Upload
yunita-fatma-citradewi
View
263
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kg
Citation preview
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................... 1
BAB I DASAR TEORI ..................................................................... 2
BAB II HASIL PENGAMATAN ..................................................................... 14
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................... 20
BAB IV KESIMPULAN ..................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 29
1 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
BAB I
DASAR TEORI
Mastikasi ialah mengigit dan menggiling makanan di antara gigi atas dan
bawah. Gerakan lidah dan pipi pembantu dengan memindah-mindahkan makanan
lunak ke palatum keras dan ke gigi-gigi.(Pearce,2002:108) Pengunyahan
merupakan hasil kerjasama antara predaran darah, otot pengunyahan, saraf, tulang
rahang, sendi temporo mandibula, jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi.
Adapun, organ tubuh yang terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain:
bibir, pipi, lidah, palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan laring. Pada
umumnya, otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang motorik N.trigeminus
khususnya saraf yang mandibularis yang dikontrol oleh nuleus batang otak.
Pada umumnya otot-otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang motorik
dari saraf kranial kelima dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam
batang otak. Perangsangan formasia retikularis dekat pusat batang otak untuk
pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah yang ritmis secara
kontinu. Demikian pula perangsangan area di hipotalamus, amigdala dan bahkan
di korteks serebri dekat area sensor untuk pengecapan sering kali dapat
menimbulkan gerakan mengunyah (guyton, 1997:999).
Di dalam mulut, makanan mengalami proses mastikasi untuk
mempermudah mencerna makanan dan merangsang sekresi saliva. Proses
mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah yang berlangsung secara terus-
menerus sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.
1) Pada saat makanan akan masuk ke dalam mulut akan merangsang refleks
inhibisi otot-otot pengunyahan, yang menstimulasi membukanya rongga
mulut karena rahang bawah turun.
2) Penurunan ini segera menginisiasi refleks regang otot-otot rahang yang
menyebabkan kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara
otomatis mengangkat rahang bawah sehingga terjadi penutupan rongga
mulut dan oklusi gigi-gigi.
2 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
3) Oklusi gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang beada di permukaan
oklusal gigi bergerak ke arah pipi.
4) Dorongan makanan ini akan menimbulkan penghambatan kontraksi otot-
otot rahang sehingga mulut kembali terbuka.
5) Pada saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat
kembali makanan ke atas permukaan gigi dan mencampur makanan
dengan enzim pencernaan di rongga mulut. Kondisi ini akan terus-
menerus terjadi sehingga terjadi pemecahan ukuran partikel makanan
menjadi lebih kecil dan siap untuk ditelan. Kecepatan pencernaan
makanan sangat tergantung pada luas permukaan total yang dapat
menghasilkan getah lambung. Penghancuran makanan menjadi partikel-
partikel halus berfungsi mencegah ekskorias atau lukanya saluran
pencernaan. Dalam hal ini, pergerakan lidah diatur oleh saraf kranialis XII
(nervus hypoglossus).
Komponen Mastikasi
a) Sendi temporomandibular (TMJ)
Temporomandibular Joint (TMJ) merupakan sendi sinovial yang
menghubungkan mandibula dengan tulang temporal pada posisi yang tepat. Pada
posisi normal kondilus mandibula berada tepat pada fossa glenoidea tulang
temporal. Tulang kartilago (articilar disc) merupakan bantalan yang berada
diantara kondilus dan fossa glenoidea yang memungkinkan mandibula bergerak
tanpa menimbulkan rasa sakit. TMJ didukung oleh beberapa struktur, antara lain
struktur tulang, ligamen, muskulus, dan saraf. TMJ menghubungkan tulang
mandibula dan tulang temporal. (Sloane,2000)
b) Otot-otot Pengunyahan
A. Otot masseter
Saraf : nervus trigerminus divisi mandibulae (N. V3) Fungsi : mengangkat
mandibula untuk merapatkan gigi sewaktu mengunyah. Ini adalah otot
3 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
kuadrangularis yang mencakup aspek lateral ramus dan proses koronoideus
mandibula.Origo: batas inferior dan permukaan medial arkus zygomatic. Insersi:
permukaan lateral ramus mandibula dan proses koronoideus nya. Persarafan: saraf
melalui saraf mandibula masseteric yang memasuki permukaan yang mendalam.
B. Otot temporal
Saraf : nervi teempirales profundi (N. V3) saraf mandibula Fungsi : elevasi
dan retrusi mandibula Ini adalah otot berbentuk kipas yang luas yang mencakup
wilayah temporal. Ini adalah otot pengunyahan yang kuat yang dengan mudah
dapat dilihat dan dirasakan selama penutupan rahang bawah. Origo : lantai fosa
temporal dan permukaan dalam fasia temporal. Insersi: tip dan permukaan medial
dari proses koronoideus dan batas anterior ramus mandibula.
C. Otot pterigoid medial
Saraf : nervus trigerminus divisi mandibularis. Fungsi : untuk membantu
mengangkat mandibula, elevasi mandibula dan menutup mulut. Ini adalah otot
tebal, segiempat yang juga memiliki dua kepala atau asal. Ini mencakup kepala
lebih rendah dari otot pterygoideus lateral. Hal ini terletak jauh ke ramus
mandibula. Origo: dalam kepala-medial permukaan plat pterygoideus lateral dan
proses piramida tulang palatine, kepala tuberositas-dangkal rahang. Insersi:
permukaan medial ramus mandibula, lebih rendah foramen mandibula.Persarafan:
N. mandibula melalui saraf pterygoideus medial. Ini membantu untuk mengangkat
rahang bawah dan menutup rahang. Bertindak bersama-sama,untuk menonjol
mandibula.
D. Otot pterigoid lateral
Saraf : divisi anterior dari n. trigerminus divisi mandibularis. Fungsi :
untuk menuntun pergerakan posterior disc dan condylus seperti kembali ke posisi
sentrik.Ini adalah otot, pendek tebal yang memiliki dua kepala atau asal. Ini
adalah otot berbentuk kerucut dengan puncaknya menunjuk posterior. Origo :
unggul kepala infratemporal permukaan dan puncak infratemporal sayap yang
lebih besar dari tulang sphenoid, kepala rendah-lateral permukaan plat
4 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
pterygoideus lateral. Insersi: leher mandibula, disk artikular, dan kapsul sendi
temporomandibular. Persarafan: saraf melalui saraf mandibula pterygoideus
lateral dari batang anterior, yang masuk itu permukaan dalam. Bertindak bersama-
sama, otot-otot menonjol mandibula dan menekan dagu. Bertindak sendirian dan
secara bergantian, mereka menghasilkan sisi ke sisi gerakan mandibula.
c). Pengaturan Syaraf Otot Mastikasi
Kegiatan pengunyahan tidak hanya kegiatan pusat pengunyahan yang
terletak di formasio retikularis batang otak. Pusat pengunyahan dapat dipengaruhi
oleh aferen dari perifer bagian lain, termasuk wajah dan mulut, dan dipengaruhi
juga oleh bagian otak lain, misalnya emosi, stress, dan kehendak. Pengunyahan
dapat terjadi tanpa rangsang dari perifer, sekali dimulai dapat terus berlangsung
tanpa dipengaruhi kemauan. Tetapi kemauan berperan dalam memulai atau
menghentikan pengunyahan, yang pengaturannya terletak dalam korteks serebri.
Mekainsme penghantaran impuls berserta jalur persarafan yang secara
umum terjadi dimana stimulus yang diterima oleh tubuh akan dihantarkan ke SSP,
namun stimulus yang berasal dari wajah dan struktur di dalam rongga mulut tidak
dihantarkan ke korda spinalis melalui jalur-jalur spinal. Sebagai gantinya, implus
akan dibawa oleh saraf aferen dari sistem trigeminal. Badan sel saraf aferen
trigeminal terletak di ganglion gasserian. Impuls yang dibawa oleh saraf aferen
akan dihantarkan ke dalam batang otak (kompleks nukleus sensorik trigeminal)
untuk bersinapsis dengan antarneuron pada daerah trigeminal spinal tract nucleus.
Daerah ini memiliki kesamaan dengan tanduk dorsal dari korda spinalis.
(Guyton,1997)
Kompleks nekleus sensorik trigeminal terdiri dari main sensory nucleus
(neukleus sensori utama), yang menerima masukan dari neuron aferen yang
mempersarafi jaringan pulpa serta periodontal dan trigeminal spinal tract nucleus.
Spinal tract nucleus dibagi menjadi 3 bagian yaitu subnukleus oralis, subnukleus
interpolaris dan subnukleus kaudalis.
Proses Mastikasi
5 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
Proses mastikasi merupakan suatu proses gabungan gerak antar dua rahang
yang terpisah, termasuk proses biofisik dan biokimia dari penggunaan bibir, gigi,
pipi, lidah, langit-langit mulut, serta seluruh struktur pembentuk oral, untuk
mengunyah makanan dengan tujuan menyiapkan makan agar dapat ditelan. Lidah
berfungsi mencegah tergelincirnya makanan, mendorong makanan kepermukaan
kunyah, membantu mencampur makanan dengan saliva, memilih makanan yang
halus untuk ditelan, membersihkan sisa makanan, membantu proses bicara dan
membantu proses menelan. Pada waktu mengunyah kecepatan sekresi saliva 1.0 –
1.5 liter/hari, pH 6 – 7.4. Saliva berfungsi mencerna polisakarida, melumatkan
makanan, menetralkan asam dari makanan, melarutkan makanan, melembabkan
6 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
mulut dan anti bakteri. Pada proses mastikasi terjadi beberapa stadium antara lain
stadium volunter dimana makanan diletakkan diatas lidah kemudian didorong ke
atas dan belakang pada palatum lalu masuk ke pharynx, di mana hal ini dapat
dipengaruhi oleh kemauan. Selanjutnya pada stadium pharyngeal bolus pada
mulut masuk ke pharynx dan merangsang reseptor sehingga timbul refleks-refleks
antara lain terjadi gelombang peristaltik dari otot-otot konstriktor pharynx
sehingga nafas berhenti sejenak. Proses ini sekitar 1 – 2 detik dan tidak
dipengaruhi oleh kemauan. Kemudian pada stadium oesophangeal terjadi
gelombang peristaltik primer yang merupakan lanjutan dari gelombang peristaltik
pharynx dan gelombang peristaltik sekunder yang berasal dari dinding
oesophagus sendiri. Proses ini sekitar 5 – 10 detik dan tidak dipengaruhi oleh
kemauan. Setelah melalui proses ini makanan siap untuk ditelan.
Mekanisme dalam pengunyahan secara normal dan yang mengalami
kelainan sendi temporomandibula pada pasien yang mengunyah satu sisi berbeda.
Terlihat perbedaan aktivitas otot-otot pengunyahan pada yang normal dan yang
abnormal. Pada dasarnya dapat dilihat dari 3 fase,yaitu fase membuka saat gigi
meninggalkan kontak dengan lawannya dan mandibula turun, kedua fase
menutup, saat mandibula bergerak kembali ke atas sampai terjadinya kontak
pertama antara gigi – geligi bawah dan gigi – geligi atas, dan fase ketiga fase
oklusi ,yaitu saat mandibula kembali ke posisi interkupasi maksimal dengan
dipandu oleh bergesernya kontak gigi- geligi bawah dan gigi – geligi atas.
(Guyton,1997)
Pada keadaan normal pergerakan sendi yaitu gerakan rotasi terjadi pada
kondilus dengan permukaan bawah discus à disebut struktur kondilus
disckomplek (sendi bawah). Gerakan menggelincir terjadi pada sendi bagian atas
antara kondilus disckomplek dengan fosa glenoidalis.
Pada kasus mengunyah dengan satu sisi pada fase membuka mulut terjadi
rotasi dimana discus bergerak sedikit ke posterior, kondilus ke anterior
m.pterygoideuslateral inferior dan m.pterygoideuslateral superior berkontraksi.
Dan terjadi translasi dimana discus beserta kondilus bergerak ke anterior
mengikuti guiding line sampai eminentia artikular.
7 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
Semua ototnya dalam keadaan kontraksi. Pada fase menutup mulut discus
artikularis bergerak ke anterior dan kondilus ke posterior untuk mempertahankan
kedudukan kondilus agar tetap berada pada zona intermediet, maka
m.pterygoideus lateral superior kontraksi dan m.pterygoideus lateral inferior
relaksasi.
1.1.1 Penelanan
Proses penelanan adalah aktivitas terkoordinasi yang melibatkan beberapa
macam otot dalam mulut, otot palatum lunak, otot faring dan otot laring. Aktivitas
otot penelanan di mulai sebagai kerja volunter dan kemudian berubah menjadi
refleks infolunter. Holinshead, loogmore (1985) menyatakan bahwa peristiwa
menelan adalah peristiwa yang terjadi setelah proses pengunyahan selesai di
dalam mulut,kemudian mulut menutup. Lidah bagian ventral bergerak ke
arah palatum sehingga mendorong bolus ke arah istmus fausium menuju faring
untuk selanjutnya di teruskan ke esofagus.
1. Aktivitas otot Berkovits (1995) dan wiliams (1995) menyatakan bahwa otot-
otot yang berperan dalam proses penelanan adalah otot-otot di dalam kavum
orispropium yang bekerja secara volunter, otot-otot faring dan otot-otot laring
bekerja secara involunter. Kavum oris terbagi menjadi 2 bagian yaitu vestibulum
oris dan kavum oris proprium.
a) Otot di dalam kavum oris proprium
Otot yang termasuk dalam kelompok ini adalah otot-otot lidah dan otot-
otot palatum lunak. Otot-otot lidah terdiri dari otot-otot intrinsik dan
ekstrinsik.otot intrinsik lidah merupakan otot yang membentuk lidah itu sendiri
yaitu muskulus longitudinalis lingua superfisialis, muskulus longitudinalis lingua
profunda, muskulus transversus lingua dan muskulus vertikalis lingua. Otot
ekstrinsik lidah merupakan merupakan otot yang berada di bawah lidah yaitu
muskulus genioglossus untuk menggerakan bagian tengah lidah ke belakang.
Sedangkan otot-otot palatum lunak yaitu muskulus tensor dan muskulus levator
vely palatini untuk mengangkat faring dan muskulus palatoglosus yang
menyebabkan terangkatnya uvula.
8 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
b) Otot faring
Terbagi menjadi 2 golongan yaitu otot-otot yang jalanya melingkar dan
otot -otot membujur faring. Otot-otot melingkar terdiri dari muskulus konstriktot
faringis superior, muskulus konstriktor faringis media, muskulus konstriktor
faringis inferior. Sedangkan otot otot membujur terdiri dari muskulus
stylofaringeus. Faring tertarik ke arah medial untuk saling mendekat. Setelah itu
lipatan lipatan faring membentuk celah sagital yang akan di lewati makanan
menuju ke dalam fsring posterior, celah ini melakukan kerja selektif sehingga
makannan yang telah di kunyah dapat lewat dengan mudah.
c) Otot laring
Terbagi menjadi 2 bagian yaitu otot laring intrinsik dan otot laring
ekstrinsik. Otot laring ekstrinsik yaitu muskulus cricotiroideus. Sedangkan otot
otot laring intrinsik yaitu muskulus cricoaritenoideus posterior,muskulus
cricoaritenoideus lateral.muskulus tiroaritinoideus, muskulus vokalis, muskulus
tiroepiglotikus dan muskulus aritenoideus. Pada laring terdapat 2 sfrinngter yaitu
aditus laringis dan rima glotidis. Aditus laringis berfungsi hanya pada saat
menelan. Ketika bolus makanan di pindahkan kebelakang diantara lidah dan
palatum mole, laring tertarik ke atas. Adituslaringis dipersempit oleh kerja
muskulus aritenoideus oblique dan muskulus ariepiglotikus. Bolus makanan atau
cairan, kini masuk ke esofagus dengan menggelincir di atas epiglotis atau turun
lewat alur padasisi sisi aditus laringis. Rima glotidis berfungsi sebagai sfringter
pada saat batuk atau bersin tetapi yang terpenting adalah epiglotis membantu
mencegah makanan agar sejauh mungkin dari pita suara, di mana akan
mempengaruhi tegangan pita suara pada waktu bicara.
2. Persarafan
Pada tahap menelan, daerah posterior mulut dan faring merupakan daerah
yang paling sensitif. Pada faring terdapat suatu cincin yang mengelilingi
9 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
pembukaan faring dan mempunyai sensitifitas terbesar pada tiangtiang tonsil.
Inpuls di jalarkan dari daerah ini melalui bagian sensori saraf trigerminal dan
syaraf glosofaringeal ke daerah medula oblongata yang berhubungan erat dengan
traktus salifarius yang terutama menerima impuls sensori dari mulut. (Pearce,
2002)
Secara otomatis proses menelan diatur oleh daerah daerah neuron dibatang
otak yang di distribusikan ke seluruh substansia retikularis medula dan bagian
bawah pond. Daerah medula dan bagian pons bagian bawah mengatur penelanan
secara keseluruhan disebut pusat menelan atau deglutasi.
Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esofagus bagian atas
menyebabkan menelan dijalarkan oleh saraf kranial, yaitu saraf trigeminal,saraf
glossofaringeal, saraf vagus dan saraf hipoglossal.
Berikut ini merupakan tahap-tahap mekanisme penelanan makanan:
Penelanan makanan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap volunter atau
tahaporal atau tahap bukal, tahap faringeal atau involunter, dan tahap esophageal.
Tahap-tahap ini melakukan gerakan yang berkesinambungan dan berlangsung
secara cepat.
Tahap oral atau volunter berlansung setelah makanan dikunyah dan
berbentuk bolus sehingga mudah untuk ditelan. Lidah akan bergerak secara
vertikal dan mendorong bolus tersebut ke arah isthmus fausium. Ishtmus fausium
merupakan daerah posterior dari cavum oris yang dibatasi oleh palatum mole pada
bagian superior dan radiks lidah pada bagian inferior. Ketika bolus akan melewati
isthmu sfausium, muskulus palatoglossus berkontraksi untuk menyempitkan
isthmus fausium sehingga makanan tidak dapat kembali ke dalam cavum oris.
Setelah makanan sampai pada orofaring, muskulus levator veli palatini, muskulus
tensor veli palatine, dan muskulus palatofaringeus untuk menutup nasofaring agar
makanan tidak masuk kedalam nasofaring dan terdorong ke dalam orofaring.
Pada tahap faringeal atau involunter dimulai peranan faring dalam proses
penelanan. Muskulus stylofaringeus dan muskulus palatofaringeus berkontraksi
sehingga menarik faring kearah kranial yang memungkinkan makanan terdorong
10 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
kearah laringofaring. Pada saat bersamaan otot-otot laring yaitu muskulus
sritenoideusobliqus dan muskulus transversus serta muskulus cricoaritenoideus
lateral berkontraksi yang menyebabkan penyempitan aditus laringis. Kedua
cartilago maritenoidea berkontraksi, kemudian tertarik dan saling mendekati
sampai bertemudengan epiglottis, rima glotidis tertutup sehingga makanan tidak
masuk ke dalam laring tetapi berada dalam laringofaring.
Pada tahap esophagus, muskulus constrictor faring berkontraksi berganti
dari atas ke bawah mendorong bolus makanan ke bawah melewati laring. Dengan
terangkatnya laring dan relaksasi dari sfingter faringoesofageal, seluruh otot-
otot pada dinding faring berkontraksi. Makanan yang telah memasuki esophagus,
akan dialirkan ke lambung melalui gerak peristaltik. Gerak peristaltic pada
esophagus terbagi menjadi dua tipe, yaitu peristaltik primer dan peristaltik
sekunder. Gerak peristaltik primer merupakan gelombang peristaltik yang
mendorong makanan di faring menuju esophagus selama tahap faringeal. Jika
setelah gelombang peristaltik primer masih terdapat sisa makanan yang belum
terdorong ke lambung, maka akan timbul gelombang peristaltik sekunder yang
dihasilkan dari peregangan esophagus oleh makanan yang tertahan akan
mendorong sisa makanan tersebut ke lambung.
1.1.2 Refleks Muntah
Refleks muntah (gagging refleks) dianggap suatu mekanisme fisiologis
tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang
berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui faring, laring, atau trakea.
Refleks muntah merupakan suatu respon tubuh untuk menjaga keseimbangan
homeostatis. Muntah merupakan suatu cara dimana traktus gastrointestinal
membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus
gastrointestinal teriritasi dengan secara luas, sangat mengembang, atau bahkan
sangat terangsang. Distensi yang berlebihan atau iritasi duodenum menyebabkan
suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah. Impuls ditransmisikan, baik
oleh saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di
medula, yang terletak didekat traktus solitaries lebih kurang pada tingkat nukleus
11 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
motorik dorsalis vagus. Reaksi motorik otomatis yang sesuai kemudian
menimbulkan perilaku muntah. Impuls-impuls motorik yang menyebabkan
muntah ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X,
dan XII ke traktus gastrointestinal bagian atas dan melalui saraf spinalis ke
diafragma dan otot abdomen. Pada tahap awal dari iritasi gastrointestinal atau
distensi yang berlebihan, antiperistaltik mulai terjadi, sering beberapa menit
sebelum muntah terjadi. Antiperistaltik dapat dimulai sampai sejauh ileum di
traktus gastrointestinal, dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur naik ke
usus halus dengan kecepatan dua sampai 3cm/detik; proses ini benar-benar dapat
mendorong sebagian besar isi usus kembali ke duodenum dan lambung dalam
waktu 2-5 menit. Kemudian, pada saat bagian atas traktus gastrointestinal,
terutama duodenum, menjadi sangat meregang dimana peregangan ini menjadi
faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya. Pada saat
muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun pada
lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian
bawah, sehingga membuat muntahan mulai bergerak ke dalam esophagus. Dari
sini, kerja muntah spesifik yang melibatkan otot-otot abdomen mengambil alih
dan mendorong muntahan ke luar. (Pearce,2002)
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah,
efek yang pertama adalah:
(1) Bernafas dalam,
(2) Naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esophagus bagian atas
supaya terbuka
(3) Penutupan glotis
(4) Pengangkatan palatum molle untuk menutupi nares posterior. Kemudian
datang dengan kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan
rangsangan kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut
diantara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik
sampai ke batas yang tinggi. Akhirnya sfingter esophagus bagian bawah
berelaksasi secara lengkap membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui
esophagus.
12 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
Jadi, kerja muntah berasal dari suatu kerja memeras otot-otot abdomen
bersama dengan pembukaan sfingter esophagus secara tiba-tiba sehingga isi
lambung dapat dikeluarkan. Selain dari muntah yang dicetuskan oleh rangsangan
iritasi traktus gastrointestinal itu sendiri, muntah juga dapat disebabkan oleh
impuls saraf yang timbul pada daerah otak di luar pusat muntah. Ini terutama
berlaku pada daerah kecil yang terletak bilateral pada lantai ventrikel ke empat
dekat daerah postrema dan disebut zona pencetus kemoreseptor perangsangan
elektrik pada daerah ini juga mencetus muntah. Dan yang lebih penting,
pemakaian obat-obat tertentu, tremasuk apomorfin, morfin, dan beberapa derivate
digitalis, dapat secara langsung merangsang zona pencetus kemoreseptor dan
memulai muntah.
Muntah adalah aktivitas mengeluarkan isi perut melalui mulut yang
disebabkan oleh kerja motorik dari saluran pencernaan. Kemampuan untuk
muntah dapat mempermudah pengeluaran toksin dari perut. Penyebab muntah
bisa karena penyakit infeksi atau radang di saluran pencernaan atau di pusat
keseimbangan, penyakit-penyakit karenagangguan metabolisme seperti kelainan
metabolisme karbohidrat (galaktosemia dan sebagainya), kelainan metabolisme
asam amino/asam organic (misalnya gangguan siklus urea dan fenilketonuria),
gangguan pada system saraf (neurologic) bisa karena gangguan pada struktur
(misalnya hidrosefalus), adanya infeksi (misalnya meningitis dan ensefalitis),
maupun karena keracunan (misalnya keracunan saraf oleh asidosis dan hasil
samping metabolisme lainnya), juga karena kondisi fisiologis misalnya yang
terjadi pada anakanak yang sedang mencari perhatian dari lingkungan sekitarnya
dengan mengorek kerongkongan dengan jari telunjuknya.
13 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
BAB II
HASIL PENGAMATAN
1. Pengunyahan
a. Kekuatan Gigit Maksimal
Jenis kelamin
orang cobaGigi
Kedalaman gigit
Kanan (cm) Kiri (cm)
♀Insisiv pertama 0.2 0.2
Kaninus 0.4 0.4
Molar pertama 0,6 0.6
♂Insisiv pertama 0.3 0.2
Kaninus 0.4 0.5
Molar pertama 0.7 0.7
b. Efisiensi Kunyah
Perhitungan efisiensi kunyah
Pengunyahan 20 kali
Berat nasi : 9,15 g
Berat sisa makanan : 14,10 g
Efisiensi kunyah = Berat sisa makanan : Berat nasi x 100%
= 14,10 : 9,15 x 100 %
= 154 %
Pengunyahan 15 kali
Berat nasi : 14,31 g
Berat sisa makanan : 11,52 g
Efisiensi kunyah = Berat sisa makanan : Berat nasi x 100%
= 14,31 : 11,52 x 100 %
= 150 %
14 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
Pengunyahan 10 kali
Berat nasi : 12,78 g
Berat sisa makanan : 11,52 g
Efisiensi kunyah = Berat sisa makanan : Berat nasi x 100%
= 12,78 : 9,15 x 100 %
= 139 %
Jenis kelamin
orang coba
Efisiensi kunyah
20 kali 15 kali 10 kali
Laki-laki 154% 150% 139%
c. Kelelahan pada Otot Wajah
Jenis kelamin orang coba Waktu kunyah (awal kunyah – lelah)
Perempuan 15 menit 4 detik (650 kali kunyah)
d. Gerakan Lidah pada saat Mengunyah
Jenis
kelamin
orang coba
Posisi lidah Bentuk
Ukuran
(norma
l/tidak)
Warna Tekstur
Perempuan
Relaksasi Normal Normal Sedikit putih Halus
AnteriorDepan lidah
melengkungNormal Sedikit putih Halus
LateralMelengkung
berbelokNormal
Sisi lateral lebih merah
Lebih
halus
PosteriorTerlihat dorsum
lidahNormal
Bagian atas merah dan bagian bawah biru (vena)
Halus
Mengunyah Normal Normal Sedikit putih Halus
15 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
Gerakan : ujung lidah ditarik kea rah lateral kanan/kiri (tergantung sisi
mengunyah) bagian dalam yang tujuannya untuk membantu agar makanan
(permen karet) tetap dikunyah di sisi oklusal gigi.
2. Pemeriksaan Proses Menelan
a. Pemeriksaan Palpasi pasa saat Menelan
Jenis kelamin
orang cobaPola gerakan
Perempuan
Normal, ada pola gerakan ke atas, bawah, dan ke atas lagi.
Gerakan ke atas pertama dari epiglottis terdorong ke belakang ke
atas pintu superior laring. Gerakan ke bawah dari gerakan seluruh
laring yang ditarik ke bawah dan ke depan oleh otot otot pada
Os.Hyoideus. Gerakan ke atas terakhir dari gerakan laring saat
terangkat dan sfingter esophagus atas relaksasi.
b. Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan
Perlakuan Respon orang coba
Dengan pemijatan Sedikit sulit menelan
Tanpa pemijatan Sulit sekali menelan
Kemudahan menelan: Kemudahan menelan didapatkan ketika orang coba mengunyah dan menelan dengan pemijatan karena terjadi peningkatan sekresi saliva.
c. Pengaruh Jenis Makanan terhadap Penelanan
Jenis kelamin
orang coba
Kemudahan menelan dan respon orang coba
1 : 1 1 : 2 1 : 3
Perempuan Sulit Lumayan gampang Gampang sekali
16 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
3. Refleks Muntah (Gagging Refleks)
a. Pengaruh Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Lokasi Respon orang coba (refleks muntah)
Ujung lidah Tidak terasa muntah
Dorsal lidah Hampir terasa muntah
Lateral kiri Tidak terasa muntah
Lateral kanan Tidak terasa muntah
Anterior Tidak terasa muntah
Posterior Hampir terasa muntah
Posterior palatum Terasa muntah
Uvula Terasa muntah
Tonsil Terasa muntah
Faring atas (jika bisa) Tidak bisa
Yang paling sensitif adalah: Uvula
b. Pengaruh Suhu dan Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Lokasi Respon orang coba (refleks muntah)
Ujung lidah Tidak terasa muntah
Dorsal lidah Hampir terasa muntah
Lateral kiri Tidak terasa muntah
Lateral kanan Tidak terasa muntah
Anterior Tidak terasa muntah
Posterior Hampir terasa muntah
Posterior palatum Tidak terasa muntah
Uvula Hampir terasa muntah
Tonsil Tidak terasa muntah
Faring atas (jika bisa) Tidak bisa
17 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
Yang paling sensitif adalah: Uvula
PERTANYAAN
1. Apa ada perbedaan lebar permukaan rongga mulut antara laki-laki dan
perempuan? Jelaskan mengapa?
2. Apa ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan?
Jelaskan mengapa?
3. Mengapa makanan ada yang mudah di telan dan ada yang sukar? Jelaskan
mengapa?
4. Mengapa rasa pahit dapat merangsang refleks muntah?
JAWABAN PERTANYAAN
1. Ada, permukaan rongga mulut laki laki lebih besar jika dibandingkan
dengan perempuan karena ukuran rahang laki laki berbeda dengan
perempuan pad umumnya. Laki laki memiliki ukuran rahang lebih besar
karena perbedaan ukuran tersebut juga berpengaruh pada kekuatan
fungsional, sikap tubuh serta trauma dan kecepatan pengunyahan. Hal ini
dikarenakan pengaruh hormonal dan kegiatan serta aktivitas dari
perbedaan kelamin tersebut.
2. Ada perbedaan kekuatan gigit maksimal antara laki-laki dengan
perempuan karena biasanya laki-laki dapat menahan beban sedikit lebih
besar daripada perempuan, karena ukuran rahang laki laki lebih besar
sehingga luas area gigitan pada posterior berpengaruh pada kekuatan
gigitan. Oleh karena ukuran gigi tidak ditentukan sehingga variasi gigi
berpengaruh pada kekuatan gigitan. Faktor yang membatasi daya gigit
tidak begitu jelas, namun refleks protektif mungkin saja dihasilkan oleh
reseptor pada jaringan periodontal dan mengahalangi kontraksi dari otot-
otot pengunyahan ketika beban menjadi sangat tinggi.
18 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
3. Karena setiap makanan memiliki tekstur, komposisi yang berbeda.
Makanan bertekstur kasar lebih membutuhkan penghalusan dan pelumasan
sehingga intensitas kunyah lebih tinggi, sebaliknya pada makanan halus
tidak butuh mengunyah terlalu lama, untuk penghalusan tetapi untuk
pencernaan butuh lebih banyak saliva. Makanan ada yang mudah di telan
dan ada yang sukar dikarenakan tergantung pada kandungan air di dalam
makanan tersebut. Makanan yang kering atau sedikit mengandung air
cendurung lebih sulit ditelan, sedangkan makanan yang lembut dan
mengandung lebih banyak air akan lebih mudah tertelan dan tidak
menimbulkan nyeri.
4. Rasa pahit dapat merangsang refleks muntah karena pahit dapat dirasakan
pada bagian posterior lidah dan palatum molle dimana daerah tersebut
merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada
CTZ ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging
refleks, khususnya pada bagian posterior rongga mulut.
19 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengunyahan
a. Kekuatan Gigit Maksimal
Kekuatan gigit maksimal adalah kekuatan gigi untuk menggigit
secara maksimal. Dimana biasanya laki-laki dapat menahan beban sedikit
lebih besar daripada perempuan, kecuali pada gigi anterior kekuatan untuk
menahan beban sama pada laki-laki dan perempuan. Kekuatan gigit
maksimal diukur antara gigi molar pertama dan sedikit demi sedikit
berkurang untuk gigi sebelahnya, semakin ke proksimal, kekuatan gigit
semakin berkurang pada gigi insisiv. Sumber lain menyatakan bahwa
premolar dan insisiv memiliki kekuatan gigit 1/3 dari kekuatan gigit yang
dihasilkan oleh gigi molar.
Faktor yang membatasi daya gigit tidak begitu jelas, namun
refleks protektif mungkin saja dihasilkan oleh reseptor pada jaringan
periodontal dan mengahalangi kontraksi dari otot-otot pengunyahan ketika
beban menjadi sangat tinggi, jaringan periodontal akan mendistribusikan
tekanan lebih luas, sehingga menyebabkan mechanoreseptor pada jaringan
periodontal beraksi.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan pada orang coba berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan memiliki hasil yang berbeda.Hal ini
sesuai dengan teori bahwa kekuatan gigit maksimal antara laki-laki dengan
perempuan lebih besar laki-laki.
b. Efisiensi Kunyah
Efesiensi kunyah merupakan jumlah gerak kunyah atau waktu yang
dibutuhkan untuk mengurangi makanan menjadi ukuran partikel
tertentu kemampuan untuk melumatkan makanan.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki efisiensi
kunyah sebesar 154% pada pengunyahan 20 kali, 150% pada pengunyahan
20 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
15, dan 139% pada pengunyahan 10 kali. Efisiensi yang melibihi 100%
(batas maksimum efisiensi) ini disebabkan karena setelah kunyah, nasi
mengandung banyak air dan saliva, serta adanya air dan saliva yang
tertimbang sehingga membuat nasi sisa kunyah menjadi lebih berat dari
sebelum dikunyah.
Berdasarkan teori bahwa kekuatan gigit maksimal laki-laki lebih
tinggi daripada perempuan, tetapi antara keduanya terbukti mempunyai
efisiensi kunyah yang sama. Jika kekuatan gigit meningkat maka jumlah
kunyahan menurun, demikian sebaliknya jika kekuatan gigit menurun
maka jumlah kunyah meningkat. Jika jumlah kunyahan meningkat maka
lama penelanan menurun, demikian sebaliknya jika jumlah kunyah
menurun maka lama penelanan meningkat. Hal ini disebabkan karena sifat
manusia yang memiliki kemampuan beradaptasi yang besar dengan
mengkompensir kekurangan dan kelebihan fungsi kunyahnya.
c. Kelelahan pada Otot Wajah
Pengunyahan ideal sebanyak 33 kali. Sehingga jika seseorang
mengunyah terus menerus tanpa istirahat, maka ia akan mengalami
kelelahan.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan merasakan otot
mulutnya benar-benar letih (terasa kaku) pada menit ke 15 lebih 4 detik
Berdasarkan teori bahwa pergerakan pengunyahan tidak
dipengaruhi oleh jumlah gigi geligi natural yang masih ada. Telah
dibuktikan bahwa seseorang dengan jumlah gigi geligi natural yang lebih
sedikit dan tentu saja kontak oklusal yang lebih sedikit, memiliki
perbedaan jumlah pergerakan pengunyahan yang tidak terlalu signifikan
jika dibandingkan dengan seseorang yang memiliki gigi geligi yang masih
lengkap.
21 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
Jumlah pergerakan mastikasi bergantung pada jenis makanan,
contohnya pada pengunyahan telur dan daging. Jumlahnya pergerakan
yang dihasilkan akan lebih banyak pada orang yang menguyah daging
dibandingkan dengan orang yang menguyah telur. Dan permen karet
merupakan suatu jenis makanan yang memiliki tekstur kenyal sehingga
membutuhkan pergerakan mastikasi yang banyak.
d. Gerakan Lidah pada Saat Pengunyahan
Gerakan lidah orang coba adalah ujung lidah ditarik kea rah lateral
kanan/kiri (tergantung sisi mengunyah) bagian dalam yang tujuannya
untuk membantu agar makanan (permen karet) tetap dikunyah di sisi
oklusal gigi.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan orang coba berjenis
kelamin perempuan. Didapatkan hasil bahwasannya subjek digolongkan
dalam kategori normal. Dikarenakan dari pengamatan yang dilakukan
dengan menganalisi bentuk, warna, ukuran, dan tekstur didapatkan
gerakan yang normal..
Lidah dikatakan normal apabila pada gerakan ke samping secara
refleks lidah tidak akan menyentuh gigi, melainkan melewati permukaan
gigi dan menyentuh mukosa mulut. Apabila gerakan lidah ke lateral
menyentuh gusi, inilh indikasi ketidaknormalan. Berdasarkan percobaan
yang dilakukan gerakan lateral subjek tidak menyentuh gusi.Sedangkan
warna merah dan tekstur yang licin yang diamati pada lidah arah leteral,
disebabkan oleh sedikitnya papila-papila lidah bagian lateral,akibatnya
tekstur yang ditampilkan lebih halus serta mengkilau dikarenakan
pelumasan saliva yang nampak pada lidah lateral.
Untuk warna merah dan tekstur yang halus ditemukan pada lidah
dengan retraksi ke arah posterior, alasanya mirip sekali dengan lidah yang
dilihat dalam keadaan bergerak lateral.Pada saat pengunyahan, gerakan
22 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
lidah bergerak ke segala arah, sehingga warna dan tekstur disesuaikan
beberapa pergantian posisi lidah ketika dilakukan pengunyahan.
Pada posisi lidah di anterior bentuk lidah mengecil, ukuran normal,
warna sedikit putih dan tekstur halus, pada posisi ini lidah mengalami
sedikit kontraksi sehingga menyebabkan bentuk dan teksturnya berubah
dari posisi relaksasi. Pada posisi lidah di lateral terlihat bentuk lidah
mengecil dan menebal, ukurannya normal, warnanya merah muda, dan
teksturnya kasar, hal ini disebabkan karena saat lidah mencapai lateral
terjadi kontraksi yang sangat kuat. Pada posisi posterior terjadi perubahan
bentuk dan ukuran yaitu melebar dan normal. Sedangkan pada saat
mengunyah lidah bergerak ke anterior posterior.
2. Pemeriksaan Proses Menelan
a. Pemeriksaan Palpasi pasa saat Menelan
Pada percobaan pemeriksaan palpasi pada saat menelan orang coba
berjenis kelamin perempuan, hal yang pertama dilakukan adalah meminta
orang coba untuk duduk tegak, setelah itu lakukan inspeksi dan palpasi di
leher bagian atas dan liht pola gerakan yang yang dirasakan. Setelah
dilakukan pemeriksaan tentang pola gerakan setelah orang coba minum air
pola gerakan yang terlihat adalah naik turun.
Seperti yang diketahui proses menelan atau deglutasi merupakan
proses yang kompleks yang memrlukan setiap organ yaqng berperan harus
bekerja secara terintregasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan
diperlukan kerjasama dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari
30 pasang otot menelan. Proses menelan dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
volunter, fase faringeal, dan fase esofagus. Fase volunter adalah fase pada
saat makanan atau minuman ditekan atau didorong ke bagian belakang
mulut oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan ke belakang terhadap
palatum sehingga lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam
orofaring dan pada fase ini terjadi secara otomatis dan biasanya tidak dapat
23 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
dihentikan. Fase yang kedua adalah fase faringeal dimana makanan atau
minuman akan didorong ke belakang mulut , dan ia merangsang daerah
reseptor menelan semuanya terletak di sekitar orofaring khusunya tonsila.
Selanjutnya impuls berjalan ke batang otak untuk memulai serangkaian
kontraksi otot faring. Fase yang terakhir adalah fase esofagus, fungsi
utama esofagus adalah menghantarkan makanan dari faring ke lambung.
b. Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan merasakan bahwa
pengunyahan yang disertai dengan pemijatan lebih memudahkan
penelanan karena makanan lebih halus dan berair.Sedangkan pengunyahan
yang tanpa disertai dengan pemijatan orang coba tetap dapat menelan
tanpa hambatan namun sedikit terasa lebih sulit.
Berdasarkan teori, pengunyahan yang disertai pemijatan justru
lebih mudah atau lebih nyaman karena dengan pemijatan dapat
mengurangi spasme otot yang terjadi akibat digunakan untuk mengunyah.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan telah sesuai dengan literature
yang ada. Hal ini dapat disebabkan saat operator melakukan pemijatan
pada orang coba pemijatannya sudah benar, sehingga tidak menimbulkan
rasa mengganggu pada orang coba. Selain itu ketika dilakukan pemijatan
juga dapat membantu dalam proses mengunyah karena di daerah pemijatan
terdapat kelenjar saliva dimana jika dilakukan pemijatan pada daerah
tersebut maka akan merangsang sekresi dari kelenjar saliva sehingga dapat
membantu proses pengunyahan.
c. Pengaruh Jenis Makanan terhadap Penelanan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki kemampuan
yang cukup baik untuk penelanan dalam berbagai jenis makanan, nasi
24 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
dalam berbagai perbandingan kadar air yang digunakan untuk
memasaknya.
Orang coba dengan percobaan nasi dengan perbandingan air yang
digunakan yaitu 1:1 memiliki pengunyahan yang paling susah. Lalu pada
percobaan nasi dengan perbandingan air yang digunakan yaitu 1:2
memiliki pengunyahan yang sedikit lebih mudah dibandingkan dengan
percobaan sebelumnya. Dan pada percobaan nasi dengan perbandingan air
yang digunakan yaitu 1:3 memiliki pengunyahan yang sangat mudah
dibanding ketiga percobaan yang dilakukan.
Hal ini disebabkan karena tekstur dari makanan sangat
mempengaruhi dari tingkat kemudahan maupun tingkat kesuliatan dari
pengunyahan makanan itu sendiri. Dimana makin lembut tekstur suatu
makanan akan makin mudah suatu makanan untuk dikunyah, sebaliknya
makin kasar tekstur suatu makanan maka akan makin sulit suatu makanan
untuk diikunyah
.
3. Percobaan Reflkes Muntah (Gagging Refleks)
a. Pengaruh Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Pada percobaan kali ini, tidak sampai pada faring bagian atas
karena tidak terjangkaunya hal tersebut pada orang coba, selain itu alat
yang digunakan juga terlalu besar untuk menyentuh faring. Sangat
ditakutkan apabila orang coba nantinya merasa kesakitan.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki gagging
refleks dengan spesifikasi sebagai berikut, pada bagian ujung lidah, lidah
anterior bagian lidah lateral kiri, bagian lidah lateral kanan, ketika
dilakukan percobaan, orang coba tidak merasakan gagging refleks hanya
terasa bahwa ada suatu sentuhan. Pada bagian dorsal lidah, lidah posterior,
palatum bagian posterior orang coba merasakan gagging refleks sedang.
Sedangkan pada uvula dan tonsil orang coba merasakan gagging refleks
yang kuat.
25 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
Hali ini dikarenakan pada bagian posterior lidah merupakan daerah
rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat
adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks,
khususnya pada bagian posterior rongga mulut.
b. Pengaruh Suhu dan Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan memiliki gangging
refleks dengan spesifikasi sebagai berikut, pada bagian ujung lidah, lidah
anterior bagian lidah lateral kiri, bagian lidah lateral kanan, palatum
bagian posterior ketika dilakukan percobaan, orang coba tidak merasakan
gagging refleks hanya terasa bahwa ada suatu sentuhan. Pada bagian
dorsal lidah dan bagian lidah posterior, orang coba sedikit merasakan
adanya gagging reflex. Sedangkan pada uvula tonsil orang coba merasakan
gagging refleks yang sedang namun lebih kuat daripada dorsal lidah dan
lidah posterior.
Pada percobaan pengaruh suhu dan sentuhan terhadap gagging
refeks digunakan air es. Hasil tersebut adalah sama seperti penjelasan
kedua paragraph sebelumnya hanya yang membedakan adalah ketika
menggunakan air dingin, gagging refleks yang dirasakan tidak sekuat
ketika sebelum diberi air dingin.
Hali ini dikarenakan pada bagian posterior palatum merupakan
daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini
terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks,
khususnya pada bagian posterior rongga mulut. Juga disebabkan oleh
adanya pengaruh suhu, yaitu suhu dingin yang dapat menekan respon
gagging refleks karena pada suhu dingin sistem syaraf bekerja lebih
lambat.
c. Pengaruh Rasa Pahit terhadap Refleks Muntah
26 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan pada saat ditetesi
kina (rasa pahit) hampir merasakan mual (gagging refleks). Penetesan ini
dilakukan pada bagian yang paling sensitive yakni bagian posterior lidah,
uvula dan tonsil.
Menurut teori yang ada, rasa pahit adalah rasa yang kuat dan dapat
merangsang refleks muntah karena pahit dapat dirasakan pada bagian
posterior lidah dimana daerah tersebut merupakan daerah rangsang muntah
atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang
maka akan dapat menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian
posterior rongga mulut. Hal inilah yang menybabkan orang coba
terangsang untuk gagging reflex saat ditetesi dengan kina pada posterior
lidahnya.
27 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
BAB IV
KESIMPULAN
Pengunyahan merupakan hasil kerjasama antara peredaran darah,
otot pengunyahan, saraf, tulang rahang, sendi temporo-mandibula,
jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi. Adapun, organ tubuh yang
terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain: bibir, palatum, gigi-gigi,
kelenjar saliva, faring, dan laring.Menelan merupakan salah satu bagian
dari proses makan. Menelan pada dasarnya merupakan suatu mekanisme
yang kompleks. Pada proses penelanan makanan digerakkan dari faring
menuju esophagus. Proses menelan akan lebih mudah dan cepat jika
dibantu dengan pemijatan di daerah pipi.Jenis makanan yang halus akan
mudah ditelan dan dikunyah daripada jenis makanana yang kasar.
Kekuatan gigit seseorang terhadap suatu benda dipengaruhi oleh
kekuatan otot mastikasi dan luas permukaan gigi setiap individu dan pada
umumnya pada laki-laki memiliki kekuatan gigit yang lebih besar
dibanding perempuan.
Efisiensi kunyah seseorang dipengaruhi oleh berat beban yang
dikunyah dan jika efisiensi nya kecil maka makanan yang dikunyah
hasilnya adalah halus dan baik namun jika kasar maka hasil kunyahan
adalah lebih buruk dan tekstur kasar.
Refleks muntah dianggap suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk
melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya
bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui faring, laring atau trakea. Cara
mencegah refleks gagging yaitu dengan diberikannya es balok (berkumur
dengan air es berulang kali), karena es balok (air es) memiliki suhu rendah
sehingga dapat menghambat kerja saraf untuk menyampaikan rangsang
menuju pusat muntah.Sehingga sensitivitas pasien dapat berkurang.
28 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Biomedik, Lab. Fisiologi FKG UNEJ.2008.Petunjuk Praktikum
Fisiologi.Jember:Universitas Jember
Williams Ganong, .F. 1983. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
10.Jakarta:EGC
Guyton, Arthur dan John E. Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
9.Jakarta:EGC
Pearce, Evelyn C.2002.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta:PT
Gramedia
Sloane, Ethel.2000.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.Jakarta:EGC
29 | L A P O R A N F I S I O L O G I R E F L E K S M U N T A H 1 4 - 5 2