33
1. DEFINISI EMULSI Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir – butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu air dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator ) yang merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000). Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih

DEFINISI EMULSI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

teori tambahan emulsi

Citation preview

1. DEFINISI EMULSI

Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan

medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan sediaan

yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air,

dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi

ini tidak stabil, butir – butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu air

dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator )  yang merupakan

komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi

(emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil.

Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan

menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan).

Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga

emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).

Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga

krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu tinggi, berbentuk

cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat

terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume

fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah

padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal

hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh

fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).

Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan

pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga

meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat

tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase

yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih

rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat,

terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula

kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).

Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah

pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak

dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih

sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau

bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahan pengemulsi ionik dan nonionik,

gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995).

Masing – masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga mempunyai

nama yang berbeda, yaitu sebagai berikut:

a) Emulsi gas (aerosol cair )

Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dan

medium pendispersinnya berupa gas.Salah satu contohnya hairspray, dimana dapat

membentuk emulsi gas yang diingikan karena adannya bantuan bahan pendorong

atau propelan aerosol

b) Emulsi cair

Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun pendispersinnya

berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena kedua fase bersifat polar dan

non polar. Emulsi ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu emulsi minyak

didalam air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase terdispersi dalam air jadi

butiran minyak didalam air atau emulsi air dalam minyak contoh margarine

terdispersi dalam minyak jadi butiran air dalam minyak.

c) Emulsi padat

Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan fase

pendispersinnya berupa fase padat.Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel elastic

dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan partikelnya tidak kuat sedangkan non

elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang kuat.Gel elastic

dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang pekat contoh gel ini adalah gelatin

dan sabun.Sedangkan gel non-elastis dapat dibuat secara kimia sebagai contoh gel

silica yang terbentuk karena penambahan HCl pekat dalam larutan natrium silikat

sehingga molekul – molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan

membentuk gel.

Tabel 1. Sistem koloid dapat dikelompokkan, seperti tabel berikut :

No Fase Terdispersi Medium Pendispersi Nama Koloid Contoh

1 Gas Cair Busa/Buih Buih sabun, krim kocok

2 Gas Padat Busa padat Batu apaung, karet busa

3 Cair Gas Aerosol Awan, kabut

4 Cair Cair Emulsi Susu, santan

5 Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, mutiara

6 Padat Gas Aerosol padat Asap, debu

7 Padat Cair Sol Cat, kanji, tinta

8 Padat Padat Sol padat Kaca berwarna, paduan logam

Terdapat 2 tipe emulsi yaitu sebagai berikut :

1) Emulsi A/M yaitu butiran – butiran air terdispersi dalam minyak

Pada emulsi ini butiran – butiran air yang hidrofilik stabil dalam minyak yang

hidrofobik.

2) Emulsi M/A yaitu butiran – butiran minyak terdispersi dalam air. Minyak yang

hidrofobik stabil dalam air yang hidrofilik

Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat

pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan. Tujuan dari penstabilan adalah untuk

mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase terdispersi dengan pendispersinnya.

Dengan penambahan emulgator berarti telah menurunkan tegangan permukaan secara

bertahap sehingga akan menurunkan energi bebas pembentukan emulsi, artinya dengan

semakin rendah energi bebas pembentukan emulsi akan semakin mudah.

Namun kesetabilan emulsi juga dipengaruhi beberapa faktor lain yaitu,

ditentukan gaya – gaya:

Gaya tarik – menarik yang dikenal gaya Van der walss. Gaya ini menyebabkan

partikel – partikel koloid membentuk gumpalan lalu mengendap

Gaya tolak – menolak yang terjadi karena adanya lapisan ganda elektrik yang

muatannya sama saling bertumpukan.

Emulsi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu:

Fase terdispersi (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair

lain (fase internal).

Fase pendispersi (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari

emulsi tersebut (fase eksternal).

Emulgator(zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi).

Sedangkan bentuk – bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam

yaitu sebagai berikut :

Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak tertutupi

oleh lapisan pelindung sehingga terbentuklah flok –flok atau sebuah agregat.

Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga terjadi

pencampuran

Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada daerah

permukaan dan dasar

Inversi massa (pembalikan massa ) yang terjadi karena adannya perubahan

viskositas

Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga hilang

karena pengaruh suhu. (Ladytulipe, 2009)

Emulsi dapat mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami kerusakan

(Demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor suhu, rusaknya

emulgator sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan dapat

menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk

krim.Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit guna

pemisahan karet dalam lateks yaitu menambahkan asam format asam asetat.

(Nuranimahabah,2009)

MEKANISME SECARA KIMIA DAN FISIKA

a) Mekanisme secara kimia

Mekanisme secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan minyak. Air

dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi

ditambahkan, karena kebanyakan emulsi adalah disperse air dalam minyak dan

dispersi minyak dalam air, sehingga emulgator yang digunakan harus dapat larut

dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organik yang

mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik, bagian hidrofobik akan berinteraksi

dengan minyak sedangkan yang hidrofilik dengan air sehingga terbentuklah emulsi

yang stabil.

b) Mekanisme secara fisika

Secara fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan tenaga

misalnya dengan cara pengadukan. Dengan adanya pengadukan maka fase

terdispersinya akan tersebar merata ke dalam medium pendispersinya. (Ian, 2009)

PENENTUAN TIPE EMULSI

1. Drop Dillution test

Prinsipnya emulsi terlarut pada fase eksternalnya.

Tes ini dilakukan dengan cara menjatuhkan sejumlah kecil emulsi ke atas

permukaan airà tetesan tersebut bercampur dan menyebar ke dalam air àfase

air merupakan fase eksternal dari emulsi tersebut atau tipe emulsi tersebut

o/w. 

2. Dye Solubility Test

Prinsipnya bahan terdispersi yang dicelupkan akan terdispersi ke dalam emulsi

jika bahan ini terlarut dalam fase eksternal.

Tes dilakukan pada serbuk larut dalam air yang dimasukkan ke dalam emulsià

bahan tersebut terlarut dalam emulsi àfase eksternal dari emulsi tersebut

adalah air.

3. Electrical Conductivity Test

Prinsipnya adalah air lebih baik dalam menghantarkan listrik dibandingkan

dengan minyak.

Sehingga dapat disimpulkan emulsi tipe o/w lebih baik menghantarkan listrik

dibandingkan tipe w/o.

4. Filter Paper Test

Test ini dilakukan dengan cara menjatuhkan setetes emulsi ke atas kertas

saring bersihàtetesan itu menyebar dengan cepat di dalam kertas saring berarti

tipe emulsi sedíaan tersebut adalah o/w karena air cenderung menyebar lebih

cepat dibandingkan dengan minyak.

Sedang parameter penentuan kontrol kualitas pada pemeriksaan produk akhir meliputi :

Berat produk akhir  Penampakan secara visual 

Warna 

Bau 

Viskositas 

pH 

Homogenitas fase 

Distribusi ukuran partikel 

Tekstur

TEORI DAN PERSAMAAN

Satu variable penting dalam uraian emulsi - emulsi adalah fraksi volum ǿ ,

dalam dan luar fase.Untuk tetesan bentuk bola radius α, fraksi volume diberikan

sejumlah densitas n, waktu untuk volum bentuk bola ǿ = 4πα3 n/3 .Banyak sifat – sifat

emulsi ditandai ole jumla volumnya.

Tetesan emulsi karena lemah atau tidak stabil nilai fraksi volume ǿ bisa

diantara 3- 6 untuk kebanyakan sistem emulsi.

Konduktivitas dari emulsi sendiri dapat ditentukan dengan teori klasik (Maxwell)

Dimana K, Km dan Kd adalah konduktivitas spesifik dari emulsi,medium

pendispersi dan fase terdispersi.

Dalam sistem koloi akan terjadi peningkatan dielektrika, salah satu model

untuk menentukan konstanta dieletrika tipe emulsi adalah:

Tipe M/A

Tipe A/M

Dimana €∞ dan €s adalah permitivitas dengan frekuensi tinggi dan

statis.T waktu tenggang dan α luas pendistribusian, serta ώ adalah komponen

polarisasi.

Cara Pembuatan Zat Pengemulsi (Emulgator) Emulsi :

a) Metode gom basah (Anief, 2000)

Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau

harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan metilselulosa.

Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan sedikit

air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang kuat, kemudian

ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian sambil diaduk sampai volume yang

diinginkan.

b) Metode gom kering

Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat pengemulsi

berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus emulsi dengan

mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu digerus sampai

terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa bahan yang lain sedikit

demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya suatu emulsi yang baik.

c) Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)

Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan

yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan

perhitungan harga HLB dari fase internal kemudian dilakukan pemilihan emulgator

yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan HLB fase internal. Setelah diperoleh

suatu emulgator yang cocok, maka selanjutnya dilakukan pencampuran untuk

memperoleh suatu emulsi yang diharapkan.

Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9 – 12

dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator diantara 3 – 6. Hidrophilic – Lipophilic

Balance yang disingkat dengan HLB menggambarkan rasio berat gugus hidrofilik dan

lipofililik didalam molekul emulsifier. Niai HLB suatu emulsifier dapat ditentukan

dengan salah satu metode titrasi, membandingkan struktur kimia molekul, mencari

korelasi dengan nilai tegangan permukaan struktur kimia molekul, mencari korelasi

dengan nilai tegangan permukaan dan tegangan interfasial, koefisien pengolesan, daya

larut zat warna, konstanta dielektrika dan dengan teknik kromatografi gas – cairan.

Tabel 2. dispersibilitas emulsifier didalam air pada berbagai nilai HLB.

Dispersibilitas Kisaran Nilai HLB

· Tidak terdispersi

· Sedikit terdispersi

· Terdispersi seperti susu dengan pengadukan

· Terdispersi sperti susu dengan kondisi yang stabil

· Terdispersi menjadi larutan yang tembus cahaya hingga jernih

· Terdispersi menjadi larutan jernih

1 – 4

3 – 6

6 – 8

8 – 10

10 – 13

13 +

Tabel 3. Contoh beberapa jenis emulsifier

Nama

Umum

Nama Kimia HLB IF

GMS Glycerol monostearater 3.8 5.52

BGMO Glycerolmonooleat 2.8 5.09

Span 60 Sorbitan monostearate 4.7 5.64

Span 80 Sorbitan monooleat 4.3 5.02

Tween 60 Polyoxyethylene monostresrate 14.9 5.42

Tween 80 Polyoxyethylene monooleleate 15 2.24

Nilai HLB Tipe system

3 – 6 A/M emulgator

7 – 9 Zat pembasah (wetting agent)

8 – 18 M/A emulgator

13 – 15 Zat pembersih (detergent)

15 – 18 Zat penambah pelarutan (solubilizer)

KESTABILAN EMULSI

Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air,

dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem

dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di

sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan

sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi emulsi yang

sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang

sangat singkat

Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:

1. Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya ini

menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan

mengendap.

2. Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan ganda

elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid.

1. ADA BEBERAPA CARA PEMBUATAN EMULSI

a. Dengan Mortir dan Stampel

Sering digunakan untuk membuat minyak lemak dalam ukuran kecil

b. Botol

Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol

pengocokan dilakukan terputus – putus untuk memberi kesempatan emulgator

bekerja.

c. Mixer

Partikel fase dispersi dihaluskan dengan memasukkan kedalam ruangan yang

didalamnya terdapat pisau berputar denagn kecepatan tinggi.

d. Homogenizer

Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, sehingga

partikel mempunyai ukuran yang sama.

e. Ultrasonik

Hasil pengembangan terakhir dibidang peralatan emulsi adalah peralatan

ultrasonic. Peralatan ini cocok untuk membuat emulsi yang mempunyai

viskositas rendah,tetapi alat ini dapat juga digunakan untuk membuat emulsi

yang mempunyai viskositas tinggi sampai yng berbentuk pasta. Gelombang

ultrasonic dapat dihasilkan dengan tiga macam system,yaitu system

mekanis,system yang menggunakan “magnetostrictive oscillator” dan system

yang menggunakan “perzoelectrical oscillator” .dua system yang terakhir tidak

umum digunakan untuk keperluan emulsifikasi, kecuali didalam proses

pencucian dimana emulsifikasi ikut mengambil bagian, generator mekanis lebih

banyak digunakan didalam industri pangan untuk keperluan emulsifikasi.Bentuk

generator mekanis yang digunakan untuk menghasilkan gelombang ultrasonic

bagi keperluan emulsifikasi bahan pangan adalah “weige resonator”

2. CARA PEMURNIAN KOLOID

Seringkali terdapat zat-zat terlarut yang tidak diinginkan dalam suatu

pembuatan suatu sistem koloid. Partikel-partikel tersebut haruslah dihilangkan atau

dimurnikan guna menjaga kestabilan koloid. Ada beberapa metode pemurnian yang

dapat digunakan, yaitu :

1. DIALISIS

Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang

menempel pada permukaannya. Pada proses dialisis ini digunakan selaput

semipermeabel. Pergerakan ion-ion dan molekul – molekul kecil melalui selaput

semipermiabel disebut dialysis. Suatu koloid biasanya bercampur dengan ion-ion

pengganggu, karena pertikel koloid memiliki sifat mengadsorbsi. Pemisahan ion

penggangu dapat dilakukan dengan memasukkan koloid ke dalam kertas/membran

semipermiabel (selofan), baru kemudian akan dialiri air yang mengalir. Karena

diameter ion pengganggu jauh lebih kecil daripada kolid, ion pengganggu akan

merembes melewati pori-pori kertas selofan, sedangkan partikel kolid akan tertinggal.

Proses dialisis untuk pemisahan partikel-partikel koloid dan zat terlarut

dijadikan dasar bagi pengembangan dialisator. Salah satu aplikasi dialisator adalah

sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Jaringan ginjal bersifat

semipermiabel, selaput ginjal hanya dapat dilewati oleh air dan molekul sederhana

seperti urea, tetapi menahan partikel-partikel kolid seperti sel-sel darah merah.

2. ELEKTODIALISIS

Pada dasarnya proses ini adalah proses dialysis di bawah pengaruh medan

listrik. Cara kerjanya; listrik tegangan tinggi dialirkan melalui dua layer logam yang

menyokong selaput semipermiabel. Sehingga pertikel-partikel zat terlarut dalam

sistem koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju elektrode dengan muatan

berlawanan. Adanya pengaruh medan listrik akanmempercepat proses pemurnian

sistem koloid. Elektrodialisis hanya dapat digunakan untuk memisahkan partikel-

partikel zat terlarut elektrolit karena elektrodialisis melibatkan arus listrik.

3. PENYARING ULTRA

Partikel-partikel kolid tidak dapat disaring biasa seperti kertas saring, karena

pori-pori kertas saring terlalu besar dibandingkan ukuran partikel-partikel tersebut.

Tetapi, bila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka

ukuran pori-pori kertas akan sering berkurang. Kertas saring yang dimodifikasi

tersebut disebut penyaring ultra.

Proses pemurnian dengan menggunakan penyaring ultra ini termasuklambat,

jadi tekanan harus dinaikkan untuk mempercepat proses ini. Terakhir, partikel-pertikel

koloid akan teringgal di kertas saring. Partikel-partikel kolid akan dapat dipisahkan

berdasarkan ukurannya, dengan menggunakan penyaring ultra bertahap.

4. PENERAPAN DALAM PERISTIWA SEHARI DAN INDUSTRI

a. Penerapan dalam kehidupan sehari-hari

Salah satu contoh penerapan emulsi dalam kehidupan sehari-hari adalah

penggunaan detergen untuk mencuci pakaian, dimana detergen merupakan suatu

emulgator yang akan menstabilkan emulsi minyak (pada kotoran) dan air.

Detergen terdiri dari bagian hidrofobik dan hidrofilik, minyak akan terikat pada

bagian hidrofobik dari detergen sehingga bagian luar dari minyak akan menjadi

hidrofilik secara keseluruhan, sehingga terbentuk emulsi minyak dan air, dimana

kotoran akan terbawa lebih mudah oleh air.

b. Penerapan dalam bidang industri

Dalam bidang industri salah satu sistem emulsi yang digunakan adalah industri

saus salad yang terbuat dari larutan asam cuka dan minyak. Dimana asam cuka

bersifat hidrofilik dan minyak yang bersifat hidrofobik, dengan mengocok minyak

dan cuka. Pada awalnya akan mengandung butiran minyak yang terdispersi dalam

larutan asam cuka setelah pengocokan dihentikan, maka butiran-butiran akan

bergabung kembali membentuk partikel yang lebih besar sehingga asam cuka dan

minyak akan terpisah lagi. Agar saus salad ini kembali stabil maka dapat

ditambahkan emulagator misalnya kuning telur yang mengandung lesitin. Sistem

koloid ini dikenal sebagai mayonnaise.

Gambar 1. Cara kerja emulsifier

A. Proses sebelum emulsi.

B. Fase II dalam proses emulsi.

C. Emulsi tak stabil.

D. Emulsi yang stabil

Contoh-Contoh Produk pangan dari emulsi

- Mayonaise - Margarin - Butter

- Mentega - Coklat - Sauce

- Es krim - Selai Kacang

Contoh produk lainnya :

- Cat - Sabun padat

- Lotion - Lipstik

- Semir

Faktor yang memecah emulsi:

a.       Pemecahan emulsi secara kimia, dengan penambahan zat yang mengambil air, seperti

CaCl2 eksikatus dan CaO.

b.      Pemecahan emulsi secara fisika:

o   Kenaikan suhu menyebabkan perubahan viskositas, mengubah sifat emulgator dan

menaikkan benturan butir-butir tetesan.

o   Pendinginan menyebabkan terpisahnya air dari sistem emulsi.

o   Penambahan granul kasar

o   Pengenceran emulsi yang berlebihan

o   Penyaringan

o   Pemutaran dengan alat sentrifugal

c.       Efek elektrolit terhadap stabilitas emulsi

Faktor- faktor yang mempengaruhi stabilnya emulsi adalah:

a.       Ukuran partikel

b.      Viskositas

c.       Rasio fase volume

d.      Muatan listrik pada lapisan ganda listrik

Pembuatan emulsi:

a.       Metode gom basah (metode Inggris)

Dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambahkan minyak sedikit demi

sedikit dengan diaduk cepat.

b.      Metode gom kering

Korpus emulsi dibuat dengan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, sselanjutnya

sisa air dan bahan lain ditambahkan. Metode ini juga disebut metode 4:2:1.

c.       Metode HLB

Untuk memperoleh efisiensi emulgator perlu diperhatikan sifat-sifat dari emulgator untuk

tipe sistem yang dipilih (Anief, 2007).

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi

dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok

(DepKes RI, 1979).

Sebelum adanya sistem pendingin yang modern, es krim adalah makanan yang mewah dan

hanya dihidangkan pada acara-acara yang spesial. Dahulu, membuat es krim adalah hal

yang sangat merepotkan. Untuk membuat es krim, Es didapatkan dari danau atau kolam

yang membeku saat musim dingin, kemudian dipotong dan disimpan dalam tumpukan

jerami, lubang di dalam tanah, atau tempat penyimpanan es yang terbuat dari kayu dan

diberi jerami. Es disimpan untuk kemudian dipakai saat musim panas.  

       Saat musim panas. es krim kemudian dibuat secara tradisional dengan mengolah

adonan didalam mangkuk besar yang ditaruh dalam sebuah tube yang diisi dengan

campuran es yang telah dihancurkan dan garam, yang membuat adonan es krim itu

membeku. 

Manfaat Es krim

       Kebanyakan orang di dunia ini menyukai es krim, tetapi banyak pula yang menyalah

artikan es krim sebagai makanan yang berbahaya yang menyebabkan batuk dan flu. Hal

tersebut sama sekali tidak benar karena ketika masuk ke mulut, es krim dengan segera akan

mencair. Mencairnya es krim dengan cepat dipacu oleh suhu tubuh individu yang

mengonsumsinya. Dengan demikian, saat es krim masuk ke kerongkongan, suhunya sudah

tidak sedingin air es. Meskipun demikian, es krim sebaiknya dihindari oleh penderita radang

tenggorokan, amandel, atau asma. Ketiga penyakit tersebut dapat kambuh apabila terinduksi

suhu dingin. 

       Es krim bukan hanya sekedar jajanan yang enak, tetapi dapat memberikan manfaat

bagi tubuh kita (jika dimakan berdasarkan porsi yang sesuai). Utami (2008) mengemukakan

manfaat es krim sebagai berikut:

a. Menjaga kesehatan jantung.

Mengkonsumsi makanan yang kaya akan flavonoid berhubungan erat dengan rendahnya

angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Diduga, kandungan

flavonoid pada cokelat justru menjaga kesehatan jantung karena menghambat oksidasi LDL.

Flavonoid pada cokelat juga berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah penuaan

dini

 b. Merangsang sistem kekebalan tubuh.

Dengan memproduksi lebih banyak sitokin (protein yang diproduksi sebagai bagian dari

sistem imun tubuh), maka cokelat bermanfaat dalam merangsang sistem kekebalan tubuh.    

c. Menurunkan risiko terkena kanker payudara.

Berdasarkan penelitian Institute of Community Medicine, Universitas Tromso, Norwegia,

dalam International Journal of Cancer, mengonsumsi 3 gelas atau lebih susu setiap hari

dapat menurunkan risiko terkena kanker payudara pada wanita pramenopause.

d. Es krim bergizi tinggi

  Es krim termasuk kelompok hidangan beku yang memiliki tekstur semipadat dan memiliki

nilai gizi tinggi.  Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan es krim, antara lain lemak

susu, padatan susu tanpa lemak (skim), krim, gula pasir, bahan penstabil, pengemulsi, dan

pencita rasa. Sedikitnya 100 gram es krim yang berbahan susu memiliki 110-130 kalori

dengan kandungan protein 2,5-3 gram.

        Es krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel-

sel udara yang ada berperanan untuk memberikan texture lembut pada es krim tersebut.

Tanpa adanya udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu dingin dan terlalu berlemak.

       Bahan utama dari es krim adalah lemak (susu), gula, padatan non-lemak dari susu

(termasuk laktosa) dan air. Sebagai tambahan, pada produk komersil diberi emulsifier,

stabiliser, pewarna, dan perasa. Sebagai emulsifier biasanya digunakan lesitin, gliserol

monostearat atau yang lainnya. Emulsifier ini berguna untuk membangun distribusi struktur

lemak dan udara yang menentukan dalam membentuk sifat rasa/tekstur halus dan pelelehan

yang baik. Untuk stabilisernya bisa digunakan polisakarida dan ini berfungsi sebagai

penambah viskositas. Sedangkan pewarna dan perasa bisanya bervariasi tergantung pada

selera pasar. Jika ingin diberi rasa strawberry tentunya diberi perasa strawberry dan pewarna

merah. Ingat, pewarna yang diberikan tentunya harus pewarna makanan bukan pewarna

tekstil.

       Bahan-bahan tersebut dicampur, dipasteurisasikan, dihomogenasikan, dan didinginkan

dengan cepat. Setelah emulsi minyak dalam air tersebut dibiarkan dalam waktu yang lama,

kemudian dilewatkan dalam kamar yang suhunya cukup rendah untuk membekukan

sebagian campuran. Pada saat yang sama udara dimasukkan dengan cara dikocok. Tujuan

dari pembekuan dan aerasi ini adalah pembentukan buih yang stabil melalui destabilisasi

parsial dari emulsi. Pengocokan tanpa pendinginan tidak akan memberikan buih yang stabil.

Jika buih terlalu sedikit produknya akan tampak basah, keras dan sangat dingin. Sedang jika

buihnya terlalu banyak maka produknya akan tampak kering. Sel-sel udara pada es krim

harus berukuran sekitar 100 mikron. Jika sel udaranya terlalu besar, es krimnya akan

meleleh dengan cepat. Sedang jika sel udaranya terlalu kecil maka buihnya akan terlalu

stabil dan akan meninggalkan suatu ‘head’ ketika meleleh. 

Es krim mempunyai struktur koloid yang kompleks karena merupakan buih dan juga

emulsi. Buih padat terjadi karena adanya lemak teremulsi dan juga karena adanya kerangka

dari kristal-kristal es yang kecil dan terdispersi didalam larutan makromolekular berair yang

telah diberi gula. Peranan emulsifier (misalnya: gliserol monostearat komersial) adalah

untuk membantu stabilisasi terkontrol dari emulsi didalam freezer. Perubahan-perubahan

polimorfis lemak pada es krim selama penyimpanan menyebabkan perubahan bentuk pada

globula awalnya, yang berkombinasi dengan film protein yang agak lepas, menyebabkan

terjadinya penggumpalan di dalam freezer. Stabilisasi gelembung-gelembung udara pada es

krim juga terjadi karena adanya kristal-kristal es dan fasa cair yang sangat kental. Stabiliser

polisakarida (misalnya: carrageenan) menaikkan kekentalan fasa cair, seperti juga gula pada

padatan non-lemak dari susu. Stabiliser-stabiliser ini juga dikatakan dapat memperlambatan

pertumbuhan kristal-kristal es selama penyimpanan. Hal ini karena jika kristal-kristal esnya

terlalu besar maka akan terasa keras di mulut.

Proses Pembuatan Es Krim

Es krim sebenarnya tak lain adalah busa, atau gas yang terdispersi dalam cairan. Es

krim terlihat padat namun jika diamati di bawah mikroskop, es krim tampak terbentuk

dari empat komponen, yaitu padatan globula lemak susu, udara (ukurannya tidak lebih

dari 0,1 mm), kristal-kristal es, dan air yang melarutkan gula, garam, dan protein susu.

Secara sederhana, es krim dibuat dengan cara mencampurkan bahan-bahan dan

mendinginkannya. Garam digunakan untuk membuat es tetap beku. Kemudian, adonan

tersebut harus diguncang-guncang, dikocok atau diaduk. Pengadukan ini berpengaruh

dalam pembuatan es krim agar teksturnya baik. Pengadukan tersebut akan membuat

krim naik ke permukaan. Untuk mencegahnya, ditambahkan emulsifier. Salah satu

contoh emulsifier sederhana adalah kuning telur. Karena itulah kuning telur sering

menjadi bahan dalam membuat es krim.

Ada sebuah peristiwa unik berkaitan dengan proses pembuatan es krim secara

sederhana ini. Pada saat Perang Dunia II, pilot angkatan udara mengamati bahwa wadah

meriam memiliki suhu dan tingkat getaran yang cocok untuk menghasilkan es krim.

Para penerbang yang berbasis di Inggris itu lalu menempatkan adonan es krim dalam

kaleng besar, dan menyimpannya in the tail gunner’s cockpit of B-29s. Dinginnya udara

karena terbang tinggi dan getaran pesawat menciptakan es krim ‘matang’ begitu

pesawat mendarat. Kisah ini dimuat dalam New York Times tahun 1943.

Menurut Arbuckle (1986). Proses pembuatan es krim terdiri dari:

1.      pencampuran,

2.      pasteurisasi,

3.      homogenisasi,

4.      pendinginan,

5.      aging atau penuaan,

6.      freezing atau pembekuan,

7.      hardening atau pengerasan, dan

8.      penyimpanan

Pencampuran dilakukan dengan memanaskan terlebih dahulu bahan cair dalam bejana

pencampur sampai kira-kira 40-50°C, kemudian bahan-bahan kering seperti gula, bahan

pengemulsi dan bahan penstabil ditambahkan dan dicampur supaya larut dengan baik.

Pasteurisasi dilakukan dengan tujuan untuk membebaskan adonan dari bakteri patogen,

membantu melarutkan bahan, memperbaiki flavour dan mutu simpan. Pasteurisasi adonan

dilakukan pada suhu 68,3°C selama 30 menit atau pada suhu 71°C selama 30 detik. Proses

homogenisasi biasanya dilakukan pada suhu 62,8-76,7°C. Proses ini bertujuan untuk

mencegah globula lemak bersatu, untuk mengurangi waktu yang diperlukan bagi proses

aging campuran itu dan untuk mempengaruhi kekentalan sehingga tekstur dan body es krim

menjadi lebih baik. Setelah proses homogenisasi, adonan harus cepat didinginkan sampai 0-

4°C agar tekstur es krim menjadi halus, kekentalan berkurang dan pertumbuhan mikroba

menjadi lambat. Proses aging diperlukan untuk memberi kesempatan bahan penstabil

bekerja. Selama proses ini berlangsung, terjadi perubahan-perubahan antara lain

penggabungan bahan penstabil dengan air, pengerasan lemak dan peningkatan viskositas.

Setelah itu proses pembekuan harus dilakukan dengan cepat untuk mencegah pembentukan

kristal es yang kasar. Pengerasan es krim umumnya dilakukan dalam suhu -45°C sampai -

23°C selama 24 jam (Arbuckle dan Marshall, 1996).

Setelah proses pembuatannya selesai, es krim dikemas dalam berbagai bentuk, antara lain

cone, cup, dan stik. Dahulu, es krim selalu disajikan dalam mangkuk atau gelas minuman.

Kini, setelah ditemukannya cone, cup, dan stik, es krim bisa leluasa dijual bebas di jalan-

jalan.

Menurut Reinders dalam Surya (2006), berdasarkan bentuk kemasannya, es krim dapat

dibedakan menjadi tiga bentuk utama, yaitu:

1. Cone. Cone terbuat dari adonan biskuit yang berbentuk kerucut. Es krim semula hanya

dapat dijual di toko kue atau restoran karena ditempatkan di mangkuk atau dijadikan

minuman. Semenjak cone ditemukan, es krim dapat dijual lebih luas di jalan-jalan.

2. Cup. Kemasan bentuk cup berawal dari gelas karton untuk minuman yang dikembangkan

menjadi wadah untuk es krim. Es krim didalamnya dimakan dengan menggunakan sendok

kayu.

3. Stik. Es krim dikemas dengan menempel pada tungkai kayu yang panjang didalamnya.

Ujung kayu yang lain dapat dipegang oleh konsumen sehingga mempermudah

pengkonsumsian tanpa mengotori tangan.

Es krim merupakan makanan yang sangat digemari di seluruh dunia, biasanya es krim

terbuat dari susu sapi, tetapi bisa juga  dapat dibuat dari santan atau margarin. Menurut

Standar Nasional Indonesia, es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan

cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula,

dan dengan atau tanpa bahan makanan lain yang diizinkan. Bahan-bahan yang digunakan

dalam pembuatan es krim adalah lemak susu, padatan susu tanpa lemak, gula pasir, bahan

penstabil, pengemulsi, dan pencipta rasa. Es krim marupakan makanan yang bergizi tinggi.

Selain air dan lemak, molekul-molekul yang  mencakup protein, karbohidrat, mineral,

enzim-enzim, gas, serta vitamin A. C dan D  juga terkandug di dalamnya.

a.    Gula pasir

 Gula adalah pemanis makanan yang disukai banyak orang. Biasanya gula ditambahkan

dalam makanan dan minuman. Meski sama-sama manis, ternyata gula pasir, gula batu, dan

gula merah mempunyai dampak yang berbeda bagi tubuh, khususnya pankreas. Untuk lebih

jelasnya, mari kita bahas satu per satu.Gula pasir adalah jenis gula yang berbentuk butiran

kecil seperti pasir. Warnanya putih kecoklatan. Gula jenis ini paling banyak digunakan

untuk konsumsi sehari-hari. Karena bentuknya yang berupa butiran kecil, gula pasir mudah

larut dalam makanan dan minuman sehingga mudah digunakan. Gula juga memiliki arti

adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan

utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula

digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula

sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis

asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. (Wikipedia )

b.    Santan

Santan atau santen adalah cairan putih kental yang dihasilkan dari kelapa yang diparut dan

kemudian diperas bersama air. Santan mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa

yang menyedapkan masakan menjadi gurih. Pada masa dahulu, santan akan diperas dari

kelapa yang diparut dan dicampur dengan air panas sebelum diperas. Pada masa kini,

terdapat mesin pemeras santan bagi. Untuk penggunaan mesin, kelapa yang diparut tidak

perlu dicampurkan dengan air, dan pati santan yang terhasil adalah 100% tulen. Terdapat

juga santan instan atau siap saji dalam paket yang cuma perlu ditambah air panas sebelum

digunakan. (Wikipedia)

c.    Tepung Maizena atau Cornflour/Cornstarc

Tepung berwarna putih yang terbuat dari sari pati bijijagung. Biasanya digunakan untuk

mengentalkan sup ataumembuat cookies atau makanan lain menjadi lebih lembut.

d.    Air

Air merupakan komponen terbesar dalam campuran es krim, berfungsi sebagai pelarut

bahan-bahan lain dalam campuran. Komposisi air dalam campuran bahan es krim umumnya

berkisar 55-64%. (Person, 1980)

e.    Emulsifier

Molekul emulsifier akan menggantikan membran protein, satu ujung molekulnya akan

melarut di air, sedangkan ujung satunya akan melarut di lemak. Lecitin, molekul yang

terdapat dalam kuning telur, adalah contoh emulsifier sederhana. Oleh karena itu, salah satu

bahan pembuat es krim adalah kuning telur. Selain itu, dapat digunakan mono- atau di-

gliserida atau polisorbat yang dapat mendispersikan globula lemak dengan lebih efektif.

Bahan pengemulsi yang digunakan dalam pembuatan es krim dapat meningkatkan

pengembangan adonan, memberikan penampakan yang lebih kering tetapi dengan tekstur

yang lebih lembut dan pelelehan es krim yang lama. Hal ini disebabkan pengemulsi

memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dapat menurunkan tegangan permukaan dan

menstabilkan emulsi. Susu sapi secara alami telah mengandung bahan pengemulsi, yaitu

lesitin, protein, fosfat, dan nitrat (Person, 1980).

Pengemulsi lain yang dapat digunakan adalah pengembang kue (ovalet). Jumlah penstabil

dan pengemulsi kurang dari 1,5%-berat campuran es krim. Keduanya harus telah diteliti

secara mendalam dan mendapat keterangan Generally Recognized as Safe (GRAS) sebelum

digunakan sebagai bahan campuran es krim.

f.    Pewarna

Merupakan senyawa yang ditambahkan pada campuran es krim untuk memberikan warna

tertentu dan membuat penampilan lebih menarik.

g.    Pemberi Rasa (Flavor)

Pemberi rasa ditambahkan pada campuran es krim untuk memberikan rasa tertentu. Bahan

pemberi rasa yang banyak digunakan adalah vanilla, coklat, perasa buatan, sari buah.

h.    Pembekuan (freezing)

Pada pembekuan, air dalam campuran dibekukan menjadi Kristal-kristal es untuk

menghasilkan tekstur yang agak keras. Proses penambahan udara ke dalam campuran

dilakukan pada tahap pendinginan ini. Jumlah udara yang ditambahkan menentukan tekstur

es krim yang dihasilkan. Pebekuan dapat dilakukan secara partaian maupun kontinu.

(Marshall, 2003)

Pembekuan secara partaian meliputi memasukan campuran es krim ke dalam sebuah

silinder yang memiliki sebuah dasher dengan mata pisau pengikir. Dasher berputar-putar di

dalam silinder sehingga udara dapat tergabung ke dalam campuran, gumpalan lemak

menjadi teraduk, dan kristal-kristal es yang terbentuk pada dinding dalam silinder terkikis

oleh mata pisau pada dasher. Viskositas campuran es krim meningkat karena air membeku

membentuk padatan es. Gelembung udara terperangkap pada campuran yang viskos tersebut

sehingga meningkatkan volum dan membentuk overrun. Overrun adalah persentase

pertambahan volume es krim yang dihasilkan dibandingkan dengan volume campuran yang

digunakan untuk memproduksi es krim tersebut. Maksimum overrun yang diperbolehkan

sebesar 100%, namun overrun sebesar itu sulit dicapai oleh pembekuan secara partaian.

Kapasitas yang dapat dicapai dengan menggunakan proses parataian ini adalah antara 1 L

hingga 40 L. (Marshall, 2003)Hampir seluruh proses pembekuan es krim pada industri

dilakukan secara kontinu. Kapasitasnya berkisar antara 100 hingga 3000 L per jam per

freezer. Freezer yang digunakan biasanya didinginkan dengan refrigerant amoniak. Pada

pembekuan kontinu ini, es krim dibekukan hingga temperatur -5oC s.d. -7oC (Marshall,

2003). Beberapa kelebihan pembekuan secara kontinu dbandingkan dengan parataian adalah

volume pendinginan per pendingin lebih besar, tekstur produk akhir yang dihasilkan

biasanya lebih lembut, penambahan udara ke dalam campuran dapat diatur sehingga

overrun dapat diatur sehingga dapat mencapai overrun yang diinginkan, peralatan lain untuk

proses dapat diletakkan setelah keluaran dari freezer, dan es krim dapat lebih mudah

dibentuk.