30
PERMBERDAYAAN DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH KEGIATAN PEMBINAAN DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH JAKARTA, 2007

Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

  • Upload
    uptdphr

  • View
    166

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

PERMBERDAYAAN

DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DIREKTORAT JENDERAL

MANAJEMAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

KEGIATAN PEMBINAAN DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH

JAKARTA, 2007

Page 2: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ 1

ABSTRAK ........................................................................................................... 2

I LATAR BELAKANG ............................................................................... 3

II SEJARAH SINGKAT ...............................................................................

Landasan Yuridis-Legalistik ....................................................

Landasan Teoritis-Ilmiah ..........................................................

Kondisi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Saat Ini ........

4

4

6

14

III KEGIATAN UTAMA ...............................................................................

Mengapa Perlu Diberdayakan? .................................................

Apakah Indikator Yang Menentukan Bahwa Dewan

Pendidikan dan Komite Sekolah Telah Berfungsi Dengan

Baik? .........................................................................................

Strategi, Program, dan Kegiatan Pemberdayaan Dewan

Pendidikan dan Komite Sekolah ...............................................

15

15

16

19

IV PROGRAM INOVATIF .......................................................................... 24

V INDIKATOR KEBERHASILAN PEMBERDAYAAN ......................... 26

VI PENUTUP .................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

Page 3: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

2

ABSTRAK

Kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai wadah peran serta masyarakat

dalam dunia pendidikan merupakan salah satu implikasi dari otonomi pemerintahan pada

umumnya dan otonomi pendidikan pada khususnya. Penyelenggaraan pemerintahan pada

umumnya dan penyelenggaraan pendidikan pada khususnya harus melibatkan peran serta

masyarakat. Itulah sebabnya maka pelaksanaan otonomi daerah dalam bidang pendidikan

telah melahirkan pula manajemen berbasis sekolah (MBS) atau school-based management

(SBM). Salah satu karakteristik manajemen berbasis sekolah tidak lain adalah pelibatan

peran serta orangtua dan masyarakat dalam pengambilan kebijakan, program, dan kegiatan

sekolah.

Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memiliki landasan teoritis yang

cukup kuat. Secara konseptual Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara bahkan

telah mengemukakan konsep tripusat pendidikan, yang menegaskan bahwa keluarga,

sekolah dan masyarakat merupakan satu kesatuan sinergis yang bertanggung jawab bukan

saja hasil belajar peserta didik tetapi juga proses pendidikan itu sendiri. Dalam buku

bertajuk ’How Communities Build Stronger Schools’, Anne Wescott dan Jean L. Konzal

menggambarkan pola hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang berkembang

menjadi paradigma baru yang bekerja sama secara sinergis.

Dewasa ini Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah terbentuk. Pelaksanaan peran

dan fungsinya memang belum optimal dalam mendukung upaya peningkatan mutu layanan

pendidikan. Itulah sebabnya upaya pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

melalui berbagai program dan kegiatan, seperti (1) workshop Dewan Pendidikan, (2)

pemberian subsidi stimulant Dewan Pendidikan, (3) pemilihan Komite Sekolah Hibah

Bersaing, (4) lokakarya Komite Sekolah Hibah Bersaing, dan kegiatan pendukung lainnya.

Pelaksanaan program dan kegiatan tersebut tidak lain bertujuan untuk memberdayakan

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Pelaksanaan program dan kegiatan pemberdayaan

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut dilaksanakan untuk mencapai sasaran

yang telah ditetapkan dalam Renstra Departemen Pendidikan Nasional (key development

milestones), yaitu: (1) 50% Dewan Pendidikan Pendidikan telah berfungsi dengan baik

pada tahun 2009, (2) 50% Komite Sekolah telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009,

dan (3) Dewan Pendidikan Nasional terlah terbentuk pada tahun 2009. Untuk mencapai

sasaran dalam Renstra tersebut, program pemberdayaan ini perlu mengembangkan standar

kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang akan digunakan sebagai indikator-

indikator pelaksanaan peran dan fungsi dengan baik tersebut.

Kata-kata kunci: Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, otonomi daerah, MBS, tripusat

pendidikan, key development milestones, peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah, kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, indikator pelaksanaan peran dan

fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Page 4: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

3

I. LATAR BELAKANG

Education is the shared responsibility of students, teachers, parents, tertiary

educators and the community

(Curriculum Framework for Kindergaten to Year 12 Education in Western

Australia, hal. 17)

Di masa sekarang dan yang akan datang pengelolaan pendidikan harus lebih

demokratis dalam bentuk memberikan otonomi seluas-luasnya kepada

masyarakat. Saat ini pemerintah sedang menggulirkan kebijakan otonomi

pendidikan. Ini merupakan momentum bagi masyarakat untuk berpartisipasi

tidak saja dalam aspek manajemennya, lebih penting lagi adalah dalam

memperkaya muatan pendidikan dengan wacana kultural, sosial, agama, dan

lain sebagainya yang berkembang di lingkungan sekitarnya

(Abdul Malik Fadjar)

Kelahiran Komite Sekolah ibarat bayi cantik yang sedang ditimang-timang oleh

banyak orang. Masyarakat, sebagai pihak konsumen pendidikan (customer),

mempunyai harapan yang sangat besar terhadap pelaksanaan peran dan fungsi

Komite Sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sementara

itu pemerintah, sebagai pihak penyedia layanan pendidikan (provider),

mengharapkan kelahiran Komite Sekolah sebagai mitra yang diharapkan dapat

bekerja sama secara sinergis untuk bersama-sama melaksanakan tugas

mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ada beberapa pertanyaan yang kemudian muncul. Pertama, apakah keberadaan

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memiliki landasan yuridis formal yang

kuat, atau lahir dari produk hukum dan perundang-undangan yang kuat sebagai

amanat rakyat. Dengan kata lain, apakah kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah memang benar-benar menjadi bayi yang diharapkan kelahirannya oleh

rakyat banyak? Kedua, apakah kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah -

-- di sisi lain --- juga memiliki dasar argumentasi teoritis-ilmiah yang cukup kuat?

Ketiga, apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah pada saat ini sudah

diterima sebagai mitra oleh pihak birokrasi dan legislatif, serta pemangku

kepentingan (stakeholder) yang lain. Keempat, apakah Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah telah melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal. Kelima,

Page 5: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

4

kalau belum, apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah menyusun

program dan kegiatan yang inovatif sehingga dapat mengoptimalkan peran dan

fungsinya, agar benar-benar memiliki manfaat besar dalam upaya peningkatan

mutu layanan pendidikan? Lima pertanyaan itulah yang akan dikupas tuntas dalam

tulisan ini.

II. SEJARAH SINGKAT

Sekolah tidak dapat lagi kita pikirkan sebagai suatu lembaga sosial yang berdiri

sendiri, terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang lain. Sekolah harus kita

pandang sebagai suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang

ada di sekitarnya, baik masyarakat lokal, maupun masyarakat daerah atau

masyarakat nasional. Kemudian, pendidikan tidak dapat lagi kita bayangkan

sebagai kegiatan yang hanya dilaksanakan oleh sekolah, dan bersifat terlepas dari

kegiatan pembinaan anak yang terjadi di lingkungan keluarga serta kegiatan

pengembangan diri yang dialami anak dalam lingkungan masyarakat

(Mochtar Buchori)

What can all of us together do to educate all children well.

(Anne Wescott dan Jean L. Konzal)

Landasan Yuridis-Legalistik

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah lahir sebagai amanat UU Nomor 25 Tahun

2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000 – 2004. Amanat

rakyat tersebut oleh Departemen Pendidikan Nasional dijabarkdan lebih lanjut ke

dalam Kepmendiknas 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Kepmendiknas tersebut telah melahirkan Buku Panduan Umum Dewan Pendidikan

dan Komite Sekolah yang digunakan sebagai acuan pembentukan dan pelaksanaan

kegiatan operasional Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Ketika proses penyusunan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, substansi Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan

dan Komite Sekolah kemudian menjadi salah satu bahan untuk substansi UU

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana kita

Page 6: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

5

ketahui, kelahiran UU Nomor 20 Tahun 2003 merupakan pengganti UU Nomor 2

Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dinilai sudah tidak

sepenuhnya sesuai dengan paradigma otonomi daerah dan desentralisasi

pemerintahan. Sebagian besar substansi Kepmendiknas Nomor 044/U/ 2002

tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah kemudian dimasukkan (insert)

utamanya ke dalam pasal 56 ayat 1 sampai dengan ayat 4 dalam UU Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai berikut:

Pasal 56 (1): Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan

yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui

dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.

Pasal 56 (2): Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan

dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan,

arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan

pada tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai

hubungan hirarkis.

Pasal 56 (3): Komita sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan

berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan,

arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan

pada tingkat satuan pendidikan.

Pasal 56 (4): Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite

sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan Pasal 56 (4) tersebut pada saat ini masih sedang dirumuskan oleh

Kelompok Kerja dalam bentuk RPP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan

Pendidikan. Dalam waktu dekat RPP tersebut akan segera diterbitkan menjadi PP

yang akan menjadi acuan operasional yang lebih rinci tentang proses pembentukan

dan pelaksanaan organisasi dan manajemen Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah.

Sekilas sejarah pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut telah

memberikan gambaran yang demikian jelas bahwa kelahiran Dewan Pendidikan

dan Komite Sekolah sesungguhnya telah memiliki landasan hukum yang amat

kuat, bukan hanya dalam bentuk Kepmendiknas, tetapi dalam bentuk undang-

Page 7: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

6

undang, dan diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama tentang dapat segera

diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP).

Landasan Teoritis-Ilmiah

Dalam buku bertajuk ’How Communities Build Stronger Schools’, Anne Wescott

dan Jean L. Konzal menggambarkan pola hubungan keluarga, sekolah, dan

masyarakat dalam tiga paradigma yang mengalami perubahan dan perkembangan.

Ketiga paradigma hubungan tripusat pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Paradigma lama

Orangtua dalam keluarga, warga sekolah, dan warga masyarakat serta

warga masyarakat memiliki hubungan sesuai dengan kepentingan masing-

masing dalam urusan pendidikan. Dalam paradigma lama ini, hubungan

tripusat pendidikan ini berlangsung sebagai satuan pranata sosial yang

berdiri sendiri dan berada dalam posisi yang terpisah-pisah. Menurut Anne

Wescott dan Jean L. Konzal, paradigma ditandai dengan adanya beberapa

karakteristik sebagai berikut: (1) menitikberatkan pada kecakapan

akademik dan pengetahuan, (2) hubungan sekolah terkontrol, komunikasi

satu arah, (3) birokratis, impersonal, dan terjadi komunikasi satu arah, (4)

saling melindungi diri, defensif, (5) hirarkis, tidak semua orang dipandang

sama, (6) perbedaan kultural dan sosial tidak mendapatkan perhatian

secara wajar, (7) beberapa keluarga dan siswa termarjinalisasi, (8)

orangtua dipandang sebagai sumber masalah dan kritik, dan (9)

masyarakat dipandang sebagai orang lain, kecuali diperlukan.

Guru dan dan warga sekolah dalam paradigma lama ini pada umumnya

masih berkutat pada pertanyaan, ”what can parents, community members,

and organizations do for us?” atau “apa yang orangtua, warga masyarakat,

dan organisasi masyarakat dapat lakukan untuk kami (sekolah)?” Jawaban

yang ingin mereka dapatkan dari pihak orangtua dan masyarakat hannyalah

hanya berupa uang transpor atau baju seragam atau honorarium kelebihan

Page 8: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

7

jam mengajar. Jadi, guru dan warga sekolah masih terfokus pada dukungan

finansial dari keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, keluarga dan

warga masyarakat pun sudah merasa telah memberikan peran utamanya,

jika ia telah memberikan dukungan finansial kepada sekolah. Masalah

proses belajar mengajar, urusan belajar anak di rumah, pembinaan moral

peserta didik, seluruhnya telah diserahkan sepenuhnya kepada sekolah.

Orangtua dan masyarakat hanya ingin tahu bahwa anaknya lulus dengan

nilai yang tinggi. Kalau kemudian ada anak yang perilakunya tidak baik,

atau tidak dapat mencapai standar kelulusan, orangtua dan masyarakat akan

segera mengembalikan tanggung jawab semua itu kepada sekolah.

Paradigma tersebut digambarkan sebagai berikut:

PARADIGMA LAMAPARADIGMA LAMA

SEKOLAH

MASYARAKAT

KELUARGA

Apa yang dilakukan

orangtua,

masyarakakat untuk

kita (sekolah)?

2. Paradigma Transisional

Dalam paradigma transisional, hubungan antara sekolah dan orangtua telah

berkembang sebagai hubungan kerja sama yang sudah interaktif. Pola

hubungan dalam paradigma transisional ini memiliki beberapa karakteristik

yang agak berbeda dengan karakteristik paradigma lama, antara lain adalah:

(1) menitikberatkan pada penguasaan akademik dan perkembangan

individual siswa, (2) hubungan sekolah diarahkan, (3) kurang birokratis,

Page 9: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

8

lebih manusiawi, dan telah terjadi hubungan dua arah, (4) proaktif, (5)

lebih inklusif, (6) perbedaan kultural dan sosial sudah memperoleh

perhatian, (7) kerja sama dengan orangtua sudah terbentuk secara

terbatas, (8) menjalin hubungan dengan masyarakat jika bermanfaat

kepada sekolah, dan (9) guru mulai mengadakan penelitian tentang

kegiatan belajar mengajar tetapi belum melibatkan orangtua dalam proses

ini.

Beberapa karakteristik paradigma lama sudah mulai mengalami perubahan,

meski belum secara total. Sebagai contoh, perhatian orangtua dan

masyarakat terhadap anak-anak dari keluarga tidak mampu sudah mulai

tumbuh, misalnya dengan adanya program beasiswa atau program subsidi

silang. Dengan demikian, lembaga pendidikan sekolah sudah tidak terlalu

birokratis lagi. Sekolah sudah menjadi lebih inklusif.

Dalam konteks paradigma transisional, sekolah dan keluarga menanyakan

kepada diri dan masayakat ”how can parents, community members,

organizations helps us do our job better” atau “bagaimana orangtua, warga

masyarakat, organisasi sosial dapat membantu kita untuk melaksanakan

tugas secara lebih baik”.

Paradigma tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

PARADIGMA TRANSISIONALPARADIGMA TRANSISIONAL

SEKOLAH

MASYARAKAT

KELUARGA

Apa yang dilakukan

masyarakakat agar dapat

membantu kita (sekolah)

untuk membantu sekolah

Page 10: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

9

3. Paradigma Baru

Karatkteristik hubungan tripusat pendidikan dalam paradigma baru ini telah

benar-benar berubah secara total, yang berbeda dengan paradigma

sebelumnya, yakni: (1) menitikberatkan perhatian pada siswa secara

keseluruhan, baik aspek akademis maupun perkembangan individualnya,

(2) tidak ada batas hubungan antar keluarga, sekolah, dan masyarakat, (3)

terjadi budaya menemukan, belajar, melindungi, dan membimbing; guru

dan orangtua melaksanakan penelitian tindakan bersama-sama, (4)

keikutsertaan secara personal, (5) tidak hirarkis, sepenuhnya inklusif,

setiap orang merasa dirangkul, (6) perbedaan budaya dan sosial dihargai

dan dipelihara dengan baik, (7) terdapat kerjasama antara orangtua dan

masyarakat, (8) orangtua dan warga masyarakat sebagai patner, (9)

menemukan manfaat bersama sebagai tujuan, (10) pilihan banyak dan cara

untuk mencapainya juga banyak.

Dalam paradigma baru ini, semua orang (orangtua dalam keluarga, kepala

sekolah dan guru di sekolah, serta warga masyarakat) secara bersama-sama

mengajukan pertanyaan tentang ”what can all of us together do to educate

all children well” atau tentang ”apa yang kita dapat kerjakan bersama

untuk mendidik semua anak dengan baik”. Dalam hal ini, pertanyaan

tentang bagaimana cara mendidik peserta didik itu tidak lagi hanya menjadi

tanggung jawab profesional para pendidik dan kepala sekolah dan tenaga

administrasi di sekolah saja, melainkan telah melibatkan peran serta secara

sinergis dari semua stakeholder pendidikan. Dengan kata lain, pemangku

kepentingan pendidikan (stakeholder) tidak lagi pernah menyebut ”murid

saya’, atau ”siswa saya”, atau ”siswa-siswa itu” atau ”anak-anak saya”,

melainkan dengan sebutan kolektif ”anak-anak kita”.

Dengan demikian, paradigma baru tentang hubungan tripusat pendidikan

ini telah memandang lembaga pendidikan sekolah sebagai milik bersama.

Dengan kata lain, tidak ada lagi ”single fighter” dalam pengelolaan dan

penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Page 11: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

10

Paradigma tersebut digambarkan sebagai berikut:

PARADIGMA BARUPARADIGMA BARU

SEKOLAH

MASYARAKATKELUARGA

Apa yang dapat kita

kerjakan bersama-

sama untuk mendidik

semua peserta didik

dengan baik?

Berdasarkan kajian teoritis-ilmiah tersebut di atas, paradigma hubungan keluarga,

sekolah, dan masyarakat di Indonesia masih dalam paradigma lama dan mulai

berubah ke paradigma transisional. Beberapa indikasi utama dapat disebutkan

sebagai berikut:

1. Keluarga, sekolah, dan masyarakat masih memandang hasil belajar

siswa lebih pada sisi kecakapan akademik dan pengetahuan

Nuansa akademik masih lekat dalam pandangan keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Keberhasilan siswa dalam pendidikan lebih diukur dari aspek

akademis semata-mata. Orangtua, sekolah, dan masyarakat merasa sudah

melaksanakan tugas pendidikan jika anak-anak telah berhasil menggondol

juara kelas atau menduduki peringat satu dalam aspek akademis. Aspek-

aspek yang berkenaan dengan perkembangan kepribadian anak, disiplin,

moralitas, dan berbagai macam kemampuan nonakademisnya seharusnya

juga memperoleh perhatian yang sama. Kelahiran Kurikulum Berbasis

Kompetensi pada hakikatnya bertujuan mengurangi orientasi akademis

Page 12: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

11

dengan menekankan aspek kompetensi dalam seluruh aspek kemampuan

siswa.

2. Hubungan keluarga dan sekolah masih bersifat satu arah dan bersifat

biokratis dan hierarkis

Hubungan seperti ini masih kental dalam kegiatan sekolah. Orangtua siswa

akan datang ke sekolah dalam acara pengambilan rapor, pertemuan orang-

tua siswa, penerimaan siswa baru, atau panggilan resmi dari kepala sekolah

karena ada masalah yang berkenaan dengan kenakalan siswa masih bersifat

birokratis. Dengan kata lain, hubungan sekolah dan orangtua siswa masih

bersiifat satu arah, yakni dari sekolah kepada orangtua siswa. Belum

banyak arah yang sebaliknya. Paling-paling surat pemberitahuan karena

anaknya sakit, atau memintakan izin anak karena ada keperluan keluarga.

Belum ada misalnya surat dari warga masyarakat atau orangtua yang berisi

evaluasi atau masukan kepada sekolah.

Dalam paradigma lama, sekolah dipandang sebagai unit birokratis yang

terendah dalam satu hierarkis organisasi departemen pendidikan. Sebagai

unit birokratis, maka pola layanan pendidikan kepada keluarga dan

masyarakat menjadi kaku, karena adanya jalur-jalur birokrasi tertentu.

Sebagai misal, untuk mengundang orangtua siswa perlu surat resmi dari

sekolah. Sehingga kehadiran orangtua siswa ke sekolah yang tidak kerena

surat panggilan seperti itu sering menimbulkan pertanyaan ’ada apa’ atau

’apakah Anda menerima surat panggilan dari sekolah’. Dalam hal ini

sekolah lebih memosisikan dirinya lebih tinggi dari orangtua siswa. Posisi

antara keluarga, sekolah, dan masyarakat seharusnya setara.

3. Antara keluarga dan sekolah masih saling bersifat defensif

Merasa sebagai unit birokrasi terendah, maka hubungan antara sekolah dan

keluarga lebih bersifatr defensif. Sekolah tidak merasa perlu berhubungan

dengan keluarga dan masyarakat jika tidak ada keperluannya. Demikian

Page 13: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

12

juga sebaliknya pandangan orangtua dan masyarakat terhadap sekolah.

Kalau ada masalah kenakalan anak, prestasi belajar yang rendah, sebagai

misal, orangtua akan menyalahkan sekolah. Sebaliknya, menurut keluarga

dan masyarakat, kesalalahan itu terletak pada pundak sekolah. Masalah itu

seharusnya menjadi tanggung jawab bersama.

4. Perbedaan kultural dan sosial masih kurang mendapatkan perhatian

secara wajar dan beberapa siswa termarjinalisasi, misalnya karena

faktor sosial ekonomi

Sebagaimana proses belajar mengajar yang berlaku secara klasikal, maka

perbedaan kultural dan sosial peserta didik kurang memperoleh perhatian

dari sekolah secara wajar. Sebagai contoh, seorang guru kelas atau wali

kelas tidak secara dini mengetahui latar belakang keluarga siswa. Sang guru

baru mengetahui kondisi keluarga seorang siswa ketika sang anak tidak

membayar uang sekolah untuk sekian bulan. Setelah ia menanyakan kepada

siswa tersebut barulah diketahui bahwa siswa tersebut ternyata berasal dari

keluarga yang beban hidupnya ditopang dari pekerjaan ibunya sebagai

tukang cuci untuk para tetangganya. Seharusnya masalah tersebut sejak dini

telah menjadi kepedulian bersama antara keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Mediator antara tripusat pendidikan ini dapat dilakukan oleh

Komite Sekolah.

5. Sekolah masih sering memandang orangtua sebagai sumber masalah

dan kritik

Ada kecenderungan saling menyalahkan antara keluarga, sekolah, dan

masyarakat jika terjadi permasalahan peserta didik. Sekolah menganggap

keluarga dan masyarakat hanya sebagai tukang kritik. Sebaliknya keluarga

dan masyarakat menganggap sekolah kurang cakap dalam mendidik anak-

anak mereka, tanpa memberikan masukan kepada sekolah.

Page 14: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

13

6. Sekolah sering memandang masyarakat sebagai orang lain atau pihak

yang berada di luar sekolah, kecuali diperlukan

Terkait dengan hubungan yang bersifat birokratis dan hierarkis tersebut,

sekolah sering memandang masyarakat sebagai pihak yang berada di luar

sekolah, kecuali diperlukan. Jadi keluarga, sekolah, dan masyarakat akan

berhubungan jika diperlukan saja. Komitmen perlunya berkomunikasi dan

bekerja sama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat hanya merupakan

komitmen insidental, temporer, bukan komitmen abadi untuk kepentingan

generasi muda bangsa.

Berdasarkan gambaran singkat tentang pola hubungan tripusat pendidikan tersebut,

maka kehadiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah memiliki landasan

teoritis-ilmiah yang cukup kuat. Doharapkan kehadiran Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah dapat memperbaiki pola hubungan tripusat pendidikan menjadi

lebih baik lagi di masa mendatang sesuai dengan paradigma baru.

Beberapa karakteristik dalam paradigma lama memang masih melekat dalam

hubungan tripusat pendidikan di Indonesia. Namun demikian, di beberapa sekolah

swasta di Indonesia pola hubungan itu mungkin lebih maju dibandingkan dengan

di sekolah negeri. Hal ini terjadi, karena sekolah negeri di masa lalu lebih banyak

memperoleh perhatian dan bantuan yang lebih banyak dibandingkan dengan

sekolah swasta. Sementara kehidupan sekolah swasta amat ditentukan oleh peran

serta orangtua dan masyarakatnya. Oleh karena itu, tidak boleh tidak sekolah

swasta harus dapat menggandeng orangtua dan masyarakat untuk menyatu secara

singergis dalam membangun sekolah dan meningkatkan mutu pendidikannya.

Sekolah dan orangtua serta masyarakat dalam posisi yang saling memerlukan.

Pola hubungan tripusat pendidikan diharapkan akan berubah menjadi lebih baik

dengan pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yang menjadi

wadah peran serta masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Dengan catatan, lembaga itu tidak hanya sekedar menjadi stempel sekolah, seperti

yang terjadi dengan BP3 atau POMG di masa lalu.

Page 15: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

14

Sebagai contoh, inilah yang terjadi di satu Sekolah Dasar yang boleh disebut telah

mulai menerapkan paradigma baru ini. Menjelang kegiatan ulangan semester,

semua orangtua siswa diundang ke sekolah. Dalam arena pertemuan yang sengaja

dibuat tidak formal itu, semua siswa dan didampingi oleh masing-masing

orangtuanya bertatap muka dengan kepada sekolah dan semua guru. Kepala

sekolah menjelaskan tentang rencana kegiatan ulangan semester itu, yang menurut

jadwal kurang dua minggu lagi. Akan lebih baik lagi jika jadwal ini dapat dilihat

setiap hari pada papan pengumuman di halaman sekolah. Bunyinya ”Ulangan

Semester kurang 14 hari lagi”. Setiap hari papan pengumuman ini akan diganti

menjadi ’kurang 13 hari lagi’, ’kurang 12 hari lagi’ dan seterusnya. Sehari kemarin

papan pengumuman itu masih tertulis ”Ulangan Semester kurang 15 hari lagi”.

Pada saat papan pengumuman tersebut tertulis ”Ulangan Semester kurnag 14 hari

lagi, semua orangtua telah diundang ke sekolah untuk memperoleh penjelasan dari

kepala sekolah, tentang apa yang telah dilakukan sekolah selama ini, dan apa saja

yang perlu dilakukan oleh orangtua, termasuk untuk mendorong anaknya untuk

belajar, dan memberikan doa restu kepada anak-anak kita. Acara diakhiri dengan

acara permohonan doa restu anak-anak kepada orangtua dan kepada semua

gurunya dengan cara saling berjabat tangan. Ini merupakan satu prosesi yang

terjadi di satu sekolah dasar swasta terkenal di Yogyakarta. Contoh tersebut

minimal dapat dijadikan satu model atau bahan diskusi lebih lanjut tentang apa

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama antara

sekolah, keluarga, dan masyarakat. Semua itu dilakukan semata-mata untuk

kepentingan pendidikan anak-anak kita, anak-anak pewaris masa depan bangsa.

Kondisi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Saat Ini

Apakah kehadiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah diterima oleh

birokrasi dan legislatif, dan pemangku kepentingan lainnya? Jawabannya belum

sepenuhnya. Belum semua lembaga eksekutif dan legislatif menerima dengan

tangan terbuka untuk kemitraan yang akan dibangun oleh Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah. Setidaknya ada empat indikasi dapat diberikan dalam tulisan ini.

Pertama, ada walikota yang dengan cara yang arogan telah membubarkan Komite

Page 16: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

15

Sekolah. Kedua, ada bupati yang baru terpilih dalam pilkada yang telah memecat

Ketua Dewan Pendidikan, dengan alasan tertentu. Ketiga, ada kepala sekolah yang

telah memecat komite sekolah, karena tidak mau menandatangani laporan

pertanggungjawaban BOS. Keempat, masih ada beberapa gubernur belum

memiliki respon dalam pembentukan Dewan Pendidikan Provinsi.

Walaupun bagaimana, eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah

cukup diterima di beberapa daerah. Beberapa indikasi dapat disebutkan sebagai

berikut. Pertama, ada Ketua Dewan Pendidikan yang secara kolegial dapat

menggandeng bupati/walikota dam legislatif untuk menerbitkan Peraturan Daerah

(Perda) Pendidikan. Kedua, ada seorang ketua DPRD yang ternyata telah memiliki

pemahaman komprehensif tentang kedudukan Dewan Pendidikan, yakni bukan

sebagai subordinasi dari Dinas Pendidikan. Ketiga, ada beberapa orang gubernur

yang sangat akomodatif menerima rekomendasi dari Dewan Pendidikan setiap

tahun. Keempat, ada ketua Dewan Pendidikan yang dapat dengan mudah

menggandeng walikota untuk meluncurkan program pemberian beasiswa bagi

peserta didik yang berprestasi dan hadiah kepada guru-guru yang berprestasi.

Jika eksistendi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sudah sepenuhnya dapat

diterima oleh pihak-pihak birokasi, legislatif, dan pemangku kepentingan yang lain,

atau jika semua pihak tersebut telah memiliki pemahaman yang benar tentang

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka diharapkan akan terjadi peningkatan

kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Pada gilirannya Dewan Pendidikan

dan Komite Sekolah akan mampu melaksanakan peran dan fungsinya secara

optimal.

III. KEGIATAN UTAMA

Sekolah-sekolah kita terletak pada jantung masyarakat. Mereka memiliki satu

tradisi yang kaya tentang keikutsertaan orang tua dan masyarakat dalam

pendidikan

(Menteri Pendidikan dan Pelatihan, Ontario, Kanada)

Page 17: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

16

Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat

dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan

pendidikan di satuan pendidikan.

(Kepmendiknas Nomor 044/U/2002)

Mengapa Perlu Diberdayakan?

Dalam keadaan plus minus kondisi dan masalah yang telah dijelaskan dalam uraian

di atas, secara kuantitatif Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat dijelaksan

sebagai berikut. Pertama, dewasa ini Komite Sekolah telah dibentuk hampir di

semua satuan pendidikan sekolah/madrasah di Indonesia. Kedua, Dewan

Pendidikan Kabupaten/Kota telah dibentuk hampir di seluruh kabupaten/kota di

Indonesia. Ketiga, meskipun PP yang mengatur tentang pembentukan Dewan

Pendidikan Provinsi belum terbit, namun dewasa ini Dewan Pendidikan Provinsi

telah dibentuk di dua puluh provinsi di Indonesia. Keempat, proses pembentukan

Dewan Pendidikan Nasional masih sedang dipersiapkan oleh Departemen

Pendidikan Nasional.

Meskipun demikian, dari segi kualitatif kondisi Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, proses pembentukan Dewan

Pendidikan dan Komite Sekolah masih ada yang belum sepenuhnya dengan

ketentuan yang berlaku. Kedua, beberapa Komite Sekolah dibentuk hanya untuk

tujuan sesaat, yakni sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh subsidi.

Ketiga, ada beberapa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bahkan ada yang

belum memiliki AD/ART. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa beberapa

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut belum dapat melaksanakan peran

dan fungsinya secara obtimal untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan

nasional.

Apakah Indikator Yang Menentukan Bahwa Dewan Pendidikan

dan Komite Sekolah Telah Berfungsi Dengan Baik?

Berbagai alasan itulah yang menyebabkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

perlu diberdayakan, agar kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat

Page 18: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

17

meningkat lebih tinggi lagi. Dengan kata lain, Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah perlu diberdayakan agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara

optimal. Singkat kata, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah perlu diberdayakan

antara lain melalui proses revitalisasi, baik organisasinya, kebijakan, program, dan

kegiatannya, sehingga lembaga mandiri ini benar-benar dapat berfungsi dengan

baik, sebagaimana telah diamanatkan dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal

Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, bahwa: (1) 50% Dewan Pendidikan

Kabupaten/Kota telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (2) 50%

Komite Sekolah telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, dan (3) Dewan

Pendidikan Nasional telah dibentuk pada tahun 2009. Apakah karakteristik

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang telah berfungsi dengan baik?

Beberapa indikator berikut ini dapat dijadikan pegangan.

Tabel 1

Indikator Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Yang Telah Berfungsi Dengan Baik

No. Fungsi Indikator

1 Mendorong tumbuhnya

perhatian dan komitmen

masyarakat terhadap

penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu

1 Memiliki AD/ART Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah

2 Menyusun program kerja Dewan

Pendidikan dan Komite Sekolah

3 Menjalin komunikasi efektif dengan

pemangku kepentingan (stakeholder)

pendidikan

4 Menyusun rencana, melaksanakan, dan

melakukan evaluasi pelaksanaan program

dan kegiatan pemberdayaan masyarakat

2 Melakukan kerja sama

dengan masyarakat

(institusi terkait)

5 Melaksanakan kerja sama (MOU) dengan

institusi terkait.

6 Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan

kerja sama (MOU)

3 Menampung dan

menganalisis aspirasi, ide,

tuntutan, dan berbagai

kebutuhan pendidikan dari

masyarakat

7 Melaksanakan kegiatan pendataan, survai,

pemetaan masalah pendidikan, studi,

kajian, seminar, dan sebagainya, serta

mengumumkan kepada masyarakat

8 Melaksanakan inventarisasi aspirasi, ide,

tuntutan, dan kebutuhan masyarakat

tentang pendidikan

4 Memberikan masukan,

pertimbangan, dan

rekomendasi kepada

pemerintah dan sekolah

9 Memberikan rekomendasi secara periodik,

terutama secara tertulis, kepada

pemerintah dan sekolah

10 Mengawasi pelaksanaan rekomendasi

Page 19: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

18

tentang:

a. kebijakan dan program

pendidikan

b. kriteria kinerja daerah

dan sekolah

c. kriteria tenaga

kependidikan,

d. kriteria fasilitas

pendidikan

e. hal-hal yang terkait

dengan pendidikan

tersebut dan meminta klarifikasi kepada

pemerintah dan sekolah tentang

rekomendasi yang belum dilaksanakan.

11 Menyusun berbagai kriteria, standar,

norma, dan panduan yang diperlukan

dalam penyelenggaraan pendidikan di

daerah dan sekolah

12 Memberikan andil yang besar dan aktif

dalam proses penyusunan Peraturan

Daerah (Perda) Pendidikan

5 Mendorong orangtua dan

masyarakat untuk

berpartisipasi dalam

pendidikan

13 Menyusun program-program inovatif

yang secara langsung memiliki dampak

mendorong orangtua dan masyarakat

untuk berpartisipasi dalam pendidikan

14 Mengevaluasi pelaksanaan program-

program inovatif tersebut secara

berkelanjutan.

6 Melakukan evaluasi dan

pengawasan terhadap

kebijakan, program,

penyelenggaraan, dan

keluaran pendidikan.

15 Melaksanakan monitoring dan evaluasi

terhadap pelaksanaan kebijakan, program,

dan kegiatan dalam rangka

penyelenggaraan pendidikan

16 Menyusun laporan pelaksanaan program

dan kegiatan serta hasil kegiatan

pengawasan.

17 Menyampaikan laporan kegiatan dan hasil

pengawasan kepada pihak-pihak yang

terkait.

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah akan dapat melaksanakan peran dan

fungsinya dengan baik jika memenuhi minimal 17 (tujuh belas) indikator tersebut.

Dengan demikian, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah benar-benar dapat

menjadi lembaga masyarakat yang “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi” jika

disejajarkan dengan posisi lembaga birokrasi, legislatif, dan pemangku kepentingan

lanilla. Dengan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak boleh lagi hanya menjadi

“lembaga stempel”. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah juga tidak boleh

menjadi ”eksekutor” yang ditakuti oleh lembaga yang harus diajak mandiri. Yang

diharapkan adalah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang benar-benar dapat

mengembangkan pola kemitraan dengan daerah dan sekolah.

Page 20: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

19

Strategi pemberdayaan Komite Sekolah

Pertama, pemberdayaan Komite Sekolah dilakukan secara bottom up oleh Dewan

Pendidikan Kabupaten/Kota. Untuk dapat melaksanakan kegiatan pemberdayaan

Komite Sekolah, Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota harus memiliki tenaga

fasilitator yang mempunyai tugas untuk melakukan pendampingan kepada Komite

Sekolah. Kegiatan pendampingan ini dikoordinasikan oleh fasilitator dari Dewan

Pendidikan Provinsi.

Konsep pemberdayaan Komite Sekolah ini merupakan peningkatan dari kegiatan

sosialisasi yang biasanya telah dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota

selama ini. Kegiatan sosialisasi selama ini memang telah dilaksanakan oleh Dewan

Pendidikan. Namun kegiatan itu lebih merupakan kegiatan pertemuan, yang isinya

berupa ceramah dan tanya jawab. Peserta kegiatan ini biasanya bersifat massal, dan

selepas pertemuan, peserta biasanya akan kembali kepada kebiasaan lama, tidak

banyak mengubah pola pikir (mindset). Kegiatan sosialisasi seperti itu hanya

berupa penyampaian informasi tanpa menimbulkan perubahan sikap dan kebiasaan

dalam kinerja organisasi. Lalu, apakah pemberian informasi seperti itu memang

tidak diperlukan lagi? Secara umum memang masih bisa dilaksanakan. Namun,

pemberian informasi seperti itu, harus diikuti dengan penerapan pola-pola yang

lebih bersifat pendampingan atau fasilitasi langsung kepada Komite Skeolah.

Dengan demikian, kegiatan sosialisasi itu perlu ditingkatkan menjadi kegiatan

pemberdayaan, dengan titik berat sebagai kegiatan pendampingan kepada setiap

kelompok Komite Sekolah, menyerap langsung masalah yang dihadapi, dan

kemudian bersama-sama Komite Sekolah berusaha untuk memecahkannya. Dewan

Pendidikan Kabupaten/Kota perlu memiliki Tim Fasilitator tingkat kabupaten/kota,

yang terjun langsung ke setiap Komite Sekolah, atau setidaknya ke berbagai forum

kegiatan Komite Sekolah. Fasilitator bukanlah birokrat yang sedang turun ke

lapangan atau sedang melakukan turba (turun ke bawah). Fasilitator adalah

pendamping yang setia Komite Sekolah, yang bersama-sama ikut membentuk

Komite Sekolah secara demokratis, transparan, dan akuntabel.

Page 21: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

20

Kedua, pelaksanaan program pemberdayaan Komite Sekolah sekaligus

mempunyai tujuan ibarat pisau bermata dua. Satu sisi memang untuk

memberdayaan Komite Sekolah, di sisi lain sekaligus juga untuk memberdayaan

Dewan Pendidikan. Untuk dapat melaksanakan program pemberdayaan Komite

Sekolah dengan baik, maka Dewan Pendidikan harus dapat memberdayakan

dirinya sendiri. Tahap awal mengirimkan master trainer untuk mengikuti training

of trainer (TOT) di Jakarta, dan pada tahap berikutnya melakukan TOT mandiri

dengan menggunakan master trainer yang telah dimilikinya.

Foto:

Penyampaian Pengalaman Dewan Pendidikan,

dalam Acara Workshop Dewan Pendidikan

Page 22: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

21

Ketiga, untuk menghasilkan fasilitator pemberdayaan Komite Sekolah

sebagaimana yang diharapkan tersebut, perlu diadakan TOT (training of trainer)

fasilitator pemberdayaan Komite Sekolah, yang diikuti oleh calon-calon fasilitator

yang dikirimkan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Melalui

kegiatan TOT Pemberdayaan Komite Sekolah ini, para peserta diharapkan dapat

menjadi fasilitator pemberdayaan Komite Sekolah, dengan tugas antara lain: (1)

memberikan fasilitasi Komite Sekolah, khususnya dalam proses pembentukan

Komite Sekolah, (2) memberikan pendampingan dalam perumusan program dan

kegiatan Komite Sekolah selaras dengan peran dan fungsi Komite Sekolah, (3)

membentuk Komite Sekolah Inti (KSIn) dan Komite Sekolah Imbas (KSIm), (4)

membangun forum komunikasi Komite Sekolah di daerah kabupaten/kota, dan (5)

memberikan fasilitasi untuk menjalin hubungan yang tidak harmonis antara

Komite Sekolah dengan pihak sekolah, serta dunia usaha dan industri (DUDI).

Hasil kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah tersebut dilaporkan kepada Dewan

Pendidikan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dengan demikian, Dewan Pendidikan

Foto:

Penyampaian Paparan Materi Penggunaan Subsidi Stimulan Dewan Pendidikan,

dalam Acara Workshop Dewan Pendidikan

Page 23: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

22

Kabupaten/Kota dan Provinsi secara berkala memperoleh laporan tentang keadaan

dan masalah Komite Sekolah di daerahnya.

Keempat, kegiatan TOT tersebut memerlukan bahan atau materi pemberdayaan

Komite Sekolah. Untuk menyiapkan materi dasar yang akan digunakan oleh tim

fasilitator perlu dibuatkan beberapa modul pemberdayaan Komite Sekolah. Modul-

modul tersebut bukan hanya akan diberikan sebagai materi yang akan diberikan

dalam kegiataan TOT, tetapi akan menjadi bekal dasar yang akan digunakan oleh

fasilitator untuk melaksanakan tugasnya di lapangan.

Untuk tahap awal, tiga modul telah disusun oleh tim penulis yang ditunjuk oleh

Direktroat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada tahun

anggaran 2005 tiga modul pemberdayaan Komite Sekolah telah berhasil disusun.

Pada tahun anggaran 2006, modul-modul tersebut digunakan sebagai materi TOT,

dan kemudian dicetak untuk kemudian disebarluaskan kepada Dewan Pendidikan

dan Komite Sekolah.

Foto:

Penutupan Kegiatan

dalam Acara Workshop Dewan Pendidikan

Page 24: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

23

Tiga moful pemberdayaan Komite Sekolah tersebut dapat dijelaskan dalam tabel

berikut:

Tabel 2

Tiga Modul Pemberdayaan Komite Sekolah

Modul Topik Subtopik

1 Penguatan

Kelembagaan Komite

Sekolah

Pembentukan --- Revitalisasi ---

Komite Sekolah

Pelaksanaan Peran dan Fungsi Komite

Sekolah Untuk Meningkatkan

Layanan Pendidikan

Membangun Hubungan Kemitraan dan

Kerjasama Secara Sinergis Antara

Komite Sekolah dengan Keluarga,

Sekolah, dan Masyarakat

2 Peningkatan

Kemampuan

Organisasional

Komite Sekolah

2.1. Memutar Roda Organisasi dan

Manajemen Komite Sekolah

2.2. Penyusunan Rencana Pengembangan

Sekolah (RPS) dan Rencana

Pendapatan dan Belanja Sekolah

(RAPBS)

2.3. Menjalin Hubungan Kemitraan dan

Kerjasama Sinergis Komite Sekolah

dengan Institusi Terkait

3 Peningkatan

Wawasan

Kependidikan

Pengurus Komite

1. Sekolah Sebagai Suatu Sistem

2. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

3. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif,

dan Menyenangkan (PAKEM)

Ketiga modul Pemberdayaan Komite Sekolah tersebut diharapkan dapat dikuasai

oleh fasilitator yang dilatih dalam kegiatan TOT. Lebih dari itu, ketiga mdoul

Pemberdayaan Komite Sekolah kemudian dapat digunakan menjadi bekal dasar

dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah. Apakah Dewan

Pendidikan Kabupaten/Kota dan Provinsi dapat menyusun modul sendiri untuk

melaksanakan pemberdayaan Komite Sekolah? Tentu saja dapat. Dewan

Penddiikan Kabupaten/Kota dapat saja menyusun modul muatal lokal untuk

kepentingan daerahnya masing-masing. Untuk masa mendatang, modul-modul lain

pun dapat dikembangkan lebih lanjut.

Page 25: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

24

IV. PROGRAM INOVATIF

Selain progrram pemberdayaan Komite Sekolah yang diharapkan akan menjadi

program primadona Dewan Pendidikan, pada tahun-tahun sebelumnya Dewan

Pendidikan telah didorong untuk mengembangkan program-program inovatif sesuai

dengan kondisi dan masalah di daerahnya masing-masing. Sebagai contoh,

beberapa program inovatif Dewan Pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Program SABAS (Siap Aktif Bantu Sekolah). Program ini dikembangkan

oleh Dewan Pendidikan Kota Batam. Dengan memanfaatkan banyaknya

perusahaan yang ada di daerah ini, Dewan Pendidikan Kota Batam berhasil

menggandeng perusahaan di daerahnya untuk membantu sekolah. Menteri

Pendidikan Nasional, Bapak Abdul Malik Fadjar, ketika itu telah diminta

untuk menandatangani piagam SABAS bersama dengan Wali Kota Batam

dalam acara charity night di sebuah hotem berbintang yang dihadiri para

pengusaha di Kota Batam. Mirip Program SABAS ini di Jawa Barat

dikenal dengan GEMALA atau Gerakan Amal Alumni. Dalam rangka

menggalang dana masyarakat untuk membantu pendidikan juga telah

dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kotamadya Jakarta Barat, dengan

kegiatan pemberian beasiswa untuk siswa berprestasi dan guru berprestasi.

Acara pemberian beasiswa ini dilaksanakan di Arena Taman Impian Jaya

Ancol, dan beasiswa secara simbolis diberikan oleh Wakil Gubernur

Provinsi DKI Jakarta.

2. Sosialisasi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah melalui media radio dan

televisi. Kegiatan ini telah dilakukan oleh beberapa Dewan Pendidikan,

antara lain Dewan Pendidikan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

Dewan Pendidikan Kabupaten Ponorogo.

3. Penyampaian rekomendasi pendidikan kepada pemerintah daerah telah

dilakukan antara lain oleh Dewan Pendidikan Provinsi Bangka Belitung.

Rekomendasi pendidikan disampaikan setiap tahun, dan pada tahun

berikutnya pelaksanaan rekomendasi itu dievaluasi secara kritis oleh Dewan

Pendidikan.

Page 26: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

25

4. Usulan Peraturan Daerah (Perda) tentang pendidikan. Beberapa Dewan

Pendidikan telah secara aktif memberikan masukan tentang pentingnya

peraturan daerah tentang pendidikan. Yang pertama kali memberikan usulan

kepada pemerintah daerah dan DPRD adalah Dewan Pendidikan Kota

Malang. Berkat Perda yang sudah diterbitkan tersebut, aset pendidikan di

Kota Malang dapat diselamatkan dari proses tukar guling menjadi aset

nonpendidikan. Meskipun PP yang mengatur tentang pengelolaan dan

penyelenggaraan pendidikan belum juga berhasil diterbitkan oleh

pemerintah, beberapa daerah provinsi dan kabupaten/kota telah berhasil

menerbitkan Perda tentang pendidikan di daerahnya. Semua itu antara lain

berkat kerja keras Dewan Pendidikan di daerah tersebut.

5. Menjalin hubungan dan kerja sama antara Dewan Pendidikan dan birokrasi

dan legislatif. Berkat jalinan hubungan dan kerja sama tersebut, beberapa

masalah disharmoni antara pemerintah dan masyarakat dapat diselesaikan

dengan baik. Masalah pembubaran Komite Sekolah yang terjadi di satu

kota, berhasil diklarifikasi dengan baik oleh Dewan Pendidikan, dan

akhirnya surat perintah pembubaran Komite Sekolah tersebut telah dicabut

kembali oleh Walikota yang bersangkutan.

6. Kajian dan seminar untuk mengkaji berbagai masalah pendidikan. Beberapa

Dewan Pendidikan telah secara aktif melakukan beberapa kajian, misalnya

peran dunia usaha dan industri dalam peningkatan pendidikan. Kegiatan

kajian dan seminar ini misalnya telah dilaksanakan oleh Dewan Pendidikan

Kabupaten Wonogiri, Dewan Pendidikan Kabupaten Pasuruan, dan

sebagainya.

Masih banyak program inovatif tersebut tidak dapat dipaparkan semua dalam

tulisan ini. Berbagai program inovatif didiseminasikan kepada Dewan Pendidikan

lain melalui kegiatan workshop Dewan Pendidikan yang diselenggarakan setiap

tahun. Untuk terus dapat meningkatkan program inovatifnya, Dewan Pendidikan

telah memperolah subsidi stimulan yang diberikan dengan sistem evaluasi

kinerjanya. Dengan sistem ini Dewan Pendidikan diberikan motivasi untuk

melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal. Melalui program inovatif

tersebut, diharapkan Dewan Pendidikan dapat terus meningkat kinerjanya dari

Page 27: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

26

waktu ke waktu, sejalan dengan sasaran milestone yang telah ditetapkan Depdiknas

bahwa 50% Dewan Pendidikan telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009.

V. INDIKATOR KEBERHASILAN PEMBERDAYAAN

DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH

Program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat dinilai

berhasil jika telah tercapai beberapa indikator sebagai berikut:

1. Proses pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di masa depan

tidak lagi dilakukan secara instan, melainkan melalui proses dan mekanisme

yang demokratis, transparan, dan akuntabel sesuai dengan AD/ART.

2. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di masa depan benar-benar telah

menjadi lembaga masyarakat yang mandiri, dengan melaksanakan prinsip

manajemen yang demokratis, transparan, dan akuntabel.

Foto:

Acara Panyampaian Paparan Tentang Pengalaman Dewan Pendidikan

dalam Acara Workshop Dewan Pendidikan

Page 28: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

27

3. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di masa depan benar-benar telah

menjadi lembaga masyarakat yang diakui eksistensinya secara mantap oleh

pemangku kepentingan (stakeholder).

4. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di masa depan dapat menjalin

hubungan dan kerja sama kemitraan dengan institusi terkait untuk

melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal.

5. Dengan kata lain, tidak ada lagi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

“stempel’ dan Komite Sekolah “eksekutor”. Dengan kata lain, Dewan

Pendidikan dan Komite Sekolah yang berhasil dibentuk adalah Dewan

Pendidikan dan Komite Sekolah yang memiliki semangat kemitraan dengan

pemerintah daerah dan satuan pendidikan sekolah/madrasah.

6. Jika ada permasalahan antara pemerintah daerah dengan Dewan Pendidikan

dan antara satuan pendidikan sekolah/madrasah dan Komite Sekolah dapat

diselesaikan secara mandiri oleh Dewan Pendidikan dan satuan pendidikan

sekolah/madrasah.

7. Secara bertahap diharapkan agar Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

segera dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal untuk

meningkatkan mutu layanan pendidikan di daerah dan satuan pendidikan

sekolah/madrasah masing-masing.

VI. PENUTUP

Kesimpulan: Dari beberapa uraian yang telah dipaparkan, beberapa kesimpulan

dapat dipetik sebagai berikut:

1. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan lembaga mandiri wadah

peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan;

2. Lembaga masyarakat yang kemudian diberi nama Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah tersebut mempunyai status dan posisi yang cukup kuat

karena eksistensinya ada di dalam produk hukum yang berlaku, yakni (1)

UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional

(Propenas) 2000 – 2004, (2) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional

Page 29: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

28

Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, (3)

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

3. Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih lanjut tentang Dewan

Pendidikan dan Komite Sekolah, sebagai penjabaran dari UU Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sampai dengan tulisan ini

diturunkan masih dalam proses penyusunan oleh Kelompok Kerja. Dewan

Pendidikan dan Komite Sekolah sedang menunggu terbitnya Peraturan

Pemerintah (PP) tersebut;

4. Kondisi dan kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sampai saat ini

masih sangat variatif, baik dari secara kuantitatif maupun kualitatif;

5. Untuk mencapai sasaran Renstra Departemen Pendidikan Nasional,

khususnya untuk mencapai milestone pembangunan pendidikan: (1) 50%

Dewan Pendidikan berfungsi dengan baik pada tahun 2009, (2) 50% Komite

Sekolah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, dan (3) Dewan Pendidikan

Nasional telah dibentuk pada tahun 2009, perlu dilaksanakan program

pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;

6. Program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah

sebuah asa. Tiada asa yang sia-sia. Keberhasilan usaha dan kegiatan

tersebut hanya tergantung kepada kinerja Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah. Kemauan dan kemampuan Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah menjadi kuncinya.

7. Program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat

diibaratkan pisau bermata dua, satu sisi untuk memberdayaan Komite

Sekolah, dan di sisi lain untuk memberdayakan Dewan Pendidikan.

Rekomendasi: Beberapa rekomendasi disusun, baik untuk pemerintah, dalam hal

ini Departemen Pendidikan Nasional, pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan

masyarakat luas, sebagai berikut:

1. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah meminta kepada pemerintah untuk

segera dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mengatur

antara lain tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;

Page 30: Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah

29

2. Program pemberdayaan untuk 33 (tiga puluh tiga) Dewan Pendidikan

Provinsi, 435 lebih Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota, dan ribuan Komite

Sekolah untuk satuan pendidikan sekolah/madrasah pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah, dan juga pada jalur pendidikan luar

sekolah memerlukan komitmen dan dukungan anggaran yang cukup besar

dari pemerintah;

3. Program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dapat

dipastikan akan sangat memerlukan dukungan dari pemerintah daerah

(provinsi/kabupaten/kota), khususnya sebelum PP yang mengatur tentang

hal itu dapat diterbitkan;

4. Keberhasilan program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah amat tergantung pada komitmen dan kerja keras Dewan Pendidikan

dan Komite Sekolah itu sendiri. Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah di Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan

Menengah memiliki peran untuk menjadi fasilitator dalam pelaksanaan

program pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;

DAFTAR PUSTAKA

Dodd, Anne W. dan Konzal, Joan L. 2002. How Communities Build Stronger Schools,

Stories, Strategies and Promising Practices for Education Every Child. New York:

Palgrave Macmillan.

Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

RPP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional