Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Dengan Jamur

  • Upload
    nisa

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/19/2019 Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Dengan Jamur

    1/8

    Molekul, Vol. 5. No. 2. Nov, 2010 : 75 - 82

    75

    DEKOLORISASI LIMBAH BATIK TULIS MENGGUNAKAN JAMUR INDIGENOUS HASIL ISOLASI PADA KONSENTRASI LIMBAH YANG

    BERBEDA

    Ratna Stia Dewi, Sri LestariFakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman

    AbstractAzo as batik dyes are textile dyes which difficult to degradate. Fungus as

    bioremidiation organism are choosed to decolorize the dyes because its transformationability, it can degradate toxic dyes component. The aim of research are to explore thefungus from Sokaraja-Banyumas batik industrial dyestuff, to know potential indigenousspecies wich can degradate it, to know dyestuff consentration which is degradated.

    Result of research showed that the isolation process of indigenous fungi from batikdyestuff in District Sokaraja Banyumas produce 4 isolates that have the potentialdekolorization, they are 3 isolates of the genus Fusarium , and 1 isolate of the genus

    Aspergillus . That indigenous fungus can be used to decolorize dyestuff batik the decolorize percentage 69.346% -82.421%.

    Keyword : batik dyestuff, dekolorization, indigenous fungus.

    PendahuluanPangsa pasar batik tulis

    banyumasan yang tak pernah redasemakin menyuburkan usaha industri

    batik di di Kecamatan SokarajaKabupaten Banyumas. Disamping itu

    permasalahan limbah warna yangditimbulkannya belum bersolusi. Tiaprumah produksi mengalirkan sejumlah air

    berwarna setiap harinya untuk kemudiandibuang ke badan air di lingkungan

    pemukiman dan akan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Shore (1996)

    menyatakan, limbah industri yang berwarna tidak hanya menimbulkan polusi secara visual, tetapi dapatmenimbulkan resiko kerusakanlingkungan dan kesehatan. Berdasarkansurvey ETAD ( Ecological andToxicological Association of the Dyestuff

    Manufacturing Industry ) diatas 90%hasil tes dari 4000 bahan pewarnamenunjukkan nilai LD 50 lebih besar dari2x10 3 mg/kg. Nilai toksisitas tertinggi

    ditemukan pada bahan pewarna basa dan Diazo direct - salah satu jenis dari

    pewarna azo. Menurut Anonim (1996) pewarna azo bersifat nontoksik bagitubuh manusia tetapi bisa menyebabkanreaksi alergi, dan beberapa produkdegradasi pewarna azo (22-aminaaromatik) kemungkinan karsinogenik danmerupakan amina aromatik yangmenyebabkan resiko besar padakesehatan.

    Zat warna azo adalah bahan pewarna utama industri tekstil yangtergolong bahan kimia yang sulitterdegradasi. Menurut Dainfith (1997),

    Ayres dan Hellies (1999) struktur azosebagai komponen atau senyawa azoadalah senyawa organik yangmengandung gugus – N=N- terikat padadua gugus lain. Menurut Suntoro (1983)zat warna harus terdiri dari kromofor danauksokrom. Zat warna golongan azomerupakan golongan zat warna yangmemiliki kromofor – N=N, triazo adalahzat warna senyawa organik kompleksgolongan azo yang mengandung 3

    kromofor – N=N. Kromofor adalahsenyawa kimia yang memberikan warna,

  • 8/19/2019 Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Dengan Jamur

    2/8

    Dekolorisasi Limbah Batik Tulis … ( Ratna Stia Dewi dan Sri Lestari)

    76

    bukan sebagai zat warna karena kainyang terkena pewarna ini akan terwarnaisementara dan tidak permanen. Kromoforakan tetap terikat dalam bahan bila ada

    radikal yang mengikatnya yaituauksokrom. Ikatan keduanya yang kuatmenyebabkan zat warna azo tidak dapathilang dari perairan. Azo merupakan

    pewarna yang banyak digunakan oleh para pengrajin batik di wilayah kabupaten banyumas karena sifatnya yang memilikiwarna-warna terang khas batik

    banyumasan.Menurut Awaluddin et al. (2001),

    pada tahun 1995 Seong et al . menyatakan bahwa bahan pewarna dapatdidekolorisasi dengan metode fisika dankimia, metode ini efektif namun karena

    biaya tinggi, menghasilkan senyawa berbahaya, masalah operasional danmembutuhkan perlengkapan intensif.Andayani dan Sumartono (1999)mengemukakan bahwa penggunaansenyawa kimia seperti karbon aktif hanyamampu menyerap pencemar yangmempunyai sifat non-polar dengan beratmolekul rendah, sedangkan senyawa non-

    polar dengan berat molekul tinggi tidaktereliminasi. Metode biologi digunakansebagai metode alternatif, dianggap lebihmenguntungkan karena lebih murah,ramah lingkungan dan tidakmenghasilkan limbah tambahan berupasedimentasi lumpur dalam jumlah besar.Perlakuan secara biologi salah satunyadengan menggunakan teknik

    bioremidiasi. Menurut Sullia (2000), bioremidiasi adalah teknologi kontrol polusi yang menggunakan sistem biologiuntuk mengkatalisis degradasi atautransformasi dari banyak jenis bahankimia toksik untuk dihilangkan bentukkerugiannya. Bioremidiasi sama artinyadengan menggunakan sistem biologiuntuk degradasi komponen toksik didalam lingkungan.

    Sistem biologi yang banyak

    digunakan yaitu memanfaatkan aktivitasorganisme untuk menghancurkan bahan-

    bahan yang ada dalam air limbah menjadi bahan yang mudah dipisahkan ataumemberi efek pencemaran rendah(Sumarno dan Sumantri, 1999).

    Organisme yang biasa digunakan adalah bakteri dan jamur. Penggunaan bakteridalam pengolahan limbah cair secaraefisien dapat menyerap logam - logam

    berat dan radionuklida darilingkungannya (Gadd, 1992). Sani danBanerjee (1999) mengemukakan bahwa

    penggunaan bakteri memiliki kelemahanyaitu semakin tinggi konsentrasi azomaka daya pendekolorisasian warna oleh

    bakteri semakin rendah. Robinson et al. (2001) menambahkan bahwa penggunaan

    bakteri tidak memungkinkan untukmengolah limbah tekstil dalam volume

    besar sebab pertambahan biomassa dari bakteri relatif rendah dibandingkandengan jamur sehingga tidak mampumengimbangi jumlah volume limbahyang terlalu besar.

    Jamur dipilih sebagai salah satuorganisme bioremidiasi yang mampumendegradasi komponen warna yang

    bersifat toksik karena jamur mempunyaikemampuan untuk transformasi yaitusuatu perubahan dari bahan kimia

    berbahaya yang terbentuk pada limbah(Sullia, 2000). Beberapa jenis fungi dapathidup dengan baik pada pH 5 dalamlingkungan limbah cair (Bitton, 1994).

    Penicillium, Geotrichum, Trichosporon,Cladosporium, Cephalosphorium,Trichoderma, Zoophagus, Arthrobotrys,

    Dactylaria, Sphaerotilus, dan fungilainnya merupakan jenis- jenis fungi yangmampu hidup pada limbah cairkhususnya pada pengolahan buangandengan lumpur aktif (Suriawiria, 1996).Ada beberapa jenis fungi yang dapatdiisolasi dari habitat misalnya pada tanah,lumpur limbah tekstil, salah satunyaadalah Cochliobolus lunatus R. Nelson &Haasis yang merupakan anamorf:Curvularia lunata (Tracy & Earle)

    Boedjn. Jenis fungi yang diisolasi darilimbah tempat habitat asalnya yaitu

  • 8/19/2019 Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Dengan Jamur

    3/8

    Molekul, Vol. 5. No. 2. Nov, 2010 : 75 - 82

    77

    perairan tercemar warna diperlukansebagai sumber isolat untukmendegradasi pewarna. Jenis fungiindigenus digunakan sebagai agen

    pendekolorisasi zat warna, selaindiharapkan mempunyai ketahananterhadap kondisi dibawah normal, jugamemiliki kemampuan dalammendegradasi pewarna azo. Fungi inidiharapkan tidak mati jika diberi

    perlakuan pada media yang didedahkan pewarna. Isolat ini diasumsikan telahteradaptasi oleh pewarna yangterkandung dalam limbah agar tidakdiperlukan lagi fase pre-adaptasi yangmemerlukan waktu relatif lama.

    Purnamasari (2001) menyatakan,secara garis besar zat yang terkandungdalam limbah cair adalah 99,9% air dan0,1% padatan. Komponen kimia yangterkandung dalam limbah cair tekstilyaitu zat warna ( dye stuff ), sisa

    pewarnaan dan sisa pencucian (Atmaji etal ., 1999). Tingkat kepekatan limbahmempengaruhi pertumbuhan jamur, maka

    perlu dilakukan penelitian tentang perlakuan yang mengkondisikankonsentrasi suspensi pada limbah sebagaimedia tumbuh jamur agar tetap menjadimedia yang dapat digunakann jamuruntuk tetap bertahan hidup.

    Mekanisme pengolahan limbaholeh jamur dilakukan melalui prosesdegradasi dan absorpsi. Proses degradasiadalah proses penguraian senyawakomplek menjadi senyawa yang lebih

    sederhana oleh organisme sedangkan proses absorpsi adalah penyerapanlimbah oleh gel pada miselium.Mekanisme degradasi dilakukan olehlignin peroksidase, mangan peroksidasedan laccase. Ketiga enzim ini akan

    bekerja maksimal pada kondisi nitrogenrendah (Setiadi, 2002).

    Dewi (2004) menyatakan, berdasarkan isolasi fungi dari limbahindustri tekstil batik, yang diambil dari

    industri tekstil Perusahaan BatikHadipriyanto Banyumas baik diambil

    dalam bentuk cair, lumpur serta tanahdiperoleh 18 isolat fungi indigenous.Melalui kinerja skrining pada medium

    padat BAM ( Basic Agar Medium ) yang

    didedahkan pewarna Direct red 80 (azo)diperoleh satu isolat terbaik dari datanilai diameter miselium dan bobot keringmiselium tertinggi sebagai parameter

    pertumbuhan tercepat. Isolat tersebutdiidentifikasi berdasarkan warna kolonidan morfologi sel secara mikroskopis.Dilihat dari warna koloninya yaitu coklatkehitaman seperti beludru/ kapas dandilihat dari morfologi selnya secaramikroskopis yaitu konidia warna coklat

    bentuk bersepta 3 membengkok diselketiga yang lebih lebar dan berwarnalebih coklat, konidiofor tunggal/kelompok dengan pigmentasi coklatkehitaman maka dinyatakan termasukgenus Curvularia (Barnett dan Hunter,1972, Alexopoulos et al. , 1996, danGandjar et al. , 1999).

    Kondisi limbah perusahaan tekstil berbeda dengan kondisi limbah industrikecil skala rumah tangga. Limbah

    perusahaan yang dibuang ke perairantelah mengalami beberapa jenjang

    pengolahan, industri kecil rumah tanggatentunya belum memiliki sistem

    pengolahan yang terpadu. Berdasarkanhal tersebut apakah dalam limbah yang

    belum diolah tersebut terkandung jamurdan bila ditemukan, bilakah jamur- jamurtersebut dapat digunakan untukmendegradasi limbah yang masih

    mengandung warna yang nantinya isolatyang ditemukan dapat dikembangkansebagai spesies indigenous unggulanyang mampu memecahkan permasalahanmasyarakat atau lingkungan yangmenjadi penduduk disekitar industri-industri kecil batik tulis di KecamatanSokaraja Kabupaten Banyumas. Kawasanini dipilih sebagai objek studi karena

    belum ada penelitian yang pernahdilakukan dan letaknya yang cukup dekat

    dengan Unsoed selaku subyek penguji

  • 8/19/2019 Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Dengan Jamur

    4/8

    Dekolorisasi Limbah Batik Tulis … ( Ratna Stia Dewi dan Sri Lestari)

    78

    yang memiliki fasilitas Laboratorium penelitian yang diperlukan.

    Kemampuan dekolorisasi dengankecepatan yang berbeda dipengaruhi oleh

    faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan jamur, diantaranya adalahkonsentrasi limbah sebagai mediatumbuh jamur dan faktor pH. Kepekatanlimbah terjadi adanya suspensi yangterkonsentrasi didalamnya. Wisnupraptoet al. (1999) menyatakan, penggunaan zatwarna azo dalam proses pewarnaan akantertinggal sebanyak 60% sebagai limbah.Secara fisik air limbah tekstil tampakkeruh, dan berwarna (Widyantoro et al., 2000). Gabungan air limbah pabrik tekstildi Indonesia rata-rata mengandung 750mg/l padatan tersuspensi (Anonim,2003). Kepekatan suspensi yangterkandung didalam limbahmempengaruhi pertumbuhan jamur.Semakin pekat konsentrasi limbahsebagai media tumbuh jamur semakinkecil kemungkinan jamur untuk dapathidup.

    Penelitian ini bertujuan untukmengisolasi jamur indigenous dari

    buangan limbah industri- industri kecil batik tulis di Kecamatan SokarajaKabupaten Banyumas, dan mengetahuikonsentrasi limbah yang dapatterdegradasi oleh jamur indigenous yangdiperoleh.

    Metode PenelitianBahan dan Alat

    Bahan-bahan yang dipergunakanadalah beberapa media pertumbuhanyaitu: media Potato Dextrose Agar(PDA), dan media kultivasi (10 gGlukosa; 0,25 g Yeast ekstrak; 2 gKH 2PO 4 ; 0,5 g MgSO 4.7H 2O; 0,8 MmMnCl 2.7H 2O; 0,1 g AmmoniumPhosphat; 0,5 g CaCl 2, 20 ml Sodiumasetat; Aquades s/d 1000 ml),streptomycin, alkohol 70%, spiritus,kapas, kertas label, wrapping, alumunium

    foil. Alat-alat yang dipergunakan adalahcawan petri, labu Erlenmeyer 100 ml dan

    250 ml, labu seukuran, labu buchner, pipet tetes, pipet ukur, tabung reaksi,gelas piala, gelas ukur, spatula,

    pengaduk, pinset, jarum ose, bor gabus,

    rak, lampu spiritus, corong buchner,timbangan digital, magnetic stirer, pHmeter, sentrifuge, spektrofotometer,

    pompa vakum, autoklaf, rotary shaker,incubator, kompor gas, almari pendingin,laminar air flow.

    Prosedur penelitianSumber penelitian ini adalah

    isolat jamur indigenous yang dieksplorasi dari limbah warna batik tulisdi Kecamatan Sokaraja KabupatenBanyumas yang diisolasi menggunakanmetode pengenceran. Untukmendapatkan isolat jamur indigenousdalam penelitian ini diperoleh dari hasilisolasi beberapa limbah warna batik tulisyang ditumbuhkan dengan menggunakanmedium Potato Dextrose Agar (PDA).Sampel diambil dari dibeberapa titiksampling berupa air, lumpur dan tanah.Isolat yang ditemukan diseleksimenggunakan medium padat yangmengandung pewarna batik. Isolat yangmemiliki zona dekolorisasi dipilih untukkemudian dipersiapkan sebagai inokulumyang ditumbuhkan pada mediumkultivasi yang mengandung glukosa,yeast ekstrak, MgSO 4. 7 H 2O, MnCl 2. 7H2O, CaCl 2, amonium phosphat, sodiumasetat dengan pengaturan pH awallimbah. Suspensi yang mengandung

    pellet massa digunakan sebagai inokulum pada tabung Erlenmeyer berisi 100 mlmedium cair yang mengandung limbahdengan perlakuan konsentrasi 20%, 40%,60%, 80% 100%. Inkubasi dilakukanmenggunakan shaker kecepatan 150 rpm.Pengamatan dilakukan pada hari ke 2, 4,6, 8 dan seterusnya sampai limbahmenjadi jernih. Adanya prosesdekolorisasi diukur dengan menggunakanspektrofotometer dalam penghitungan

    Persentase Dekolorisasi yang diukur

  • 8/19/2019 Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Dengan Jamur

    5/8

    Molekul, Vol. 5. No. 2. Nov, 2010 : 75 - 82

    79

    menurut rumus dari Awaluddin, et al .(2001) yang dimodifikasi :

    awal ikonsentras

    akhir ikonsentrasawal ikonsentras si Dekolorisa

    %

    Hasil dan pembahasanIsolasi dari limbah batik tulis

    ditemukan 29 isolat jamur. Seleksi jamurdihasilkan empat isolat yang berpotensisebagai pendekolorisasi limbah batik.Tiga isolat diidentifikasi masuk dalamgenus Fusarium, dan 1 isolat adalahgenus Aspergillus . Selanjutnya isolatgenus Fusarium 1 disebut sebagai isolat1, isolat genus Fusarium 2 disebutsebagai isolat 2, isolat genus Fusarium 3disebut sebagai isolat 3, dan isolat genus

    Aspergillus disebut sebagai isolat 4.Penelitian terhadap parameter

    warna dimulai dengan melakukan pengujian awal terhadap kandunganwarna pada limbah batik . Warna dapatdiamati secara visual (langsung), denganmembandingkan warna air sampel

    dengan warna standar. Air yang memilikinilai kekeruhan rendah biasanya memilikinilai warna tampak dan warnasesungguhnya yang sama dengan standar(APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991dalam Effendi, 2003).

    Proses dekolorisasi keempatisolat diamati secara visual. Perlakuanmengakibatkan perubahan warna limbahyang semula coklat pekat menjadi jernih.Warna media pada isolat 1 mengalami

    perubahan berarti pada setiap perlakuan.Pada konsentrasi 100% berwarnakekuningan, pada konsentrasi 80%terlihat lebih jernih, begitupula padakonsentrasi lebih rendah warna semakin

    jernih. Tidak berbeda dengan isolat 1,ketiga isolat lainnya mampumendekolorisasi limbah batik. Hasil

    pengamatan secara visual menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasisemakin tinggi dekolorisasi.

    Tes warna digunakan untukmenghitung kadar kekeruhan air yang

    berhubungan erat dengan konsentrasiyang mempengaruhi kecerahan air.Dilakukan pengenceran yang bertujuanmengetahui tingkat efisiensi kadar warna

    yang terkandung dalam limbah batiksetelah melalui proses dekolorisasi.Sampel limbah industri sesudah prosesdekolorisasi kemudian di analisa dilaboratorium dengan menggunakan alat

    spectrofotometer. Dari penelitian inimenghasilkan data persentasedekolorisasi cair batik.

    Hasil pengukuran persentasedekolorisasi keempat isolat sebagaimanaterdaftar dalam Tabel 1 menunjukkannilai persentase dekolorisasi yangsemakin meningkat sejalan denganditurunkannya perlakuan nilai konsentrasilimbah. Isolat 1 mampu mendekolorisasilimbah berturut-turut sebesar 69,346%;69,747%; 73,334%; 76,027% dan82,421% dengan konsentrasi limbah

    berturut-turut 100%, 80%, 60%, 40%,20%. Isolat 2 mampu mendekolorisasilimbah berturut-turut sebesar 60,520%;62,700%; 67,513%; 68,659% dan69,862%, Isolat 3 sebesar 60,65%;63,158%; 64,075%; 64,992% dan65,996%, serta isolat 4 sebesar 60,695%;63,158%; 64,075%; 64,992% dan65,996%, dengan konsentrasi limbah

    berturut-turut 100%, 80%, 60%, 40%,20%.

    Tabel 1. Persentase dekolorisasi padakonsentrasi limbah yang berbeda

    Konsen-trasilimbah(%)

    Persentase dekolorisasi (%)Isolat1

    Isolat2

    Isolat3

    Isolat4

    100 69,346 60,520 60,65 60,69580 69,747 62,700 63,158 63,15860 73,334 67,513 64,075 64,07540 76,027 68,659 64,992 64,99220 82,421 69,862 65,996 65,996

    Warna air limbah menunjukkankualitasnya, air limbah yang baru akan

    berwarna abu – abu, dan air limbah yangsudah basi atau busuk akan berwarna

  • 8/19/2019 Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Dengan Jamur

    6/8

    Dekolorisasi Limbah Batik Tulis … ( Ratna Stia Dewi dan Sri Lestari)

    80

    gelap (Mahida, 1984). Warna tertentudapat menunjukkan adanya logam beratyang terkandung dalam air buangan(Tinsley dan Fransini, 1991). Air yang

    digunakan masyarakat umum diijinkandengan kriteria bahwa air tidak lebih dari75 unit warna (standar kobal-platinum),sedangkan yang disarankan tidak lebihdari 10 warna. Hal ini penting mengingatzat – zat warna banyak mengandunglogam – logam berat yang bersifat toksis.

    Warna juga merupakan senyawayang dapat dipergunakan dalam bentuklarutan sehingga penampangnya

    berwarna. Warna air limbah dapatdibedakan menjadi dua, yaitu warnasejati dan warna semu. Warna yangdisebabkan oleh warna organik yangmudah larut dan beberapa ion logam inidisebut warna sejati, jika air tersebutmengandung kekeruhan atau adanya

    bahan tersuspensi dan juga oleh penyebabwarna sejati maka warna tersebutdikatakan warna semu dan juga karenaadanya bahan-bahan yang tersuspensiyang termasuk koloid (Tchobanoglous,1985).

    Penurunan warna disebabkan oleh proses adsorbsi, dimana substansimolekul meninggalkan larutan limbahdan bergabung pada permukaanmiselium. Proses adsorbsi disini

    berfungsi untuk menyisihkan senyawa-senyawa aromatik dan senyawa organikterlarut. Pada umumnya warna yangdigunakan pada industri batik Sokaraja

    adalah warna sintetis. Konsentrasi warna pada limbah cair setelah mendapat perlakuan dari jamur isolasi terjadi penurunan konsentrasi warna. Selain proses adsorbsi, diperkirakan systemenzimatik ekstraseluler berperan dalam

    proses dekolorisasi ini.Terjadinya proses dekolorisasi

    diduga karena adanya proses adsorbsisebagai sistem non-enzimatik dilanjutkandengan adanya kemampuan degradasi

    oleh isolat karena terjadinya aktivitasmetabolisme dengan sistem enzimatik.

    Wilkolazka et al. (2002) menyatakan bahwa fungi dapat mendekolorisasistruktur azo dengan sistem enzimatik dannon-enzimatik. Schiegel dan Schmit

    (1994) menyatakan bahwa penurunanintensitas warna oleh aktifitas isolat fungidiakibatkan oleh dua hal, yaitu karenaadsorbsi dan sekresi enzim padametabolismenya.

    Metode dekolorisasimenggunakan jamur hasil isolasi inimampu menurunkan konsentrasi warnanamun belum optimal. Warna sintetiklimbah batik dapat diuraikan denganmenggunakan metode ini walaupun tidakseluruhnya. Penurunkan konsentrasiwarna pada pengolahan limbah batik ini

    perlu dilakukan penelitian lanjutandengan metode yang dimodifikasi.

    Kesimpulan 1. Proses isolasi jamur indigenous dari

    limbah batik tulis di KecamatanSokaraja Kabupaten Banyumasmenghasilkan 4 isolat yang

    berpotensi dalam mendekolorisasi,yaitu 3 isolat genus Fusarium, dan 1isolat genus Aspergillus .

    2. Jamur indigenous yang dihasilkandapat digunakan untuk prosesdekolorisasi limbah batik tulis dengan

    persentase dekolorisasi 60,520-82,421%.

    Daftar PustakaAlexopoulos, C. J.; C.W. Mims and M.

    Blackwell. 1996. Introductory Mycology . John Wiley & Sons,Inc. New York.

    Andayani W, Sumartono A. 1999.Aplikasi Radiasi Pengion dalamPenguraian Limbah IndustriRadiolisis Larutan Standar ZatWarna Reaktif CibacronViolet2r. Pusat Aplikasi Isotopdan Radiasi-Batan. Majalah

    Batan . 32(1):2.

  • 8/19/2019 Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Dengan Jamur

    7/8

    Molekul, Vol. 5. No. 2. Nov, 2010 : 75 - 82

    81

    Anonim. 1996. Best Management Practices for Pollution Prevention in the Textile Industry . EPA (US

    Environmental ProtectionAgency). Office of Researchand Development, A.S.

    ---------. 2003. Tekhnologi Pengendaliandan Pemanfaatan LimbahTekstil. www.forlink.dml.or.id/pteraph/textile/121 htm. diakses padaFebruari 2006.

    APHA (American Public HealthAssociation). 1976. StandartMethods for the Examination ofWater and Waste Water 18 th edition. American Water WorksAssociation. Water PollutionControl Federation, WashingtonD.C.

    Atmaji , P., W, Purwanto dan E.P,

    Pramono. 1999. Daur Ulang Limbah Hasil PerwarnaanTekstil. Jurnal Sains danTekhnologi Indonesia . Vol I

    No.4: pp. 3-15. DirektoratTekhnologi Agroindustri. BppTekkhnologi, Jakarta.

    Awaluddin R., Darah S., Ibrahim C. Ddan Uyub A. M. 2001.

    Decolorization of Commercially Available Synthetic Dyes by TheWhite Rot Fungus

    Phanerochaete chrysosporium ME 446 (ATCC 34541). Proc. NSF workshop. Kuala Lumpur

    Barnett H.L. and B. Hunter. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgess PublishingCompany, U S A.

    Bitton, G. 1994. Wastewater Microbiology. Jhon Willey andSons, Inc. New York.

    Dewi R. S. 2004. Potensi Isolat Fungi Limbah Industri Tekstil Sebagai Agen Pendekolorisasi SkripsiTidak Dipublikasikan. FakultasBiologi UNSOED, Purwokerto.

    Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air .Penerbit kanisius. Yogyakarta.

    Gadd, G.M. 1992. Metal Tolerance Initiating Microbiology of

    Extreme Environment .University Press, MiltonKeynes.

    Gandjar I., R. A. Samson, K. T.Vermeulen, A. Oetari, I.Santoso. 1999. Pengenalan

    Kapang Tropik Umum. YayasanObor Indonesia. Jakarta

    Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air

    dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV. Rajawali, Jakarta.

    Purnamasari, R. S. 2001. Pengaruh Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Terhadap Jumlah dan Debit Serta aspek Finansian Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil. Skripsi TidakDipublikasikan. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian

    Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

    Robinson, T., McMullan, G., Marchant,R., and Nigam, P. 2001.Remediation of Dyes In TextileEffluent: A Critical Review OnCurrent TreatmentTechnologies With A ProposedAlternative. Biores. Technol. 77 : 247 – 255.

    Sani, R. K. and Banerjee, U. C,. 1999.Decolorization of

    http://www.forlink.dml.or.id/pteraph/textile/121http://www.forlink.dml.or.id/pteraph/textile/121http://www.forlink.dml.or.id/pteraph/textile/121http://www.forlink.dml.or.id/pteraph/textile/121

  • 8/19/2019 Dekolorisasi Limbah Batik Tulis Dengan Jamur

    8/8

    Dekolorisasi Limbah Batik Tulis … ( Ratna Stia Dewi dan Sri Lestari)

    82

    Triphenylmethane Dyes AndTextile And Dye-Stuff Effluent

    by Kurthia sp. Enzyme Microb.Technol. , 24: 433 – 437.

    Setiadi, T ., Suwardiyono, and Wenten,I.G. 2002. Treatment of TextileWastewater by a Coupling ofActivated Sludge Process withMembrane Separation, Proc.

    Environmental Technology and Management Seminar. 9-10Januari. Bandung.

    Schiegel, H. G. dan Schmit, K. 1994.

    Mikrobiologi Umum. Diterjemahkan oleh Baskoro, R.M dan Watemena, J. R. GadjahMada University PressYogyakarta.

    Shore, J. 1996. Advance in Direct Dyes. Indian J. Fib. Text. Res (21): 1-29

    Sullia, S. B. 2000. Fungal Diversity and

    Bioremidiation. Departemen of Microbiology & Biotechnology. Bangalore University,Bangalore

    Sumarmo dan Sumantri, I. 1999. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik dengan Bak Anaerobik Bersekat. Dimensi-dimensi Vol 2

    Suriawiria,U. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar- dasar Pengolahan Buangan secara Biologis. Alumni, Bandung.

    Suriawiria,U. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar- dasar Pengolahan Buangan secara Biologis. Alumni, Bandung.

    Tchobanoglous, G. and Schroeder, E.D.1985. Waer Quality:Characteristics, Modeling ,Modification, Addition. WeslyReading. M.A.

    Tinsley dan Fransini. 1991. ChemicalConcep In Pollutant Behavior.Oregon State University.Carvallis.

    Widyantoro, B., K.I.K, Jati., T, Setiadidan I.G, Wanten. 2000. Sistem

    Bioreaktor Membran AerobUntuk Pengolahan Limbah Cair

    Industri Tekstil. Seminar Nasional Rekayasa dan Proses .Jurusan Teknik Kimia ITB,Bandung.

    Wilkolazka, A.J., J.KR. Dest, E.

    Malarczyk, W. Wardas, A.Leonowicz . 2002. Fungi andTheir Ability to Decolourize Azoand Anthraquinonic Dyes.Enzyme and MicrobialTechnology (30). 566- 572

    Wisnuprapto., E, Kardena dan W, Artha.1999. Penyisihan Zat Warna

    Azo Ciro-16 dalam Modifikasi Proses Kontak-Stabilisasi

    Menggunakan Limbah Cair Industri Tempe. Jurnal Biosains. Vol. IV. No. 1. PPAUBioteknologi dan TeknikLingkungan ITB, Bandung.