21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan salah satu bahan pangan yang menjadi sumber protein hewani. Tingginya tingkat konsumsi daging disebabkan nilai gizi yang terkandung di dalam daging lebih banyak bila dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. Selain itu, daging mempunyai asam amino essensial yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan protein yang berasal dari nabati. Daging dan produk daging merupakan jenis pangan yang mudah rusak sehingga harus diolah secara tepat agar dapat memperpanjang masa simpannya. Daging harus diolah dengan komposisi bumbu-bumbu dan proses yang benar agar dapat menjadi produk yang lebih meningkatkan palatabilitas. Ikan segar sebagai bahan mentah pada umumnya mempunyai nilai gizi yang tinggi. Dengan dilakukan penanganan yang tepat dan cermat maka kesegaran ikan tersebut dapat dipertahankan, dengan kata lain penanganan ikan yang kurang cermat dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Dengan semakin majunya perkembangan usaha perikanan dewasa ini, maka ikan dan hasil-hasil perikanan lainnya bukan hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri saja, tetapi beberapa jenis hasil perikanan tertentu diusahakan untuk kebutuhan ekspor. Pengolahan ikan merupakan salah satu segi penting dalam industry perikanan yang semakin berkembang, agar dihasilkan

Daging Dan Ikan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah teknologi pengolahan pangan tentang daging dan ikan

Citation preview

Page 1: Daging Dan Ikan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging merupakan salah satu bahan pangan yang menjadi sumber protein hewani.

Tingginya tingkat konsumsi daging disebabkan nilai gizi yang terkandung di dalam daging

lebih banyak bila dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. Selain itu, daging mempunyai

asam amino essensial yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan protein yang berasal dari

nabati.

Daging dan produk daging merupakan jenis pangan yang mudah rusak sehingga harus

diolah secara tepat agar dapat memperpanjang masa simpannya. Daging harus diolah dengan

komposisi bumbu-bumbu dan proses yang benar agar dapat menjadi produk yang lebih

meningkatkan palatabilitas.

Ikan segar sebagai bahan mentah pada umumnya mempunyai nilai gizi yang tinggi.

Dengan dilakukan penanganan yang tepat dan cermat maka kesegaran ikan tersebut dapat

dipertahankan, dengan kata lain penanganan ikan yang kurang cermat dapat mengakibatkan

kerugian yang sangat besar.

Dengan semakin majunya perkembangan usaha perikanan dewasa ini, maka ikan dan

hasil-hasil perikanan lainnya bukan hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

dalam negeri saja, tetapi beberapa jenis hasil perikanan tertentu diusahakan untuk kebutuhan

ekspor.

Pengolahan ikan merupakan salah satu segi penting dalam industry perikanan yang

semakin berkembang, agar dihasilkan produk akhir yang berkualitas baik, maka harus

diketahui dengan benar cara-cara pengolalahan yang memenuhi persyaratan serta akibat-

akibat yang ditimbulkan jika tidak dilakukan dengan baik.

Page 2: Daging Dan Ikan

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana teknik pengolahan daging ?

2. Bagaimana teknik pengolahan ikan secara fisika ?

3. Bagaimana teknik pengolahan ikan pindang ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui teknik pengolahan daging

2. Untuk mengetahui teknik pengolahan ikan secara fisika.

3. Untuk mengetahui teknik pengolahan ikan pindang

Page 3: Daging Dan Ikan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang dapat atau pantas digunakan

sebagai bahan makanan termasuk di dalamnya jaringan otot, organ-organ seperti hati, limpa,

ginjal, dan otak, serta jaringan lain yang dapat dimakan. Sementara itu, menurut Soeparno

(1994), daging diartikan sebagai semua jaringan hewan yang dapat dimakan oleh manusia serta

semua produk hasil olahan yang dapat dibuat dari jaringan tersebut. Daging yang dikonsumsi

berasal dari hewan darat yang diternakkan atau hewan liar dan air.Produk daging yang telah

diolah dengan baik memiliki kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Komponen terbesar dalam

daging adalah air (65-80%) kemudian protein yang merupakan komponen terbesar dari berat

kering (16-22%), lemak (1,3-13%), karbohidrat (0,5-1,3%) dan mineral (1%). Daging merupakan

sumber potein yang tinggi, disebabkan protein daging merupakan komponen bahan kering yang

terbesar pada daging. Menurut Lawrie, 1995, dipandang dari segi nutrisinya daging adalah

sumber asam amino esensial yang sangat baik dan sedikit mineral-mineral tertentu.

Komposisi daging relative mirip satu sama lain, terutama kandungan proteinnya yang

berkisar 15-20 persen dari berat bahan. Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada

di dalam daging. Protein yang terkandung di dalam daging, seperti halnya susu dan telur. Protein

daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan

nabati.Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino esensialnya yang

lengkap dan seimbang.

Daging merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) karena daging

merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pengawetan daging mempunyai

tujuan antara lain untuk mengamankan daging dari kerusakan atau pembusukan oleh

mikroorganisme dan memperpanjang masa simpan (shelf life) daging. Pengawetn berarti

menghambat atau membatasi reaksi-reaksi enzimatis, kimia dan kerusakan fisik

daging.Pengawetan yang menghasilkan produk yang sifat fisiknya berubah dari bahan bakunya

dikenal dengan istilah pengolahan

Daging adalah sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.Namun perlu

dingat,bahwa daging yang memiliki kandungan asam amino lengkap ternyata tempat terbaik bagi

perkembangan mikroorganisme perusak dan pembusuk. Oleh karena itu, sangat diperlukan

Page 4: Daging Dan Ikan

pengetahuan bagaimana cara penyimpanan daging yang benar agar daging tidak menjadi sarang

penyakit yang masuk ke tubuh kita.Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik

menurut higiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut:

1. Ketika membeli daging segar,usahakan daging tersebut tidak berada dalam suhu ruang

lebih dari dua jam.Daging yang dibiarkan pada suhu ruang membuat bakteri pembusuk

dan mikroba cepat berkembang biak dan membuat daging menjadi layu atau tidak

segar.

2. Cuci bersih daging segar tersebut dan potong-potong.Lalu,bungkus daging dengan

kemasan plastik tebal atau wadah kedap udara yang bersih dan tertutup agar daging

tidak mengalami dehidrasi. Daging yang dehidrasi akan mengalami perubahan warna

menjadi cokelat kehitaman, akan terjadi penyimpangan rasa apabila diolah, dan alot.

Kemudian, masukkan ke lemari pendingin.

3. Agar masa penyimpanan lebih lama, bekukan daging yang berada di dalam wadah

tertutup tersebut.

2.2 Ikan

Produk perikanan memiliki sumber nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama

kandungan protein dan asam lemak tak jenuhnya (lihat Komposisi Kimiawi Ikan), dengan

mengkonsumsi produk perikanan diharapkan kebutuhan protein intake masyarakat dapat

terpenuhi.

Produk perikanan termasuk highly perishable food dikarenakan komposisi

biokimiawinya. Kandungan pada tubuh ikan yang didominasi oleh air, protein dan lemak

menjadikan produk perikanan cepat busuk atau mudah rusak setelah dipanen maupun ditangkap.

Selain faktor dari dalam tersebut, faktor luar seperti temperatur, ketersediaan oksigen, cahaya,

peralatan yang kurang saniter dan higienis, kesalahan penanganan bahan baku dan lain

sebagainya juga dapat mempengaruhi daya awet dan kesegaran produk. Faktor dari dalam yaitu

Kadar air tinggi pada ikan menjadikan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba

pembusuk maupun patogen. Selain dipengaruhi oleh faktor biologis (mikroba) kerusakan produk

perikanan juga dapat disebabkan oleh proses kimiawi, kadar lemak tinggi pada beberapa spesies

ikan menyebabkan ikan cepat mengalami oksidasi (ketengikan), proses ini lebih cepat

berlangsung apabila terdapat katalisator berupa udara, kenaikan suhu maupun dari logam yang

Page 5: Daging Dan Ikan

berunsur besi maupun turunannya, proses autolisa atau pembusukan yang disebabkan oleh enzim

yang secara alamiah terdapat pada tubuh ikan. Ikan mati proses metabolisme pada tubuh ikan

tidak dapat berjalan seperti pada kondisi ikan hidup. Komponen makro nutrient seperti lemak

dan protein akan terurai menjadi komponen yang lebih sederhana yang mengarah pada

pembentukan komponen yang tidak dikehendaki seperti amonia penyebab bau busuk merupakan

hasil perombakan protein. Penyebab pertama pembusukan ikan setelah mati tidak dapat

diketahui, apakah proses pembusukan secara biologis atau kimiawi maupun autolisa yang

terlebih dahulu tidak dapat dipastikan. Lebih detail proses kemunduran ikan dapat dilihat pada

Page 6: Daging Dan Ikan

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengolahan Daging

Daging termasuk jenis bahan pangan yang mudah rusak atau busuk, sehingga

memerlukan upaya untuk memperpanjang daya tahan, daya simpan dan memperbesar daya guna

daging tanpa mengurangi nilai gizi makanan. Selain hal tersebut pengolahan juga memungkinkan

penganekaragaman jenis makanan berbahan daging yang mempermudah penyajian, memperluas

wilayah perdangan, sebagai cadangan bahan makanan, penyerapan tenaga kerja dan memperoleh

nilai tambah dari bahan makanan daging sapi. Berbagai hasil pengolahan daging sapi antara lain

yaitu :

3.1.1 Sosis Sapi

Sosis adalah makanan yang

dibuat dari daging ayam yang telah

dicincang kemudian dihaluskan dan

diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke

dalam pembungkus yang berbentuk

bulat panjang yang berupa usus

hewan atau pembungkus buatan,

dengan atau tanpa dimasak maupun

diasapkan. Pada pemasakan sosis ada beberapa tahap yang harus dikerjakan, yaitu

kyuring, pembuatan adonan, pengisian selongsong, pengasapan, dan perebusan.

Page 7: Daging Dan Ikan

3.1.2 Daging Asap

Secara umum ada dua cara pengasapan yaitu cara tradisional dan cara dingin. Pada

cara tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya (misalnya

sabuk kelapa serbuk akasia, dan serbuk mangga). Pengasapan tradisional paling mudah

diterapkan oleh industri kecil. Asap cair yang diperlukan untuk pengasapan dingin sulit

ditemukan dipasaran. Oleh karena itu akan kita bahas lebih lanjut pengasapan tradisional.

3.1.3 Kornet Sapi

Kornet merupakan salah satu jenis daging  olahan yang berupa daging giling kasar dengan

bahan tambahan bahan pengisi dan bahan pengikat serta bumbu-bumbu (Subyantoro, 1996).

Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995), kornet umumnya dibuat dari daging sapi, dalam

pembuatan kornet daging yang digunakan merupakan potongan daging segar atau beku (yang

telah memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku), boleh dicampur dengan daging bagian

kepala dan hati.

Page 8: Daging Dan Ikan

3.1.4 Daging Kering

Daging kering merupakan produk daging yang paling mudah pembuatannya.

Daging disayat tipis, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering. Daging

kering mempunyai aroma yang agak berbeda dengan daging segar terjadinya oksidasi

lemak menyebabkan daging kering mempunyai aroma yang khas.

3.1.5 Bakso Sapi

Bakso daging menurut SNI No. 01-3818-1995 adalah produk makanan berbentuk bulatan

atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50 persen)

dan pati atau serealia dengan atau tanpa bumbu BTP (bahan tambahan pangan) yang diizinkan.

Pembuatan bakso biasanya menggunakan daging yang segar. Daging segar (pre-rigor) adalah

daging yang diperoleh setelah pemotongan hewan tanpa mengalami proses pendinginan terlebih

dahulu. Fase pre-rigor berlangsung selama 5 sampai 8 jam setelah postmortem. Berdasarkan

jenis daging sebagai bahan baku untuk membuat bakso, maka dikenal bakso sapi, bakso ayam,

bakso ikan, bakso kerbau, dan bakso kelinci.

3.1.6 Dendeng

Dendeng adalah irisan kering daging yang telah diberi bumbu, dan kadang - kadang telah

mengalami proses pemasakan. Dengan demikian dendeng berbeda dengan daging kering yang tidak

diberi bumbu (kecuali garam). Pembuatan dendeng tidak sulit, dan dapat dilakukan dengan alat-alat

yang biasa terdapat di rumah tangga. Dendeng sendiri terdiri atas dendeng sayat, dendeng giling, dan

dendeng ragi.

Page 9: Daging Dan Ikan

3.2 Pengolahan Ikan

3.2.1 Pengolahan ikan secara Fisikawi

Pengolahan hasil perikanan memanfaatkan sifat-sifat fisikawi terutama penggunaan suhu

merupakan prinsip dasar dalam bidang pengolahan hasil perikanan. Penggunaan suhu dikenal

dengan suhu rendah (chilling dan freezing) dan suhu tinggi yang meliputi (boiling, pasteurisasi,

dan sterilisasi). Berikut masing-masing pnejelasan proses tersebut.

A. Chilling

Chiling atau dalam bahasa umumnya adalah pendinginan merupakan proses pengolahan

ikan yang sangat sederhana dan sering digunakan, pendinginan berprinsip menurunkan suhu

serendah mungkin yang dilakukan dengan cepat. Pendinginan hanya mampu memperlambat

proses pembusukan oleh bakteri maupun aktifitas enzim pembusuk. Suhu pendinginan berkisar

antara (0 – 40C) dan patokan suhu ini yang dijadikan pembeda antara proses pendinginan dengan

freezing atau lebih dikenal dengan pembekuan. Media pendingin dapat berupa gas, cairan

maupun padatan contohnya es, es lebih sering digunakan. Es sebagai media pendingin dapat

berbentuk balok maupun curai dan dapat dibuat dari air tawar yang didinginkan, air laut yang

didinginkan, dan air larutan garam yang didinginkan. Pendinginan dengan es dapat digunakan

secara langsung untuk mengawetkan ikan dengan susunan (es, ikan, es, ikan dst) maupun

ditambahkan dengan air (es, air, dan ikan). Kebutuhan es sebagai media pendingin ikan adalah

1 : 1 (1 kg ikan : 1 kg es).

B. Freezing

Freezing atau yang sering dikenal pembekuan adalah proses dimana suatu produk

diturunkan suhunya hingga dibawah titik beku dan sebagian dari air yang terkandung didalamnya

telah menjadi kristal es (Fellows, 1990). Dari pengertian tersebut penggunaan suhu lebih rendah

dari -20C bahkan sampai -300C atau lebih rendah lagi digunakan dalam proses pembekuan. Titik

beku air yang terkandung dalam tubuh ikan adalah 00C sehingga kondisi diluar tubuh ikan untuk

mencapai titik beku tersebut haruslah lebih rendah dari 00C. Perbedaan penggunaan suhu inilah

yang menjadikan pembeda antara proses pendinginan dan pembekuan.

C. Boiling

Boiling merupakan salah satu tehnik pengolahan ikan dengan cara merebus ikan dalam

air yang telah diberi garam maupun tanpa garam. Boiling fish atau di Indonesia lebih dikenal

dengan ikan pindang merupakan tehnik pengawetan ikan yang bersifat singkat. Hal ini

Page 10: Daging Dan Ikan

dikarenakan bahan baku ikan yang digunakan kurang memenuhi standar, tehnik pengolahan,

serta pengemasan yang masih bersifat sederhana. Jenis ikan yang sering dijadikan pindang

adalah kembung (Rastrelliger), Layang (Decapterus), Tongkol (Euthynnus) atau Caranx sp.

Proses pengolahan ikan pindang pada masing-masing daerah berbeda-beda tergantung dari

teknologi / peralatan yang digunakan. Secara umum proses pemindangan ikan adalah sebagai

berikut :

Proses pemindangan ikan memberikan efek positif maupun negatif terhadap nutrisi,

tekstur dan sensori produk. Hasil penelitian Oluwaniyi, O et al. (2010) menunjukkan bahwa Ikan

Clupea harengus, Scomber scombrus, Trachurus trachurus and Urophycis tenuis yang telah

dihilangkan kepala dan tulangnya dimasak selama 10 menit pada suhu 1000C hingga matang

menunjukkan bahwa pemanfaatan panas dalam proses pengolahan ikan (boiling) 1). Mampu

mengurangi kadar protein daging ikan yang nantinya menyebabkan kerusakan dan tidak

tersediannya asam-asam amino, hal ini dikarenakan semakin lama dan tinggi temperatur yang

digunakan pada proses pemindangan menyebabkan perubahan kandungan asam amino pada

daging. Berikut ini disajikan perubahan asam amino beberapa jenis ikan. (Sumber : Oluwaniyi, O

et al. 2010).

3.2.2 Teknik Pengolahan Ikan Pindang

Ikan yang dipindang pada suhu 85-900C selama 15 menit mampu menurunkan nilai EPA dan

DHA, akan tetapi EPA dan DHA ikan yang dipindang tersebut mengalami penurunan yang tidak

signifikan jika dibandingkan dengan ikan yang digoreng menggunakan minyak bunga matahari

pada suhu 150-1700C selama 15-20 menit (Gladyshev, M. I. et al. 2007).

A. Pasteurisasi

Proses pengolahan yang memanfaatkan suhu tinggi tetapi tidak melebihi titik didih air

(1000 C’). Pasteurisasi digunakan untuk menginaktifkan enzim, membunuh sebagian bakteri

pembusuk maupun patogen, dan mampu memperpanjang daya simpan. Penggunaan

pasteurisasi disesuaikan dengan karakteristik bahan yang akan diolah dan biasanya bahan

yang dipasteurisasi tidak tahan terhadap panas. Produk perikanan yang biasa dipasteurisasi

adalah rajungan, kepiting, oyster. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002), bahwa suhu

dalam wadah pasteurisasi rajungan 1800 – 1900 F atau 82,20 – 87,80 C selama 115 – 118

menit

Page 11: Daging Dan Ikan

B. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan pengolahan yang menggunakan suhu sangat tinggi, dapat melebihi

titik didih air. Suhu yang digunakan untuk sterilisasi adalah 1210C selama 15 menit dengan

mengacu pada spora bakteri termophilus seperti Clostridium botulinum dan Bacillus lebih

resisten pada suhu tersebut. Sterilisasi dapat merusak nilai gizi bahan yang diolah oleh karena

itu dikenal adanya sterilisasi komersial. Sterilisasi komersiil merupakan tingkat sterilisasi

dimana semua bakteri patogen dan pembentuk toksin, mikroorganisme jika ada dan yang

dapat tumbuh dibawah penanganan dan kondisi penyimpanan normal dapat dimusnahkan.

Makanan yang telah disterilisasi komersial mungkin masih mengandung sejumlah kelompok

mikroba dalam bentuk spora yang tahan panas, akan tetapi spora ini sudah inaktif atau tidak

dapat membelah diri dan hanya dapat hidup bila diisolasi dan ditumbuhkan.

C. Deep Frying

Deep frying sama halnya dengan proses pengolahan ikan memanfaatkan suhu tinggi yang

bertujuan untuk inaktivasi enzim, membunuh mikroba pembusuk dan patogen yang nantinya

meningkatkan daya awetnya serta memperbaiki tekstur dan citarasa produk yang dihasilkan

akan tetapi yang membedakan disini adalah media perambatan panas yang digunakan berupa

minyak. Minyak yang digunakan seperti minyak kelapa sawit, bunga matahari, canola,

kedelai, maupunminyak sayur. Hal yang perlu diperhatikan pada proses penggorengan adalah

jenis minyak yang digunakan, suhu pemanasan dan lama waktu pemanasan karena ketiga

faktor tersebut dapat menyebabkan oksidasi minyak maupun lemak khususnya asam lemak

seperti EPA dan DHA yang terkandung pada ikan. Penelitian Gladyshev, M. I. et al. (2007)

dan Emanuelli et al. (2008) menunjukkan bahwa kandungan EPA dan DHA mengalami

penurunan yang signifikan pada ikan yang digoreng jika dibandingkan dengan ikan yang

diolah secara direbus maupun dipanggang.

Page 12: Daging Dan Ikan

D. Iradiasi

Prinsip pengolahan hasil perikanan dengan iradiasi adalah bahan pangan diiradiasi

pengion (Cobalt 60, Celsium 137, Mesin Berkas Elektron, Sinar X) sehingga sel hidup

(mikroorganisme) mengalami eksitasi, ionisasi, dan perubahan kimia yang nantinya

berpengaruh terhadap proses biologis mikroorganisme sehingga makanan mempunyai daya

awet yang lebih lama. Di Indonesia pengolahan ikan secara iradiasi masih jarang kita jumpai

hal ini disebabkan oleh faktor sumber daya yang digunakan harus benar-benar terlatih serta

mahalnya biaya produksi yang harus dikeluarkan.

Page 13: Daging Dan Ikan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Dari teknik pengolahan daging didapat hasil pengolahan daging berupa sosis sapi,

kornet, daging asap, dendeng, bakso sapi, dan daging kering.

2. Untuk teknik pengolahan ikan secara fisika dapat dilakukan dengan Chiling atau

pendinginan, Freezing atau pembekuan, Boiling atau perebusan.

3. Untuk teknik pengolahan ikan pindang dapat dilakukan dengan cara pasteurisasi,

sterilisasi, deep frying, dan iradiasi.

Page 14: Daging Dan Ikan

Daftar Pustaka

1. Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia

Pustaka.

2. Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.

Bulaksumur. Yogyakarta.

3. Anonimus. 2005. Produksi daging, telur dan olahannya. Kumpulan Standar Mutu,

Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Direktorat Jenderal

4. Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian.Edi

Suryanto,Ph.D.Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta

5. Tugas akhir.D3 Teknik Kimia FTI-ITS.

6. Ahvenainen, R. 2003. Active and intelligent packaging : An introducing. In R.

Ahvenainen (Ed), Novel food packaging techniques (pp. 6). Boca Raton, FL : CRC Press.

LLC

7. Emanuelli, Tatiana., Jucieli Weber., Vivian C. Bochi., Cristiane P. Ribeiro., Andre de M.

Victorio. 2008. Effect of different cooking methods on the oxidation, proximate and fatty

acid composition of silver catfish (Rhamdia quelen) fillets. Food Chemistry 106 (2008)

140 – 146.

8. Gladyshev, Michail. I., Nadezdha N. Suschik., Galina A. Gubanenko., Sevilia M.

Demirchieva., Galina S. Kalachova. 2007. Effect of boiling and frying on the content of

essential polyunsaturated fatty acids in muscle tissue of four species. Food Chemistry 101

(2007) 1694 – 1700.

9. Martinez, Olaia., Jesus Salmeron, Maria D. Guillen, Carmen Casas. 2010. Effect of

freezing on the phsicochemical, texture and sensorial characteristic of salmon (Salmo

salar) smoked with liquid smoke flavouring. LWT – Food Science and Technology 43

(2010) 910 – 918.

10. Oluwaniyi, O.O., O.O. Dosumu., G. V. Awolola. 2010. Effect of local processing

methods (boilling, frying and roasting) on the amino acid composition of four marine

fishes commonly consumed in Nigeria. Food Chemsitry 123 (2010) 1000 – 1006.