68
DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI POTONG LOKAL DAN INTRODUKSI SKRIPSI HAJAR INDRA WARDHANA PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1440 H

DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

DETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING

PADA SAPI POTONG LOKAL DAN INTRODUKSI

SKRIPSI

HAJAR INDRA WARDHANA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M 1440 H

DETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING

PADA SAPI POTONG LOKAL DAN INTRODUKSI

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

HAJAR INDRA WARDHANA

11140950000064

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M 1440 H

ABSTRAK

HAJAR INDRA WARDHANA Deteksi Gen CEBPα Pengkode Kualitas

Daging pada Sapi Potong Lokal dan Introduksi Dibawah bimbingan Prof Dr

Endang Tri Margawati MAgrSc dan Dr Nani Radiastuti MSi

Gen CEBPα merupakan gen yang dapat berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi sehingga berkontribusi pada peningkatan kualitas daging Informasi gen CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti masih terbatas Penelitian ini bertujuan untuk mengonfirmasi

keberadaan gen CEBPα pada sapi potong lokal (breed Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) dan sapi potong introduksi (breed Friesians Holstein (FH) Angus

Simmental) serta mengetahui variasi basa gen CEBPα pada sapi tersebut Ekstraksi DNA pada penelitian ini bersumber dari darah dan rambut pada ekstraksi DNA rambut digunakan dua metode yaitu kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan secara

konvensional Analisis DNA dilakukan dengan kuantifikasi (spektrofotometer) PCR elektroforesis sequencing dan analisis bioinformatika Penentuan sapi

homolog berdasarkan hasil BLAST dan variasi basa dianalisis dengan MEGA 6 Hasil penelitian ini menunjukkan metode kit memiliki hasil kuantifikasi DNA yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Penggunaan metode konvensional

dapat dipertimbangkan dengan memodifikasi metode tersebut Semua sapi yang diteliti telah terkonfirmasi memiliki gen CEBPα yang teramplifikasi pada suhu

annealing 54degC Basa homolog yang diperoleh adalah Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus) Mediterranean (Bubalus bubalis) Variasi basa berhasil ditemukan pada sapi Bali dengan posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan

1196 (GrarrA) Pada kelima sampel sapi lainnya tidak ditemukan variasi basa Asal usul dan kondisi lingkungan tropis Indonesia diperkirakan berkontribusi terhadap

variasi basa gen CEBPα pada sapi Bali Kata kunci Gen CEBPα variasi basa lemak kualitas daging

ABSTRACT

HAJAR INDRA WARDHANA Detection of CEBPα Genes for Quality Code of

Meat on Local and Introduction Beef Cattle Under Supervision of Prof Dr

Endang Tri Margawati MAgrSc and Dr Nani Radiastuti MSi

The CEBPα gene is a gene that can be associated with the composition and distribution of cattle body fat thus contributing to the improvement of meat quality

Information of the CEBPα gene in local beef cattle and introduction beef cattle is still limited This study aimed to confirm the presence of the CEBPα gene in local cattle (breeds Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) and introduction cattle

(breeds Friesians Holstein (FH) Angus Simmental) and to know the variation base of CEBPα gene in these cattle The DNA sourced from blood and hair The two

methods were used in DNA extraction from hair namely kit method (gSYSC trade DNA Extraction Kit) and conventional method The DNA analysis was carried out by quantification (spectrophotometer) PCR electrophoresis sequencing and

bioinformatics analysis Determination of the homologous cattle based on the results of BLAST and base variations were analyzed by MEGA 6 The results of this study

indicate that the kit method has better for the DNA quantification results than conventional methods The conventional methods can be considered by modifying the method The all cattle studied were confirmed to have the CEBPα gene

amplified at annealing temperature 54 degC The homologous bases obtained are Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus)

Mediterranean (Bubalus bubalis) The base variations have been found in the Bali cattle with positions (GrarrA) 931 (ArarrG) and 1196 (GrarrA) In the other five samples wasnrsquot found base variation The origin and conditions of Indonesias

tropical environment were thought to contribute to the base variation of the CEBPα gene in Bali cattle

Keywords CEBPα gene base variation fat meat quality

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa

Tarsquoala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya Shalawat serta salam

kepada Nabi Muhammad Shallah lsquoAlayhi wa Sallam beserta keluarga dan para

sahabatnya yang telah menuntun ke jalan yang benar dan memberikan contoh

teladan Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapatkan syafarsquoatnya di

yaumil akhir amiin

Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul

ldquoDETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI

POTONG LOKAL DAN INTRODUKSIrdquo Hasil dari skripsi ini diharapkan menjadi

sumber informasi terkait gen CEPBα berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi potong lokal Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan baik dalam

bentuk moril maupun materiel yaitu kepada

1 Kedua orang tua Mama tercinta Nur Widatun dan Papa tercinta Kid Firul Aziz

terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan yang tak henti-hentinya

Kedua Mas tersayang Anton Alif Irwansyah dan Muhammad Fajar Aziz Putra

2 Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium

Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang

telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam

membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan

selama bekerja di Laboratorium

7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi

(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)

Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu

pengalaman dan motivasi

8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi

Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta

membimbing menyelesaikan penulisan skripsi

9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun

selama menjalani penelitian skripsi

10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah

bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan

11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang

telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan

12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Jakarta 9 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5

14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak 7

22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10

25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11

27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16

BAB III METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18

32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20

341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

26

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29

3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29

3411 Sequencing DNA 30

35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

32

42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39

BAB V PENUTUP

51 Kesimpulan 45 52 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 2: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

DETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING

PADA SAPI POTONG LOKAL DAN INTRODUKSI

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

HAJAR INDRA WARDHANA

11140950000064

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M 1440 H

ABSTRAK

HAJAR INDRA WARDHANA Deteksi Gen CEBPα Pengkode Kualitas

Daging pada Sapi Potong Lokal dan Introduksi Dibawah bimbingan Prof Dr

Endang Tri Margawati MAgrSc dan Dr Nani Radiastuti MSi

Gen CEBPα merupakan gen yang dapat berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi sehingga berkontribusi pada peningkatan kualitas daging Informasi gen CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti masih terbatas Penelitian ini bertujuan untuk mengonfirmasi

keberadaan gen CEBPα pada sapi potong lokal (breed Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) dan sapi potong introduksi (breed Friesians Holstein (FH) Angus

Simmental) serta mengetahui variasi basa gen CEBPα pada sapi tersebut Ekstraksi DNA pada penelitian ini bersumber dari darah dan rambut pada ekstraksi DNA rambut digunakan dua metode yaitu kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan secara

konvensional Analisis DNA dilakukan dengan kuantifikasi (spektrofotometer) PCR elektroforesis sequencing dan analisis bioinformatika Penentuan sapi

homolog berdasarkan hasil BLAST dan variasi basa dianalisis dengan MEGA 6 Hasil penelitian ini menunjukkan metode kit memiliki hasil kuantifikasi DNA yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Penggunaan metode konvensional

dapat dipertimbangkan dengan memodifikasi metode tersebut Semua sapi yang diteliti telah terkonfirmasi memiliki gen CEBPα yang teramplifikasi pada suhu

annealing 54degC Basa homolog yang diperoleh adalah Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus) Mediterranean (Bubalus bubalis) Variasi basa berhasil ditemukan pada sapi Bali dengan posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan

1196 (GrarrA) Pada kelima sampel sapi lainnya tidak ditemukan variasi basa Asal usul dan kondisi lingkungan tropis Indonesia diperkirakan berkontribusi terhadap

variasi basa gen CEBPα pada sapi Bali Kata kunci Gen CEBPα variasi basa lemak kualitas daging

ABSTRACT

HAJAR INDRA WARDHANA Detection of CEBPα Genes for Quality Code of

Meat on Local and Introduction Beef Cattle Under Supervision of Prof Dr

Endang Tri Margawati MAgrSc and Dr Nani Radiastuti MSi

The CEBPα gene is a gene that can be associated with the composition and distribution of cattle body fat thus contributing to the improvement of meat quality

Information of the CEBPα gene in local beef cattle and introduction beef cattle is still limited This study aimed to confirm the presence of the CEBPα gene in local cattle (breeds Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) and introduction cattle

(breeds Friesians Holstein (FH) Angus Simmental) and to know the variation base of CEBPα gene in these cattle The DNA sourced from blood and hair The two

methods were used in DNA extraction from hair namely kit method (gSYSC trade DNA Extraction Kit) and conventional method The DNA analysis was carried out by quantification (spectrophotometer) PCR electrophoresis sequencing and

bioinformatics analysis Determination of the homologous cattle based on the results of BLAST and base variations were analyzed by MEGA 6 The results of this study

indicate that the kit method has better for the DNA quantification results than conventional methods The conventional methods can be considered by modifying the method The all cattle studied were confirmed to have the CEBPα gene

amplified at annealing temperature 54 degC The homologous bases obtained are Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus)

Mediterranean (Bubalus bubalis) The base variations have been found in the Bali cattle with positions (GrarrA) 931 (ArarrG) and 1196 (GrarrA) In the other five samples wasnrsquot found base variation The origin and conditions of Indonesias

tropical environment were thought to contribute to the base variation of the CEBPα gene in Bali cattle

Keywords CEBPα gene base variation fat meat quality

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa

Tarsquoala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya Shalawat serta salam

kepada Nabi Muhammad Shallah lsquoAlayhi wa Sallam beserta keluarga dan para

sahabatnya yang telah menuntun ke jalan yang benar dan memberikan contoh

teladan Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapatkan syafarsquoatnya di

yaumil akhir amiin

Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul

ldquoDETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI

POTONG LOKAL DAN INTRODUKSIrdquo Hasil dari skripsi ini diharapkan menjadi

sumber informasi terkait gen CEPBα berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi potong lokal Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan baik dalam

bentuk moril maupun materiel yaitu kepada

1 Kedua orang tua Mama tercinta Nur Widatun dan Papa tercinta Kid Firul Aziz

terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan yang tak henti-hentinya

Kedua Mas tersayang Anton Alif Irwansyah dan Muhammad Fajar Aziz Putra

2 Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium

Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang

telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam

membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan

selama bekerja di Laboratorium

7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi

(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)

Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu

pengalaman dan motivasi

8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi

Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta

membimbing menyelesaikan penulisan skripsi

9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun

selama menjalani penelitian skripsi

10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah

bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan

11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang

telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan

12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Jakarta 9 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5

14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak 7

22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10

25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11

27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16

BAB III METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18

32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20

341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

26

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29

3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29

3411 Sequencing DNA 30

35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

32

42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39

BAB V PENUTUP

51 Kesimpulan 45 52 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 3: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

ABSTRAK

HAJAR INDRA WARDHANA Deteksi Gen CEBPα Pengkode Kualitas

Daging pada Sapi Potong Lokal dan Introduksi Dibawah bimbingan Prof Dr

Endang Tri Margawati MAgrSc dan Dr Nani Radiastuti MSi

Gen CEBPα merupakan gen yang dapat berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi sehingga berkontribusi pada peningkatan kualitas daging Informasi gen CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti masih terbatas Penelitian ini bertujuan untuk mengonfirmasi

keberadaan gen CEBPα pada sapi potong lokal (breed Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) dan sapi potong introduksi (breed Friesians Holstein (FH) Angus

Simmental) serta mengetahui variasi basa gen CEBPα pada sapi tersebut Ekstraksi DNA pada penelitian ini bersumber dari darah dan rambut pada ekstraksi DNA rambut digunakan dua metode yaitu kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan secara

konvensional Analisis DNA dilakukan dengan kuantifikasi (spektrofotometer) PCR elektroforesis sequencing dan analisis bioinformatika Penentuan sapi

homolog berdasarkan hasil BLAST dan variasi basa dianalisis dengan MEGA 6 Hasil penelitian ini menunjukkan metode kit memiliki hasil kuantifikasi DNA yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Penggunaan metode konvensional

dapat dipertimbangkan dengan memodifikasi metode tersebut Semua sapi yang diteliti telah terkonfirmasi memiliki gen CEBPα yang teramplifikasi pada suhu

annealing 54degC Basa homolog yang diperoleh adalah Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus) Mediterranean (Bubalus bubalis) Variasi basa berhasil ditemukan pada sapi Bali dengan posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan

1196 (GrarrA) Pada kelima sampel sapi lainnya tidak ditemukan variasi basa Asal usul dan kondisi lingkungan tropis Indonesia diperkirakan berkontribusi terhadap

variasi basa gen CEBPα pada sapi Bali Kata kunci Gen CEBPα variasi basa lemak kualitas daging

ABSTRACT

HAJAR INDRA WARDHANA Detection of CEBPα Genes for Quality Code of

Meat on Local and Introduction Beef Cattle Under Supervision of Prof Dr

Endang Tri Margawati MAgrSc and Dr Nani Radiastuti MSi

The CEBPα gene is a gene that can be associated with the composition and distribution of cattle body fat thus contributing to the improvement of meat quality

Information of the CEBPα gene in local beef cattle and introduction beef cattle is still limited This study aimed to confirm the presence of the CEBPα gene in local cattle (breeds Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) and introduction cattle

(breeds Friesians Holstein (FH) Angus Simmental) and to know the variation base of CEBPα gene in these cattle The DNA sourced from blood and hair The two

methods were used in DNA extraction from hair namely kit method (gSYSC trade DNA Extraction Kit) and conventional method The DNA analysis was carried out by quantification (spectrophotometer) PCR electrophoresis sequencing and

bioinformatics analysis Determination of the homologous cattle based on the results of BLAST and base variations were analyzed by MEGA 6 The results of this study

indicate that the kit method has better for the DNA quantification results than conventional methods The conventional methods can be considered by modifying the method The all cattle studied were confirmed to have the CEBPα gene

amplified at annealing temperature 54 degC The homologous bases obtained are Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus)

Mediterranean (Bubalus bubalis) The base variations have been found in the Bali cattle with positions (GrarrA) 931 (ArarrG) and 1196 (GrarrA) In the other five samples wasnrsquot found base variation The origin and conditions of Indonesias

tropical environment were thought to contribute to the base variation of the CEBPα gene in Bali cattle

Keywords CEBPα gene base variation fat meat quality

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa

Tarsquoala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya Shalawat serta salam

kepada Nabi Muhammad Shallah lsquoAlayhi wa Sallam beserta keluarga dan para

sahabatnya yang telah menuntun ke jalan yang benar dan memberikan contoh

teladan Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapatkan syafarsquoatnya di

yaumil akhir amiin

Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul

ldquoDETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI

POTONG LOKAL DAN INTRODUKSIrdquo Hasil dari skripsi ini diharapkan menjadi

sumber informasi terkait gen CEPBα berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi potong lokal Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan baik dalam

bentuk moril maupun materiel yaitu kepada

1 Kedua orang tua Mama tercinta Nur Widatun dan Papa tercinta Kid Firul Aziz

terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan yang tak henti-hentinya

Kedua Mas tersayang Anton Alif Irwansyah dan Muhammad Fajar Aziz Putra

2 Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium

Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang

telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam

membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan

selama bekerja di Laboratorium

7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi

(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)

Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu

pengalaman dan motivasi

8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi

Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta

membimbing menyelesaikan penulisan skripsi

9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun

selama menjalani penelitian skripsi

10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah

bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan

11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang

telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan

12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Jakarta 9 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5

14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak 7

22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10

25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11

27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16

BAB III METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18

32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20

341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

26

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29

3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29

3411 Sequencing DNA 30

35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

32

42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39

BAB V PENUTUP

51 Kesimpulan 45 52 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 4: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

ABSTRACT

HAJAR INDRA WARDHANA Detection of CEBPα Genes for Quality Code of

Meat on Local and Introduction Beef Cattle Under Supervision of Prof Dr

Endang Tri Margawati MAgrSc and Dr Nani Radiastuti MSi

The CEBPα gene is a gene that can be associated with the composition and distribution of cattle body fat thus contributing to the improvement of meat quality

Information of the CEBPα gene in local beef cattle and introduction beef cattle is still limited This study aimed to confirm the presence of the CEBPα gene in local cattle (breeds Peranakan Ongole (PO) Bali Pasundan) and introduction cattle

(breeds Friesians Holstein (FH) Angus Simmental) and to know the variation base of CEBPα gene in these cattle The DNA sourced from blood and hair The two

methods were used in DNA extraction from hair namely kit method (gSYSC trade DNA Extraction Kit) and conventional method The DNA analysis was carried out by quantification (spectrophotometer) PCR electrophoresis sequencing and

bioinformatics analysis Determination of the homologous cattle based on the results of BLAST and base variations were analyzed by MEGA 6 The results of this study

indicate that the kit method has better for the DNA quantification results than conventional methods The conventional methods can be considered by modifying the method The all cattle studied were confirmed to have the CEBPα gene

amplified at annealing temperature 54 degC The homologous bases obtained are Japanese Black (Bos taurus) Hanwoo (B taurus) Qinchuan (B taurus)

Mediterranean (Bubalus bubalis) The base variations have been found in the Bali cattle with positions (GrarrA) 931 (ArarrG) and 1196 (GrarrA) In the other five samples wasnrsquot found base variation The origin and conditions of Indonesias

tropical environment were thought to contribute to the base variation of the CEBPα gene in Bali cattle

Keywords CEBPα gene base variation fat meat quality

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa

Tarsquoala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya Shalawat serta salam

kepada Nabi Muhammad Shallah lsquoAlayhi wa Sallam beserta keluarga dan para

sahabatnya yang telah menuntun ke jalan yang benar dan memberikan contoh

teladan Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapatkan syafarsquoatnya di

yaumil akhir amiin

Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul

ldquoDETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI

POTONG LOKAL DAN INTRODUKSIrdquo Hasil dari skripsi ini diharapkan menjadi

sumber informasi terkait gen CEPBα berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi potong lokal Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan baik dalam

bentuk moril maupun materiel yaitu kepada

1 Kedua orang tua Mama tercinta Nur Widatun dan Papa tercinta Kid Firul Aziz

terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan yang tak henti-hentinya

Kedua Mas tersayang Anton Alif Irwansyah dan Muhammad Fajar Aziz Putra

2 Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium

Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang

telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam

membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan

selama bekerja di Laboratorium

7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi

(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)

Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu

pengalaman dan motivasi

8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi

Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta

membimbing menyelesaikan penulisan skripsi

9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun

selama menjalani penelitian skripsi

10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah

bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan

11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang

telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan

12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Jakarta 9 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5

14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak 7

22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10

25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11

27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16

BAB III METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18

32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20

341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

26

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29

3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29

3411 Sequencing DNA 30

35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

32

42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39

BAB V PENUTUP

51 Kesimpulan 45 52 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 5: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanallahu wa

Tarsquoala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya Shalawat serta salam

kepada Nabi Muhammad Shallah lsquoAlayhi wa Sallam beserta keluarga dan para

sahabatnya yang telah menuntun ke jalan yang benar dan memberikan contoh

teladan Semoga kita semua termasuk umatnya yang mendapatkan syafarsquoatnya di

yaumil akhir amiin

Skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul

ldquoDETEKSI GEN CEBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI

POTONG LOKAL DAN INTRODUKSIrdquo Hasil dari skripsi ini diharapkan menjadi

sumber informasi terkait gen CEPBα berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi potong lokal Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan baik dalam

bentuk moril maupun materiel yaitu kepada

1 Kedua orang tua Mama tercinta Nur Widatun dan Papa tercinta Kid Firul Aziz

terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan yang tak henti-hentinya

Kedua Mas tersayang Anton Alif Irwansyah dan Muhammad Fajar Aziz Putra

2 Dr Agus Salim MSi selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium

Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang

telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam

membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan

selama bekerja di Laboratorium

7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi

(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)

Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu

pengalaman dan motivasi

8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi

Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta

membimbing menyelesaikan penulisan skripsi

9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun

selama menjalani penelitian skripsi

10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah

bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan

11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang

telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan

12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Jakarta 9 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5

14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak 7

22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10

25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11

27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16

BAB III METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18

32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20

341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

26

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29

3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29

3411 Sequencing DNA 30

35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

32

42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39

BAB V PENUTUP

51 Kesimpulan 45 52 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 6: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

3 Dr Dasumiati MSi selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4 Prof Dr Endang Tri Margawati MAgrSc selaku Kepala Laboratorium

Genetika Molekuler Hewan Puslit Bioteknologi-LIPI dan pembimbing I yang

telah memberikan arahan bimbingan serta saran yang bermanfaat selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

5 Dr Nani Radiastuti MSi selaku pembimbing II atas kesediaan dalam

membimbing dan memberikan nasihat yang membangun kepada penulis selama

kegiatan penelitian skripsi berlangsung dan dalam penyusunan skripsi

6 Slamet Diah Volkandari MSc dan Indriawiati MSi selaku pembimbing di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan yang telah memberikan arahan

selama bekerja di Laboratorium

7 Para mentor Mardiansyah MSi (alumni angkatan 2003) Fahri Fahrudin MSi

(2005) Firdaus Ramadhan SSi (2010) Alfan Farhan Rijaluddin SSi (2010)

Yudhi Nugraha S Putra PhD (2007) yang telah membagikan ilmu

pengalaman dan motivasi

8 Widya Pintaka Bayu Putra MSc peneliti di Laboratorium Reproduksi

Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan yang telah memberikan ilmunya serta

membimbing menyelesaikan penulisan skripsi

9 Ibu Bapak Kakak dan seluruh staf Puslit Bioteknologi-LIPI khususnya staf

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan atas ilmu dan masukkan membangun

selama menjalani penelitian skripsi

10 Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2014 yang telah

bersama-sama dengan penulis menghadapi suka duka dalam perkuliahan

11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang

telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan

12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Jakarta 9 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5

14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak 7

22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10

25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11

27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16

BAB III METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18

32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20

341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

26

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29

3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29

3411 Sequencing DNA 30

35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

32

42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39

BAB V PENUTUP

51 Kesimpulan 45 52 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 7: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

11 Kelompok studi GENOM (Generation of Microbiology and Molecular) yang

telah mengajari penulis tentang penelitian dan penulisan

12 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Jakarta 9 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5

14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak 7

22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10

25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11

27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16

BAB III METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18

32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20

341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

26

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29

3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29

3411 Sequencing DNA 30

35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

32

42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39

BAB V PENUTUP

51 Kesimpulan 45 52 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 8: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang 1 12 Rumusan Masalah 5 13 Hipotesis 5

14 Tujuan Penelitian 5 15 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak 7

22 Sapi Pasundan 8 23 Sapi Peranakan Ongole (PO) 9 24 Sapi Bali 10

25 Sapi Angus 11 26 Sapi Simmental 11

27 Sapi Friesians Holstein (FH) 12 28 Nutrisi dan Kualitas Daging 13 29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) 14

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) 15 211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging 16

BAB III METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 18

32 Alat dan Bahan 18 33 Sampel Penelitian 19 34 Prosedur Kerja 20

341 Sterilisasi Alat dan Bahan 20 342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA 20

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi 23 344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990) 23 345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi 26

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

26

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005) 28 348 Uji Kuantifikasi DNA 28 349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) 29

3410 Elektroforesis dan Visualisasi 29

3411 Sequencing DNA 30

35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

32

42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39

BAB V PENUTUP

51 Kesimpulan 45 52 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 9: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

3411 Sequencing DNA 30

35 Analisis Data 30 351 Analisis Bioinformatika 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

32

42 Konfirmasi Gen CEBPα 35 43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) 37

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali 39

BAB V PENUTUP

51 Kesimpulan 45 52 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 10: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis 9 Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka 10

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan 11 Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen 11

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional 12 Gambar 6 Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka 13 Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain 15

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα 36 Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα Sampel Berdasarkan peak 41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 11: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua metode

32

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

37

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI 38 Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank 40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 12: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data GenBank

52

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data GenBank 52 Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank 52

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα 53 Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 13: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Angka konsumsi daging sapi nasional semakin meningkat Peningkatan

tersebut sebesar 989 per tahun terhitung dalam kurun waktu 1993 sampai

dengan 2015 (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian

Pertanian 2016) Jumlah penduduk yang bertambah dan kesadaran masyarakat

akan pentingnya mengonsumsi protein hewani yang menjadi penyebab

peningkatan konsumsi daging sapi nasional (Wiyatna 2007 Rusono 2015)

Penyediaan daging sapi nasional dipenuhi oleh produksi sapi lokal sebanyak 70

(Rusono 2015)

Sapi Bali (Bos sondaicus) dan sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus)

merupakan sapi potong lokal yang banyak dijadikan sumber pemenuhan daging

sapi nasional (Wiyatna 2007 Yosita et al 2012) Sapi potong lokal lain yang

berpotensi sebagai sumber pemenuhan daging sapi nasional adalah sapi Pasundan

(B indicus) (Sulasmi et al 2017) Selain sapi potong lokal sapi potong yang

berasal dari luar Indonesia (introduksi) juga dijadikan sumber pemenuhan daging

nasional seperti sapi Angus (B taurus) Simmental (B taurus) Friesians Holstein

atau FH (B taurus) Sapi-sapi tersebut mampu beradaptasi dengan baik pada

lingkungan di Indonesia

Saat ini kualitas daging sapi potong lokal perlu ditingkatkan Kualitas

daging sapi dapat diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) rendah lemak (lean meat) (Dagong et al

2012) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al 2011)

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 14: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

2

Penyediaan daging sapi berkualitas dapat dilakukan melalui metode seleksi

molekuler menggunakan gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas

daging sapi

Beberapa gen kandidat yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging sapi

seperti Micromolar Calcium Activated Neutral Protease (CAPN1) (Page et al

2002) Leptin (LEP) (Schenkel et al 2005) Calpastatin (CAST) (Schenkel et al

2006) Fatty Acid Binding Protein 4 (FABP4) (Barendse et al 2009)

Diacylglycerol O-Acyltransferase (DGAT1) (Yuan et al 2013) dan

CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα) (Shin et al 2007 Wang et al

2011) Gen CEBPα dapat berasosiasi terhadap komposisi dan pendistribusian

lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al 2011) sehingga

berkontribusi pada peningkatan kualitas daging (Adoligbe et al 2015)

Data terkait gen CEBPα pada sapi baru dikonfirmasi pada sapi Japanese

Black (B taurus) Qinchuan (B taurus) Hanwoo (B taurus) Penelitian

Taniguchi amp Sasaki (1996) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi Japanese

Black Penelitian Wang et al (2012) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Qinchuan dengan panjang 1062 base pair (bp) Gen CEBPα pada sapi Qinchuan

memiliki nilai similarity asam amino dengan Sus scrofa (97) Homo sapiens

(95) Rattus norvegicus (94) Oryctolagus cuniculus (94) dan Mus musculus

(93) Penelitian Jeoung et al (2004) mengonfirmasi gen CEBPα pada sapi

Hanwoo dengan panjang 1059 base pair (bp) yang mengodekan 353 asam

amino Pada sapi Hanwoo ekspresi tertinggi gen CEBPα terjadi pada jaringan

adiposa

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 15: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

3

Selain faktor genotipe kondisi lingkungan juga mempengaruhi kualitas

daging sapi (Schutt et al 2009) Fenotipe berupa daging yang berkualitas

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan (Peaston amp

Whitelaw 2006) Perbedaan kondisi lingkungan berupa iklim menjadikan adanya

perbedaan karakteristik pada daging sapi

Kandungan lemak intramuskular dan lemak internal B taurus (subtropis)

lebih banyak dibandingkan B indicus (tropis) (Yosita et al 2012) Kandungan

lemak pada intramuskular berkorelasi dengan sifat kualitas daging seperti

tenderness (keempukan) (Reverter et al 2003) dan lean meat (rendah lemak)

(Dagong et al 2012) Perbedaan kondisi lingkungan sapi potong lokal (tropis)

dengan sapi potong introduksi (subtropis) memungkinkan adanya variasi basa gen

CEBPα

Penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen CEBPα yang berasosiasi

dengan sifat kualitas daging pada sapi yang diteliti yaitu sapi potong lokal (sapi

Pasundan PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

Alasan pemilihan sapi-sapi tersebut karena termasuk ke dalam program

pemerintah dalam pengembangan sapi potong untuk meningkatkan penyediaan

daging sapi nasional (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Kementerian Pertanian 2016)

Penelitian deteksi gen CEBPα diawali dengan tahapan ekstraksi DNA

DNA dapat diperoleh melalui darah saliva sel epitel (Hansen et al 2007) dan

rambut (Heywood et al 2003) Penggunaan sampel rambut merupakan salah satu

alternatif apabila menemui hewan atau ternak yang bernilai tinggi atau liar (tidak

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 16: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

4

dapat memperoleh darah) Pada penelitian deteksi keberadaan suatu gen

efektivitas metode ekstraksi DNA rambut perlu diperhatikan

Ekstraksi DNA rambut umumnya menggunakan kit komersial atau secara

konvensional Salah satu kit ekstraksi DNA yang umum digunakan adalah

gSYSCtrade DNA Extraction Kit Penggunaan kit untuk ekstraksi DNA

memberikan hasil yang baik namun cenderung memerlukan biaya yang mahal

(Demeke amp Jenkins 2010) Metode konvensional dapat dipertimbangkan menjadi

alternatif dalam ekstraksi DNA rambut karena biaya yang murah dan memberikan

hasil yang dapat digunakan dalam analisis molekuler selanjutnya Salah satunya

adalah metode ekstraksi DNA rambut yang diterapkan pada penelitian Kumar et

al (2005) Metode tersebut berhasil dalam mengekstraksi DNA rambut sapi

Pemilihan metode tersebut karena tahapan yang mudah untuk dilakukan dan

menggunakan bahan yang aman terhadap kesehatan

Penelitian ini menjadi langkah awal untuk mengungkap potensi gen

CEBPα pada sapi potong lokal dan sapi potong introduksi yang diteliti Data atau

informasi terkait gen CEBPα yang berasosiasi dengan sifat kualitas daging pada

sapi yang diteliti masih belum tersedia Selanjutnya penelitian ini menjadi salah

satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak secara molekular sehingga dapat

diperoleh daging sapi yang berkualitas Selain itu penelitian ini juga

membandingkan hasil metode ekstraksi DNA menggunakan metode kit dan

konvensional untuk memperoleh efisiensi dalam penelitian analisis molekuler

DNA sapi

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 17: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

5

12 Rumusan Masalah

1 Apakah sapi potong lokal (sapi Pasundan PO Bali) dan sapi potong

introduksi (sapi Angus Simmental FH) memiliki gen CEBPα dan

variasi basa pada gen tersebut

2 Apakah ekstraksi DNA rambut dengan metode konvensional dapat

dijadikan metode alternatif selain menggunakan metode kit

13 Hipotesis

1 Sapi potong lokal dan sapi potong introduksi memiliki gen CEBPα dan

terdapat variasi basa pada gen tersebut

2 Ekstraksi DNA rambut dengan menggunakan metode konvensional dapat

dijadikan alternatif selain metode kit

14 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengonfirmasi keberadaan gen CEBPα pada sapi yang diteliti

serta memperoleh informasi terkait variasi basa gen CEBPα pada sapi

yang diteliti

2 Untuk mendapatkan metode ekstraksi DNA rambut alternatif selain

dengan menggunakan metode kit

15 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain

1 Sebagai penelitian awal dalam mengungkap keberadaan gen CEBPα

pada sapi yang diteliti berkaitan dengan kualitas daging sapi yang baik

serta mengetahui dan mempelajari asosiasi gen CEBPα terhadap kualitas

daging sapi

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 18: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

6

2 Berkontribusi dalam seleksi ternak secara molekuler dengan gen

CEBPα berupa sifat kualitas daging berkaitan dengan kandungan lemak

pada sapi potong yang diteliti untuk keperluan program breeding

3 Memperoleh metode alternatif selain metode kit dalam mengekstraksi

DNA rambut yang efisien dan tidak memerlukan biaya yang mahal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 19: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21 Bangsa Sapi Ternak

Binatang ternak menjadi salah satu mahluk yang dijadikan pembelajaran

dalam Al Quran Al Anrsquoam yang artinya binatang ternak menjadi salah satu nama

surat dalam Al Quran merupakan surat ke-6 yang diturunkan di Mekah dengan

165 ayat Salah satu ayat surat Al Anrsquoam yang menjelaskan tentang peruntukan

binatang ternak adalah pada ayat 142

ldquoDan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

yang untuk disembelih Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah

kepadamu dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan Sesungguhnya

setan itu musuh yang nyata bagimurdquo (Al Anrsquoam (6) 142)

Allah Subhanallahu wa Tarsquoala telah memberikan rezeki kepada manusia

berupa binatang ternak yang dapat disembelih dengan tata cara sesuai syariat

Kemudian dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber gizi untuk manusia

Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk mengkaji secara ilmiah daging

binatang ternak salah satunya sapi

Secara umum bangsa sapi terbagi menjadi tiga kelompok (Natasamita amp

Mudikdjo 1985) (1) Bos taurus yang merupakan bangsa sapi yang paling besar

berasal dari Eropa Ciri khas B taurus tidak memiliki punuk (2) B indicus

(Zebu) yang merupakan bangsa sapi asal India dan Afrika yang menyebar di

wilayah Asia Ciri khas B indicus memiliki punuk (3) B sondaicus (B bibos)

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 20: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

8

merupakan sapi asli Indonesia yang sudah lama beradaptasi di lingkungan

Indonesia Tubuh B sondaicus relatif lebih kecil dibandingkan B taurus dan B

indicus

Definisi dari sapi lokal adalah sapi asli Indonesia atau hasil persilangan

yang telah ditetapkan sebagai rumpun sapi nasional sedangkan sapi introduksi

merupakan sapi impor (luar Indonesia) yang berkembang biak di Indonesia tanpa

adanya persilangan dengan sapi lokal (Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi

Pertanian Kementerian Pertanian 2016) Kumpulan beberapa jenis sapi ternak

yang memiliki kesamaan karakteristik disebut dengan rumpun atau (breed)

(Setiadi 2016) Beberapa breed sapi lokal adalah sapi Pasundan Peranakan

Ongole (PO) Bali dan introduksi adalah sapi Angus Simmental Friesians

Holstein (FH)

22 Sapi Pasundan

Sapi Pasundan (B indicus) merupakan sapi potong lokal yang memiliki

gen khas dari sapi Bali sapi Jawa sapi Ongole dan sapi Madura Sapi Pasundan

memiliki asal usul secara genetik yang merupakan hasil tekanan inbreeding dari

generasi persilangan pada program grading up sapi Ongole dan program grading

up sapi Jawa dengan sapi Madura dan sapi Bali (Baharun 2015) Sapi Pasundan

memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan lingkungan mudah dipelihara

memiliki kualitas karkas yang baik dan relatif tahan terhadap penyakit tropis

(Baharun 2015)

Sapi Pasundan yang baru ditetapkan sebagai kekayaan sumber genetik

ternak lokal Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

1051kptsSR120102014 tentang penetapan rumpun sapi Pasundan Menurut

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 21: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

9

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1051kptsSR120102014 karakteristik sapi

Pasundan (Gambar 1) memiliki warna tubuh dominan merah bata terdapat warna

putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus)

dengan batasan yang tidak kontras Terdapat garis belut atau garis punggung

sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan (Gambar 1)

Sapi Pasundan memiliki hidung dan ujung ekor berwarna hitam dengan

bentuk tubuh segi empat serta memiliki tanduk dengan bentuk yang pendek tidak

seragam atau bervariasi dari ukuran kecil sampai besar (Baharun 2015 Sulasmi

et al 2017) Beberapa sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna

dari merah bata menjadi hitam pada saat mencapai fase kelamin dewasa

Gambar 1 Sapi Pasundan di BPPT Sapi Potong Ciamis

(Sumber Baharun 2015)

23 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole atau PO (B indicus) merupakan sapi hasil

persilangan secara grading up antara sapi Sumba Ongole dengan sapi Jawa

(Prasetya 2011 Sutarno amp Setyawan 2016) Sapi PO memiliki keunggulan

berupa tidak sulit dalam proses reproduksi dan tingkat kebuntingan nya tinggi

(Subiharta et al 2012) Populasi terbesar sapi PO berada di pulau Jawa terutama

Jawa Timur (Astuti 2004)

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 22: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

10

Karakteristik sapi PO (Gambar 2) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

berwarna putih atau abu-abu warna hitam di ekor dan rambut di sekitar mata

bentuk kepala melengkung pendek tanduk pendek telinga menggantung yang

panjang dan perut yang agak besar terkadang ada bercak hitam di lututnya

Memiliki warna tubuh putih hingga keabu-abuan Sapi jantan memiliki warna

keabu-abuan lebih sering muncul di sekitar gelambir leher ekor dan kepala

sedangkan pada sapi betina warna putih lebih dominan (Sudrajad amp Adinata

2013)

Gambar 2 Sapi PO di Peternakan Terbuka (Sumber Kementerian Pertanian 2012)

24 Sapi Bali

Sapi Bali (B sondaicus) merupakan keturunan dari Banteng (B banteng)

(Talib 2002 Purwantara et al 2012) yang telah mengalami domestikasi selama

bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Sapi Bali merupakan salah satu sapi

asli Indonesia (Margawati 2012) Sapi Bali memiliki ciri fisik yang sedikit

mengalami perubahan dari banteng (Mahdi et al 2013) Sapi Bali mewakili 27

dari total populasi yang ada di Indonesia dan menjadi sapi utama untuk

peternakan kecil Populasi sapi Bali tersebar di pulau Bali Sulawesi Selatan

Nusa Tenggara Timur dan Barat (Purwantara et al 2012)

Karakteristik sapi Bali (Gambar 3) memiliki warna tubuh merah bata

memiliki garis belut atau garis di sepanjang punggung Warna sapi jantan akan

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 23: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

11

berubah kehitaman sedangkan warna sapi betina relatif tetap setelah dewasa Sapi

Bali tidak memiliki punuk dan keempat kaki bagian bawahnya berwarna putih

(Abidin 2010)

Gambar 3 Sapi Bali Betina dan Jantan (a) Betina (b) Jantan (Sumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali 2015)

25 Sapi Angus

Sapi Angus (B taurus) berasal dari Skotlandia Utara yang beriklim dingin

dan lembap Menurut Sutarno amp Setyawan (2016) Berat badan umur 15 tahun

dapat mencapai 650 kg Karakteristik sapi Angus (Gambar 4) memiliki bentuk

tubuh lebar dan rata Warna tubuh keseluruhan hitam namun terkadang ada

warna putih di bagian belakang bawah pusat tidak bertanduk bentuk tubuh rata

seperti papan dan dagingnya padat

Gambar 4 Sapi Angus di Peternakan Kabupaten Seragen

(Sumber Adinata et al 2017)

26 Sapi Simmental

Sapi Simmental (B taurus) merupakan salah satu jenis ternak tertua di

dunia yang bertahan hingga saat ini Sapi Simmental merupakan jenis sapi

(b) (a)

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 24: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

12

subtropis Sapi Simmental berasal dari Switzerland yang telah dijinakkan setelah

abad ke-13 Sapi Simmental dan semen beku pada tahun 1985 tiba di Indonesia

dari New Zealand dan Australia (Sutarno amp Setyawan 2016)

Karakteristik sapi Simmental (Gambar 5) menurut Sutarno amp Setyawan

(2016) memiliki tubuh yang berotot dan kukuh pertumbuhan otot yang cepat

jenis spesifik yang ditemukan di Indonesia memiliki wajah kuning atau merah

kecokelatan dengan kaki bawah putih dan ujung ekor putih Berat seekor sapi

dewasa bisa melebihi 1000 kilogram

Gambar 5 Sapi Simmental di Peternakan Tradisional

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2016)

27 Sapi Friesians Holstein (FH)

Sapi Friesians Holstein (FH) (B taurus) telah dikembangkan sejak abad

ke-13 di Belanda (Belanda Utara dan Friesland) dan Jerman Utara (Schleswig-

Holstein) untuk menghasilkan sejenis ternak yang mampu mengonsumsi rumput

lokal Usaha untuk pengembang biakan menghasilkan ternak sapi perah terbaik di

dunia dengan warna hitam dan putih khas Sapi FH pertama kali diimpor dari

Belanda pada abad ke-19 (Sutarno amp Setyawan 2015)

Karakteristik sapi FH (Gambar 6) menurut Sutarno amp Setyawan (2016)

umumnya berwarna hitam dengan warna putih garis-garis tetapi kadang-kadang

merah dengan garis-garis putih dan dengan batas warna yang jelas Kepala

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 25: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

13

panjang lebar dan lurus Sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan melengkung

memiliki mulut lebar lubang hidung terbuka lebar rahang kuat telinga ukuran

sedang dahi lebar leher panjang dan tipis Bahu yang besar terletak di dinding

dada dan membentuk sendi yang baik dengan tubuh Punggung yang kokoh dan

rata dengan tulang punggung yang saling terhubung dengan baik

Gambar 6 Sapi FH di Peternakan Terbuka

(Sumber Sutarno amp Setyawan 2015)

28 Nutrisi dan Kualitas Daging Sapi

Daging sapi menjadi salah satu sumber pemenuhan protein yang memiliki

banyak kandungan nutrisi Kandungan nutrisi dari daging sapi berupa vitamin D

vitamin B12 zat besi selenium seng dan asam lemak esensial Omega 3 (Scollan

et al 2006) Kandungan lain dari daging sapi adalah 75 air 20 protein 3

lemak dan 2 substansi non-protein larut Substansi non-protein larut tersebut

berupa 45 nitrogen 45 karbohidrat 8 komponen anorganik 3 vitamin

dan 3 logam (Tornberg 2005)

Penjualan daging sapi dipengaruhi oleh daya tarik daging bagi konsumen

yang digambarkan sebagai kualitas daging Kualitas daging didefinisikan sebagai

sifat yang dirasakan konsumen secara visual dan sensoris (Becker 2000)

Kualitas daging diukur berdasarkan parameter berupa warna daging warna

lemak jumlah lemak (Glitsch 2000) tekstur nilai marbling (intramuscular fat)

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 26: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

14

(Lee et al 2007) kebasahan (juiciness) keempukan (tenderness) (Pearce et al

2011) dan lean meat (Dagong et al 2012)

Menurut Becker (2000) empat karakteristik makanan daging berkualitas

sebagai berikut (1) Karakteristik yang menunjukkan kandungan gizi protein

lemak kandungan karbohidrat (2) Karakteristik yang menunjukkan kualitas

pengolahan panjang sarkomer nilai pH warna kegemukan kapasitas pengikat

air (3) Karakteristik yang menunjukkan kualitas hygienic-toxicological residu

kontaminan status mikroorganisme zat aditif (4) Karakteristik yang

menunjukkan kualitas sensorik tekstur (tenderness juiciness) rasa atau bau dan

warna atau penampilan (marbling)

29 CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs)

CCAATEnhancer Binding Protein (CEBPs) merupakan keluarga

transkripsi yang mengandung domain leucine zipper dasar yang conserved atau

tidak berubah (Gambar 7) pada C-terminus yang terlibat dalam dimerisasi dan

pengikatan DNA (Ramji amp Foka 2002) Protein CEBP pertama kali

diidentifikasi di laboratorium Steve McKnight sebagai faktor stabil panas pada

inti hati tikus yang mampu berinteraksi dengan motif CCAAT box yang terdapat

pada beberapa promoter gen seluler (Johnson amp McKnight 1989)

Gen CCAATEnhancer Binding Protein (CEBP) merupakan keluarga faktor

transkripsi yang terekspresikan pada proses diferensiasi preadiposit (He et al

2011) Peran dari keluarga CEBP diantaranya pada diferensiasi seluler

mengontrol metabolisme proliferasi seluler regulasi peradangan (Ramji amp Foka

2002) siklus sel hematopoiesis perkembangan skeletal dan respons host imun

(Tsukada et al 2011) Terdapat enam anggota kelompok gen CEBP yang telah

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 27: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

15

diisolasi dan di karakterisasi yaitu CEBPα CEBPβ CEBPγ CEBPδ CEBPε

dan CEBPδ (Ramji amp Foka 2002) Gen tersebut memainkan peran penting dalam

diferensiasi adiposit (Lane et al 1999)

Gambar 7 Ilustrasi dari Leucine Zipper Domain

(Sumber Tsukada et al 2011)

210 Gen CCAATEnhancer Binding Protein α (CEBPα)

Daerah promoter proksimal gen CCAATEnhancer Binding Protein α

(CEBPα) pada tikus pertama kali dicirikan dan menunjukkan mengandung

tempat pengikatan potensial untuk CEBP Sp1 Nuclear Factor (NF)-1 NF-Y

Upstream Stimulating Factor (USF) Basic Transcription Element Binding

Protein (BTEB) dan NF-Κb (Christy et al 1991) Promoter gen CEBPα dapat

diaktifkan secara otomatis di dalam sel yang dapat ditransfer melalui ekspresi dari

plasmid (Legraverend et al 1993)

Sequence gen CEBPα sapi memiliki kesamaan 899 pada urutan

nukleotida dan 925 urutan asam amino dengan gen tikus (Taniguchi amp Sasaki

1996) Gen CEBPα sapi seperti gen tikus yaitu bebas intron Open reading

frame (nukleotida 169 ndash 1230) pada gen CEBPα sapi mengodekan protein 353

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 28: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

16

residu asam amino yang merupakan lima asam amino lebih pendek dari pada

protein tikus (Taniguchi amp Sasaki 1996) Asam amino tersebut terekspresi

sebelum transkripsi gen spesifik adiposit yang memiliki situs pengikatan gen

CEBPα (Wang et al 2011) Urutan seperti kotak TATA terletak di nukleotida 13

ndash 18 namun situs mulai transkripsi tidak ditentukan (Taniguchi amp Sasaki 1996)

Faktor transkripsi CEBPα memainkan peranan penting selama

diferensiasi preadiposit menjadi adiposit Gen CEBPα diidentifikasi sebagai

Nuclear Factor (NF) yang di induksi saat diferensiasi yang mengikat secara

spesifik ke promotor beberapa gen (Vasseur-Cognet amp Lane 1993) Gen CEBPα

memainkan peran penting dalam pengendapan lemak dan diferensiasi adiposit

(Shin et al 2007) Gen CEBPα menjadi kandidat gen penting untuk

diidentifikasi secara marker genetik pada karkas dan sifat kualitas daging sapi

ternak (Shin et al 2007) Gen CEBPα juga dapat mengatur metabolisme energi

dan nutrisi dengan mengaktifkan beberapa gen spesifik seperti

phosphoenolpyruvate carboxykinase dan reseptor insulin (Park et al 1990)

211 Pengaruh Lingkungan Terhadap Kualitas Daging

Kondisi lingkungan berupa temperatur akan mempengaruhi keadaan

fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Kondisi lingkungan secara langsung

mempengaruhi proses metabolisme organ dan otot (Gregory 2010) Pada zona

nyaman sapi akan sedikit mengeluarkan energi dan tidak terpengaruh oleh

temperatur lingkungan sebaliknya jika berada diluar zona nyaman sapi akan

mengalami stres yang bertujuan untuk mengembalikan kepada kondisi tubuh yang

normal (Nardone et al 2006) Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 29: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

17

perubahan seperti pola makan fisiologis dan fungsi metabolisme pada kuantitas

dan kualitas produksi dari sapi itu sendiri

Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya

penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et al 2001 Mader amp Davis

2004) yang terjadi pada sapi B indicus (Gregory 2010) Suhu di atas 30degC akan

menyebabkan terjadinya penurunan jumlah berat badan (Nardone et al 2006)

Pada periode yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi

perubahan fenotipe dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006 Gregory 2010)

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 30: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

18

BAB III

METODE

31 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari ndash Juni 2018 di

Laboratorium Genetika Molekuler Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI

Cibinong Jl Raya Bogor KM 46 Bogor Jawa Barat

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik

micropipette 10 microL 200 microL 1000 microL (Boesco dan Bio-Rad) dan pH meter

(Thermo Orion) tabung vacutainer mengandung K3EDTA holder dan jarum

needle ukuran 21G microcentrifuge tube 15 mL sentrifugator (Hermile Z 300

K) vortex (Barnstead Thermolyne) micropipette 1000 microL (Boesco) blue tips

white tips yellow tips shaker agigator (Thermo Scientific) parafilm pipet

Pasteur autoklaf (Trace Raypa) spektromotometer UV-Vis (GeneQuant) cuvette

dan laminar air flow (Telstar BH ndash 100) tangki elektroforesis horizontal (Bio-

Rad) power supply (Bio-Rad) timbangan analitik (Preciso XT 120A) hot plate

stirrer (Thermolyne Cimarec 2) pH meter (Thermo Orion) vortex (Barnstead

Thermolyne) Sentrifugator (HermLe Z 300 K) shaker (Bio Green) thermocycler

(Eppendorf) UV-transiluminator (Major Science)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Cell Lysis Buffer

(RCLB) 250 mL pH 72 Tris Buffer Solution (TBS) 250 mL pH 74 TE Buffer

250 mL pH 8 Sodium Dedocyl Sulfate (SDS) (Mp Biomedicals) K3EDTA

(Garnier Bio One) Proteinase-K (Roche Diagnostic) PCR Buffer (Qiagen)

Proteinasi-K (Geneaid) proteinase-K Solution Ethylene Diamine Tetracetic Acid

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 31: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

19

(EDTA) (Mp Biomedicals) alkohol 70 alkohol absolut dingin tissue tissue

kimwipe NaCl Pekat Destillation Water (DW) steril Primer CEBPα forward

dan reverse (Integrated DNA Technolgies) TE buffer Double Destillation Water

(DDW) free nuclease (Ferementas) DNA ladder (Vivantis) PCR master mix kit

KAPA2G Robust (Kapa Biosystem) Gel Agarosa (Roche) boric acid (Merck)

tris base (Himedia) KCl (Merck) NaCl (Genetika Science) KHCO3 (Merck)

NH4Cl (Merck) Ethidium Bromida (EtBr) (Merck) gSYSCtrade DNA Extraction

Kit GS100 (Geneaid) amplop kertas

33 Sampel Penelitian

Breed sapi yang diteliti terbagi menjadi dua kelompok yaitu 1) Sapi potong

lokal (sapi Pasundan PO Bali) 2) Sapi potong introduksi (sapi Angus

Simmental FH) Sumber DNA berasal dari 1) Darah (sapi Pasundan PO Bali)

2) Rambut (sapi Angus Simmental FH) Darah atau rambut yang diambil

berasal dari dua individu berbeda setiap jenisnya kecuali sampel rambut sapi

Angus yang diperoleh dari satu individu saja

Jenis sapi yang diteliti berasal dari berbagai tempat yang berbeda yaitu 1)

Sapi Pasundan berasal dari Balai Pengembangan Perbibitan Ternak (BPPT) Sapi

Potong Ciamis 2) Sapi PO berasal dari BPPT Grobogan 3) Sapi Bali berasal dari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Peninda Bali 4) sapi Angus

Simmental FH berasal dari Badan Embrio Ternak (BET) Cipelang Bogor

Regulasi dari BET yang tidak memperbolehkan pengambilan sampel darah

menjadi alasan utama diambilnya sampel rambut dari sapi Angus Simmental

FH Keseluruhan sampel rambut sapi yang diperoleh dari BET merupakan sapi

asli (origin) yang belum dilakukan perkawinan silang

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 32: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

20

34 Prosedur Kerja

341 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121degC dan tekanan sebesar 1 atm selama 15 menit

342 Pembuatan Buffer Bahan dan Alat Pemanenan DNA

a Pembuatan RCLB (Red Cell Blood Buffer)

Larutan RCLB dibuat sebanyak 1000 mL (pH 72) Larutan RCLB terbuat

dari bahan kimia NH4Cl dan KHCO3 Bahan tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian dipindahkan ke beaker

glass dan ditambahkan EDTA 05 M sebanyak 200 microL serta DW sebanyak 300

mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot plate stirrer

Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan pH meter Nilai pH yang

terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH terlalu tinggi

ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian ditambahkan

DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott Duran 1000

mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan disimpan di

lemari pendingin

b Pembuatan TBS (Tris Buffer Solution)

Larutan TBS dibuat sebanyak 1000 mL (pH 74) dengan bahan yang

terdiri dari NaCl KCl tris base Bahan-bahan kimia tersebut ditimbang dengan

timbangan analitik dan dipindahkan ke beaker glass yang dilarutkan

menggunakan DW sebanyak 300 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan

di atas hot plate stirrer Nilai pH larutan diukur sampai 72 dengan menggunakan

pH meter jika pH terlalu rendah maka ditambahkan basa (NaOH) dan jika pH

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 33: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

21

terlalu tinggi ditambahkan asam (HCl) Larutan yang telah homogen kemudian

ditambahkan DW sebanyak 700 mL Larutan dipindahkan ke dalam botol Schott

Duran 1000 mL dihomogenkan dengan hot plate stirrer tanpa dipanaskan dan

disimpan di lemari pendingin

c Pembuatan Proteinase-K Solution

Proteinase-K ditimbang pada timbangan analitik Proteinase-K kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 45 mL serta EDTA

05 M sebanyak 54 mL Larutan tersebut kemudian dihomogenkan di atas hot

plate stirrer tanpa dipanaskan Larutan yang telah homogen ditambahkan Sodium

Dedocyl Sulfate (SDS) 10 sebanyak 378 mL Larutan tersebut kemudian

dihomogenkan di hot plate stirrer tanpa dipanaskan

d Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 5x)

Larutan TBE 5x yang dibuat sebanyak 500 mL boric acid dan tris base

ditimbang dengan timbangan analitik Bahan yang telah ditimbang kemudian

dipindahkan ke beaker glass dan ditambahkan DW sebanyak 500 mL dan EDTA

05 M sebanyak 10 mL Larutan tersebut dihomogenkan di atas hot plate stirrer

dipanaskan setelah homogen dimasukan ke dalam botol Schott Duran 500 mL

dan disimpan di lemari pendingin

e Pembuatan Tris Boric Acid EDTA (TBE 1x)

Larutan TBE 1x dibuat dengan mengencerkan 200 mL TBE 5x Larutan

TBE 1x dipindahkan pada botol Schott Duran 1000 mL Larutan tersebut

ditambahkan DW sampai 1000 mL Larutan tersebut disimpan pada lemari

pendingin

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 34: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

22

f Pengenceran Primer Gen CEBPα (10 pMmicroL)

Primer dalam bentuk pelet diencerkan dengan TE Buffer untuk

memperoleh primer stock Primer forward diencerkan dengan 333 microL TE Buffer

sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer reverse diencerkan dengan

332 microL sehingga diperoleh konsentrasi 100 pMmicroL Primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah primer CEBPα yang didesain pada penelitian (Shin

et al 2007) dengan ukuran 20 pb Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) dan reverse (5´-TCAAAGTCG

TTGCCGCCTCC-3´)

Primer forward dan reverse CEBPα stock (100 pMmicroL) masing-masing

diambil sebanyak 5 microL dengan micropipette 2 ndash 20 microL dan dicampurkan ke dalam

microcentrifuge tube 15 mL baru yang telah berisi DDW free nuclease sebanyak

45 microL Larutan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara dilakukan

mengetuk berulang bagian bawah microcentrifuge tube menggunakan ujung jari

Pengenceran primer dilakukan di laminar air flow Microcentrifuge tube yang

berisi primer dilakukan spin down dengan spin down sentrifugator agar larutan

yang berada di dinding microcentrifuge tube turun ke dasar Primer kemudian

disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

g Pembuatan Alat Pemanenan DNA

Alat pemanen DNA dibuat dari pipet Pasteur yang dimodifikasi dengan

membentuk ujung pipet seperti kail Pembentukan tersebut dilakukan dengan

memanaskan pipet di atas bunsen spiritus kemudian ditarik secara perlahan dan

dibuat melengkung seperti kail

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 35: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

23

h Pembuatan Gel Agarosa

Serbuk gel agarosa sebanyak 1 g ditimbang dengan timbangan analitik dan

dipindahkan ke botol Schott Duran 250 mL Serbuk gel agarosa ditambahkan

TBE 1x sebanyak 100 mL kemudian dipanaskan dan dihomogenkan dengan hot

plate stirrer sampai bening Larutan yang sudah homogen dicetak pada wadah

pencetak gel yang sudah terdapat sisir untuk membuat sebanyak 20 sumuran dan

diamkan sampai padat atau mengeras

343 Pengambilan Sampel Darah Sapi

Darah sampel diambil melalui vena caudalis sebanyak 5 mL Pengambilan

darah dilakukan dengan mengangkat caudal (ekor) dari sapi vena caudalis dicari

dengan meraba bagian ekor Jarum yang telah terpasang holder ditusukkan pada

vena caudalis dan tabung vacutainer mengandung K3EDTA dipasang pada

holder Darah yang mengalir ditampung pada tabung vacutainer kemudian

dicabut setelah darah berhenti Jarum dan holder kemudian dicabut dari vena

caudalis Tabung vacutainer yang berisi darah disimpan pada freezer dengan

suhu -20oC

344 Isolasi DNA Berasal dari Darah (Montgomery amp Sise 1990)

DNA yang berasal dari darah diisolasi menggunakan metode Montgomery

amp Sise (1990) dengan prosedur sebagai berikut

a Red Blood Cell Lysis

Sampel darah sebanyak 5 mL dipindahkan tabung Falcon 15 mL dan

ditambahkan larutan RCLB (pH 72) sampai 7 mL Sampel darah dihomogenkan

dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit Sampel kemudian disentrifugasi

dengan sentrifugator selama 10 menit suhu 4degC kecepatan 3500 rpm Sampel

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 36: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

24

ditimbang menggunakan timbangan ganda agar proses sentrifugasi berjalan

dengan sempurna jika berat belum seimbang maka ditambah larutan RCLB

Supernatan yang diperoleh setelah proses sentrifugasi kemudian dibuang

sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Pelet ditambahkan RCLB sampai 5

mL kemudian divorteks hingga pelet hancur atau homogen Sampel disentrifugasi

selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang

diperoleh kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet kembali

ditambahkan RCLB sampai 3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilanjutkan tahapan ekstraksi

DNA

b White Blood Cell Collection

Sampel tahapan sebelumnya kemudian ditambahkan TBS (pH 74)

sebanyak 5 mL dan dikocok sebentar Sampel disentrifugasi selama 10 menit

dengan suhu 4degC dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang diperoleh kemudian

dibuang sehingga hanya pelet (endapan) yang tersisa Sampel kemudian

ditambahkan TBS sebanyak 5 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau

homogen Sampel selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC

dan kecepatan 3500 rpm Supernatan yang didapatkan kemudian dibuang

sehingga hanya pelet yang tersisa Sampel kemudian ditambahkan TBS sebanyak

3 mL Sampel divorteks sampai pelet hancur atau homogen

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 4degC dan kecepatan

3500 rpm Sampel divorteks perlahan hingga lapisan merah hilang Supernatan

yang didapatkan kemudian dibuang sehingga hanya pelet yang tersisa Pelet

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 37: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

25

selanjutnya dikeringkan setelah kering ditambahkan TE 2 mL Sampel divorteks

sampai pelet hancur atau homogen

c Protein Lysis

Sampel yang sudah homogen dengan larutan TE selanjutnya ditambahkan

Proteinase-K solution sebanyak 200 microL tanpa divorteks atau dihomogenkan

Tabung Falcon 15 mL yang berisi sampel selanjutnya di-seal menggunakan

parafilm Sampel diinkubasi menggunakan shaker Agigator selama 24 jam dengan

suhu 37degC dan kecepatan 150 rpm

d Pemanenan DNA

Sampel yang telah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya ditambahkan

NaCl 5 M pekat sebanyak 2 mL Sampel diberi goyangan dengan membentuk

pola angka 8 dengan sangat perlahan setelah itu dikocok kuat sebanyak 2 kali

Sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan suhu 10degC dan kecepatan 3500

rpm Supernatan dituang pada tabung reaksi yang berisi alkohol absolut dingin

Bagian permukaan tabung reaksi ditutup dengan parafilm sampai rapat Tabung

reaksi dibolak-balikan sampai terbentuk gelembung-gelembung yang melayang

Fraksi gelembung yang melayang diambil dengan pipet Pasteur yang telah

dimodifikasi dan dicelupkan secara cepat ke dalam alkohol 70 kemudian

dikeringkan dengan tissue kimwipe Gumpalan tersebut dimasukan kedalam

microcentrifuge tube 15 mL yang telah berisikan DW steril sebanyak 200 microL

Sampel dihomogenkan menggunakan alat shaker pada suhu ruang agar larut

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 38: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

26

345 Pengambilan Sampel Rambut Sapi

Pengambilan rambut dilakukan pada bagian ekor minimal rambut

sebanyak 20 helai Rambut pada bagian ekor ditarik searah dengan titik tumbuh

dari rambut tersebut Tahapan tersebut dilakukan dengan cepat agar diperoleh

bagian rambut yang utuh dengan folikel Rambut tersebut ditempelkan pada kertas

dengan selotip berbahan kertas tanpa mengenai bagian folikel dan disimpan di

dalam amplop

346 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (gSYSCtrade DNA Extraction Kit)

Tahapan isolasi DNA dari rambut menggunakan gSYSCtrade DNA

Extraction Kit GS100 (Geneaid) dengan prosedur sebagai berikut

a Cell Lysis

Sepuluh helai rambut dipotong-potong dengan ukuran 05 ndash 1 cm

termasuk bagian folikel Potongan tersebut dipindahkan ke dalam microsentrifuge

tube 15 mL ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K

(dipastikan potongan terendam) dicampur dengan cara dikocok Larutan

diinkubasi dengan suhu 60degC selama 30 menit Pada proses inkubasi

microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung microcentrifuge tube

secara perlahan setiap 5 menit GSB Buffer sebanyak 200 μL ditambahkan dan

dikocok dengan kuat dan diinkubasi kembali pada suhu 60ordmC selama 20 menit

Selama proses inkubasi microcentrifuge tube diketuk berulang pada bagian ujung

secara perlahan setiap 5 menit

b DNA Binding

Sampel tahapan sebelumnya ditambahkan 200 μL etanol absolut

dikocok dengan kuat selama 10 detik Endapan yang muncul dipecah dengan

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 39: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

27

menggunakan pipet GS Column ditempatkan pada 2 mL tabung koleksi Larutan

tersebut termasuk endapan yang tidak larut dipindahkan ke GS Column Larutan

tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 1 menit

Larutan yang mengalir melalui membran GS Column menuju tabung koleksi

dibuang dan GS Coloumn dipindahkan ke 2 mL tabung koleksi baru

c Pencucian

W1 Buffer sebanyak 400 μL ditambahkan ke GS Column tahapan

sebelumnya disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30

detik Larutan yang mengalir melalui membran GS Column dibuang GS Column

diletakan kembali ke dalam 2 mL tabung koleksi baru dan ditambahkan 600 μL

Wash Buffer (berisi tambahan etanol absolut) Larutan disentrifugasi dengan

kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik campuran pada tabung koleksi

kembali dibuang GS Column kembali diletakkan ke dalam 2 mL tabung koleksi

yang baru disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 3 menit

untuk mengeringkan kolom matriks

d Elution

GS Column yang telah kering dipindahkan ke dalam microcentrifuge tube

15 mL yang bersih Elution Buffer (10 mM Tris-HCl pH 85 25ordmC) sebanyak

100 μL yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 60ordmC dimasukkan ke

bagian tengah dari kolom matriks GS Column tersebut dibiarkan selama 3 menit

untuk memastikan penambahan Elution Buffer benar-benar terserap GS Column

disentrifugasi dengan kecepatan 11180 ndash 11952 rpm selama 30 detik Tahapan

elusi diulang sebanyak dua kali untuk mendapatkan DNA yang lebih banyak

DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada freezer dengan suhu -20oC

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 40: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

28

347 Isolasi DNA Berasal dari Rambut (Kumar et al 2005)

DNA yang berasal dari rambut diisolasi menggunakan metode Kumar et

al (2005) Sepuluh helai rambut sampel dicuci menggunakan DW dan

dilanjutkan dengan etanol absolut 96 Rambut tersebut dikeringkan selama 10

menit Rambut pada bagian folikel dipotong 5 mm dengan menggunakan gunting

yang telah disterilkan dengan alkohol 70 (sterilisasi dilakukan setiap sampel

rambut diganti)

Potongan tersebut dipindahkan pada microsentrifuge tube 15 mL dan

disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama beberapa detik PCR Buffer

(mengandung MgCl2) sebanyak 50 microL dan 1 microL Proteinase-K ditambahkan pada

microcetrifuge tube Microcentrfuge tube tersebut selanjutnya diinkubasi dengan

suhu 60ordmC selama 30 menit dan dilanjutkan pada suhu 95ordmC selama 10 menit

pada waterbath Microsentrifuge sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm

beberapa detik Hasil isolasi DNA dipindahkan ke microcentrifuge tube baru dan

disimpan pada suhu -20 ordmC

348 Uji Kuantifikasi DNA

Konsentrasi dan kemurnian sampel DNA diketahui dengan melakukan uji

kuantifikasi menggunakan spektrofotometer Kalibrasi alat menggunakan 6 μL

DDW sebagai blanko Sampel DNA sebanyak 6 μL dimasukkan kedalam cuvette

DNA secara hati-hati Pasang cuvette dengan posisi dinding kaca halus

menghadap ke arah tembakan sinar Hasil yang diperoleh berupa nilai konsentrasi

dan tingkat kemurnian

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 41: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

29

349 Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Total volume reaksi PCR yaitu 125 microL yang terdiri dari 625 microL PCR

master mix kit KAPA2G Robust Primer CEBPα forward (5´-

ACAAACCGGTATAAATGCTG-3´) reverse (5´-TCAAAGTCGTTGCCGCCT

CC-3´) (stock) masing-masing 05 microL 475 microL DDW free nuclease dan 05 microL

DNA template sapi yang diperoleh Sampel DNA masing-masing dimasukkan ke

dalam microcentrifuge tube ukuran 02 mL dengan urutan yang sesuai di atas

kemudian dilakukan spin down Microcentrifuge tube 02 mL yang berisi PCR

mix dimasukkan ke dalam thermocycler dengan program PCR yaitu pre

denaturation 94degC selama 5 menit denaturation 94degC selama 30 detik annealing

54degC selama 1 menit 20 detik extension 72degC selama 1 menit 15 detik final

extension 72degC selama 5 menit Siklus dalam PCR sebanyak 40 kali

3410 Elektroforesis dan Visualisasi

Gel agarosa yang telah padat dipindahkan ke tangki elektroforesis

horizontal dan dilepaskan sisir pembentuk sumuran kemudian direndam dengan

TBE 1x sampai menutupi permukaan gel Produk hasil PCR sebanyak 5 microL

dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 microL yang dilakukan di atas parafilm

dengan micropipette yang menggunakan teknik up and down

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran secara perlahan Marker

DNA atau DNA ladder (ukuran 1 kb) dimasukkan sebanyak 3 microL pada sumuran

Tangki elektroforesis ditutup menggunakan penutup yang telah terhubung dengan

listrik dan dilakukan running dengan menghubungkan elektroda pada tangki

elektroforesis horizontal pada power supply voltase diatur sebesar 100 volt

selama 60 menit

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 42: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

30

Gel agarosa yang telah dilakukan proses running kemudian direndam

dengan larutan EtBr yang telah diencerkan dengan larutan TBE 1x sampai gel

agarosa terendam seluruhnya selama 60 menit Selanjutnya gel agarosa

divisualisasikan menggunakan UV-transiluminator

3411 Sequencing DNA

Sampel produk PCR yang telah tervisualisasikan dengan jelas sesuai

ukuran gen CEBPα kemudian di-sequencing dengan dua arah primer forward

dan reverse Produk PCR tersebut berasal dari ekstraksi DNA darah dengan

metode (Montgomery amp Sise 1990) dan DNA rambut dengan metode kit

(gSYSCtrade DNA Extraction Kit) DNA pada penelitian ini dilakukan sequencing

menggunakan jasa pihak ketiga (sequencing services First Base (1ˢᵗ Base)

Malaysia)

35 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kuantitatif

(bioinformatika) untuk hasil kemurnian dari hasil isolasi DNA dan hasil

sequencing sedangkan untuk hasil visualisasi DNA dengan elektroforesis

dianalisis secara deskriptif

351 Analisis Bioinformatika

Hasil sequence DNA gen CEBPα berupa electropherogram dipastikan

kualitasnya pada situs (httpasparagincenargenembrapabrphph) kemudian

hasil sequence dua arah disatukan (assembly) dengan perangkat lunak

ChormasPro 15 (Luumlhken et al 2009) Sequence yang telah disatukan kemudian

dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak BioEdit Sequence Alignment

Editor 725 (Hall 2001)

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 43: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

31

Sequence DNA gen CEBPα sapi yang diteliti dibandingkan dengan data-

base yang tersedia di National Centre For Biotechnology Information (NCBI)

menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) untuk base

similarity Sequence homolog yang diperoleh dengan nilai minimal 99

Sequence yang terpilih kemudian di-alignment dengan program Multiple

Sequence Alignment (MUSCLE) (Edgar 2004) menggunakan perangkat lunak

MEGA 6 (Kumar et al 2016) Hasil alignment digunakan dalam penentuan

variasi basa sampel

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 44: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Kemurnian dan Konsentrasi DNA Rambut dengan Metode Koleksi

Berbeda

DNA pada penelitian ini berhasil diperoleh dari sampel darah dan rambut

DNA darah berasal dari sapi Pasundan Peranakan Ongole (PO) Bali Hasil

kuantifikasi DNA darah ditampilkan pada Lampiran 5 DNA rambut berasal dari

sapi Angus Simmental Friesians Holstein (FH) Rambut menjadi sampel yang

mudah untuk diperoleh sebagai sumber DNA (Hue et al 2012) Hal tersebut

menjadi dasar pemilihan sampel rambut selain sampel darah pada penelitian ini

Dua metode ekstraksi DNA rambut sapi telah dilakukan menggunakan

metode kit dan metode konvensional Hasil dari ekstraksi kedua metode tersebut

dibandingkan tingkat efektivitas nya Hasil kuantifikasi DNA untuk nilai

kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA sampel rambut sapi dapat dilihat pada

Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan nilai kemurnian dan konsentrasi isolasi DNA dengan dua

metode hasil penelitian

Pengulangan ke-

Sampel Kemurnian (A260A280) Konsentrasi (ngμl)

Kit Konvensional Kit Konvensional

1 Angus 269 102 2100 11100

2 FH 207 109 7810 11720

3 Simmental 263 111 231 11340

Rata-rataplusmnSD 246plusmn034 107plusmn005 4073plusmn3238 11387plusmn313 Keterangan Metode ektraksi rambut kit (gSYSCtrade DNA Extraction Kit) dan konvensional (Kumar et al 2005) SD = Standar Deviasi

Terdapat tiga individu sampel yaitu Angus FH Simmental yang telah

dibandingkan kemurnian dan konsentrasi DNA nya Ketiga individu tersebut

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 45: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

33

dianggap sebagai pengulangan (repetition) dari masing-masing metode

sementara dua metode sebagai perlakuan (treatments) Perbandingan rata-rata

nilai kemurnian metode kit dan metode konvensional secara berturut-turut adalah

246plusmn034 dan 107plusmn005

Rasio A260A280 untuk mengestimasi kemurnian DNA yang baik berkisar

17 atau lebih (Demeke amp Jenkins 2010) atau sampai 20 (Ahn et al 1996)

Berdasarkan rata-rata nilai kemurnian metode kit memiliki nilai di atas kisaran

kemurnian yang baik (gt20) sebaliknya metode konvensional memiliki nilai di

bawah kisaran yang baik (lt17) Nilai tersebut diperkirakan disebabkan dari

tahapan masing-masing metode

Destruksi sel rambut pada metode kit lebih efektif tanpa merusak untaian

genom Namun pada tahapan destruksi sel rambut juga memungkinkan terjadinya

kerusakan pada DNA (Graham 2007) Tahapan destruksi sel yang terlalu panjang

dan lama pada penelitian ini diduga sebagai penyebab terjadi kerusakan DNA

Pada destruksi sel DNA double-stranded mengalami denaturasi dan menjadi

DNA single-stranded Hal tersebut menyebabkan nilai absorbansi 260 nm akan

meningkat Hal ini diperkuat dengan pernyataan Demeke amp Jenkins (2010) bahwa

denaturasi pada DNA double-stranded menjadi DNA single-stranded akan

meningkatkan nilai absorbansi 260 nm Peningkatan tersebut akan menyebabkan

nilai rasio A260A280 yang diperoleh lebih besar atau di atas kisaran kemurnian

DNA yang baik (gt20)

Nilai kemurnian metode konvensional yang diperoleh berada di bawah

nilai kisaran (lt17) diduga karena masih terdapatnya kontaminan berupa protein

Nilai kemurnian lt18 mengindikasikan adanya kontaminasi protein (Ghatak et al

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 46: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

34

2013) Tahapan metode konvensional sangat sederhana sehingga pada metode ini

protein tidak terdenaturasi secara sempurna Kontaminan protein terserap pada

nilai absorbansi 280 nm (Ahn et al 1996 Fatchiyah et al 2011) Konsentrasi

protein yang tinggi akan menyebabkan nilai absorbansi 280 nm meningkat

Peningkatan tersebut akan menyebabkan nilai Rasio A260A280 yang diperoleh

lebih kecil atau di bawah kisaran kemurnian DNA yang baik

Berdasarkan nilai rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh metode

konvensional ternyata memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan metode kit

yaitu 11340 ngμl dengan 4073 ngμl (Tabel 1) Konsentrasi DNA pada metode

konvensional lebih tinggi diduga disebabkan masih adanya kontaminan seperti

protein yang cukup banyak pada hasil ekstraksi DNA Jumlah kontaminan akan

mempengaruhi nilai konsentrasi DNA dalam proses kuantifikasi (Ahn et al

1996 Ellison et al 2006) Kontaminan protein bersifat inhibitor pada proses

PCR (Demeke amp Jenkins 2010)

Nilai kemurnian dan nilai konsentrasi menjadi faktor yang tidak bisa

dipisahkan Kemurnian yang tinggi dan konsentrasi yang sesuai dari DNA

diperlukan dalam analisis molekuler selanjutnya (Ząbek et al 2005) Namun

nilai kemurnian dan konsentrasi DNA tidak menjadi satu-satunya acuan yang

baku dalam analisis molekuler Nilai kemurnian DNA yang rendah dan

konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat digunakan dalam deteksi suatu gen

(Demeke amp Jenkins 2010)

Secara umum pada penelitian ini penggunaan metode kit memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan metode konvensional Namun penggunaan kit

untuk ekstraksi DNA cenderung lebih mahal Penggunaan metode konvensional

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 47: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

35

pada penelitian ini dapat menjadi pertimbangan karena menggunakan bahan yang

cukup sederhana dan relatif lebih murah Modifikasi metode konvensional pada

penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Modifikasi dapat berupa waktu inkubasi yang diperpanjang penambahan

konsentrasi Proteinase-K (melisiskan protein) dan penambahan Rnase (melisikan

RNA) (Demeke amp Jenkins 2010)

42 Konfirmasi Gen CEBPα

Konfirmasi keberadaan gen CEBPα sapi pada penelitian ini dilakukan

dengan visualisasi elektroforesis dari hasil PCR hasil visualisasi ditampilkan

pada Gambar 8 Primer gen CEBPα yang digunakan pada penelitian ini didesain

oleh (Shin et al 2007) diperkirakan target basa yang akan teramplifikasi sebesar

1339 base pair (bp) (Lampiran 4) Perkiraan panjang runutan basa (sequence)

yang akan teramplifikasi merujuk pada GenBank Accesion DQ0682701

(Lampiran 4)

Berdasarkan hasil visualisasi gen CEBPα terkonfirmasi dimiliki oleh

semua sampel sapi yang diteliti (Gambar 8) Posisi pita gen CEBPα terletak di

antara 1000 bp dan 1500 bp dari marker (Gambar 8) Hal tersebut menandakan

panjang basa hasil amplifikasi telah sesuai ukuran target 1339 bp Panjang basa

dari gen CEBPα merujuk pada penelitian Shin et al (2007)

Konfirmasi Gen CEBPα tersebut dengan DNA berasal dari sampel darah

dan rambut sapi yang diteliti secara optimal telah teramplifikasi menggunakan

program yang ditampilkan pada Tabel 2 Jika dibandingkan dengan beberapa

penelitian lain gen CEBPα dapat teramplifikasi pada program yang berbeda

Perbedaan terjadi pada suhu annealing yaitu 50degC (Shin et al 2007) 625degC

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 48: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

36

(Wang et al 2011) dan 59degC (He et al 2011) (Tabel 2) Pada penelitian ini telah

dilakukan optimasi suhu annealing menggunakan berdasarkan referensi tersebut

namun pita DNA tidak terbentuk saat PCR Suhu annealing yang berhasil untuk

membentuk pita DNA target adalah 54degC (Tabel 2)

Gambar 8 Pita hasil visualisasi gen CEBPα (panah merah) dengan Target 1339

bp (1) Sapi Angus (2) Sapi FH (3) Sapi Simmental (4) Sapi Bali (5) Sapi Pasundan (6) Sapi PO

Perbedaan suhu annealing dari setiap penelitian diduga disebabkan adanya

perbedaan Primer Melting Temperature (Tm) dari masing-masing produk primer

Selain itu terdapat perbedaan karakteristik kemampuan alat thermocycler dari

merek yang berbeda untuk mencapai suhu optimum Pada penelitian ini

perbedaan juga terjadi pada waktu yang dibutuhkan dalam tahapan annealing (1

menit 20 detik) dan extension (1 menit 15 detik) (Tabel 2) Waktu kedua proses

tersebut lebih lama dibandingkan dengan penelitian lainnya Waktu annealing

yang lebih lama untuk memastikan primer menempel sempurna pada template

DNA Pada penelitian ini gen CEBPα memiliki fragmen basa yang panjang

Target 1339

bp

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 49: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

37

sehingga diperlukan waktu lebih dalam tahapan extension agar template DNA

teramplifikasi sempurna

Tabel 2 Perbandingan program PCR gen CEBPα hasil penelitian dengan referensi

Program PCR

Pre

Denaturation Denaturation Annealing Extension

Final

Extension Siklus

Penelitian

Hasil Pengujian 94degC 5 94degC 30 54degC 120 72degC 115 72degC 5 40

Referensi

Shin et al 2007 94degC 5 94degC 30 50degC 30 72degC 30 72degC 5 35

Wang et al2011 94degC 5 94degC 30 625degC 30 72degC 35 72degC 10 32

He et al 2011 94degC 5 94degC 30 59degC 30 72degC 40 72degC 10 32

Keterangan tanda () = menit tanda () = detik

43 Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

Runutan basa (sequence) sampel penelitian ini telah dianalisis

menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)

(httpsblastncbinlmnihgovBlastcgi) Berdasarkan hasil BLAST diperoleh

empat runutan basa homolog yaitu tiga spesies B taurus (breed Japanese Black

(DQ0682701) KoreanHanwoo (D829841) ChineseQinchuan

(NM_1767842)) dan satu spesies Bubalus bubalis (breed Mediterranean

(XM_0252690201)) (Tabel 3)

Runutan basa spesies Bubalus bubalis (XM_0252690201) bersifat

prediksi Hasil perolehan runutan basa tersebut diperoleh melalui analisis

komputasi secara otomatis menggunakan metode Gnomon yang berasal dari

runutan genom Bubalus bubalis dengan GenBank Accesion NC_0375621 Data

tersebut tersimpan pada NCBI Reference Sequence (RefSeq) Database

(httpwwwncbinlmnihgovRefSeq) RefSeq menyediakan data akurat yang

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 50: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

38

komprehensif dengan data urutan basa utuh dari setiap spesies sehingga

mengurangi data yang tidak diperlukan (Pruitt et al 2005)

Pada penelitian ini hasil BLAST dimaksudkan untuk menentukan

persentase () kesamaan (homolog) runutan basa sampel yang diuji dengan

referensi dari GenBank tanpa menentukan jenis (spesies) atau bangsa ternak

(breed) dari sampel Persentase kesesuaian runutan basa dengan sampel dapat

dimanfaatkan nantinya dalam pencarian variasi basa Hasil BLAST sampel sapi

Angus FH Simmental Bali Pasundan dan PO ditampilkan pada Tabel 3

Tabel 3 Hasil BLAST gen CEBPα sampel dengan data pada NCBI

Sampel Spesies Breed GenBank Accesion

Query Cover

Max Iden

Bali

(B sondaicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Pasundan (B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 96 99

Friesians Holstein

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Angus (B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 98 99

Peranakan Ongole

(B indicus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 95 99

Simmental

(B taurus)

B taurus Japanese Black DQ0682701 100 99

B taurus KoreanHanwoo D829841 100 99

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 100 99

B taurus ChineseQinchuan NM_1767842 99 99

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 51: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

39

Maximum identifymax iden merupakan persentase identitas atau

kemiripan dari satu set runutan basa sampel dengan urutan basa yang tersedia di

GenBank (Madden 2013) Nilai 99 dalam penelitian ini tidak menunjukkan

kemiripan spesies yang sama namun menunjukkan bahwa terkonfirmasinya gen

CEBPα pada sampel Hal tersebut karena gen CEBPα bukan merupakan gen

identitas yang digunakan untuk tahapan identifikasi Gen CEBPα merupakan gen

fungsional yang berperan pada kandungan lemak daging (Tsukada et al 2011)

Query cover merupakan persentase panjang runutan basa sampel yang

dapat disejajarkan dengan urutan basa yang tersedia pada Genbank (Madden

2013) Nilai 100 memperlihatkan urutan basa sampel dapat disejajarkan

seluruhnya dengan data pada Genbank Nilai query cover sampel dengan sapi

Qinchuan (NM_1767842) berkisar antara 95 ndash 99 Hal tersebut karena setiap

sampel tersejajarkan pada posisi 62 (Simmental) 63 (Angus dan FH) dan 67

(Bali Pasundan PO) (Lampiran 2) Sapi Qinchuan (NM_1767842) memiliki

urutan basa 1231 bp sedangkan setiap sampel dalam penelitian ini memiliki

runutan basa 1180 ndash 1216 bp (Lampiran 1) Hal tersebut menjadikan pada bagian

akhir setiap sampel tidak tersejajarkan Sampel PO memiliki nilai query cover

95 dimana 52 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3) Sampel Simmental memiliki nilai query cover

99 dimana 9 bp dari sampel tidak tersejajarkan dengan sapi Qinchuan

(NM_1767842) (Lampiran 3)

44 Variasi Basa gen CEBPα sapi Bali

Variasi basa ditemukan pada gen CEBPα dengan membandingkan

runutan basa sampel dengan data GenBank yang ditampilkan pada Tabel 4

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 52: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

40

Penentuan nomor runutan dari variasi basa merujuk pada runutan basa sapi

Japanese Black (GenBank Accesion DQ0682701) Variasi basa yang berhasil

ditemukan terletak pada 17 posisi berbeda (Tabel 4) Variasi ditemukan pada

empat breed sapi yaitu Japanese Black (DQ0682701) KoreanHanwoo

(D829841) ChineseQinchuan (NM_1767842) Sapi Bali dan satu kerbau

Mediterranean (XM_0252690201) Variasi basa paling banyak ditemukan pada

sapi Qinchuan (NM_1767842) dan kerbau Mediterranean (XM_0252690201)

yaitu terletak pada enam posisi berbeda

Tabel 4 Posisi variasi runutan basa gen CEBPα sampel dengan data GenBank

Spesies_Breed Posisi Runutan Basa

88

97

103

271

567

733

832

855

870

921

926

931

957

1088

1149

1175

1196

B taurus _Japanese Black(DQ0682701) G T C C A A A C G G T A C A C T G

B taurus_Korean Hanwoo(D829841) A C C

B taurus_Qinchuan(NM_1767842) A T C G T C T

C

B taurus_Angus C C

B taurus_ Friesians Holstein C C

B taurus_ Simmental C C

B indicus_ Pasundan C C

B indicus_ Peranakan Ongole C C

B sondaicus_ Bali C A C G A

Bubalus bubalis_Mediterranean(XM_0252690201) C G C T C G T T

Ket Penomoran runutan basa berdasarkan Japanese Black (DQ0682701) Tanda ldquordquo (titik) menandakan basa sama dengan Japanese Black (DQ0682701)

Variasi basa pada sampel sapi yang diteliti hanya ditemukan pada sapi

Bali sedangkan sampel sapi lainnya memiliki basa yang sama dengan sapi

Japanese Black (DQ0682701) yaitu 870 (Guanine) 931 (Adenine) dan 1196

(Guanine) Variasi basa sampel Bali terletak pada tiga posisi berbeda Variasi

tersebut pada posisi 870 (GrarrA) 931 (ArarrG) dan 1196 (GrarrA) (Tabel 4)

Variasi basa sapi Bali dibuktikan pada gambar peak (puncak gelombang dari basa

yang terdeteksi alat sequencer) yang ditampilkan pada Gambar 9 Sapi Bali

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 53: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

41

memiliki peak yang tegas pada posisi 870 931 dan 1196 Hal tersebut

memperkuat bahwa sapi Bali memiliki variasi basa pada posisi tersebut

Posisi 870 Posisi 931 Posisi 1196

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 9 Variasi basa gen CEBPα sampel berdasarkan peak (a) Sapi Bali (b) Sapi Angus (c) Sapi Friesians Holstein (d) Sapi Simmental (e) Sapi

Pasundan (f) Sapi Peranakan Ongole (Ket Adenine (A) = hijau Guanine (G) = hitam Cytosine (C) = biru

Thymine (T) = merah)

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 54: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

42

Seluruh variasi basa dari sapi Bali terletak pada ekson 1 karena gen

CEBPα hanya memiliki satu ekson Hal tersebut berdasarkan karakteristik ekson

gen CEBPα pada sapi Japanese Black (DQ0682701) Keseluruhan variasi

dimana coding sequence (CDS) gen CEBPα sapi Japanese Black dan sapi

Hanwoo (D829841) berada pada daerah 169 sampai 1230 (Taniguchi amp Sasaki

1996 Shin et al 2007) Terletak nya variasi basa pada ekson diperkirakan akan

mempengaruhi karakteristik daging sapi Bali

Variasi basa tersebut menunjukkan adanya kekhasan genetik pada sapi

Bali Sapi Bali merupakan spesies B sondaicus yang berasal dari banteng liar (B

banteng) (Talib 2002 Purwantara et al 2012) Berdasarkan hal tersebut asal

usul sapi Bali diduga menjadi penyebab terjadinya variasi basa Berbeda dengan

sampel sapi Angus FH Simmental yang merupakan spesies B taurus dan sampel

sapi PO Pasundan yang merupakan spesies B indicus Sapi tersebut memiliki

kedekatan keturunan sebagian besar breed dari sapi domestik adalah B taurus

atau B indicus (Zebu) yang merupakan keturunan dari Auroch liar (B primigeius)

(Mohamad et al 2012) Adanya kedekatan asal usul sampel sapi Angus FH

Simmental Pasundan dan PO diperkirakan menjadi penyebab tidak adanya

variasi basa yang ditemukan

Selain asal keturunan sapi Bali faktor lain seperti adaptasi sapi Bali

terhadap lingkungan tropis Indonesia selama bertahun-tahun memungkinkan

adanya keragaman genetik Sapi Bali telah terseleksi dengan kondisi iklim tropis

kualitas pakan yang rendah parasit penyakit lokal sehingga menghasilkan

keanekaragaman genetik yang khas (Sutarno amp Setyawan 2015) Sapi Bali telah

mengalami domestikasi bertahun-tahun (Talib 2002 Abidin 2010) Pada periode

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 55: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

43

yang cukup lama kondisi lingkungan akan mempengaruhi perubahan fenotipe

dan genotipe pada sapi (Nardone et al 2006)

Sapi Bali memiliki karakteristik tubuh yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan B indicus (lingkungan tropis) dan B taurus (lingkungan subtropis)

(Soares amp Dryden 2011) Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan tropis

Indonesia yang berbeda Kondisi lingkungan berupa temperatur mempengaruhi

keadaan fisiologis sapi (Nardone et al 2006) Keragaman genetik sapi Bali

(genotipe) dari gen CEBPα yang berasosiasi terhadap komposisi dan

pendistribusian lemak tubuh sapi (Shin et al 2007 He et al 2011 Wang et al

2011) dan kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan mempengaruhi

karakteristik dari daging sapi Bali

Daging sapi Bali mempunyai karakteristik daging yang alot (Navtalia et

al 2014) Hal tersebut diduga karena lingkungan tropis Indonesia yang memiliki

kondisi suhu yang cenderung panas Lingkungan dengan suhu yang tinggi akan

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan lemak pada daging (Mitlohner et

al 2001 Mader amp Davis 2004) Kondisi lingkungan yang panas diduga

mempengaruhi komposisi lemak pada daging sapi Bali Hal tersebut diperkuat

dengan penelitian Yosita et al (2012) dimana komposisi lemak pada subkutan

dari sapi subtropis lebih banyak dibandingkan sapi tropis (Yosita et al 2012)

Komposisi lemak pada subkutan atau tepat di bawah kulit berperan untuk

menjaga keseimbangan suhu tubuh dengan suhu lingkungan yang dingin

(subtropis)

Komposisi lemak intramuskular pada sapi Bali lebih besar dibandingkan

sapi subtropis (B taurus) (Yosita et al 2012 Suwiti et al 2017) Komposisi

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 56: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

44

lemak sapi Bali yang cenderung lebih banyak pada daerah otot menyebabkan

daging sapi Bali menjadi lebih keras atau alot Namun sapi Bali memiliki

kelebihan dengan memiliki tulang yang lebih kecil tetapi persentase daging yang

lebih tebal (Suwiti et al 2017) Hal tersebut akan meningkatkan persentase dari

karkas yang diperoleh

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 57: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

45

BAB V

PENUTUP

51 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan berupa

1 Gen CEBPα telah berhasil dikonfirmasi sapi potong lokal (sapi Pasundan

PO Bali) dan sapi potong introduksi (sapi Angus Simmental FH)

2 Terdapat variasi basa berhasil ditemukan pada sapi potong lokal yaitu sapi

Bali Pada kelima sapi sampel lainnya tidak ditemukan variasi basa

3 Metode konvensional dapat dijadikan metode alternatif dalam mengekstraksi

DNA rambut sapi selain menggunakan metode kit

52 Saran

Penelitian tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan memperbanyak jumlah

populasi sampel sapi untuk menemukan adanya Single Nucleotide Polymorphisme

(SNP) gen CEBPα pada sapi yang diteliti SNP bermanfaat untuk seleksi ternak

dengan kualitas daging yang lebih baik Selain itu perlu dilakukan optimasi

tambahan untuk metode konvensional ekstraksi DNA rambut sapi agar

memperoleh hasil yang maksimal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 58: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z (2010) Penggemukan Sapi Potong Jakarta PT Agromedia Pustaka

Adinata Y Subiarta amp Aryogi (2017) Identifikasi Fenotipik Sapi Peranakan Angus di Kabupaten Sragen In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 53ndash61)

Adoligbe C Huangfu Y F Zan L S amp Wang H (2015) CEBPα Gene As A Genetic Marker For Beef Quality Improvement Genetics and Molecular

Research 14(3) 9370ndash9383

Ahn S J Costa J amp Emanuel J R (1996) PicoGreen Quantitation of DNA Effective Evaluation of Samples Pre- or Post-PCR Nucleic Acids Research

24(13) 2623ndash2625

Astuti M (2004) Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan

Ongole (PO) Wartazoa 14(4) 30ndash39

Baharun A (2015) Potensi Reproduksi serta Keberhasilan Pembekuan Semen Menggunakan Pengencer Tris Kuning Telur dan Tris Soya pada Pejantan

Sapi Pasundan [Tesis] Institut Pertanian Bogor

Barendse W Bunch R J Thomas M B amp Harrison B E (2009) A splice

Site Single Nucleotide Polymorphism of The Fatty Acid Binding Protein 4 Gene Appears to be Associated with Intramuscular Fat Deposition in Longissimus Muscle in Australian Cattle Animal Genetics 40 770ndash773

Becker T (2000) Consumer Perception Of Fresh Meat Quality A framework For Analysis Bristish Food Journal 102(3) 158ndash176

Christy R J Kaestner K H Geiman D E amp Lane M D (1991) CCAATEnhancer Binding Protein Gene Promoter Binding of Nuclear Factors During Differentiation of 3T3-L1 Preadipocytes Proceedings of the

National Academy of Sciences of the United States of America 88(6) 2593ndash7

Dagong M I A Herman R Sumantri C Noor R R amp Yamin M (2012) Karakteristik Karkas dan Sifat Fisik Daging Domba Ekor Tipis (DET) Berdasarkan Variasi Genotip Gen Kalpastatin (CAST) (Lokus intron 5 ndash

ekson 6) Jurnal Ilmu Terbak Dan Veteriner 17(1) 13ndash24

Demeke T amp Jenkins G R (2010) Influence of DNA Extraction Methods

PCR Inhibitors and Quantification Methods on Real-Time PCR Assay of Biotechnology-Derived Traits Analytical and Bioanalytical Chemistry 396(6) 1977ndash1990

Edgar R C (2004) MUSCLE Multiple Sequence Alignment with High Accuracy and High Throughput Nucleic Acids Research 32(5) 1792ndash1797

Ellison S L R English C A Burns M J amp Keer J T (2006) Routes to improving the reliability of low level DNA analysis using real-time PCR BMC Biotechnology 6 1ndash11

Fatchiyah Arumingtyas E L Widyarti S amp Rahayu S (2011) Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis Malang Penerbit Erlangga

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 59: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

47

Ghatak S Muthukumaran R B amp Nachimuthu S K (2013) A simple method

of genomic DNA extraction from human samples for PCR-RFLP analysis Journal of Biomolecular Techniques 24(4) 224ndash231

Glitsch K (2000) Consumer Perceptions Of Fresh Meat Quality Cross-national Comparison British Food Journal 102(3) 177ndash194

Graham E A M (2007) DNA reviews Hair Forensic Science Medicine and

Pathology 3(2) 133ndash137

Gregory N G (2010) How Climatic Changes Could Affect Meat Quality Food

Research International 43(7) 1866ndash1873

Hall T (2001) BioEdit version 506 North Carolina State University Department of Microbiology

Hansen T V O Simonsen M K Nielsen F C amp Hundrup Y A (2007) Collection of blood saliva and buccal cell samples in a pilot study on the

Danish nurse cohort Comparison of the response rate and quality of genomic DNA Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention 16(10) 2072ndash2076

He H Liu X Gu Y amp Liu Y (2011) Effect of Genetic Variation of CEBPA Gene on Body Measurement and Carcass Traits of Qinchuan Cattle

Molecular Biology Reports 38(22) 4965ndash4969

Heywood D M Skinner R amp Cornwell P a (2003) Analysis of DNA in Hair Fibers Journal of Cosmetic Science 54(1) 21ndash27

Hue N T Chan N D H Phong P T Thao Lin N T amp Giang N D T (2012) Extraction of Human Genomic DNA from Dried Blood Spots and

Hairs Roots International Journal of Bioscience Biochemistry and Bioinformatics 2(1) 21ndash26

Jeoung Y H Lee S M Park H Y Yoon D H Moon S J amp Chung E R

(2004) Molecular Cloning and mRNA Expression of the Hanwoo CCAATenhancer-binding Protein (CEBPα) Gene Journal Animal Science

and Technology 46(6) 909ndash916

Johnson P F amp McKnight S L (1989) Eukaryotic Transcriptional Regulatory Proteins Annual Reviews of Biochemistry 58 799ndash839

Kumar P Choudhary V Bhattacharya T K Bhushan B amp Sharma A (2005) PCR-RFLP based genotyping of cattle using DNA extracted from

hair samples Indian Journal of Biotechnology 4(2) 287ndash289

Kumar S Stecher G amp Tamura K (2016) MEGA7 Molecular Evolutionary Genetics Analysis Version 70 for Bigger Datasets Molecular Biology and

Evolution 33(7) 1870ndash1874

Lane M D Tang Q Q amp Jiang M S (1999) Role of the CCAAT Enhancer

Binding Proteins (CEBPs) in Adipocyte Fifferentiation Biochemical and Biophysical Research Communications 266(3) 677ndash683

Lee S H Park E W Cho Y M Kim S K Lee J H Jeon J T hellip Yoon

D (2007) Identification Of Differentially Expressed Genes Related To

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 60: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

48

Intramuscular Fat Development In The Early And Late Fattening Stages Of

Hanwoo Steers Journal of Biochemistry and Molecular Biology 40(5) 757ndash764

Legraverend C Antonson P Flodby P amp Xanthopoulos G (1993) High level activity of the mouse CCAATenhancer binding protein (CEBPalpha) gene promoter involves autoregulation and several ubiquitous transcription

factors Nucleic Acids Research 21(8) 1735ndash1742

Luumlhken G Caroli A Ibeagha-Awemu E M amp Erhardt G (2009)

Characterization and Genetic Analysis of Bovine αs1-CaseinVariant Animal Genetics 40(4) 479ndash485

Madden T (2013) The NCBI Handbook In National Center for Biotechnology

Information (US) Bethesda (MD) (pp 425ndash436)

Mader T L amp Davis M S (2004) Effect Of Management Strategies On

Reducing Heat Stress Of Feedlot Cattle Feed And Water Intake Journal of Animal Science 82(10) 3077ndash3087

Mahdi A Wiyono H amp Suratno S (2013) Hubungan Kekerabatan Sapi Bali

(Bos sondaicus Muller) dan Banteng (Bos bibos drsquoalton) Melalui Pendekatan Kraniometri Relationship Jurnal Ilmu Dasar 14(2) 121ndash128

Margawati E T (2012) A Global Strategy of Using Molecular Genetic Information to Improve Genetics in Livestock Reproduction in Domestic Animals 47(SUPPL 1) 7ndash9

Mitlohner F M Morrow J L Dailey J W Wilson S C Galyean M L Miller M F hellip McGlone J J (2001) Shade And Water Misting Effect On

Behavior Physiology Performance And Carcass Traits Of Heat-stressed Feedlot Cattle Journal Animal Science 79 2327ndash2335

Mohamad K Olsson M Andersson G Purwantara B van Tol H T A

Rodriguez-Martinez H hellip Lenstra J A (2012) The origin of Indonesian cattle and conservation genetics of the Bali cattle breed Reproduction in

Domestic Animals 47(SUPPL 1) 18ndash20

Montgomery G W amp Sise J A (1990) Extraction of DNA from Sheep White Blood Cells New Zealand Journal of Agricultural Research 33(3) 437ndash

441

Nardone A Ronchi B Lacetera N amp Bernabucci U (2006) Climatik Effect

On Productive Traits In Livestock Veterinary Research Communications 30(1) 75ndash81

Natasamita A amp Mudikdjo K (1985) Beternak Sapi Daging Bogor Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor

Navtalia Reny Sniketut Suwiti I W S (2014) Karakteristik Protein dan Asam

Amino Daging Sapi Bali dan Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4degC Buletin Veteriner Udayana 7(2) 146ndash156

Page B T Casas E Heaton M P Cullen N G Hyndman D L Morris C

A hellip Smith T P L (2002) Evaluation of Single Nucleotide Polymorphisms in CAPN1 for Associations with Meat Tenderness in Cattle

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 61: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

49

Journal Animal Science 80 3077ndash3085

Park E a Roesler W J Liu J Klemm D J Gurney a L Thatcher J D hellip Hanson R W (1990) The role of the CCAATEnhancer-Binding Protein in

The Transcriptional Regulation of The Gene for Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (GTP) Molecular and Cellular Biology 10(12) 6264ndash72

Pearce K L Rosenvold K Andersen H J amp Hopkins D L (2011) Water

Distribution And Mobility In Meat During The Conversion Of Muscle To Meat And Ageing And The Impacts On Fresh Meat Quality Attributes - A

Review Meat Science 89(2) 111ndash124

Peaston A E amp Whitelaw E (2006) Epigenetics And Phenotypic Variation In Mammals Mammalian Genome 17(5) 365ndash374

Prasetya A (2011) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat

[Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pruitt K D Tatusova T amp Maglott D R (2005) NCBI Reference Sequence ( RefSeq ) a curated non-redundant sequence database of genomes

transcripts and proteins Nucleic Acids Research 33 501ndash504

Purwantara B Noor R R Andersson G amp Rodriguez-Martinez H (2012)

Banteng And Bali Cattle In Indonesia Status And Forecasts Reproduction in Domestic Animals 47(1) 2ndash6

Ramji D P amp Foka P (2002) CCAATEnhancer-Binding Proteins Structure

Function And Regulation The Biochemical Journal 365 561ndash75

Reverter A Johnston D J Ferguson D M Perry D Goddard M E

Burrow H M hellip Bindon B M (2003) Genetic And Phenotypic Characterisation Of Animal Carcass And Meat Quality Traits From Temperate And Tropically Adapted Beef Breeds 4 Correlations Among

Animal Carcass And Meat Quality Traits Australian Journal Of Agricultural Research 54 149ndash158

Rusono N (2015) Peningkatan Produksi Daging Sapi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (pp 12ndash21)

Schenkel F S Miller S P Jiang Z Mandell I B Ye X Li H amp Wilton J (2006) Association Of A Single Nucleotide Polymorphism In The

Calpastatin Gene With Carcass And Meat Quality Traits Of Beef Cattle Journal of Animal Science 84(April 2016) 291ndash299

Schenkel F S Miller S P Ye X Moore S S Nkrumah J D Li C hellip

Williams J L (2005) Association of Single Nucleotide Polymorphisms in The Leptin Gene with Carcass and Meat Quality Traits of Beef Cattle

Journal of Animal Science 83(9) 2009ndash2020

Schutt K M Burrow H M Thompson J M amp Bindon B M (2009) Brahman and Brahman Crossbred Cattle Grown On Pasture And In Feedlots

In Subtropical And Temperate Australia 2 Meat Quality And Palatability Animal Production Science 49 439ndash451

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 62: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

50

Scollan N Hocquette J F Nuernberg K Dannenberger D Richardson I amp

Moloney A (2006) Innovations in Beef Production Systems that Enhance The Nutritional and Health Value of Beef Lipids and Their Relationship with

Meat Quality Meat Science 74(1) 17ndash33

Sekjen Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian (2016) Outlook Daging Sapi Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan

Setiadi B (2016) Strategi Pemenuhan Syarat Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Baru Ternak Wartazoa 26(3) 133ndash142 Retrieved from

httpmedpublitbangpertaniangoidindexphpwartazoaarticleview1395

Shin S C Kang M J amp Chung E R (2007) Identification of a Novel SNP Associated with Meat Quality in CEBPα Gene of Korean Cattle Asian

Australian Journal Animal Science 20(4) 466ndash470

Soares F S amp Dryden G M L (2011) A body condition scoring system for

bali cattle Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 24(11) 1587ndash1594

Subiharta Utomo B amp Sudrajad P (2012) Potensi Sapi Peranakan Ongole

(PO) Kebumen Sebagai Sumber Bibit Sapi Lokkal di Indonesia Berdasarkan Ukuran Tubuhnya (Studi Pendahuluan) In Seminar Nasional

Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju Swasembada Protein Hewani (pp 1ndash8)

Sudrajad P amp Adinata Y (2013) Karakter Fenotipik Sapi Betina Peranakan

Ongole Kebumen (Phenotypic Characteristics of Ongole Grade Cows in Kebumen) In Seminar Nasional Teknologi Peternakan (pp 98ndash106)

Sulasmi Gunawan A Priyanto R Sumantri C amp Arifin J (2017) Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan Jurnal Veteriner 18(2) 263ndash273

Sutarno amp Setyawan A D (2015) Review  Genetic Diversity of Local and Exotic Cattle and Their Crossbreeding Impact on The Quality of Indonesian

Cattle Biodiversitas 16(2) 327ndash354

Sutarno amp Setyawan A D (2016) The Diversity Of Local Cattle In Indonesia And The Efforts To Develop Superior Indigenous Cattle Breeds

Biodiversitas 17(1) 275ndash295

Suwiti N K Nyoman N Susilawati C Bagus I amp Swacita N (2017)

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu Buletin Veteriner Udayana 9(2) 125ndash131

Talib C (2002) Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit dan Peluang

Pengembangannya Wartazoa 12(3) 100ndash107

Taniguchi Y amp Sasaki Y (1996) Rapid Communication Nucleotide Sequence

of Bovine CEBPα Gene Journal Animal Science 2554

Tornberg E (2005) Effects of Heat on Meat Proteins - Implications on Structure and Quality of Meat Products Meat Science 70 493ndash508

Tsukada J Yoshida Y Kominato Y amp Auron P E (2011) The

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 63: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

51

CCAATEnhancer (CEBP) Family of Basic-Leucine Zipper (bZIP)

Transcription Factors is a Multifaceted Highly-Regulated System for Gene Regulation Cytokine 54(1) 6ndash19

Vasseur-Cognet M amp Lane M D (1993) CCAATEnhancer Binding Protein alpha (CEBP Alpha) Undifferentiated Protein A Developmentally Regulated Nuclear Protein That Binds to The CEBP Alpha Gene promoter

Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 90(15) 7312ndash7316

Wang H Zan L S Wang H B Gong C amp Fu C Z (2012) Cloning Expression Analysis and Sequence Prediction of The CCAATEnhancer-Binding Protein Alpha Gene of Qinchuan Cattle Genetics and Molecular

Research 11(2) 1651ndash1661

Wang H Zan L S Wang H B amp Song F B (2011) A Novel SNP Of The

CEBPα Gene Associated With Superior Meat Quality In Indigenous Chinese Cattle Genetics and Molecular Research 10(3) 2069ndash2077

Wiyatna M F (2007) Perbandingan Indeks Perdagingan Sapi-sapi Indonesia

(Sapi Bali Madura PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) Jurnal Ilmu Ternak 7(1) 22ndash25

Yosita M Santosa U amp Setyowati E Y (2012) Persentase Karkas Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross Students E-Journal 1(1) 15ndash20

Yuan Z Li J Li J Gao X Gao H amp Xu S (2013) Effects of DGAT1 Gene on Meat and Carcass Fatness Quality in Chinese Commercial Cattle

Molecular Biology Reports 40(2) 1947ndash1954

Ząbek T Radko A amp Słota E (2005) Implications for The Use of Horse Hair Roots as A DNA Source for Microsatellite Typing Czech Journal Of Animal

Science 50(11) 499ndash502

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 64: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

52

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang basa atau base pair (bp) Gen CEBPα sampel sapi dan data

Gen Bank

Spesies Breed GenBank Accesion Base Pair (bp) Bos taurus Japanese Black DQ0682701 1380 Bos taurus KoreanHanwoo D829841 1380 Bos taurus ChineseQinchuan NM_1767842 1231

Bubalus bubalis Mediterranean XM_0252690201 3071 Bos taurus Simmental - 1178

Bos taurus Angus - 1187 Bos taurus Friesians Holstein - 1187 Bos indicus Peranakan Ongole - 1283

Bos indicus Pasundan - 1268 Bos sondaicus Bali - 1247

Lampiran 2 Posisi awal alignment basa sampel dengan data Gen Bank

Lampiran 3 Posisi akhir alignment basa sampel dengan data Gen Bank

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134

Page 65: DETEKSI GEN C/EBPα PENGKODE KUALITAS DAGING PADA SAPI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47933... · 2019-10-30 · Informasi gen C/EBPα pada sapi potong lokal

53

Lampiran 4 Perkiraan penempelan primer Gen CEBPα (Shin et al 2007)

Lampiran 5 Nilai kuantifikasi dari hasil ekstraksi DNA sampel

NO Sampel Breed Nomor ID Konsentrasi Kemurnian

1

Darah

Pasundan 601 867 173

2 Pasundan 602 1035 194

3 Peranakan Ongole 1691 278 309

4 Peranakan Ongole 1693 234 434

5 Bali 59 173 941

6 Bali 64 192 502

7

Rambut

Angus 171405 105 21

8 Friesians Holstein 310102 202 781

9 Friesians Holstein 310158 116 1134

10 Simmental 4490 22 231

11 Simmental 6115 116 1134