.

Dasar Pemikiran (Rationale) Special Safeguard Mechanism ● Ada dua faktor utama yang

mendasari SSM, yaitu: (i) sebagian besar rakyat dari negara-negara berkembang menggantungkan

Page 21: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 17

hidupnya di bidang pertanian dan (ii) distorsi perdagangan banyak dilakukan oleh negara-negara maju;

● Bidang pertanian memiliki kaitan erat dengan penanggulangan isu kelaparan di mana 75% pen-duduk dunia berada di daerah pedesaan di mana pertanian merupakan aktivitas per-ekonomian yang utama;

● Pembukaan pasar yang lebih besar dalam pasar internasional menyebabkan instabilitas harga yang memberikan pengaruh pada ketahanan pangan terhadap masyarakat yang paling miskin;

● Kebutuhan negara-negara ber-kembang terhadap instrumen yang mampu mencegah kerugi-an yang diakibatkan lonjakan impor dan penurunan harga. Special Safeguard Mechanism dipandang mampu memberikan pelindungan pada masa krisis pangan dan krisis keuangan.

Submisi G-33 Terkait SSM Kelompok G-33 meminta negara-negara maju dan berkembang eksportir pertanian agar tanggapan dokumen SSM yang disusun G-33 juga didasarkan atas kajian secara teknis, sehingga argumen masing-masing negara anggota akan dapat diselesaikan lebih mudah pada tingkat politis.

C. Penutup

Perundingan sektor pertanian dapat

dikatakan merupakan isu lokomotif

dalam DDA yang banyak diwarnai

perdebatan yang alot antara negara-

negara maju dan negara-negara ber-

kembang. Aliansi negara-negara

berkembang melalui Kelompok G-33

yang dipimpin oleh Indonesia meng-

usung konsep Special Products (SP)

dan Special Safeguard Mechanism

(SSM) untuk melindungi para

petani-petani miskin yang sebagian

besar hidup di negara berkembang.

Konsep SP dan SSM lahir bukan untuk menghambat laju impor namun ditujukan untuk melindungi kepentingan para petani dari kerugian akibat lonjakan impor, di mana bila keadaan dibiarkan akan mengakibatkan kerugian yang besar bagi para petani. Sebagaimana diketahui, ada ratusan juta petani miskin yang hidup di sebagian besar negara-negara berkembang, untuk itu SP dan SSM dipandang sebagai instrumen penting untuk melindungi para petani dimaksud. Saat ini dalam perundingan pertanian masalah SP dan SSM masih dalam pembahasan yang lebih komprehensif, terjadi banyak perdebatan antara negara-negara maju dengan negara-negara ber-

Page 22: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 18

kembang dalam menyikapi konsep SP dan SSM, namun negara-negara berkembang menyatakan komit-mennya bahwa penerapan SP dan SSM akan diterapkan dengan tindakan terukur dan sejalan dengan perdagangan yang adil.

Referensi: - Kementerian Perdagangan R.I.,

Materi Dasar Perdagangan dan Pembangunan, Modul;

- Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia, Perjanjian WTO Bidang Pertanian dan Perkembangan Negosiasi, Desember 2004;

- Christhophorus Barutu, Special Safeguard Mechanism, Paper Presentasi, 2010.

Page 23: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 19

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN JASA DI INDONESIA

Oleh : Novalina Sagala, S.Si1

A. Pembukaan

Selama ini perdagangan jasa kurang mendapatkan perhatian, karena ekspansi sektor jasa dianggap sebagai barang “non-traded” karena potensi pertumbuhan yang minim. Pada kenyataannya perdagangan jasa memiliki peran sekitar 70% dari perekonomian dunia (OECD, 2010), contohnya saja di Indonesia telah lama menjalani perdagangan jasa dengan skala besar (TKI yang bekerja di negara lain, pelayanan perbankan berskala internasional, jasa pelayaran, dan lain-lain).

Menurut Gene dan Sampson2,

transaksi jasa secara inter-nasional dapat digolongkan dalam empat bentuk, yakni: (i) Konsumen berpindah ke negara produsen jasa (misalnya turis dan mahasiswa studi di luar negeri); (ii) Perusaha-an sebagai produsen jasa berpindah ke negara konsumen (Penanaman Modal Asing, misalnya bank, restoran); (iii) Individu-individu sebagai produsen jasa berpindah ke negara konsumen (tenaga kerja sementara di luar negeri, misalnya

1 Staf Bagian Hukum dan Pelaporan Sekretariat

Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan.

2 Sampson, G. and R. Snape (1985). Identifying in Issues in Trade in Service. The World Economy.

dokter, pengacara); (iv) Hubungan antar Negara/Cross-Border antara konsumen dan produsen jasa dilakukan melalui jaringan pos dan telekomunikasi.

Jika dilihat dari segi pembagian sektor, maka jasa dapat digolong-kan dalam sektor tersier (sektor yang mencakup industri-industri untuk mengubah wujud benda fisik/physical services, keadaan manusia/human services dan benda simbolik/information and communication services). Sektor ini merupakan sektor usaha yang di dalamnya tercakup dari 12 sektor jasa (160 subsektor)

3, yaitu:

- Jasa Bisnis (termasuk jasa pro-fesional seperti engineering dan komputer);

- Jasa Komunikasi; - Jasa Konstruksi dan Teknik Terkait; - Jasa Distribusi; - Jasa Pendidikan; - Jasa Lingkungan; - Jasa Keuangan (termasuk asuransi

dan perbankan); - Jasa Kesehatan dan Sosial; - Jasa Wisata dan Travel; - Jasa Rekreasi, Budaya, dan Olahraga; - Jasa Transportasi; - Jasa-jasa lainnya.

3Presentasi Direktur Perundingan Perdagangan Jasa, dalam acara sosialisasi “Kebijakan Perdagangan Internasional di Bidang Jasa”.

Page 24: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 20

B. Peranan Jasa Dalam Perdagangan Internasional

Sektor jasa dapat dikatakan sangat menentukan pertumbuhan ekonomi dan juga efisiensi secara kese-luruhan, hal tersebut dikarenakan beberapa faktor, antara lain: - Merupakan prasyarat bagi per-

tumbuhan ekonomi. Produsen dan eksportir tidak dapat ber-saing tanpa akses bank, asuransi, akuntansi, telekomunikasi atau sistem transportasi yang efisien;

- Merupakan prasyarat bagi pem-bangunan. Akses menuju jasa kelas dunia membantu eksportir dan produsen di negara ber-kembang untuk mendorong kapasitas kekuatan ekonominya;

- Konsumen dapat menghemat pengeluarannya, mempercepat inovasi dan transfer teknologi;

- Memberikan konstribusi bagi investasi jangka panjang.

C. Perjanjian Mengenai Perdagangan

Jasa Internasional

Dalam menghadapi perkembang-an perdagangan jasa internasional, Indonesia menggunakan strategi perundingan ”Multi-Track” yaitu mengupayakan kepentingan Indonesia di 3 (tiga) forum, yaitu:

1. Multilateral

Perdagangan jasa merupakan isu baru yang mulai dibahas dalam perundingan WTO, dengan hasil

kesepakatan umum para anggota WTO yang dikenal dengan General Agreement on Trade in Services (GATS) di Marakesh, Maroko dan mulai diberlakukan sejak awal tahun 2005. Adapun tujuan dari GATS adalah untuk memperdalam dan memperluas tingkat liberalisasi jasa di negara-negara anggota, sehingga diharapkan perdagangan jasa di dunia bisa meningkat. Prinsip-prinsip GATS pada dasar-nya sama dengan prinsip WTO, yaitu: Legally binding; Most favored nation (MFN); National Treatment; Transparency; Progressive liberalization; Flexibility.

2. Regional

Perundingan Perdagangan Jasa di ASEAN

Perjanjian Perdagangan Jasa ASEAN prinsip dasarnya adalah legally binding, komitmen umumnya adalah GATS Plus. Adapun roadmap liberalisasi perdagangan jasa di ASEAN, adalah sebagai berikut: Tahun 2010: Prioritas pada 4

(empat) Sektor prioritas (air transport, e-ASEAN, healthcare dan pariwisata);

Tahun 2013: Prioritas pada Sektor logistik (Jasa pergudang-an, pengepakan, kargo, kurir,

Page 25: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 21

dan jasa transportasi pengirim-an barang);

Tahun 2015: Semua sektor menjadi prioritas.

Saat ini perundingan perdagangan jasa telah memasuki ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) 8, dan Indonesia telah menyerahkan initial offers untuk AFAS paket 8, dan penyerahan final offers AFAS paket 8 akan dilakukan sebelum ASEAN Economic Ministers’ (AEM) Retreat pada bulan Oktober 2011. Isu lainnya yang masih perlu dibahas dalam rangka pemenuhan threshold AFAS 8 , antara lain : - parameters for mode 4; - kriteria penggunaan secara

seimbang 15% overall flexibility across modes dan tidak terkonsentrasi hanya pada 1 mode saja, dengan mempertimbangkan tingkat sensitivitas subsektor masing-masing negara anggota yang terefleksikan pada kedalaman komitmennya.

Perundingan Perdagangan Jasa di Forum ASEAN + Mitra Dialog

ASEAN-China (ACFTA): protokol perdagangan jasa dan schedule of Commitments paket ke-2, masih dalam proses finalisasi.

ASEAN-India (AIFTA): masih dalam pembahasan, termasuk terkait dengan Movement of

Natural Person, isu yang belum terpecahkan antara lain masalah safeguards, recognation, dan lampiran di bidang keuangan.

ASEAN-Jepang (AJCEP): per-temuan ke-2 ASEAN-Japan Sub Committee on Services telah diselenggarakan pada bulan September 2010. Pertemuan tersebut antara lain mem-bahas work plan of negotiation yang akan menjadi basic negotiation dan akan dibahas lagi pada pertemuan berikut-nya.

ASEAN-Australia-Selandia Baru (AANZFTA): berbagai proyek kerja sama akan dilakukan, termasuk pengumpulan data perdagangan jasa. Ratifikasi AANZFTA masih dalam proses penyelesaian.

ASEAN-Republic of Korea (AKFTA): pertemuan ke-3 AKFTA Implementing Committee telah diselenggarakan pada bulan Juli 2010, membahas implementasi persetujuan perdagangan jasa ASEAN-Korea.

Perundingan Perdagangan Jasa di Forum APEC

Jasa merupakan salah satu key areas of Regional Economic Integration (REI) dengan agenda tahun 2010, antara lain: the digital economy, investment, trade

Page 26: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 22

facilitation, rules of origin and standards/technical barriers to trade. Prinsip kerja sama APEC tertuang dalam Osaka Action Agenda 15, antara lain: Comprehensive, WTO-Consistent, Voluntary/Non-Binding, Comparability, Transparent. Sedang-kan pembahasan kegiatan dalam bidang jasa mengacu pada kesepakatan APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM) ke-17 tahun 2009 di Singapura, yaitu: APEC Principles for Cross-

border Trade in Services; APEC Services Action Plan.

3. Bilateral

Perjanjian Perdagangan Jasa IJEPA (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement)

Tujuan diadakan perundingan secara bilateral ini adalah untuk meningkatkan perdagangan dan investasi Indonesia dan Jepang. Untuk mencapai tujuan tersebut maka Indonesia memberikan fasilitas pembuka di beberapa bidang, antara lain: Jasa Teknik (Engineering

Services); Penelitian dan Pengembangan

(R&D); Jasa Penyewaan dan Leasing di

luar usaha penerbangan; Jasa Perbaikan dan Perawatan

(bengkel otomotif) terkait dengan

pabrik di Indonesia, kecuali kapal laut dan penerbangan;

Kepemilikan Jepang di sektor jasa minimal 49%.

Selain beberapa fasilitas tersebut di atas, Jepang dan Indonesia juga memberikan konsesi bagi Tenaga Kerja Temporer, yaitu: Jepang dan Indonesia sepakat

membuka dua lapangan ke-tenagakerjaan terlatih, yakni tenaga perawat medik dan tenaga perawat lansia;

Jepang bersedia memper-timbangkan perluasan cakupan program magang di bidang perhotelan.

D. Penutup

Selama ini ekspansi sektor jasa di-anggap hanyalah sebagai produk sampingan, khususnya bila dilihat dari pertumbuhan sektor industri manufaktur. Tidak adanya nilai jual dari jasa, timbul karena transaksi jasa seringkali mensyaratkan adanya interaksi langsung antara produsen dengan konsumen, selain itu biaya transaksi (waktu, jarak, dan lain-lain) dianggap terlalu besar untuk memungkinkan terjadinya sebuah transaksi jasa.

Namun semua hal tersebut telah pudar seiring dengan kemajuan teknologi, telekomunikasi, dan informasi yang pesat. Peningkatan nilai jual dan pangsa pasar dari

Page 27: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 23

komoditas jasa, diyakini semakin besar dan strategis di masa yang akan datang. Menyadari penting-nya sektor jasa yang efisien dan komparatif, banyak negara yang melakukan liberalisasi, dan untuk menyikapi hal tersebut Indonesia memilih strategi perundingan ”Multi-Track”, dengan melakukan kerja sama perdagangan dalam 3 (tiga) fora, yaitu: multilateral, regional, dan bilateral. Dan dengan strategi ini diharapkan Indonesia dapat menjadi salah satu negara yang memiliki tingkat perdagangan jasa yang tinggi.

Referensi: - Sampson, G. and R. Snape (1985).

Identifying in Issues in Trade in Service. The World Economy;

- Presentasi Direktur Perun-dingan Perdagangan Jasa, dalam acara sosialisasi “Kebijakan Perdagangan Internasional di Bidang Jasa”;

- www.oecd.org.

Page 28: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010

24

PERKEMBANGAN HUBUNGAN PERDAGANGAN BILATERAL INDONESIA – ARGENTINA

(Bagian Kedua) Oleh: Azman Ridha

1

D. Isu Perdagangan

Kondisi atau peraturan dalam negeri Argentina yang cenderung protektif menjadi tantangan utama dalam upaya peningkatan hubungan perdagangan ini. Kebijakan-kebijakan perdagangan Argentina yang cenderung merugikan penetrasi produk-produk ekspor Indonesia di pasar Argentina adalah berupa anti dumping, safeguard measures dan under invoice. Permasalahan lain yang sangat mengganggu adalah karena Argentina hanya mau menggunakan bahasa Spanyol dalam komunikasi untuk dokumen-dokumen perdagangan sehingga menyulitkan perusahaan Indonesia apabila terjadi trade dispute.

Akses pasar produk Indonesia ke Argentina sering terhambat dengan tingginya pajak yang dikenakan dan adanya kecenderungan pe-ngenaan hambatan nontarif ter-hadap produk Indonesia. Sebagai anggota MERCOSUR, Argentina

1 Kepala Seksi Amerika tengah dan Selatan,

Subdit Eropa, Direktorat Kerja Sama Bilateral, Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan.

menerapkan Common External Tariff antara 0-23%, dan berbagai pajak lainnya antara lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 21%, PPN tambahan sebesar 10%, pajak statistik sebesar 0,5%, dan pajak keuntungan sebesar 3%.

Sejak bulan Februari 2009, Argentina memberlakukan non automatic licensing for import ter-hadap impor furnitur, beberapa importir furnitur Argentina dari Indonesia mengeluh bahwa keten-tuan tersebut memperlambat pro-ses pemberian izin, karena importir harus mengurus izin impor yang baru dan juga akan mengisi be-berapa formulir tambahan yang sebelumnya tidak ada. Pember-lakuan hambatan nontarif (non- automatic licensing for import) secara terselubung berpengaruh terhadap ekspor furnitur dari Indonesia ke Argentina. Masalah tersebut telah disampaikan para importir furnitur Argentina ke KBRI di Buenos Aires. Pada tanggal 28 Agustus 2009, Dubes R.I. di Argen-tina telah membicarakan masalah ini dengan Menteri Produksi Argentina, bahwa dengan adanya pemberlakukan non automatic licensing for import berdampak pada lambatnya proses pemberian izin impor furnitur (sesuai laporan importir furnitur dari Indonesia). Indonesia mengharapkan agar per-aturan tersebut dapat ditinjau

Page 29: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010

25

kembali, karena menurut data tahun 2008, bahwa volume ekspor produk-produk mebel/furnitur dari Indonesia ke Argentina sangat kecil, hanya 0,7% dari total impor Argentina dari Indonesia.

Argentina berkeinginan besar untuk dapat mengekspor daging sapi ke Indonesia. Terhadap keinginan Argentina tersebut Indonesia me-netapkan beberapa persyaratan, antara lain: agar Argentina dan negara lain yang ingin mengekspor daging ke Indonesia telah ter-daftar pada kedokteran hewan yang berwenang di negara peng-ekspor, melaksanakan konsep Food Safety Assurance System based on Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) secara menyeluruh, serta sistem jaminan halal. Setiap importir daging di Indonesia harus memenuhi 7 (tujuh) tahapan, yaitu: (i) pengiriman questioner; (ii) risk analysis; (iii) visit audit; (iv) risk analysis ulangan; (v) establishment assessment untuk food safety dan produk halal; (vi) pembuatan MoU; dan (vii) importasi yang memenuhi Permentan No.20/Permentan/ OT.140/4/2009 tentang Pemasuk-an dan Pengawasan Peredaran Karkas, Daging, dan/atau Jeroan dari Luar Negeri serta memehuhi persyaratan SPS (Sanitary and Phytosanitary).

E. Strategi Penetrasi Pasar

Sebagai upaya terobosan pasar di kawasan Amerika Selatan dan Karibia, khususnya Argentina, telah diselenggarakan kegiatan Promosi Terpadu Indonesia (PTI) sejak tahun 2004 hingga 2009. Kegiatan tersebut terdiri dari pameran produk ekspor Indonesia, pertemuan bisnis “one-on-one” antara pengusaha Indonesia dan pengusaha Argentina, seminar mengenai hubungan bilateral Indonesia-Argentina, dan pagelaran budaya.

PTI pada tahun 2004, di Buenos Aires telah memberikan hasil-hasil konkret yaitu berupa transaksi bisnis dan pesanan dalam jumlah besar. Promosi Terpadu Indonesia kembali diselenggarakan pada tanggal 3-22 Juli 2007, di Buenos Aires. Kegiatan promosi tersebut diikuti oleh 29 perusahaan besar dan kecil yang terdiri dari 19 perusahaan yang berpartisipasi sebagai peserta aktif yang turut serta dalam pameran dan 10 perusahaan sebagai peserta pasif yang hanya mengirim sampel.

PTI berikutnya diselenggarakan pada tanggal 23 Juli-4 Agustus 2009, bertempat di La Rural Buenos Aires. Produk Indonesia yang di-pamerkan adalah produk-produk kerajinan tangan dari kayu, rotan, eceng gondok serta produk per-

Page 30: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010

26

hiasan perak, mutiara, batu-batu berharga serta beberapa contoh produk peralatan motor dan mobil yang dibawa oleh pengusaha-pengusaha di bawah bimbingan Kementerian Perindustrian dan dikoordinasi oleh Kementerian Luar Negeri. Pameran ini menghasilkan kontak bisnis antara pengusaha Indonesia yang ikut serta dengan pengusaha setempat.

Cara lain yang dapat dilakukan Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar di Argentina adalah memanfaatkan Sidang Komisi Bersama, agar menghasilkan kebijakan yang mendukung peningkatan ekspor Indonesia ke Argentina dan kebijakan lainnya yang mampu mengurangi defisit perdagangan yang terjadi selama ini.

F. Sidang Komisi Bersama Indonesia–Argentina

Dalam hubungan kerja sama perdagangan bilateral antara Indonesia–Argentina, telah di-selenggarakan beberapa kali sidang, yaitu:

1. Sidang Komisi Bersama (SKB) pertama Indonesia-Argentina, diselenggarakan di Buenos Aires, Argentina pada tanggal 4 Juni 1992, dan membahas beberapa hal antara lain:

peningkatan volume per-dagangan dan verifikasi barang-barang yang diperda-gangkan, serta mengembang-kan joint ventures di antara perusahaan swasta dari kedua negara dan mencakup kerja sama di bidang penyamakan kulit, funitur (dari rotan), tekstil, dan kimia.

2. SKB ke-2 telah diselenggarakan di Jakarta, pada tanggal 26 Februari 1997, yang membahas rencana kerja sama di bidang perdagangan, keuangan, dan perbankan. Selain itu pihak Indonesia mengharapkan ke-bijakan pemerintah Argentina untuk menurunkan tarif bea masuk yang dikenakan bagi produk alas kaki dan tekstil asal dari Indonesia, karena sangat merugikan.

3. SKB ke-3, telah diselenggarakan tanggal 10-11 Mei 2004, di Buenos Aires, Argentina yang membahas kerja sama per-dagangan, investasi, per-bankan, pertanian, farmasi, usaha kecil dan menengah, transportasi, pariwisata, serta olah raga.

4. SKB ke-4 telah diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 7-8 Agustus 2008, Sidang ini membahas dan menyepakati berbagai program kegiatan dan

Page 31: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010

27

kerja sama perdagangan bilateral antara Indonesia dan Argentina, diantaranya adalah: (i) Kedua negara sepakat untuk meningkatkan hubungan per-dagangan bilateral; dan (ii) Kedua negara sepakat untuk me-manfaatkan peluang pasar yang ada di masing-masing negara.

5. SKB ke-5 telah diselenggarakan

di Buenos Aires, Argentina pada tanggal 21-22 September 2010. Isu-isu yang dibahas dalam pertemuan dimaksud adalah perkembangan hu-bungan kerja sama bilateral kedua negara dan upaya untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang seperti per-dagangan, investasi, pertanian, energi (Compressed Natural Gas/CNG), kerja sama teknik, ilmiah dan teknologi, olah raga, pariwisata, pendidikan, farma-si, dan kekonsuleran. Sidang Ke-5 Komisi Bersama ini membahas dan menyepakati berbagai program kegiatan dan kerja sama perdagangan bila-teral antara Indonesia dan Argentina.

G. Penutup

Memperhatikan neraca perdagang-an bilateral kedua negara selama 5 tahun terakhir (2005-2009), Indo-

nesia selalu defisit dan juga total nilai perdagangan bilateral kedua negara relatif masih rendah. Nilai tersebut belum merefleksikan potensi yang dimiliki oleh kedua negara, untuk itu perlu diupayakan langkah-langkah konkret untuk mengurangi bahkan menghapuskan defisit yang selama ini dialami Indonesia.

Dalam SKB ke-5 beberapa waktu lalu, Indonesia telah menyam-paikan kepada pihak Argentina agar tidak terlalu mudah untuk memberlakukan berbagai aturan domestik yang dapat menghambat ekspor dari Indonesia, seperti tuduhan dumping, pemberlakuan safeguards, pajak yang tinggi, biaya legalisasi dokumen ekspor, kuesioner dalam Bahasa Spanyol) kiranya perlu dievaluasi.

Perlu dipertimbangkan untuk me-ngusulkan pembentukan suatu kerja sama di bidang ekonomi (promosi perdagangan dan investasi), se-hingga hubungan perdagangan bilateral kedua negara dapat me-ningkat dan saling menguntung-kan. Di samping itu juga, kedua belah pihak perlu mendorong du-nia usaha kedua negara untuk me-lakukan kerja sama di bidang eko-nomi (promosi, perdagangan, dan investasi).

Selain itu perlu dilakukan kajian lebih mendalam apakah karena

Page 32: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010

28

tuduhan dumping dan pember-lakuan safeguards Argentina telah menyebabkan nilai perdagangan Indonesia selalu defisit dengan Argentina. Atau seberapa besar pengaruh tuduhan dumping dan pengenaan safeguards terhadap defisit perdagangan yang dialami Indonesia.

Referensi: - http://heropurba.blogspot.com

/2010/06/pengembangan-akses-peluang-pasar-produk.html;

- http://ditjenkpi.depdag.go.id/.

Page 33: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 29

PERKEMBANGAN HUBUNGAN BILATERAL

INDONESIA - UNI EROPA Oleh: Devy Panggabean

1

A. Pembukaan

Uni Eropa (UE) merupakan salah satu negara mitra dagang utama bagi Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Agustus 2010, UE menduduki peringkat ke-4 ter-besar (total perdagangan US$ 17.095 juta) dari seluruh mitra dagang Indonesia dan merupakan tujuan ekspor pertama dengan nilai US$ 10.736 miliar, bersaing tipis dengan Jepang (US$ 10.402 miliar). Pada tahun 2009, total perdagangan bilateral berjumlah US$ 22,1 miliar atau turun 14,6% dari tahun 2008 sekitar US$ 25,9 miliar.

Dalam rangka meningkatkan potensi perdagangan bilateral Indonesia-UE, maka telah di-laksanakan rangkaian pertemuan bilateral antara Indonesia dan UE di Jakarta, yaitu pertemuan ke-2 European Union-Indonesia Business Dialogue (EIBD) pada tanggal 29 – 30 November 2010; pertemuan

1 Kepala Seksi Uni Eropa, Subdit Eropa, Direktorat Kerja Sama Bilateral, Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan.

ke-3 Working Group on Trade and Investment (WGTI) pada tanggal 1 Desember 2010; serta pertemuan pertama Vision Group pada tanggal 2 Desember 2010.

B. European Union – Indonesia Business Dialogue (EIBD) ke-2

EIBD merupakan forum tahunan yang melibatkan sektor swasta dan pemerintah dan bertujuan untuk mengidentifikasi dan menciptakan peluang-peluang baru untuk me-ningkatkan perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Uni Eropa. EIBD diselenggarakan oleh KADIN bekerja sama dengan British Chamber of Commerce di Indonesia (BritCham), Kamar Dagang Jerman-Indonesia (EKONID), European Business Chamber of Commerce di Indonesia (EuroCham), Kamar Dagang dan Industri Indonesia-Perancis (IFCCI) dan Asosiasi Indonesia-Belanda (INA).

Pada pertemuan EIBD ke-2 ini terdapat pembahasan lintas sektoral yang mencakup antara lain: (1) Fasilitasi perdagangan; (2) Hukum dan Peraturan Perundang-undangan; dan (3) Isu-isu penting bagi pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Pertemuan EIBD-2 juga mendiskusikan peluang-peluang bisnis pada 5 (lima) sektor terpilih, yaitu: (1) Medis dan Farmasi; (2) Tekstil, pakaian dan alas kaki; (3)

Page 34: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 30

Infrastruktur; (4) Otomotif; dan (5) Makanan dan Minuman. Dalam kesempatan ini, para pelaku industri, pihak pemerintah, dan kalangan ekonom berbagi pe-mikiran dan ide dalam meman-faatkan peluang-peluang yang ada terkait dengan sektor-sektor di-maksud.

Pertemuan EIBD-2 menghasilkan sebuah paket rekomendasi ke-bijakan bagi Pemerintah R.I. dan Uni Eropa untuk memastikan bahwa iklim bisnis dan investasi tidak akan menghalangi ter-wujudnya peluang-peluang bisnis yang telah ada. Diharapkan, rekomendasi tersebut akan mem-berikan dampak langsung ter-hadap kebijakan-kebijakan peme-rintah untuk kemajuan para pengusaha dari kedua belah pihak. Di samping itu, dihasilkan juga rekomendasi atas mekanisme dan proses untuk memperkuat komunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha terkait tantangan dan peluang dalam sektor per-dagangan dan investasi.

C. Working Group on Trade and Investment (WGTI) ke-3 R.I. – UE

Forum bilateral antara pemerintah R.I. dan UE ini bertujuan untuk membahas isu-isu di bidang per-dagangan dan investasi. Pertemu-an WGTI-3 dihadiri oleh wakil dari

Kementerian Perdagangan, Kementerian terkait, dan Atase Perdagangan serta perwakilan dari DG for Trade, DG AGRI, DG SANCO, dan EU Delegation to Indonesia dari pihak UE.

Pokok agenda pertemuan WGTI-3 adalah pembahasan isu-isu per-dagangan antara kedua negara. Isu yang menjadi fokus pihak Indonesia antara lain: Renewable Energy Directive (RED), Registration Evaluation Authorization Restriction of Chemical (REACH), dan Market Access termasuk di dalamnya cokelat dan perikanan. Adapun fokus utama Uni Eropa antara lain: investasi, Sanitary and Phytosanitary (SPS), dan Technical Barriers to Trade (TBT). Di samping itu, untuk menindak-lanjuti isu-isu yang masih tertunda dari pertemuan WGTI-2, RI dan UE sepakat untuk saling bertukar informasi dan mengadakan per-temuan tingkat teknis secara reguler.

D. Pertemuan Pertama Vision Group (VG) R.I. - UE

Pertemuan pertama antara Tim Pakar (Vision Group/VG) Indonesia-UE dalam kerangka Long Term Vision (LTV) telah diselenggarakan pada tanggal 2 Desember 2010, pertemuan ini pertama kalinya diadakan oleh

Page 35: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 31

kedua negara dengan tujuan untuk meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-Uni Eropa dan men-ciptakan suatu kerja sama inovatif khususnya di bidang yang terkait dengan perdagangan dan investasi.

Tim Pakar kedua negara terdiri dari kalangan akademisi, pemerintah, dan swasta untuk mengakomodir Long Term Vision R.I.-UE dari berbagai perspektif. Indonesia dan UE bersifat kompatibel dalam sektor perdagangan dan industri sehingga mekanisme dialog yang melibatkan pelaku usaha, pemerintah, dan akademisi secara integral dengan menekankan pada peluang yang muncul sangat mendukung peningkatan hubungan bilateral.

Pertemuan VG-1 berjalan sangat kondusif di mana masing-masing anggota menyampaikan ide dan pendapat atas Long Term Vision R.I.-UE. VG sepakat agar reko-mendasi yang dihasilkan nantinya bersifat konstruktif dan berlaku dalam konteks politik dan ins-titusional dengan tujuan utamanya meningkatkan kerja sama bilateral secara inovatif.

Dalam awal diskusi, VG mengakui bahwa perdagangan R.I.-UE pada umumnya bersifat komplementer. Namun, perlu dilakukan analisis

lagi secara mendalam untuk mendefinisikan sifat complementarity dimaksud terhadap sektor-sektor utama, termasuk jasa perdagang-an.

Selanjutnya, VG mengakui bahwa perlu arah dalam membangun reformasi ekonomi termasuk reformasi kebijakan baik di Indonesia maupun UE. VG sepakat bahwa implementasi yang efektif dan komitmen politis merupakan faktor penting dalam menjalankan reformasi kebijakan/aturan. Ter-kait dengan hal itu, terdapat wacana untuk melaksanakan pilot project dalam rangka menindak-lanjuti pertemuan VG.

Visi yang perlu diwujudkan juga mencakup kebutuhan bagi Indonesia untuk meningkatkan sektor infrastruktur, sehingga sektor keuangan juga penting dalam hal ini. Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur ini sesuai dengan keinginan UE untuk investasi di Indonesia yang pada akhirnya menciptakan lapangan pekerjaan. Terkait dengan hal ini, capacity building yang dibutuhkan mencakup antara lain bidang infrastruktur, kepabeanan, jasa pelabuhan, dan laboratorium.

Pada pertemuan VG-2 yang rencananya dilaksanakan di Brussels pada tanggal 22 Februari

Page 36: Buletin Edisi 05_2010

BULETIN KPI EDISI-005/KPI/2010 32

2010. Beberapa topik yang diusulkan antara lain adalah langkah-langkah/solusi yang perlu ditempuh untuk menarik lebih banyak investor UE datang ke Indonesia: identifikasi liberalisasi barang, jasa dan investasi dan kompensasinya; rencana pilot project atas reformasi kebijakan perdagangan dan investasi; serta adanya dialog interaktif antara kalangan usaha Indonesia dengan stakeholder mengenai rencana liberalisasi perdagangan R.I.-UE.

E. Penutup

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Uni Eropa pada saat ini berada pada kondisi yang konstruktif. Dengan terjalinnya hubungan erat dan komunikasi yang intensif melalui forum reguler, yaitu forum antar pemerintah seperti WGTI R.I.-UE, bisnis dialog antar pelaku usaha seperti EIBD, dan forum studi bersama antar Tim Pakar, diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan pihak swasta dan masyarakat, sehingga kerja sama perdagangan dan investasi dengan pihak Uni Eropa dapat di-tingkatkan.

Referensi: - www.bps.go.id; - Laporan kegiatan Direktorat

Kerja Sama Bilateral, “The third meeting of Working Group on Trade and Investment Between Indonesia-EU”, Tanggal 1 Desember 2010, di Hotel Borobudur-Jakarta.

Page 37: Buletin Edisi 05_2010

i