11
Critical Appraisal APAKAH HASIL ARTIKEL INI VALID? A. PETUNJUK PRIMER 1. Apakah penempatan pasien ke dalam kelompok terapi dirandomisasi? a) Intervensi yang diberikan: SSRI (escitalopram) atau Psikoterapi (IPT) b) Jumlah total awal pasien: 456 orang c) Kriteria yang tidak boleh dimiliki pasien: pernah mengalami episode manic dan hypomanic, adanya diagnosis anorexia atau bulimia nervosa, gangguan antisosial, menggunakan obat terlarang atau adiksi obat terlarang selama 3 bulan terakhir, dalam proses perencanaan kehamilan atau sedang hamil, adanya penyakit klinis yang signifikan, tidak bisa mentoleransi intervensi yang akan diberikan pada penelitian, bipolar disorders, dan penyakit depresi yang sudah diharuskan di rawat inap. d) Studi yang dilakukan: kunjungan tiap minggu dengan 3 titik poin dilakukan pada minggu ke 6,12, dan 20. Escitalopram dimulai dengan dosis 10 mg dan dititrasi jika memungkinkan sampai dosis 20mg/hari. Sedangkan IPT dilakukan pada minggu ke 6 pada pasien yang tidak menunjukan respon dan pada minggu ke 12 pada pasien yang tidak dalam remisi. SSRI 1

Critical Appraisal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ca

Citation preview

Critical Appraisal

APAKAH HASIL ARTIKEL INI VALID?A. PETUNJUK PRIMER

1. Apakah penempatan pasien ke dalam kelompok terapi dirandomisasi?

a) Intervensi yang diberikan: SSRI (escitalopram) atau Psikoterapi (IPT)b) Jumlah total awal pasien: 456 orangc) Kriteria yang tidak boleh dimiliki pasien: pernah mengalami episode manic dan hypomanic, adanya diagnosis anorexia atau bulimia nervosa, gangguan antisosial, menggunakan obat terlarang atau adiksi obat terlarang selama 3 bulan terakhir, dalam proses perencanaan kehamilan atau sedang hamil, adanya penyakit klinis yang signifikan, tidak bisa mentoleransi intervensi yang akan diberikan pada penelitian, bipolar disorders, dan penyakit depresi yang sudah diharuskan di rawat inap.d) Studi yang dilakukan: kunjungan tiap minggu dengan 3 titik poin dilakukan pada minggu ke 6,12, dan 20.Escitalopram dimulai dengan dosis 10 mg dan dititrasi jika memungkinkan sampai dosis 20mg/hari. Sedangkan IPT dilakukan pada minggu ke 6 pada pasien yang tidak menunjukan respon dan pada minggu ke 12 pada pasien yang tidak dalam remisi. SSRI juga ditambahkan pada waktu yang sama untuk pasien yang diberikan perlakukan IPT namun tidak menunjukan respon atau remisi.Pasien yang mengalami kesulitan tidur diperbolehkan mengonsumsi lorazepam sampai dosis 4mg, hingga kesulitan tidur mereka telah teratasi.Penilaian dilakukan dengan 2 cara yaitu self report dan cara wawancara oleh para ahli mengenai pikiran maupun keinginan untuk bunuh diri. Dinilai dengan menggunakan item nomer 3 pada HDRS mengenai pikiran untuk bunuh diri dan item nomer 12 pada QIDS mengenai pikiran untuk bunuh diri. ESI dikatakan ada jika HDRS 2 dan QIDS 2.

2. Apakah semua pasien yang dimasukan ke dalam penelitian dipertimbangkan dan disertakan dalam pembuatan kesimpulan?a. Apakah follow up lengkap?

Dari total 291 pasien yang diberikan perlakuan, 153 berada di Pittsburg dan 138 berada di Pisa. Dari 291 pasien, 149 diberikan IPT dan 142 diberikan SSRI sebagai intervensi. Pada 231 pasien keinginan/ide untuk bunuh diri tidak ada sama sekali di baseline sebelum treatmen. Namun pada 60 pasien, yang mana 59 memiliki skor 2 untuk HDRS maupun QIDS dan 1 pasien memiliki skor 3, keinginan/ide bunuh diri terdeteksi jelas.Dari total 231 pasien yang tidak memiliki keinginan/ide bunuh diri pada baseline, 32 pasien menunjukan adanya ESI pada setidaknya 1 kunjungan posttreatmen. 10 pasien terindentifikasi melalui QIDS, 10 lainnya terindentifiikasi melalui HDRS, dan 12 sisanya teridentifikasi menggunakan QIDS dan HDRS. Pada 4 dari 12 kasus yang teridentifikasi dengan QIDS dan HDRS, skor 2 dicapai pada waktu yang bersamaan pada kedua skoring sistem tersebut. Namun pada 8 kasus sisanya, QIDS mengidentifikasi lebih cepat 1 minggu dibandingkan dengan HDRS.Dari 32 pasien yang mengalami ESI, 22 telah diberikan intervensi dengan IPT dam 10 diberikan intervensi dengan SSRI. Pasien yang mengalami ESI tidak berbeda dalam umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, lamanya penyakit, skor HDRS saat baseline, dan jumlah episode depresi yang pernah dialami selama hidup. dengan pasien yang tidak mengalami ESI.Dari 32 pasien yang mengalami ESI, 18 telah diberikan intervensi dengan IPT, 6 pasien dengan SSRI, 4 pasien dengan SSRI + IPT, dan 4 pasien dengan IPT + SSRI. Jika ditinjau melalui waktu terjadinya keinginan/ide bunuh diri, 13 pasien mengalami ESI dalam waktu 4 minggu setelah treatmen dimulai, 9 orang mengalami ESI dalam waktu 5-8 minggu, dan 10 pasien mengalaminya 8 minggu setelah treatmen dimulai. Pada pasien yang menerima treatmen kombinasi, hanya 3 pasien yang mengalami ESI dalam kurun waktu 1 bulan setelah kombinasi dimulai. Pada 5 pasien lainnya, ESI dialami 25-58 hari kemudian. Waktu dari mulainya treatmen sampai terjadinya ESI lebih lama pada pasien yang diberikan treatmen SSRI dibandingkan dengan pasien yang diberikan treatmen IPT.Lalu peneliti melakukan tinjauan apakah kombinasi treatmen, lamanya dilakukan kombinasi, penggunaan benzodiazepine dan keinginan bunuh diri di masa lampau berpengaruh pada terjadinya ESI. Namun tetap ditemukan bahwa waktu dari dimulainya treatmen sampai terjadinya ESI lebih lama pada pasien yang diberikan SSRI dibandingkan dengan yang diberikan IPT.Dari 231 pasien, 25 pasien mengalami ESI hanya sementara dan hanya pada 1 kali kunjungan saja. Namun pada 7 pasien lainnya, keinginan untuk bunuh diri tetap ada sampai lebih dari 1 minggu kemudian. Dua pasien dari 7 tersebut akhirnya harus dikeluarkan dari studi untuk menerima treatmen lebih lanjut di rumah sakit. Untuk mengetahui apakah ESI merupakan tanda yang unik atau merupakan tanda meningkatnya keparahan depresi seseorang, peneliti meninjau perubahan pada total HDRS atau QIDS skor dari baseline sampai terjadinya ESI. Delapanbelas pasien dari 32 pasien dengan ESI mengalami peningkatan keparahan depresi dan 14 mengalami penurunan keparahan depresi.

b. Apakah pasien dianalisis pada kelompok randomisasi semula?YA.

B. PETUNJUK SEKUNDER1. Apakah pasien, klinisi, dan staf peneliti dibutakan terhadap terapi?TIDAK. Pasien, klinisi, dan staf peneliti mengetahui tiap terapi yang diberikan.

2. Apakah kedua kelompok sama pada awal penelitian?YA. Tidak ada perbedaan pada kedua kelompok, pasien dipilih secara acak.

3. Selain perlakuan eksperimen, apakah kedua kelompok mendapat perlakuan yang sama?YA.

APA HASILNYA?1. Berapa besar efek terapi?Control Event Rate (CER)=

Experimental Event Rate (EER)=

Relative Risk Reduction (RRR)=

Absolute Risk Reduction (ARR)=0,07 0,15

Number Needed to Treat (NNT)=

2. Bagaimana estimasi presisi efek terapi? CI sebelum ditinjau dari berbagai variable= 95% CI 1,04 4,66CI setelah ditinjau dari berbagai variable= 95% CI 1,00 4,94Hasil dari jurnal:Pada studi RCT ditemukan munculnya ESI pada 18,8% pasien yang diberikan treatmen IPT dan 8,8% pasien yang diberikan treatmen SSRI. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya. Hasil dari penelitian yang menggunakan strategi mengkombinasikan self-report (QIDS) dan HDRS yang dinilai oleh klinisi untuk menilai ada tidaknya ESI. Penggunaan lorazepam untuk insomnia diperbolehkan dan lebih sering digunakan oleh pasien yang diberikan treatmen SSRI. Hal ini memberikan kemungkinan bahwa lorazepam menurunkan tingkat kecemasan pasien atau meregulasi pola tidur pasien pada pasien yang diberikan treatmen SSRI. Maka hal ini memungkinkan adanya penurunan insiden keinginan/ide bunuh diri pada pasien dengan treatmen SSRI. Namun pada kenyataannya setelah dilakukan peninjauan ulang hasil menunjukan bahwa meskipun penggunaan benzodiazepine telah dikontrol sebaik mungkin, tetap IPT memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap kejadian ESI.Saat dilakukan peninjauan perubahan skor total HDRS dan QIDS pada 32 pasien yang positif mengalami ESI, ditemukan 18 kasus terdapat peningkatan keparahan global dari skor tersebut dan 14 kasus terjadi penurunan tingkat keparahan. Maka dapat disimpulkan bahwa, ESI bukan merupakan tanda peningkatan keparahan depresi secara global. Namun ESI mungkin merupakan sinyal/tanda spesifik untuk kemungkinan terjadinya tindakan bunuh diri.Hal lain yang ditemukan oleh peneliti adalah keinginan bunuh diri tidak selalu menetap dalam diri pasien. Hanya 4 pasien yang mengalami keinginan untuk bunuh diri harus dirujuk ke level perawatan yang lebih tinggi. Namun hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu frekuensi kunjungan ke klinik, perhatian yang spesifik kapanpun untuk memastikan pasien tidak memiliki benda benda yang dapat ia gunakan untuk mengakhiri hidup, partisipasi dari keluarga selama studi, dan adanya telepon darurat yang dapat digunakan pasien yang ingin berbicara dengan klinisi penelitian. Pasien yang mengalami peningkatan keparahan juga dapat diberikan penanganan yang sesuai atau pun dirujuk ke level perawatan yang lebih tinggi.Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa, baik SSRI maupun IPT aman digunakan untuk pasien yang mengalami depresi unipolar. Selain itu, kekhawatiran mengenai tingkat keamanan SSRI tidak perlu ditakutkan lagi karena ditemukan bahwa pasien yang menggunakan SSRI memiliki resiko yang lebih rendah untuk mengalami ESI jika dibandingkan dengan pasien yang menggunakan IPT. APAKAH HASIL INI AKAN MEMBANTU SAYA MERAWAT PASIEN1. Apakah hasil ini dapat diterapkan untuk pasien saya?YA. Karena pada penelitian ini pasien juga mengalami depresi unipolar. Pasien penelitian ini juga dalam range umur yang sama dengan pasien saya. Selain itu penelitian ini menjawab pertanyaan keluarga pasian dengan cara menjelaskan bahwa pada kenyataannya IPT lebih cepat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri dibandingkan dengan SSRI. 2. Apakah semua luaran yang penting sudah dipertimbangkan?YA.

3. Apakah manfaat terapi tersebut melebihi harm dan biayanya?Untuk IPT ditemukan lebih banyak harm dibandingkan dengan manfaatnya. Sedangkan untuk SSRI ditemukan lebih banyak manfaatnya. Dari sisi biaya belum dapat ditinjau karena dalam penelitian tidak dijelaskan secara rinci.

1