Cuaca Dan Iklim

Embed Size (px)

Citation preview

Mengendarai Kuantum Menuju Komputer FotonikMukhlis Akhadi (BATAN) Suatu ketika Hamlet berkata pada Horotio : masih lebih banyak lagi sesuatu di sorga dan di bumi dari pada apa yang dimimpikan dalam filsafatmu, Horotio. Kalimat tersebut barangkali tepat pula bila ditujukan kepada para fisikawan di akhir abad ke-19. Memasuki permulaan abad ke-19, perkembangan dalam penelitian fisika klasik dapat dikatakan tidak mengalami kemajuan yang berarti. Pada saat itu, hampir semua bidang studi yang berhubungan dengan fisika, seperti mekanika, gelombang, bunyi, optik, listrik, magnet dan sebagainya telah dikuasai semuanya. Menjelang akhir abad ke-19, sebagian besar fisikawan merasa puas dengan pengetahuan yang mereka kuasai. Mereka mengira bahwa setiap hal penting dalam fisika sudah diketahui, dan merasa tidak akan ada lagi penemuan-penemuan besar untuk menjelaskan fenomena alam. Persoalan-persoalan yang masih ada dalam fisika diyakini akan dapat dipecahkan menggunakan kerangka teori yang suatu ketika dapat ditemukan. Teori Kuantum Pada tahun 1900, fisikawan berkebangsaan Jernam Max Planck (1858-1947), memutuskan untuk mempelajari radiasi benda hitam. Beliau berusaha untuk mendapatkan persamaan matematika yang menyangkut bentuk dan posisi kurva pada grafik distribusi spektrum. Planck menganggap bahwa permukaan benda hitam memancarkan radiasi secara terus-menerus, sesuai dengan hukum-hukum fisika yang diakui pada saat itu. Hukum-hukum itu diturunkan dari hukum dasar mekanika yang dikembangkan oleh Sir Isaac Newton. Namun dengan asumsi tersebut ternyata Planck gagal untuk mendapatkan persamaan matematika yang dicarinya. Kegagalan ini telah mendorong Planck untuk berpendapat bahwa hukum mekanika yang berkenaan dengan kerja suatu atom sedikit banyak berbeda dengan hukum Newton. Max Planck mulai dengan asumsi baru, bahwa permukaan benda hitam tidak menyerap atau memancarkan energi secara kontinyu, melainkan berjalan sedikit demi sedikit dan bertahaptahap. Menurut Planck, benda hitam menyerap energi dalam berkas-berkas kecil dan memancarkan energi yang diserapnya dalam berkas-berkan kecil pula. Berkas-berkas kecil itu selanjutnya disebut kuantum. Teori kuantum ini bisa diibaratkan dengan naik atau turun menggunakan tangga. Hanya pada posisi-posisi tertentu, yaitu pada posisi anak tangga kita dapat menginjakkan kaki, dan tidak mungkin menginjakkan kaki di antara anak-anak tangga itu. Dengan hipotesa yang revolusioner ini, Planck berhasil menemukan suatu persamaan matematika untuk radiasi benda hitam yang benar-benar sesuai dengan data percobaan yang diperolehnya. Persamaan tersebut selanjutnya disebut Hukum Radiasi Benda Hitam Planck yang menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan dari suatu benda hitam berbeda-beda sesuai dengan panjang gelombang cahaya. Planck mendapatkan suatu persamaan : E = hn, yang menyatakan bahwa energi suatu kuantum (E) adalah setara dengan nilai tetapan tertentu yang dikenal sebagai tetapan Planck (h), dikalikan dengan frekwensi (n) kuantum radiasi. Hipotesa Planck yang bertentangan dengan teori klasik tentang gelombang elektromagnetik ini merupakan titik awal dari lahirnya teori kuantum yang menandai terjadinya revolusi dalam bidang fisika. Terobosan Planck merupakan tindakan yang sangat berani karena bertentangan dengan hukum fisika yang telah mapan dan sangat dihormati. Dengan teori ini ilmu fisika mampu menyuguhkan pengertian yang mendalam tentang alam benda dan materi. Planck menerbitkan karyanya pada majalah yang sangat terkenal. Namun untuk beberapa saat, karya Planck ini tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat ilmiah saat itu. Pada mulanya, Planck sendiri dan fisikawan lainnya menganggap bahwa hipotesa tersebut tidak lain dari fiksi matematika yang cocok. Namun setelah berjalan beberapa tahun, anggapan tersebut berubah hingga hipotesa Planck tentang kuantum dapat digunakan untuk menerangkan berbagai fenomena fisika.

Pengakuan terhadap Teori Kuantum Teori kuantum sangat penting dalam ilmu pengetahuan karena pada prinsipnya teori ini dapat digunakan untuk meramalkan sifat-sifat kimia dan fisika suatu zat. Pengakuan terhadap hasil karya Planck datang perlahan-lahan karena pendekatan yang ditempuhnya merupakan cara berfikir yang sama sekali baru. Albert Einstein misalnya, menggunakan konsep kuantum ini untuk menjelaskan efek foto listrik yang diamatinya. Efek foto listrik merupakan fenomena fisika berupa pancaran elektron dari permukaan benda apabila cahaya dengan energi tertentu menimpa permukaan benda itu. Semua logam dapat menunjukkan fenomena ini. Penjelasan Einstein mengenai efek foto listrik itu terbilang sangat radikal, sehingga untuk beberapa waktu tidak diterima secara umum. Namun ketika Einstein menerbitkan hasil karyanya pada tahun 1905, penjelasannya memperoleh perhatian luas di kalangan fisikawan. Dengan demikian, penerapan teori kuantum untuk menjelaskan efek foto listrik telah mendorong ke arah perhatian yang luar biasa terhadap teori kuantum dari Planck yang sebelumnya diabaikan. Pada tahun 1913, Niels Bohr, fisikawan berkebangsaan Swedia, mengikuti jejak Einstein menerapkan teori kuantum untuk menerangkan hasil studinya mengenai spektrum atom hidrogen. Bohr mengemukakan teori baru mengenai struktur dan sifat-sifat atom. Teori atom Bohr ini pada prinsipnya menggabungkan teori kuantum Planck dan teori atom dari Ernest Rutherford yang dikemukakan pada tahun 1911. Bohr mengemukakan bahwa apabila elektron dalam orbit atom menyerap suatu kuantum energi, elektron akan meloncat keluar menuju orbit yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika elektron itu memancarkan suatu kuantum energi, elektron akan jatuh ke orbit yang lebih dekat dengan inti atom. Dengan teori kuantum, Bohr juga menemukan rumus matematika yang dapat dipergunakan untuk menghitung panjang gelombang dari semua garis yang muncul dalam spektrum atom hidrogen. Nilai hasil perhitungan ternyata sangat cocok dengan yang diperoleh dari percobaan langsung. Namun untuk unsur yang lebih rumit dari hidrogen, teori Bohr ini ternyata tidak cocok dalam meramalkan panjang gelombang garis spektrum. Meskipun demikian, teori ini diakui sebagai langkah maju dalam menjelaskan fenomena-fenomena fisika yang terjadi dalam tingkatan atomik. Teori kuantum dari Planck diakui kebenarannya karena dapat dipakai untuk menjelaskan berbagai fenomena fisika yang saat itu tidak bisa diterangkan dengan teori klasik. Pada tahun 1918 Planck memperoleh hadiah Nobel bidang fisika berkat teori kuantumnya itu. Dengan memanfaatkan teori kuantum untuk menjelaskan efek foto listrik, Einstein memenangkan hadiah Nobel bidang fisika pada tahun 1921. Selanjutnya Bohr yang mengikuti jejak Einstein menggunakan teori kuantum untuk teori atomnya juga dianugerahi hadiah Nobel Bidang fisika tahun 1922. Tiga hadiah Nobel fisika dalam waktu yang hampir berurutan di awal abad ke-20 itu menandai pengakuan secara luas terhadap lahirnya teori mekanika kuantum. Teori ini mempunyai arti penting dan fundamental dalam fisika. Di antara perkembangan beberapa bidang ilmu pengetahuan di abad ke-20, perkembangan mekanika kuantum memiliki arti yang paling penting, jauh lebih penting dibandingkan teori relativitas dari Einstein. Oleh sebab itu, Planck dianggap sebagai Bapak Mekanika Kuantum yang telah mengalihkan perhatian penelitian dari fisika makro yang mempelajari objek-objek tampak ke fisika mikro yang mempelajari objek-objek sub-atomik. Dengan adanya perombakan dalam penelitian fisika yang dimulai sejak memasuki abad ke-20 ini, maka perhatian orang mulai tertuju ke arah penelitian atom, dan melalui penjelasan teori kuantum inilah manusia mampu mengenali atom dengan baik. Sebagai konsekwensi atas beralihnya bidang kajian dalam fisika ini, maka muncullah beberapa disipilin ilmu spesialis seperti fisika nuklir dan fisika zat padat. Fisika nuklir yang

perkembangannya cukup kontraversial kini menawarkan berbagai macam aplikasi praktis yang sangat bermanfaat dalam kehidupan. Energi nuklir misalnya, saat ini telah mensuplai sekitar 17 % kebutuan energi listrik dunia. Sedang perkembangan dalam fisika zat pada telah mengantarkan ke arah revolusi dalam bidang mikro elektronika, dan kini sedang menuju ke arah nano elektronika. Cairan Kuantum Setelah berumur hampir seabad, teori kuantum masih tetap mendapatkan perhatian yang sangat besar di kalangan fisikawan. Hal ini terbukti dengan dimenagkannya hadiah Nobel bidang fisikat untuk tahun 1998 ini oleh tiga kampium fisika kuantum akhir abad 20. Komite Nobel Karolinska Institute di Stockholm, Swedia, pada tanggal 13 Oktober 1998 mengumunkan Prof. Robert B. Laughlin (universitas Stanford, California), Prof. Daniel C. Tsui (Universitas Princeton) dan Prof. Horst L. Stoemer (fisikawan berkebangsaan Jerman yang bekerja di Universitas Columbia, New York dan sebagai peneliti di Bell Labs, New Yersey) sebagai nobelis fisika tahun 1998. Pada tahun 1982, Horst L. Stoemer dan Daniel C. Tsui melakukan eksperimen dasar menggunakan medan magnet sangat kuat pada temperatur rendah berupa superkonduktor yang didinginkan helium cair. Para nobelis fisika itu berjasa dalam penemuan mekanisme aksi elektron dalam medan magnet kuat sehingga membentuk partikel-partikel elementer baru yang bermuatan mirip elektron. Pada tahun yang bersamaan, Robert B. Laughlin juga menginformasikan fenomena serupa. Melalui analisa fisika teori, mereka berhasil menunjukkan bahwa elektron-elektron dalam medan magnet sangat kuat dapat berkondensasi membentuk semacam cairan sehingga melahirkan apa yang disebut sebagai cairan kuantum. Hasil yang diperoleh ketiga fisikawan tadi sangat penting artinya bagi para peneliti dalam memahami struktur suatu materi, termasuk pembuatan aneka perangkat superkonduktor. Temuan itu juga merupakan terobosan dalam pengembangan teori dan eksperimen fisika kuantum serta pengembangan konsep-konsep baru dalam beberapa cabang fisika moderen. Para nobelis fisika sama-sama mempunyai latar belakang riset dalam pengembangan fisika kuantum yang mempunyai peran penting bagi kemajuan riset pengembangan perangkat fotonik. Temuan para nobelis fisika tahun 1998 ini telah memungkinkan efek kuantum menjadi mudah diamati. Fenomena Efek Hall (Hall effect) dalam fisika yang pertama kali dilaporkan oleh Edwin H. Hall pada tahun 1879 dan sangat menakjubkan itu, kini seakan-akan dapat diamati oleh para fisikawan di manapun. Komputer Fotonik Kiprah mekanika kuantum di masa-masa mendatang barang kali masih akan tetap diperhitungkan. Misteri lain yang mungkin lebih besar barangkali masih tersimpan dalam teori kuantum itu. Paling tidak para ilmuwan berharap, dengan mengendarai kuantum mereka akan sampai pada tujuan mewujudkan impian berupa hadirnya perangkat fotonik serta gagasan pembuatan komputer fotonik (komputer kuantum) yang akan mencerahkan kehidupan manusia di awal milenium ketiga ini. Arun N. Netravali, ilmuwan berdarah India yang menjabat Vice President Research Lucent Technology dan Direktur Bell Labs di AS, telah melakukan terobosan dalam proses pembuatan prosesor fotonik, sehingga beliau pada tahun 1998 menerima penghargaan tertinggi dari perusahaan elektronik NEC, Jepang. Basis dari perangkat fotonik ini bukan lagi pada teknologi silikon seperti yang saat ini banyak diaplikasikan, melainkan mulai bergerak menuju teknologi foton yang memanfaatkan cahaya.

Para ilmuwan sebetulnya sudah sejak lama berusaha mencari alternatif lain dalam mengembangkan komputer elektronik. Mereka umumnya melirik jalam untuk beralih dari komputer elektronik ke komputer fotonik. Banyak kelebihan yang dimiliki komputer fotonik ini jika kelak benar-benar bisa diwujudkan, yaitu : Pada komputer elektronik sinyal dibawa oleh berkas elektron, sedang pada komputer fotonik sinyal itu dibawa oleh foton (gelombang elektromagnetik) dalam bentuk cahaya tampak. Gerak atau cepat rambat foton cahaya paling tidak mencapai tiga kali lebih cepat dibandingkan cepat rambat elektron. Oleh sebab itu, komputer fotonik akan bekerja jauh lebih cepat dibandingkan komputer elektronik yang saat ini beredar. Semua cahaya tidak dapat saling mengganggu (berinterferensi) kecuali jika cahayacahaya itu berasal dari satu sumber. Di samping itu, cahaya dapat merambat di dalam serat optis yang lebih ringan dibandingkan logam (tembaga) yang saat ini dipakai sebagai media aliran elektron pada komputer elektronik. Pada komputer elektronik data disimpan dalam medium dua dimensi seperti pita magnetik dan yang lainnya, sedang pada komputer fotonik data dapat disimpan secara tiga dimensi dalam medium yang ketebalannya berorde mikro meter. Jadi satu penyimpan fotonik bisa memiliki kapasitas yang setara dengan ribuan penyimpan elektronik.

Kini para ilmuwan telah berhasil menghadirkan sumber cahaya dalam bentuk laser semikonduktor dan LED (Light Emitting Diode) yang dapat dipakai sebagai sumber pembawa sinyal pada komputer fotonik. Teknologi serat optis pun sudah berkembang sedemikian rupa sehingga siap mendukung tampilnya perangkat fotonik. Riset menuju terwujudnya komputer fotonik berkembang sangat pesat dan telah mencapai tingkat yang sangat mengagumkan. Tidak mustahil jika komputer fotonik ini akan segera hadir di hadapan kita dan ikut meramaikan unjuk kecanggihan teknologi moderen di awal milenium tiga ini. Sumber : Elektro Indonesia no. 31/VI (Mei 2000)

Iklim, Cuaca dan PerubahannyaPosted on Oktober 15, 2006 by bumiindonesia| 3 Komentar

http://bumiindonesia.wordpress.com/2006/10/15/iklim-cuaca-dan-perubahannya/ Cuaca adalah suatu gejala alam yang terjadi dan berubah dalam waktu singkat, yang kita rasakan dari menit ke menit, jam ke jam. Contoh: perubahan harian dalam temperatur, kelembaban, angin, dll. Sedangkan Iklim adalah rata-rata peristiwa cuaca di suatu daerah tertentu, termasuk perubahan ekstrem musiman dan variasinya dalam waktu yang relatif lama, baik secara lokal, regional atau meliputi seluruh bumi kita.

Iklim dipengaruhi perubahan-perubahan yang cukup lama dari aspek-aspek seperti orbit bumi, perubahan samudra, atau keluaran energi dari matahari. Perubahan iklim merupakan sesuatu yang alami dan terjadi secara pelan. Contoh: musim (dingin, panas, semi, gugur, hujan dan kemarau) dan gejala alam khusus (seperti tornado dan banjir).

Sebagai negara yang secara geografis berada di sekitar ekuator, Iklim di Indonesia adalah tropis yang terdiri dari musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai Februari, sedangakan musim kemarau terjadi pada bulan Maret-September.

Perubahan Cuaca dan Iklim

KONDISI cuaca dan iklim di muka bumi saat ini terlihat makin bervariasi dan menyimpang. Khusus untuk kawasan Indonesia, telah tampak sejak tahun 1991.

Contohnya, sebelumnya ada prediksi bakal hadirnya kegiatan gejala alam El Nino dari beberapa praktisi termasuk pula Badan Meteorologi dan Geofisika di awal tahun hingga kuartal pertama tahun 2001. Kenyataannya kondisi hadirnya El Nino ini sirna karena hingga awal Juni 2001 hujan masih mengguyur di berbagai kawasan Indonesia. Beberapa kalangan yang menyebutkan munculnya kegiatan gejala alam El Nino pada tahun 2001 ataupun tahun 2002 umumnya mengacu pada kejadian beberapa dasawarsa sebelumnya. Sejak tahun 1961, 1972, 1982, dan 1991 telah muncul kondisi kemarau yang umumnya merupakan dampak kegiatan gejala alam El Nino. Bahkan dari kalangan internasional telah muncul prediksi pada awal tahun 2001 yaitu akan muncul kegiatan gejala alam El Nino tahun 2001 yang akan berdampak besar berupa kekeringan dan kebakaran di kawasan Papua Niugini di timur wilayah Indonesia. Munculnya cuaca dan iklim di Bumi merupakan ekspresi pemerataan energi yang diterima Bumi secara tidak merata. Wilayah tropis di sekitar ekuator sepanjang tahun menerima energi radiasi sang surya yang berarti surplus energi, sementara di lain pihak wilayah subtropis dan kutub hanya menerima sedikit energi dan berlangsung relatif singkat dan bergantian akibat garis edar revolusi Bumi mengitari Matahari. Sebagai reaksi adanya beda dalam penerimaan energi ini dalam satu sistem muka bumi, terjadi usaha pemerataan melalui proses fisika dan kimiawi sedemikian sehingga terjadi peredaran udara di atmosfera dan peredaran laut. Dua sistem pemerataan energi ini dalam bentuk gerak (angin, gelombang dan arus), energi termal (panas) dan energi laten (uap air) berupa awan, hujan, salju, guntur dan sebagainya, yang kesemuanya berlangsung alamiah. Proses fisika dan kimiawi tersebut sangat tergantung pada besarnya energi dari sang surya selain ulah manusia yang kian bertambah. Pertambahan manusia dan mobilitasnya ikut memberi kontribusi dalam proses pemerataan energi yang menambah variasi alam yang tidak tetap dan sama dari waktu ke waktu dan masa ke masa. Matahari memancarkan energi radiasi yang merupakan hasil reaksi fusi dan fisi gas hidrogen dan helium yang bila dilihat dari Bumi tampak seperti titik-titik ledakan energi. Berdasarkan pengembangan lanjutan dan memperhatikan kondisi cuaca dan iklim, ternyata ada kaitan antara makin tingginya jumlah bintik-bintik Matahari dengan peningkatan pancaran energi Matahari. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan sejak tahun 1960-1962 yang memuncak dengan jumlah bintik di atas 175 buah dalam sebulan. Siklus kegiatan Matahari umumnya memuncak pada akhir setiap dasawarsa dan minimum di pertengahan dasa warsa. Untuk kurun waktu tahun 2000-2001 terekam kurang dari 175 buah bintik Matahari yang berarti kondisi puncaknya tidak sama dengan tiga dasawarsa periode 1961-1961, 1980-1981, dan 1990-1992. Dari gambaran tersebut dapat diartikan sementara bahwa kondisi pemberi gerak di alam raya khususnya di muka Bumi untuk periode tahun 2000-2001 yang kini sedang berjalan relatif lebih rendah dari kondisi sebelumnya. Dengan demikian besarnya energi radiasi sang surya tidak sama dengan energi yang dipancarkan khususnya dalam dua dasa warsa terakhir. Energi radiasi tersebut umumnya digunakan dalam peredaran udara dan kelautan yang ada di muka Bumi yang umumnya mempunyai tenggang waktu. Perhitungan munculnya El Nino

Yang cukup mencolok dan perlu menjadi perhatian kita adalah perkembangan kondisi dalam dua dasa warsa terakhir. Dari hasil peningkatan kegiatan Matahari yang muncul dan memuncak pada masing-masing dasawarsa itu menunjukkan adanya peningkatan yang lebih intensif dibandingkan kejadian periode sebelumnya. Dampak peningkatan tersebut menghasilkan kegiatan El Nino yang kuat untuk pertama kali pada periode 1982 dengan dampak kekeringan dan kebakaran yang meluas di Kalimantan. Selanjutnya tahun 1987 muncul lagi kegiatan El Nino. Tetapi, secara keseluruhan cuaca dan iklim untuk periode 1982-1990 cukup baik sehingga usaha swasembada pangan nasional saat itu berhasil dan Pemerintah Indonesia mendapat penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB. Namun, kondisi dasa warsa berikutnya dengan peningkatan kegiatan Matahari yang lebih intensif dengan puncak ganda untuk bintik Matahari dan jumlah ledakannya memberi indikasi peningkatan radiasi yang intensif dan berdampak kegiatan El Nino yang cukup panjang 1991-1994 dan muncul gejala alam El Nino kuat dengan kurun waktu yang singkat tahun 1991/1998 yang dinyatakan sebagai bencana yang dahsyat di Indonesia dan seluruh dunia. Patut pula dicatat bahwa deposit batu bara di lahan gambut membara untuk yang pertama kali di tahun 1991 yang kemudian berulang hingga awal tahun 1998. Selain itu swasembada pangan nasional yang diupayakan Pemerintah Indonesia hancur oleh kondisi alam yaitu cuaca dan iklim yang tidak menentu hingga tahun 2000 atau mungkin sampai saat ini. Kajian dalam bahasan ini merupakan kajian terbatas yang tentunya perlu dikembangkan lebih lanjut untuk menuju kajian yang komprehensif atau dapat dipercaya. Berdasarkan pengalaman tersebut dan menilik kondisi cuaca dan iklim yang akan berlangsung hingga tahun 2010, untuk sementara dapat dilihat belum adanya peningkatan jumlah bintik Matahari atau ledakan. Hal ini berarti untuk kurun watu sembilan tahun mendatang peluang munculnya kondisi cuaca yang ekstrem seperti yang berlangsung dalam kurun waktu dua dasa warsa terakhir menjadi tanda tanya atau bahkan bisa dikatakan kecil peluang terjadi peningkatan kondisi cuaca dan iklim yang bervariasai atau berubah untuk kurun waktu musiman hingga tahunan. Pendapat ini didukung pula oleh kondisi perairan global, dalam hal ini perairan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Semula di Samudera Hindia dingin dan Samudera Pasifik akan hangat hingga awal bulan Juni, ternyata hal itu tidak berkembang, malah berkebalikan. Samudera Pasifik mendingin sedang Samudera Hindia menaik. Bukti kenaikan suhu muka laut ini terlihat dari peningkatan curah hujan di beberapa kawasan di Indonesia pada bulan Mei hingga awal Juni 2001. Karena hingga pertengahan tahun 2001 berubah, maka kondisi gejala alam El Nino peluang untuk muncul kecil pada tahun 2001 atau 2002 mendatang. Dengan indikasi alam ini akan dapat membantu tentang kekhawatiran beberapa kalangan khususnya kalangan pertanian, perkebunan dan kehutanan khususnya dari ancaman kekeringan yang mungkin muncul di tahun 2001. Adanya perkembangan curah hujan yang berlangsung akhir-akhir ini yang seharusnya memasuki musim kemarau merupakan peristiwa alam akibat kenaikan suhu muka laut S. Hindia dan munculnya indikasi gejala alam La nina intensitas ringan kembali giat. Sehingga

prakiraan BMG. dalam musim kemarau tahun 2001 yang menyatakan normal merupakan kondisi cuaca dan iklim di wilayah Indonesia.

http://pustakacuaca.blogspot.com/2010/12/oleh-soerjadi-wh.htmlKamis, 16 Desember 2010

SERBA-SERBI CUACA DAN IKLIM INDONESIA (Bagian Pertama)Oleh Soerjadi Wh. Minggu 5 Desember 2004 -------------

Mukadimah. Tulisan ini dibuat hanya untuk pengisi waktu ketimbang nganggur. Isinya sembarangan untuk dibaca dengan santai saja; tetapi kalau dipikir serius juga boleh. Ceritanya tentang kejadian-kejadian cuaca dan iklim. Tulisan dibuat dalam bagian bagian yang banyaknya belum pasti.

Teori dan praktek. Para ilmuwan cuaca umumnya mempelajari cuaca dari teoriteori fisika dan matematika dengan percobaan-percobaan laboratorium kecil kemudian mengujinya dengan data pengamatan. Sebaliknya para praktisi cuaca melihat dulu kejadian-kejadian yang ada kemudian menanyakan mengapa begitu. Nah kalau demikian, bila pemikiran teori dan pengamatan praktek tersebut

disatukan hasilnya akan bagus. Tetapi ini barangkali. Hukum Buys Ballot. Dahulu, sekitar tahun 1950-an, saya di SD, waktu itu namanya Sekolah Rakyat (SR), diajari ilmu bumi didalamnya termasuk angin pasat yang arahnya dikemukakan oleh Buys Ballot, dan dikenal dengan hukum Buys Ballot, bahwa angin dari daerah tekanan tinggi di belahan bumi utara menuju ke daerah khatulistiwa dibelokkan searah jarum jam, sedangkan di belahan bumi selatan dibelokkan berlawanan dengan putaran jarum jam. Karena sekarang sudah banyak jam digital yang tidak menggunakan jarum penunjuk, sebaiknya istilah putaran jarum jam diganti saja dengan dibelahan bumi utara dibelokkan menganan dan di belahan bumi selatan dibelokkan mengiri apabila kita menghadap ke arah khatulistiwa. Buys Ballot itu orang pertama yang ditunjuk oleh Kongres Internasional Meteorologi pada tanggal 16 September 1873 di Wina sebagai Presiden Komite untuk menyiapkan Organisasi Meteorologi Internasional. Peredaran atmosfer, massa udara, gelombang atmosfer. Pelajaran ilmu bumi tersebut menunjukkan bahwa dahulu orang mempelajari cuaca dari peredaran atmosfer yang dipelopori oleh Hadley (1875). Kemudian dari peredaran tersebut digambarkan bahwa atmosfer berkelompok-kelompok membentuk massa udara; maka berkembanglah teori massa udara dan teori perenggan (front) seperti yang dikembangkan oleh Solberg dan J. Bjerknes dari Norwegia pada akhir abad ke-19. Dengan teori tersebut sampai-sampai dikenali istilah Intertropical Front (ITF). Kemudian dengan menggunakan teori fisika dan matematika dihipotesakan bahwa gerakan atmosfer dalam bentuk gelombang seperti yang dikemukakan pertama kali oleh Rossby pada tahun 1939. Dalam bukunya " Weather Prediction by Numerical Process " Richardson ( 10 Oktober 1921) menulis : The investigation grew up out of a study of finite differences and .dst. Tetapi karena rumus matematikanya rumit, dia sendiri tidak bisa menghitung secara numeric. Baru kemudian setelah teknologi komputer diketemukan teori tersebut baru dapat dibuktikan. Interaksi gelombang atmosfer. Teori gelombang sampai sekarang terus berkembang, dan diketemukan bahwa di kawasan luartropik gelombangnya jenis longitudinal yang dikenal dengan gelombang Rossby, dan di kawasan tropik banyak gelombang jenis transversal yang dikenal dengan gelombang gravitas atau gelombang Kelvin. Gelombang-gelombang tersebut saling beriteraksi dan menghasilkan berbagai fenomena, misalnya siklon, siklontropik, pusaran,

badaiguntur dan lain-lain lagi. Kini malahan berkembang dipelajari interaksinya dengan lingkungan atmosfer, misalnya dengan laut, permukaan bumi. Sistem cuaca Indonesia. Di Indonesia pembicaraan tentang cuaca hampir selalu menyebut hujan, sehingga seolah-olah cuaca identik dengan hujan. Biarlah, meskipun jangan dibiasakan, memang hujan sangat dirasakan ulahnya bagi kehidupan di Indonesia. Banjir karena hujan; padi puso karena tidak ada hujan. Dari segi cuaca kawasan Indonesia memang rumit; disamping kondisi kepulauannya, data cuaca juga sangat kurang ( habis Pemerintah nggak kuat membiayai ). Oleh karena itu studi tentang cuaca di Indonesia memerlukan pendekatan dari berbagai aspek, antara lain aspek fisika, aspek geografi, aspek topografi-orografi, aspek struktur dan orientasi kepulauan. Bagaimana dari aspek dana ? Faktor geografi, topografi dan orografi, struktur kepulauan, orientasi pulau, dan factor lingkungan di sekitar Indonesia masing-masing ternyata mempunyai peran banyak dalam pembentukkan system peredaran udara. Antar system peredaran saling berinteraksi menghasilkan system cuaca dalam berbagai skala, mulai dari skala besar sampai skala kecil. Sinaran matahari yang terus-menerus dan berbeda siang dan malam membentuk ciri dasar cuaca Indonesia. Musim. Cuaca di Indonesia berfluktuasi dengan berbagai variasi, dari variasi harian (diurnal variation), variasi tahunan (annual variation), variasi musiman (seasonal variation), variasi intra musiman (intraseasonal variation), variasi antartahunan (interannual variation), dst. Karena letak wilayah Indonesia di sekitar khatulistiwa, maka wilayah tersebut menerima sinaran matahari terus-menerus sepanjang tahun tetapi berbeda mencolok pada waktu siang dan malam hari. Perbedaan sinaran siang dan malam hari memberi ciri yang kuat berupa variasi harian unsur cuaca, terutama pada suhu, tekanan, angin, dan kelembapan. Variasi harian suhu yang nyata adalah variasi harian dengan maksimum pada siang hari dan minimum pada malam menjelang pagi hari. Variasi harian tekanan mempunyai maksimum dua kali dan minimum juga dua kali. Maksimum terjadi pada sekitar pukul 10 pagi dan 10 malam, sedangkan minimum pada sekitar pukul 4 pagi dan pukul 4 sore. Variasi harian angin terdapat di tempat-tempat tertentu, misalnya di kawasan pantai variasi harian ditandai dengan adanya angin darat dan angin laut, di pegunungan dengan angin lembah dan angin gunung. Variasi harian kelembapan nisbi udara berkebalikan dengan variasi harian suhu, yakni minimum pada saat suhu mencapai maksimum

dan maksimum pada waktu suhu mencapai minimum. Variasi harian curah hujan sangat bergantung kepada tempatnya; di atas daratan hujan lebih banyak terjadi pada siang dan sore hari, sedangkan di atas laut dan teluk sering terjadi pada waktu malam dan menjelang pagi hari. Namun demikian variasi harian tersebut berubah karena adanya gangguan dari sistem yang lebih besar, misalnya monsun. Oleh karena itu perubahan dari kebiasaan harian dapat digunakan untuk mengidentifikasi sistem yang lebih besar, misalnya di Jakarta bila hujan terjadi pada menjelang pagi pertanda adanya monsun barat. Sesuai dengan letak geografinya Indonesia mempunyai variasi musiman. Variasi musiman tersebut dapat jelas terlihat pada curah hujan. Oleh karena itu di Indonesia dikenal musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim tersebut dibedakan dari banyaknya curah hujan. Pada umumnya sewaktu matahari ada di belahan bumi selatan dari bulan Oktober sampai Maret, curah hujan lebih banyak dibandingkan sewaktu matahari di ats belahan bumi utara dari bulan April sampai September. Untuk membedakan kedua musim tersebut BMG menggunakan criteria banyaknya curah hujan sama atau lebih dari 50 mm tiap dasarian; meskipun dengan criteria tersebut banyak daerah yang sulit dibedakan antara musim hujan dan musim kemarau. Variasi musiman juga terlihat pada arah angin meskipun tidak sama arah anginnya; misalnya di Sumatra Barat variasi musiman berupa perubahan dari angin baratdaya dan timurlaut, di Jawa terlihat dari perubahan angin barat dan angin timur. Variasi-variasi tersebut berkaitan dengan monsun Asia dan monsun Australia. Di beberapa daerah misalnya di Jawa bagian timur, Bali, Nusa tenggara serta daerah lain yang berdekatan dengan Australia, variasi musiman suhu maksimum dan minimum juga terlihat jelas. Minoru Tanaka (1994) mengemukakan bahwa daur musim kemarau yang diidentifikasi dengan menggunakan jumlah liputan awan di Jawa dan sekitarnya mempunyai variasi kisaran sampai 35% sedangkan daur intra musiman sekitar 5%. Hal tersebut sesuai dengan pendapat M.J. Manton dan J.L. McBride yang mengemukakan bahwa dalam daerah monsun lebih banyak struktur skala meso. Awal musim. Kapan nih ada hujan, sumur gue ude sat. Begitulah orang banyak membicarkan pada waktu musim kemarau. Sebaliknya, kok tiap hari hujan terus, kapan nih berhentinye sering kita dengar pada waktu musim hujan. Memang manusia serba susah, maunya yang enak aja. Tetapi para ilmuwan dan para ahli cuaca tidak mengabaikan pembicaraan orang tersebut; buktinya dari dulu tentang

awal musim sudah banyak dipelajari bahkan sampai sekarang masih belum tuntas. De Boer (1948) menandai awal musim hujan dengan jumlah curah hujan dasarian. Bila dalam lebih dari tiga dasarian berturut-turut dalam periode Oktober sampai Maret terdapat curah hujan yang jumlahnya sama atau lebih dari 50 mm maka dasarian yang pertama ditetapkan sebagai awal musim hujan. Kriteria tersebut masih digunakan oleh BMG sampai saat ini meskipun sering mengalami kesulitan dalam penerapannya, karena banyak tempat yang curah hujan bulanannya selalu besar dan selalu kecil sehingga dengan criteria tersebut terdapat tempat-tempat yang tidak mempunyai musim hujan atau musim kemarau. Harjawinata S dan Muharyoto (1980) menggunakan keseringan angin permukaan sampai 850 hPa untuk mengidenditifikasi awal musim. Mereka mengatakan bahwa awal musim barat disuatu tempat telah mulai apabila keseringan angin barat di tempat tersebut telah mencapai 50%. Tetapi sayangnya criteria tersebut tidak selalu dapat digunakan untuk mengidentifikasi musim hujan karena musim hujan tidak selalu berkaitan dengan musim angin barat. Kesulitan lain dalam menandai awal musim adalah ikut andilnya luas wilayah dan struktur kepulauan dalam pembentukan cuaca skala meso. Minoru Tanaka (1994) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara awal musim yang diperoleh dengan menggunakan criteria awan dan criteria angin. Dalam periode monsun panas Australia atau musim dingin Asia, untuk wilayah Indonesia bagian barat dan utara serta di bagian timur (Maluku, Irian Jaya) lebih dahulu angin (10-50 hari) daripada awan; sedangkan untuk wilayah Indonesia bagian selatan dan tengah lebih dahulu (sampai 30 hari) awan daripada angin. Mengapa begitu ya ? Rupanya antara angin dan awan ada sikap saling harga menghargai. Wilayah hujan. Kata banyak orang, curah hujan di Indonesia umumnya berjumlah besar di separoh tahun dan sedikit di separoh tahun sisanya; memang menurut data pengamatan yang diperoleh menunjukkan demikian; hanya saja kadar pengurangannya berbeda-beda di setiap tempat. Juga dikatakan bahwa variasi tersebut berkaitan erat dengan sistem peredaran atmosfer di sekitar Indonesia. Salah satu diantaranya adalah peredaran monsun Asia dan Australia. Namun demikian sebarannya mengikut waktu sangat beragam. Dengan menggunakan data curah hujan, Boerema (1941) menunjukkan adanya 153 tipe sebaran curah hujan bulanan, 69 terdapat di Jawa dan Madura serta 84 di daerah lain. Tetapi itu didasarkan data yang dipunyai waktu itu; sekarang rupanya lebih banyak lagi kalau

mau dibedakan lebih rinci. Dengan mengutip tulisan Eguchi (1988) mengemukakan bahwa Eguchi dengan menggunakan data dari 669 stasiun hujan membagi Indonesia dalam tiga wilayah (tidak termasuk Irian jaya)., yakni : (a) Jawa-Bali-Nusa Tenggara, yang musim hujannya lebih pendek dari musim kemarau, bersamaan dengan musim barat di Australia. Makin ke timur makin sedikit curah hujannya. (b) Sumatra dan Kalimantan bagian barat, yang mempunyai maksimum curah hujan dua kali dalam musim panas di belahan bumi selatan (Oktober Februari), (c) Kalimantan bagian timur, Sulawewsi, dan Maluku yang mempunyai satu atau dua kali periode hujan dengan maksimum bulanannya terdapat dalam bulan musim semi atau musim panas di belahan bumi utara (Maret Juli), dan dikuasai oleh pasat Pasifik yang membawa hujan sedikit. Analisis data curah hujan dari data global yang dilakukan Tim S-VII (Tien Andri) memperoleh peta isohyet yang menunjukkan bahwa di wilayah Indonesia terdapat lima daerah hujan, yakni : (a) Daerah di sekitar laut Cina Selatan termasuk Sumatra sebelah utara dan timur Bukit Barisan, Kalimantan Barat dan Selatan, Jawa barat bagian utara, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Daerah-darah tersebut menjadi daerah banyak hujan dalam bulan Nopember sampai Januari. (b) Daerah sekitar lutan India, termasuk Sumatra di bagian barat dari Bukit Barisan, Jawa Barat bagian barat-daya. Daerah tersebut hampir sepanjang tahun menjadi daerah banyak hujan. (c) Daerah kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara, mempunyai maksimum sangat tinggi dalam bulan Desember Februari. (d) Daerah Maluku bagian tengah dan Irian Jaya bagian utara dengan curah hujan banyak dalam bulan Juli sampai September. (e) Daerah Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya bagian selatan yang berdekatan dengan Australia Utara dengan curah hujan banyak dalam bulan Desember sampai Maret.

Fenomena regional. Kadar monsun dan juga musim di Indonesia tidak tetap, melainkan berfluktuasi dengan berbagai variasi intra musiman (intraseasonal) sampai antar tahunan (interannual) sebagai akibat dari adanya berbagai gangguan dari sistem peredaran lain. Dalam skala variasi intra musiman berbagai fenomena yang mempunyai kaitan cukup berarti adalah : seruak monsun (monsoon surge), alir lintas ekuator (cross equatorial flow), Pias Pumpun Antartropik = PPAT (Intertropical Convergence Zone = ITCZ), pusaran (vortice), dan lembang tropik (tropical depression). Orang mengatakan fenomena-fenomena tersebut sebagai cuaca

gangguan kawasan tropik Indonesia. Seruak dingin. Salah satu dari fenomena monsun adalah dorongan yang menimbulkan arus besar yang berlangsung dalam waktu pendek serupa dengan denyutan dan disebut seruak monsun (monsoon surge). Dalam monsun dingin Asia dikenal dengan istilah seruak dingin (cold surge) yang ditandai dengan naiknya tekanan udara dan penurunan suhu dengan cepat, serta bertambahnya kecepatan angin. Observatorium Meteorologi Hongkong, dan juga yang digunakan dalam analisis pendahuluhan (quicklook analysis) MONEX 1078/1979 menggunakan criteria bahwa seruak dingin mencapai Hongkong apabila tekanan udara di Hongkong mencapai lebih tinggi dari 1030 hPa, dan penurunan suhu lebih dari 5 oC selama 24 jam. Dari kajian yang dilakukan menyimpulkan bahwa keseringah timbulnya seruak dingin merupakan indicator akan kadar monsun. Wirjohamidjojo S (1980), Hadi Suyono dan Widada S (1999) menunjukkan adanya seruak dingin tersebut diikuti dengan bertambahnya kecepatan angin di atas laut Cina Selatan ke arah selatan, dan selanjutnya bertambahnya hujan di sekitar laut Jawa. Alir lintas khatulistiwa. Baik dalam periode monsun dingin maupun dalam periode monsun panas Asia, di atas daerah khatulistiwa, khususnya di sekitar laut Cina Selatan, sering terdapat angin yang seragam arahnya. Pada musim monsun dingin Asia dari arah timur laut, dan pada musim monsun panas dari arah tenggara sampai selatan. Dalam keadaan demikian dikatakan teredapat alir lintas khatulistiwa. Adanya alir lintas khatulistiwa dalam musim monsun dingin Asia diikuti dengan banyak curah hujan di Indonesia (Wirjohamidjojo S 1980, 1982). Hal tersebut karena aliran berubah menjadi siklonal setelah melintasi khatulistiwa. Dengan menggunakan data ECMWF Hadi Suyono dan Widada S (1999) menunjukkan hal yang serupa. Ditunjukkan pula bahwa alir lintas khatulistiwa tersebut diikuti dengan perpindahan energi kinetik serta aliran dengan kepusaran nisbi (relative vorticity) tinggi di atas laut Jawa. Di India alir lintas khatulistiwa dalam monsun panas Asia digunakan untuk mengidentifikasi mulainya monsun (Sikka D.R. dan William m. Gray 1981). Dalam monsun dingin Australia alir lintas khatulistiwa dapat digunakan sebagai petunjuk kekuatan monsun Australia tersebut (Shiyan tao dan Lonxun Chen 1987). Pusaran. Fenomena berupa pusaran sering terjadi di laut Cina Selatan dan lautan India di sebelah barat Sumatra, baik dalam periode musim monsun panas maupun

dalam musim monsun dingin Asia. Pusaran di laut Cina Selatan yang sering timbul selama periode mondingin Asia merupakan hasil interaksi antara massa udara maritime tropis Pasifik Barat dan massa udara kontinental dingin; sedangkan dalam musim monsun panas Asia pusaran merupakan hasil interaksi antara massa udara maritime tropik Pasifik Barat dan massa udara khatulkistiwa lautan India. Keduanya terbentuk dari pertemuan angin baratan khatulistiwa kuat dan lebih kuat dibandingkan dengan angin timuran Pasifik. Dalam musim monsun panas pusaran sering berupa kelanjutan dari siklontropik dari Pasifik Barat.

Gb. Pusaran dalam bentuk siklontropik. Bila pusaran terjadi dalam musim monsun dingin, keberadaannya menghalangi masuknya udara monsun ke wilayah Indonesia yang terletak di sebelah selatannya. Bila pusaran di atas laut Cina Selatan terjadi dalam musim monsun panas dapat memperkuat alir lintas khatulistiwa ke utara, dan sebagai petunjuk kuatnya monsun panas atau kuatnya monsun dingin Australia. Pusaran di lautan India (sebelah barat Sumatra) dapat timbul dalam musim monsun dingin maupun dalam musim monsun panas Asia. Kemunculannya bersamaan dengan palung khatulistiwa. Pusaran tersebut hidupnya lebih permanen dan letaknya bergeser ke utara dan ke selatan mengikut gerakan Pias Pumpun Antartropik (PPAT). Bila sering timbul dalam musim monsun panas Asia, merupakan petunjuk lemahnya monsun panas tersebut atau lemahnya monsun dingin Australia.

Gb. Pusaran di laut India sebelah barat Sumatra. Lembang tropis (tropical depression). Di Indonesia memang tidak pernah dilanda siklontropik karena siklontropik tidak mau masuk wilayah Indonesia, mungkin takut karena penduduk Indonesia terlalu banyak. Namun demikian keberadaannya di sekitar Indonesia mempunyai dampak kepada cuaca di Indonesia. Contohnya lembang tropis di Australia Utara sebagai salah satu komponen penting dari monsun Australia. Musim lembang tropis tersebut adalah bulan Desember sampai Maret (Mc.Bride J.L. 1987). Adanya lembang tropis tersebut menandai kuatnya monsun panas Australia. Imbas dari lembang tropis berupa angin kencang dan hujan lebat yang dapat dirasakan di kawasan Nusa Tenggara sampai Bali. Palung khatulistiwa atau palung dekat khatulistiwa (Near Equatorial Trough). Bila kita sering menganalisis medan angin di sekitar khatulistiwa, termasuk juga di kawasan Indonesia, mendekati khatulistiwa angin tenggara dan atau angin timurlaut berbelok kearah timur sebelum melewati atau sesudah melewati khatulistiwa. Belokan-belokan tersebut terdapat dalam suatu garis, yang kemudian disebut garis geser angin (shear line). Garis geser angin kadang-kadang hanya satu, dan kadang-kadang ada dua. Garis geser angin tersebut sering timbul dalam musim monsun panas maupun dalam musim monsun dingin Asia, terutama dalam musim transisi bulan april dan Nopember. Pada daerah geser angin terdapat usaran-pusaran kecil yang dapat menimbulkan golakan dan awan-awan golakan dan banyak hujan. Palung khatulistiwa timbul dalam keadaan tekanan udara di belahan bumi selatan dan utara hampir seimbang. Pias Pumpun Antartropik (PPAT). Siapa yang tidak kenal PPAT ? Bagi para peminat cuaca, khusunya di Indonesia, diharapkan mengenalinya dengan seksama; karena daerah PPAT merupakan tempat banyak hujan. Dalam skala besar di khawasan tropik terdapat daerah pertemuan antara dua peredaran antisiklonal utara dan selatan. Batas antara kedua peredaran tersebut dikenal dengan nama ekuator

meteorologi. Dengan demikian ekuator meteorologi membagi troposfer menjadi dua belahan bumi (hemisfer) meteorologi. Ekuator meteorologi dikenal dengan nama pias pumpun antartropik, atau diskontinuitas antartropik, atau perenggan antartropik, atau perenggan monsun, atau palung monsun. Dari berbagai nama tersebut yang lebih sesuai adalah pias pumpun antartropik. Diskontinuitas antartropik, perenggan antartropik, dan perenggan monsun kurang popular karena sifat diskontinuitas dan sifat perenggan seperti yang terdapat di kawasan lintang tengah tidak tampak jelas.; demikian pula palung monsun tidak menunjukkan jelas perbedaan tekanan. Posisi PPAT tidak tetap dan tidak tepat di khatulistiwa atau sejajar garis lintang geografi, melainkan bergeser secara tahunan ke utara dan ke selatan mengikut gerak matahari. Namun demikian pergeseran tahunan tersebut juga tidak sama di setiap tempat. Di atas lautan Atlantik dan Pasifik hampir sepanjang tahun terdapat di belahan bumi utara dan pergeserannya kecil. Hal tersebut karena tekanan tinggi subtropik selatan di kawasan tersebut lebih mantap. Pergeseran tahunan yang paling besar terdapat pada bagian di atas Asia selatan Lautan India. Besarnya pergeseran tersebut karena berkaitan dengan monsun. Selain itu gerakan setiap harinya tidak tetap dalam satu arah; pada suatu saat bergerak ke utara, pada saat berikutnya dapat terus ke utara atau berbalik ke selatan. ------------Diposkan oleh soerjadi wh di 02:10

Kamis, 16 Desember 2010

SERBA-SERBI CUACA DAN IKLIM INDONESIA (Bagian Kedua)Oleh Soerjadi Wh. Jakarta, Jumat 10 Desember 2004.

Sumatra. Ini bukan nama pulau Sumatra; tetapi nama fenomena cuaca usikan (disturbance) yang berupa garis gebos (squall line) yang sering terjadi di selat

Malaka antara pulau Sumatra dan semenanjung Malaysia. Orang memang menyebutnya sumatra. Apakah nama tersebut diambil dari nama pulau Sumatra, atau sebaliknya nama pulau Sumatra diambil dari fenomena sumatra tersebut ? Saya belum tahu. Fenomena (sumatra) tersebut berbentuk barisan awan tebal dan badaiguntur yang memanjang membentang dari arah barat; merupakan salah satu bentuk awan yang bukan karena golakan (convection) melainkan terbentuk karena proses lataan (advection) dan percampuran dari massa udara dari laut Cina Selatan yang dingin dan massa udara dari teluk Benggala yang agak panas . Kejadian tersebut sering dijumpai dalam bulan Januari- Februari semasa angin timurlaut dari monsun Asia musim dingin banyak terjadi di daerah tersebut. Terjadinya pada malam menjelang pagi hari, dan banyak membawa hujan. Imbas berupa hujan pagi tersebut juga sering dirasakan di Medan. Nah bila ingin berkenalan, kunjungilah dalam bulan tersebut atau tanya orang-orang Medan. Barangkali memang masih relevan bila kita tengok lagi pertanyaan M.A. Alaka dalam Technical Note no. 62 , WMO No. 155. TP 75 (Problems of Tropical Meteorology) untuk kita carikan jawabannya. Pertanyaan tersebut antara lain :

What is the origin of these disturbance ? What are the typical fields of wind, pressure, vertical motion and divergence ? What controls their intensity and movement ? What are their relations with larger-scale wind and pressure patterns ? What are the budgets of mass, energy and moisture ?

Angin barat. Sementara orang mengatakan bahwa angin barat membawa hujan, sehingga di Indonesia banyak yang mengatakan bahwa musim barat adalah musim hujan. Apakah hal demikian benar ? Flohn (1957) juga sudah mengidentifikasi bahwa dalam daerah sekitar khatulistiwa antara 10 LU dan 10 LS daerah dengan angin barat lebih banyak hujannya dibandingkan dengan daerah yang banyak angin timuran. Logikanya memang ada, bahwa angin barat mempunyai kelebihan momentum; kelebihan tersebut maunya sih diberikan kepada bumi. Tetapi karena bumi yang berputar ke arah timur lebih kencang tidak mau menerima sehingga terjadi gesekan dan kelebihannya diberikan kepada udara dalam arah ke atas; maka timbullah golakan. Oleh karena itu daerah angin barat banyak golakan.

Massa udara. Berbicara tentang massa udara di Indonesia memang merepotkan; karena kita pasti tidak dapat dengan jelas membedakan adanya dua atau lebih massa udara yang berbeda seperti di lintang tengah. Di kawasan lintang tengah adanya massa udara dapat mudah dikenali dengan adanya bidang diskontinuitas tekanan, suhu, angin, kelembapan, dalam bentuk perenggan (front). Tetapi kalau tidak diperhatikan, sering kita merasakan adanya perbedaan kadar udara; misalnya pada waktu musim kemarau beda suhu maksimum dan suhu minimum lebih besar dibandingkan musim hujan. Di Jawa Timur dan daerah lebih ketimur perbedaan tersebut lebih nyata; sedang di Sumatra Barat perbedaan tersebut kecil. Kalau begitu udara di Sumatra Barat tentu berbeda dengan udara di Nusa Tenggara. Sistem cuaca usikan (disturbance). Menurut Wheeler M. , N. Kaladis G ( ) dalam makalahnya Analysis of Cloud Tempertaure in the Wave Number Frequency Domain. Journal of Atm. Sciences. Vol. 56. pp 374 mengatakan bahwa : a. Large parts of synoptic varability in the tropics is due to propagating disturbances moving parallel to the equator. b. Madden Julian eastward wave number 1, 2, 3 centered of about 48 days OLRS. c. The search for any equatorial wave mode is dependent on the identification of ridge in the contours. d. It would seem likely that the convectively coupled equatorial waves, once generated, are inherently more prdictible than weather variations that predicted by red-noise background. Apakah fenomena seperti itu terlihat di Indonesia ? Fenomena tersebut dipelajari dalam skala sinoptik, dan tampak di kawasan Indonesia. Namun demikian dalam skala yang lebih kecil dalam musim monsun dingin Asia mungkin hanya terdapat jelas di Indonesia bagian tengah ( 100 120 BT), bersamaan dengan seruak monsun (monsoon surge) dan gerakan perenggan di lintang tengah utara. Dalam musim monsun Panas Asia terlihat di Sumatra bagian utara dan barat sampai jawa Barat bagian selatan bersamaan dengan pusaran atau palung di lautan India di sebelah barat Sumatra. Variabilitas. Menurut Yamanaka, sistem cuaca kawasan tropik memberikan banyak jenis fluktuasi seperti dalam table berikut ( Yamanaka M.D. 1996).

Kategori Musiman

Variasi Osilasi 10-12

Skala waktu 10 12

Keterangan Osilasi TTO (ten to twelve

dan antar tahun

tahunan (TTO) th ENSO (ElNino 4 th Southern Oscillation) 2 th. QBO (Quasi Binary 0,5 th Oscillation) 30-60 AO (Annual hari Oscillation) ISO (Interseasonal Oscillation)

Gangguan Super cloud 10-20 yang Gelombang Kelvin hari gerakannya Gelobang Kelvin 20 hari ke timur Gelombang Kelvin 10-20 MRG (Mixed Rossby hari Gravity wave) 5 hari 4-5 hari

Gangguan Cloud cluster yang Gelombang dua hari

4 hari 2 hari

oscillation) sering dikaitkan dengan daur bintik matahari. Osilasi troposferik yang dominan dalam kaitannya dengan iklim global, dan dipandang sebagai pasangan laut-atmosfer yang mandiri. Moda osilasi yang dominan di stratosfer ekuator bawah. Juga sebagai komponen osilasi troposfer selatan dan peredaran monsun, tetapi asalnya belum diketahui dengan pasti. Dominan di kawasan khatulistiwa. AO tropopause dan mesopause dipengaruhi / ditimbulkan oleh interaksi aliran (monsun). Gelombang Kelvin dengan bilangan gelombang zonal = 1. Dipandang sebagai hasil dari CSIK (Convective Stability of Secondary Kind). Gelombang Kelvin dengan panjang gelombang zonal 2000-4000 km. Dipaandang sebagai rezim golakan dalam dari ISO yang gerakannya ke timur. Di dekat tropopause, terpusat di Pasifik Barat. Di stratosfer bawah dengan bilangan gelombang k antara 1 dan 2. Di dekat stratopause dengan kecepatan besar ke arah timur. Di stratosfer bawah dengan bilangan gelombang 4 5. Di troposfer. Di dekat tropopause ;

gerakannya Pasang surut ke barat Angin darat-angin laut

Variasi yang lebih pendek

Pasang surut semi harian Awan Cb

berbentuk gelombang gravitas inersia atau siklontropis. Dihasilkan dari mekanisme CISK. Skala planet. Skala meso. 0,5 hari Skala planet. 1 jam Angin laut-angin darat sampai jarak 10 km, didorong oleh kondisi atmosfer takmanta. Dihasilkan dari mekanisme CISK.

1 hari 1 hari

Jadi bila hujan dipandang sebagai salah satu hasil dari berbagai gerak atmosfer dengan berbagai variabilitas tersebut ya memang sangat rumit; apalagi hujan harian. Oleh karena itu data yang digunakan harus sesuai dengan variabilitas yang diperhatikan. --------------Diposkan oleh soerjadi wh di 02:50

Rabu, 22 Desember 2010

SERBA-SERBI CUACA DAN IKLIM INDONESIA (Bagian Ketiga) MonsunOleh Soerjadi Wh.

MONSUN

Wajib. Dalam bagian pertama dan kedua monsun telah saya sebutkan meskipun hanya dalam garis besarnya saja. Dalam bagian ketiga ini saya ulangi lagi dan kita bicarakan lebih banyak. Mengapa diulangi ? Menyebut monsun hukumnya wajib bagi semua pemeluk agama cuaca Indonesia.. Karena kalau berbicara cuaca di Indonesia tanpa mengenang monsun rasanya sangat hambar.

Monsun. Monsun sudah lama dikenal, dan banyak yang mendefinisikannya dengan berbagai criteria. Dalam buku Glossary of Meteorology. Asmerican Meteoorological Soiciety- 1980 menyebutkan bahwa monsun adalah : A name for seasonal winds (derived from Arabic mousim, a season). It was first applied to the winds over Arabian sea, which blow for six months from northeast and six months from southwest, but it has been extended to similar winds in other parts of the world. Even in Europe the prevailing west to northwest winds of summer have been called the European monsoon . The primary cause is the much greater annual variation of temperature over large land areas compared with neighboring ocean sutface, causing an excess of pressure over the continents in winter and deficit in summer, but other factors such as the relief features of the land have considerable effect. The monsoons are strongest on the southern and eastern sides of Asia, the largest land mass, but monsoons also occur on the voasts of tropical regions wherever the planetary circulation is not strong enough to inhibit them. They have been described in Spain, northern Australia, Africa except the Mediteranean, Texas and the western coasts of the United States and Chile. In India the term is popularly applied chiefly to the southwest monsoon and, by extension, to the rains which it brings. Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa mausam semula digunakan untuk menamai angin di laut Arab yang dalam setahun bertiup bergantian arah, setengah tahun dari arah timur-laut dan setengah tahun lainnya dari arah tenggara. Bergantinya tiupan angin tersebut berkaitan dengan perbedaan panas yang terdapat di laut dan di daratan luas sehingga timbul beda tekanan udara dengan di darat lebih tinggi dalam musim dingin, dan lebih rendah dalam musim panas. Dari pengertian tersebut maka monsun tidak terdapat di setiap daerah melainkan hanya di kawasan tertentu di kawasan tropik yang kondisinya memenuhi syarat. Tetapi kini dalam kalangan meteorology, kata monsun (yang dalam bahasa Inggris ditulis monsoon ) digunakan sebagai kata istilah untuk nama dari angin dan fenomena-fenomena terkait yang setiap setengah tahun bergantian. Dari pandangan bahwa monsun hanya fenomena bergantinya arah angin saja dalam musim panas dan dalam musim dingin, seperti yang dikemukakan oleh Hann (1908); Shick (1953; Khromov (1957); Kao dkk. (1962), maka istilah monsun tersebut juga diberlakukan di kawasan lain;

misalnya di Eropa yang disebut monsun Eropa; sedangkan musim (yang dalam bahasa Inggris ditulis season) bukan istilah melainkan kata yang mempunyai arti selang waktu yang selama itu terdapat keadaan yang sangat sering terjadi. Misalnya musim dingin, adalah waktu yang selama itu suhu udara selalu rendah; musim hujan, adalah waktu yang selama itu banyak terjadi hujan. Jadi sama penggunaannya untuk misalnya musim duren yang mempunyai arti pada waktu itu banyak buah duren, musim mangga, musim penyakit, dll. Ramage (1971) mengemukakan bahwa daerah monsun ditandai dengan (a) arah angin utama berubah sekurang-kurangnya 120 derajat dari bulan januari dan Juli; (b) rata-rata keseringan angin utama dalam bulan Januari dan Juli lebih dari 40%; (c) sekurang-kurannya sebulan, rata-rata resultan angin dalam sebulan lebih dari 3m/detik; (d) sekurang-kurangnya satu siklon-antisiklon terjadi bergantian di daerah 5 derajat lintang dan bujur. Dengan kriteria yang dikemukakan Ramage tersebut maka daerah antara 35 oLU dan 25 oLS serta antara 30 oBT dan 170 oBT adalah yang memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai kawasan monsun. Dari banyak daerah monsun, yang paling jelas adalah di Asia, Australia Utara, dan Afrika, yang masingmasing dikenal dengan monsun Asia ( Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara), monsun Australia Utara, monsun Afrika (Afrika Selatan, Afrika Barat, Afrika Timur), dan monsun Australia. Selain dengan criteria yang dikemukakan Ramage, kini daerah monsun juga didefinisikan dengan menggunakan kiteria posisi Pias Pumpun Antartropik (PPAT). Pias Pumpun Antartropik adalah lajur perbatasan antara daerah Antisiklonal Utara dan Antisiklonal Selatan (Intertropical Covergence Zone = ITCZ). Digunakannya PPAT sebagai criteria daerah monsun karena daerah yang dilewati PPAT selalu mengalami perubahan arah angin yang memenuhi criteria Ramage tersebut. Dengan demikian maka selain daerah yang telah disebutkan, maka daerah monsun lebih umum terletak di kawasan antara tempat PPAT paling utara (dalam bulan Juli) dan tempat PPAT paling selatan (dalam bulan Januari), termasuk daerah Pasifik timur, Amerika selatan, dan Atlantik barat (tentang PPAT tersebut dibahas lebih rinci dalam bagian keempat). Bila definisinya seperti yang telah disebutkan, maka Indonesia tentunya juga mempunyai monsun. Kalau di India ada monsun baratdaya (southwest monsoon) dan monsun timur laut (northeast monsoon), di Indonesia dikenal monsun barat dan

monsun timur meskipun ada sebagian daerah di kawasan Indonesia bagian barat yang mearasakan adanya monsun baratdaya dan monsun timurlaut. Dalam tulisan ini saya gunakan istilah monsunal Indonesia yakni sifat-sifat serupa monsun. Sejak MONEX tahun 1978/79 diselenggarakan, sudah banyak yang diketahui sifatsifat fisis monsun, meskipun juga masih banyak lagi yang perlu digali. Tetsuzo yasunari (Role of Monsoon on Global Climate) dalam the Third International Symposiumon Equatorial Atmosphere Observation over Indonesia. Jakarta (Grand Hyatt) 14 15 May 1991 ) menyebutkan antara lain, bahwa : - Monsoon system may be considered as a heat engine using water as a fuel. - Strongly suggest that the axisting monsoon and the ENSO shoud be understood as a coupled ocean/land/atmosphere system over Eurasian continent through the Pacific. - The Asian/Australian monsoon system is a typical manifestation of the coupled ocean-land-atmosphere interaction between the largest continent and the largest ocean on the earth, and that it has a dominant role on the global climate system and its variability, fundamentally forced and maintained by the moist processes. - Monsoon system seems to have a principal mode of biennial oscillation, based upon the memory (heat storage) of the tropical Pacific Ocean. - Monsoon system transmits climatic signals from the tropics (lower latitude) to extratropics by means of the Rossby wave propagations forced by anomalous heating in the tropics. - Monsoon system is subjected to the anomalous mid-latitude westerly regimes by means of land surface processes (snow cover, soil moisture etc.) over Eurasian continent. - Monsoon system has a great role on the global climate system as a modulator of interannual variability of the system, by transmitting renewed initial conditions to, and receiving renewed boundary conditions from, the more chaostic mid-latitude westerly zone through the seasonal cycle. - In this process, the water with its three states act as an energy source of the system and, as a substance by which climatic informations are transferred. Dalam The Third International Symposium on Equatorial Atmosphere Observation over Indonesia di Jakarta (Grand Hyatt) 14 15 May 1991 ) juga, Akimasa Sumi mengemukakan bahwa ::

- Monsoon is a dominant phenomena which exist in the tropics. - Land-Ocean contrast in the tropics, which results in the monsoon phenomena, has a strong influence on fixing the location of the convection. Lain lagi, J.C. Sadler and J.T. Lim dalam bukunya (Monsoon Dynamics, edited by Sir James Lighthill & Prof. R.P.Pearce, Cambridge Univ. Press. 1977), menuliskan tentang berbagai indeks untuk mengidentifikasi monsun, antara lain : a) a cross-equatorial meridional wind index for selected longitudinal bands to monitor an outflow branch of summer monsoon area; b) a zonal-average meridional wind index at equator to monitor interhemispheric exchange; c) a zonal-average meridional wind index at some intermediate latitude to monitor the interaction between the tropics and higher latitude. This index should also be maintained for subzones to monitor the preferred areas of strong interaction; d) zonal wind indices at the equator for selected longitude bands to monitor the eastwest or Walker circulations. Dari apa yang telah mereka kemukakan tersebut dapat kita fahami bahwa monsun mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan sistem cuaca dalam berbagai skala, baik skala kecil maupun skala besar. Monsun di sekitar Indonesia. Kawasan Indonesia memang bukan sumber monsun; tetapi terletak dalam daerah kekuasaan monsun, yakni monsun Asia Selatan, monsun Asia Tenggara, dan monsun Australia. Ketiganya saling berinteraksi membentuk sistem monsunal Indonesia. Misalnya, pada waktu Asia musim dingin di sebagian besar Indonesia terjadi musim angin barat (musim barat), dan sebagian kecil di bagian barat terjadi musim angin timurlaut (musim timurlaut); pada waktu Asia musim panas, di sebagian besar Indonesia terjadi musim angin timurtenggara (musim timur), dan sebagian kecil di bagian barat terjadi musim angin baratdaya (musim baratdaya). Musim barat umumnya disertai dengan banyak hujan, sehingga musim barat diidentikkan dengan musim hujan; sebaliknya musim timur disertai dengan sedikit hujan dan diidentikkan dengan musim kemarau. Oleh karena itu untuk membicarakan lebih lanjut tentang sifat monsunal Indonesia lebih dahulu kita simak sejenak sifat-sifat monsun di sekitar Indonesia tersebut. a. monsun Asia Selatan (monsun India). Di India, monsun yang populer adalah monsun barat daya (southwest monsoon) atau monsun dalam musim panas Asia

(summer monsoon) karena banyak memberi hujan dan variasinya besar. 1) Klimatologi : Dari peta sinoptik harian diatas India terdapat palung tekanan rendah di troposfer bawah yang dikenal dengan palung dekat katulistiwa (Near Equatorial Trough) atau palung khatulistiwa (Equatorial Trough). Di sekitar palung merupakan daerah yang banyak hujan. Letak palung khatulistiwa bergeser ke utara dan ke selatan mengikut musim. Dalam bulan Juni sampai September palung tekanan rendah tersebut sangat kuat dan berimpit dengan Intertropical Convergence Zone (ITCZ). Dalam bulan Oktober sampai Mei sulit dibedakan dengan ITCZ, sedangkan dalam bulan Nopember sampai April palung tersebut berpisah dengan ITCZ karena letak ITCZ jauh ke selatan khatulistiwa. Awal munculnya ITCZ digunakan sebagai criteria awal monsun dan juga digunakan sebagai awal dari musim hujan. Menjelang datangnya monsun ( dalam bulan April-Mei) badaiguntur banyak terjadi di India, kemudian berkurang selama monsun berlangsung, Awal monsun ( southwest monsoon) di suatu tempat ditandai dengan : (i) ITCZ berada di tempat tersebut, (ii) ITCZ bergerak terus ke utara dan tidak kembali, (iii) Datangnya ITCZ ditandai dengan : o Angin baratan (westerly) di sebelah selatan ITCZ dengan kecepatan sekitar 20 knot; tebal lapisan angin baratan sampai 6 km dari permukaan laut, o Palung khatulistiwa berimpit dengan ITCZ, o Terjadi hujan lebat dan badaiguntur, (iv) Pada pertengahan bulan Mei hujan monsun mulai di teluk Benggala, selatan Miyanmar, dan Indo-China (Vietnam). (v) Monsun mencapai pantai barat India pada 30 Mei, kemudian terus bergerak ke utara, dan antara 1 Juni sampai 1 Juli meliputi hampir seluruh India. (vi) Rata-rata monsun mulai 30 Mei, dengan simpangan 8,2 hari Surutnya monsun ( southwest monsoon) di suatu tempat ditandai dengan : (i) ITCZ mulai bergerak ke selatan, berawal dari akhir bulan Agustus, mulai dari utara dan sekitar tanggal 15 Oktober monsun timurlaut berakhir di semua tempat. Tetapi di ujung selatan semenanjung daratan India hujan masih ada meskipun bukan kaitannya dengan ITCZ melainkan berkaitan dengan palung khatulistiwa. (ii) Sering disertai dengan kilat dan guntur.

(iii) Paling akhir monsun baratdaya mulai 18 Juni (1972). 2) Indikasi aktivitas (monsun baratdaya). Awal monsun di Kerala ditandai dengan timbulnya angin timuran di Aden pada ketinggian 200 hPa lima sampai enambelas hari sebelumnya, (Sutclift dan Banon 1954, dikutip Asnani), Anomali positip suhu pada 300 hPa di India Utara dalam bulan Mei menandai majunya awal monsun, sebaliknya anomaly negatip menandai mudurnya awal monsun (Rai Sarcar dan Patil-1961, dikutip Asnani), Dalam tahun awal monsun maju peredaran atmosfer pada paras 50 hPa tidak banyak berbentuk sel-sel; sebaliknya pada tahun awal monsun mundur, Ramaswamy 1965-dikutip Asnani), Juga ditunjukkan oleh Ramaswamy-1971 bahwa dalam tahun awal monsun mundur, terdapat anomali positip angin baratan pada paras 500 hPa, Bila awal monsun normal atau mundur, ditandai dengan melemahnya angin baratan secara mendadak (cepat) pada troposfer, sebaliknya bila awal monsun maju, Monsum umumnya ditandai dengan angin baratdaya yang kuat di troposfer bawah dan angin timuran kuat (jet) di troposfer atas, Monsun kuat ditandai dengan q tekanan rendah bahang (heat low) kuat di Asia tengah, q hujan banyak di pantai barat, Monsun lemah ditandai dengan q banyak hujan di Bangladesh dan sering timbul lembangan (depression) di teluk Benggala. Lembangan di teluk Benggala umumnya timbul dalam bulan Juni sampai September dengan paling banyak terjadi di bulan Agustus. Aktivitas monsun tidak terus menerus, melainkan berosilasi sekitar dua mingguan dan 30-50 harian. Model prediksi sudah banyak digunakan, baik dinamik maupun statistik. Dalam menggunakan metode statistik curah hujan selama monsun dikorelasikan dengan banyak parameter, seperti misalnya yang digunakan oleh Thapliyal (1991) dengan 7 parameter:7

R = Co + S Ci X ii=1

dengan R = curah hujan monsun dalam cm, X1 = posisi ridge subtropik 500 hPa sepanjang 75 BT bulan April, X2 = suhu minimum di pantai timur bulan Maret, X3 = suhu minimum India Utara bulan Maret, X4 = SML sepanjang pantai Peru dan Equador bulan Agustus sebelumnya, X5 = tekanan udara belahan bumi utara bulan januari sampai April, X6 = Kecenderungan perubahan SML pantai Peru dan Equador bulan Januarai sampai Maret, X7 = tekanan Darwin selama musim dingin C konstanta, dengan Co = -1,66; C1= 27,34; C2= 65,66; C3= -2,44; C4= 4,23; C5= 1,21; C6= 2,02; dan C7= -13,29. Kini dikembangkan lagi menjadi 16 parameter Note : Bila monsun panas (southwest monsoon India) kuat dan banyak hujan di pantai barat India, musim kemarau di Indonesia mundur dan kering; sebaliknya bila southwest monsoon lemah. b. monsun Asia Tenggara. Berbeda dengan monsun di India, monsun Asia Tenggara yang dominan bagi Indonesia adalah monsun timurlaut (northeast monsoon) atau monsun Asia musim dingin (winter monsoon). 1) Klimatologi : Monsun panas di kawasan Asia Tenggara mulai di Thailan 13 Mei dan terus bergerak ke utara sampai sekitar 33 LU sekitar 12 Juli, tetapi gerakannya tidak teratur, dan kemudian adakalanya timbul cabang dan berkembang ke utara sampai 40 45 LU sampai akhir Juli. Dalam periode monsun panas di lautan Pasifik sebelah timur Pilipina timbul siklon tropik. Monsun panas mulai melemah bulan Agustus. Monsun dingin berasal dari Asia tengah mencapai Cina mulai Oktober sampai Nopember; kemudian terus bergerak ke arah selatan. Selama musim dingin semua sistem angin dan tekanan adalah imbas dari perpindahan gelombang siklon ekstratropik yang membawa hujan di Cina. 2) Indikasi (aktif) monsun dingin Asia. Anomali tekanan positip di Asia tengah, Sering timbul seruak,

Angin timur laut kuat di troposfer bawah dan angin tenggara kuat di lapisan atas ( 200 hPa), Punggung (ridge) di lapisan atas (500 mb) meluas ke selatan sampai mencapai di atas 10 LU c. monsun Autralia Utara. 1) Klimatologi. Monsun memberi banyak hujan dalam musim panas, dan kering dalam musim dingin di Australia, Awal monsun didefinisikan dengan saat pertama kali sesudah 1 Nopember, empat atau lebih dari 6 stasiun di sekitar Darwin mencatat curah hujan lebih dari 19(n+1) mm (n = banyaknya hari sesudah 1 Nopember) (Troup 1961). Awal monsun juga didfinisikan dengan angin pada paras angin landaian (gradient wind, sekitar 0,9 km), yakni ketika Darwin mencatat angin barat terus-menerus dengan komponen zonal lebih dari 5,15(n+1) mpd. (n = banyaknya hari setelah 1 Nopember). Nichols (1982) mendefinisikan awal monsun basah dengan indeks yang dibuat berdasarkan curah hujan kumulatip di airport Darwin setelah tanggal 1 Agustus. Indeks tersebut adalah 10; 50; 100; 250; dan 500 mm, yang masing-masing terjadi rata-rata tanggal 4 Oktober; 26 Oktober; 11 Nopemeber; 6 Desember; dan 1 Januari. Dengan criteria Troup dan Nichols tersebut diperoleh bahwa 30% curah hujan jatuh sebelum awal musim dengan criteria angin. Lebih rinci Holan mengemukakan bahwa awal monsun tersebut ditandai dengan terjadinya angin baratan di atas Darwin dan curah hujan rata-rata dari seluruh hari antara Oktober sampai Nopember dari semua stasiun hujan di sekitar Darwin lebih dari 7,5 mm/hari. Dalam bulan Januari komponen baratan (westerly) pada paras 500 hPa mencapai 15 LS; diatasnya terdapat komponen timur. Monsun berosilasi 30-50 harian. Dalam monsun terdapat banyak struktur skala meso, (M.J. Manton dan J.L. McBride Recent Research on the Australian Monsoon 1994). Curah hujan rata-rata musiman di Australia Utara berkorelasi kuat dengan anomaly angin zonal, baik pada paras bawah (850 hPa) maupun pada paras atas (150 hPa).

(dikutip dari Holton 1986). Daerah golakan skala sinoptip di Monsun Australia dipacu oleh gerakan longitudinal (arah barat-timur), sedangkan di Monsun India aktivitas golakan bersamaan dengan gerak PPAT (Pias Pumpun Antartropik = Intertropical Convergence Zone ITCZ). (dikutib dari Shika dan Gadgil-1980). Moda Rossby yang terperangkap di khatulistiwa menimbulkan angin baratan di lapisan bawah di bagian barat dari daerah pelepas energi pendam skala besar, sedangkan moda Kelvin yang timbul di bagian timur menghasilkan angin timuran di lapisan bawah Pasifik Tropis (dikutip dari Hendon 11988, Chen at. al. 1989, Mqatsumo 1966, Webster 1972, Gill 1980). Lembang tropis (tropical depression) sampai siklontropis (disebut willy willy) sering timbul di timurlaut Australia (umumnya bulan Nopember sampai Maret). 2) Indikasi (aktif): Terdapat golakan kuat di Australia Utara dan Barat laut, Pusaran timbul di sekitar 20 LS 120 BT, Dipicu oleh seruak dingin (cold surge) dari Laut Cina Selatan (monsun dingin Asia), Sering timbul seruak angin selatan di sepanjang pantai barat Autralia Monsun Indonesia. 1). Klimatologi. Di Indonesia dikenal ada dua musim, yakni musim hujan dan musim kemarau. Umumnya musim hujan berkaitan dengan monsun. Pengkajian tentang monsun telah lama dilakukan, antara lain Walker (1924), Ramage (1967) dll. Demikian juga pengkajian mengenai hubungan dan kaitan antara monsun Asia dan Australia dengan system cuaca dan musim di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Boerema (1926), de Boer (1948). Cuaca di Indonesia berfluktuasi dengan berbagai variasi, dari variasi harian (diurnal variation), variasi tahunan (annual variation), variasi musiman (seasonal variation), variasi intra musiman (intraseasonal variation), variasi antartahunan (interannual variation), dst. Karena letak wilayah Indonesia di sekitar khatulistiwa, maka wilayah tersebut menerima sinaran matahari terus-menerus sepanjang tahun tetapi berbeda mencolok pada waktu siang dan malam hari. Perbedaan sinaran siang dan

malam hari memberi ciri yang kuat berupa variasi harian unsur cuaca, terutama pada suhu, tekanan, angin, dan kelembapan. Variasi harian suhu yang nyata adalah variasi harian dengan maksimum pada siang hari dan minimum pada malam menjelang pagi hari. Variasi harian tekanan mempunyai maksimum dua kali dan minimum juga dua kali. Maksimum terjadi pada sekitar pukul 10 pagi dan 10 malam, sedangkan minimum pada sekitar pukul 4 pagi dan pukul 4 sore. Variasi harian angin terdapat di tempat-tempat tertentu, misalnya di kawasan pantai variasi harian ditandai dengan adanya angin darat dan angin laut, di pegunungan dengan angin lembah dan angin gunung. Variasi harian kelembapan nisbi udara berkebalikan dengan variasi harian suhu, yakni minimum pada saat suhu mencapai maksimum dan maksimum pada waktu suhu mencapai minimum. Variasi harian curah hujan sangat bergantung kepada tempatnya; di atas daratan hujan lebih banyak terjadi pada siang dan sore hari, sedangkan di atas laut dan teluk sering terjadi pada waktu malam dan menjelang pagi hari. Namun demikian variasi harian tersebut dapat terganggu karena adanya gangguan dari sistem yang lebih besar, ,misalnya monsun. Sesuai dengan letak geografinya Indonesia mempunyai variasi musiman. Variasi musiman tersebut dapat jelas terlihat pada curah hujan. Oleh karena itu dikenal musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim tersebut dibedakan dari banyaknya curah hujan. Pada umumnya sewaktu matahari ada di belahan bumi selatan dari bulan Oktober sampai Maret, curah hujan lebih banyak dibandingkan sewaktu matahari di ats belahan bumi utara dari bulan April sampai September. Untuk membedakan kedua musim tersebut BMG menggunakan criteria banyaknya curah hujan sama atau lebih dari 50 mm tiap dasarian; meskipun dengan criteria tersebut banyak daerah yang sulit dibedakan antara musim hujan dan musim kemarau. Dalam table berikut ditunjukkan sebaran jumlah curah hujan bulanan di beberapa tempat yang berbeda variasinya. Variasi musiman juga terlihat pada arah angin meskipun tidak sama arah anginnya; misalnya di Sumatra Barat variasi musiman berupa perubahan dari angin baratdaya dan timurlaut, di Jawa terlihat dari perubahan angin barat

dan angin timur. Variasi-variasi tersebut berkaitan dengan monsun Asia dan monsun Australia. Di beberapa daerah misalnya di Jawa bagian timur, Bali, Nusa tenggara serta daerah lain yang berdekatan dengan Australia, variasi musiman suhu maksimum dan minimum juga terlihat jelas. Minoru Tanaka (1994) mengemukakan bahwa daur musim kemarau yang diidentifikasi dengan menggunakan jumlah liputan awan di Jawa dan sekitarnya mempunyai variasi kisaran sampai 35% sedangkan daur intra musiman sekitar 5%. Hal tersebut sesuai dengan pendapat M.J. Manton dan J.L. McBride yang mengemukakan bahwa dalam daerah monsun lebih banyak struktur skala meso. Awal musim hujan oleh De Boer (1948) dicirikan dengan jumlah curah hujan dasarian. Bila dalam lebih dari tiga dasarian berturut-turut dalam periode Oktober sampai Maret terdapat curah hujan yang jumlahnya sama atau lebih dari 50 mm maka dasarian yang pertama ditetapkan sebagai awall musim hujan. Sebaliknya untuk musim kemarau. Untuk menandai keadaan atau kadar musim digunakan nilai simpangan. Jika simpangan melebihi dari 0,5 dari simpangan baku disebut atas normal dan bila lebih dari 0,5 dibawah simpangan baku disebut bawah normal. Kriteria tersebut masih digunakan oleh BMG sampai saat ini meskipun sering mengalami kesulitan dalam penerapannya, karena banyak tempat yang curah hujan bulanannya selalu besar dan selalu kecil sehingga dengan criteria tersebut terdapat tempattempat yang tidak mempunyai musim hujan atau musim kemarau. Harjawinata S dan Muharyoto (1980) menggunakan keseringan angin permukaan sampai 850 hPa untuk mengidenditifikasi awal musim. Dikatakan bahwa awal musim barat disuatu tempat mulai apabila keseringan angin barat di tempat tersebut telah mencapai 50%. Namun demikian criteria tersebut tidak selalu dapat digunakan untuk mengidentifikasi musim hujan karena musim hujan di semua tempat tidak berkaitan dengan musim angin barat. Kesulitan lain dalam menandai awal musim adalah ikut andilnya luas wilayah dan struktur kepulauan dalam pembentukan cuaca skala meso. Penentuan awal musim dengan menggunakan parameter lain misalnya tekanan udara seperti yang digunakan oleh Berlage (1927), Resink (1952) dan Berlage (1968) juga tidak menunjukkan korelasi yang tinggi. Nichols

(1980) dengan menggunakan parameter tekanan udara Darwin dan curah hujan bulanan di Jakarta menunjukkan bahwa korelasi yang agak tinggi hanya dalam bulan Juli sampai September. Minoru tanaka (1994) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara awal musim yang diperoleh dengan menggunakan criteria awan dan criteria angin. Dalam periode monsun panas Australia atau musim dingin Asia, untuk wilayah Indonesia bagian barat dan utara serta di bagian timur (Maluku, Irian Jaya) lebih dahulu angin (10-50 hari) daripada awan; untuk wilayah Indonesia bagian selatan dan tengah lebih dahulu awan (sampai 30 hari) daripada angin. Pada awal dan menjelang akhir musim hujan monsun banyak terjadi guntur. Curah hujan di Indonesia umumnya berjumlah besar di separoh tahun dan sedikit di separoh tahun sisanya. Variasi tersebut berkaitan erat dengan sistem peredaran atmosfer di sekitar Indonesia. Salah satu diantaranya adalah peredaran monsun Asia dan Australia. Namun demikian sebarannya mengikut waktu sangat beragam. Dengan menggunakan data curah hujan, Boerema (1941) menunjukkan adanya 153 tipe sebaran curah hujan bulanan, 69 terdapat di Jawa dan Madura serta 84 di daerah lain. Eguchi (1988-yang dikutib Yamanaka) dengan menggunakan data dari 669 stasiun hujan membagi Indonesia dalam tiga wilayah (tidak termasuk Irian jaya)., yakni : (a) Jawa-Bali-Nusa Tenggara, yang musim hujannya lebih pendek dari musim kemarau, bersamaan dengan musim barat di Australia. Makin ke timur makin sedikit curah hujannya. (b) Sumatra dan Kalimantan bagian barat, yang mempunyai maksimum curah hujan dua kali dalam musim panas di belahan bumi selatan (Oktober Februari), (c) Kalimantan bagian timur, Sulawesi, dan Maluku yang mempunyai satu atau dua kali periode hujan dengan maksimum bulanannya terdapat dalam bulan musim semi atau musim panas di belahan bumi utara (Maret Juli), dan dikuasai oleh pasat Pasifik yang membawa hujan sedikit. Table 1. Sebaran curah hujan bulanan di beberapa tempat (1970-2000) sumber data: BMG-des.2003 Tempat Medan jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nop des setahun

83 114 101 168 192 142 170 169 230 291 236 250 2146

Ppinang 270 220 254 230 211 140 123 102 122 160 251 311 2394 Ptianak 263 196 202 263 231 191 190 184 253 271 340 258 2614 Bjmasin 362 299 304 246 218 133 138 Makasar 682 589 382 229 133 78 Palu 54 37 69 45 56 66 90 89 152 257 366 2677 43 109 350 602 3272 53 46 50 54 676

60 14 69 57

Manado 381 347 353 258 289 272 141 130 173 244 316 357 3281 Jakarta 393 276 214 142 105 95 61 92 46 103 112 228 1860 8 31 116 298 2036

Sbaya (juan) 434 379 291 234 123 68 Kupang 758 897 535 193 49 23 19 5

41 13 3

19 215 572 3285

Ambon (Patt) 128 111 134 155 339 456 450 346 159 92 62 117 2549 Biak (mokmer) 258 246 267 205 256 221 235 236 217 213 197 213 2784 Merauke 232 207 232 230 96 36 33 21 27 40 66 169 1391

Analisis data curah hujan dari data global yang dilakukan Tim S-VII (Tien Andri) memperoleh peta isohyet yang menunjukkan bahwa di wilayah Indonesia terdapat lima daerah hujan, yakni :

(a) Daerah di sekitar laut Cina Selatan termasuk Sumatra sebelah utara dan timur Bukit Barisan, Kalimantan Barat dan Selatan, Jawa barat bagian utara, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Daerah-darah tersebut menjadi daerah banyak hujan dalam bulan Nopember sampai Januari. (b) daerah sekitar lutan India, termasuk Sumatra di bagian barat dari Bukit Barisan, Jawa Barat bagian barat-daya. Daerah tersebut hampir sepanjang tahun menjadi daerah banyak hujan. (c) Daerah kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara, mempunyai maksimum sangat tinggi dalam bulan Desember Februari. (d) Daerah Maluku bagian tengah dan Irian Jaya bagian utara dengan curah hujan banyak dalam bulan Juli sampai September. (e) Daerah Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya bagian selatan yang berdekatan dengan Australia Utara dengan curah hujan banyak dalam bulan Desember sampai Maret. Selama monsun barat, PPAT terdapat di kawasan Indonesia, sedangkan dalam musim timur berada di luar sebelah utara. Mulai masuk Indonesia

sekitar bulan Nopember dan gerak umumnya dari utara ke selatan sampai bulan Januari, kemudian kembali ke utara; tetapi gerak hariannya tidak tetap; ada kalanya hari ini ke utara besoknya ke selatan dan sebaliknya. 2) Indikasi (aktivitas). Kadar monsun dan juga musim di Indonesia tidak tetap, melainkan berfluktuasi dengan berbagai variasi intra musiman (intraseasonal) sampai antar tahunan (interannual) sebagai akibat dari adanya berbagai gangguan dari sistem peredaran lain. Dalam skala variasi intra musiman berbagai fenomena yang mempunyai kaitan cukup berarti adalah : seruak monsun (monsoon surge), alir lintas ekuator (cross equatorial flow), Pias Pumpun Antartropik = PPAT (Intertropical Convergence Zone = ITCZ), pusaran (vortice), dan lembang tropik (tropical depression). Pemanasan musiman di atas Kalimantan yang ditutupi hutan hujan tropis mempunyai peran penting dalam kaitannya dengan timbulnya monsun panas Asia (Murakamin T. dan J. Matsumoto-1994 -GEWEX). Monsun Asia dan Australia dalam skala planet memberi dampak berbeda di setiap wilayah, berkenaan dengan kondisi wilayah yang bersangkutan. (GEWEX) Salah satu dari fenomena monsun adalah dorongan yang menimbulkan arus besar yang berlangsung dalam waktu pendek serupa dengan denyutan yang disebut seruak monsun. Dalam monsun dingin Asia dikenal dengan istilah seruak dingin (cold surge) yang ditandai dengan naiknya tekanan udara dan penurunan suhu dengan cepat, serta bertambahnya kecepatan angin. Observatorium Meteorologi Hongkong, dan juga yang digunakan dalam analisis pendahuluhan (quicklook analysis) MONEX 1078/1979 menggunakan criteria bahwa seruak dingin mencapai Hongkong apabila tekanan udara di Hongkong mencapai lebih tinggi dari 1030 hPa, dan penurunan suhu lebih dari 5 oC selama 24 jam. Dari kajian yang dilakukan menyimpulkan bahwa keseringah timbulnya seruak dingin merupakan indicator akan kadar monsun. Wirjohamidjojo S (1980), Hadi Suyono dan Widada S (1999) menunjukkan adanya seruak dingin tersebut diikuti dengan bertambahnya kecepatan angin di atas laut Cina Selatan ke arah selatan, dan bertambahnya hujan di sekitar laut Jawa.

Baik dalam periode monsun dingin maupun dalam periode monsun panas Asia, di atas daerah khatulistiwa, khususnya di sekitar laut Cina Selatan, sering terdapat angin yang seragam arahnya. Pada musim monsun dingin Asia dari arah timur laut, dan pada musim monsun panas dari arah tenggara sampai selatan. Dalam keadaan demikian dikatakan terdapat alir lintas khatulistiwa. Adanya alir lintas khatulistiwa dalam musim monsun dingin Asia diikuti dengan banyak curah hujan di Indonesia (Wirjohamidjojo S 1980, 1982). Dengan menggunakan data ECMWF Hadi Suyono dan Widada S (1999) menunjukkan hal yang sama, dan ditunjukkan pula bahwa alir lintas khatulistiwa tersebut diikuti dengan perpindahan energi kinetik serta aliran dengan kepusaran nisbi (relative vorticity) tinggi di atas laut Jawa. Di India alir lintas khatulistiwa dalam monsun panas Asia digunakan untuk mengidentifikasi mulainya monsun (Sikka D.R. dan William m. Gray 1981). Dalam monsun dingin Australia alir lintas khatulistiwa dapat digunakan sebagai petunjuk kekuatan monsun Australia tersebut (Shiyan tao dan Lonxun Chen 1987).

Fenomena berupa pusaran sering terjadi di laut Ciana Selatan dan lautan India di sebelah barat Sumatra, baik dalam periode musim monsun panas maupun dalam musim monsun dingin Asia.

(a) Di atas laut Cina Selatan dalam musim monsun dingin Asia, pusaran merupakan hasil interaksi antara massa udara maritime tropis Pasifik Barat dan massa udara kontinental dingin; sedangkan dalam musim monsun panas Asia pusaran merupakan hasil interaksi antara massa udara maritime tropik Pasifik Barat dan massa udara khatulistiwa lautan India. Keduanya terbentuk dari pertemuan angin baratan khatulistiwa kuat dan lebih kuat dibandingkan dengan angin timuran Pasifik. Dalam musim monsun panas pusaran sering berupa kelanjutan dari siklontropik dari Pasifik Barat.

Gb.1. Pusaran dalam bentuk siklontropik.

Dalam musim monsun dingin adanya pusaran menghalangi masuknya udara monsun ke wilayah Indonesia yang terletak di sebelah selatannya. Bila pusaran di atas laut Cina Selatan terjadi dalam musim monsun panas dapat memperkuat alir lintas khatulistiwa ke utara, dan sebagai petunjuk kuatnya monsun panas India atau kuatnya monsun dingin Australia,dan kuatnya musim kemarau di Indonesia. (b) Pusaran di lautan India di sebelah barat Sumatra juga dapat timbul dalam musim monsun dingin maupun dalam musim monsun panas Asia. Kemunculannya bersamaan dengan palung khatulistiwa. Palung tersebut juga sebagai sambungan dari palung tekanan rendah diantara dua tekanan besar di lautan India barat dan timur. Pusaran tersebut hidupnya lebih permanen dan letaknya bergeser ke utara dan ke selatan mengikut gerakan Pias Pumpun Antartropik (PPAT). Bila sering timbul dalam musim monsun panas Asia, merupakan petunjuk lemahnya monsun panas tersebut atau lemahnya monsun dingin Australia, dan diikuti dengan musim kemarau yang basah di Indonesia. Sebaliknya bila monsun panas India kuat diikuti dengan kuatnya monsun dingin Australia pusaran berkurang jumlahnya dan diikuti dengan kemarau kering di Indonesia.

Gb.2. Pusaran di laut India sebelah barat Sumatra.

Lembang tropis (tropical depression) di Australia Utara adalah salah satu komponen penting dari monsun Australia. Musim lembang tropis tersebut adalah bulan

Desember sampai Maret (Mc.Bride J.L. 1987). Adanya lembang tropis tersebut menandai kuatnya monsun panas Australia. Imbas dari lembang tropis berupa angin kencang dan hujan lebat dapat dirasakan di kawasan Nusa Tenggara sampai Bali. Garis geser angin (shearline) sering timbul dalam musim monsun panas maupun dalam musim mosnsun dingin Asia, terutama dalam musim transisi bulan april dan Nopember. Pada daerah geser angin terdapat usaran-pusaran kecil yang dapat menimbulkan golakan dan awan-awan golakan dan banyak hujan. Palung khatulistiwa timbul dalam keadaan tekanan udara di belahan bumi selatan dan utara hampir seimbang. Bila PPAT terdapat di utara khatulistiwa, daerah hujan terdapat di depan PPAT dekat khatulistiwa; dan bila PPAT di sebelah selatan khatulistiwa dan terjadi arus lintas khatulistiwa, daerah hujan ada didepan PPAT, sedangkan bila tidak disertai arus lintas khatulistiwa daerah hujan ada di belakang PPAT menghadap khatulistiwa. Palung udara atas terdapat pada paras 500 hPa atau di paras lebih tinggi. Letaknya membujur ke arah selatan sampai mencapai di atas lintang 10 oLU dengan amplitudo sekitar 10 derajat lintang. Palung tersebut bertindak sebagai pengendali timbulnya seruak di lapisan bawah pada musi munsun dingin Asia. KESIMPULAN. Monsun di sekitar Indonesia mempunyai peran banyak dalam tatanan sistem cuaca di Indonesia. Indikasi aktivitas monnsun di sekitar Indonesia tersebut menjadi pula indikasi aktivitas monsun Indonesia. Pada dasarnya PPAT adalah daerah pumpunan yang dibentuk oleh aliran pasat dari sistem antisiklonal oleh karena itu udara bersifat mantam (stable) dan terdapat sungsangan (trade inversion). Pumpunan menjadi kuat dan mengalahkan sungsangan apabila didoorong oleh angin baratan khatulistiwa. Karena sifat mantab tersebut maka terjadi proses lataan (advection). Oleh karena itu peran lautan yang dilalui udara monsun sebagai sumber uap air menjadi sangat penting. Bila factor-faktor luar dipandang sebagai pendorong, maka sistem cuaca Indonesia

diringkaskan seperti pada tabel matriks berikut :

SKALA DAN SISTEM CUACA INDONESIA YANG BERKAITAN DENGAN FAKTOR PENDORONG (LUAR)

Parameter Indikator Global SML Pasifik SML India Hemisfer Monsun Monsun (seruak Gel. Rossby; / monsoon Osilasi Selatan surge) (SO). MesoSeruak PPAT; Kepusaran; sinoptik Monsun Gangguan Beraian angin. sinoptik (pusaran, siklontropis, dll.) Meso Kepusaran; Pemanasan Peredaran local beraian (stabilitas local) udara local (angin darat laut; angin gunung lembah; dll.) Mikro Peredaran Sinaran Depresi titik lokal matahari embun; beda suhu permukaan tanah dan udara.PROBLEMA.

Skala

Faktor Faktor pemicu pendorong ENSO Monsun

Fenomena yang tampak. Panjang musim wilayah Awal musim; jml. curah hujan semusim wilayah. Daerah hujan; kepadatan hujan daerah.

Kabut; awan; hujan harian; kelebatan hujan daerah sempit (setempat). Iklim mikro

Indikasi-indikasi seperti yang telah disebutkan masih sedikit yang ditunjukkan dalam model-model numeric, Masalah data (harian) masih menjadi dilemma, Data citra satelit utamanya OLR dapat membantu DAFTAR RUJUKAN. Borema J. Dr. (1924). Typen van de Regenval in Nederlandsch Indie (Rainfall Types in the Netherlands Indies). Verhandilingen no. 18. Meteorologische Observatorium

Batavia (sekarang Badan Meteorologi dan Geofisika). BMG (2003). Laporan Akhir Pemutakhiran Rata-Rata Curah Hujan Di Indonesia Periode 1971 2000. Desember 2003. De Boer, H.J. (1948). On Forecasting the Beginning and the End of the Dry Monsoon in Java and Madura. Verhandilingen no. 32. Koninklijk Magnetisch en Meteoorologisch Observatorium Batavia (sekarang Badan Meteorologi dan Geofisika). Euguchi J. (1996). Rainfall Distribution and Air Stream Over Indonesia. Geograph. Review Japan 56. 151 170. Hardjawinata dan Muharyoto (1980). On the Onset of the Monsoon and Season in Indonesia. International Conference On the Scientific Results of Monsoon Experiment. WMO- Bali Oct. 1981. Hardjawinata dan Wirjohamidjojo S. (1989). Prosiding Loka Karya Hari Meteorologi 23 Maret 1988. Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. Hadi Suyono dan Widada S. (1999). Studi Tentang Pola Sirkulasi Meridional Pada Saat Berlangsungnya Seruak dingin. Buletin Meteorologi dan Geofisika ISSN 02151952 Maret 1999. Badan Meteorologi dan Geofisika. McBride J.L. (1987). The Australia Summer Monsoon. Monsoon Meteorology. Oxford Monograph on Geology and Geophysics No. 7 pp 203-231. Oxford University Press. Mandon M.J. and J.L. McBride (1991). Recent Research on the Australian Monsoon. Met. Soc. Of Japan. January 1992 pp. 275. Minoru Tanaka (1994). The Onset and Retreat Dates of Austral Summer Monsoon Over Indonesia, Australia and New Guinea. Journal Met. Soc. Of Japan April 1884. Nichols (1981). Long-range Forecasting in Indonesia. Report as WMO/UNDP Consultant. Unpublished. Shiyan Tao and Longxun Chen (1987). A Review of Recent Research on the East Asian Summer Monsoon. Monsoon Meteorology. Oxford Monographs on Geology and Geophysics no. 7 pp 61-89. Oxford University Press. Sikka D.R. and William M. Gray (1981). Cross Hemispheric Actions and the Onset of the Summer Monsoon over India. International Conference On the Scientific Results of MONEX. Bali 1981. WMO pp 74. ------ (1995). The South China Sea Monsoon Expereiment (SCSMEX). Science Plan. Reviced January 1993. Soerjadi Wirjohamidjojo, Andri Purwandani, Tien Sribimawati( KPDA / Tim

SVII BPPT). Monsun Bagi Cuaca dan Musim di Indonesia. Tien Sri Bimawati, Soerjadi Wh, Widada S., Yunus S.S., Urip Haryoko, Haryono, A. Zakir (1998). Variabilitas Keikliman di Indonesia. Jurnal IPTEK UPT Hujan Buatan BPPT no. 2. Th. 2. Maret 1998. hal.1-11. ISSN 1410. 4857. ------ (1981). International Coonference on Early Results of FGGE and Large-Scale Aspects of its Monsoon experiments. Talahassee, Florida. USA 12-17 January 1981. WMO ------ (1994). GEWEX Asian Monsoon Experiment. Science Plan Oct. 1994. Japan National Committee for WCRP. Wirjohamidjojo S. (1980). Hubungan antara Gelombang Dingin Asia dan Cuaca di Indonesia. Balai DIKLAT Meteorologi dan Geofisika Jakarta. Wirjohamidjojo S. (1982). The Main synoptic Feature and the Relation to the Distribution of Rainfall Over Java Sea and its Sorrounding During Winter MONEX Period. Int. Conference of Scientific Results MONEX. Bali Yamanaka M.D. (1998). Climatology of Indonesian Maritime Continent. RASC Kyoto University. Japan. Yudi Riamon dan Widada S. (1999). Variasi Curah Hujan Harian di Jakarta. Buletin Meteorologi dan Geofisika. ISSN 0215 1952. Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. ------------Diposkan oleh soerjadi wh di 20:30

Senin, 10 Januari 2011

SERBA-SERBI CUACA DAN IKLIM INDONESIA (Bagian Keempat)PIAS PUMPUN ANTARTROPIK (PPAT) Oleh Soerjadi Wh.

Seperti halnya monsun, Pias Pumpun Antartropik (PPAT) juga sud