Upload
praktikum-tpsusu
View
228
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Buttermilk merupakan by-product dari pembuatan mentega dimana buttermilk merupakan sumber nutrisi, seperti laktosa, protein, mineral dan vitamin. Butter merupakan produk susu yang dihasilkan dari proses pemisahan lemak susu, yaitu dengan pengocokan atau biasa disebut dengan churning.
Citation preview
1Acara I
BUTTER & BUTTERMILK
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh:Nama : Florencia Kinthan
NIM : 13.70.0129Kelompok A4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2016
1. TOPIK DAN TUJUAN
Pada hari Senin, 16 Mei 2016, pukul 15.00, di Laboratorium Rekayasa Pangan
Universitas Katolik Soegijapranata. Asisten dosen yang bertugas pada praktikum ini
adalah Graytta Intania dan Rr. Panulu. Praktikan melakukan praktikum teknologi
pengolahan susu dengan topik “Butter and Buttermilk”. Butter merupakan produk
pangan yang terbuat dari susu, krim atau keduanya, dan dapat dibuat dengan atau tanpa
penambahan garam maupun bahan pewarna, merupakan emulsi air dalam minyak.
Sedangkan buttermilk merupakan cairan yang tertinggal bila krim atau susu dikocok
(churned), apabila lemaknya diambil, rasanya menjadi manis atau asam. Sedangkan
buttermilk merupakan cairan yang tertinggal apabila krim atau susu dikocok (churned),
produk ini sudah tidak mengandung lemak, rasanya manis atau asam. Tujuan dari
praktikum kali ini adalah praktikan mampu membuat unsalted butter yang tidak
difermentasi serta memahami prinsip pembuatannya.
1
1. HASIL PENGAMATAN
Foto hasil pengamatan dari percobaan pembuatan butter dan buttermilk dapat dilihat
sebagai berikut.
Gambar 1. Proses Pembuatan Butter menggunakan whipping cream cair vs whipping
cream bubuk
2
3Acara I
Hasil pengamatan butter dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Butter
Kel
Produk Sensori FisikWarna Rasa Aroma Tekstur Penampakan Rendemen
1 Butter ++ ++ ++ +++ - Tidak punya body
- Mudah dioles- creamy
26,43
Butter setelah
disimpan di kulkas
++ ++ +++ ++++ - Punya body- Tidak mudah
dioles- creamy
Buttermilk + +++ +++ - Creamy 66,672 Butter + ++ ++ +++ - Tidak punya
body- Mudah dioles- Creamy
27,49
Butter setelah
disimpan di kulkas
++ ++ +++ ++++ - Punya body- Creamy- Tidak mudah
diolesButtermilk + +++ +++ - Creamy 60
3 Butter - - - - - -Butter setelah
disimpan di kulkas
- - - - -
Buttermilk - - - - - -4 Butter - - - - - -
Butter setelah
disimpan di kulkas
- - - - -
Buttermilk - - - - - -5 Butter - - - - - -
Butter setelah
disimpan di kulkas
- - - - -
Buttermilk - - - - - -
Warna Rasa+ : putih + : tidak enak++ : agak kuning ++ : agak enak+++ : kuning +++ : enak++++ : sangat kuning ++++ : sangat enak+++++ : coklat
4Acara I
Aroma Tekstur+ : tidak kuat + : kasar/keras++ : agak kuat ++ : agak kasar+++ : kuat +++ : lembut++++ : sangat kuat ++++ : sangat lembut
Penampakan Punya body atau tidak Mudah dioles atau tidak Creamy atau tidak
Pada tabel 1 diatas, dapat dilihat karakteristik sensori serta fisik dari butter sebelum
disimpan di kulkas, butter setelah disimpan di kulkas, serta buttermilk. Pada kelompok
A1 dan A2 menggunakan whipping cream liquid, sedangkan kelompok A3-A5
menggunakan whipping cream powder. Dapat dilihat bahwa kelompok A3-A5 tidak
menghasilkan butter dan buttermilk. Karakteristik butter dan buttermilk yang dihasilkan
kelompok A1 dan A2 cenderung sama. Dari segi warna, warna butter yang dihasilkan
adalah warna putih. Setelah disimpan di kulkas, warna butter berubah menjadi agak
kuning, sedangkan warna dari buttermilk adalah putih. Dari segi rasa, rasa dari butter
awal dan setelah disimpan di kulkas tidak mengalami perubahan yaitu agak enak.
Sedangkan pada buttermilk memiliki rasa yang enak. Dari segi aroma, aroma yang
dihasilkan dari butter adalah agak kuat, namun setelah disimpan di kulkas aromanya
berubah menjadi kuat. Pada buttermilk juga memiliki aroma yang kuat. Dari segi
tekstur, tekstur dari butter yang dihasilkan adalah lembut. Setelah disimpan di kulkas,
teksturnya berubah menjadi sangat lembut.
2. PEMBAHASAN
Buttermilk merupakan by-product dari pembuatan mentega dimana buttermilk
merupakan sumber nutrisi, seperti laktosa, protein, mineral dan vitamin (Sodini et al.,
2006). Butter merupakan produk susu yang dihasilkan dari proses pemisahan lemak
susu, yaitu dengan pengocokan atau biasa disebut dengan churning (Walstra et al.,
2006). Ada 2 jenis butter yaitu, sweet cream butter yang merupakan butter dibuat tanpa
menggunakan starter serta flavoured butter yang dibuat dengan krim yang dimatangkan
atau krim asam. Butter memiliki energi tinggi, rendah protein, serta tidak mengandung
laktosa serta mineral. Butter biasanya digunakan sebagai olesan atau bahan dalam
memasak, seperti membuat kue, saus, serta menggoreng (Winarno, 1993).
Perbedaan antara buttermilk dan susu skim terletak pada kandungan lemaknya.
Kandungan lemak pada buttermilk jauh lebih tinggi dibandingkan dengan susu skim,
bahkan jauh lebih tinggi daripada bagian cream-nya. Sedangkan proporsi protein dalam
buttermilk kurang lebih terdiri atas 59% kasein, 23% protein serum, -lactalbumin serta
-lactoglobulin (Lonkar, et al., 2011). Selain itu, komposisi kimiawi dalam buttermilk
tersebut dipengaruhi oleh metode produksi, bahan baku susu yang digunakan dan
jumlah air yang ditambahkan saat churning (Salhab, 1998 di dalam Bahrami, et al.,
2015).
Jenis butter yang dibuat pada praktikum kali ini adalah unsalted butter tanpa fermentasi.
Bahan dasar krim yang digunakan ada dua jenis yaitu whipping cream cair dan
whipping cream bubuk. Prinsip pembuatan butter yang dilakukan adalah dengan metode
pengocokan (churning). Pada proses churning, globula lemak akan mengikat
gelembung udara. Gelembung-gelembung udara tersebut akan pecah dan bergabung
menjadi satu (coalescence). Ketika pengocokan terus berlanjut, maka gelembung udara
akan mengecil dan semakin banyak, sehingga buih atau busa yang terbentuk akan
meningkatkan volume dan kekakuannya.
Lamanya proses pengocokan akan membuat globula-globula lemak membesar dan
pecah kemudian mengelilingi gelembung udara. Hal tersebut akan menyebabkan
gelembung-gelembung udara kembali bergabung, sehingga overrun akan berkurang dan
diperoleh hasil akhir pengocokan (Bruhn & Bruhn, 1987). Selain itu, ketika proses
5
6Acara I
churning berlangsung, akan terjadi inversi fase dari emulsi minyak dalam air (o/w),
menjadi emulsi air dalam minyak (w/o) (Gunstone, 2002). Umumnya, inversi fase
tersebut dipengaruhi oleh karakteristik dari krim, yang meliputi keasaman krim,
kandungan lemak, kristalisasi lemak, stabilitas membran globula lemak susu, dan suhu
dan kecepatan pengocokkan (Murder et al., 1974 di dalam Vanderghem, et al., 2010).
Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan butter yaitu menyiapkan 300 ml
krim cair (kelompok A1 – A2) dan krim bubuk sebanyak 150 gram diencerkan terlebih
dahulu ke dalam 300 ml air (kelompok A3 – A5) dengan gelas ukur yang beratnya telah
diketahui supaya praktikan mengetahui berat krimnya saja. Kemudian masing-masing
kelompok menuangkan krim ke dalam blender dan di-blender. Setelah di blender, krim
dikocok kembali menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi sampai terpisah antara
lemak serta buttermilk. Tujuan dari penggunaan kecepatan tinggi dalam pengocokan
krim menggunakan mixer adalah untuk memisahkan lemak dengan buttermilk. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa krim harus diaduk dengan keras agar
globula lemak terpecah (Susilorini & Sawitri, 2006). Selanjutnya mixer dimatikan serta
didiamkan hingga semua lemak naik ke atas.
Setelah itu lemak dipisahkan dari buttermilk dengan cara menyaring buttermilk dan
memisahkan ke dalam wadah yang lain dengan menggunakan kain saring. Sebelum
menjadi butter, krim akan mengalami proses churning serta kneading. Dimana proses
churning bertujuan untuk memisahkan partikel-partikel butter atau bakal butter dan
serumnya (buttermilk). Sedangkan proses kneading menyebabkan globula lemak
berkumpul serta mengkristal membentuk butter (Gunstone, 2002).
Setelah itu, adonan harus terus dikocok agar lemak dalam whipping cream terpisah dari
cairannya (rusak). Busa akan terbentuk ketika krim diaduk, dimana busa ini merupakan
busa dari protein kemudian membran globula lemak akan berada di antara permukaan
udara serta air. Ketika proses pengadukan dilanjutkan, bubble menjadi lebih kecil
karena protein mengeluarkan air, sehingga membuat busa semakin kompak serta
memberi tekanan pada globula lemak. Hal ini mengakibatkan sebagian lemak cair
ditekan keluar dari globula lemak hingga menyebabkan beberapa membran akan
7Acara I
terganggu. Selain itu, lemak cair yang mengandung lemak kristal menyebar keluar pada
lapisan tipis permukaan bubble serta pada globula lemak (Susilorini & Sawitri, 2006).
Pada saat bubble menjadi lebih padat, ada lebih banyak lemak cair yang ditekan keluar
dan busa menjadi tidak stabil kemudian pecah. Sedangkan globula lemak akan
terkoagulasi menjadi butter grain (Susilorini & Sawitri, 2006). Lemak susu harus
dipastikan benar-benar terpisah dari buttermilk-nya. Selain itu, dapat menggunakan air
dingin atau air es untuk mencuci lemak. Namun, metode pencucian dengan air es atau
air dingin tidak dilakukan dalam praktikum kali ini. Tujuan dari proses pencucian
adalah untuk menghilangkan susu yang mungkin masih belum terpisah dari butter.
Lemak susu yang berupa gumpalan dipisahkan dari bagian lain yaitu dicuci dengan air
dingin untuk menghilangkan susunya sehingga yang tertinggal hanya lemak susu. Butter
diusahakan tidak memiliki kadar air yang tinggi, karena akan menyebabkan butter
mudah menjadi tengik (Winarno, 1993). Oleh karena itu, walaupun perlakuan pencucian
dengan air dingin atau air es tidak dilakukan dalam praktikum ini, hal yang lain dapat
dilakukan adalah dengan ditambahkan garam untuk mengeluarkan air yang tersisa
dalam lemak susu, karena ada sebagian dari air yang tersedia dalam bentuk
teremulsifikasi. Karena, intinya, butter adalah produk emulsi air dalam minyak.
Setelah itu butter dapat dipisahkan dari buttermilk dengan menggunakan kain saring dan
menggunakan sendok atau solet, dengan cara butter ditekan-tekan agar buttermilk dapat
dipisahkan. Lalu berat butter ditimbang serta volume buttermilk yang dihasilkan juga
diukur. Kemudian, karakter produk yang dihasilkan baik dari aspek fisik maupun
sensorinya diamati. Langkah selanjutnya, butter yang telah jadi disimpan di kulkas
dengan ditutup menggunakan cling wrap selama 1 jam, kemudian amati kembali
karakteristiknya. Proses pendinginan adalah salah satu tahap kristalisasi yaitu untuk
memperbanyak serta memperkecil kristal lemak serta memadatkan lemak (Ronholt et
al, 2012).
Dari percobaan yang dilakukan, butter dan buttermilk yang dihasilkan hanya berasal
dari bahan dasar whipping cream cair, sedangkan whipping cream bubuk yang
digunakan tidak menghasilkan butter dan buttermilk. Hal ini dapat terjadi karena adanya
8Acara I
perbedaan komposisi dari whipping cream cair dan whipping cream bubuk. Pada
whipping cream bubuk, salah satu komposisinya adalah whey powder. Whey powder
digunakan sebagai agen pengemulsi. Kandungan lemak susu pada whey powder yaitu
sebesar 1-1,5%. Pada dasarnya, whey merupakan protein dengan struktur globular yang
dapat membentuk struktur viskoselastis serta stabilitas yang baik, namun tidak dapat
menurunkan tegangan permukaan secara cepat. Oleh sebab itu, lemak pada whipping
cream bubuk lebih susah untuk memisah dan butuh waktu yang lama (Shankar et al.,
2013).
Dari segi warna, warna butter yang dihasilkan adalah warna putih. Setelah disimpan di
kulkas, warna butter berubah menjadi agak kuning, sedangkan warna dari buttermilk
adalah putih. Pada dasarnya, warna yang dihasilkan bergantung pada jenis susu yang
digunakan untuk membuat butter, namun biasanya butter berwarna kuning pucat
(Winarno, 1993). Warna kuning yang dihasilkan butter disebabkan adanya zat warna β
karoten dalam krim (Saleh, 2004).
Dari segi rasa, rasa dari butter awal dan setelah disimpan di kulkas tidak mengalami
perubahan yaitu agak enak. Sedangkan pada buttermilk memiliki rasa yang enak. Hasil
tersebut sudah sesuai dengan teori bahwa, rasa butter akan dapat lebih bertahan ketika
berada dalam lingkungan yang bersuhu rendah (4oC). Selain itu, penyimpanan terbaik
dilakukan selama 6 bulan sampai 1 tahun untuk mempertahankan rasa dari butter.
Tetapi biasanya, rata – rata perubahan rasa pada butter setelah dimasukkan ke dalam
kulkas menjadi tereduksi atau rasanya menurun (Krause et al., 2008). Hal tersebut dapat
terjadi ketika pemanasan yang terlalu tinggi, akan menyebabkan gas CO2 dan O2 hilang
dan terdapat perubahan lain seperti yang terdapat pada protein susu sehingga dapat
mempengaruhi rasa saat susu dimasak (Bennion & Hughes, 1975).
Aroma dipengaruhi oleh suhu serta bahan pemberi flavor yang ada pada butter. Bahan
pemberi flavor yang tersedia dalam butter yaitu gugus karbonil, ketonil, dan aldehidik
(Kosikowski, 1977). Flavor butter disebabkan oleh adanya komponen diasetil, juga
komponen lain seperti asam format, asetat, propionat dan asetaldehid. Asam dekanoat,
fenol, p-cresol, indol dan skatol mengkontribusi flavor dari sweet cream butter
9Acara I
(Herschdoefer, 1986). Senyawa-senyawa inilah yang membuat butter beraroma kuat.
Selain itu, aroma butter akan bertahan pada suhu rendah dibandingkan suhu ruang
(Lozano et al., 2007).
Dari segi aroma, aroma yang dihasilkan dari butter adalah agak kuat, namun setelah
disimpan di kulkas aromanya berubah menjadi kuat. Pada buttermilk juga memiliki
aroma yang kuat. Untuk buttermilk, hal ini sudah sesuai dengan teori dari Sodini et al.,
(2006) bahwa buttermilk memiliki aroma antara tidak kuat, agak kuat, serta kuat dan
seharusnya aroma dari buttermilk kuat dengan aroma menyenangkan dimana aroma ini
dihasilkan dari peningkatan flavor ketika proses ripening yang dilakukan pada suhu
rendah dan peningkatan flavor ini berhubungan erat dengan produksi asam. Dari segi
tekstur, tekstur dari butter yang dihasilkan adalah lembut. Setelah disimpan di kulkas,
teksturnya berubah menjadi sangat lembut.
Hal tersebut disebabkan karena butter yang dihasilkan mempunyai kandungan asam
lemak tidak jenuh yang cukup tinggi dimana asam lemak tidak jenuh akan membuat
butter bersifat mudah dioles dan lembut (Bobe et al., 2003). Pada umumnya, buttermilk
memang cair, namun bisa menjadi sangat cair. Selain itu, buttermilk dapat menjadi
terlalu cair karena tingkat keasaman yang terlalu rendah ketika curd pecah, pengadukan
berlebihan, suhu penyimpanan yang tinggi, padatan bukan lemak yang rendah dalam
susu, serta adanya bakteri pencerna protein (Kosikowski, 1977). Dari segi penampakan
dari butter sebelum disimpan di kulkas untuk kelompok A1 – A2 yaitu tidak memiliki
body, mudah dioles, dan creamy. Pada butter setelah disimpan di kulkas untuk
kelompok A1 - A2 penampakannya memiliki body, creamy, dan tidak mudah dioles,
sedangkan pada buttermilk penampakannya creamy.
Hal ini sudah sesuai dengan teori Bobe et al (2003), butter mempunyai kekerasan atau
intensitas padatan yang lebih tinggi daripada buttermilk. Saat disimpan di dalan kulkas,
butter berbentuk solid, tetapi saat berada di suhu ruang, butter dapat dioleskan dan
meleleh pada suhu 32–350C (Winarno, 1993). Bobe et al. (2003) menyatakan bahwa
kandungan air yang tidak terdispersi secara sempurna akan penampakannya menjadi
tidak padat sehingga membuat butter mudah dioles. Spreadability butter atau
kemudahan untuk dioles merupakan sifat kompleks dari butter yang berhubungan
dengan viskositas dan perubahannya seiring dengan keberadaan tekanan dan perubahan
10Acara I
suhu, lalu jenis lemak, metode pendinginan krim, serta working butter akan
mempengaruhi. Sehingga butter yang telah disimpan dalam kulkas memiki tekstur yang
lebih keras daripada sebelumnya. Kemudian tekstur butter bergantung pada jenis dan
jumlah lemak yang ada, metode proses produksi, bentuk kristal lemak, serta suhu
penyimpanan (Kosikowski, 1977).
Perubahan body menjadi lebih keras dikarenakan pemadatan antara butter dan
buttermilk yang mungkin belum terpisahkan pada suhu rendah. Perubahan penampakan
ini mungkin saja terjadi, karena pada proses freezing singkat, air bebas yang tersisa
dapat membeku dan kemudian ketika dithawing akan menjadi air murni, sehingga air
dalam butter berkurang. Tekstur butter secara jangka panjang juga dikontrol oleh suhu
(Herschdoefer, 1986). Kosikowski (1977) menyatakan bahwa butter harus padat dan
berasa segar, serta penampakannya harus lembut sehingga butter mudah dioles dan
mudah meleleh di dalam mulut.
Nilai persen rendemen pada kelompok A1 perlakuan butter sebelum disimpan di kulkas
adalah sebesar 26,43% sedangkan untuk buttermilk sebesar 66,67%. Pada kelompok A2
perlakuan butter sebelum disimpan di kulkas adalah sebesar 27,49% sedangkan untuk
buttermilk sebesar 60%. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Herschdoefer (1986) bahwa butter memiliki intensitas kerapatan dan padatan yang lebih
tinggi dibanding buttermilk, karena nilai rendemennya lebih besar. Seperti pada
penampakan juga terlihat bahwa butter memiliki body, sementara buttermilk
berpenampakan cair.
3. KESIMPULAN
Butter merupakan produk susu yang dihasilkan dari proses pemisahan lemak
susu, yaitu dengan pengocokan atau biasa disebut dengan churning.
Proses churning bertujuan untuk memisahkan partikel-partikel butter atau bakal
butter dan serumnya (buttermilk).
Perbedaan antara buttermilk dan susu skim terletak pada kandungan lemaknya.
Jenis butter yang dibuat pada praktikum kali ini adalah unsalted butter tanpa
fermentasi.
Bahan dasar krim yang digunakan ada dua jenis yaitu whipping cream cair dan
whipping cream bubuk.
Prinsip pembuatan butter yang dilakukan adalah dengan metode pengocokan
(churning).
Tujuan dari penggunaan kecepatan tinggi dalam pengocokan krim menggunakan
mixer adalah untuk memisahkan lemak dengan buttermilk.
Proses pendinginan adalah salah satu tahap kristalisasi yaitu untuk
memperbanyak serta memperkecil kristal lemak serta memadatkan lemak.
Whipping cream bubuk yang digunakan tidak menghasilkan butter dan
buttermilk.
Pada whipping cream bubuk, salah satu komposisinya adalah whey powder.
Whey merupakan protein dengan struktur globular yang dapat membentuk
struktur viskoselastis serta stabilitas yang baik, namun tidak dapat menurunkan
tegangan permukaan secara cepat. Oleh sebab itu, lemak pada whipping cream
bubuk lebih susah untuk memisah dan butuh waktu yang lama.
Warna butter yang dihasilkan adalah warna putih. Setelah disimpan di kulkas,
warna butter berubah menjadi agak kuning, sedangkan warna dari buttermilk
adalah putih.
Rasa dari butter awal dan setelah disimpan di kulkas tidak mengalami perubahan
yaitu agak enak. Sedangkan pada buttermilk memiliki rasa yang enak.
Aroma yang dihasilkan dari butter adalah agak kuat, namun setelah disimpan di
kulkas aromanya berubah menjadi kuat. Pada buttermilk juga memiliki aroma
yang kuat.
11
12Acara I
Tekstur dari butter yang dihasilkan adalah lembut. Setelah disimpan di kulkas,
teksturnya berubah menjadi sangat lembut.
Dari segi penampakan dari butter sebelum disimpan di kulkas untuk kelompok
A1 – A2 yaitu tidak memiliki body, mudah dioles, dan creamy. Pada butter
setelah disimpan di kulkas untuk kelompok A1 - A2 penampakannya memiliki
body, creamy, dan tidak mudah dioles, sedangkan pada buttermilk
penampakannya creamy.
Nilai persen rendemen pada kelompok A1 perlakuan butter sebelum disimpan di
kulkas adalah sebesar 26,43% sedangkan untuk buttermilk sebesar 66,67%. Pada
kelompok A2 perlakuan butter sebelum disimpan di kulkas adalah sebesar
27,49% sedangkan untuk buttermilk sebesar 60%.
Semarang, 24 Mei 2016 Asisten Dosen,
Florencia Kinthan K.P. Graytta Intania
4. DAFTAR PUSTAKA
Bennion, M. & O. Hughes. (1975). Introductory Foods. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.
Bobe, G., Hammond, E. G., Freeman, A. E., Lindberg, G. L., Beitz D.C. (2003). Texture of Butter from Cows with Different Milk Fatty Acid Compositions. http://jds.fass.org/cgi/content/full/90/6/2596.pdf. Diakses 4 Juni 2013.
Britten M., Lamothe S. & Robitaille G., 2008. Effect of cream treatment on phospholipids and protein recovery in butter-making process. Int. J. Food Sci. Technol., 43, 651-657.
Bruhn, C.M and Bruhn J.C. (1987).Observation on The Whipping Characteristic of Cream. Journal of Dairy Science Vol.71 No.3 : 857-862. California.
Gunstone, F. D. (2002). Food Application of Lipid, in Food Lipids: Chemistry, Nutrition & Biotechnology, Second Edition, Revised & Expanded. Ed. Akoh, C.C & D. B. Min. Marcel Dekker, Inc. New York.
Herschdoefer, S. M. (1986). Quality Control in the Food Industry Volume 2. Academic Press. London.
Kosikowski, F. V. (1977). Cheese and Fermented Milk Foods. Edwards Brother, Inc. USA.
Krause, A. J, R.E. Miracle, T.H. Sanders, L.L Dean, and M.A Drake. (2008). The Effect of Refrigerated and Frozen Storage on Butter Flavor and Texture. J. Dairy Sci. 91:455–465. United stated.
Lonkar, S.P., Mahajan, A.P., Ranveer, R.C, & Sahoo, A.K. (2011). Development of Instant “Mattha Mix”. World Journal of Dairy & Food Sciences 6 (2): 125-129. India.
Lozano, P., R. E. Miracle, A. J. Krause, M. A. Drake, and K. R. Cadwallader. (2007). Effect of cold storage and packaging material on the major aroma components of sweet cream butter. J. Agric. Food Chem. 55:7840–7846.
Morin P., Britten M., Jiménez-Flores R. & Pouliot Y., (2007a). Microfiltration of buttermilk and washed cream buttermilk for concentration of milk fat globule membrane components. J. Dairy Sci., 90, 2132-2140.
Ronholt, S., Kirkensgaard, J.J.K., Mortensen, K., Knudsen, J.C. (2014). Effect of Cream Cooling Rate and Water Content on Butter Microstructure During Four Weeks of Storage. Food Hydrocolloids 34: 169-176. Denmark.
13
14Acara I
Saleh, A. (2004). Teknologi pengolahan susu dan hasil ikutan ternak. http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza.pdf. Diakses pada tanggal 22 Mei 2016
Shankar, J.R. dan Bansal, G.K. (2013). A Study on Health Benefits of Whey Proteins. International Journal of Advanced Biotechnology and Research. Vol 4, Issue 1, 2013, pp 15-19. India.
Sodini, I., P. Morin, A. Olabi, dan R.J Flores. (2006). Compositional and Functional Properties of Buttermilk: A Comparison Between Sweet, Sour, and Whey Buttermilk.
Susilorini, T. E. & M. E. Sawitri. (2006). Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Vanderghem, C., Bodson, P., Danthine, S., Paquot, M., Deroanne, C., Blecker, C. (2010). Milk Fat Globule Membrane and Buttermilks: From Composition to Valorization. Biotechnol. Agron. Soc. Environ. 2010 14(3), 485-500. Belgium.
Walstra, P., J. T. M. Wouters & T. J. Geurts. (2006). Dairy Science and Technology 2nd Ed. Taylor & Francis Group, LLC. Bpca Raton.
Winarno, F. G.(1993). Pangan:Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Rendemen butter :berat butterberat awal
×100 %
Rendemen buttermilk :volumebuttermilk
volumeawal× 100 %
Kelompok A1
Rendemen butter : 83314
× 100 % = 26,43%
Rendemen buttermilk : 200500
×100 % = 66,67%
Kelompok A2
Rendemen butter : 85,5311
×100 % = 27,49%
Rendemen buttermilk : 180300
×100 % = 60%
5.2. Foto
5.3.
Laporan Sementara
5.4. Abstrak
15
16Acara I