28
Laporan Kasus Strabismus Viboy 11.2014.178 Narasumber: Dr. Juniati Victoria Pattiasina, SpM

Case Strabismus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case strabismus viboy

Citation preview

Page 1: Case Strabismus

Laporan Kasus Strabismus

Viboy11.2014.178

Narasumber:Dr. Juniati Victoria Pattiasina, SpM

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu MataRSPAD Gatot Subroto – Jakarta PusatPeriode 8 February – 12 maret 2016

Page 2: Case Strabismus

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDASMF ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 21 Tahun

Alamat : Jl. Mawar Merah Blok 12 No.20 Jakarta Timur

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Office Boy

Agama : Islam

Tanggal periksa : 19 February 2016

No. Rekam Medik : BAKSOS

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis : 19 Januari pukul 10.55 WIB di ruang poli Mata RSPAD Gatot Soebroto

Keluhan Utama : Bola mata kiri bergulir ke dalam sejak 4 tahun terakhir.

Keluhan tambahan : Mata kiri tidak bisa melihat

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan bola mata kiri terlihat bergulir ke arah dalam sejak

kurang lebih 4 tahun yang lalu(usia 17 tahun) . Pasien tidak mengingat apakah mata kiri

bergulir ke dalam perlahan atau tiba-tiba, hanya saja pasien mengetahui mata kiri bergulir ke

arah dalam dari pengakuan teman-temannya. Pasien mengaku saat masih kecil kedua bola

matanya masih simetris dan menjelang remaja baru menyadari bahwa mata kirinya bergulir

ke dalam. Mata kiri pasien juga tidak bisa melihat, tidak ada keluhan mata merah, nyeri,

2

Page 3: Case Strabismus

berair, mengganjal, mual, sakit kepala, dan seperti melihat dalam teropong(tunnel vision)

pada mata kiri dan kanan.

Pasien mengaku saat masih duduk di bangku sekolah dasar mata kirinya buram

perlahan, Penglihatan pasien seperti ditutup asap/ kabut, pasien sering melihat benda seperti

menjadi dua bayangan, dan sering merasa silau ketika ada cahaya terang. Tidak ada keluhan

mata merah, nyeri, berair, mengganjal sakit kepala hilang timbul dan tidak seperti melihat

dalam teropong (tunnel vision). Keluhan terasa memberat hingga pasien tidak bisa melihat

sama sekali di usia 16 tahun. Pasien menyangkal bahwa mata kirinya pernah terpukul atau

terpapar zat kimia. Tidak ada riwayat pemakaian obat tetes mata, pengobatan sistemik dan

tidak pernah memakai kacamata. Karena disarankan oleh orang tuanya akhirnya pasien

datang ke poliklinik mata RSPAD GATOT SOEBROTO.

Riwayat Penyakit Terdahulu : pasien mengaku tidak mempunyai penyakit mata sebelumnya,

diabetes mellitus(-), hipertensi(-).

Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada keluarga yang menderita juling atau katarak, diabetes

mellitus(-), Hipertensi(-).

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital :

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 84 kali/menit

Suhu : 36,5oC

RR : 20 kali/menit

Kepala : normocephali

Leher : KGB tidak terlihat membesar

Cor : BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : simetris, suara napas vesikuler, tidak ada suara napas tambahan

3

Page 4: Case Strabismus

Abdomen : simetris, datar, tidak ada nyeri tekan, bising usus normal

Ekstremitas : tidak ada edema dan akral teraba hangat

STATUS OFTALMOLOGIS

KETERANGAN OD OS

1. VISUS

Tajam Penglihatan 18/60 1/300

Koreksi C-4.0 aksis 10 36/60 Tidak dapat dikoreksi

Addisi Tidak ada Tidak ada

Distansia Pupil 60/62 60/62

Kaca mata lama Tidak ada Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA

Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada

Endoftalmus Tidak ada Tidak ada

Deviasi Tidak ada Esotropia

Gerakan bola mata Baik kesegala arah Baik kesegala arah

Tes Hirschberg Normal 30° ET

Uji buka tutup mata

bergantianEsoforia Esoforia

Uji tutup mata Esoforia Esotropia

Uji buka mata Esoforia Esotropia

3. SUPRA SILIA

Warna Hitam Hitam

Letak Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Ektropion Tidak ada Tidak ada

Entropion Tidak ada Tidak ada

4

Page 5: Case Strabismus

Blefarospasme Tidak ada Tidak ada

Trikiasis Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Fisura palpebral Tidak ada Tidak ada

Hordeolum Tidak ada Tidak ada

Kalazion Tidak ada Tidak ada

Pseudoptosis Tidak ada Tidak ada

5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Folikel Tidak ada Tidak ada

Papil Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Anemia Tidak ada Tidak ada

Kemosis Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI

Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada

Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada

Perdarahan subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada

Pterigium Tidak ada Tidak ada

Pinguekula Tidak ada Tidak ada

Nevus pigmentosus Tidak ada Tidak ada

7. SISTEM LAKRIMALIS

Punctum lakrimal Terbuka Terbuka

Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8. SKLERA

Warna Putih Putih

Ikterik Tidak ada Tidak ada

5

Page 6: Case Strabismus

9. KORNEA

Kejernihan Jernih Jernih

Permukaan Licin Licin

Ukuran 12 mm 12 mm

Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Infiltrat Tidak ada Tidak ada

Ulkus Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

Arkus senilis Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Tes Plasido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. BILIK MATA DEPAN

Kedalaman Cukup dalam Dalam

Kejernihan Jernih Jernih

Hifema Tidak ada Tidak ada

Hipopion Tidak ada Tidak ada

Efek Tyndall Negatif Negatif

11. IRIS

Warna Coklat Coklat

Kripte Jelas Jelas

Bentuk Bulat Bulat

Sinekia Tidak ada Tidak ada

Koloboma Tidak ada Tidak ada

12. PUPIL

Letak Ditengah Ditengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran 3 mm 3 mm

Refleks cahaya langung + +

6

Page 7: Case Strabismus

Refleks cahaya tidak

langsung+ +

13. LENSA

Kejernihan Jernih Keruh

Letak Central Central

Shadow Test Negative Negative

14. BADAN KACA

Kejernihan Jernih Tak dapat dinilai

15. FUNDUS OKULI

a. Refleks fundus Positif Tidak dapat dinilai

b. Papil

Batas Tegas Tidak dapat dinilai

Bentuk Bulat Tidak dapat dinilai

Warna Kuning kemerahan Tidak dapat dinilai

CD ratio 0,3 Tidak dapat dinilai

c. Arteri Vena 2:3 Tidak dapat dinilai

d. RetinaEdema(-),Pendarahan(-),

eksudat(-), sikatrik(-)Tidak dapat dinilai

e. Makula lutea Reflex fovea(+), edema(-) Tidak dapat dinilai

16. PALPASI

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Massa tumor Tidak ada Tidak ada

Tonometri manual Tidak teraba keras Tidak teraba keras

NCT 17.0 mmHg 14.4 mmHg

17. KAMPUS VISI

Tes konfrontasi Sama dengan pemeriksa Tidak dapat dinilai

7

Page 8: Case Strabismus

IV. Resume

Pasien laki-laki usia 21 tahun datang dengan keluhan mata kiri bergulir ke arah dalam

sejak 4 tahun yang lalu. Saat masih anak-anak pasien mengaku kedudukan kedua bola matanya

simetris dan baru mengetahui kalau mata kirinya bergulir ke dalam berusia 17 tahun dari

pengakuan temannya. Mata kiri pasien juga tidak bisa melihat sama sekali. Tidak ada keluhan

mata merah, berair, nyeri, mengganjal, sakit kepala, dan mual. Keluhan tidak dirasakan pada

mata kanan.

Saat masih duduk di bangku sekolah dasar pasien mengaku mata kirinya buram

perlahan, Penglihatan seperti ditutup asap/ kabut, pasien sering melihat benda seperti menjadi

dua bayangan, dan sering merasa silau ketika ada cahaya terang. Tidak ada keluhan mata merah,

nyeri, berair, mengganjal sakit kepala hilang timbul, mual dan tidak seperti melihat dalam

teropong(tunnel vision)

Pemeriksaan mata didapatkan ketajaman visus mata kiri 1/300 , terdapat kekeruhan pada

lensa mata kiri dengan Shadow Test (-). Pemeriksaan funduskopi sulit dinilai karena lensa keruh.

Pada pemeriksaan kedudukan bola mata terdapat esotropia mata kiri saat tes buka mata dan tutup

mata. Gerakan mata kiri tidak ada yang tertinggal saat uji gerakan bola mata. Uji Hirschberg

didapatkan penyimpangan mata kiri sebesar 30o ke arah nasal.

V. Diagnosis Kerja

Esotropia OS ec Katarak matur

Astigmatisme OD

VI. Diagnosis Banding

Tidak ada

VII. Pemeriksaan Anjuran

Maddox rod test

Krimsky test

8

Page 9: Case Strabismus

VIII. Penatalaksanaan

OS: pro Operasi Extra-Capsular Cataract Extraction (ECCE) + IOL

Periksa laboratorium pre-operasi

Terapi ortoptik

IX. Prognosis

ad Vitam : Dubia ad bonam

ad Functionam : Dubia ad bonam

ad Sanantionam : Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

9

Page 10: Case Strabismus

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada kondisi penglihatan binokular normal, bayangan suatu benda jatuh secara

bersamaan di fovea masing-masing mata (fiksasi bifovea), dan posisi kedua meridian vertikal

retina tegak lurus. Salah satu mata bisa tidak sejajar dengan mata lain sehingga pada satu waktu

hanya satu mata yang melihat objek yang dipandang. Setiap penyimpangan dari penjajaran

okular yang sempurna ini disebut “strabismus”. Ketidaksejajaran tersebut dapat terjadi di segala

arah – ke dalam, keluar, atas, bawah, atau torsional. Besar penyimpangan adalah besar sudut

mata yang menyimpang dari penjajaran.

Strabismus dijumpai pda sekitar 4 % anak. Terapi harus dimulai sesegera mungkin

setelah diagnosis ditegakkan agar dapat menjamin ketajaman penglihatan dan fungsi penglihatan

binokular sebaik mungkin. Strabismus kanak-kanak jangan dianggap akan menghilang dengan

bertumbuhnya anak. Strabismus juga bisa didapat, disebabkan oleh kelumpuhan nervus cranialis,

massa di orbita, fraktur orbita, penyakit mata tiroid, atau kelainan-kelainan didapat lainnya. 1

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami tentang

Strabismus dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik.

1.3. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca

khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya agar dapat lebih

mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai Strabismus.

BAB 2

10

Page 11: Case Strabismus

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penyimpangan

abnormal dari letak satu mata terhadap mata yang lainnya, sehingga garis penglihatan tidak

paralel dan pada waktu yang sama, kedua mata tidak tertuju pada benda yang sama.1

2.2. Etiologi

Strabismus disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara otot-otot mata. Hal ini dapat terjadi

berkaitan dengan:1

• Masalah, ketidakseimbangan, atau trauma pada otot-otot penggerak mata

• Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi

• Kelainan saraf

2.3. Klasifikasi deviasi mata

1. Menurut manifestasi

Berdasarkan manifestasinya, deviasi mata terbagi menjadi deviasi mata bermanifestasi

(heterotropia) dan laten (heteroforia). Heterotropia adalah suatu keadaan penyimpangan

sumbu bola mata yang nyata di mana kedua penglihatan tidak berpotong pada titik

fiksasi. Sedangkan heteroforia adalah penyimpangan sumbu penglihatan yang

tersembunyi yang masih dapat diatasi dengan reflek fusi.2,3 Berikut ini akan dibahas satu

persatu.

a. Heterotropia

1). Esotropia

Esotropia adalah keadaan dimana satu mata berfiksasi pada objek yang menjadi

pusat perhatian sedangkan mata yang lain menuju arah yang lain, yaitu hidung.4

Strabismus jenis ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu paretik (akibat paresis satu

atau lebih otot ekstraokular) dan non paretik.5

11

Page 12: Case Strabismus

Gambar 1. Esotropia

Nonparetik

a) Non-akomodatif

Infantilis

Pada sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas. Deviasi konvergen

telah bermanifestasi pada usia 6 bulan. Deviasinya bersifat commitant

yaitu sudut deviasi kira-kira sama dalam semua arah pandangan dan

biasanya tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Dengan demikian, penyebab

tidak berkaitan dengan kesalahan refraksi atau bergantung pada parese

otot ekstraokular. 5

Didapat

Jenis esotropia ini timbul pada anak, biasanya setelah usia 2 tahun.5

b) Akomodatif

Esotropia ekomodatif terjadi apabila terjadi mekanisme akomodasi fisiologis

normal disertai respon konvergensi berlebihan tetapi divergensi fusional yang

relatif insufisien untuk menahan mata tetap lurus.5

c) Akomodatif parsial

Dapat terjadi mekanisme campuran yakni sebagian ketidakseimbangan otot

dan sebagian ketidakseimbangan akomodasi. 5

Paretik ( incomitant )

Pada strabismus incomitant selalu terdapat satu atau lebih otot ekstraokular yang

paretik. Paresis biasanya mengenai satu atau kedua otot rektus lateralis, biasanya

akibat kelumpuhan saraf abdusen.5

12

Page 13: Case Strabismus

Gejala dan tanda esotropia

• Juling ke dalam

• Kelainan refraksi biasanya sphere positif, namun dapat sphere negatif bahkan

emetropia.4

2). Eksotropia

Eksotropia adalah keadaan dimana satu mata berfiksasi pada objek yang menjadi

pusat perhatian sedangkan mata yang lain menuju ke arah lain yaitu ke arah luar

(eksodeviasi). Anak-anak tertentu mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk

terjadinya eksotropia. Adapun yang mempunyai resiko tersebut diantaranya anak

yang mengalami gangguan perkembangan saraf, prematur atau berat lahir rendah

dan anak dengan riwayat keluarga juling serta adanya anomaly occular atau

sistemik.4

Gejala dan tanda

• Pada kebanyakan kasus awalnya bersifat intermiten dengan onset umumnya

pada usia di bawah 3 tahun

• Deviasi menjadi manifest, terutama saat lelah, melamun, atau sakit

• Pasien dapat menutup satu mata bila terpapar cahaya terang sekali

• Bila bersifat intermiten jarang ditemukan ambliopia

• Kelainan refraksi biasanya sphere negatif

• Penglihatan ganda kadang-kadang dikeluhkan penderita yang juling

intermiten.4

13

Gambar 2. eksotropia

Page 14: Case Strabismus

3). Hipertropia

Deviasi vertikal lazimnya diberi nama sesuai mata yang tinggi, tanpa memandang

mata mana yang memiliki penglihatan lebih baik dan yang diugunakan untuk

fiksasi. Hipertropia lebih jarang dijumpai daripada deviasi horizontal dan

biasanya didapat setelah lewat masa anak-anak.5

b. Heteroforia

Heteroforia merupakan kelainan deviasi yang laten, mata mempunyai kecenderungan

untuk berdeviasi ke salah satu arah, yang dapat diatasi oleh usaha otot untuk

mempertahankan penglihatan binokular. Contoh: eksoforia dan esoforia.2,5 Penyebab

heteroforia dibagi menjadi penyebab refraktif dan non-refraktif. Penyebab refraktif,

misalnya pada hipermetropia dan miopia. Sedangkan penyebab non refraktif, foria

tampak pada keadaan neurastenia, anemia, penderita debil, infeksi lokal.2

Temuan klinis

Gejala klinis dapat berupa diplopia atau astenopia (kelelahan mata). Gejala yang

timbul pada astenopia memiliki bermacam bentuk. Dapat timbul rasa berat, lelah atau

tidak enak pada mata. Mudah lelah, penglihatan kabur, dan diplopia, terutama setelah

pemakaian mata berkepanjangan, dapat juga terjadi.

Pemeriksaan:2,5

14

Gambar 3. Hipertropia

Page 15: Case Strabismus

Cover and uncover test untuk membedakan foria dari tropia.

Kekuatan duksi untuk mengetahui letak kelainan otot.

Pemeriksaan refraksi.

2. Menurut sudut deviasi

a. Inkomitan (Paralitik)

Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan oleh kelumpuhan otot

penggerak bola mata. Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot atau beberapa otot.2

Tanda-tanda:2

Gerak mata terbatas pada daerah di mana otot yang lumpuh bekerja.

Deviasi.

Jika mata digerakkan ke arah otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat akan

menjurus ke arah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal.

Diplopia terjadi pada otot yang lumpuh.

Vertigo, mual-mual.

Diagnosa berdasarkan:2

- Keterbatasan gerak

- Deviasi

- Diplopia

1). Abdusen palcy

Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma kepala, tumor, atau

peradangan dari susunan saraf serebral.

Tanda-tanda:

- Gangguan pergerakkan bola mata ke arah luar

- Diplopia homonim, yang menjadi lebih hebat bila mata digerakkan ke arah

luar.2

2). Kelumpuhan N. III

15

Page 16: Case Strabismus

Tanda-tanda

- Ptosis

- Bola mata hampir tidak dapat bergerak atau terdapat keterbatasan bergerak ke

atas, nasal, dan sedikit ke arah bawah.

- Mata berdeviasi ke temporal, sedikit ke bawah

- Sedikit eksoftalmus

- Crossed diplopia.

Penyebab:

Kelainan dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri ke otot. Kelainan

dapat berupa eksudat, perdarahan, periostitis, tumor, trauma, perubahan pembuluh

darah. Pada umunya disebabkan oleh lues yang dapat menyebabkan tabes,

ensafelitis, infeksi akut, diabetes melitus, penyakit sinus. Terjadinya dapat secara

tiba-tiba, tetapi perjalanan penyakitnya selalu menahun.2

b. Nonkomitan (Non paralitik)

Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata yang

sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.

Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi

pada mata yang sehat).2

2.4. Pemeriksaan

1. Anamnesa

Dalam mendiagnosis strabismus diperlukan anamnesis yang cermat, perlu ditanyakan

usia pasien saat ini dan usia pada saat onset strabismus, jenis onsetnya, jenis deviasi,

fiksasi dan yang tidak kalah penting yakni adanya riwayat strabismus dalam keluarga.2,5

2. Ketajaman penglihatan

Pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan kartu Snellen.5

3. Penentuan kelainan refraksi

16

Page 17: Case Strabismus

Perlu dilakukan penentuan kesalahan refraksi sikloplegik dengan retinoslopi. Obat

standar untuk menghasilkan sikloplegia total pada anak berusia kurang dari dua tahun

adalah atropin yang dapat diberikan sebagai tetes atau salep mata 0,5% atau 1% dua kali

sehari selama 3 hari.2,5

4. Inspeksi

Dapat memperlihatkan apakah strabismus yang terjadi konstan atau intermitan, bervariasi

atau konstan. Adanya ptosis dan posisi kepala yang abnormal juga dapat diketahui.2,5

5. Uji strabismus

a. Uji Hirschberg

Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya dengan jarak sekitar 33 cm, maka

akan terlihat refleks sinar pada permukaan kornea. Pada mata yang normal, refleks

sinar terletak pada kedua mata sama-sama di tengah pupil. Bila refleks cahaya

terletak di pinggir pupil, maka deviasinya 15°. Bila di antara pinggir pupil dan

limbus, deviasinya 30°. Bila letaknya di limbus, deviasinya 45°.2,3

Gambar 4. Uji Hirschberg

17

Page 18: Case Strabismus

b. Uji Krimsky

Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma yang ditempatkan

didepan mata yang berdeviasi dan kekuatan prisma yang diperlukan untuk membuat

refleks cahaya terletak di tengah merupakan ukuran sudut deviasi.3,5

c. Uji tutup mata

Uji ini dilakukan untuk pemeriksaan jauh dan dekat, dan dilakukan dengan menyuruh

mata berfiksasi pada satu objek. Bila telah terjadi fiksasi, mata kiri ditutup dengan

lempeng penutup. Dalam keadaan ini mungkin terjadi:

• Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai juling yang manifest. Bila

mata kanan bergulir ke nasal berarti terjadi eksotropia. Dan sebaliknya, bila

bergulir ke temporal berarti terjadi esotropia.

• Mata kanan bergoyang, mungkin terjadi ambliopia.

• Mata kanan tidak bergerak, mata dalam kondisi terfiksasi.3

d. Uji tutup mata berganti

Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yang lain maka bila kedua mata berfiksai

normal maka matayang dibuka tidak bergerak. Bila terjadi pergerakan pada mata

yang baru dibuka berarti terdapat foria atau tropia.3

e. Uji tutup buka mata

Uji ini sama dengan uji tutup mata, dimana yang dilihat adalah mata yang ditutup.

Mata yang ditutup dan diganggu fusinya sehingga mata yang berbakat juling akan

menggulir.3

2.5. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan terapi adalah pemulihan efek sensori yang merugikan (misal:

ambliopia), memperbaiki kedudukan bola mata, dan mendapatkan penglihatan binokuler

yang dapat dicapai dengan terapi medis atau bedah.2,5

1. Terapi medis2,5

• Terapi oklusi

Merupakan terapi ambliopia yang utama. Mata yang baik ditutup untuk merangsang

mata yang mengalami ambliopia.

18

Page 19: Case Strabismus

• Alat optik

Kacamata yang diresepkan secara akurat merupakan alat optil terpenting dalam

pengobatan strabismus. Klarifikasi citra retina yang dihasilkan oleh kacamata

memungkinkan mata menggunakan fusi alamiah sebesar-besarnya.

• Ortoptik

2. Terapi bedah

Prinsip operasi adalah melakukan reseksi pada otot yang terlalu lemah atau melakukan

resesi otot yang terlalu kuat.5

BAB 3

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Strabismus diperlukan anamnesis yang cermat, perlu ditanyakan usia pasien saat ini dan

usia pada saat onset strabismus, jenis onsetnya, jenis deviasi, fiksasi dan yang tidak kalah

penting yakni adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Uji–uji klinis pada strabismus juga

sangat diperlukan dalam menentukan terapi penatalaksanaannya, seperti Uji Hirschberg, uji

krimsky, uji tutup mata, uji tutup mata berganti dan uji tutup buka mata. Tujuan penatalaksanaan

terapi adalah pemulihan efek sensori yang merugikan (misal: ambliopia), memperbaiki

19

Page 20: Case Strabismus

kedudukan bola mata, dan mendapatkan penglihatan binokuler yang dapat dicapai dengan terapi

medis atau bedah.

Daftar Pustaka

1. Vaughan, D. G., Asbury, T., Riordan-Eva, P. Oftalmologi Umum. Edisi ke-17, cetakan ke-1.

Jakarta: Widya Medika. 2010. Hal. 230-250.

2. Wijana, N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi revisi, cetakan ke-6. Jakarta: Abadi Tegal. 1993. Hal.

277-299..

3. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3, cetakan ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.

Hal. 12-13.

20

Page 21: Case Strabismus

4. Mardjono, M., Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2006. Hal. 131-

134..

5. Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. 2006. Hal 34-51.

21