61
BAB I MEDICAL RECORD I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny.S Umur : 66 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Sudah tidak bekerja Alamat : Karanganyar Agama : Islam No RM : 317xxx MRS : 20 September 2014 Tanggal Pemeriksaan : 22 September 2014 II. DATA DASAR Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 22 September 2014 a. Keluhan Utama : Sesak nafas b. Riwayat Penyakit Sekarang - 2 minggu sebelum HMRS Pasien mengeluh sesak nafas. Sesak dirasakan tidak berat. Sesak nafas dirasakan tidak mengenal waktu. Sesak nafas berkurang saat posisi berbaring atau istirahat. Sesak dipengaruhi kerja berat maupun aktivitas. Sesak disertai batuk tidak berdahak. Tidak disertai dengan suara mengi. Pasien juga

CLL dengan AHD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case report

Citation preview

Page 1: CLL dengan AHD

BAB I

MEDICAL RECORD

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.S

Umur : 66 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Sudah tidak bekerja

Alamat : Karanganyar

Agama : Islam

No RM : 317xxx

MRS : 20 September 2014

Tanggal Pemeriksaan : 22 September 2014

II. DATA DASAR

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada

tanggal 22 September 2014

a. Keluhan Utama : Sesak nafas

b. Riwayat Penyakit Sekarang

- 2 minggu sebelum HMRS

Pasien mengeluh sesak nafas. Sesak dirasakan tidak berat. Sesak

nafas dirasakan tidak mengenal waktu. Sesak nafas berkurang saat

posisi berbaring atau istirahat. Sesak dipengaruhi kerja berat maupun

aktivitas. Sesak disertai batuk tidak berdahak. Tidak disertai dengan

suara mengi. Pasien juga mengeluh badan lemas, mudah lelah, perut

tidak enak dan nafsu makan menurun. Pasien mengeluh keringat

dingin saat malam hari. Berat badan menurun 10 kg dalam 1 bulan.

Bengkak dikaki (-), demam (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), BAB

dan BAK baik. Pasien tidak berobat.

- 1 minggu sebelum HMRS

Pasien masih mengeluh sesak nafas apabila beraktivitas. Sesak

disertai batuk tidak berdahak yang dirasakan jarang-jarang. Pasien

Page 2: CLL dengan AHD

masih lemas , mudah lelah dan perut tidak enak. Nafsu makan

semakin menurun. Demam (-), bengkak dikaki (-), pusing (-), mual

(-), muntah (-), BAK baik, BAB baik. Pasien belum berobat.

- 1 hari sebelum HMRS

Pasien mengeluh lemah dan mudah lelah . Pasien masih mengeluh

perut tidak enak. Sesak nafas (+), demam (-), bengkak dikaki (-),

pusing (-), mual (-), muntah (-), BAK baik, BAB belum bisa.

- HMRS

Pasien merasa sesak bertambah berat, dan saat sesak disertai batuk

tidak berdahak. Keluarga membawa pasien ke IGD RSUD

Karanganyar.

Pasien mengeluh sesak setelah melakukan menyapu. Sesak

berkurang sedikit saat istirahat. sesak disertai batuk tidak berdahak.

Sesak tidak disertai dengan mengi. Pasien mengeluh badan terasa

lemah, nafsu makan turun. Berkeringat saat malam hari. Pasien juga

mengeluh keju kemeng, kaki terdapat memar-memar. demam (-),

bengkak dikaki (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), BAK baik, BAB

belum bisa selama 3 hari.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Riwayat hipertensi : Disangkal

Riwayat penyakit jantung : Disangkal

Riwayat penyakit ginjal : Disangkal

Riwayat asam urat : Disangkal

Riwayat asma : Disangkal

Riwayat kontak TB : Disangkal

Riwayat terapi OAT : Disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : Disangkal

Riwayat mondok : Disangkal

Riwayat transfusi : Disangkal

Page 3: CLL dengan AHD

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

Riwayat TB : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat sakit kanker/tumor : disangkal

e. Riwayat Pribadi

Riwayat minum jamu traditional : disangkal

Riwayat olahraga teratur : disangkal

Riwayat konsumsi alkohol : disangkal

Riwayat merokok : disangkal

f. Riwayat Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Gizi

Pasien merupakan seorang wanita yang berstatus menikah usia 66

tahun yang sudah tidak bekerja. Anak-anak pasien sudah bekerja semua

sehingga untuk ekonomi dan gizi pasien dari keluarga yang cukup.

Pasien UMUM.

III. ANAMNESIS SISTEM

Sistem Cerebrospinal Gelisah (-), Lemah (+), Demam (-), kaku kuduk

(-), nyeri kepala (-), kejang (-)

Sistem Cardiovascular Akral hangat (+), Sianosis (-), Anemis (+), Deg-

degan (-)

Sistem Respiratorius Batuk (+), Sesak Napas (+), mengi (-)

Sistem Genitourinarius BAK sulit (-), sedikit (-), nyeri saat BAK (-)

Sistem Gastrointestinal Sebah (+) , Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-),

Page 4: CLL dengan AHD

BAB sulit (+)

Sistem Musculosceletal Badan terasa lemes (+), atrofi otot (-)

Ekstremitas atas Nyeri (-), kesemutan (-), Bengkak (-)

Ektremitas bawah Nyeri (-), kesemutan (-), bengkak (-)

Sistem Integumentum Memar dibekas pengambilan darah , Sikatriks

(-)

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

- Keadaan Umum : Tampak sesak, anemis dan lemah

- Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6

- Vital Sign :

Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Heart Rate : 78 x/menit

Nadi : 78 x/menit

Respirasi : 36 x/menit

Suhu : 36 oC

- Kepala : Normocephal, Conjungtiva Anemis

(+/+), Sklera Ikterik (-/-), Sianosis

(-), Pupil Isokor Ø 3mm, Reflek

Cahaya (+/+)

- Leher : Leher simetris, retraksi suprasternal

(-), deviasi trachea (-), massa (-),

Peningkatan JVP (-), Pembesaran

Kelenjar Limfe (-)

- Thorax

Paru Hasil pemeriksaan

Inspeksi Bentuk normochest, Dada kanan dan kiri simetris,

tidak ada ketinggalan gerak, retraksi intercostae (-)

Palpasi Fremitus dada kanan menurun dan kiri normal,

krepitasi (-)

Page 5: CLL dengan AHD

Perkusi sonor di dada kiri

redup dibasal dada kanan mulai dari SIC V

Auskultasi Terdengar suara dasar vesikular (+/+),Wheezing

(-/-), Ronkhi (+/-)

Jantung Hasil pemeriksaan

Inspeksi Dinding dada pada daerah pada daerah pericordium

tidak cembung / cekung, tidak ada memar maupun

sianosis, ictus cordis tidak tampak

Palpasi Ictus cordis teraba di SIC VI dilateral linea

midclavicularis sinistra, IC tidak kuat angkat

Perkusi Batas Jantung :

Batas Kiri Jantung

^ Atas : SIC II di sisi lateral linea sternalis sinistra.

^ Bawah : SIC Vl lateral linea midclavicularis

sinistra.

Batas Kanan Jantung

^ Atas : SIC II linea sternalis dextra

^ Bawah : SIC V lateral linea sternalis dextra

Auskultasi BJ I/II reguler, bising sistole (-), gallop (-)

- Abdomen

Abdomen Hasil pemeriksaan

Inspeksi Dinding perut sama dengan dinding dada, Sikatrik

(-), venektasi (-),

Auskultasi Suara peristaltik (normal), suara tambahan (-)

Palpasi Nyeri tekan (+), hepar teraba pembesaran 3cm

dibawah arcus costae dan 5 cm dibawah procesus

xipoideus dengan permukaan halus, tidak berbenjol-

benjol, tepi tumpul, lien tidak teraba, ginjal tidak

Page 6: CLL dengan AHD

teraba, defans muskular (-), nyeri tekan (-)

Perkusi Suara timpani (+), pekak beralih (-), nyeri ketok

costovertebrae (-)

- Ekstremitas : Clubbing finger (-), palmar eritema (-), pitting oedem

(+)

Ekstremitas Superior Dextra Akral Hangat (+), Edema (-)

Ekstremitas Superior Sinistra Akral Hangat (+), Edema (-)

Ekstremitas Inferior Dextra Akral Hangat (+), Edema (-)

Ekstremitas Inferior Sinistra Akral Hangat (+), Edema (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 20 September 2014

Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal

Hemoglobin 6,1 (↓) gr/dl Lk : 13,0 – 16,0

Pr : 12,0 – 14,0

Eritrosit 1,67 (↓) 106ul Lk : 4.5 – 5,5

Pr : 4,0 – 5,0

Hematokrit 16,2 (↓) % Lk : 40 – 48

Pr : 37 – 43

MCV 96,8 (↑) Pf 82 – 92

MCH 36,5 (↑) Pg 27 -31

MCHC 37,7 (↑) % 32 – 36

Leukosit 131,52 (↑) 103ul 5,0 – 10,0

Trombosit 95 (↓) 103ul 150 – 400

Eosinofil 1 % 1 – 3

Basofil 0,5 % 0 – 1

Netrofil Batang - % 2 – 6

Netrofil

Segmen

- % 50 – 70

Limfosit 26,4 % 20 – 40

Page 7: CLL dengan AHD

Monosit 4,6 % 2 – 8

Golongan

Darah

O

Pemeriksaan Gula Darah

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Level

Gula Darah Sewaktu 166 (↑) 70 – 120 mg/dl Normal

Pemeriksan Ginjal

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Kreatinin 1,83 (↑) 0,8-1,1 Mg/dl

Ureum 29 10-5- Mg/dl

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 21 September 2014

Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal

Hemoglobin 6,0 (↓) gr/dl Lk : 13,0 – 16,0

Pr : 12,0 – 14,0

Eritrosit 1,71 (↓) 106ul Lk : 4.5 – 5,5

Pr : 4,0 – 5,0

Hematokrit 15,6 (↓) % Lk : 40 – 48

Pr : 37 – 43

MCV 91 Pf 82 – 92

MCH 34,5 (↑) Pg 27 -31

MCHC 37,9 (↑) % 32 – 36

Leukosit 105,46 (↑) 103ul 5,0 – 10,0

Trombosit 70 (↓) 103ul 150 – 400

Eosinofil 1 % 1 – 3

Basofil 0,5 % 0 – 1

Netrofil Batang - % 2 – 6

Page 8: CLL dengan AHD

Netrofil

Segmen

- % 50 – 70

Limfosit 25,1 % 20 – 40

Monosit 4,6 % 2 – 8

Golongan

Darah

O

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 23 September 2014

Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal

Hemoglobin 9,5 (↓) gr/dl Lk : 13,0 – 16,0

Pr : 12,0 – 14,0

Eritrosit 3,02 (↓) 106ul Lk : 4.5 – 5,5

Pr : 4,0 – 5,0

Hematokrit 26,5 (↓) % Lk : 40 – 48

Pr : 37 – 43

MCV 87,6 Pf 82 – 92

MCH 31,5 (↑) Pg 27 -31

MCHC 35,,9 % 32 – 36

Leukosit 62,82 (↑) 103ul 5,0 – 10,0

Trombosit 52 (↓) 103ul 150 – 400

Eosinofil 1,7 % 1 – 3

Basofil 0,7 % 0 – 1

Netrofil Batang - % 2 – 6

Netrofil

Segmen

- % 50 – 70

Limfosit 27 % 20 – 40

Monosit 1,9 % 2 – 8

Golongan

Darah

O

Ro Thorax PA tanggal 22 September 2014

Page 9: CLL dengan AHD

Hasil :

1. Jantung : pembesaran

CTR : a + b/c x 100%

a : 4, b : 8, c : 20

4+8 / 20 x 100% : 60 % (>50% cardiomegali)

2. Efusi pleura dextra

USG Abdomen tanggal 25 September 2014

Page 10: CLL dengan AHD
Page 11: CLL dengan AHD
Page 12: CLL dengan AHD

Hasil :

1. Proses kronis intraparenchim hepar

Efusi pleura dekstra dengan volume 43,47 cc

2. Hepatomegali grade sedang

3. Lien : bentuk dan posisi normal

4. Ren dekstra sinistra : normal

Page 13: CLL dengan AHD

Pemeriksaan GDT tanggal 22 September 2014

- Eritrosit : normositik, normokromik, anisositesis, mikrosit, makrosit,

clumping eritrosit +++, eritroblast +

- Lekosit : jumlah meningkat, ditemukan seri limfoit dengan maturasi

dari limfosit matur sampai dengan limfoblast

- Trombosit : jumlah menurun, clumping trombosit (-), giant trombosit

(-)

- Kesimpulan : kecurigaan keganasan hematologi akut seri

limfoblastik belum dapat disingkirkan

VI. RESUME

1. Anamnesis

- Sesak nafas memberat sejak 2 minggu

- Sesak dirasakan tidak berat.

- Sesak nafas dirasakan tidak mengenal waktu dan berkurang saat

posisi berbaring atau istirahat.

- Sesak dipengaruhi kerja berat maupun aktivitas dan disertai batuk

tidak berdahak.

- Sesak tidak disertai dengan suara mengi.

- Pasien juga mengeluh badan lemas, mudah lelah, perut tidak enak

dan nafsu makan menurun.

- Pasien mengeluh keringat dingin saat malam hari. Berat badan

menurun 10 kg dalam 1 bulan.

- Bengkak dikaki (-), demam (-), pusing (-), mual (-), muntah (-),

BAB dan BAK baik. Pasien tidak berobat.

- Riwayat HT (-), DM(-).

2. Diagnosa Fisik

- Vital Sign

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Heart Rate : 78 x/menit

Nadi : 78 x/menit

Page 14: CLL dengan AHD

Respirasi : 36 x/menit

Suhu : 36 oC

- Status Gizi

BB : 45 kg

TB : 153 cm

BMI : normal

- Kepala : Conjungtiva Anemis (+/+)

- Thorak

Paru : SDV (+/+), Rho (+/-), Wz (-/-)

Jantung : Batas Jantung :

Batas Kiri Jantung

^ Atas : SIC II di sisi lateral linea sternalis sinistra.

^ Bawah : SIC Vl lateral linea midclavicularis sinistra.

Batas Kanan Jantung

^ Atas : SIC II linea sternalis dextra

^ Bawah : SIC V lateral linea sternalis dextra

- Abdomen :

Nyeri tekan (+), hepar teraba pembesaran 3cm dibawah arcus

costae dan 5 cm dibawah procesus xipoideus dengan permukaan

halus, tidak berbenjol-benjol, tepi tumpul, lien tidak teraba, ginjal

tidak teraba, defans muskular (-), nyeri tekan (-)

- Ekstremitas

Superior : oedem (-/-)

Inferior : oedem (-/-)

3. Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan darah rutin :

Leukositosis : leukosit 131,53

Anemia : Hb 6,1

Trombositopenia : trombosit 95

Page 15: CLL dengan AHD

- Pemeriksaan Ro Thorax :

Kardiomegali sinistra dan efusi pleura dextra

- Pemeriksaan USG Abdomen :

Hepatomegali grade sedang

- Pemeriksaan GDT :

Kecurigaan keganasan hematologi akut seri limfoblastik belum

dapat disingkirkan

VII. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

BMP (Bone marrow puncture) untuk membantu menjelaskan kecurigaan

keganasan dalam hematologi dan menentukan tipe dari leukimia yang

diderita, karena sangat penting untuk perawatan dan pengobatan kemoterapi

yang diberikan akan berbeda disetiap tipe.

VIII. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA

Wanita 66 tahun dengan :

- Decomp Cordis Sinistra dengan efusi pleura dextra

1) Diagnosis etiologi : Anemia

2) Diagnosis anatomi : LVH

3) Diagnosis fungsional : Decomp Cordis Sinistra

- Suspect Leukimia Limfositik Kronis

IX. PROGRESS NOTE

22/09’14 S/ Pasien mengeluh sesak. Sesak

berkurang sedikit saat istirahat. sesak

disertai batuk tidak berdahak. Sesak

tidak disertai dengan mengi. Pasien

mengeluh badan terasa lemah, nafsu

makan turun. Berkeringat saat malam

P/

- O2 2 – 3 L

- Inf. RL 20tpm

- Inj Omeprazol 1 amp/12jam

- Inj Ondancetron 1 amp/8jam

- Inj Metil prednisolon 1/3

Page 16: CLL dengan AHD

hari. Pasien juga mengeluh keju

kemeng, kaki terdapat memar-memar.

demam (-), bengkak dikaki (-), pusing

(-), mual (-), muntah (-), BAK baik,

BAB belum bisa selama 3 hari.

(post transfusi 2kolf dari IGD)

O/

T = 130/70 N= 78x/menit

S = 36,5 Rr= 36x/menit

KU = tampak sesak, anemis Lemah

KS=CM

K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)

Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh

(+/-)

C = BJ1/II reguler, bising (-),

gallop (-)

Abdomen = hepar teraba pembesaran

3cm dibawah arcus costae

dan 5 cm dibawah procesus

xipoideus dengan

permukaan halus, tidak

berbenjol-benjol, tepi

tumpul, lien tidak teraba,

ginjal tidak teraba, defans

muskular (-), nyeri tekan (-)

Eks = Akral hangat, oedem (-)

A/

- Obs. Anemia dan leukositosis

curiga keganasan

- Susp. Efusi pleura

- Susp. Decomp cordis sinistra

amp/8jam

- Inj Ceftriaxon 1g/12jam

- Transfusi PRC 2kolf

- Ro Thorax PA

- Pemeriksaan GDT

Page 17: CLL dengan AHD

23/09’14 S/ pasien masih mengeluh badan

lemah, perut tidak enak. Sesak nafas

berkurang, batuk (+) tidak berdahak.

Mual(-), muntah (-), makan mulai

mau, BAK dbn, BAB belum bisa.

O/

T = 120/70 N= 72x/menit

S = 36 Rr= 28x/menit

KU = tampak sesak, anemis Lemah

KS=CM

K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)

Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh

(+/-)

C = BJ1/II reguler, bising (-),

gallop (-)

Abdomen = hepar teraba pembesaran

3cm dibawah arcus costae

dan 5 cm dibawah procesus

xipoideus dengan

permukaan halus, tidak

berbenjol-benjol, tepi

tumpul, lien tidak teraba,

ginjal tidak teraba, defans

muskular (-), nyeri tekan (-)

Eks = Akral hangat, oedem (-)

A/

- Susp. Leukimia Limfositik

kronik

- Decomp cordis sinistra dengan

Efusi pleura dextra

P/

- Inf. RL 20tpm

- Inj Omeprazol 1 amp/12jam

- Inj Ondancetron 1 amp/8jam

- Inj Metil prednisolon 1/3

amp/8jam

- Inj Ceftriaxon 1g/12jam

- Cek Hb post Transfusi

Page 18: CLL dengan AHD

24/09’14 S/

pasien masih mengeluh badan lemah,

perut tidak enak. Sesak nafas

berkurang, batuk (+) tidak berdahak.

Mual(-), muntah (-), makan mulai

mau, BAK dbn, BAB belum bisa.

O/

T = 130/80 N= 80x/menit

S = 36 Rr= 24x/menit

KU = tampak sesak, anemis Lemah

KS=CM

K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)

Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh

(+/-)

C = BJ1/II reguler, bising (-),

gallop (-)

Abdomen = hepar teraba pembesaran

3cm dibawah arcus costae

dan 5 cm dibawah procesus

xipoideus dengan

permukaan halus, tidak

berbenjol-benjol, tepi

tumpul, lien tidak teraba,

ginjal tidak teraba, defans

muskular (-), nyeri tekan (-)

Eks = Akral hangat, oedem (-)

A/

- Susp. Leukimia Limfositik

kronik

- Decomp cordis sinistra dengan

Efusi pleura dextra

P/

- Inf. RL 12 tpm

- Inj Omeprazol 1 amp/12jam

- Inj Ondancetron 1 amp/8jam

- Inj Metil prednisolon 1/3

amp/8jam

- Inj Ceftriaxon 1g/12jam

Page 19: CLL dengan AHD

25/09’14 S/

pasien masih mengeluh badan lemah,

perut tidak enak. Sesak nafas

berkurang, batuk (+) tidak berdahak.

Mual(-), muntah (-), makan mulai

mau, BAK dbn, BAB belum bisa.

O/

T = 130/80 N= 68x/menit

S = 36 Rr= 28x/menit

KU = tampak sesak, anemis Lemah

KS=CM

K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)

Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh

(+/-)

C = BJ1/II reguler, bising (-),

gallop (-)

Abdomen = hepar teraba pembesaran

3cm dibawah arcus costae

dan 5 cm dibawah procesus

xipoideus dengan

permukaan halus, tidak

berbenjol-benjol, tepi

tumpul, lien tidak teraba,

ginjal tidak teraba, defans

muskular (-), nyeri tekan (-)

Eks = Akral hangat, oedem (-)

A/

- Susp. Leukimia Limfositik

kronik

- Decomp cordis sinistra dengan

Efusi pleura dextra

P/

- Inf. RL 12 tpm

- Inj Omeprazol 1 amp/12jam

- Inj Ondancetron 1 amp/8jam

- Inj Metil prednisolon 1/3

amp/8jam

- Inj Ceftriaxon 1g/12jam

Page 20: CLL dengan AHD

26/09’14 S/

pasien masih perut tidak enak. Sesak

nafas berkurang, batuk berkurang.

Mual(-), muntah (-), makan minum

baik, BAK dbn, BAB belum bisa.

O/

T = 120/80 N= 78x/menit

S = 36 Rr= 28x/menit

KU = tampak sesak, anemis Lemah

KS=CM

K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)

Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh

(+/-)

C = BJ1/II reguler, bising (-),

gallop (-)

Abdomen = hepar teraba pembesaran

3cm dibawah arcus costae

dan 5 cm dibawah procesus

xipoideus dengan

permukaan halus, tidak

berbenjol-benjol, tepi

tumpul, lien tidak teraba,

ginjal tidak teraba, defans

muskular (-), nyeri tekan (-)

Eks = Akral hangat, oedem (-)

A/

- Susp. Leukimia Limfositik

kronik

- Decomp cordis sinistra dengan

Efusi pleura dextra

P/

- Inf. RL 12 tpm

- Inj Omeprazol 1 amp/12jam

- Inj Ondancetron 1 amp/8jam

- Inj Metil prednisolon 1/3

amp/8jam

- Inj Ceftriaxon 1g/12jam

- Dulcolax supp 1x1

Page 21: CLL dengan AHD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Leukimia Limfositik Kronik

I. Definisi

Leukimia limfositik kronik (LLK) merupakan suatu keganasan

hematologik yang ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan

limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang, limfonodi, limpa,

hati dan organ-organ lain (Rotty, 2009).

II. Epidemiologi

Usia rerata pasien saat didiagnosis berusia 65 tahun, hanya 10-

15% kurang dari 50 tahun. Angka kejadian di negara barat 3/100.000.

Pada populasi geriatri, insiden di atas usia 70 tahun sekitar

50/100.000. Risiko terjadinya LLK meningkat seiring usia.

Perbandingan risiko relatif pada pria tua adalah 2,8:1 perempuan tua.

Kebanyakan pasien memiliki ras kaukasia dan berpendapatan

menengah (liu, 2008).

Beberapa pasien dengan LLK mempunyai masa hidup normal

dan yang lain meninggal dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis

(Rotty, 2009)

III. Etiologi

Seperti kasus sebagian besar keganasan, penyebab pasti LLK

tidak dapat diketahui pasti. LLK merupakan kelainan yang didapat

dan laporan kasus mengenai LLK benar-benar sangat langka (Mir

MA, 2014).

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan

leukemi tidak disebabkanoleh penyebab tunggal, tetapi gabungan dari

faktor resiko antara lain (Anonim, 2014):

1. Terinfeksi virus.

Page 22: CLL dengan AHD

Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab

leukemia pada hewan. Pada tahun 1980, diisolasi virus HTLV-

1( human T– cell lymphotropic virus type 1) yang menyerupai

virus penyebab AIDS dari leukemia sel T manusia pada limfosit

seorang penderita limfoma kulit dan sejak saat itu diisolasi dari

sampel serum penderita leukemiasel T.

2. Faktor Genetik.

Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan

kelihatannya memainkan peranan ,namun jarang terdapat

leukemia familial, tetapi insidensi leukemia lebih tinggi

darisaudara kandung anak-anak yang terserang , dengan insidensi

yang meningkat sampai20% pada kembar monozigot (identik).

3. Kelainan Herediter.

Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom

Down, kelihatannya mempunyaiinsidensi leukemia akut 20 puluh

kali lipat.

4. Faktor lingkungan.- Radiasi.

Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi

leukemiayang timbul bertahun-tahun kemudian.- Zat Kimia. Zat

kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon,dan

agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat

khususnya agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat

pada penderita yang diobati baik dengan radiasi maupun

kemoterapi.

5. Radiasi

Orang yang terekspos radiasi yang sangat tinggi lebih memiliki

kecenderungan untuk mengidap leukemia mieloblastik akut,

leukemia mielositik kronik,atau leukemialimfoblastik akut.

- Ledakan bom atom: telah menyebabkan radiasi yang sangat

tinggi (contohnya sepertiledakan di jepang pada perang dunia

kedua). Terjadi peningkatan resiko mengidapleukemia pada

Page 23: CLL dengan AHD

orang-orang, terutama anak-anak, yang selamat dari ledakan

bomtersebut.

- Radioterapi: radioterapi untuk kanker dan kondisi lainnya

adalah sumber eksposurradiasi tinggi lainnya. Radioterapi

meningkatkan resiko leukemia.

- X-rays: dental x-rays dan x-rays diagnostik lainnya (seperti

CT-Scan) mengeksposorang-orang terhadap level radiasi

yang lebih rendah. Belum diketahui apakah radiasilevel

rendah ini dapat menghubungkan leukemia dengan anak-anak

maupun orangdewasa. Peneliti sedang mempelajari apakah

melakukan banyak foto x-rays dapatmeningkatkan resiko

leukemia. Mereka juga mempelajari apakah menjalani CT-

Scan ketika anak-anak dapat meningkatkan resiko leukemia.

IV. Patofisiologi

Sel B darah tepi normal adalah subpopulasi limfosit B

CD5+ matur (sama dengan sel B-1a) yang terdapat pada zona mantel

limfonodi dan dalam jumlah kecil di darah. Sel B LLK

mengekpresikan immunoglobulin membrane permukaan yang

umumnya rendah kadarnya, kebanyakan IgM, IgD dibandingkan sel B

darah tepi normal, dan single light chain (kappa dan lambda). Juga

mengekspresi antigen T CD5, antigen HLA-DR dan antigen B (CD19

dan CD20) mempunyai reseptor untuk sel darah tikus, dan

menghasilkan autoantibodi polireaktif.

Ekpresi gen VH dan VL terbatas pada sel-sel tersebut.

Berdasarkan karakteristik tersebut, LLK kemungkinan merupakan

suatu proses bertahap, dimulai dengan ekspansi poliklonal yang

ditimbulkan oleh antigen terhadap limfosit B CD5+ yang dibawah

pengaruh agen mutasi pada akhirnya ditransformasi menjadi

proliferasi monoklonal. Limfosit B CD5+ neoplastik mengumpul

akibat hambatan apoptosis (kematian sel terprogram).

Page 24: CLL dengan AHD

Meskipun gen bcl-2 jarang mengalami translokasi , tetapi

terus menerus diekspresikan secara berlebihan, yang mengakibatkan

bertambah panjangnya kelangsungan hidup sel LLK. Selain itu sitokin

terlibat dalam pengaturan pertumbuhan dan sel-sel tersebut. Pada

LLK, TNF alfa dan IL-10 berperan sebagai growth factor. Dalam

perjalanan penyakit, ekspresi berlebihan CD38, onko gen c-myc,

delesi gen RB-1, dan mutasi gen supresor tumor p53 juga terjadi.

Sekitar 55% pasien LLK mempunyai abnormalitas sitogenik,

khususnya trisomi 12, kelainan kromosom 13 pada lajur q14 (lokasi

gen supresor RB-1), 14q+, delesi kromosom 6 dan kromosom 11. Hal

ini baik dideteksi melalui fluoresensi in situ, hibridisasi dibandingkan

analisis sitogenik konvensional. Belum jelas makna kelainan tersebut

pada tingkat molekuler.

Kelainan kariotipik bertambah pada LLK stadium lanjut

dan menunjukkan abnormalitas yang didapat. Evolusi kariotipik

umumnya berhubungan dengan perjalanan penyakit, terjadi pada 15-

40% pasien LLK.

V. Manifestasi Klinis

Pada awal diagnositik, LLK tidak menunjukkan gejala

(asimptomatik). Pada pasien dengan gejala paling sering ditemukan

yaitu limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan

kelelahan. Gejala lain meliputi hilangnya nafsu makan dan penurunan

kemampuan latihan / olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi

jarang terjadi pada awalnya, tetapi semakin terlihat sesuai perjalanan

penyakitnya. Akibat penumpukan sel B neoplastik, pasien

asimptomatik pada saat diagnosis pada akhirnya akan mengalami

limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali (Rotty, 2009).

Hasil pemeriksaan fisis 20-30% pasien tidak menunjukkan

kelainan fisik. Kelainan fisik yang dijumpai adalah limfadenopati.

Sekitar 50% pasien mengalami limfadenopati dan/atau

Page 25: CLL dengan AHD

hepatosplenomegali. Pembesaran limfonodi dapat terlokalisir atau

merata dan bervariasi dalam ukuran. Splenomegali dan/atau

hepatomegali ditemukan pada 25-50% kasus. Infiltrasi pada kulit,

kelopak mata, jantung, pleura, paru, dan saluran cerna umumnya

jarang, dan timbul pada akhir perjalanan penyakit. Sejalan dengan

perjalanan penyakit, limfadenopati massif dapat menimbulkan

obstruksi lumen termasuk ikterus obstruktif, disfagia uropati

obstruktif, edema ekstremitas bawah, dan obtruksi usus parsial.

Timbulnya efusi pleura atau asites berhubungan dengan prognosis

yang buruk (Hoffbrand et al, 2005).

VI. Kriteria diagnosis

Tanda patognomonik LLK adalah peningkatan jumlah

lekosit dengan limfositosis kecil 95%. Gambaran darah tepi tampak

limfositosit dengan gambaran limfosit matur dan smudge cell yang

dominan, imunofenotip khas limfosit (CD5+, CD19+, CD 20+,

CD23+, FMC7-/+ dan CD22-/+) dan infiltrasi limfosit kesumsum

tulang (>30% limfosit). Infiltrasi limfosit kesumsum tulang bervariasi

dalam 4 gambaran yaitu interstitial (33%),nodular (10%), campuran

interstitial dan nodular (25%), dan difus (25%). Diagnosis LLK dapat

ditemukan jika terjadi peningkatn absolut limfosit dalam darah

(>5000/uL) dan morfologi dan gambaran imunofenotipnya khas

(Rotty, 2009).

Morfologi apusan darah pada LLK yaitu sel predominan

adlah limfosit kompak, kecil, dan tampaknya belum terstimulasi

dengan inti bulat gelap, sedikit sitoplasma, dan ukurannya tidak

banyak bervariasi. Fokus prolimfosit yang secara mitosis aktif disebut

proliferasi, keberadaan pusat ini merupakan patognomonik untuk

LLK. Gambaran mitotik jarang ditemukan kecuali pusat proliferasi,

dan hanya sedikit atau tidak terdapat atipia sitologik. Terjadi

limfositosis absolut limfosit kecil yang tampak matur. Limfosit

Page 26: CLL dengan AHD

neoplastik ini rapuh dan mudah rusak secara mekanis saat persiapan

apusan yang menghasilkan smudge cells yang khas (Aster, J. 2007).

Imunofenotipe merupakan neoplasma sel B matur (perifer)

yang mengekspresikan penanda sel pan-B CD19, CD20, dan CD23,

imunoglobulin permukaan (misal IgM, IgD) dan rantai ringan k atau λ

yang menunjukkan monoklonalitas. Tidak seperti bagian besar sel B

perifer, sel tumor juga mengekspresikan antigen terkait sel T CD5

(Aster, 2007).

(Hoffbrand, AV, 2005)

VII. Stadium

Stadium LLK menurut RAI (Rotty, 2009)

Stadium Gejala Klinis dan laboratorium Median

Survival

(bulan)

0

I

II

III

IV

Limfositosis darah tepi dan sumsum tulang

Limfositosis + Pembesaran limfonodi

Limfositosis + splenomegali/ hepatomegali

Limfositosis + anemia (Hb < 11gr/dl)

Limfositosis + trombositopenia (trombosit <

100.000/uL)

>150

101

>71

19

19

Page 27: CLL dengan AHD

Stadium LLK menurut Binet (Rotty, 2009)

Stadium Gejala Klinis dan laboratorium Median

Survival

(bulan)

A

B

C

Limfositosis darah tepi dan sumsum tulang

+

<3 daerah limfoid yang membesar,

limfositosis darah tepi dan sumsum tulang +

≥ 3 daerah limfoid yang membesar

Stadium B + anemia (Hb< 11g/dl pada pria

dan <10 gr/dl pada wanita) atau

trombositopenia (<100.000/uL)

>7

<5

<2

VIII. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan sumsum tulang

Ahli patologi kemudian akan memeriksa sampel di

bawahmikroskop, untuk mencari sel-sel kanker. Cara ini yang

merupakan cara terbaik untuk mengetahui apakah ada sel-sel

leukemia di dalam sumsum tulang dan dapat membedakan jenis

leukimia. Pada penderita LLK ditemukan infiltrasi oleh limfosit

kecil yang merata sekitar lebih dari 40% dari seluruh sel yang

berinti. Sekitar 95% penderita LLK ditandai dengan

meningkatnnya sel limfosit B.

Page 28: CLL dengan AHD

Aspirasi Sumsum Tulang (Hoffbrand AV, 2005)

b. Pewarnaan sitokimia

Pewarnaan sitokimia dapat menkonfirmasi asal leukemia

apakah dari limfoid atau mieloid. Pewarnaan sitokimia terdiri dari

MPO, PAS, SBB, spesifik dan non-spesifik esterase sensitivitas

100%.6

c. Sitogenetika

Menurut Smeltzer dan Bare (2001) Analisis sitogenik

menemukan banyak temuan terjadinya aberasi kromosom pada

penderita leukemia. Perubahan kromosom tersebut meliputi

perubahan angka, yang menghilangkan atau menambahkan

seluruh kromosom, atau mengubah struktur termasuk translokasi

(penyusunan kembali), inverse, delesi dan insersi. Pada keadaan

ini, terjadi perubahan dua kromosom atau lebih bahan genetik,

yang membuat perkembangan gen tersebut memulai terjadinya

proliferasi sel abnormal. Leukemia akut dan kronis adalah bentuk

keganasan atau malignansi yang timbul dari akumulasi klonal

yang tidak terkontrol dari sel-sel pembentuk sel darah. lainnya

termasuk otak, kelenjar getah bening, hati, ginjal, dan limpa

(Sjahid I, 2009).

IX. Komplikasi

Komplikasi akibat progresivitas penyakit (Rotty, 2009) :

a. Infeksi

Pada LLK yang berusia lebih dari 65 tahun dan tau tidak

dengan stadium lanjut mempunyai resiko lebih tinggi terhadap

infeksi dan membutuhkan terapi supportif dan profilaksis.

b. Hipogamaglobulinemia

Semua kelas imunoglobulin (IgG, IgA dan IgM) biasanya

menurun, menyebabkan kerentanan bakteri.

c. Transformasi menjadi keganasan limfoid yang agresif

Page 29: CLL dengan AHD

Yang tersering adalah sidroma richter dan leukimia

prolimfositik.

d. Keganasan sekunder

Lokasi tersering meliputi kulit (melanoma dan karsinoma),

paru dan saluran cerna

X. Penatalaksanaan

Tujuan terapi pada kebanyakan pasien LLK adalah meredakan

gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup.

a. LLK stadium dini yang stabil

Pada stadium ini tidak perlu terapi kecuali timbul gejala

atau penyakitnya berkelanjutan.

b. LLK stadium lanjut dengan batas tumor luas

- Kortikosteroid

Pasien dengan kegagalan sumsum tulang harus diobati sejak

awal dengan prednisolon saja, sampai terdapat pemulihan

jumlah trombosit, neutrofil, dan hemoglobin yang

bermakana.

- Kemoterapi tunggal

Klorambusil : mula-mula 2-4mg kemudiam dinaikkan 6-

8mg peroral setiap hari atau setiap 2-4mg dengan dosis 0,4-

0,7 mg/kgBB peroral.

Siklofosfamid : jika pasien tidak bisa toleransi klorambusil.

Dosis peroral 200 mg/m2/hari selama 5hari atau intermitten

setiap 3-4 minggu dengan dosis 500-750 mg/m2 intravena

pada hari ke I.

- Kemoterapi kombinasi

Diindikasikan pada LLK yang gagal dengan terapi

tunggal dengan atau tanpa prednison.

1. Siklofosfamid, vinkristin dan prednison (COP)

Dosis :

Page 30: CLL dengan AHD

Siklofosfamid : 300mg/m2 peroral hari 1-5 atau

750mg/m2 IV hari I

Vinkristin : 2 mg IV hari I

Prednison 40 mg/m2 peroral hari 1-5

2. COP dan doksorubisin

Dosis : doksorubisin 25-50 mg/m2 IV hari I

c. Radioterapi

Bersifat paliatif, dapat berupa :

1. Radiasi limpa

2. Radioterapi terapi eksternal untuk lesi-lesi besar

d. Transplantasi Hematopoitetic Progenitors

1. Allogeneic Transplantasion

2. Autologous transplantasion

B. Gagal Jantung

I. Definisi

Gagal jantung merupakan keadaan patofisiologis ketika jantung

sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk

metabolisme jaringan (Sylvia, 2005).

II. Etiologi

Beberapa etiologi dari gagal jantung (Lorraine, 1995) :

1. Hipertensi sistemik atau pulmonal

Peningkatan afterload meningkatkan beban kerja jantung

dan pada gilirannnya mengakibatkan hipertrofi serabut otot

jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard)dianggap sebagai

mekanisme kompensais karena meningkatkan kontraktilitas

jantung. Jadi untuk alasan tidak jelas hipertrofi otot jantung tidak

dapat berfungsi secara normal dan akhirnya akan terjadi gagal

jantung.

2. Aterosklerosis Koroner

Page 31: CLL dengan AHD

Terjadi disfungsi miokardium karena terganggunya aliran

darah ke otot jantung. Terjadinya hipoksia dan asidosis (akibat

penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel

jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

3. Peradangan dan Penyakit Miokardium degeneratif

Kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung

sehingga kontraktilitas menurun.

4. Kelainan otot jantung

Menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi

yang mendasari penyebab kelainan fungsi oto mencakup

aterosklerois koroner, hipertensi aterial, dan penyakit otot atau

degeneratis atau inflamasi.

5. Faktor sistemik

- Meningkatnya laju metabolisme (demam, tiroksikosis)

- Asidosis (respiratorik atau metbolik)

- Disritmia jantung

- Abnormalitas elektrolit : turunkan kontraktilitas jantung

- Hipoksia dan anemia

6. Penyakit jantung lain

Dapat terjadi dari penyakit jantung lainnya walaupun

sebenarnya tidak langsung mempengaruhi. Mekanisme yang terjadi

mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (stenosis katup

semiluner), ketidakmampuan jantung (misalnya tamponade

pericardium, pericarditis kontriktif atau stenosis katup AV),

peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan

darah sistemik (hipertensi maligna) dapat mengakibatkan gagal

jantung meski tidak ada hipertrofi miokardial.

III. Klasifikasi

Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA),

merupakan pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal

Page 32: CLL dengan AHD

jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain

(Raphael, 2007):

a. NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan

dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala

penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-

debar, apabila melakukan kegiatan biasa.

b. NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam

kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat,

akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan

gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung

berdebar, sesak napas atau nyeri dada.

c. NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang

lebih banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh

apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang

dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala

insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

d. NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan

fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah

apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat

ringan.

IV. Patofisiologi

Pada awal gagal jantung respon terhadap jantung dapat

menimbulkan beberapa mekanisme, akibat CO yang rendah,

didalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan

system rennin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin

vasopresin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi

untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan

kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang

selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume

Page 33: CLL dengan AHD

darah ateri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme

neurohumoral.

Beban pengisian (preload), dan beban tahanan (afterload)

pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi

memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang

lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung

yang lebih besar meningkatkan simpatis, hingga kadar katekolamin

dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan

meningkatkan curah jantung. Pembebanan curah jantung yang

berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka

dapat terjadi redistribusi cairan elektrolit (Na) melalui pengaturan

cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan

memperbesar aliran balik vena kedalam ventrikel sehingga

meningkatkan tekanan akhir diastolic dan menaikkan kembali

curah jantung. Dilatasi, hipertrofi dan redistribusi cairan badan

merupakan kompensasi untuk mempertahankan curah jantung

dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua

kemampuan mekanisme kompensasi jantung sudah dipergunakan

seluruhnya dan sirkulasi darah dalam bdan belum terpenuhi maka

terjadilah keadaan gagal jantung

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi

karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri

sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir

diastoli dalam ventrikel kiri pada waktu diastolic, dengan akibat

terjadi kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan

atrium kiri meninggi menyebabkan hambatan aliran darah yang

masuk dari vena pulmonal. Bila terjadi terus menerus maka terjadi

aliran balik dan terjadi bendungan sehingga dapat menyebabkan

edema paru dengan segala keluhan dan tandanya.

Keadaan yang terakhir merupakan hambatan bagi ventrikel

kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi

Page 34: CLL dengan AHD

kecil). Bila beban pada ventrikel kanan bertambah, maka ventrikel

kanan akan melakukan kompensasi dengan mengalami hipertrofi

dan dilatasi, yang menyebabkan hambatan aliran masuknya darah

dalam vena cava superior dan inferior kedalam jantung sehingga

menyebabkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena

sistemik (vena jugularis meninggi, hepatomegali), bila keadaan

berat menimbulkan ascites dan edem tumit. Sampai batas

kemampuan dapat terjadi gagal jantung kanan sehingga terjadi

gagal jantung kiri-kanan.

V. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala dari gagal jantung kiri bervariasi diantara

individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga

tergantung pada derajat penyakit. (Ghanie, 2006)

a. Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal

jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh

meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru

yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran

udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum

kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai

edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka

dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas

menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea

(dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi

aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah

sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas

bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru

lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh

timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi

Page 35: CLL dengan AHD

yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan

dengan dispnea atau ortopnea.

b. Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru,

terutama pada posisi berbaring.

c. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru

adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya

terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya

gravitasi.

d. Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial

yang terjadi akibat distensi vena.

VI. Diagnosis

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada

anamnesis, gejala-gejala yang ada dan penemuan klinis disertai

dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,

ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan

biomarker (Panggabean, 2009).

Kriteria Diagnosis :

Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal

jantung kongestif

Kriteria Major :

a. Paroksismal nokturnal dispnea

b. Distensi vena leher

c. Ronki paru

d. Kardiomegali

e. Edema paru akut

f. Gallop S3

g. Peninggian tekana vena jugularis

h. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

a. Edema eksremitas

Page 36: CLL dengan AHD

b. Batuk malam hari

c. Dispnea d’effort

d. Hepatomegali

e. Efusi pleura

f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

g. Takikardi(>120/menit)

Major atau minor

Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major

dan 2 kriteria minor.

VII. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang (PAPDI, 2006)

1. Foto Rontgen dada : untuk mengetahui pembesaran jantung,

distensi vena pulmonalis dan redistribusi apeks paru

(opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks)

2. Elektrokardiografi : membantu menunjukkan etiologi gagal

jantung (infark, iskemi, hipertrofi, dan lain-lain) dapat

ditemukan low voltage, T inversi, QS depresi ST, dan lain-

lain

Laboratorium :

1. Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukoa, elektrolit),

hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan lipid darah

2. Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria.

VIII. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada gagal jantung yaitu

(PAPDI,2006) :

1. Syok kardiogenik

Page 37: CLL dengan AHD

2. Infeksi paru

3. Gangguan keseimbangan elektrolit

IX. Penatalaksanaan

Terapi pada penderita gagal jantung (PAPDI, 2006) :

1. Terapi Non Farmakologi

Anjuran umum :

- Edukasi

- Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi penderita

- Gagal jantung berat menghindari penerbangan

panjang

Tindakan umum :

- Diet (hindari obesitas, rendah garam, dan kontrol

jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5

liter pada gagal jantung ringan)

- Hentikan rokok

- Hentikan alkohol

- Aktivitas fisik dengan beban yang tidak terlalu berat

- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan

eksaserbasi akut.

2. Farmakologi

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung

membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.

Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila

respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan,

berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik

dengan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton,

dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas

pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat

(klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung

sistolik.

Page 38: CLL dengan AHD

b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas

neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan

disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan

dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai

dosis yang efektif.

c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.

Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama

beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal

jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil.

Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat

Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau

metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan

penghambat ACE dan diuretik.

d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada

intoleransi terhadap ACE ihibitor.

e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan

gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama

yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama

diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk

pencegahan emboli serebral pada penderita dengan

fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.

Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis

maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient

Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma

ventrikel.

g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang

asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap.

Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia

yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama

amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan

Page 39: CLL dengan AHD

tidak digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat

digunakan untuk mencegah kematian mendadak.

h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan

kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi

pada gagal jantung.

DAFTAR PUSTAKA

Page 40: CLL dengan AHD

Aster, J. 2007. Sistem hematopoeitik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patofisiologi

edisi 7. EGC : Jakarta

Ghanie, A. (2006). Gagal Jantung Kronik. Dalam B. S. Aryo Sudaryo, Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam (hal. 1511-1530). Jakarta: FK UI

Liu, Delong. 2014. Chronic Lymphocytic Leukemia. Diunduh

darihttp://emedicine.medscape.com/ 

Lorraine, W. 1995. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). EGC :

Jakarta.

Mir, AM. 2014. Lymphocytic Leukemia Kronis Diagnosis Banding. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/

Panggabean, MM. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

InternaPublishing : Jakarta.

PAPDI. 2006. Panduan Pelayanan Medik (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit

Dalam Indonesia). FKUI : Jakarta

Raphael, C, et al. 2007. Limitations of the New York Heart Association functional

classification system and self-reported walking distances in chronic heart

failure. Heart 2007;93:476–482. doi: 10.1136/hrt.2006.089656

Rotty LWA. 2009. Leukemia Limfositik Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid2 FKUI: Jakarta

Sylvia, AP.2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC :

Jakarta