21
Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah Disampaikan dalam Seminar “Prospek Penerapan Desentralisasi Asimetris Dalam Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia” PKP2A I LAN Bandung, 26 November 2012 Tri Widodo W. Utomo

Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Disampaikan dalam Seminar "prospek Penerapan Desentralisasi Asimetris Dalam Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia" PKP2A I LAN Bandung, 26 November 2012

Citation preview

Page 1: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

Disampaikan dalam Seminar “Prospek Penerapan Desentralisasi Asimetris Dalam Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia”PKP2A I LAN Bandung, 26 November 2012

Tri Widodo W. Utomo

Page 2: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

DESENTRALISASI

Penataan Hubungan Pusat-Daerah

Kebutuhan Kelembagaan

(pengelola urusan)

DESENTRALISASI ASIMETRIS

Hubungan Pusat-Daerah yg Asimetris

Model Kelembagaan yg Asimetris

Page 3: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Hubungan Kewenangan• Hubungan Kelembagaan• Hubungan Keuangan• Hubungan Pengawasan

Page 4: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

DESENTRALISASI “SIMETRIS”

DESENTRALISASI ASIMETRIS

Sistem campuran dengan penekanan

pada urusan RT Formil & Riil *)

Sistem campuran dengan

penekanan pada urusan RT Materiil

*) PP No. 25/2000 dan PP No. 38/2007 hanya menyediakan rincian secara umum, tidak berlaku sama untuk setiap daerah (bukan rincian spesifik).

Page 5: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Urusan RT Materiil (materiele huishouding)– Negara & daerah otonom mempunyai urusan

masing2 yg (materinya) spesifik; – Pembagian tugas Pusat-Daerah diperinci secara

tegas dalam peraturan per-UU-an;– Urusan yg tidak masuk dalam rincian urusan

daerah, menjadi urusan pusat (Residu).• Urusan RT Formil (formele huishouding)

– Urusan pusat pada prinsipnya dapat dikerjakan pula oleh daerah;

– Pembagian tugas hanya didasarkan atas alasan rasional dan praktis, bukan karena materi yg diatur berbeda sifatnya, melainkan semata-mata karena pertimbangan efektivitas (Konkordan).

Page 6: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Urusan RT Riil (riele huishouding)– Setiap UU pembentukan daerah mencantumkan

urusan rumah tangga daerah (urusan pangkal), dan dapat ditambah sesuai dengan kemampuan daerah ybs;

– Jalan tengah antara urusan RT Materiil dan Formil?;

– Paling banyak dipakai dalam UU Pemda di Indonesia (memori penjelasan UU No. 1/1957, penjelasan UU No. 18/1965).• UU No. 1/1945 dan UU No. 22/1948 tidak menyatakan

secara eksplisit sistem rumah tangga yg dianut.• UU No. 5/1974: otonomi nyata dan bertanggungjawab.• UU No. 22/1999: otonomi seluas-luasnya.

Page 7: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

Urusan RT Materiil Yogyakarta (UU No. 13/2012): – Psl 1 butir 3: “Kewenangan istimewa adalah wewenang

tambahan tertentu yg dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam UU Pemda”.

– Psl 7 (2): “kewenangan dalam urusan keistimewan meliputi: a) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wagub; b) kelembagaan Pemda DIY; c) kebudayaan; d) pertanahan; dan e) tata ruang”.

– Psl 18: “Cagub dan cawagub adalah WN-RI yg harus memenuhi syarat: c. Bertakhta sbg Sultan HB untuk cagub dan bertakhta sbg Adipati PA untuk cawagub”.

– Psl 25: “Sultan HB yang bertakhta sbg Gubernur dan Adipati PA yg bertakhta sbg Wagub tidak terikat ketentuan 2 kali periodisasi masa jabatan sebagaimana diatur dlm UU Pemda”.

Page 8: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Urusan RT Materiil Aceh (UU No. 18/2001)– Pasal 23: “Peradilan Syariat Islam di

Provinsi NAD sebagai bagian dari sistem peradilan nasional dilakukan oleh Mahkamah Syar’iyah yg bebas dari pengaruh pihak manapun”.

– “Kewenangan Mahkamah Syar’iyah didasarkan atas syariat Islam dalam sistem hukum nasional, yg diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi NAD”.

Page 9: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Urusan RT Materiil Aceh (UU No. 11/2006)– Harus dengan konsultasi dan pertimbangan

DPRA sepanjang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh: rencana persetujuan internasional, rencana pembentukan UU.

– Harus dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur: kebijakan administratif.

– Mengadakan kerja sama dengan lembaga atau badan di LN.

– Berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan seni, budaya, dan olah raga internasional.

– Membentuk lembaga, badan, dan/atau komisi dengan persetujuan DPRA/DPRK kecuali yang menjadi kewenangan Pemerintah.

Page 10: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Urusan RT Materiil Papua (UU No. 21/1999)– Pasal 5 (2): “Dalam rangka penyelenggaraan

Otonomi Khusus di Provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua yg merupakan representasi kultural orang asli Papua yg memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua …”.

– Pasal 12: “Yang dapat dipilih menjadi Gubernur & Wakil Gubernur adalah WN RI dengan syarat: a. orang asli Papua”.

– Pasal 18 ayat (1): “Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik”.

– Pasal 19: “Perdasus dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan MRP”.

Page 11: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Urusan RT Materiil DKI Jakarta (UU No. 29/2007)– Pasal 26: ”Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI

sebagai Ibukota NKRI meliputi penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang: a. tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; b. pengendalian penduduk dan permukiman; c. transportasi; d. industri dan perdagangan; dan e. pariwisata”.

– Pasal 33: “Pendanaan Pemprov DKI Jakarta dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yg bersifat khusus dalam kedudukannya sbg Ibukota NKRI dianggarkan dalam APBN”.

Page 12: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

DESENTRALISASI “SIMETRIS”

DESENTRALISASI ASIMETRIS

Agency Model > Partnership

ModelPartnership Model > Agency Model *)

*) Model ini mensyaratkan kemampuan daerah yg memadai, baik kemampuan SDM, anggaran, maupun partisipasi

masyarakat.*) Membuka peluang dimunculkannya kelembagaan tradisional

spt Wali Nanggroe, Tuha Nanggroe dan Mahkamah Syariah (Aceh); atau Majelis Rakyat Papua (Papua).

Page 13: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Agency Model: – Central government has the power to create or

abolish local government bodies and their powers. In this model, the national framework of a policy is established centrally and local authorities carry it out, with little scope for discretion or variation.

• Partnership Model: – Local government has its own political

legitimacy, finance, resources, and even legal powers, and the balance of power between the center and locality fluctuates according to the contexs.

(Dennis Kavanagh, dalam Adi Lesmana, 2010)

Page 14: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

DESENTRALISASI “SIMETRIS”

DESENTRALISASI ASIMETRIS

By Percentage (eg. PBB)

By Origin (eg. Migas)

By Formula (eg. DAU)

Desentralisasi Fiskal yg lebih

besar (persentase) atau lebih luas

(obyek)

Page 15: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan (ps. 217 ay. 1);

• Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi: a). Pengawasan atas pelaksanaan-urusan pemerintahan di daerah; b). Pengawasan terhadap Perda dan Peraturan KDH (ps. 218 ay. 1);

• Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemda secara berjenjang Gubernur kepada Kab/Kota; Bupati/Walikota kepada Desa (ps. 222).

Harus makin diperkuat dalam konteks Desentralisasi Asimetris

Page 16: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah
Page 17: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

Sayap kanan dan kiri diibaratkan sebagai urusan. Semakin kebawah, sayap semakin lebar, yang melambangkan luas otonomi di kab/kota semakin besar, sementara di pusat justru sedikit.

Tangkai di tengah diibaratkan fungsi Pusat melalui fungsi pengawasan dan/atau dekonsentrasi. Semakin kebawah, tangkai semakin besar & kuat yg melambangkan kebutuhan pengawasan yg semakin intensif & efektif.

Meskipun desentralisasi diberikan dalam skala besar bahkan secara asimetris sekalipun, namun urusan tersebut tidak akan lepas dari tangkai (simbol NKRI). Artinya, desentralisasi luas atau asimetris diyakini tidak akan menjurus pada upaya memisahkan diri sepanjang didasarkan pada falsafah “gunungan” ini.

Page 18: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Apakah Asimetrisme akan menjurus pada Federalisme?o Tidak, sebab Asimetrisme tidak mengubah

sistem ketatanegaraan (HTN), hanya perubahan pada aspek tata pemerintahan (HAN), cq. hubungan Pusat-Daerah.

o Daerah dengan otonomi yg asimetris tetap tidak memiliki atribut dan/atau karakter sebuah “negara”, seperti konstitusi, bendera, bahasa kesatuan, dll.

o Desentralisasi (reguler) maupun Desentralsiasi Asimetris tetap berjalan dalam kerangka & koridor NKRI.

Page 19: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Apakah Asimetrisme akan menjadi preseden bagi daerah lain? (1)o Tidak, sebab daerah yg menginginkan

desentralisasi asimetris harus membuktikan bahwa secara historis mereka adalah zelfbestuurende landschappen (swapraja) atau volksgemeenschappen (desa, nagari, dusun, marga, dll) yg memiliki susunan asli, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD 1945.

o Jadi, asimetrisme bukan tuntutan daerah, melainkan lebih sbg pengakuan negara thd faktor historisitas sebuah daerah.

Page 20: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

• Apakah Asimetrisme akan menjadi preseden bagi daerah lain? (2)o Meskipun demikian, negara jangan

menunggu daerah menuntut, namun harus memiliki peta heterogenitas & keragaman daerah, kemudian mengakuinya.

o Pengakuan negara tsb kemudian dituangkan dalam UU, dan akan semakin memperkokoh pilar “Bhinneka Tunggal Ika”.

o Daerah yg tidak memiliki alasan historis untuk asimetris, tetap berlaku UU Pemda sebagai lex generalis.

Page 21: Desentralisasi Asimetris Ditinjau dari Dimensi Kelembagaan & Hubungan Pusat-Daerah

Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti

palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun

amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana

ingsun amukti palapa

Desentralisasi Asimetris YESS, Federasi NO, Separatisme NOT

AT ALL !!