37
BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2016 UNIVERSITAS HALU OLEO KOLITIS ULSERATIF OLEH SUL FADHILAH HAMZAH K1A1 10 017 PEMBIMBING dr. FARULY WIJAYA S. LIMBA, Sp. B

Colitis Ulceravite

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bagian Ilmu Bedah

Citation preview

Page 1: Colitis Ulceravite

BAGIAN ILMU BEDAH REFERATFAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2016UNIVERSITAS HALU OLEO

KOLITIS ULSERATIF

OLEH

SUL FADHILAH HAMZAHK1A1 10 017

PEMBIMBINGdr. FARULY WIJAYA S. LIMBA, Sp. B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI

2016

Page 2: Colitis Ulceravite

KOLITIS ULSERATIFSul Fadhilah Hamzah, Faruly Wijaya S Limba

I. PENDAHULUAN

Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang

melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum

jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu kolitis ulseratif

(Ulcerative Colitis), penyakit Crohn (Crohn’s disease), dan bila sulit

membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori

inderteminate colitis1.

Kolitis ulseratif merupakan penyakit inflamasi mukosa yang

membentuk abses di kripta Lieberkuhn dan bergabung menjadi tukak. Daerah

antara ulkus tampak udem dan terjadi proliferasi radang yang mirip dengan

polip (pseudopolip atau polip radang)2.

Penyakit ini terjadi di rektum pada 95% kasus dan mungkin dapat

meluas ke arah proksimal dan melibatkan beberapa bagian atau seluruh

bagian dari usus besar. Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah

dan nyeri abdomen3.

II. EPIDEMIOLOGI

Kolitis ulseratif memiliki prevalensi tiga kali lebih sering

dibandingkan dengan penyakit Crohn. Di Amerika Serikat, kolitis ulseratif

terjadi lebih sering pada populasi dengan ras kulit putih. Berdasarkan statistik

internasional, kolitis ulseratif sering terdapat di negara-negara bagian barat

dan utara, insidensnya rendah di negara-negara Asia dan Timur Tengah4.

1

Page 3: Colitis Ulceravite

Di Indonesia belum dapat dilakukan studi epidemiologi. Disini

diperlukan suatu konsensus profesi agar kasus IBD di Indonesia dapat

teridentifikasi secara lebih baik dan mendapat pengobatan lebih optimal. Di

lain pihak proses pencatatan dan pelaporan akan lebih seragam dan dapat

lebih dipertanggungjawabkan untuk suatu penelitian epidemiologik, baik

dalam populasi maupun data Rumah Sakit1.

Kolitis ulseratif ditemukan terutama pada orang muda (15-30 tahun)

dan usia lanjut (60-80 tahun); jumlah penderita perempuan sedikit lebih

banyak daripada lelaki2 . Kolitis ulseratif jarang mengenai populasi yang

berusia lebih muda dari 10 tahun. Dua dari 100.000 anak terkena penyakit ini,

namun 20-25% dari semua kasus kolitis ulseratif terjadi pada usia 20 tahun ke

bawah5.

III. ETIOLOGI5

Penyebab kolitis ulseratif tidak diketahui. Teori yang paling umum

bahwa kolitis ulseratif disebabkan oleh beberapa faktor genetik, reaksi sistem

imun yang salah, pengaruh dari lingkungan, penggunaan obat-obatan anti

inflamasi non-steroid, kurangnya kadar anti oksidan di dalam tubuh, faktor

stress, ada atau tidaknya riwayat merokok, dan riwayat mengonsumsi produk

susu. Sebagai contoh, beberapa orang memiliki risiko secara genetik untuk

terkena penyakit ini. Bakteri dan virus dapat memicu sistem imun mereka,

sehingga mengakibatkan suatu inflamasi. Karena kolitis ulseratif lebih sering

muncul di negara berkembang, sangat memungkinkan diet tinggi lemak jenuh

dan makanan yang diawetkan memiliki kontribusi pada penyakit ini.

2

Page 4: Colitis Ulceravite

a. Penyebab genetik

Hipotesis terkini mengatakan bahwa genetik dapat menyebabkan

seseorang memperoleh kelainan pada respon imun humoral dan respon

imun yang dimediasi sel dan/atau respon imun secara umum yang

direaktivasi oleh bakteri komensal dan menyebabkan disregulasi respon

imun pada mukosa sehingga mengakibatkan inflamasi pada kolon.

Riwayat adanya kolitis ulseratif pada keluarga diasosiasikan dengan

seseorang yang memiliki risiko tinggi terkena penyakit ini. Kesesuaian

penyakit ini ditemukan pada anak kembar monozigot. Penelitian genetik

telah mengidentifikasi beberapa lokus, beberapa di antaranya terkait

dengan kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Baru-baru ini, salah satu

lokus yang diidentifikasi juga dikaitkan dengan kerentanan terhadap

karsinoma kolorektal. Kromosom pada pasien dengan kolitis ulseratif

dianggap kurang stabil. Fenomena ini juga dapat berkontribusi pada risiko

karsinoma yang meningkat. Apakah abnormalitas ini merupakan

penyebab atau akibat dari respon inflamasi sistemik yang terus-menerus

pada kolitis ulseratif, hal ini juga belum diketahui.

b. Reaksi imun

Reaksi imun yang membahayakan integritas barier epitel usus

dapat menyebabkan kolitis ulseratif. Autoantibodi serum dan mukosa

yang sifatnya melawan sel epitel usus mungkin terlibat. Adanya antibodi

antineutrofil sitoplasma / antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)

dan anti-Saccharomyces cerevisiae antibodi (ASCA) adalah ciri-ciri

3

Page 5: Colitis Ulceravite

utama dari penyakit inflamasi usus. Selain itu, abnormalitas yang terjadi

pada sistem imun dianggap sedikit berperan pada rendahnya insiden

kolitis ulseratif pada pasien yang telah menjalani operasi usus buntu

sebelumnya. Pasien-pasien yang telah menjalani appendektomi memiliki

insidens yang rendah untuk terkena kolitis ulseratif.

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan. Sebagai contoh, bakteri yang

mereduksi sulfat, memproduksi sulfat, ditemukan pada sejumlah besar

pasien dengan kolitis ulseratif, dan produksi sulfat pada lebih tinggi pada

pasien kolitis ulseratif dibandingkan pasien-pasien lainnya.

d. Penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid

Penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid lebih tinggi

pada pasien dengan kolitis ulseratif dibandingkan dengan kontrol, dan

sepertiga pasien dengan kolitis ulseratif eksaserbasi yang dilaporkan baru

saja menggunakan obat-obatan anti inflamasi non-steroid. Penemuan ini

dapat menjadi bukti bahwa penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-

steroid harus dihindari pada pasien dengan kolitis ulseratif.

e. Etiologi lainnya

Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kolitis ulseratif, antara lain:2

1. Vitamin A dan E, di mana keduanya merupakan antioksidan, memiliki

kadar yang rendah pada anak-anak dengan kolitis ulseratif

eksaserbasi.

4

Page 6: Colitis Ulceravite

2. Stress psikologik dan stress psikososial berperan pada kolitis ulseratif

dan dapat mempresipitasi terjadinya eksaserbasi

3. Merokok biasanya tidak berhubungan dengan kolitis ulseratif. Hal ini

berkebalikan dengan penyakit Crohn

4. Konsumsi susu dapat menyebabkan eksaserbasi dari penyakit ini

IV. ANATOMI

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan

panjang sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani.

Kaliber kolon berubah secara perlahan, mulai dari sekum (± 8,5 cm) sampai

sigmoid (± 2,5 cm). Panjang kolon sangat bervariasi untuk tiap individu,

berkisar antara 91-125 cm, bahkan lebih 6,7.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Normal sekum

menunjukkan kontur yang rata dan licin. Pada sekum terdapat katup ileosekal

dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Katup ileosekal

mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah

terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus. Kolon

dibagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid. Tempat

kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-

turut disebut sebagai fleksura hepatica dan fleksura lienalis. Kolon desenden

dimulai dan fleksura lienalis ke arah bawah sampai persambungannya dengan

sigmoid. Batas yang tegas antara kolon desenden dengan sigmoid sukar

ditentukan, namun krista iliaka mungkin dapat dianggap sebagai batas

peralihannya. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan membentuk

5

Page 7: Colitis Ulceravite

lekukan berbentuk S. Bentuknya yang demikian itu seringkali menyukarkan

penilaian radiografik proyeksi antero-posterior. Proyeksi oblik dan lateral

merupakan cara terbaik untuk mengatasinya. Lekukan bagian bawah

membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian

utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dari

kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir

dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani

eksternus dan internus. Panjang rektum kanalis ani adalah sekitar 15 cm 6,7

Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul

dalam tiga pita yang disebut sebagai taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid

distal, sehingga rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang

lengkap. Panjang taenia lebih pendek dari usus, sehingga usus tertarik dan

berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut sebagai haustra.

Apendises apiploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi

lemak dan melekat di sepanjang taenia6.

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan

berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior

mendarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal

kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior mendarahi belahan kiri

(sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, kolon sigmoid, dan

bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari

arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka

interna dan aorta abdominalis 6.

6

Page 8: Colitis Ulceravite

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena

mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis

superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena

hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga

merupakan bagian sirkulasi sistemik 6.

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan

pengecualian sfingter eksterna yang berada dalam pengendalian voluntar.

Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon

transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai

bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf

splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan

aortikorenalis, kemudian serabut pascaganglion menuju kolon. Rangsangan

simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang sfingter

rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan 6.

Gambar 1. Anatomi usus besar (dikutip dari kepustakaan 8)

7

Page 9: Colitis Ulceravite

V. FISIOLOGI

Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk

membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat

dikeluarkan. Sebagian besar absorbsi dalam usus besar terjadi pada

pertengahan proksimal kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon

pengabsorbsi, sedangkan kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi

sebagai tempat penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk ekskresi

feses dan oleh karena itu disebut kolon penyimpanan 7.

Mukosa usus besar seperti juga mukosa usus halus, mempunyai

kemampuan absorpsi aktif natrium yang tinggi, dan gradient potensial listrik

yang diciptakan oleh absorpsi natrium juga menyebabkan absorpsi klorida.

Taut erat diantara sel-sel epitel dari epitel usus besar jauh lebih erat daripada

taut erat di usus halus. Absorbsi ion natrium dan klorida menciptakan gradien

osmotik di sepanjang mukosa usus besar, yang kemudian akan menyebabkan

absorpsi air. Usus besar dapat mengabsorpsi maksimal 5 sampai 8 liter cairan

dan elektrolit setiap hari. Bila jumlah total cairan yang masuk usus besar

melalui katup ileosekal atau melalui sekresi usus besar melebihi jumlah ini,

kelebihan cairan akan muncul dalam feses sebagai diare 7.

VI. PATOFISIOLOGI

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kolitis ulseratif merupakan

salah satu bentuk dari penyakit inflamasi pada usus. Dalam penyakit

inflamasi usus atau inflammatory bowel disease, lamina propria diinfiltrasi

oleh limfosit, makrofag, dan sel-sel lain dari sistem imunitas. Penelitian yang

8

Page 10: Colitis Ulceravite

intensif pada antigen yang memicu respon imun belum menemukan suatu

mikroba patogen tertentu. Antibodi anti-kolon telah jelas teridentifikasi dalam

serum pasien kolitis ulseratif. Penyakit inflamasi usus mungkin juga berkaitan

dengan kegagalan supresi (atau "downregulasi") dari peradangan kronis level

rendah pada lamina propria sebagai respon paparan kronis terhadap antigen

luminal, khususnya bakteri komensal 9.

Apapun pemicu antigeniknya, sel T lamina propria yang teraktivasi

terlibat dalam patogenesis penyakit inflamasi usus. Pada penyakit inflamasi

usus, yaitu penyakit Crohn, limfosit yang teraktivasi menjadi limfosit TH1

yang menghasilkan interferon-γ (IFN-γ). Sitokin pro-inflamasi, termasuk

interleukin-1 (IL-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α), dapat memperkuat

respon imun. Cedera epitel pada penyakit inflamasi usus tampaknya

disebabkan jenis oksigen reaktif dari neutrofil dan makrofag, serta sitokin

seperti TNF-α dan IFN-γ 9.

Gambar 2. Patogenesis kolitis ulseratif (dikutip dari kepustakaan 9)

9

Page 11: Colitis Ulceravite

VII. KLASIFIKASI

Klasifikasi yang menunjukkan berat ringannya kolitis ulseratif, dapat

dilihat pada tabel berikut ini 5

Tabel 1. Klasifikasi kolitis ulseratifRingan Sedang Berat

Pergerakan usus <4 per hari 4-6 per hari >6 per hari

Darah pada feses Sedikit Lumayan banyak Banyak

Demam Tidak ada Rata-rata <37,5oC

Rata-rata >37,5oC

Takikardia Tidak ada Rata-rata <90×/menit

Rata-rata >90×/menit

Anemia Ringan >75% ≤75%Laju sedimentasi <30 mm >30 mm

Gambaran endoskopi

Eritema, penurunan

corak vaskuler, granula yang masih baik

Eritema, granula kasar, corak

vaskuler tidak ada, terjadi perdarahan kontak, dan

tidak ada ulserasi

Terjadi perdarahan spontan dan

terdapat ulserasi

VIII. DIAGNOSA

a. Manifestasi klinis

Tanda utama kolitis ulseratif adalah pendarahan dari rektum dan

diare yang bercampur darah, nanah, dan lendir dan disertai tenesmus serta

terkadang juga inkontinensia alvus. Biasanya, penderita mengalami

demam, mual, muntah, dan penurunan berat badan. Pada kolitis ulseratif,

terdapat juga berbagai manifestasi di luar kolon antara lain kelainan

sistemik, kelainan kulit, artropati, dan kelainan hepatopankreatobilier2.

10

Page 12: Colitis Ulceravite

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, khususnya pemeriksaan fisik pada regio

abdomen, tidak khas. Pemeriksaan fisik seringkali normal pada pasien

dengan gejala klinis yang ringan, kecuali terdapat nyeri perut pada

kuadran kiri bawah5. Pada colok dubur dapat terasa nyeri karena adanya

fissura2. Pasien dengan kolitis ulseratif yang berat dapat memiliki gejala

defisit cairan dan gejala-gejala toksisitas, antara lain: demam, takikardia,

nyeri perut yang signifikan, dan penurunan berat badan5

c. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan anemia dan

trombositosis. Dapat ditemukan leukositosis, namun bukan

merupakan indikator yang spesifik pada penyakit ini. Pada

pemeriksaan kimia darah dapat ditemukan hipoalbuminemia,

hipokalemia, hipomagnesemia, dan alkali fosfatase yang meningkat4,5.

Peningkatan sedimentasi eritrosit dan C-reaktif protein

berhubungan dengan fase akut dari penyakit ini. Sedangkan,

pemeriksaan feses dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari

gejala yang ditimbulkan5.

2. Radiologi

a) Foto polos abdomen

Foto polos abdomen seringkali dapat membantu dalam

penegakan diagnosis kolitis ulseratif. Foto polos abdomen dapat

11

Page 13: Colitis Ulceravite

menunjukkan dilatasi kolon yang masif yang disertai dengan

kontur mukosa yang abnormal. Dilatasi yang terjadi seringkali

terdapat pada kolon transversal. Perforasi kolon merupakan salah

satu komplikasi dari kolitis ulseratif. Perforasi dapat terjadi

dengan atau tanpa megakolon toksik. Pneumoperitoneum masif

biasanya menyertai perforasi kolon. Residu feses biasanya tidak

terlihat pada usus yang mengalami inflamasi. Gambaran edema

pada dinding usus biasa tampak pada fase akut dari kolitis

ulseratif, yang disebut juga gambaran thumbprinting. Terdapat

juga gambaran pseudopolip yang menunjukkan mukosa yang

udem diantara mukosa yang mengalami ulserasi. Pada fase kronik,

terjadi pemendekan usus akibat spasme muskulus longitudinal

atau fibrosis yang ireversibel. Selain itu, haustra pada kolon

desendens menghilang10.

Gambar 3. Foto polos abdomen pada pasien dengan kolitis ulseratif eksaserbasi akut menunjukkan gambaran thumbprinting pada fleksura splenika dari kolon (dikutip dari kepustakaan 10)

12

Page 14: Colitis Ulceravite

b) Barium enema

Barium enema dapat digunakan untuk mendiagnosis

kolitis ulseratif, membedakannya dengan penyakit Crohn, dan

untuk melihat perluasan dan fase penyakitnya.

1) Fase akut : mungkin menunjukkan penyempitan dan pengisian

yang tidak komplit hingga spasme. Tipe-tipe ulkus yang

bervariasi mungkin terlihat, ulkus yang dalam, ulkus yang

dangkal atau ulserasi submukosa yang "longitudinal" yang

memperlihatkan barium dua traktus. Pada ulkus yang dangkal,

tampak kumpulan barium yang terlihat padat , seperti titik-titik

(stippling pattern) yang terbatas pada mukosa . Ulkus yang

meluas ke arah lateral dan ke dalam daerah submukosa akan

membentuk gambaran "collar button". Edema pada haustra

mungkin mengakibatkan "thumb printing". Pseudopolips

mungkin terjadi karena adanya area edema dari mukosa 11.

2) Fase kronik : mungkin memperlihatkan kaliber lumen yang

menyempit atau yang biasa disebut sebagai kolon "Hose pipe".

Pembentukan malignan mungkin terlihat 11.

13

Page 15: Colitis Ulceravite

Gambar 4. Kolitis ulseratif fase akut yang melibatkan rektosigmoid. Pada bagian distal rektosigmoid, mukosa terlihat bergranular (panah putih) dibandingkan dengan mukosa normal (panah hitam) pada bagian proksimal

Gambar 5. Kolitis ulseratif fase lanjut menunjukkan kolon dengan hilangnya haustra, penyempitan lumen dan shortening. Ada juga ketidakteraturan mukosa di kolon transversum sesuai dengan ulserasi (dikutip dari kepustakaan 11)

14

Page 16: Colitis Ulceravite

c) Kolonoskopi

Diagnosis kolitis ulseratif berdasarkan temuan endoskopi

dan histopatologi. Pada awal proses penyakit, eritema mukosa

difus dengan hilangnya pola vaskular mukosa normal. Pada

penyakit yang ringan, mukosa mungkin memiliki granular dan

edema. Saat penyakit menjadi lebih berat, mukosa menjadi lebih

edema, mudah berdarah bila mukosa disentuh, dan akhirnya dapat

menjadi ulkus. Pseudopolyps dapat terbentuk karena regenerasi

epitel setelah serangan berulang pada pasien dengan penyakit

lama. Dengan penyakit kronis, mukosa kolon mungkin kehilangan

pola lipatan normal, dan usus besar dapat memendek dan

menyempit 9.

Gambar 6. Tampilan endoskopi pada kolitis ulseratif (dikutip dari kepustakaan 9)

15

Page 17: Colitis Ulceravite

IX. DIAGNOSA BANDING

Kolitis ulseratif paling sering didiagnosis banding dengan penyakit

Crohn, karena diagnosis yang beda memiliki terapi yang berbeda pula.

Perbedaan antara kolitis ulseratif dan penyakit Crohn dapat dilihat pada tabel

di bawah ini 5

Tabel 2. Perbedaan antara kolitis ulseratif dan penyakit CrohnKolitis Ulseratif Penyakit Crohn

Hanya kolon yang terlibat / jarang pada usus halus

Panintestinal

Inflamasi terus-menerus yang berasal dari rektum yang meluas

secara proksimal

Skip-lesions dengan mukosa yang normal di antaranya

Inflamasi hanya terdapat pada mukosa dan submukosa

Inflamasi terdapat pada transmural

Tidak terdapat granuloma Terdapat granuloma non-kaseosa

Antineutrophil cytoplasmic antibodies perinuklear (pANCA)

positif

anti– Saccharomyces cerevisiae antibodies (ASCA) positif

Perdarahan sering terjadi Perdarahan jarang terjadi

Jarang terdapat fistula Sering terdapat fistula

Selain itu, kolitis ulseratif dapat juga didiagnosis banding dengan

tuberkulosis gastrointestinal. Gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium

dapat memberikan gejala yang serupa, kecuali tuberkulosis gastrointestinal

biasanya terdapat nyeri pada fossa iliaka yang disertai dengan massa yang

dapat dipalpasi. Cara membedakannya juga bisa melalui foto toraks, di mana

lesi pulmoner yang aktif dapat ditemukan pada 60% kasus tuberkulosis

gastrointestinal. Pemeriksaan foto polos abdomen pada tuberkulosis

16

Page 18: Colitis Ulceravite

gastrointestinal dapat menunjukkan limfadenopati difus yang mengalami

kalsifikasi. Selain itu, untuk membedakannya, dapat juga kita lakukan

pemeriksaan bakteri tahan asam 5,11.

X. PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa

Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan

untuk mencegah komplikasi. Pengobatan kolitis ulseratif bergantung pada

terapi awal dengan kortikosteroid dan agen anti-inflamasi, seperti

sulfasalazine, dalam hubungannya dengan pengobatan simtomatik dengan

agen antidiare dan rehidrasi.

1. 5-aminosalicylic acid derivative (5-ASA)

5-ASA, yang bertindak sebagai topikal anti-inflamasi dalam

lumen usus, digunakan untuk mengobati kolitis ulseratif ringan

sampai moderat. Misalnya : Sulfasalazine, Balsalazide, dan

Mesalamine5,9

2. Immunosuppressant agents

Agen ini mengatur faktor kunci dari sistem kekebalan tubuh.

Agen seperti tacrolimus dan siklosporin sering efektif dalam

membawa penyakit steroid-tahan di bawah kontrol 5.

3. Kortikosteroid

Kortikosteroid mengurangi peradangan dengan menekan migrasi

leukosit polimorfonuklear dan mengembalikan peningkatan

permeabilitas kapiler. Kortikosteroid digunakan untuk induksi remisi

17

Page 19: Colitis Ulceravite

pada kolitis ulserativa aktif moderat hingga berat. Kortikosteroid tidak

memiliki peran dalam mempertahankan remisi; penggunaan jangka

panjang dapat menyebabkan efek merugikan5

4. Antimikroba

Mekanisme yang tepat untuk efek menguntungkan dari

antibiotik spektrum luas dalam pengobatan penyakit radang usus tidak

diketahui. Mekanisme potensial termasuk menghilangkan

pertumbuhan bakteri yang berlebihan, memberantas pemicu antigenik

yang dimediasi bakteri, dan potensi imunosupresif (misalnya,

metronidazol) 9.

b. Pembedahan

Risiko kolektomi secara keseluruhan adalah 20%, mulai dari 5%

pada pasien dengan proctitis hingga 50% pada pasien dengan serangan

yang sangat berat. Indikasi untuk operasi tertinggi pada tahun pertama

setelah onset penyakit, yaitu:13

1. Berat atau fulminan yang gagal untuk menanggapi terapi medis;

2. Penyakit kronis dengan anemia, sering buang air, dan tenesmus;

3. Penyakit steroid-dependent, penyakit ini tidak berat namun remisi

tidak dapat dipertahankan tanpa dosis besar steroid;

4. Risiko mengarah neoplastik : pasien yang memiliki displasia berat

pada review kolonoskopi;

5. Manifestasi ekstraintestinal;

6. Perdarahan berat atau stenosis yang menyebabkan obstruksi.

18

Page 20: Colitis Ulceravite

Secara historis, operasi telah dilihat sebagai terapi definitif untuk

kolitis ulseratif. Indikasi untuk operasi pada kolitis ulseratif bervariasi.

Kegagalan manajemen medis adalah indikasi yang paling umum untuk

operasi 14.

Untuk kolitis ulseratif, kolektomi adalah prosedur kuratif. Sekitar

40% pasien dengan kolitis ulseratif yang luas akhirnya menjalani

kolektomi, biasanya karena penyakit mereka tidak menanggapi secara

memadai untuk terapi medis. Kolektomi darurat mungkin diperlukan pada

pasien dengan megakolon toksik atau serangan fulminan berat tanpa

megakolon toksik. Operasi standar untuk kolitis ulseratif adalah

proktokolektomi dan ileostomy Brooke. Yang paling populer, operasi

alternatif total proktokolektomi dengan kantong ileum anal anastomosis;

dalam prosedur ini, kantong dibangun dari terminal 30 cm dari ileum, dan

ujung distal kantong ditarik melalui lubang anus. Anastomosis ileoanal

kadang-kadang disulitkan oleh peradangan pada kantong ileum (disebut

pouchitis), yang dapat diobati dengan antibiotik (biasanya, metronidazol,

500 mg tiga kali sehari atau 20 mg / kg sehari, atau ciprofloxacin, 500 mg

dua kali sehari selama durasi 2 minggu). Keputusan untuk atau menolak

kolektomi dan jenis operasi lainnya dipengaruhi oleh usia pasien, keadaan

sosial, dan durasi penyakit, dan keputusan ini membutuhkan konsultasi

ahli. Bila indikasi lain samar-samar, risiko keganasan mungkin merupakan

indikasi untuk kolektomi9.

19

Page 21: Colitis Ulceravite

XI. KOMPLIKASI

a. Akut

1. Megakolon toksik

Dilatasi kolon akut atau megakolon toksik, yang disebabkan

oleh progresivitas penyakit di dinding, dapat dicetuskan oleh

pemberian sediaan opiat atau pemeriksaan Roentgen barium.

Penderita tampak sakit berat, disertai dengan takikardi dan syok

toksik2.

2. Perforasi

Perforasi kolon pada kolitis ulseratif adalah komplikasi serius

dengan angka kematian 50% atau lebih. Perforasi kadang-kadang

dapat terjadi tanpa dilatasi toksik. Umumnya, pasien dengan serangan

berat harus ditatalaksana agar tidak memperberat komplikasi ini13

3. Perdarahan

Perdarahan rektum yang berat jarang terjadi dan kadang-kadang

mungkin diperlukan transfusi dan sangat jarang operasi5.

b. Kronik

1. Keganasan

Karsinoma merupakan penyulit lambat yang ditemukan pada

25% penderita setelah 20 tahun dan pada 30-40% setelah 30 tahun.

Karsinoma sering timbul multisentrik, dan dapat dijumpai di kolon

bagian kanan. Oleh karena itu, bila ditemukan displasia epitel mukosa

20

Page 22: Colitis Ulceravite

pada pemeriksaan biopsi, harus dipertimbangkan untuk melakukan

kolektomi total2.

2. Manifestasi extraintestinal

Arthritis terjadi pada sekitar 15% pasien dan polyarthropathy

pada sendi besar, mempengaruhi lutut, pergelangan kaki, siku dan

pergelangan tangan. Sakroilitis dan ankylosing spondylitis 20 kali

lebih sering pada pasien dengan kolitis ulseratif. Manifestasi lain

meliputi:

a) Lesi kulit: eritema nodosum, pioderma gangrenosum atau ulserasi

aftosa;

b) Masalah mata: iritis;

c) Penyakit hati: sclerosing cholangitis telah dilaporkan pada hingga

70% kasus.

XII. PROGNOSIS

Prognosis pasca kolektomi elektif dengan reservoair dan anastomosis

ileoanal cukup baik. Mortalitas pembedahan sekitar 1%. Sembilan puluh

persen penderita dapat hidup dan bekerja normal kembali. Sekitar 3%

mengalami impotensi dan 10% mengalami gangguan seksual lain2

21

Page 23: Colitis Ulceravite

DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat D. 2007. Inflammatory bowel disease alur diagnosis dan pengobatannya di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setyohadi W, Alwi K, Setiadi S,editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam, ed 5 jilid 1. Jakarta: Interna publishing. p. 384-8

2. Riwanto. 2010. Kolitis ulserosa. In: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono T, Rudiman R, editors. Sjamsuhidajat-de Jong buku ajar ilmu bedah, ed 3. Jakarta: EGC. p. 769-72

3. Kornbluth A, Sachar DB. 2010. Ulcerative colitis practice guidelines in adults : american college of gastroenterology, practice parameters committee. Am. coll of gastroenterology.

4. Friedman S, Blumberg R. 2012. Inflammatory bowel disease. In: Longo DL, Fauci SA, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Braunwald E. Harrison's principles of internal medicine. 18th ed. New york: Mcgraw-hill companies. p. 2477-95

5. Basson MD, Katz J. 2015. Ulcerative colitis. Medscape Reference, Drug,Disease and Procedures. [cited March, 15 2016]. Available in http://emedicine.medscape.com/article/183084

6. Lindseth GN. 2006. Gangguan usus besar. In: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi : konsep klinis dasar-dasar penyakit vol. 1. ed 6. Jakarta: ECG. p. 456-64.

7. Tony KS. 2010. Kolon. In: Rasad S. Radiologi diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Balai penerbit FKUI. p. 256-63.

8. Netter FH. 2011. Abdomen. In: Netter FH, editor. Atlas of human anatomy. 5 ed. Philadelphia: Saunders elsevier. p. 262-3.

9. Chtenstein G. 2012. Inflammatory bowel disease. In: Goldman L, Schafer A, editors. Goldman’s cecil medicine 24th edition. Philadephia: Elsevier Saunders. p. 913-20

10. Khan AN, Lin EC. 2015. Ulcerative colitis imaging. Medscape Reference, Drug,Disease and Procedures. [cited March, 15 2016]. Available in http://emedicine.medscape.com/article/375166-overview

22

Page 24: Colitis Ulceravite

11. Conder G, Rendle J, Kidd S, Misra RR. 2009. In: Misra RR, editor. A-Z of abdominal radiology. Cambridge: Cambridge university press. p. 96-98

12. Anand MKN. 2015. Gastrointestinal tuberculosis imaging. Medscape Reference, Drug,Disease and Procedures. [cited March, 15 2016]. Available in http://emedicine.medscape.com/article/376015

13. Williams N. 2008. Ulcerative Colitis. In : Williams N, Bulstrode C, O’connell PR, editors. Bailey & Love’s short practice of surgery ed. 25th. London: Hodder Arnold

14. Adkins E. 2015. Surgical treatment of ulcerative colitis. Medscape Reference, Drug,Disease and Procedures. [cited March, 15 2016]. Available in http://emedicine.medscape.com/article/937427

23