21
155 DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL EKONOMI TERHADAP LAJU DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ALAM: STUDI KASUS DEFORESTASI UNTUK PERLUASAN AREAL TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN SERTA HUTAN TANAMAN INDUSTRI DAN DEGRADASI HUTAN ALAM AREAL KONSESI (Macroeconomic Policy and Economic External Factor Impact on Natural Forest Degradation and Deforestation Rates: Case Study of Deforestation for Food and Estate Crops and Industrial Plantation Forest Areas Expansion and Natural Forest Concession Areas) Degradation on Oleh/By : Satria Astana , Bonar M. Sinaga , Sudarsono Soedomo , Bintang C.H. Simangunsong 1 2 3 4 1 2,3,4 Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Jalan Gunung Batu 5, PO Box 272, Bogor 16610 Fakultas Kehutanan Insitut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga Bogor, Tlp 0251-622640 Diterima 3 Januari 2012, disetujui 7 Juni 2012 Di subsektor kehutanan, pengurangan emisi CO dapat diwujudkan dengan mempertahankan dan mengkonservasi hutan alam yang tersisa dan/atau meningkatkan hutan tanaman yang ada dengan mereboisasi kawasan hutan yang terdegradasi. Efektivitas kebijakan tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal hutan. Dalam penelitian ini, faktor eksternal hutan yang dianalisis dibatasi pada: (1) kebijakan makroekonomi dan (2) faktor eksternal ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan makroekonomi dan faktor eksternal ekonomi terhadap laju deforestasi dan degradasi hutan alam. Menggunakan model ekonometrika, hasil analisis mengindikasikan bahwa laju deforestasi dan degradasi hutan alam dipengaruhi oleh kebijakan makroekonomi dan faktor eksternal ekonomi. Dalam ABSTRACT In forestry subsector, reducing CO emission can be conducted by maintaining and conserving the remaining natural forest area and/or increasing the existing plantation forest area through replanting the degraded forest area. The effectiveness of such policy is affected by forest external factors. In this research, the forest external factors analysed are limited to: (1) macroeconomic policy, and (2) economic external factors. The objective of this research is to analyse the impact of macroeconomic policy and economic external factor on natural forest degradation and deforestation rates. Using an econometric model, the results of this research indicate that the natural forest degradation and deforestation rates are influenced by the changes in macroeconomic policy and economic external factor. In this regard, the interest rate is the significant transmission channel of the policy and economic external factor and therefore it can be used as an effective incentive-disincentive policy instrument to control the natural forest degradation and deforestation rates. Keywords: Macroeconomic policy, external factor, natural forest, degradation, deforestation 2 ABSTRAK 2

DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR … · DEGRADASI HUTAN ALAM: STUDI KASUS DEFORESTASI UNTUK ... Menggunakan model ekonometrika, hasil analisis mengindikasikan bahwa laju deforestasi

Embed Size (px)

Citation preview

155

DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOREKSTERNAL EKONOMI TERHADAP LAJU DEFORESTASI DAN

DEGRADASI HUTAN ALAM: STUDI KASUS DEFORESTASI UNTUKPERLUASAN AREAL TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN

SERTA HUTAN TANAMAN INDUSTRI DAN DEGRADASI HUTANALAM AREAL KONSESI

(Macroeconomic Policy and Economic External Factor Impact on NaturalForest Degradation and Deforestation Rates: Case Study of Deforestation for

Food and Estate Crops and Industrial Plantation Forest Areas Expansion andNatural Forest Concession Areas)Degradation on

Oleh/By :Satria Astana , Bonar M. Sinaga , Sudarsono Soedomo , Bintang C.H. Simangunsong1 2 3 4

1

2,3,4

Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Jalan Gunung Batu 5, PO Box 272, Bogor 16610Fakultas Kehutanan Insitut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga Bogor, Tlp 0251-622640

Diterima 3 Januari 2012, disetujui 7 Juni 2012

Di subsektor kehutanan, pengurangan emisi CO dapat diwujudkan dengan mempertahankan danmengkonservasi hutan alam yang tersisa dan/atau meningkatkan hutan tanaman yang ada denganmereboisasi kawasan hutan yang terdegradasi. Efektivitas kebijakan tersebut dipengaruhi oleh faktoreksternal hutan. Dalam penelitian ini, faktor eksternal hutan yang dianalisis dibatasi pada: (1) kebijakanmakroekonomi dan (2) faktor eksternal ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampakkebijakan makroekonomi dan faktor eksternal ekonomi terhadap laju deforestasi dan degradasi hutanalam. Menggunakan model ekonometrika, hasil analisis mengindikasikan bahwa laju deforestasi dandegradasi hutan alam dipengaruhi oleh kebijakan makroekonomi dan faktor eksternal ekonomi. Dalam

ABSTRACT

In forestry subsector, reducing CO emission can be conducted by maintaining and conserving theremaining natural forest area and/or increasing the existing plantation forest area through replanting thedegraded forest area. The effectiveness of such policy is affected by forest external factors. In this research, the forestexternal factors analysed are limited to: (1) macroeconomic policy, and (2) economic external factors. Theobjective of this research is to analyse the impact of macroeconomic policy and economic external factor onnatural forest degradation and deforestation rates. Using an econometric model, the results of this researchindicate that the natural forest degradation and deforestation rates are influenced by the changes inmacroeconomic policy and economic external factor. In this regard, the interest rate is the significanttransmission channel of the policy and economic external factor and therefore it can be used as an effectiveincentive-disincentive policy instrument to control the natural forest degradation and deforestation rates.

Keywords: Macroeconomic policy, external factor, natural forest, degradation, deforestation

2

ABSTRAK

2

156

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 9 No. 3, Desember 2012 : 155 - 175

hal ini, suku bunga merupakan saluran transmisi kebijakan dan faktor eksternal ekonomi yang signifikandan karenanya dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan insentif-disinsentif yang efektif untukmengendalikan laju deforestasi dan degradasi hutan alam.

Kata kunci: Kebijakan makroekonomi, faktor eksternal, hutan alam, degradasi, deforestasi

I. PENDAHULUAN

Perekonomian dunia sedang berubahmenghadapi setidaknya tiga fenomena peru-bahan. Pertama adalah fenomena perubahanyang ditandai oleh semakin terintegrasinyapasar modal dan keuangan serta perdagangan.Perubahan kondisi moneter internasionalditransmisikan ke dalam perekonomian suatunegara melalui sistem finansial dan per-dagangan. Dalam kasus yang ekstrim,hubungan ketergantungan tersebut ditunjuk-kan oleh adanya krisis di suatu negara merem-bet ke negara lain. Sebagai contoh, krisiskeuangan di Amerika Serikat pada tahun 2008memicu terjadinya krisis finansial dunia.Kedua adalah fenomena perubahan yangditandai oleh lompatan kenaikan hargaminyak mentah dunia (MMD). Harga MMDmeningkat dari USD 3 per barel menjadi USD10 per barel pada tahun 1970-an, kemudian dariUSD 15 per barel menjadi USD 40 per barelpada awal tahun 1980-an (Pangestu, 1986), dandari USD 20 per barel pada awal tahun 2000menjadi USD 90 per barel pada akhir tahun2000-an. Ketiga adalah isu perubahan iklimglobal. Isu perubahan iklim global merupakanisu dunia yang kini menjadi perhatian banyakkalangan baik di dalam negeri maupun di duniainternasional. Selaras dengan isu tersebut,perhatian masyarakat internasional terhadapperkembangan masalah deforestasi dandegradasi hutan semakin tinggi.

Ketiga fenomena tersebut berdampakpada perekonomian suatu negara dan masing-masing negara perlu melaksanakan penye-suaian pada seluruh lini sektor ekonomi.Dengan kata lain, kondisi perekonomian dunia

dapat dipandang sebagai kondisi yang sedangmengalami proses penyesuaian bukan sajaberkaitan dengan pasar dunia yang semakinterintegrasi dan lompatan kenaikan hargaMMD namun juga berkaitan dengan isuperubahan iklim, yang dampaknya terhadapmasa depan perekonomian belum banyakdimengerti. Hal ini menyarankan pentingnyamempelajari bukan hanya pengaruh kebijakanmakro ekonomi dan faktor eksternal ekonomi(suku bunga dan harga MMD) terhadappertumbuhan ekonomi, namun penting jugamempelajari dampak kebijakan makroekonomi dan faktor eksternal terhadapperubahan iklim, termasuk laju deforestasi dandegradasi hutan alam.

Hutan memiliki pengaruh penting padaiklim (Contreras-Hermosilla ., 2007). Jikajumlah tanaman dan pepohonan berkurang(akibat deforestasi), maka jumlah CO diatmosfer yang diserap akan berkurang (Ross,1998 Alimov, 2002). Deforestasidipandang sebagai salah satu penyebabpemanasan global. FAO (2005) melaporkanbahwa kehilangan hutan global masih tinggi,yang pada periode 2000 – 2005 mencapai 7,3juta ha per tahun. Pusat Inventarisasi danPerpetaan Kehutanan (2008) melaporkanbahwa laju deforestasi di Indonesia mencapai1,87 juta ha pada periode 1990 – 1996 dankemudian meningkat menjadi 3,51 juta ha padaperiode 1996 – 2000. Pada periode 2000 – 2003,laju deforestasi di Indonesia menurun menjadi1,08 juta ha dan kemudian meningkat kembalimenjadi 1,17 juta ha pada periode 2003 – 2006.Menurut Kaimowitz dan Angelsen (1998),terdapat kesepakatan yang luas bahwa ekspansiareal tanaman budidaya ( ) serta

et al

dalam

cropped area

2

157

Dampak Kebijakan Makroekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi terhadapSatria Astana, Bonar M. Sinaga, Sudarsono Soedomo & Bintang C.H. Simangunsong

. . .

penggembalaan ( ) merupakan sumberutama deforestasi.

Melalui kerangka REDD (

),Indonesia pada tahun 2009 mendeklarasikantarget pengurangan emisi CO sebesar 26%hingga tahun 2020, dan menetapkan subsektorkehutanan berkontribusi menurunkan sebesar14%. Di subsektor kehutanan, penguranganemisi CO dapat diwujudkan dengan mem-pertahankan dan mengkonservasi hutan alamyang tersisa dan/atau meningkatkan hutantanaman yang ada dengan mereboisasi kawasanhutan yang terdegradasi. Pertanyaannyaadalah apakah kebijakan tersebut akan efektifdapat mengurangi ekspansi areal tanamanbudidaya pada hutan alam? Wunder danVerbist (2003) menyatakan bahwa pengaruheksternal hutan (tropis) lebih dominandibanding pengaruh internal hutan. Dengankata lain, dampak faktor eksternal hutanmisalnya sektor lain sering lebih pentingdibanding dampak faktor internal hutanmisalnya undang-undang di bidang kehutanan,proyek penanaman pohon secara partisipatifatau program pendidikan lingkungan.Menyadari bahwa ruang lingkup faktoreksternal hutan adalah luas, penelitian inimembatasi pada dua faktor, yaitu: (1) kebi-jakan makroekonomi, dan (2) faktor eksternalekonomi. Selaras dengan permasalahantersebut, penelitian ini bertujuan untukmenganalisis dampak kebijakan makro-ekonomi dan faktor eksternal ekonomiterhadap laju deforestasi dan degradasi hutanalam.

Kebijakan makroekonomi yang diana-lisis terdiri dari: (1) kebijakan moneter yaknipenawaran uang, dan (2) kebijakan fiskal yaknipengeluaran pemerintah. Faktor eksternal

pasture

ReducingEmission from Deforestation and ForestDegradation in Developing Countries

2

2

A. Analisis Dampak Kebijakan Makro-ekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi

ekonomi yang dianalisis terdiri dari: (1) sukubunga Amerika Serikat ( ),dan (2) harga minyak mentah dunia. Pengaruhkebijakan makroekonomi dan faktor eksternalekonomi terhadap perekonomian suatu negaradapat melalui beberapa saluran. Terdapatempat saluran transmisi yang umum dipahami,yaitu: (1) saluran suku bunga (

), (2) saluran kredit ( ), (3)saluran harga asset ( ), dan (4)saluran nilai tukar ( )(Norrbin, 2000; Ireland, 2006). Untukmendeteksi pengaruh perubahan moneterterhadap harga dan perekonomianpenting memahami apakah melalui jalurfinansial atau jalur neraca perdagangan (

). Mekanisme transmisi moneter padaintinya menjelaskan bagaimana perubahanstok uang yang disebabkan oleh kebijakanmoneter atau dampak suku bunga jangkapendek pada peubah riel, seperti agregatdan penyerapan tenaga kerja (Ireland, 2006).Keempat saluran tersebut dapat jugadigunakan untuk menjelaskan pengaruhkebijakan makroekonomi dan faktor eksternalterhadap laju deforestasi dan degradasi hutanalam, namun dalam penelitian ini, hanyasaluran suku bunga yang dikaji. Suku bungasecara langsung mempengaruhi laju deforestasidan degradasi hutan alam melalui pengaruhnyaterhadap permintaan lahan hutan alamdan secara tidak langsung melalui pengaruhnyaterhadap permintaan dan penawaran atauharga komoditas yang dihasilkan.

Dengan pemikiran tersebut, suku bungadiperlakukan sebagai peubah endogen .Gambar 1 menjelaskan keseimbangan pasaruang. Keseimbangan pasar uang dipengaruhioleh penawaran uang (MS/P) dan permintaan

Federal Fund Rate

interest ratechannel credit channels

asset channelexchange rate channels

output

tradebalance

output

input

5

5 Sebagai peubah endogen, keseimbangan suku bunga dapat dianalisisberdasarkan keseimbangan parsial pasar uang ( ), pasarbarang ( ), dan eksternal ( ), sertaberdasarkan keseimbangan umum (keseimbangan internal): pasaruang dan pasar barang, dan keseimbangan umum: internal daneksternal, bergantung pada tujuan analisis dan asumsi yangdigunakan.

money marketgood market balance of payment

158

6Berdasarkan konsep NIAI dapat diturunkan kurva IS yakni kurva yangmengilustrasikan keseimbangan pasar barang: kombinasi Y dan r yangmemenuhi NIAI (Mankiw, 2000).

7Hal ini karena sejak tahun 2004, Indonesia telah menjadi

.oil net

importing country

uang L(r,Y); r adalah suku bunga dan Y adalahPDB (Produk Domestik Bruto). Gambar 2menjelaskan pengaruh penawaran uangterhadap suku bunga. Dari Gambar 2diketahui bahwa dengan asumsi faktor-faktorlain tidak berubah, kenaikan penawaran uang(MS /P ke MS /P) atau penurunan penawaranuang (MS /P ke MS /P), akan menyebabkansuku bunga menurun (r ke r ) atau meningkat(r ke r ). Penurunan atau kenaikan suku bungayang terjadi menyebabkan permintaan uangmeningkat atau menurun, yang menyebabkanPDB meningkat (Y ke Y* ) atau menurun (Y*ke Y ). Dengan kata lain, kenaikan ataupenurunan penawaran uang akan menggeserkurva LM (keseimbangan pasar uang) ke kananatau ke kiri, yang menyebabkan suku bungamenurun atau meningkat, dan PDB meningkatatau menurun. Dengan demikian, dapatdihipotesiskan bahwa peningkatan penawaranuang akan menurunkan suku bunga, danpenurunan suku bunga akan meningkatkanlaju deforestasi dan menurunkan lajudegradasi. Sebaliknya penurunan penawaranuang akan menaikkan suku bunga, dankenaikkan suku bunga akan menurunkan lajudeforestasi dan menaikkan laju degradasi.

Pengaruh kebijakan fiskal yaknipengeluaran pemerintah terhadap lajudeforestasi dan degradasi hutan alam dapatdijelaskan menggunakan Gambar 1 denganmemasukkan konsep

(NIAI). Konsep NIAI menyatakanbahwa PDB (Produk Domestik Bruto) (Y)merupakan penjumlahan dari konsumsi,investasi, pengeluaran pemerintah, dan eksporbersih ( ) . Dengan konsep NIAI,maka dengan asumsi faktor-faktor lain tidakberubah, peningkatan atau penurunanpengeluaran pemerintah akan menyebabkanPDB meningkat atau menurun. Dari Gambar 1

0 1

1 0

0 1

1 0

0 0 0

0

national income accountidentity

net export 6

diketahui bahwa peningkatan atau penurunanPDB akan menggeser kurva permintaan uangke atas [L(r ,Y ) ke L(r ,Y )] atau ke bawah[L(r ,Y ) ke L(r ,Y )], yang menyebabkan sukubunga meningkat (r ke r ) atau menurun (r ker ). Dengan demikian, dapat dihipotesiskanbahwa peningkatan pengeluaran pemerintahakan menaikkan suku bunga, dan kenaikansuku bunga akan menurunkan laju deforestasidan menaikkan laju degradasi. Sebaliknyapenurunan pengeluaran pemerintah akanmenurunkan suku bunga, dan penurunan sukubunga akan meningkatkan laju deforestasi danmenurunkan laju degradasi.

Pengaruh faktor eksternal ekonomiyakni suku bunga Amerika Serikat terhadapperekonomian Indonesia juga dapat dijelaskandengan menggunakan Gambar 1 dan konsepNIAI tetapi dengan memasukkan konsepkeseimbangan eksternal ekonomi. Dalam halini, keseimbangan eksternal ekonomidinyatakan dengan mengendogenkan peubahnilai tukar Rupiah (Rupiah/US$). Keseim-bangan nilai tukar Rupiah dipengaruhi antaralain secara negatif oleh perbedaan suku bungadalam negeri dan Amerika Serikat (

) dan juga secara negatif olehekspor bersih. Ekspor bersih dipengaruhiantara lain secara positif oleh nilai tukarRupiah, dan secara negatif oleh harga minyakmentah dunia . Dengan demikian, denganasumsi faktor-faktor lain tidak berubah,kenaikan atau penurunan suku AmerikaSerikat akan mendepresiasi (menaikkan) ataumengapresiasi (menurunkan) nilai tukarRupiah. Depresiasi atau apresiasi nilai tukarRupiah akan menaikkan atau menurunkanekspor bersih. Dari konsep NIAI diketahuibahwa kenaikan atau penurunan ekspor bersihakan menaikkan atau menurunkan PDB.Kenaikan atau penurunan PDB, dari Gambar 1

0 0 1 1

1 1 0 0

0 1 1

0

uncoveredinterest parity

7

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 9 No. 3, Desember 2012 : 155 - 175

159

L(r0 ,Y0 )

Nilai Riil Uang( )Real Money

r

r0

r1

L(r , Y )1 1

MS/P

Sumber ( ): Modifikasi dari ( ) Suranovic, 2008Source Modified from

Gambar 1. Keseimbangan pasar uangFigure 1. Money market equilibrium

diketahui, akan menggeser kurva permintaanuang ke atas [L(r ,Y ) ke L(r ,Y )] atau ke bawah[L(r ,Y ) ke L(r ,Y )], yang menyebabkan sukubunga meningkat (r ke r ) atau menurun (r ker ). Dengan demikian, dapat dihipotesiskanbahwa kenaikan suku bunga Amerika Serikatakan menaikkan suku bunga dalam negeri, dan

0 0 1 1

1 1 0 0

0 1 1

0

kenaikan suku bunga dalam negeri akanmenurunkan laju deforestasi dan meningkat-kan laju degradasi. Sebaliknya penurunan sukubunga Amerika Serikat akan menurunkansuku bunga dalam negeri, dan penurunan sukubunga dalam negeri akan meningkatkan lajudeforestasi dan menurunkan laju degradasi.

LM0 (MS0/P)

L(r0,Y0)

Nilai Riil Uang( )Real Money

r

r0

r1

MS1/PMS0/P

PDB(GDP)

Y0 Y*0

LM1 (MS1/P)

r

Gambar 2. Pengaruh penawaran uang terhadap suku bunga di pasar uangFigure 2. Effect of money supply on interest rate in money market

Dampak Kebijakan Makroekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi terhadapSatria Astana, Bonar M. Sinaga, Sudarsono Soedomo & Bintang C.H. Simangunsong

. . .

160

Pengaruh faktor eksternal ekonomiyakni harga minyak mentah dunia terhadapperekonomian Indonesia juga dapat dijelaskandengan menggunakan Gambar 1 dan konsepNIAI dan dengan memasukkan konsepkeseimbangan eksternal ekonomi. Dalam halini, harga minyak mentah dunia dihipotesis-kan mempengaruhi secara positif pengeluaranpemerintah , dan mempengaruhi secaranegatif ekspor bersih. Dengan demikian,dengan asumsi faktor-faktor lain tidakberubah, kenaikan harga minyak mentahdunia akan meningkatkan pengeluaranpemerintah, dan menurunkan ekspor bersih.Dari konsep NIAI diketahui bahwa jika neteffect-nya terhadap PDB bernilai positif, makakenaikan harga minyak mentah dunia akanmenaikkan PDB, dan jika bernilai negativeakan menurunkan PDB. Dari Gambar 1diketahui bahwa kenaikan atau penurunanPDB akan menggeser kurva permintaan uangke atas [L(r ,Y ) ke L(r ,Y )] atau ke bawah[L(r ,Y ) ke L(r ,Y )], yang menyebabkan sukubunga domestik meningkat (r ke r ) ataumenurun ((r ke r ). Dengan demikian, dapatdihipotesiskan bahwa kenaikan harga minyakmentah dunia dapat menaikkan ataumenurunkan suku bunga domestik. Kenaikansuku bunga domestik akan menurunkan lajudeforestasi dan meningkatkan laju degradasi,sedangkan penurunan suku bunga domestikakan meningkatkan laju deforestasi danmenurunkan laju degradasi.

Analisis deforestasi hutan alam

FAO (2000) mendefinisikan hutan:

8

0 0 1 1

1 1 0 0

0 1

1 2

B. Analisis Deforestasi dan DegradasiHutan Alam

1.

“aforest is an area of a minimum 0.5 ha, covered by

a tree canopy of at least 10%, with trees that canreach more than 5m height, and subject to theconstraint that the area should not be under analternative (e.g. agricultural or urban) use”.

agroforestrynon-forest system

agriculturaloutputs

urban expansion

inputinput

input

Menurut Wounder dan Verbist (2003), dalamterminologi FAO ini, hutan alam dan hutantanaman dipertimbangkan sebagai hutan(sepanjang memenuhi kerita kuantitatif),sementara dipertimbangkan seba-gai ketika tujuan utamanyaadalah untuk memproduksi

. Berdasarkan pemahaman tersebut,Wounder dan Verbist (2003) men-definisikandeforestasi sebagai perubahan kondisi hutansehingga arealnya tidak layak lagi dikualifikasi-kan sebagai hutan. Menurut Wounder danVerbist (2003), dalam banyak kasus, deforestasiterjadi karena areal tutupan tajuknya ber-kurang dari 10% melalui konversi untukpenggunaan lahan selain hutan, yang dapatbersifat permanen (misalnya: )atau temporer (misalnya: per-ladangan ber-pindah). Pusat Inventarisasi dan PerpetaanKehutanan (2008) mendefinisikan deforestasisebagai perubahan kondisi penutupan lahandari kelas penutupan lahan kategori hutan(berhutan) menjadi kelas penutupan lahankategori nonhutan (tidak berhutan). Dalampenelitian ini, pengertian hutan merujuk padapengertian hutan alam bukan hutan buatan(hutan tanaman), sehingga areal HTI (HutanTanaman Industri) digolongkan ke dalam arealdeforestasi (hutan alam).

Dengan pengertian tersebut, laju defores-tasi hutan alam dianalisis menggunakan teoripermintaan input produksi. Permintaanproduksi dalam hal ini permintaan lahanhutan alam (LHA) dipandang sebagai per-mintaan untuk memproduksi suatukomoditas. Penawaran LHA diproksi meng-gunakan luas LHA. Dengan pemikiran ini,model pasar LHA dapat dikonstruksi. Gambar2 menjelaskan model keseimbangan pasarLHA. Dalam jangka pendek, penawaran LHAdiasumsikan upward sloping, yang pada

8Kenaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan harga atau biayasubsidi minyak untuk konsumsi minyak dalam negeri meningkat,karena Indonesia sejak tahun 2004 telah menjadi minyak.Kenaikan biaya subsidi minyak menyebabkan pengeluaran pemerintahmeningkat.

net importer

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 9 No. 3, Desember 2012 : 155 - 175

161

Gambar 2 ditunjukkan oleh kurva OK . Dalamjangka panjang, LHA berubah menjadi lahandengan beragam pemanfaatan, karena luasLHA seluruhnya telah dimanfaatkan. Denganberubahnya LHA menjadi lahan denganberagam pemanfaatan, penawaran LHAberubah menjadi penawaran lahan. Selamapenawaran lahan tidak berubah denganberubahnya harga lahan, kurva penawaranLHA dalam jangka panjang digambarkandengan kurva tegak lurus, yang pada Gambar 2ditunjukkan oleh kurva KS. Pada Gambar 2,keseimbangan pasar LHA dalam jangkapendek ditunjukkan oleh titik P, dan dalamjangka panjang, titik K.

Dalam jangka pendek, harga pasarLHA ditentukan oleh kekuatan penawarandan permintaannya. Permintaan LHAmerupakan permintaan yang akandimanfaatkan untuk memproduksi suatukomoditas. Permintaan LHA dipenga-ruhi oleh harganya, harga , dan faktor-faktor yang lain, seperti harga selainLHA dan kebijakan pemerintah. Termasuk kedalam selain LHA, antara lain: hargakapital (suku bunga), harga tenaga kerja (upah),dan harga energi. Harga kapital atau sukubunga merupakan harga selain LHAyang menjadi fokus kajian. Kebijakan

9

10

inputinput

inputoutput

input

input

input

makroekonomi dan faktor eksternal ekonomiakan mempengaruhi suku bunga, danperubahan suku bunga secara langsung akanmempengaruhi laju deforestasi melaluipengaruhnya terhadap permintaanLHA. Dalam hal ini, permintaan LHAdiasumsikan sebagai laju deforestasi untukperluasan areal tanaman sebagai upayapengembangan produksi suatu komoditas.

Untuk memudahkan analisis, pena-waran LHA (OK) diasumsikan eksogen,sehingga dalam jangka pendek, harga pasarLHA hanya dipengaruhi oleh faktor-faktoryang mempengaruhi permintaan input LHA.Faktor-faktor yang mempengaruhi per-mintaan LHA, merupakan peubaheksogen atau yang menentukankeseimbangan harga LHA. Perubahanfaktor-faktor tersebut akan menggeser kurvapermintaan LHA (D ) ke kiri atau ke kanan.Dalam hal ini, pergeseran kurva D ke kirimenunjukkan terjadi penurunan laju defores-tasi hutan alam untuk perluasan areal produksisuatu komoditas dan sebaliknya pergeserankurva D ke kanan menunjukkan terjadipeningkatan laju deforestasi. Laju deforestasihutan alam yang dianalisis dibatasi padapermintaan LHA untuk perluasan areal:(1) tanaman sawit, (2) tanaman karet, (3)tanaman padi, dan (4) HTI.

inputinput

inputshifter

input

input

LHAS

LHAS

LHAS

9

10

Kebijakan moratorium izin pemanfaatan hutan alam primer padadasarnya merupakan upaya untuk menggeser kurva OK ke kiri.Data harga LHA tidak tersedia, sehingga dalam modeldiasumsikan eksogen. Dalam model, harga LHA dalam kasusunit usaha yang tidak terintegrasi vertikal dengan industripengolahan direfleksikan oleh harga komoditas yang dihasilkan,sedangkan dalam kasus unit usaha yang terintegrasi vertikal denganindustri pengolahan oleh harga hasil pengolahan darikomoditas yang dihasilkan.

inputinput

output

Dampak Kebijakan Makroekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi terhadapSatria Astana, Bonar M. Sinaga, Sudarsono Soedomo & Bintang C.H. Simangunsong

. . .

162

2. Analisis degradasi hutan alam

Degradasi hutan alam dapat didefinisi-kan dengan beragam pengertian, bergantungpada kepentingan. Bagi kalangan yang lebihmenekankan pada fungsi produksi dibandingfungsi yang lain, akan cenderung mendefinisi-kan degradasi hutan sebagai kondisi hutanyang mengalami perubahan, sehingga fungsiproduksi menjadi terganggu atau musnah.Sebagai contoh, hutan alam yang telahmengalami penebangan dapat dinyatakansebagai hutan yang terdegradasi jika kondisihutannya tidak layak lagi secara finansialdimanfaatkan (tanpa upaya penanaman danpenataan ulang struktur tegakannya menujukelestarian hasil). Bagi kalangan yang lebihmenekankan pada fungsi penyerap CO diatmosfer, akan cenderung mendefinisikandegradasi hutan sebagai kondisi hutan yangmengalami perubahan, sehingga fungsipenyerap CO di atmosfer menjadi tergangguatau musnah.

(IPPC), termasuk kalanganyang lebih menekankan pada fungsi hutansebagai penyerap CO . Dalam hal ini,degradasi hutan didefinisikan sebagai“kehilangan setidaknya Y% stok karbon (dannilai hutan) dalam jangka waktu lama (selamasetidaknya X tahun) sejak waktu T yang

2

2

2

Intergovernmental Panel onClimate Changes

disebabkan kegiatan manusia dan tidakdianggap sebagai deforestasi (IPCC 2003a

Murdiyarso 2008).Wounder dan Verbist (2003) menyata-

kan bahwa proses degradasi hutan merupakansuatu proses dengan kategori intervensi yangsecara signifikan mengubah kualitas hutan,struktur dan fungsi hutan, tetapi tidakmengubah status arealnya sebagai hutanmenurut kriteria FAO. Termasuk ke dalamkategori degradasi hutan adalah tebang pilih,yang menurunkan tutupan tajuk hutan, tetapibiasanya tidak di bawah 10% minimum

. Menurut Wounder dan Verbist(2003), proses degradasi hutan sering dikaitkandengan uang tunai melalui dariberagam hasil hutan untuk memperolehmanfaat ekonomi sekarang dan kurangmempertimbangkan masa datang. Pengertiandegradasi hutan yang lengkap dapat didasarkanpada fungsi ekosistem. Fungsi ekosistem dapatdipisahkan ke dalam fungsi rantai makananflora dan fauna, fungsi tata air (hidroorologi),dan fungsi jasa lingkungan (iklim mikro,penyerap CO , dan keindahan). Denganpengertian ini, degradasi hutan dapatdidefinisikan sebagai kondisi hutan yangmengalami perubahan, sehingga fungsiekosistem hutan menjadi terganggu ataumusnah.

dalam et al

threshold

over-harvesting

2

O

P

K

DLHAL

S

ALHA

PLHA

PLHAL

PLHAS

DLHAS

ALHALALHAS

Gambar 3. Keseimbangan pasar lahan hutan alamFigure 3. Natural forest land market equilibrium

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 9 No. 3, Desember 2012 : 155 - 175

163

Apapun pengertian degradasi hutan yangdiberikan, persoalannya adalah bagaimanamenetapkan ambang batas kondisi yang dapatdikategorikan sebagai kondisi yang terdegra-dasi. Menyadari penetapan ambang batastersebut adalah sulit, pengertian degradasihutan dalam penelitian ini lebih membatasidiri pada pengertian dan analisis degradasihutan yang terjadi pada hutan alam produksi,bukan pada hutan tanaman, hutan lindung atauhutan konservasi. Degradasi hutan diartikansebagai perubahan kondisi hutan alam akibatpenebangan yang melebihi potensi produksilestari. Dengan pengertian ini, areal bekaspenebangan (LOA) dikategorikan sebagaihutan terdegradasi, selamapengelolaan hutan alam produksi umumnyabelum terwujud di lapangan (Ismanto, 2010).Dalam kasus terdapat LOA yang masihproduktif diinterpreasikan sebagai suatukondisi LOA yang areal hutannya belumseluruhnya dilakukan penebangan, sehinggaterdapat bagian hutan yang masih produktif.

Dengan pengertian tersebut, lajudegradasi dianalisis seperti laju deforestasimenggunakan teori permintaanproduksi. Dalam hal ini, permintaanLHA dipandang sebagai permintaan

best practice

inputinputinput

untuk memproduksi : kayu hutan alam.Permintaan LHA dipengaruhi olehharganya, harga (kayu hutan alam),harga turunan (kayu lapis, kayugergajian, pulp), dan faktor-faktor yang lain,seperti harga selain LHA dan kebijakanpemerintah. Seperti dalam analisis deforestasihutan alam, suku bunga merupakan harga

selain LHA yang menjadi fokus kajian.Kebijakan makroekonomi dan faktoreksternal ekonomi akan mempengaruhi sukubunga, dan perubahan suku bunga secaralangsung akan mempengaruhi laju degradasihutan alam melalui pengaruhnya terhadappermintaan LHA. Perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaanLHA akan menggeser kurva permintaan LHA(D ) ke kiri atau ke kanan. Dalam hal ini,pergeseran kurva D ke kiri menunjukkanterjadi penurunan laju degradasi dan sebalik-nya pergeseran kurva D ke kanan menun-jukkan terjadi peningkatan laju degradasi.Fenomena terjadinya degradasi hutan alamdidasarkan pada prinsip pengelolaan hutanbahwa penebangan hutan tidak boleh melebihipotensi produksi lestari, yang pada Gambar 4ditunjukkan oleh tingkat produksi yangmelebihi Q pada tingkat harga P .

outputinput

outputoutput

input

input

inputinput

LHAS

LHAS

LHAS

KL2 KL2

Gambar 4. Keseimbangan pasar kayu hutan alamFigure 4. Natural forest timber market equilibrium

DK2

SKL

QK

PK

PKL2

PKL1

DK1

QKL2QKL1

Dampak Kebijakan Makroekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi terhadapSatria Astana, Bonar M. Sinaga, Sudarsono Soedomo & Bintang C.H. Simangunsong

. . .

164

II. METODE PENELITIAN

Piranti Analisis

Kebijakan Makroekonomi dan FaktorEksternal Ekonomi

A.

B.

Dampak kebijakan makroekonomi danfaktor eksternal ekonomi terhadap lajudeforestasi dan degradasi hutan alam dianalisismenggunakan model ekonometrika per-samaan simultan. Struktur modelnya terdiridari tiga blok, yaitu: (1) blok makroekonomi,(2) blok deforestasi, dan (3) blok degradasihutan (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Modeldiduga menggunakan metode 2SLS (

). Pengaruh bersama-sama daripeubah penjelas dari setiap persamaan dalammodel diuji menggunakan uji F, dan pengaruhindividual peubah penjelasnya diuji meng-gunakan uji t. Untuk memastikan modelterbebas dari korelasi serial diuji menggunakan

dan .Validasi model dilakukan untuk mengetahuiseberapa jauh model (secara utuh) mampumenelusur kembali data dengan baik sehinggamodel menjadi digunakan untuk simulasihistoris atau peramalan ( ).

Kebijakan makroekonomi yang diana-lisis terdiri dari: (1) kebijakan moneter yaknipenawaran uang, dan (2) kebijakan fiskal yaknipengeluaran pemerintah. Faktor eksternalekonomi yang dianalisis terdiri dari: (1) sukubunga Amerika Serikat, dan (2) harga minyakmentah dunia. Perubahan kebijakan moneterdidasarkan pada data pertumbuhan uang (M2)periode 1980-2008 yang rataan per tahunsebesar 23.12%. Sedangkan perubahankebijakan fiskal didasarkan pada pertumbuhantotal pengeluaran pemerintah periode 1980-2008 yang rataan per tahun sebesar 17.96%.Perubahan suku bunga dunia didasarkan padapertumbuhan suku bunga rujukan AmerikaSerikat periode 1980-2008 yang rataan per

Two-StageLeast Squares

Durbin-Watson Statistics Durbin-h

validforecasting

tahun sebesar 5.0%. Sedangkan perubahanharga minyak mentah dunia didasarkan padapertumbuhan harga minyak mentah periode1980-2008 yang rataan per tahun sebesar 7.0%.

Data yang digunakan adalah data deretwaktu 1980-2008. Data degradasi hutanmenggunakan data laju perubahan luas arealHPH (1000 ha), sedangkan data deforestasimenggunakan laju perubahan luas areal HTI,tanaman sawit, karet, dan padi (1000 ha). Datadeforestasi dan degradasi hutan alamdikumpulkan dari publikasi KementerianPertanian, dan Kementerian Kehutanan. Datapenawaran uang M2 dikumpulkan daripublikasi Bank Indonesia, sedangkan datapengeluaran pemerintah dari publikasiKementerian Keuangan. Data harga minyakmentah dunia dikumpulkan dari publikasi

(IEA),sedangkan data suku bunga rujukan AmerikaSerikat dari

.

Hasil analisis dampak kebijakan makro-ekonomi dan faktor eksternal ekonomiterhadap perekonomian disajikan berturut-turut pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 menya-jikan dampak kebijakan makroekonomiterhadap perekonomian, yang meliputi: (1)kebijakan moneter yakni penawaran uang, dan(2) kebijakan fiskal yakni pengeluaranpemerintah. Sedangkan Tabel 2 menyajikandampak faktor eksternal ekonomi terhadapperekonomian, yang meliputi: (1) suku bungarujukan Amerika Serikat, dan (2) hargaminyak mentah dunia.

C.

III.

A.

Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dampak terhadap Perekonomian

International Energy Administration

Bureau of Economic Analysis, USGovernment

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 9 No. 3, Desember 2012 : 155 - 175

165

Tabel 1. Dampak kebijakan makroekonomi terhadap produk domestik bruto dan suku bunga domestikTable 1. Macroeconomic policy impact on gross domestic product and domestic interest rate

Skenario kebijakan makroekonomi

(Macroeconomic policy scenario)

No.Peubah

(Variable)Nilai dasar(Baseline )

MS Naik ( Increase by )(23.12%)

GS Naik ( Increase by )(17.96%)

Dampak ( Impact) Dampak ( Impact )(%) (%) (%)

1. Suku bunga domestik(Domestic interest rate)

14,0 -10,47 3.03

(miliar Rp)2. Produk domestik bruto

(Gross domestic p roduct )1200841,0 2,29 1,39

Keterangan ( ): MS: Penawaran uang ( ); GS: Pengeluaran pemerintah ( s )Remark Money supply Government pending

Hasil analisis kebijakan monetermenunjukkan bahwa dengan asumsi faktor-faktor lain tidak berubah, dari Tabel 1diketahui bahwa ekspansi moneter sebesar23,12% dapat diharapkan akan menurunkansuku bunga domestik sebesar 10,47%, danmeningkatkan PDB sebesar 2,29%. Sedangkanhasil analisis kebijakan fiskal menunjukkanbahwa dengan asumsi faktor-faktor lain tidakberubah, dari Tabel 1 diketahui bahwa

ekspansi fiskal sebesar 17,96% dapatdiharapkan akan menaikkan suku bungadomestik sebesar 3,03% dan PDB sebesar1,39%. Dengan demikian, sesuai teori,ekspansi moneter dapat diharapkan akanmeningkatkan PDB dan menurunkan sukubunga domestik, sedangkan ekspansi fiskalakan meningkatkan PDB dan suku bungadomestik.

Tabel 2. Dampak faktor eksternal ekonomi terhadap produk domestik bruto dan suku bunga domestikTable 2. Economic external factor impact on gross domestic product and domestic interest rate

Skenario faktor eksternal ekonomi (Economic

external factor scenario)

No. Peubah(Variable)

Nilai dasar(Baseline)

FFR Naik ( Increase by )(5.0%)

WOP Naik ( Increase by )(7.0%)

Dampak (Impact ) Dampak ( Impact)(%) (%) (%)

1. Suku bunga domestik(Domestic interest rate )

14,0 0,09 -0,01

(miliar Rp)2. Produk domestik bruto

(Gross domestic product )1200841,0 0,04 -0,00

Keterangan ( ): FFR: Suku Bunga Amerika Serikat ( );WOP: Harga Minyak Mentah Dunia ( )

Remark Federal Fund RateWorld Oil Price

Dampak Kebijakan Makroekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi terhadapSatria Astana, Bonar M. Sinaga, Sudarsono Soedomo & Bintang C.H. Simangunsong

. . .

166

Hasil analisis faktor eksternal ekonomiyakni kenaikan suku bunga rujukan AmerikaSerikat menunjukkan bahwa dengan asumsifaktor-faktor lain tidak berubah, dari Tabel 2diketahui bahwa kenaikan suku bungaAmerika Serikat sebesar 5,0% dapatdiharapkan akan meningkatkan PDB sebesar0,04% dan suku bunga domestik sebesar0,09%. Sedangkan hasil analisis faktoreksternal ekonomi yakni harga minyakmentah dunia, dari Tabel 2 diketahui bahwakenaikan harga minyak mentah dunia sebesar7,0% dapat diharapkan akan menurunkanPDB meskipun relatif kecil sebesar 0,00%(Rp 1.200.841 miliar menjadi Rp 1.200.804miliar) dan suku bunga domestik sebesar0,01%. kenaikan harga minyakmentah dunia terhadap PDB cenderungbernilai negatif atau cenderung menurunkanPDB dan suku bunga domestik. Dengandemikian, sesuai hipotesis, kenaikan sukubunga rujukan Amerika Serikat cenderungmeningkatkan PDB dan suku bunga domestik,dan sebaliknya kenaikan harga minyakmentah dunia cenderung menurunkan PDBdan suku bunga domestik.

Hasil analisis dampak kebijakan makro-ekonomi dan faktor eksternal ekonomiterhadap laju deforestasi dan degradasi hutanalam disajikan berturut-turut pada Tabel 3 danTabel 4. Table 3 menyajikan dampakkebijakan makroekonomi terhadap lajudeforestasi dan degradasi hutan alam, yangmeliputi: (1) kebijakan moneter yaknipenawaran uang, dan (2) kebijakan fiskal yaknipengeluaran pemerintah. Sedangkan Tabel 4menyajikan dampak faktor eksternal ekonomiterhadap laju deforestasi dan degradasi hutanalam, yang meliputi: (1) suku bunga AmerikaSerikat, dan (2) harga minyak mentah dunia.

Hasil analisis kebijakan moneter

Net effect

B. Dampak terhadap Laju Deforestasi danDegradasi Hutan Alam

menunjukkan bahwa dengan asumsi faktor-faktor lain tidak berubah, dari Tabel 3diketahui bahwa ekspansi moneter sebesar23,12%, sesuai hipotesis, dapat diharapkanakan meningkatkan laju deforestasi sebesar9,08%, dan menurunkan laju degradasi sebesar109,73% . Namun pada Tabel 3 juga diketahuibahwa hipotesis tersebut tidak terbukti dalamkasus laju deforestasi untuk areal HTI dan arealtanaman sawit. Dari model yang digunakandiketahui bahwa penyimpangan hipotesistersebut disebabkan oleh pengaruh penurunansuku bunga (akibat peningkatan penawaranuang), yang secara langsung mempengaruhuilaju deforestasi lebih kecil dibanding pengaruhpenurunan suku bunga (akibat peningkatanpenawaran uang), yang secara tidak langsungmempengaruhi laju deforestasi melalui penga-ruhnya terhadap permintaan dan penawaranserta harga komoditas.

Dalam kasus laju deforestasi untuk arealHTI, harga komoditas yang secara tidaklangsung dipengaruhi oleh suku bunga danmempengaruhi secara langsung laju deforestasiadalah harga kayu HTI dan harga kayu hutanalam. Di satu sisi, penurunan suku bungasecara langsung menaikkan penawaran kayuHTI (5,79%) dan penawaran kayu hutan alam(2,10% untuk kayu legal dan 2,71% untuk kayuilegal). Kenaikan penawaran kayu hutan alammenurunkan harga kayu hutan alam (2,84%),sedangkan kenaikan penawaran kayu HTIakan menurunkan harga kayu HTI. Selaindipengaruhi oleh penawarannya, harga kayuHTI juga dipengaruhi oleh harga kayu hutanalam, dan pengaruh bersih keduanyamenyebabkan harga kayu HTI meningkat

11

12

11Dari -801.0 ribu ha menurun menjadi 77.933 ribu ha di mana tandanegatif menunjukkan areal yang terdegradasi dan tanda positifmenunjukkan penambahan areal yang tidak terdegradasi.Hasil analisis empiris menunjukkan bahwa elastisitas penawarankayu HTI dari harga kayu HTI (-0,008) lebih rendah dibandingelastisitas harga kayu hutan alam dari harga kayu HTI (-0,024) dandalam model secara simultan menyebabkan harga kayu HTImeningkat (0,17%).

12

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 9 No. 3, Desember 2012 : 155 - 175

13 Elastisitas harga kayu HTI dari laju deforestasi untuk areal HTIadalah 7,90, yang berarti kenaikan harga kayu HTI sebesar 1% dapatdiharapkan akan menurunkan laju deforestasi untuk areal HTIsebesar 7,90%, ceteris paribus.Dalam kasus laju deforestasi untuk areal HTI, peubah suku bungadi menggunakan angka perbedaan antara suku bunga tahunsekarang (R ) dan dua tahun sebelumnya (R ), (ΔR = R - R ),sehingga ada dua kemungkinan atas tanda elastisitas yang diperoleh,yaitu negatif atau positif. Tanda negatif menunjukkan bahwa R >R , sehingga penurunan ΔR menunjukkan penurunan R dankenaikan ΔR menunjukkan kenaikan R, sedangkan tanda positifmenunjukkan bahwa R < R , sehingga penurunan ΔRmenunjukkan kenaikan R dan kenaikan ΔR menunjukkanpenurunan R. Hasil analisis empiris menunjukkan bahwa elastisitassuku bunga (ΔR) dari laju deforestasi untuk areal HTI bertandapositif (0,03), sehingga kenaikan ΔR atau penurunan suku bungadapat diharapkan akan meningkatkan laju deforestasi untuk arealHTI, dan sebaliknya.

14

proxy

t t-2 t t-2

t

t-2

t t-2

15

16

17

18

Dalam kasus laju deforestasi untuk tanaman sawit, peubah sukubunga yang berpengaruh adalah suku bunga 3 tahun sebelumnya,R , dan hasil analisis empiris memperoleh elastisitas suku bunga(R ) dari laju deforestasi untuk areal tanaman sawit sebesar -0,19,yang berarti bahwa penurunan suku bunga sebesar 1% dapatdiharapkan akan meningkatkan laju deforestasi untuk arealtanaman sawit sebesar 0,19%.

Elastisitas harga kayu hutan alam dari laju deforestasi untuk arealtanaman sawit adalah 2,83, yang berarti penurunan harga kayuhutan alam sebesar 1% dapat diharapkan akan menurunkan lajudeforestasi untuk areal tanaman sawit sebesar 2,83%.

Elastisitas harga buah sawit dari laju deforestasi untuk areal tanamansawit adalah -0,84, yang berarti kenaikan harga buah sawit sebesar1% dapat diharapkan akan menurunkan laju deforestasi untuk arealtanaman sawit sebesar 0,84%.

Elastisitas harga kayu HTI dari laju deforestasi untuk areal tanamansawit adalah -2,18, yang berarti kenaikan harga kayu HTI sebesar1% dapat diharapkan akan menurunkan laju deforestasi untuk arealtanaman sawit sebesar 2,18%.

t-3

t-3

(0,17%), yang menyebabkan laju deforestasimenurun . Di sisi lain, penurunan suku bungasecara langsung dapat diharapkan akanmeningkatkan laju deforestasi , namun secarasimultan karena pengaruh suku bunga lebihkecil dibanding pengaruh kenaikan harga kayuHTI menyebabkan laju deforestasi untuk arealHTI menurun (-0,03%). Dengan demikian,penurunan suku bunga (secara langsung dantidak langsung) dapat diharapkan akanmeningkatkan laju deforestasi untuk areal HTIhanya jika secara simultan pengaruh sukubunga secara langsung lebih tinggi dibandingpengaruh suku bunga secara tidak langsungmelalui pengaruhnya terhadap harga kayuHTI dan harga kayu hutan alam.

Dalam kasus laju deforestasi untuk arealtanaman sawit, harga komoditas yangdipengaruhi secara tidak langsung oleh sukubunga dan secara langsung mempengaruhi lajudeforestasi adalah harga buah sawit, harga kayuHTI dan harga kayu hutan alam. Di satu sisi,penurunan suku bunga secara langsung, yangdiperkuat oleh kenaikan PDB, meningkatkanpermintaan buah sawit (8,16%), sehingga hargabuah sawit meningkat (1,39%). Selain itu,penurunan suku bunga secara langsung jugamenaikkan penawaran kayu HTI (5,79%) dankayu hutan alam (2,10% untuk kayu legal dan2,71% untuk kayu ilegal). Kenaikanpenawaran kayu hutan alam menurunkan

13

14

harga kayu hutan alam (2,84%), sedangkankenaikan penawaran kayu HTI akanmenurunkan harga kayu HTI. Namun karenaharga kayu hutan alam mempengaruhi secaranegatif harga kayu HTI, pengaruh bersihkeduanya menyebabkan harga kayu HTImeningkat (0,17%) (catatan kaki 13). Di sisilain, penurunan suku bunga secara langsungmeningkatkan laju deforestasi untuk arealtanaman sawit , namun secara simultanpengaruhnya lebih kecil dibanding penuru-nannya karena pengaruh penurunan hargakayu hutan alam (pengaruh simbiosekepentingan antara kebutuhan biaya kebundan penghasilan penjualan kayu), kenaikanharga buah sawit (pengaruh hargaproduksi minyak sawit) dan harga kayu HTI ,sehingga laju deforestasi untuk areal tanamansawit menurun (-1.83%). Dengan demikian,penurunan suku bunga (akibat ekspansimoneter) akan meningkatkan laju deforestasiuntuk areal tanaman sawit hanya jika secarasimultan pengaruh penurunan suku bungasecara langsung lebih tinggi dibandingpengaruh penurunan suku bunga secara tidaklangsung melalui pengaruhnya terhadap hargabuah sawit, harga kayu HTI dan harga kayuhutan alam.

Hasil analisis kebijakan fiskal menunjuk-kan bahwa dengan asumsi faktor-faktor laintidak berubah, dari Tabel 3 diketahui bahwa

15

16

17

18

input

167

Dampak Kebijakan Makroekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi terhadapSatria Astana, Bonar M. Sinaga, Sudarsono Soedomo & Bintang C.H. Simangunsong

. . .

168

ekspansi fiskal sebesar 17,96%, sesuai hipotesis,dapat diharapkan akan menurunkan lajudeforestasi sebesar 3,27% dan meningkatkanlaju degradasi sebesar 31,74%. Dari Tabel 3diketahui bahwa penyimpangan hipotesistidak terjadi seperti dalam kasus dampakkebijakan moneter. Hal ini menunjukkanbahwa pengaruh secara langsung kenaikansuku bunga (akibat ekspansi fiskal) terhadaplaju deforestasi lebih tinggi dibandingpengaruh secara tidak langsung melaluipengaruhnya terhadap harga komoditas secaraindividual.

Dalam kasus laju deforestasi untuk arealHTI, harga komoditas yang dipengaruhi secaratidak langsung oleh suku bunga dan secaralangsung mempengaruhi laju deforestasiadalah harga kayu HTI dan kayu hutan alam.Hasil analisis empiris menunjukkan bahwakenaikan suku bunga menurunkan penawarankayu HTI (1,64%), dan penawaran kayu hutanalam (0,58% kayu legal dan 0,77% kayu ilegal).Penurunan penawaran kayu hutan alammenaikkan harga kayu hutan alam (0,78%),sedangkan penurunan penawaran kayu HTIakan menaikkan harga kayu HTI, namunkarena pengaruh secara negatif kenaikan hargakayu hutan alam, menyebabkan harga kayuHTI menurun (0,06%) (catatan kaki 13).Penurunan harga kayu HTI menyebabkan lajudeforestasi untuk areal HTI meningkat ,19

namun karena secara simultan pengaruhkenaikan suku bunga secara langsung lebihtinggi menyebabkan laju deforestasi menurun(0,17%). Dalam kasus laju deforestasi untukareal tanaman sawit, harga komoditas yangdipengaruhi secara tidak langsung oleh sukubunga dan secara langsung mempengaruhi lajudeforestasi adalah harga buah sawit, harga kayuHTI dan harga kayu hutan alam. Hasil analisisempiris menunjukkan bahwa kenaikan sukubunga menurunkan permintaan buah sawit,namun karena pengaruh PDB (ProdukDomestik Bruto) lebih besar, menyebabkanpermintaan buah sawit meningkat (1,95%),sehingga harga buah sawit juga meningkat(0,33%). Kenaikan suku bunga menurunkanpenawaran kayu HTI (1,64%), dan penawarankayu hutan alam (0,58% kayu legal dan 0,77%kayu ilegal). Penurunan penawaran kayuhutan alam menaikkan harga kayu hutan alam(0,78%), sedangkan penurunan penawarankayu HTI akan menaikkan harga kayu HTI,namun karena pengaruh secara negatifkena ikan harga kayu hutan a l am,menyebabkan harga kayu HTI menurun(0,06%). Kenaikan harga kayu hutan alam danpenurunan harga kayu HTI menyebabkan lajudeforestasi meningkat, namun karena secarasimultan pengaruh secara langsung kenaikansuku bunga dan kenaikan harga buah sawitlebih tinggi, menyebabkan laju deforestasi

20

-

19 Elastisitas harga kayu HTI dari laju deforestasi untuk areal HTIadalah -7,90. Hal ini berarti bahwa dengan asumsi faktor-faktor laintidak berubah, penurunan harga kayu HTI sebesar 0,06% dapatdiharapkan akan meningkatkan laju deforestasi untuk areal HTIsebesar 0,46% (0,06%*7,90).

20 Dalam kasus deforestasi untuk areal HTI, telah dijelaskan bahwapengaruh secara langsung suku bunga ditunjukkan oleh pengaruhpeubah ΔR. Hasil analisis empiris menunjukkan bahwa ekspansifiskal sebesar 17,96% menyebabkan ΔR menurun sebesar 44,44%(penurunan ΔR menunjukkan kenaikan suku bunga), sehinggadengan asumsi faktor-faktor lain tidak berubah dan elastisitas ΔRdari laju deforestasi untuk areal HTI sebesar 0,03, maka penurunanΔR sebesar 44,44% dapat diharapkan akan menurunkan lajudeforestasi untuk areal HTI sebesar 1,33%. Secara simultanpengaruh suku bunga terhadap laju deforestasi untuk areal HTIlebih besar dibanding pengaruh kenaikan harga kayu HTI, sehinggalaju deforestasi untuk areal HTI menurun.

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 9 No. 3, Desember 2012 : 155 - 175

169

Tabel 3. Dampak kebijakan makroekonomi terhadap laju deforestasi dan degradasi hutan alamTable 3. Macroeconomic policy impact on natural forest degradation and deforestation rates

Keterangan ( ): MS: Penawaran Uang ( ); GS: Pengeluaran Pemerintah ( );* tanda negatif menunjukkan luas hutan yang terdegradasi ( ).

Remark Money Supply Government Spendingnegative sign describes degraded forest area

Hasil analisis faktor eksternal ekonomiyakni kenaikan suku bunga Amerika Serikatmenunjukkan bahwa dengan asumsi faktor-faktor lain tidak berubah, dari Tabel 4diketahui bahwa kenaikan suku bungaAmerika Serikat sebesar 5,0%, sesuai hipotesis,dapat diharapkan akan menurunkan lajudeforestasi sebesar 0,11% dan menaikkan lajudegradasi sebesar 0,96%. Namun dari Tabel 4diketahui bahwa peningkatan suku bungaAmerika Serikat atau kenaikan suku bunga

Skenario kebijakan makroekonomi

(Macroeconomic policy scenario)Nilai dasar(Baseline ) MS Naik

(Increase by )(23.12%)

GS Naik(Increase by(17.96%)

Dampak(Impact)

Dampak(Impact)

No. Peubah ( Variable )

(1000 ha)

(%) (%)

1. Laju deforestasi hutan a lam(Deforestation rate of n atural forest )

754,6 9,08 -3,27

a. Laju deforestasi untuk areal HTI(Deforestat ion rate for timber e statearea)

291,3 -0,03 -0,17

b. Laju deforestasi untuk areal

tanaman S awit (Deforestation r atefor palm oil plantation a rea)

257,3 -1,83 -0,04

c. Laju deforestasi untuk arealtanaman Karet ( Deforestation ratefor rubber p lantation area )

38,6 35,70 -10,29

d. Laju deforestasi untuk areal

tanaman Padi ( Deforestation rate forpaddy field area)

167,4 35,54 -12,01

2. Laju Degradasi Hutan Alam ( Naturalforest degradation r ate)

-801,0* -109,73 31,74

domestik menaikkan meskipun relatif kecillaju deforestasi untuk areal HTI (0,03%) danareal tanaman sawit (0,00%). Penyimpanganhipotesis ini disebabkan oleh pengaruh secaralangsung kenaikan suku bunga domestikterhadap laju deforestasi secara simultan lebihrendah dibanding pengaruh secara tidaklangsung kenaikan suku bunga domestikmelalui pengaruhnya terhadap hargakomoditas yang dihasilkan.

Dampak Kebijakan Makroekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi terhadapSatria Astana, Bonar M. Sinaga, Sudarsono Soedomo & Bintang C.H. Simangunsong

. . .

170

Tabel 4. Dampak faktor eksternal ekonomi terhadap laju deforestasi dan degradasi hutan alamTable 4. Economic external factor impact on natural forest degradation and deforestation rates

Skenario faktor eksternal ekonomi

(Economic external factor scenario)Nilai dasar(Baseline ) FFR Naik

(Increase by )(5.0%)

WOP Naik(Increase by )

(7.0%)Dampak ( Impact) Dampak

(Impact)

No. Peubah ( Variable )

(1000 ha)

(%) (%)

1. Laju Deforestasi Hutan Alam(Deforestation Rate of NaturalForest )

754,6 -0.11 0.00

a. Laju Deforestasi untuk ArealHTI (Deforestation Rate forTimber Estate Area)

291,3 0,03 0,00

b. Laju Deforestasi untuk ArealTanaman Sawit ( DeforestationRate for Palm Oil PlantationArea)

257,3 0,00 0,00

c. Laju deforestasi untuk Areal

Tanaman Karet ( DeforestationRate for Rubber PlantationArea)

38,6 -0,32 0,03

d. Laju deforestasi untuk ArealTanaman Padi ( DeforestationRate for Paddy Field Area )

167,4 -0,36 0,06

2. Laju Degradasi Hutan Alam(Natural Forest Degradation Rate )

-801,0* 0,96 -0,10

Keterangan ( ): FFR: Suku Bunga Amerika Serikat ( ); WOP: Harga Minyak Mentah Dunia (); * tanda negatif menunjukkan luas hutan yang terdegradasi (

).

Remark Federal Fund Rate World OilPrice negative sign describes degraded forestarea

Dalam kasus laju deforestasi untuk arealHTI, telah diterangkan bahwa hargakomoditas yang dipengaruhi secara tidaklangsung oleh suku bunga dan secara langsungmempengaruhi laju deforestasi adalah hargakayu HTI dan kayu hutan alam. Hasil analisisempiris menunjukkan bahwa kenaikan sukubunga domestik (akibat kenaikan suku bungaAmerika Serikat) secara langsung menurunkanpenawaran kayu HTI (0,05%) dan penawarankayu hutan alam (0,03% kayu ilegal dan 0,02%kayu legal). Penurunan penawaran kayu hutanalam menaikkan harga kayu hutan alam

(0,03%), sedangkan penurunan penawarankayu HTI seharusnya meningkatkan hargakayu HTI, tetapi karena pengaruh secaranegatif oleh kenaikan harga kayu hutan alammenyebabkan harga kayu HTI cenderungtidak berubah (0,00%). Di sisi lain, kenaikansuku bunga secara langsung akan menurunkanlaju deforestasi, namun karena secara simultanpengaruh harga kayu HTI lebih tinggidibanding pengaruh kenaikan suku bungamenyebabkan laju deforestasi meningkat(0,03%). Dengan demikian, pengaruhkenaikan suku bunga (akibat kenaikan suku

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 9 No. 3, Desember 2012 : 155 - 175

171

bunga Amerika Serikat) dapat diharapkanakan menurunkan laju deforestasi hanya jikasecara simultan pengaruh suku bunga secaralangsung lebih tinggi dibanding pengaruhsecara tidak langsung.

Dalam kasus laju deforestasi untuk arealtanaman sawit, kenaikan suku bunga domestikakan menurunkan permintaan buah sawit,namun karena pengaruh PDB lebih besarmenyebabkan permintaan buah sawitmeningkat (0,06%), sehingga harga buah sawitjuga meningkat (0,03%). Selain itu, kenaikansuku bunga domestik juga menurunkanpenawaran kayu HTI (0,05%) dan kayu hutanalam (0,03% kayu ilegal dan 0,02% kayu legal).Penurunan penawaran kayu hutan alammenaikkan harganya (0,03%), sedangkanpenurunan penawaran kayu HTI akanmenaikkan harganya namun karena pengaruhsecara negatif kenaikan harga kayu hutan alamsecara simultan menyebabkan harga kayu HTIcenderung tidak berubah (0,00%). Selanjutnya,kenaikan suku bunga dan harga buah sawitsecara langsung akan menurunkan lajudeforestasi, sedangkan kenaikan harga kayuhutan alam akan meningkatkan lajudeforestasi. Hasil analisis empiris menunjuk-kan bahwa pengaruh secara langsung sukubunga domestik dan harga buah sawit sertapengaruh harga kayu HTI dan kayu hutanalam terhadap laju deforestasi untuk arealtanaman sawit secara simultan salingmenetralkan, sehingga laju deforestasi tidakberubah (0,00%). Dengan demikian sepertidalam kasus HTI, pengaruh kenaikan sukubunga (akibat kenaikan suku bunga rujukanAmerika Serikat) dapat diharapkan akanmenurunkan laju deforestasi hanya jikapengaruhnya secara langsung terhadap lajudeforestasi secara simultan lebih tinggidibanding pengaruhnya secara tidak langsung.

Hasil analisis faktor eksternal ekonomiyakni kenaikan harga minyak mentah duniamenunjukkan bahwa dengan asumsi faktor-faktor lain tidak berubah, dari Tabel 4

diketahui bahwa kenaikan harga minyakmentah dunia sebesar 7,0% tidak cukup besardapat menimbulkan perubahan laju deforestasi(0,00%), sebaliknya dapat menurunkan lajudegradasi (0,10%). Dengan demikian,perubahan laju deforestasi relatif kurangsensitif terhadap perubahan harga minyakmentah dunia dibanding perubahan lajudegradasi. Lebih spesifik lagi, dari Tabel 4diketahui bahwa kenaikan harga minyakmentah sebesar 7,0% tidak cukup besar dapatmenimbulkan perubahan terhadap lajudeforestasi untuk areal HTI (0,00%) dan arealtanaman sawit (0,00%), sebaliknya dapatmeningkatkan laju deforestasi untuk arealtanaman karet (0,03%) dan tanaman padi(0,06%). Dengan demikian, laju deforestasiuntuk areal HTI dan tanaman sawit relatifkurang sensitif terhadap perubahan hargaminyak mentah dunia dibanding lajudeforestasi untuk areal tanaman karet dan padi.

Dampak kebijakan makroekonomi danfaktor eksternal ekonomi terhadap lajudeforestasi dan degradasi hutan alam dapatdikontruksi ke dalam bentuk model denganmenetapkan suku bunga sebagai suatusaluran transmisi kebijakan dan faktoreksternal ekonomi, yang mempengaruhilaju deforestasi dan degradasi hutan alam.Dengan pendekatan tersebut, model yangdigunakan memberikan hasil estimasidampak yang konsisten.Kebijakan makroekonomi, yaitu ekspansimoneter menurunkan dan ekspansi fiskalmenaikkan suku bunga. Faktor eksternalekonomi, yaitu kenaikan suku bungarujukan Amerika Serikat cenderungmenaikkan dan kenaikan harga minyakmentah dunia cenderung menurunkan sukubunga. Penurunan suku bunga cenderung

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanA.

1.

2.

Dampak Kebijakan Makroekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi terhadapSatria Astana, Bonar M. Sinaga, Sudarsono Soedomo & Bintang C.H. Simangunsong

. . .

172

menaikkan laju deforestasi dan menurun-kan laju degradasi, sedangkan kenaikansuku bunga cenderung menurunkan lajudeforestasi dan menaikkan laju degradasi.Berkaitan dengan kebijakan makro-ekonomi, model memprediksi kebijakanekspansi moneter sebesar 23,12% dapatdiharapkan akan meningkatkan lajudeforestasi (hutan alam) sebesar 9,08% (darinilai dasar sebesar 754,6 ribu ha), danmenurunkan laju degradasi hutan alamsebesar 109,73% (dari nilai dasar sebesar -801,0 ribu ha menjadi 77,9 ribu ha). Dengannilai dasar yang sama, ekspansi fiskal sebesar17,96% dapat diharapkan akan menurun-kan laju deforestasi sebesar 3,27%, danmeningkatkan laju degradasi sebesar31,74%.Berkaitan dengan faktor ekstrnal ekonomi,model memprediksi kenaikan suku bungaAmerika Serikat sebesar 5,0% dapatdiharapkan akan menurunkan lajudeforestasi (hutan alam) sebesar 0,11% (darinilai dasar sebesar 754,6 ribu ha), danmenaikkan laju degradasi hutan alamsebesar 0,96% (dari nilai dasar sebesar -801,0ribu ha). Dengan nilai dasar yang sama,kenaikan harga minyak mentah duniasebesar 7,0% belum cukup tinggi dapatmenaikkan laju deforestasi, tetapi dapatdiharapkan akan menurunkan lajudegradasi sebesar 0,10%.

Hasil analisis empiris menunjukkan bahwasaluran suku bunga merupakan salurantransmisi kebijakan makroekonomi danfaktor eksternal ekonomi yang signifikandalam mempengaruhi besaran deforestasidan degradasi hutan alam dan karenanyadapat digunakan sebagai salah satuinstrumen kebijakan insentifdisinsentifyang efektif untuk mengendalikan lajudeforestasi dan degradasi hutan alam, yang

3.

4.

1.

B. Saran

dapat diterapkan antara lain untukmewujudkan target pengurangan emisi COsebesar 14%.Penerapan instrumen insentif-disinsentifsuku bunga tersebut dapat diarahkan untukmencegah penebangan hutan secaraberlebihan melalui perbaikan kinerjapengelolaan hutan alam produksi ataumenurunkan laju degradasi hutan melaluipeningkatan produktivitas hutan, disamping dapat juga diterapkan untukmengendalikan ekspansi areal konversihutan alam yang berlebihan melaluipeningkatan produktivitas lahan, terutamaareal tanaman pangan, tanaman karet,tanaman sawit dan HTI.

Alimov, B.S. 2002. Effects of InternationalTrade and Corruption on TropicalDeforestation. PhD Dissertation, Univ.of Connecticut. UMI, Ann Arbor.

Contreras-Hermosilla, A., R. Doornbosch andM. Lodge. 2007. The Economics ofIllegal Logging and Associated Trade.Round Table on Sustainable Develop-ment, OECD, Paris.

FAO. 2005. Global Forest ResourcesAssessment 2005. Progress TowardsSustainable Forest Management. FAO,Rome.

FAO 2000. FRA 2000. On definitions of forestand forest change. Rome, Food andAgricultural Organization of the UnitedNations, Rome.

Ismanto, A.D. 2010. Permasalahan InstitusiPengelolaan dan Pemanfaatan HutanAlam Produksi. Disertasi Doktor.Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

2

2.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 9 No. 3, Desember 2012 : 155 - 175

173

Ireland, P.N. 2005. The Monetary Trans-mission Mechanism. Working Paper inEconomics, Boston College, Boston.

Kaimovitz, D. and Angelsen, A. 1998.Economic Model of Tropical Defores-tation: A Review. CIFOR, Bogor.

Murdiyarso, D., M. Skutsch, M. Guariguara,M. Kanninen, C. Luttrell, P. Verweij andO. S. Martins. 2008. Moving Aheadwith REDD Issues, Options andImplications: How Do We Measure andMonitor Forest Degradation? CIFOR,Bogor.

Mankiw, N.G. 2000. Macroeconomics. 4Ed. Worth Publishers, New York.

Norrbin, S. 2000. What Have We Learnedfrom Empirical Tests of the MonetaryTransmission Effect? Department ofEconomics, Florida State Univ.,Tallahassee.

th

Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan.2008. Penghitungan Deforestasi Indo-nesia Tahun 2008. Badan PlanologiKehutanan, Departemen Kehutanan,Jakarta.

Pangestu, M.E. 1986. The Effects of an OilBoom on a Small Oil ExportingCountry: The Case of Indonesia.Dissertation. Univ. of California,Davis.

Suranovic, S.M. 2008. International Finance:T h e o r y a n d P o l i c y A n a l y s i s .

.

Wunder, S. and B. Verbist. 2003. The Impact ofTrade and Macroeconomic Policies onFrontier Deforestation. ASB LectureNote 13. World Agroforestry CentreICRAF Southeast Asia Regional Office,Bogor.

Http://internationalecon.com/Finance/F-overview.php

Dampak Kebijakan Makroekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi terhadapSatria Astana, Bonar M. Sinaga, Sudarsono Soedomo & Bintang C.H. Simangunsong

. . .

174

Lampiran 1. Model ekonometrika deforestasi dan degradasi hutan alamAppendix 1. Econometric model of natural forest degradation and deforestation

I. Blok makroekonomi (Macroeconomic block)

Ct = a0 + a1(YDt) + a2Rt + ? 1 (1)Tt = b0 + b1Yt + b2Rt + b3Tt-1 + ? 2t (2)

Gt = c0 + c1Tt + c2oilPt + c3Gt-1 + ? 3t (3)

It = d0 + d1Rt-2 + d2Yt + d3KRISIS t + d4It-1 + ? 4t (4)NXt = e0 + e1(et*IHK t/USCPI

t) + e2Yt + e3oilPt + c4NXt-1 + ? 5t (5)

rt = f0 + f1MS t-1 + f2(IHKt - IHKt-1) + f3? Et + f4KRISISt + f5FERt + f6rt -1 + ? 6t (6)

IHKt = g0 + g1Yt-1 + g2IHKt-1+ ? 7t (7)

et = h0 + h 1UIPt + h2NXt-1 + hg3 MSt + h4KRISISt + h5et-1 + ? 8t (8)LDt = i0 + i1Wt-1 + i2Yt + i3LDt-1 + ? 9t (9)Yt = Ct + It + Gt + NXt (10)

Rt = rt - ? t (11)UIPt = Rt - RUS

t (12)

ULt= LSt – LDt (13)II. Blok deforestasi (Deforestation block)

A. Deforestasi untuk a real HTI (Deforestation for timber e state)DFHTI

t = j0 + j1PXPULPt-2 + j2PKHTJ

t + j3(Rt-Rt-2) + j 4Wt + j 5PBBMt + j6PXKR

t

+ j7PXMSWt + j8PXKL

t + j9GPHTJt + j10AHTI

t-1 + ? 10t (14)

SKHTIt = k0 + k1PKHTI

t + k2Rt + k3qHTIt + k 4AHTI

t + i5SKHTIt-1 + ? 11t (15)

DKHTIt = l0 + l1PLHTI

t + l2Rt + l3Wt + l4(PPULPt - PPULP

t -1) + l5(Yt-Yt-1) + l6DKHTIt-1 + ? 12t (16)

SKHTIt = DKHTI

t (17)

PKHTIt = m0 + m1(PXPULP

t-PXPULPt-1) + m2PKHAt + m3SKHTI

t-1 + m4PKHTIt-1 + ? 13t (18)

B. Deforestasi untuk areal s awit (Deforestation for palm o il plantation )

DFSWt = n0 + n1PXMSW

t-2 + n2PBSWt + n3Rt-3 + n4Wt + n5PKHTI

t-1 + n6PKHAt-1+ n7ATSW

t-1 + ? 14t (19)

SBSWt = o0 + o1PBSW

t + o2Rt + o3qBSWt + o4ATSW

t + o5SBSWt-1 + ? 15t (20)

DBSWt = p0 + p1PBSW

t + p2Rt + p3Wt + p4PDMSWt + p5Yt + p6DBSW

t-1 + ? 16t (21)

SBSWt = DBSW

t (22)

PBSWt = q0 + q1PXMSW

t + q2DBSWt + q3PBSW

t-1 + ? 17t (23)

C. Deforestasi untuk areal k aret Deforestation for rubber plantation)

DFKRt = r0 + r1PDKRt + r2Rt + r3PKHAt + r4PXMSW t + r5PXKR t + r6ATKRt-1 + ? 18t (24)

SKRt = s0 + s1PDKR

t + s2Rt + s3qKRt + s4ATKR

t + s5SKRt-1 + ? 19t (25)

DDKRt = t0 + t1PDKR

t + t 2Rt-1 + t3Wt-1 + t4(Yt – Yt-1) + t6DDKRt-1 + ? 20t (26)

SKRt = DDKR

t + SXKRt (27)

PDKRt = v0 + v1(PXKR

t-PXKRt-1) + v2SXKR

t + v3SKRt + v4PtDKR

t-1 + ? 22t (28)

D. Deforestasi untuk areal p adi (Deforestation for paddy field)

DFPDt = w0+ w1PGKG

t +w2PHPPt + w3Rt + w4PBBM

t + w5PKHAt+ w6PKHTI

t + w7POPt + w8ATPDt-1 + ? 23t (29)

SGKGt = x0 + x1PGKG

t + x2Rt + x3PBBMt + x4qPD

t + x5SPDt-1 + ? 24t (30)

DGKGt = y0 + y1PHPP

t-1 + y2Rt + y3PBBMt + y4PDBR

t + y5Yt + y6DGKGt-1 + ? 25t (31)

SGKGt = DGKG

t (32)

PGKGt = z0 + z1(PHPP

t - PHPPt-1) +z2SGKG

t + z3PGKGt-1 + ? 26t (33)

E. Total Deforestasi untuk Areal HTI, Sawit, Karet dan Padi (Deforestation Total )

TDFt = DFHTIt + DFSW

t + DFKRt + DFPD

t (34)

III. Blok degradasi (Degradation block)

DGHPHt = aa 0 + aa1PXKL

t + aa2PKHAt + aa3Rt + aa4SKILL

t-2 + aa5PXMSWt-1

+ aa6PXKRt-1 + aa7GPHPH

t + aa8AHPHt-1 + ? 27t (35)

SKILLt = bb0 + bb1PKHA

t + bb2Rt + bb3PBBMt + bb4DRt + bb5qHA

t + bb6GPKUMt + bb7SILL

t-1 + ? 28t (36)

SKHAt = cc0 + cc1PKHA

t-1 + cc2Rt-1 + cc3PSDHt + cc4qHAt + cc5AHPH

t + cc6SKHAt-1 + ? 29t (37)

DKHAKGt = dd0 + dd1PKHA

t + dd2 PKHTIt + dd3Rt + dd4Wt + dd5Yt + dd6DKHAKG

t-1 + ? 30t (38)

DKHAKL t = ee0 + ee1PKHA t + ee2PKHTIt + ee3Rt-1 + ee4Wt + ee5PXKLt

+ ee6(Yt-Yt-1)+ ee6DKHAKLt-1 + ? 31t (39)

SKHAt + SKILL

t = DKHAKGt + DKHAKL

t + SXKHAt (40)

PKHAt = ff0 + ff1PXKL

t + ff2(SKILLt+SKHA

t ) + ff3PKHAt-1 + ? 32t (41)

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol. 9 No. 3, Desember 2012 : 155 - 175

175

Lampiran 2. Deskripsi peubah yang digunakan dalam pendugaan modelAppendix 2. Variables description used in model estimation

Yt = Produk domestik bruto (PDB) (Rp miliar) ATSWt = Luas areal sawit (ribu ha)

YDt = Pendapatan dibelanjakan (Rp miliar) qSWt = Produktivitas tanaman sawit (ton/ha)

Ct = Konsumsi (Rp miliar) SBSWt = Penawaran buah sawit (ribu ton)

It = Investasi (Rp miliar) DBSWt = Permintaan buah sawit (ribu ton)

Gt = Pengeluaran pemerintah (Rp miliar) PBSWt = Harga buah sawit (Rp/kg)

Tt = Penerimaan pajak (Rp miliat) PDMSWt = Harga dalam negeri minyak sawit (Rp/ton)

Xt = Nilai ekspor (Rp miliar ) PXMSWt = Harga ekspor minyak sawit (Rp/ton)

Mt = Nilai impor (Rp miliar) DFKRt=Laju Deforestasi untuk Areal Karet (ribu ha)

NXt = Ekspor bersih (Rp miliar) ATKRt = Luas areal karet (ribu ha)

MSt = Penawaran uang (Rp miliar) qKRt =Produktivitas karet (ton/ha)

rt = Suku bunga (%) DDKRt = Permintaan karet dalam negeri (ribu ton)

et = Nilai tukar (Rp/USD) DDKRt = Produksi karet minus Ekspor karet

Rt = rt - ? t (%) SXKRt = Ekspor karet (ribu ton)

? t = Inflasi (%); diperoleh dari data IHK t PDKRt = Harga dalam negeri karet (Rp/ton)

IHKt = Indek Harga Konsumen (tahun 2000 =100) PXKRt = Harga ekspor karet (Rp/ton)

? Et = Ekspektasi inflasi; diperoleh dari ? t DFPD

t=Laju Deforestasi untuk Areal Padi (ribu ha)

UIPt = Rt - RUSt ATPD

t = Luas areal padi (ribu ha)

RUSt = rUS

t - ? USt qPD

t =Produktivitas padi (ton/ha)

rUSt = US Federal Fund Rate (%) SGKG

t = Penawaran GKG dalam negeri (ribu ton)

? USt (%) diperoleh dari USCPIt DGKG t = Permintaan GKG (ribu ton)

USCPIt = IHK Amerika Serikat (tahun 2000 = 100) PGKG

t = Harga GKG (Rp/kg)

USGDPt = PDB Amerika Serikat (USD miliar) PHPP

t = Harga pembelian pemerintah (Rp/kg)

oilPt = Harga minyak mentah dunia (USD/ barrel) PDBR

t = Harga dalam negeri beras (Rp/kg)

LDt = Permintaan tenaga kerja (juta orang) POPt = Jumlah penduduk (juta jiwa)

LSt = Penawaran tenaga kerja (juta orang) DGHPHt= Degradasi Hutan Areal HPH (ribu ha)

ULt = Jumlah pengangguran (juta orang) AHPHt = Luas areal HPH (ribu ha)

Wt = Upah tenaga kerja (Rp/bulan) qHAt =Produktivitas Areal HPH (m3/ha)

DFHTIt = Laju Deforestasi untuk Areal HTI (ribu ha) SKILL

t = Penawaran kayu “ilegal” (ribu m3)

AHTIt = Luas areal HTI (ribu ha) SKHA t = Penawaran KHA (ribu m3)

qHTIt = Produktivitas HTI (m3/ha) DKHAKG

t = Permintaan KHA oleh IKG (ribu m3)

SKHTIt = Penawaran Kayu HTI (ribu m3) DKHAKL

t = Permintaan KHA oleh IKL (ribu m3)

DKHTIt = Permintaan Kayu HTI (ribu m3) PKHA

t = Harga kayu hutan alam (Rp/m3)

PKHTIt = Harga kayu HTI (Rp/m3) PDKG

t = Harga dalam negeri kayu gergajian (Rp/m3)

PXPULPt = Harga ekspor pulp (Rp/m3) PXKL

t = Harga ekspor kayu lapis (Rp/m3)

PBBMt = Harga BBM (Rp/liter) DR t = Dana Reboisasi (Rp/m3)

PKHTIt = Harga kayu HTI (Rp/m3) PSDHt = Provisi Sumberdaya Hutan (Rp/m3)

PXPULPt = Harga ekspor pulp (Rp/m3) ? = error term

PBBMt = Harga BBM (Rp/liter) a0, b0, c0, .... , ff0 = intercept

DFSWt=Laju Deforestasi untuk Areal Sawit (ribu ha) ai, bi, ci, ......., ffi = parameter dugaan; i =1, 2, 3, ...., 32

KRISISt adalah peubah dummy krisis ekonomi: 0=tahun -tahun tidak terjadi krisis ekonomi dan 1=tahun -tahun terjadikrisis ekonomi.

FERt adalah peubah dummy regim nilai tukar: 0=tahun -tahun dengan sistem nilai tukar tetap ( fixed exhange rate ) dan 1 =tahun-tahun dengan sistem nilai tukar mengambang ( floating exchange rate).

GPHTIt adalah peubah dummy kebijakan percepatan pembangunan HTI: 0=tahun -tahun kebijakan yang diberlakukan dan

1=tahun-tahun kebijakan tidak diberlakukan.

GPHPHt adalah peubah dummy kebijakan pencabutan izin HPH: 0=tahun -tahun kebijakan dibe rlakukan dan 1=tahun-

tahun kebijakan tidak diberlakukan.

GPKUMt adalah peubah dummy kebijakan pemberantasan illegal logging : 0=tahun-tahun kebijakan diberlakukan dan

1=tahun-tahun kebijakan tidak diberlakukan.

Dampak Kebijakan Makroekonomi dan Faktor Eksternal Ekonomi terhadapSatria Astana, Bonar M. Sinaga, Sudarsono Soedomo & Bintang C.H. Simangunsong

. . .