45
Clinical Science Session Retinopati Diabetikum dan Hipertensi oleh: Kelompok 1 Siti Ardina Sari 1010313009 Vitro Darma Yusra 1010313014 Yohanna Eclesia L.G 1010313032 Preseptor: dr. Fitratul Ilahi, Sp.M BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 1

Css Retinopati Diabetikum Dan Hipertensi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

CSS

Citation preview

Clinical Science SessionRetinopati Diabetikum dan Hipertensi

oleh:Kelompok 1Siti Ardina Sari1010313009Vitro Darma Yusra1010313014Yohanna Eclesia L.G1010313032

Preseptor:dr. Fitratul Ilahi, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATARSUP DR. M. DJAMIL PADANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS2015

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDiabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang menyebabkan hiperglikemia, akibat adanya defek kerja insulin, sekresi insulin, ataupun keduanya yang lama kelamaan akan menimbulkan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Menurut survey yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2004 terdapat 3,4 miliar orang didunia yang mengalami diabetes melitus dan diperkirakan pada tahun 2030 akan meningkat. Laporan Riskesdas (2007) menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat 5,7% penderita Diabetes Melitus. 1,2,3Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler. Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati. 4Beberapa gangguan dapat terjadi pada retina, salah satunya adalah retinopati. Retinopati adalah kelainan pada retina yang tidak disebabkan oleh radang. 5Angka kejadian diabetes di seluruh dunia cenderung makin meningkat, oleh sebab itu retinopati diabetik masih teteap menjadi masalah penting. Awalnya, sebagian besar penderita retinopati diabetik, hanya mengalami masalah penglihatan ringan. Namun, semakin lama akan semakin berkembang dan mengancam penglihatan. 6Retinopati juga dapat disebabkan karena penyakit hipertensi. Retinopati hipertensi merupakan kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada penderita hipertensi. Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi. 5,7

1.2 Rumusan MasalahUntuk membahas mengenai retinopati diabetikum dan hipertensi secara keseluruhan

1.3 Tujuan PenulisanTujuan penulisan adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai retinopati diabetikum dan hipertensi

1.4 Manfaat PenulisanUntuk menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit mata pada khususnya

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Gambar 1. Anatomi Bola Mata8Retina adalah membran tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang yang terdiri dari macam-macam jaringan seperti jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat mueller, membran limitans interna dan eksterna, dan sel-sel glia. Retina adalah bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima ransangan cahaya.7,8Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sistem temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. Retina mempunyai ketebalan 0,1 mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang merupakan pantulan khusus bila dilihat dengan opthlasmoskop. Fovea merupakan jaringan zona avaskular diretina pada angiografi flourosensi. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan parenkim karena akson - akson sel fotoreseptor (lapisan serat henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.8Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari sisi dalam adalah sebagai berikut:7,81. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.2. Lapisan serabut saraf,yang mengandung akson akson sel ganglion yang berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus.4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sambungan sel ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang. Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.10. Epitelium pigmen retina.

Gambar 2. Penampang histologis lapisan retina8

Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris dan arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch, memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam. Arteri retina sentralis berasal dari cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola mata dibagian medial bawah 12 mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata. Setelah masuk ke dalam bola mata, arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang superior dan inferior. Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi arteriol dan kehilangan lapisan otot serta lamina elastik internanya. Arteriol retina yang berada dilapisan serat saraf akan bercabang- cabang akhirnya menjadi jaringan kapiler yang luas, yang terletak pada semua lapis retina dalam sampai membrana limitan eksterna.7Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan dindingnya lebih tebal. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak terputus, dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel pembuluh darah yang bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina bagian dalam (inner barrier), sedangkan sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh ikatan yang erat bagian lateral sel-sel epitel pigmen retina pada zonula adherens dan zonula occludens (outer barrier).7Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan enotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri. Pada tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70% arteri berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari pembuluh darah.7

2.2 Fisiologi RetinaSel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu, makula digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik), sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).7,8Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Suatu benda akan berwarna bila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap panjang gelombang tertentu dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400 700 nm). Penglihatan siang hari terutama oleh fotoreseptor kerucut, sore atau senja diperantarai oleh kombinasi sel batang dan kerucut, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang. 82.3 Definisi2.3.1 Retinopati DiabetikRetinopati diabetik adalah kelainan retina akibat komplikasi dari penyakit diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak. Retinopati diabetik secara perlahan-lahan akan menyebabkan kerusakan pada mata dengan terjadi kerusakan pembuluh darah retina. Keadaan ini lama kelamaan akan menimbulkan penglihatan buram dan kebutaan bahkan kebutaan secara permanen. 92.3.2 Retinopati HipertensiRetinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada penderita hipertensi.1 Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi. 5

2.4 EpidemiologiRetinopati diabetik sering ditemukan pada usia dewasa 20 sampai 74 tahun dan dapat menyebabkan kebutaan.. Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60%. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. 6Retinopati hipertensi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Prevalensi berdasarkan penelitian Framingham mendapatkan hasil rata-rata kurang dari 1%. Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam dibandingkan kulit putih. 102.5 Faktor ResikoFaktor risiko retinopati diabetik yang paling utama adalah lamanya pasien tersebut menderita penyakit diabetes. Tingginya kadar gula darah dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan retina. Penglihatan kabur adalah gejala yang paling sering ditemukan. Faktor risiko lainnya yaitu kontrol tekanan darah, kontrol lipid darah, kehamilan, dan merokok.11

2.6 Patofisiologi2.6.1 Retinopati DiabetikRetinopati diabetik terjadi melalui beberapa jalur:121. Hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan.2. Hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol.Hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.3. Hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC).Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta thrombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.2.6.2 Retinopati HipertensiPada hipertensi terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.7Peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan vasokonstriksi arteriol. Vasokonstriksi terjadi karena adanya proses autoregulasi pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina.8Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan dapat menyebabkan gangguan pada persilangan arteri dengan vena (arteriovenous crossing). Dinding arteri yang kaku akan menekan dinding vena yang lebih lembut. Penekanan pada vena oleh arteri yang sklerosis dapat terjadi dalam beberapa tahap, vena yang berada di bawah arteri tidak terlihat karena arteri yang sklerosis maka vena seolah terputus dan akan muncul lagi secara perlahan setelah melewati persilangan arteri (arteriovenous nicking). Hal ini dikenal dengan nama Gunns phenomenon. Bentuknya bervariasi tergantung dari beratnya sklerosis, bila sklerosis lebih berat menyebabkan vena menjadi defleksi pada daerah persilangan, yang terlihat seperti huruf S atau Z (salus sign). Pada keadaan tertentu vena berada di atas arteri, sehingga akan terlihat elevasi vena di atas arteri. Tahap selanjutnya akan terjadi stenosis vena di bagian distal persilangan karena proses sklerosis arteri yang berat.10,13Pada funduskopi akan terlihat sebagian pembuluh darah seperti tembaga (copper wire), karena meningkatnya ketebalan dinding dan lumen berkurang kemudian terjadi perubahan pada refleks cahaya arteriol. Bila proses sklerosis berlanjut, dinding arteri semakin menebal dan lumen mengecil yang akhirnya hampir tidak terlihat sehingga waktu penyinaran hanya berbentuk garis putih saja, yang dikenal sebagai refleks kawat perak (silver wire reflex).7,10Perdarahan akan terjadi bila hipertensi berlangsung lama dan tidak terkontrol. Proses yang kronik ini akan menyebabkan kerusakan inner blood barrier, sehingga terjadi ekstravasasi plasma dan sel darah merah ke retina (hard exudates). Perdarahan biasanya terjadi pada lapisan serabut saraf retina, distribusinya mengikuti alur serabut saraf, sehingga terlihat seperti lidah api (flame shape). Kerusakan ditingkat kapiler maka perdarahan terjadi pada lapisan inti dalam bentuknya lebih bulat (blot like appearance). 7,10Iskemik pada area non perfusi yang terjadi pada lapisan serabut saraf retina, maka serabut saraf akan berdegenerasi menjadi bengkak dan secara histologi tampak seperti suatu kelompok cystoid bodies. Kelainan ini dikenal dengan cotton wool spot (soft exudates), yang pada pemeriksaan funduskopi terlihat sebagai area putih keabuan seperti kapas dengan batas yang tidak tegas. Papil edema disebabkan oleh adanya iskemik didaerah papil yang akan menyebabkan hambatan aliran axoplasma, sehingga terjadi pembengkakan axon di papil nervus optikus. 10

Gambar 3. Mild Hypertensive Retinopathy. AV Nicking (panah putih) dan penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nicking (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B)10

Gambar 4. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B).10

Gambar 5. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan papil edema.10

Gambar 6. Hard exudate 102.7 Gejala dan Tanda2.7.1 Retinopati Diabetik Penderita retinopati diabetik sebagian besar pada tahap awal tidak menunjukan gejala penurunan penglihatan. Mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema serta perdarahan intraretina dapat ditemukan jika terjadi kerusakan sawar darah retina. Selanjutnya akan terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi dilapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transformasi aksonal. Hambatan transformasi tersebut akan menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudat pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati non proliferative.12Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru, dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati diabetik proliferatif. Edema yang hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasi retinal traksional mengakibatkan kebutaan pada diabetes melitus.122.7.2 Retinopati HipertensiRetinopati hipertensi merupakan penyakit yang berjalan secara kronis sehingga gejala penyakit awal sering tidak dirasakan. Penderita retinopati hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV oleh karena perubahan vaskularisasi akibat hipertensi seperti perdarahan, cotton wool spot, telah mengenai makula.7

2.8 Klasifikasi2.8.1 Retinopati DiabetikSecara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi : 1. Retinopati Diabetes Non-ProliferatifRetinopati diabetes merupakan mikroangiopati proresif yang ditandai dengan sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil. Kelainan awal adalah penebalan dari membran basal endotel kapiler dan berkurangnya jumlah perisit. Kelainan ini menyebabkan kapiler membentuk kantong kecil yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan akan berbentuk seperti nyala api.Retinopati nonproliferatif terbagi atas:1. Retinopati nonproliferatif ringan: sedikitnya satu mikroaneurisma2. Retinopati nonproliferatif sedang: mikroaneurisma jelas, perdarahan intra retina, gambaran manik pada vena, dan atau bercak-bercak cottton wool. 3. Retinopati nonproliferatif berat: gambaran maik pada vena. Bercak-bercak cotton wool, dan kelainan mikrovaskular intraretina.

Gambar 7. Retinopati diabetik (eksudat makula (Tanda panah kosong), mikroaneurisma (tanda panah kecil), perdarahan retina (tanda panah besar)2. MakulopatiMakulopati diabetes bermanifestasi sebagai penebalan atau edema retina setempat atau difus yang terutama disebabkan oleh kerusakan sawar darah retina pada tingkat endotel kapiler retina, yang menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan konstituen plasma ke retina sekitarnya. Makulopati lebih sering dijumpai pada pasien diabetes tipe 2 dan memerlukan penanganan segera.3. Retinopati Diabetes ProliferatifKelainan ini merupakan komplikasi mata yang paling parah pada diabetes melitus. Iskemia retina yang progresif akan merangsang pembentukan pembuluh darah baruyang menyebabkan kebocoran protein serum dan fluoresens dalam jumlah besar.

Gambar 8. Retinopati Diabetes Proliferatif

Retinopati diabetes proliferatif diawali dengan kehadiran pembuluh-pembuluh baru pada diskus optikus (NVD) atau di bagian retina manapun (NVE). Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi ke permukaan posterior vitreus dan akan menimbul saat vitreus mulai berkontraksi menjauhi retina. Kontraksi tersebut dapat menyebabkan perdarahan vitreus yang masif dan penurunan penglihatan mendadak.8

2.8.2 Retinopati HipertensiTabel 1. Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat oleh Keith et al pada tahun 1939.5StadiumKarakteristik

Stadium IPenyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina; hipertensi ringan, asimptomatis

Stadium IIPenyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa gejala dari hipertensi

Stadium IIIRetinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi ginjal

Stadium IVEdema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal

WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi

Tabel 2. Klasifikasi Scheie (1953)7StadiumKarakteristik

Stadium 0Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina

Stadium IPenyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks arterioler retina

Stadium IIPenyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda penyilangan arteriovenous

Stadium IIIPenyempitan fokal dan difus disertai hemoragik,copper-wire arteries

Stadium IVEdema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries

Tabel 3. Modifikasi klasifikasi Scheie olehAmericanAcademyof Ophtalmology7StadiumKarakteristik

Stadium 0Tiada perubahan

Stadium IPenyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi

Stadium IIPenyempitan yang jelas dengan kelainan fokal

Stadium IIIStadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IVStadium III + papiledema

Tabel 4. Klasifikasi retinopati hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang terlihat pada retina.7,10RetinopatiDeskripsiAsosiasi sistemik

MildSatu atau lebih dari tanda berikut :Penyempitan arteioler menyeluruh atau fokal, AV nicking, dinding arterioler lebih padat (silver-wire)Asosiasi ringan dengan penyakit stroke, penyakit jantung koroner dan mortalitas kardiovaskuler

ModerateRetinopati mild dengan satu atau lebih tanda berikut :Perdarahan retina (blot, dot atau flame-shape), microaneurysme, cotton-wool, hard exudatesAsosiasi berat dengan penyakit stroke, gagal jantung, disfungsi renal dan mortalitas kardiovaskuler

AcceleratedTanda-tanda retinopati moderate dengan edema papil : dapat disertai dengan kebutaanAsosiasi berat dengan mortalitas dan gagal ginjal

2.9 Diagnosis2.9.1 Retinopati Diabetik Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan atas hasil pemeriksaan foto fundus. Pada pemeriksaan foto fundus terlihat adanya kekeruhan pada media penglihatan, seperti pada kornea, lensa, dan badan kaca, serta fundus okuli terutama retina dan papil saraf optik, dan merupakan metode yang efektif dan sensitif,. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan OCT (Optical Coherence Tomography), bermanfaat dalam menentukan dan memantau edema macula.FFA (Fundus Flourescein Angiography) adalah pemeriksaan untuk menentukan kelainan mikrovaskuler pada retinopati diabetik. Defek pengisian yang besar pada jalinan kapiler menunjukan luasnya iskemia.5,8

2.9.2 Retinopati HipertensiDiagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.72.10 Diagnosis Banding1. Central Retina Artery Occlusion (CRAO)Karakteristik dari oklusi arteri retina sentral adalah hilangnya visus yang tiba-tiba, semakin memberat dan tanpa nyeri pada salah satu mata. Oklusi ini akan menyebabkan iskemia pada daerah yang tidak mendapat oksigen dan dapat menyebabkan kebutaan yang permanen.Pada pemeriksaan fisis defek pupil aferen dapat muncul dalam beberapa detik setelah sumbatan arteri retina. Reaksi pupil jadi melambat dan anisokor. Tampak retina berwarna pucat akibat edema dan gambaran seperti sosis pada arteri retina pada pemeriksaan funduskopi akibat pengisian yang tidak merata. Sesudah beberapa jam retina tampak pucat, keruh, keabu-abuan yang disebabkan edema lapisan dalam retina dan lapisan sel ganglion. Pada keadaan ini di fovea akan tampak cherry red spot.

Gambar 9.Central Retinal Artery Occlusion

2.11 Penatalaksanaan2.11.1 Retinopati DiabetikTata laksana retinopati diabetik dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit:71. Retinopati diabetik nonproliferatif Pada retinopati diabetik derajat ringan dilakukan evaluasi setahun sekali, sedangkan nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati diabetik nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Pasien perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan, setelah dilakukan laser photocoagulation. Pasien retinopati diabetik nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati diabetik proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan.

2. Retinopati diabetik proliferatifPada pasien retinopati diabetik proliferative harus segera dilakukan Panretinal laser photocoagulation. Apabila terjadi retinopati diabetik proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.

2.11.2 Retinopati HipertensiPenatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi, mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial.7Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi. 13

Tabel 5. Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia6Obat Dosis Efek Lama kerjaPerhatian khusus

Nifedipin (Ca antagonis)5-10 mg5-15 menit4-6 jamGangguan koroner

Kaptopril (ACE inhibitor)12,5-2,5 mg15-30 menit6-8 jamStenosis arteri renalis

Klonidin (alfa-2 agonis adrenergik)75-150 mg30-60 menit8-16 jamMulut kering, mengantuk

Propanolol (beta blocker)10-40 mg 15-30 menit3-6 jamBronkokonstriksi, blok jantung

Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan olahraga yang teratur.10,13 2.12 PrognosisPrognosis pada retinopati diabetik pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang memiliki prognosis yang lebih buruk dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relatif baik.8Prognosis pada retinopati hipertensi tergantung kepada tekanan darah yang terkontrol. Kerusakan penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa kasus, komplikasi tetap tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.7,13BAB 3PENUTUP3.1 KesimpulanRetinopati diabetik adalah kelainan retina akibat komplikasi dari penyakit diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak. Retinopati diabetik secara perlahan-lahan akan menyebabkan kerusakan pada mata dengan terjadi kerusakan pembuluh darah retina. Keadaan ini lama kelamaan akan menimbulkan penglihatan buram dan kebutaan bahkan kebutaan secara permanen. Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada penderita hipertensi. Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi. Faktor risiko retinopati diabetik yang paling utama adalah lamanya pasien tersebut menderita penyakit diabetes. Tingginya kadar gula darah dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan retina. Penglihatan kabur adalah gejala yang paling sering ditemukan. Faktor risiko lainnya yaitu tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.Penderita retinopati diabetic dan hipertensi sebagian besar pada tahap awal tidak menunjukan gejala penurunan penglihatan. Mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema serta perdarahan intraretina dapat ditemukan jika terjadi kerusakan sawar darah retina. Edema yang hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasi retinal traksional mengakibatkan kebutaan pada diabetes melitus.Penderita retinopati hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV oleh karena perubahan vaskularisasi akibat hipertensi seperti perdarahan, cotton wool spot, telah mengenai makula.Pada retinopati diabetik derajat ringan dilakukan evaluasi setahun sekali, sedangkan nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati diabetik nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Pasien perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan, setelah dilakukan laser photocoagulation. Pasien retinopati diabetik nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati diabetik proliferatif. Pada pasien retinopati diabetik proliferatif harus segera dilakukan panretinal laser photocoagulation. Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi, mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi.

DAFTAR PUSTAKA1. American Diabetes Association, 2013. Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care.Vol 36. Supplement 2. World Health Organization, 2013.Diabetes. Ganeva: World Health Organization.3. RISKESDAS, 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Republik Indonesia; 2007.4. Regillo C, et al. Retinal Vascular Disease. In : Skuta GL, et al. Basic and Clinical Science course section 12 retinal and vitreus 2011 2012. San Francisco: Lifelong education for the ophthalmologist: 2011.p.115-1305. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2005.9,218206. Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.7. Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreus Section 12. The Foundation of The American Academy of Ophtalmology ; 20028. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya Medika. 2000.211-4. 9. Kaji Y. Prevention ofdiabetickeratopathy. British Journal of Ophthalmology. 2005;89:254-25510. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. TheNew England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. Diakses pada tanggal 18 Maret 2015 http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf11. Mitchell PP & Foran S. 2008. Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy. Australian Diabetes Society for the Department of Health and Ageing: Australia12. Sitompul Ratna. 2011. Retinopati Diabetik. J Indon Med Assoc. 2011;61:337-41.13. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al, editors. Hypertension. [Online]. Diakses pada tanggal 18 Maret 2015 http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm2