Upload
imam1982
View
2.014
Download
83
Embed Size (px)
Citation preview
Corfu Channel Case 1949
(United Kingdom of Great Britain v. Albania)
A. Pengantar:
Kasus selat Corfu timbul dari insiden yang terjadi pada tanggal 22 Oktober 1946
di selat Corfu, dimana dua Kapal perusak Inggris membentur ranjau di perairan
Albania dan menderita kerusakan, termasuk adanya korban jiwa. Inggris
mengacu kepada Resolusi 9 April 1947 dari Dewan Keamanan yang
merekomendasikan kedua pemerintah untuk menyerahkan kasus mereka ke
Mahkamah. Inggris kemudian menyerahkan perkara dimana Albania
berkeberatan atas yurisdiksi Mahkamah, namun keberatan ini ditolak lewat
keputusan 25 Maret 1948, Mahkamah menyatakan bahwa dirinya memiliki
Yurisdiksi.
B. Fakta:
1. Pada 22 Oktober 1946, dua kapal penjelajah (cruiser) Mauritius dan
Leander serta dua kapal perusak (destroyer) Saumarez dan Volage Inggris
memasuki selat Corfu dari arah selatan. Selat Corfu merupakan bagian
dari wilayah perairan Albania.
2. Pada tahun 1944 dan 1945 pernah dilakukan penyapuan ranjau di sekitar
wilayah Selat Corfu, hingga tahun 1946 ketika insiden ini terjadi Selat
Corfu dinyatakan “aman”.
3. Salah satu kapal perusak Inggris (Saumarez) menabrak ranjau hingga
mengalami kerusakan yang parah. Kapal perusak lain (Volage) dikirim
untuk memberikan bantuan, ketika menderek Saumarez, Volage juga
membentur ranjau dan mengalami kerusakan yang lebih parah. Empat
puluh lima perwira dan pelaut Inggris gugur dan empat puluh dua lainnya
terluka.
4. Sebuah insiden pernah terjadi di perairan ini, pada bulan Mei tahun 1946,
pos jaga Albania menembak 2 kapal penjelajah Inggris (Orion dan Superb).
Pemerintah Inggris memprotes, menyatakan bahwa hak lintas damai
(innocent passage) melalui selat adalah hak yang dikenal dalam hukum
Internasional. Pemerintah Albania menyatakan bahwa kapal perang asing
dan kapal dagang dilarang masuk laut teritorial Albania tanpa izin
sebelumnya; dan pada Agustus 1946, pemerintah Inggris telah
menyatakan bahwa, apabila di masa mendatang tembakan dilepaskan
kepada Kapal Perang Inggris yang melintasi selat, maka Kapal Inggris
akan membalasnya.
5. Setelah ledakan tanggal 22 Oktober Pemerintah Inggris mengirimkan nota
ke Tirana perihal niatannya untuk melakukan operasi penyapuan ranjau
di sekitar Selat Corfu.
6. Albania tidak memberikan izin kecuali operasi penyapuan ranjaunya
berada di luar laut teritorial Albania dan menegaskan bahwa penyapuan
yang dilakukan di perairan Albania merupakan pelanggaran kedaulatan
Albania.
7. Penyapuan ranjau dilakukan oleh angkatan laut Inggris pada tanggal 12
dan 13 November 1946, di laut teritorial Albania dan berada di wilayah
selat yang sebelumnya disapu. Hasilnya 22 ranjau dapat dijinakkan,
ranjau-ranjau tersebut adalah tipe GY buatan Jerman;
8. Ketika insiden ini terjadi, Albania dan Yunani sedang menghadapi
sengketa perbatasan.
C. Permasalahan Hukum:
Melalui Special Agreement, kedua belah pihak meminta putusan Mahkamah
terhadap dua permasalahan hukum sebagai berikut:
1. Apakah Albania bertanggungjawab terhadap ledakan yang terjadi, dan
apakah muncul kewajiban untuk membayar kompensasi?
2. Apakah Inggris telah melanggar Hukum Internasional lewat tindakan
angkatan lautnya di wilayah perairan Albania, pertama pada hari ketika
ledakan terjadi, kedua pada tanggal 12 dan 13 November 1946, ketika
kapalnya melakukan operasi penyapuan ranjau di Selat Corfu?
D. Putusan Mahkamah:
1. Terhadap permasalahan yang pertama Mahkamah memutuskan Albania
bertanggung jawab (11 : 5) dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Mahkamah menemukan bahwa ledakan yang terjadi diakibatkan oleh
ranjau yang di tanam pada ladang ranjau yang di sapu pada tanggal 13
November. Dapat juga disimpulkan bahwa penamaman ranjau
dilakukan tidak terlalu lama sebelum insiden terjadi dikarenakan pada
tahun 1944 dan 1945 pernah terjadi operasi penyapuan ranjau di
wilayah ini, dan ketika insiden ini terjadi pada tahun 1946 wilayah Selat
Corfu dinyatakan “aman”. Selain itu dampak kerusakan dari ranjau
ketika insiden terjadi sama dengan dampak dari ranjau yang dijinakan
pada tanggal 13 November, sehingga teori mengenai bahwa ranjau
ditanam setelah insiden tanggal 22 Oktober tidak dapat diterima
Mahkamah;
b. Mahkamah tidak merasa perlu mencari dasar hukum tentang
tanggungjawab Albania dalam pemasangan ranjau, terutama apakah
ranjau ini dipasang sendiri atau tidak oleh pihak Albania. Meskipun
Inggris menuduh bahwa dua kapal Yugoslavia memasang ranjau
dengan perintah atau sepengetahuan Albania, Mahkamah
menganggap bahwa tuduhan Inggris tersebut tidak dapat dibuktikan;
c. Mahkamah berpendapat bahwa pemerintah Albania sepenuhnya sadar
perihal keberadaan ladang ranjau di wilayahnya, Albania memprotes
secara tegas aktivitas armada Inggris akan tetapi tidak memprotes
peletakan ranjau. Albania tidak memberitahukan kapal yang melintas
perihal keberadaan ranjau, sebagaimana diwajibkan oleh Hukum
Internasional. Mahkamah menyimpulkan bahwa terhadap tindakan
Albania hanya dapat dijelaskan meskipun Albania mengetahui
keberadaan ranjau ini, akan tetapi Albania bermaksud merahasiakan
keberadaannya;
d. Mahkamah berpendapat bahwa secara geografis selat tersebut dapat
dilihat dan dapat dengan mudah diawasi (ranjau terdekat adalah 500
meter lepas garis pantai). Peletakan ranjau yang dilakukan secara rapi
dan metodik dianggap tidak mungkin luput dari pengawasan para
penjaga pantai;
e. Dari seluruh fakta dan observasi yang dilakukan oleh Mahkamah, dapat
disimpulkan bahwa pemasangan ranjau tidak dapat diselesaikan tanpa
sepengetahuan Albania, sehingga adalah tugas Albania untuk
memberitahukan kapal-kapal dan khususnya untuk memperingatkan
kapal-kapal yang berlayar melewati selat pada 22 Oktober perihal
bahaya yang akan mereka hadapi. Pada faktanya, tidak ada hal
apapun yang dicoba dilakukan Albania untuk mencegah bencana
terjadi dan kelalaian ini menimbulkan pertanggungjawaban
Internasional bagi Albania;
f. Melalui putusan tanggal 15 Desember 1949, Mahkamah menentukan
kompensasi yang harus dibayar oleh Albania terhadap Inggris sebesar
£843,947 atau $2,009,437
2. Terhadap permasalahan yang kedua Mahkamah memutuskan bahwa
Inggris tidak melanggar kedaulatan Albania pada tanggal 22 Oktober,
sedangkan pada tanggal 12-13 November, Mahkamah menyatakan Inggris
telah melanggar kedaulatan Albania (14 : 2) dengan pertimbangan
sebagai berikut:
a. Albania menolak bahwa lintas yang dilakukan oleh kapal Inggris pada
tanggal 22 Oktober adalah damai. Albania menuduh bahwa masuknya
kapal Inggris ke perairan Albania adalah suatu misi politik dan hal itu
dapat dilihat dari jumlah kapal, bentuk formasi, persenjataan ,
manuver, dll. Dalam hal ini Mahkamah berpendapat lain, Mahkamah
menganggap bahwa lintas yang dilakukan oleh kapal Inggris pada
tanggal 22 Oktober adalah lintas damai yang dilindungi oleh Hukum
Internasional, terutama Selat Corfu juga merupakan selat yang biasa
dipergunakan untuk pelayaran internasional.
b. Terhadap tindakan Inggris pada tanggal 12-13 November, Mahkamah
berpendapat bahwa tindakan Inggris ini bukanlah lintas damai.
Pemerintah Inggris juga secara terang-terangan menyatakan bahwa
tujuan dari operasi tanggal 12-13 November adalah melakukan
penyapuan dengan aman dan secepat mungkin. Mahkamah tidak
dapat menerima alasan Inggris bahwa tindakannya ini merupakan
suatu bentuk pencegahan dini (self protection atau self help) agar
dikemudian hari tidak terjadi insiden yang sama. Mahkamah
berpendapat bahwa operasi Inggris tanggal 12-13 November adalah
suatu bentuk intervensi yang tidak mendapat tempat dalam Hukum
Internasional.
E. Analisa singkat:
1. Pertanggungjawaban negara berhubungan erat dengan suatu keadaan
bahwa terhadap prinsip fundamental dari hukum internasional, negara
atau suatu pihak yang dirugikan menjadi berhak untuk mendapatkan ganti
rugi atas kerugian yang dideritanya. Karena itu, pertanggungjawaban
negara akan berkenaan dengan ketentuan tentang atas dasar apa dan
situasi bagaimana negara dapat dianggap telah melakukan tindakan yang
salah secara internasional;
2. Apabila suatu negara melanggar kewajiban yang telah ditetapkan dalam
hukum internasional, terhadapnya dikenakan tanggung jawab untuk
mengganti kerugian;
3. Mahkamah Internasional dalam kasus Corfu Channel 1949 ini menyatakan
bahwa kewajiban negara pantai untuk menjaga jalur pelayaran di
wilayahnya, apabila tidak dilaksanakan dapat dinyatakan telah melakukan
pelanggaran internasional dan pada akhirnya mengakibatkan tanggung
jawab. Dalam kasus ini Albania dinyatakan bersalah dan harus membayar
ganti rugi terhadap Inggris.
Leander
Saumarez
Orion
Mauritius