37
1 DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019 Dharma Warnana PURA SAKENAN Petulu, Ubud, Gianyar Om Swastyastu Om, Saraswati namãstu-bhyam, warade kama-rupini, Siddhãrambhan kari-syami, Siddhir-bhawantu me-sada. Om, Pranamya sarwa-dewanca, paramãtmanam ewa ca, Rupa siddhi prayukta ya, Saraswati namamy-aham. Om, Padma-patra wisalaksi, Padma kesari warnini, Nityam padma-laya dewi, Sa-mam-pa-tu Saraswati. Om, Brahma putri mahadewi, Brahmanya rahma Nandini, Saraswati samjñayani, Pranayana Saraswati, Sembah sujud hamba kehadapan Hyang Dewi Saraswati, sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan yang maha suci. Sebagai berkas sinar penunjuk jalan kegelapan semesta menuju kebahagiaan sejati. Karena bakti yang tulus dan tak terkira ijinkanlah hamba yang hina dina ini mencoba merangkai kata menyusun bait-bait kalimat, menuliskan nama Hyang Bhatara, Para Rsi Agung dan leluhur yang sudah menyatu dengan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi serta menceritakan semampu hamba tentang perjalanan beliau dahulu dalam membentuk jiwa-jiwa kuat pembela keyakinan dan kebenaran. Tetapi karena kepapaan, hamba mohon segala kesalahan diampuni, dijauhkan dari segala sengsara dunia dan nirwana, diberikan umur yang pantas, kebahagiaan tanpa tepi, juga kepada seluruh keturunan hamba kelak dikemudian hari. Mithologi dan masa kedatangan Para Rsi Kisah ini diawali dari mithologi tatkala Bali dan Lombok seperti bergoyang tidak tentu arah diumpamakan, karena penduduk kedua pulau masih belum mengerti tentang

Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

1

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Dharma Warnana PURA SAKENAN Petulu, Ubud, Gianyar

Om Swastyastu

Om, Saraswati namãstu-bhyam, warade kama-rupini, Siddhãrambhan kari-syami, Siddhir-bhawantu me-sada. Om, Pranamya sarwa-dewanca, paramãtmanam ewa ca,

Rupa siddhi prayukta ya, Saraswati namamy-aham. Om, Padma-patra wisalaksi, Padma kesari warnini, Nityam padma-laya dewi, Sa-mam-pa-tu Saraswati.

Om, Brahma putri mahadewi, Brahmanya rahma Nandini, Saraswati samjñayani, Pranayana Saraswati,

Sembah sujud hamba kehadapan Hyang Dewi Saraswati, sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan yang maha suci. Sebagai berkas sinar penunjuk jalan kegelapan semesta menuju kebahagiaan sejati. Karena bakti yang tulus dan tak terkira ijinkanlah hamba yang hina dina ini mencoba merangkai kata menyusun bait-bait kalimat, menuliskan nama Hyang Bhatara, Para Rsi Agung dan leluhur yang sudah menyatu dengan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi serta menceritakan semampu hamba tentang perjalanan beliau dahulu dalam membentuk jiwa-jiwa kuat pembela keyakinan dan kebenaran. Tetapi karena kepapaan, hamba mohon segala kesalahan diampuni, dijauhkan dari segala sengsara dunia dan nirwana, diberikan umur yang pantas, kebahagiaan tanpa tepi, juga kepada seluruh keturunan hamba kelak dikemudian hari.

Mithologi dan masa kedatangan Para Rsi

Kisah ini diawali dari mithologi tatkala Bali dan Lombok seperti bergoyang tidak tentu arah diumpamakan, karena penduduk kedua pulau masih belum mengerti tentang

Page 2: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

2

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

berbagai ajaran suci yang terkandung dalam jiwa Sang Hyang Catur Weda. Maka oleh seorang penguasa di Jawa yang diibaratkan sebagai Hyang Pasupati, mengirimkan para pendeta untuk turun ke Bali dan Lombok, guna mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan suci. Disinilah awal kisah dari berkembangnya ajaran ke-Tuhanan di Bali, yang diibarakan sebagai gunung yang menjulang menjadi sangat kokoh tak tergoyahkan. Ilmu pengetahuan suci berkembang dari puncak dan lereng gunung, karena diyakini bahwa Ida Sang Hyang Widhi, para Dewa Dewi, Para Rsi Langit bertapa di puncak dan lereng gunung. Sumber ilmu itu diyakini berasal dari Gunung Lempuyang, Andakasa, Batukaru, Mangu dan Beratan, dari puncak-puncak gunung inilah para pertapa mengajarkan ilmu pengetahuan kepada seluruh penduduk Bali. Pda kesempatan berikutnya, pada masa setelahnya, kembali turun para pendeta ke Bali yang segera membangun parahyangan di Besakih sebagai pusat untuk menyebarkan ilmu pengetahuan suci. Bhatara Hyang Gnijaya berasrama di Lempuyang, Bhatara Hyang Putranjaya di Tolangkir dan Bhatari Dewi Danu di Ulundanu Batur, beliau bertiga kemudian dipuja, dikenal dengan sebutan Bhatara Tiga atau Bhatara Tri Purusa. Sekian lama berlalu Bali masih juga belum seperti yang diharapkan, turun lagi 4 orang pendeta ke Bali, antara lain: Bhatara Hyang Tugu berasrama di Andakasa, Bhatara Hyang Manik Galang di Pejeng, Bhatara Hyang Manik Gumawang di Bratan dan Bhatara Hyang Tumuwuh di Gunung Batukaru. Beliau para Bhatara Hyang selanjutnya menjadi junjungan penduduk Bali, dimuliakan dan dipuja di setiap bekas parahyangannya dahulu.

Pada Masa pemerintahan Ratu Sri Gunapriya Dharmapatni dan Udayana Warmadewa di Bali tahun 911 hingga tahun 943 Saka, turun kembali para Mpu dari Jawa atas undangan Sang Raja juga bertujuan untuk mencemerlangkan Bali melalui

Page 3: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

3

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

ilmu pengetahuan Catur Weda, 5 orang Rsi itu antara lain: Mpu Gnijaya berasrama di Lempuyang Madya, Mpu Semeru di Besakih, Mpu Gana di Gelgel, Mpu Kuturan di Silayukti dan Mpu Bradah yang menetap di Lemah Tulis Jawadwipa. Para Rsi yang berjumlah 5 orang ini kemudian dikenal dengan nama Sang Panca Tirtha yang selain menurunkan ilmu pengetahuan suci, juga menurunkan putra-putra yang meneruskan tugas leluhurnya. Disudut yang lain, kedatangan Maha Rsi Ing Markandeya ke Bali juga mempunyai misi menyebarkan faham Siwa Buddha. Terjadi pada masa pemerintahan Raja Sanjaya di Jawa, kedatangan Sang Rsi pada kisaran abad ke 9 Masehi juga memberikan warna tersendiri tentang ajaran maha suci dari Jawa ke Bali. Memperkenalkan konsep Lingga Yoni, Petirtan atau Beji, memuja gunung, lembah, ngarai dan campuhan sebagai sumber kehidupan. Para pengikut beliau yang terdiri dari orang-orang Aga menerapkan organisasi Ulu Apad untuk pemukiman penduduk. Diperkirakan organisasi Subak juga mulai dikenal setelah para pengikut beliau membagi lahan pertanian dan sumber air dalam organisasi pertanian yang diwarisi hingga sekarang.

Mpu Kuturan turun ke Bali pada Buda Kliwon Pahang tahun 922 berasrama di Silayukti Padang, beliau mempunyai kemampuan yang sangat tinggi dalam bidang ilmu pemerintahan, cikal bakal Desa Adat dan Desa Pakraman diperkirakan berasal dari konsep beliau, pemujaan yang beragam di Bali kemudian disederhanakan dengan Tri Murti Paksa, memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam Fungsi Brahma sebagai Pencipta, Wisnu sebagai Pemelihara dan Siwa sebagai pelebur yang dimuliakan di Kayangan Tiga, Puseh, Desa dan Dalem. Pada setiap parahyangan keluarga dibangun juga pelinggih Rong Tiga sebagai tempat memuja beliau dalam tingkatan rumah tangga Bali.

Page 4: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

4

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Ida Dang Hyang Dwijendra turun ke Bali bersama keluarga pada masa pemerintahan Sri Aji Dalem Waturenggong kembali menyebarkan faham Siwa Sidanta yang menjadi penyempurnaa konsep Sad Agama pada jaman Rsi Markandeya dan konsep Tri Murti Paksa yang diperkenalkan oleh Mpu Kuturan. Ida Dang Hyang menjadi guru loka dan purohita Dalem Waturenggong di Gelgel menyarankan seluruh parahyangan di Bali agar membangun Padmasana sebagai tempat memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi dalam sifat, Siwa, Sadha Siwa dan Parama Siwa dengan mengedepankan Tattwa, Upacara dan Susila.

Percampuran paham ini kemudian membentuk konsep pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi yang sangat unik di Bali berbeda dengan cara pemujaan Hindu diluar pulau Bali. Tempat pelaksanaan segala macam jenis upacara upakara berawal dikenal dengan nama Parahyangan atau Kayangan pada jaman Bali Kuno, setelah pemerintahan Bali dibawah kekuasaan Majapahit, berlanjut kemudian setelah masa runtuhnya Majapahit pada pertengahan abad ke 14 dikenal dengan nama Pura yang berasal dari bahasa Sanskerta pur-puri-pura-puram -pore yang berarti kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah Pura menjadi khusus untuk tempat ibadah; sedangkan istilah Puri menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan hingga sekarang.

Pengertian dan Fungsi Pura di Bali

Tantra Samuccaya memaparkan dengan sangat jelas bahwa semua pura di Bali, besar maupun kecil selalu dibangun di daerah yang dianggap mengandung kesucian. Sastra kuno ini kemungkinan yang mendasari konsep pembangunan pura-pura di Bali selalu dibangun di daerah-daerah: mata air, di

Page 5: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

5

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

tepi sungai, tepi danau, tepi pantai, campuhan, di muara sungai, di puncak bukit atau gunung, lereng pegunungan, dekat pertapaan, di desa-desa dan di kota-kota, atau tempat lain yang bisa menciptakan suasana bahagia bagi umat. Departemen Agama Provinsi Bali pernah mendata pada tahun 2012, jumlah keseluruhan pura di Bali berjumlah 6.002 pelebahan, terdiri dari 4.356 Pura Kahyangan Tiga dan 723 pelebahan Pura Kahyangan Jagat dan tidak terhitung jumlahnya pura-pura Pemaksan, swagina dan Paibon. Seorang ahli Purbakala yang bernama Bernet Kempers pernah melakukan penelitian terhadap pura-pura di Bali kemudian memberikan julukan fantastis Bali sebagai Land of One Thousand Temples, sehingga Bali menjadi satu-satunya tujuan wisata yang menggabungkan unsur alam, budaya, seni, ekonomi, sejarah menjadi satu kesatuan yang saling bertautan.

Menurut konsep Hindu, pura adalah simbolis gunung, Tuhan, Para Dewa, dan roh suci leluhur dianggap bersemayam di puncak gunung, sehingga gunung dipandang sebagai tempat suci. Konsepsi masyarakat Hindu di Bali tentang alam semesta didasarkan atas pandangan bahwa alam ini tersusun menjadi tiga bagian yag disebut Triloka, yaitu alam bawah atau Bhur Loka, alam tengah atau Bwah Loka dan alam atas atau Swah Loka. Dari banyaknya Pura yang ada di Bali, berdasarkan karakteristik atau fungsinya dapat di kelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu sebagai berikut: Pura Kahyangan Jagat dan Dhang Kahyangan, Pura Kahyangan Desa, Pura Swagina dan Pura Kawitan. Pura Kahyangan Jagat dan Pura Dang Kahyangan yang tergolong pura untuk umum, sebagai tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dalam segala prabhawa-Nya atau manifestasi-Nya. Yang disebut Pura Kahyangan Jagat ialah Pura-pura Kahyangan Agung terutama yang terdapat di delapan penjuru mata angin dan pusat pulau Bali seperti :

Page 6: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

6

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Pura Lempuyang Pura Andakasa Pura Batukaru Pura Ulundanu Pura Goa Lawah Pura Uluwatu Pura Puncak Mangu Pura Besakih

:Sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Iswara diujung Timur pulau Bali. :Sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Brahma terletak di Selatan pulau Bali. :Sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Maha Dewa terletak di bagian Barat pulau Bali. :Sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Wisnu terletak di Utara pulau Bali. :Sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Maheswara terletak di Tenggara pulau Bali. :Sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Rudra terletak di Barat Daya pulau Bali. :Sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Sangkara terletak di Barat Laut pulau Bali, : Sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya sebagai Sambhu terletak di Timur Laut pulau Bali. Disamping merupakan Pura Kahyangan Jagat sthana Dewa Sambhu, Besakih juga menjadi pusat Kahyangan dan bertempat di Kadyanikang Bhuana atau ditengah-tengah pulau Bali sebagai sthana Hyang Widhi dalam prabhawa-Nya Siwa.

Pura Dang Kahyangan dibangun untuk menghormati jasa-jasa para guru suci dikelompokkan berdasarkan sejarah. Dimana pura yang dikenal sebagai tempat pemujaan dimasa kerajaan Bali dimasukkan ke dalam kelompok Pura Dang Kahyangan Jagat yang keberadaanya tidak bisa dilepaskan dari ajaran Rsi Rena dalam agama Hindu.

Page 7: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

7

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Pura Kahyangan Desa adalah Pura yang disungsung oleh Desa adat atau Desa Pakraman terdiri dari Kahyangan Tiga yakni : Pura Desa atau Bale Agung tempat memuja Hyang widhi dalam prabhawanya sebagai Dewa Brahma dan Dewi Bhagawati berfungsi sebagai Utpeti atau Pencipta, Pura Puseh sebagai tempat pemujaan Wisnu sebagai Pemelihara atau Sthiti serta Pura Dalem tempat pemuja Siwa sebagai Pralina. Selain Pura Kahyangan Tiga, beberapa Desa Pakraman juga nyungsung pura-pura khusus yang mempunyai kaitan sangat erat dengan sejarah berdirinya Desa Pakraman. Pura Swagina ini dikelompokkan berdasarkan fungsinya sehingga sering disebut pura fungsional karena pemuja dari pura-pura ini disatukan oleh kesamaan didalam kekaryaan atau di dalam mata pencaharian seperti; untuk para pedagang adalah Pura Melanting, para petani dengan Pura Subak, Pura Ulunsuwi, Pura Bedugul, dan Pura Uluncarik. Masih banyak lagi seperti di hotel hotel, perkantoran pemerintah maupun swasta. Sementara Pura Kawitan adalah Pura yang bersifat spesifik di mana para pemujanya ditentukan oleh asal usul keturunan atau wit dari orang tersebut. Termasuk ke dalam kategori ini adalah: Sanggah-Pemerajan, Pratiwi, Paibon, Panti, Dadia atau Dalem Dadia, Penataran Dadia, Pedharman dan sejenisnya. Fungsi pura tersebut dapat dirinci lebih jauh berdasarkan ciri khas yang dapat diketahui atas dasar ikatan di kelompok masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, genelogis di sebuah wilayah pendirian pura. Berdasarkan atas ciri-ciri tersebut ada jenis pura yang didirikan berkaitan dengan keperluan pemerintahan atau menjadi sebuah pertanda bukti dari sebuah kegiatan yang khusus berkaitan dengan teritorial di suatu wilayah yang langsung berkaitan dengan penduduk wilayah atau penguasa.

Page 8: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

8

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar.

Pura Sakenan di Desa Pakraman Petulu memempunyai nilai histori yang tinggi berkaitan dengan Desa Petulu masa kerajaan dahulu. Pada sekitar tahun 1713 wilayah sebelah timur Sungai Ayung dipersembahkan oleh Raja Mengwi kepada I Dewa Agung Klungkung sebagai bukti Mengwi mengakui I Dewa Agung Klungkung sebagai penguasa Bali. Oleh I Dewa Agung Klungkung wilayah tersebut kemudian dianugerahkan kepada putra beliau yang bernama I Dewa Agung Anom yang kemudian mendirikan Kerajaan Sukawati dengan nama abhiseka Sri Aji Maha Sirikan, atau Sri Aji Wijaya Tanu atau dikenal oleh masyarakat sebagai Dhalem Sukawati. Dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas, Sungai Pekerisan sebagai batas wilayah timur, Pantai Gumicik sebagai batas selatan, Sungai Ayung sebagai batas barat, dan pegunungan Batur sebagai batas utara, seperti yang tertuang dalam pustaka Babad Timbul, Babad Durmanggala, Babad Dalem Sukawati dan babad-babad yang lain. Ida Sri Dewa Agung Dalem Dimadya yang berkuasa di keraton Smarapura menganugrahkan pusaka Ki Baru Gagak dan pusaka Ki Malela Dawa kepada Sri Aji Wijaya Tanu sebagai bekal spirit dalam mengatur pemerintahan di Timbul. Dalam memegang pemerintahan Sri Aji Wijaya Tanu didampingi oleh permaisuri beliau yang bernama Gusti Ayu Agung Ratu yang merupakan putri dari Ki Gusti Agung Angelurah Made Agung, penguasa Mengwi saat itu. Perjalanan Sri Aji Wijaya Tanu dari Smarapura menuju Timbul membawa serta pengiring pilihan dari Klungkung dipimpin oleh Kyai Agung Ngurah Singharsa yang sebelumnya merupakan tangan kanan dari Raja Dewata Sri Dewa Agung Dalem Jambe. Jumlah pengiring beliau yang sangat banyak dari Smarapura terdiri dari wangsa Brahmana, Ksatria, Para Gusti, Para Arya, Wesya, Pasek, Bandesa, Kubayan, Gaduh, Tangkas, Gunaksa,

Page 9: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

9

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Dangka, Ngukuhin, Senggu, Pande, Sanging, Undagi, Pengukiran, dan Kahula Wisuda.

Setelah sekian lama Sri Aji Wijaya Tanu menjadi raja di Timbul, adalah lahir putra-putra beliau, dari permaisuri lahir I Dewa Agung Jambe, I Dewa Agung Karna dan I Dewa Agung Mayun. Setelah Sri Aji Wijaya Tanu mangkat ke sunia loka, digantikan oleh putra beliau yang bernama I Dewa Agung Mayun pada tahun 1733 Masehi dengan gelar raja Ida Sri Dewa Agung Gede Dalem Agung Pamayun. Kedua putra beliau yang lain memilih untuk menjalankan Dharma Kepanditan dan Nyukla Brahmacari, Dewa Agung Jambe memutuskan berpuri di Geruwang atau Puri Guwang sekarang, sementara Dewa Agung Karna melaksanakan Dharma Brahma Cari di Puri Ketewel. Laporan politik dan budaya J. Moser tahun 1808 yang kemudian dibukukan memuat data-data tentang upaya pemerintahan raja-raja Bali pada kurun waktu 1740 sampai dengan 1800 Masehi dalam usaha membangun, memugar dan membuat upacara-upacara besar pada pura, puri, pasar, alun-alun dan tanah pekuburan. Ida Sri Dewa Agung Gede Pamayun menjadi raja yang sangat bijaksana di Sukawati, beliau menurunkan putra antara lain dua putra dari dampati Ida Sri Dewa Agung Istri Mengwi bernama: Ida Dewa Agung Gede Putra, putra keduanya bernama Ida Dewa Agung Made Putra. Ada juga putra-putri beliau yang lahir dari Penawing, antara lain: Ida Tjokorda Ngurah, Ida Tjokorda Karang, Ida Tjokorda Anom, Ida Tjokorda Tiyingan, Ida Tjokorda Tangkeban, Ida Tjokorda Ketut Segara, Ida Tjokorda Rai Lengeng, Ida Tjokorda Gunung dan seorang putri yang kemudian setelah dewasa diperisteri oleh Ida I Dewa Manggis Gredeg di Puri Gianyar. Keadaan kerajaan Sukawati aman tentram, rakyat sangat hormat kepada beliau, laskar dalam jumlah yang besar dan tangguh, wilayah kekuasaa beliau membentang sangat luas,

Page 10: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

10

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

seakan membelah Bali tengah dari utara hingga pesisir selatan. Pembangunan berjalan dengan sangat lancar, banyak daerah-daerah kosong berupa hutan dan lembah yang kemudian dirambah menjadi areal pertanian atau areal pemukiman. Sesuai dengan yang tersurat dalam ilikita Desa Pakraman Petulu, pada masa inilah awal mula berdirinya desa Petulu diawali dengan kedatangan 5 wangsa ke hutan perawan dibagian utara atau hulu kekuasaan Sukawati, 5 wangsa itu terdiri dari 2 orang wangsa Gunaksa, 14 orang wangsa Pasek, 11 orang wangsa Batuan, 2 orang wangsa Tangkas dan 9 orang wangsa Bandem. Ke 43 orang ini bahu membahu merabas hutan yang angker dan masih dihuni oleh berbagai binatang buas untuk dijadikan lahan pertanian dan pemukiman. Wilayah itu mereka sebut sebagai daerah "Bet-hulu" yang berasal dari 2 suku kata "Bet" yang artinya daerah yang berupa hutan lebat dan kata "Hulu" yang berarti kepala atau ujung yang disakralkan. Jadi Kata "Betulu" bermakna bebas "Hutan yang lebat diujung daerah kekuasaan Sukawati". atau kemungkinan sekali berarti "Hutan yang lebat dan disakralkan sebagai hutan larangan atau hutan lebat dan angker". Dengan upaya kerja keras dan keyakinan disertai doa yang tidak pernah putus, terwujudlah kemudian cita-cita mereka untuk membuka lahan pertanian dan membangun desa dengan nama Bet-hulu dipimpin oleh I Gede Danganan dari Wangsa Gunaksa. Tidak diceritakan secara rinci proses pembangunan desa Bet-hulu, dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama terbentuklah organisasi desa berupa Banjar yang teratur menurut ajaran agama Hindu Bali.

Segala usaha untuk membangun wilayah dilakukan oleh penduduk yang awalnya hanya terdiri dari 43 orang, semakin berkembang kemudian dikarenakan mereka menurunkan sentana juga banyak penduduk Sukawati yang tertarik hatinya untuk ikut bermukim di wilayah Bet-hulu. Atas prakarsa

Page 11: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

11

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

penduduk Bet-hulu, para pemimpin wilayah memutuskan untuk menghadap raja Ida Sri Dewa Agung Gede Pamayun di Sukawati, guna memohon kepada raja seorang putra beliau sebagai Hulu wilayah, pacek, atau penganca. Setelah menimbang dan memikirkan dengan matang, putra raja Ida Sri Dewa Agung Gede Pamayun yang beribu dari wangsa Gunaksa di Samplangan Klungkung yang bernama Ida Tjokorda Gunung terpilih, beliau segera berpuri di Bet-hulu sebagai Panganca dengan dibekali keris pusaka kerajaan ber luk tiga yang bernama Ki Baru Abas. Tjokorda Gunung juga dibekali pengiring setia dari Sukawati terdiri dari para undagi, pengawi, laskar dan golongan cendikiawan. Setelah Ida Tjokorda Gunung berpuri di Bet-hulu semakin bertambah berkembanglah daerah bekas hutan lebat itu menjadi desa yang ramai dengan pertanian yang menghasilkan berlimpah. Ternak yang dipelihara, semua serba sehat dan gemuk serta beranak banyak, sumber air dipelihara dengan sangat baik sehingga tetap jernih dan sehat. Ajaran Suci dikembangkan dan disebarluaskan kepada masyarakat dengan sangat baik, sehingga "Gemah Ripah Lohjinawi" keadaan desa Bet-hulu kemudian. Akibat lafal penduduk yang sangat sulit mengucapkan kata Bet-hulu, lama-kelamaan pengucapan Bet-hulu berubah menjadi kata Petulu hingga saat ini. Diyakini bahwa Pura Sakenan Petulu dibangun pada saat Kerajaan Sukawati mencapai masa keemasan antara tahun 1735 hingga tahun 1756 Masehi, walaupun dengan bangunan yang masih sederhana. Hal ini diperkuat dengan berbagai data yang menyebutkan bahwa beliau sang Raja Sukawati, Ida Sri Dewa Agung Gede Pamayun melakukan penataan terhadap Tri Hita Karana wilayah kekuasaan Sukawati, terutama penataan terhadap bendungan, irigasi dan pasar-pasar ke-Mancaan yang tersebar di banyak bagian wilayah Sukawati. Pura Sakenan dibangun untuk memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi

Page 12: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

12

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

dalam manifestasi beliau sebagai Hyang Sadhijaya atau Tatmajuja tempat memohon kesejahteraan hidup, menjaga keselamatan dunia, menghilangkan segala jenis rintangan dunia, segala jenis penyakit dan menyucikan segala jenis buta kala dan manusia. Konsep pendirian Pura Sakenan Petulu dengan konsep Pura Sakenan di Badung mempunyai kesamaan, hanya daerah teritorial dan masalah tahun pendiriannya saja yang kemungkinan berbeda. Ini dibuktikan dengan secara berkesinambungan Masyarakat Petulu apabila melaksanakan upacara yang tergolong menengah dan utama selalu memohon tirtha kekuluh di Pura Sakenan Badung. Dari proses ritual ini menyiratkan bahwa Pura Sakenan Badung adalah Hulu dari Pura Sakenan Petulu, sama halnya Pura Masceti di beberapa tempat di Bali yang berhulu di Pura Masceti Keramas Gianyar. Setiap Pura Melanting yang didirikan di masing-masing pasar Manca juga berhulu di Pura Melanting Buleleng.Fungsi yang disajikan dalam pura Sakenan Petulu ini juga tidak terlalu jauh berbeda adalah tempat memuja Ida Sang Hyang Widhi guna memohon berkah dan kesejahteraan hidup penduduk. Pada awal berdirinya Pura Sakenan difungsikan oleh penduduk untuk memohon agar segala macam penyakit yang merusak tanaman di sawah dan ladang agar dilenyapkan, seperti yang termuat dalam Purana Pura Sakenan, Bahwa Hyang Sakenan bertugas menjaga walang sangit dan Hyang Masceti menjaga tikus agar tidak merusak sawah dan ladang para petani. Sejak abad ke 9 Masehi saat turunnya Rsi Markandeya dan para pengikutnya selalu membangun dan menata keberadaan desa-desa untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Segala jenis tumbuhan yang ditanam di sawah maupun di tegalan semuanya tumbuh dengan subur, hal itu yang membuat para pengikut beliau sangat taat untuk sama-sama menciptakan kesejahteraan selalu hormat dan bakti kepada para Rsi dan

Page 13: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

13

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

wiku. Pada intinya, Pura Sakenan adalah sempurnanya penyatuan hubungan yang harmonis antara Siwa dan Budha.

Ida Tjokorda Gunung berhasil dengan sangat baik mengatur wilayahnya di Petulu yang sangat luas. Laskar Petulu berjumlah banyak dan terkenal gagah berani, setelah beberapa lama kemudian saudara beliau yang bernama Ida Tjokorda Tiyingan juga membangun puri di Gentong yang berjarak tidak terlalu jauh dari Petulu. Dengan 2 Penganca di wilayah bagian utara ini, daerah perbatasan kerajaan Sukawati bagian utara dipastikan memiliki pertahanan yang sangat kuat dari serangan musuh, didukung juga oleh para senapati yang handal. Kembali dikisahkan di Sukawati, setelah memasuki usia lanjut Ida Sri Dewa Agung Gede Pamayun membangun tempat peristirahatan di desa Petemon sebagai tempat beliau menghabiskan waktu untuk beristarahat sebelum ajal tiba, oleh karenanya beliau kemudian diberi gelar Sri Aji Petemon atau Dalem Patemon. Ida Dewa Agung Gede Putera diangkat menjadi raja Sukawati setelah ayahandanya mangkat karena usia, pada kisaran tahun 1755 hingga tahun 1760 Masehi terjadi pertentangan antara kakak beradik putra Dalem Patemon, I Dewa Gung Gede Putera dan I Dewa Agung Made Putera, pertentangan ini yang membuat I Dewa Agung Made Putera diiringi para saudara, putra dan para istri meninggalkan Sukawati menuju ke Badung, selanjutnya menuju Mengwi diberikan tempat tinggal oleh I Gusti Agung Putu di Puri Dhalem Mengwi. Saudara beliau yang bernama Tjokorda Karang berpuri di Mambal dan Tjokorda Ketut Segara berpuri di Sangeh. Berbagai usaha dari penguasa Mengwi, I Gusti Agung Putu untuk mengupayakan perdamaikan kedua kakak beradik ini tidak membuahkan hasil, hingga terjadilah penyerbuan ke Sukawati yang dilakukan oleh laskar I Dewa Agung Made Putera, para saudara dan laskar I Gusti Munang dari Puri Grenceng Badung. Setelah melalui perang yang

Page 14: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

14

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

dahsyat, Sukawati berhasil dikuasai oleh laskar Pelopor Grenceng dari arah selatan pimpinan I Gusti Munang. Dilain sisi penyerangan dari arah utara yang dipimpin oleh I Dewa Agung Made Putera dan Tjokorda Ketut Segara hanya mampu menaklukkan daerah Tegallalang, karena di desa Gentong pertahanan Tjokorda Tiyingan sangat kuat, demikian juga pertahanan Tjokorda Gunung di desa Petulu. Untuk sementara I Dewa Agung Made Putera membangun Puri di Tegallalang tahun 1765 Masehi. Dari arah barat, laskar I Dewa Agung Karang juga tidak berhasil menembus pertahanan laskar Ubud dibawah pimpinan Tjokorda Tangkeban dan laskar Peliatan dibawah pimpinan Tjokorda Ngurah Tabanan. Untuk sementara waktu I Gusti Munang berhasil menduduki Puri Sukawati setelah Dewa Agung Gede Putera dan keluarga mengungsi dari Sukawati berpuri di Tojan, sampai akhirnya berhasil digulingkan kembali oleh laskar gabungan Sukawati. Setelah situasi dapat dipulihkan Dewa Agung Gede Putera didaulat untuk menduduki tahta Puri Agung Sukawati, sementara Dewa Agung Made Putera beristana di Puri Agung Peliatan. Sebagai tanda hubungan yang baik antara Dewa Agung Gede dan Dewa Agung Made, salah seorang putera dari Dewa Agung Made yang bernama Dewa Agung Mayun yang beribu dari Pejeng dititahkan untuk Mekandelin Dewa Agung Gede di Sukawati. Dengan kejadian seperti itu dipastikan bahwa Sukawati dipimpin secara kolektif oleh I Dewa Agung Gede Putera dan I Dewa Agung Made Putera dari 2 puri, Sukawati dan Peliatan.

Masa-masa sulit pada pertengahan abad ke 18 Masehi

Pada Rabu Umanis wuku Kulantir tahun Saka 1737 atau tanggal 22 November 1815 terjadi gempa bumi pada menjelang tengah malam, karena kerasnya kekuatan gempa membuat sangat banyak pura dan bendungan rusak parah seperti yang diungkap oleh naskah kuno yang tersimpan di

Page 15: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

15

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Puri Ayodya Singaraja. Laporan politik dan budaya J. Moser banyak menuliskan tentang berbagai kegiatan politik setelah gempa yang terjadi disekitar wilayah perkembangan kekuasaan Sukawati terutama sekali dengan kegiatan-kegiatan ritual yang diadakan, wiku yang menjadi pemimpin upacara dan undangan yang bersifat sangat khusus menandakan hirarki kekuasaan secara tak langsung. Pajak dan upeti seperti menjadi bagian yang tidak terlalu penting bagi penguasa dalam kaitan ikatan ritual dan upacara-upacara keagamaan. Penduduk Petulu yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani mengalami masa-masa sulit pada awal-awal abad 18 hingga pertengahan. Dimulai dengan Gagal panen yang terjadi akibat serangan hama tikus pada tahun 1862, setahun kemudian penyakit kolera dan cacar menyerang desa. Wabah kekurangan pangan dialami oleh masyarakat akibat gagal panen di tahun 1868 menyebabkan ratusan orang meninggal. Wabah Kolera dan Cacar menyerang sebagian besar penduduk hingga tahun 1885.

Laporan Politik Van Eck dan Van Vlijmen menuliskan semua tentang wabah mengerikan seperti hantu yang menyerang desa-desa tua di Bali Tengah, termasuk Petulu. Belum lagi dengan terjadinya gempa bumi pada tahun 1888 Masehi yang mengguncang Bali membuat penderitaan masyarakat Bali pada tahap yang sangat memprihatinkan. Catatan penulis Belanda, A.M. Hocart menggambarkan situasi genting yang terjadi di wilayah ini sudah menepatkan keberadaan pura-pura tua dan pasraman serta petirtan menjadi sangat penting dalam sistem sosial kesejahteraan masyarakat. Sementara Ubud menjadi sebuah wilayah yang berkembang dengan sangat pesat dimulai pada paruh tahun 1886, dibawah kepemimpinan Tjokorda Gde Sukawati yang mempunyai pertalian saudara dengan Puri Tegallalang, Gentong, Petulu dan Puri Peliatan, seperti laporan Residen ke Batavia tanggal 23 Januari 1889.

Page 16: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

16

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Pada bulan Mei 1891 Ubud dibantu laskar Mengwi dan Batur menyerang dan menaklukan Negara, yang berhasil dibumi hanguskan rata dengan tanah, hal ini membuat desa-desa Negara mengakui kekuasaan Ubud.

Wilayah Petulu yang terbentuk dari hutan angker yang mengutamakan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan penduduk memuliakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berlingga di Pura Sakenan, sehingga fungsi pura Sakenan lebih menonjol sebagai Pura tempat memuja penguasa sumber keselamatan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi penduduk Petulu, mempunyai kaitan erat dengan Pura Sakenan di Badung secara fungsi dan manfaat pura bagi penduduk. Catatan resmi dari Controleur J.C. van Eerde tanggal 13 Desember 1896, yang juga memuat tulisan Pengawi Ubud dan Peliatan Anak Agung Rempe tentang mulai ditulisnya nama Petulu sebagai salah satu dari 130 wilayah kekuasaan Ubud secara resmi dalam laporan kerajaan. Pada dasarnya konsep pemujaan di Pura Sakenan Petulu bertujuan untuk menguatkan spiritual penduduk dalam membangun kemakmuran ekonomi, seperti yang disuratkan oleh sastra suci Bhagawadgita, bahwa dasar kemakmuran yang terbentuk dari keberhasilan pertanian, peternakan dan perdagangan tidak mungkin terwujud tanpa adanya air. Pesan terselubung dari para leluhur untuk mengelola sumber air dengan baik tertuang dalam berbagai bentuk rangkaian pesan dan peninggalan dalam bentuk pura-pura khusus sebagai tempat pemujaan Ida Ida Sang Hyang Widhi Wasa, seperti halnya keberadaan Pura Sakenan di Petulu. Konsep Sad Kertih yang bertujuan untuk menjaga keharmonisan alam beserta isinya atau enam konsep dalam melestarikan lingkungan terdiri dari:

1 Atma Kertih upaya untuk menyucikan atma 2 Samudra Kertih upaya untuk melestarikan samudra 3 Wana Kertih upaya untuk melestarikan hutan

Page 17: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

17

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

4 Danu Kertih upaya untuk menjaga kelestarian sumber air tawar di daratan

5 Jagat Kertih upaya untuk melestarikan keharmonisan hubungan sosial yang dinamis dan produktif berdasarkan kebenaran

6 Jana Kertih upaya untuk menjaga kualitas individu Konsep Sad Kertih merupakan ajaran Hindu di Bali yang dapat ditelusuri sumbernya dalam lontar Purana Bali, yang sebenarnya sudah berlangsung semenjak jaman Bali Kuno hingga sekarang, dalam wujud nyata.

Pura Sakenan pada Jaman Pendudukan Belanda dan Jepang.

Kekuasaan Belanda semakin bertambah kuat di Bali dengan diangkatnya Van Heutsz sebagai Residen Bali Lombok pada tahun 1905 yang kemudian membuat kebijakan di tahun 1909, dengan membagi wilayah Bali Selatan menjadi Divisi Administratif dibawah seorang Asisten Residen dan terdiri dari 6 sub wilayah, Karangasem, Bangli, Gianyar, Klungkung, Badung dan Tabanan, masing-masing dengan satu Controleur. Setiap daerah dipimpin oleh seorang Punggawa. Bali selatan berada dalam wilayah kekuasaan Residen Bali dan Lombok yang berdomisili tetap di Singaraja tertuang dalam laporan Residen G.F. de Bruyn Kops tahun 1909.

Pada masa ini Pura Sakenan Petulu yang terdiri dari beberapa prasada pelinggih yang masih sangat sederhana tetap berdiri tegar dijaga kesuciannya oleh warga Pengempon dan masyarakat luas, seakan tidak terpengaruh oleh gejolak politik dan perubahan kekuasaan. Pura Sakenan Petulu masih difungsikan masyarakat sebagai tempat suci untuk memuja dan memuliakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi Beliau sebagai sumber dari segala sumber kemakmuran. Berdasarkan lontar Dwijendra Tattwa, nama

Page 18: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

18

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Sakenan berasal dari kata "Sakya" yang berarti "dapat langsung menyatukan pikiran". Kata "Sakya" dalam sejarah Siwa Buddha di Bali, berasal dari kata Sakyamuni, yaitu nama asli dari Sidharta Gautama.

Sebuah catatan yang ditulis oleh H. U. van Stenis menulis tentang terjadinya kembali gempa dahsyat yang melanda Bali pada tanggal 21 Januari 1917, walaupun berlangsung kurang dari lima puluh detik, tetapi cukup mengakibatkan kehancuran rumah-rumah, pura, puri tak terhitung jumlahnya, banyak jalan, bendungan yang jebol. Gempa yang menelan korban mencapai lebih dari 1.350 orang ini juga merobohkan dan menghancurkan pura-pura di Ubud dan sekitarnya. Pura Sakenan Petulu juga menjadi salah satu dari sekian banyak pura yang rusak, walaupun tidak sangat parah kerusakan yang dialami, tetapi cukup memerlukan waktu yang panjang untuk memugarnya kembali.

Ida Pedanda Ngurah Blayu juga mengisahkan kehancuran Bali, seperti yang tertuang dalam sastra Bhuwana Winasa yang beliau tulis pada tahun 1918 Masehi, dimana beberapa bagiannya memuat tentang diserangnya sawah-sawah penduduk oleh hama tikus dan peperangan dikalangan orang-orang bersaudara dan menghancurkan Bali disebabkan karena masyarakat Bali tidak lagi mengidahkan upacara di Pura Besakih. Tahun-tahun selanjutnya Bali Tengah benar-benar berada dalam situasi yang sangat sulit, wabah penyakit silih berganti menyerang penduduk, hama tikus menyebabkan gagal panen membuat masyarakat harus benar-benar hidup dengan sangat seadanya untuk menyesuaikan diri.

Controleur Gianyar H.K. Yakobs menuliskan dalam buku laporanya bahwa masyarakat miskin dengan cepat bertambah di desa-desa yang sebelumnya hidup berkelimpahan, pada tahun 1930 Masehi wabah kekurangan pangan menyebar

Page 19: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

19

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

dengan lebih cepat sehingga banyak penduduk yang tewas akibat kelaparan. Nilai mata uang Belanda (1 rix-dolar) pada tahun 1931 mencapai 1.375 kepeng sampai dengan 1.785 kepeng Bali. Puncak dari krisis yang dialami Bali adalah tahun 1934 nilai tukar 1 rix-dolar mencapai angka 2.300 kepeng uang Bali.

Bali mulai menjadi wilayah administratif kolonial Belanda pada tahun 1909, Kerajaan-kerajaan Bali Selatan yang yang dahulunya sangat jaya, berubah nama menjadi 6 sub wilayah, Gianyar, Badung, Tabanan, Karangasem, Bangli dan Klungkung. Masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang Punggawa dengan seorang Controleur yang bertanggung jawab kepada Asisten Residen, mewakili kekuasaan Residen Bali dan Lombok yang berdomisili tetap di Singaraja seperti yang dilaporkan dalam nota politik Residen G.F. de Bruyn Kops tahun 1909. Ketegangan politik antara Jepang dan Sekutu di Asia Tenggara mulai terjadi pada tahun 1941, Jepang mulai sedikit demi sedikit menguasai pasar di Bali, toko-toko kelontong Jepang tumbuh bagai jamur di musim hujan, sangat laris karena barang-barangnya jauh lebih murah dari barang-barang Eropa. Tanggal 8 Desember 1941 meletus perang Pasifik, tentara Jepang menghancurkan pangkalan udara Pearl Harbour di kepulauan Hawai. Belanda dan sekutunya menyatakan perang melawan Jepang, Bali yang merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Hindia Belanda tentunya juga terimbas oleh peraturan-peraturan keadaan darurat perang. Masyarakat Bali masih seperti bisaa melaksanakan kegiatan sehari-harinya, diakibatkan sedikit sekali media yang menerangkan tentang peperangan yang sedang berkecamuk antara Jepang dan Sekutu. Perang Pasifik mungkin hanya didengar oleh golongan-golongan intelektual dan keluarga para raja saja, sehingga tidak terlalu merisaukan masyarakat secara luas.

Page 20: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

20

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Bagian pasukan Kononklijk Nederlands Indisch Leger atau KNIL yang dibentuk di Bali dengan nama Prayoga yang terdiri dari 1000 orang direkrut dari pemuda-pemuda Bali yang cakap disebarkan di 4 tangsi : Buleleng, Karangasem, Badung dan Gianyar. Mereka yang ditugaskan untuk mempertahankan Bali dari serangan Jepang oleh Angkatan Darat Kerajaan Belanda dibantu oleh seluruh rakyat Bali. Tanggal 18 Februari 1942 Tentara Jepang mendarat di Sanur dengan jumlah yang sangat besar, setelah mengebom lapangan udara di Tuban terlebih dahulu. Tentara KNIL semua meninggalkan posnya masing-masing dengan ketakutan, sehingga dengan cepat Jepang berhasil menguasai Denpasar dan mengakhiri kekuasaan Belanda di Bali. Suasana kondusif masih terasa di wilayah swapraja Gianyar, penduduk seakan acuh tak acuh dengan perkembangan politik saat itu, mereka melakukan kegiatan kehidupannya dengan normal.

Tanggal 8 Maret 1942, Stasiun pemancar radio resmi Belanda, Nirom menyiarkan bahwa pemerintah Hindia Belanda telah menyerah tanpa syarat kepada Jepang sekaligus mengakhiri perang Pasifik dan masa kekuasaan Belanda terhadap Bali. Pura Sakenan Petulu dan pura-pura lain yang sebelumnya mengalami kerusakan akibat gempa tidak bisa segera dipugar sebagaimana mestinya, karena situasi politik swapraja Gianyar yang tidak kondusif. Masih banyak bangunan Pelinggih yang rusak hingga ditumbuhi rumput liar dan tanaman menjalar. Penduduk masih bingung dengan apa yang harus mereka lakukan berkaitan dengan pura-pura yang ada di wilayahnya. Situasi ini dipengaruhi oleh para pemimpin swapraja yang masih konsentrasi dalam peralihan kekuasaan antara Hindia Belanda kepada Jepang. Para Punggawa dan Sedahan yang bisaanya secara langsung memberi perintah untuk melakukan perbaikan pura, jalan atau bendungan tidak berani mengambil keputusan yang tegas,

Page 21: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

21

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

karena masih menunggu siatuasi politik menjadi tenang. Pemerintah militer Jepang mengakui kerajaan-kerajaan di Bali dengan membentuk badan Panitia kerajaan terdiri dari Punggawa, Sedahan Agung dan seorang wakil dari Raja yang digaji oleh pemerintah Jepang. Jepang menepatkan seorang wakilnya di masing-masing swapraja dengan nama Syutjo yang bertugas mengamati berbagai perkembangan di masing masing swapraja. Syutjo ini menggantikan kedudukan para Controleur pada jaman Hindia Belanda, menjadi pejabat setingkat Bupati. Jepang memulai pemerintahan tangan besinya di Bali dengan menebar Polisi Militer yang diberi nama Kempetai yang bertindak aktif tanpa pandang bulu. Selama pemerintahan Militer Jepang, keadaan Masyarakat Bali yang sudah sulit, menjadi semakin sulit, banyak tentara yang sewenang-wenang terhadap rakyat kecil, merampas, menyiksa dan menangkap masyarakat yang dianggap melawan Jepang. Perhatian terhadap fasilitas umum seperti bendungan, jalan, pasar dan pura sangat minim. Bendungan banyak yang jebol, jalan rusak, pasar sepi tidak terurus dan pura-pura terbengkelai. Hal ini juga berlangsung setelah kemerdekaan dan tahun-tahun awal pemerintahan Republik Indonesia.

Masa Kemerdekaan dan Kekinian

Setelah diresmikannya kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hata tanggal 17 Agustus 1945, Bali yang merupakan bagian dari Republik Indonesia masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan diri sebagai daerah yang merdeka. Masih banyak terjadi gerakan pengacau keamanan yang meresahkan kehidupan masyarakat, sehingga penduduk tidak merasa tenang dalam melaksanakan kewajiban hidupnya, ditambah dengan campur tangan Belanda yang masih ingin berkuasa di Bali. Tanggal 7 sampai dengan 24 Desember 1946 dilaksanakan Konferensi Denpasar

Page 22: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

22

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

di pendopo Bali Hotel dibuka oleh Hubertus Johannes van Mook bertujuan membentuk Negara Indonesia Timur dengan ibukota Makasar. Susunan pemerintahan Bali dikembalikan seperti pada jaman raja-raja dulu, pemerintahan dipimpin oleh Raja dibantu Patih, Punggawa, Prebekel dan pemerintahan paling bawah diatur oleh Kelian. Di atas pemerintahan raja ada dibentuk juga Dewan Raja-Raja.

Dalam kurun waktu tersebut Pura Sakenan Petulu masih tetap berfungsi sebagai tempat berkumpul masyarakat saat melakukan pertemuan atau membangun upacara upakara. Simbol-simbol Ida Sang Hyang Widhi di Pura Sakenan Petulu memberikan kekuatan dan ketenangan bagi masyarakat Petulu, sehingga mereka lebih mempercayakan nasib dan peruntungannya pada jaman bergolak itu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Seluruh penduduk desa melaksanakan kewajibannya di Pura Sakenan dengan cara swadaya, dimulai dari pemugaran pura, pemeliharaan saluran irigasi dan upacara dilaksanakan secara rutin, walaupun tidak secara besar-besaran. Warga desa bahu membahu membangun dan menata pura yang sudah lama dilindas oleh jaman yang penuh hiruk pikuk perubahan kekuasaan dan politik. Kebersamaan yang dibangun dilandasi oleh pikiran ikhlas dan bakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa, membuat segala yang dikerjakan tidak menemui hambatan yang berarti.

Desa Petulu adalah salah satu desa dari 8 Desa Dinas atau Kelurahan di wilayah Kecamatan Ubud. Secara Georafis terletak diantara 31 48 00 Lintang Selatan dan 9 61 00 Bujur Timur, dengan ketinggian 350 meter diatas permukaan laut, dengan luas daratan keseluruhan 384 ha, terdiri dari 158 ha persawahan, 23, 28 ha lahan kering atau tegalan , tanah pekarangan seluas 64, 45 ha dan lahan lainnya seluas 66,07 ha. Dengan suhu rata -rata 27 ̊C, kelembaban 75,50 %, curah hujan 1.925,10 mm/detik menjadikan wilayah petulu berhawa

Page 23: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

23

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

sejuk dan sebagian besar berupa tanah subur yang sangat cocok untuk berbagai tanaman pangan. Batas-batas administrasi wilayah antara lain: Desa Tegallalang disebelah utara, Desa Pejeng Kawan disebelah timur, Desa Peliatan disebelah selatan dan Desa Ubud disebelah barat. Desa Petulu terdiri dari 6 (enam) Banjar Dinas, yaitu: Banjar Dinas Petulu Desa, Banjar Dinas Petulu Gunung, Banjar Dinas Nagi, Banjar Dinas Kutuh Kelod, Banjar Dinas Kutuh Kaja dan Banjar Dinas Laplapan. Desa Petulu mewilayahi 4 (empat) Desa Pakraman, antara lain: Desa Pakraman Petulu, Desa Pakraman Nagi, Desa Pakraman Kutuh dan Desa Pakraman Laplapan. Desa Petulu sudah mengalami 9 (sembilan) kali pergantian Kepala Desa, adapun nama-nama kepala desa tersebut antara lain:

No Nama Periode 1 Tjokorda Ngurah Kredek 2 Tjokorda Ngurah 3 Anak Agung Gede Anom 1950-1959 4 I Wayan Kantor 1959-1964 5 Tjokorda Raka Sukawati 1964-1971 6 I Wayan Beneh 1971-1997 7 Ida Bagus Ngurah Gede(Pj) 1997-1998 8 I Wayan Karwa(Pj) 1998-1999 9 Anak Agung Gede Oka Wiadnyana 1999-2007 10 I Wayan Widja 2007-2013 11 Tjokorda Agung Satiadarma 2013-2019

Dalam usaha mengepahayu Pura Sakenan Petulu yang diempon oleh krama Petulu sejumlah 27 Kepala keluarga, dan di pertanggungjawabkan oleh Krama Desa Pakraman Petulu secara umum. Untuk kelancaran proses srada bakti kepada beliau yang berstana di Pura Sakenan dibentuk susunan pengurus sebagai berikut:

Page 24: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

24

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

No Jabatan Nama 1 2

Pemangku Lanang Pemangku Istri

: Jero Mangku Nadi : Jero Mangku Istri Puri

3 Kelihan Pura : I Ketut Padet 4 Wakil Kelihan : I Made Sukarta 5 Penyarikan : I Nyoman Palemiana 6 Juru Raksa : I Wayan Astawa

Jajar Kemiri Pelinggih di Pura Sakenan Petulu

Berkat kerja keras dan kesungguhan hati dari para Pengempon Pura Sakenan Petulu, tuntunan dari para sesepuh tetua dan manggala adat juga manggala dinas, juga peran serta aktif Para Pengelingsir Puri dilandasi semangat gotong royong dan kebersamaan dalam usaha memugar Pelinggih-pelinggih, kini Pura Sakenan Petulu yang terdiri dari tiga mandala ini hampir semua bangunan Pelinggihnya tergolong baru. Pemugaran yang dilaksanakan mulai tahun 2014 hingga tahun 2019 menjadikan Pura Sakenan Petulu tampak megah dan indah. Bebaturan yang terbuat dari batu padas dan batu bata merah yang dipenuhi dengan ornamen-ornamen magis kekinian.

Pura Sakenan, Desa Pakraman Petulu

Page 25: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

25

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Keterangan Gambar:

1. Bale Pesamuan. tempat para tetua berkumpul membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pura.

2. Pelinggih Pengaruman sebagai niyasa pemujaan terhadap Sang Hyang Taya, difungsikan sebagai tempat menghias atau merangkai simbul, seperti daksina pelinggih, arca, sebelum distanakan pada bangunan suci dan tempat upakara yang akan dihaturkan.

3. Penyimpenan Tegeh

Page 26: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

26

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

4. Meru Tumpang Kalih simbolis dari dua huruf di tengah (i, ya) adalah lambang dari Sang Hyang Purusa dan Predana.

5. Gedong Mas Catu 6. Pelinggih Taksu Krucut / Gedong Mas Sari 7. Pelinggih Padmasana, terbuat dari batu padas

penuh dengan ornamen-ornamen magis, sebagai linggih Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

8. Pelinggih Meru Tumpang Tiga, dibangun di bagian utara wilayah Uttama Mandala pura, disebalah barat dari pelinggih Padmasana, sebagai pemujaan kehadapan Ida Bhatari Danuh.

9. Pelinggih Gedong Batu 10. Pelinggih Manjangan Saluwang tempat

memuja para Rsi Agung 11. Pelinggih Ratu Ngurah Agung sebagai media

pemujaan Tuhan dalam fungsinya sebagai pencipta kesejahteraan material dan spiritual,.

12. Pelinggih Bale Paselang difungsikan untuk tempat pelaksanaan upacara yang tergolong besar, dengan rangkaian Peselang.

13. Pelinggih Penyawangan ka Segara 14. Bale Panggungan difungsikan untuk tempat

memuja Ida Bhatara yang turun dalam rangkaian upacara besar

15. Bale Pawedan, tempat para wiku atau pemangku memimpin upacara.

16. Pelinggih Pepelik dibangun ditengah-tengah natar uttama mandala, Bale Pepelik atau juga disebut Pelik Sari, Bale Pileh atau Bale Tajuk. fungsinya untuk penyajian sarana dan perlengkapan upacara saat pelaksanaan

Page 27: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

27

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

upacara yadnya dan piodalan pada akhir acara dilakukan dengan pelaksanaan mapurwa daksina sebagai prosesi ritual untuk mengelilingi atau mengitari sebanyak tiga kali pelinggih Pepelik dengan diiringi kidung-kidung dharma gita yang bertujuan untuk dapat meningkatkan vibrasi sattwam yang muncul dari persembahan yang dilakukan dan menguraikan vibrasi unsur rajas-tamas di alam semesta ini.

17. Candi Kurung sebagai simbol bahwa diujung candi kurung Ida Bhatara berlingga, karena candi kurung menyimbolkan gunung.

18. Candi Bentar menyimbolkan dua unsur yang berbeda di semesta yang saling berkaitan (Rwa Bhineda)

19. Bale Kulkul dibangun berbentuk menara di barat daya areal madya mandala pura, menyatu dengan tembok pembatas nista mandala dan madya mandala, disebelah selatan dari bangunan Bale Pesanekan. Merupakan linggih Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai Iswara, dalam ilmu yoga yaitu Paratma yang ada di leher atau kerongkongan, yang berfungsi utama untuk mengeluarkan berbagai jenis suara.

20. Bale Wantilan difungsikan sebagai tempat melaksanakan hiburan.

21. Perantenan difungsikan untuk tempat karma menghaturkan ayah-ayah memasak berbagai macam masakan yang dipergunakan dalam rangkaian pujawali.

Page 28: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

28

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

22. Pelinggih Panggungan madya mandala atau Pelinggih Pemasaran dibangun di Madya Mandala di depan Candi Bentar.

Karya Padudusan Agung, Mamungkah, Ngenteg Linggih, lan Tawur Balik Sumpah.

Sebagai bentuk dari rasa terima kasih dan wujud bakti masyarakat Pengempon Pura Sakenan Petulu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasi beliau yang berparahyangan di Pura Sakenan, krama Pengempon bersepakat menghaturkan upakara upacara Karya Padudusan Agung, Mamungkah, Ngenteg Linggih, lan Tawur Balik Sumpah. Yadnya sangat penting dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Kata Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta, kata “Yaj”, yang artinya memuja, mempersembahkan, pengorbanan, menjadikan suci. Prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam Yadnya yaitu keikhlasan, kesucian dan pengabdian tanpa pamrih. Dalam Atharwa Weda XVII.3 dinyatakan bentuk Yadnya yang paling tinggi adalah pengorbanan lahir batin. Maka dari itu semangat patriotisme yang diajarkan dalam Bhagawadgita, Mahabharata, Ramayana sangat tepat ksatria yang ber-Yadnya di medan perang. Maknanya sebagai pembela tanah air, menegakkan kebenaran dan keadilan. Yadnya sebagai amalan agama mengandung pengertian: Merupakan sistem persembahyangan dalam kontak memuja Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai prinsip berkorban agar umat bersedia, rela dan menyadari bahwa berkorban itu sebagai pemeliharaan kelangsungan hidup menuju hidup bahagia. Konsep agama Hindu adalah mewujudkan keseimbangan, dengan terwujudnya keseimbangan, berarti terwujud pula keharmonisan hidup yang didambakan oleh setiap orang di dunia. Untuk umat Hindu yang diidam-idamkan adalah terwujudnya keseimbangan antar manusia dengan Tuhannya, antara

Page 29: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

29

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Yang dikenal dengan Tri Hita Karana. Maka dari itu, Yadnya mutlak diperlukan. Ada dua macam Panca Yadnya, yaitu: Panca Yadnya berdasarkan sarana dan bentuk pelaksanaannya dan Panca Yadnya berdasarkan tujuan dan objek yang dituju, Yadnya ini disebut Panca Maha Yadnya. Panca Yadnya berdasarkan sarana dan bentuk pelaksanaan dalam Bisma Parwa dijelaskan:

• Drewaya Yadnya, adalah Yadnya yang mempergunakan harta milik sebagai sarana korban.

• Tapa Yadnya, adalah Yadnya dengan melaksanakan tapa, yaitu tahan uji tahan derita sebagai sarana berkorban.

• Jnana Yadnya, adalah Yadnya dengan menyumbangkan kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, memberikan pandangan-pandangan, atau buah pikiran yang berguna, sebagai sarana korban.

• Yoga Yadnya, adalah Yadnya dengan pengamalan yoga, yaitu menghubungkan diri pada Sang Hyang Widhi melalui jenjangan-jenjangan yoga. Bahkan sampai dengan tingkat tertinggi yakni semadhi, sebagai sarana berkorban.

• Swadyaya Yadnya, adalah Yadnya dengan mengorbankan diri demi kepentingan Dharma. Seperti halnya para pahlawan kemerdekaan, mereka mengorban kan diri demi sebuah kemerdekaan. Ini juga disebut Yadnya.

Panca Yadnya berdasarkan tujuan dan obyek yang dituju. Dalam kitab Manawa Dharmasastra III. 70. tersurat:

“Adhyapanam Brahma Yajnah, Pitr yajnastu tarpanam, homo daivo balirbhaurto, nryajno ‘tithi pujanam.”

Page 30: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

30

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Selanjutnya dalam Manawa Dharmasastra III.72. bahwa’

“Devatatithi bhrtyanam, pitrnamatmanasca yah, Na nirvapati pancanam, ucchwasanna sa jwati”.

Yang diartikan

”Tetapi ia yang tidak memberikan persembahan kepada kelima macam tadi yaitu para dewa, para tamunya, mereka yang

harus dipelihara, para leluhur dan ia sendiri, pada hakekatnya tidak hidup walaupun bernafas”

Bhagawadgitha III.4. menyebutkan

Na karmanam anarambhan, Naiskarmyam puruso snute Na ca sannyasanad eva, Siddhim samadhigacchati

Yang artinya

Bukan dengan jalan tiada bekerja orang mencapai kebebasan dari perbuatan. Pun juga tidak hanya dengan melepaskan diri

dari pekerjaan orang akan mencapai kesempurnaannya

Dalam hal tersebut bahwa Karya Pedudusan Agung, Mamungkah, Ngenteg Linggih, lan Tawur Balik Sumpah yang dilaksanakan oleh krama pengempon pura merupakan wujud sradha Bakti kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa. Dimana seluruh komponen Krama ikut andil dalam pelaksanaannya. Karena sesungguhnyalah alam telah memberikan kepada kita semua untuk kita pelihara sehingga keselarasan akan terpelihara. Setiap pelaksanaan Yadnya yang dilakukan oleh masyarakat Bali pada umumnya, memiliki dasar yang sangat kuat yang berdasarkan pada sastra agama.

Pada Rg.veda X.90 yang memberikan ide pertama dilaksanakannya yadnya menyatakan bahwa:

Page 31: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

31

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Alam ini ada berdasarkan yadnya-Nya (Maha Purusa), dengan yadnya Dewa memelihara manusia & dengan

yadnya manusia memelihara Dewa

Ini berarti bahwa yang menjadi dasar adanya alam semesta beserta isinya ini adalah adanya yadnya Tuhan dalam

manifestasinya sebagai Maha Purusa.

Bhagavadgita III.11. menyatakan bahwa :

Para dewa akan memelihara manusia dengan memberikan kebahagiaan, karena itu manusia yang

mendapatkan kebahagiaan bila tidak membalas pemberian itu dengan yadnya pada hakekatnya dia

adalah pencuri

Juga dijelaskan dalam Bhagavadgitha III.14. bahwa;

Dari makanan, makhluk menjelma, dari hujan lahirnya makanan dan dari yadnya muncullah hujan dan yadnya

lahir dari pekerjaan

Sehingga dari keseluruhan perbuatan atau pekerjaan tersebut, lahirlah panca yadnya. Karena keterikatan dan timbal balik

yang terjadi maka adanya hutang yang harus dibayar, sehingga manusia yang terlahir kedunia sudah berbekal

hutang yang harus dibayar kepada orang tuanya, dan sebagainya. Maka adanya hutang tersebut yang disebut

dengan Tri Rna.

Hal ini termuat dalam kitab Manawa dharma-sastra VI.35 yang menyebutkan bahwa :

Pikiran (manah) yang ada dalam diri kita masing-masing baru dapat diarahkan pada kelepasan setelah melunasi 3

hutang yang kita miliki

Page 32: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

32

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Jadi sebelum kita dapat melunasi hutang-hutang itu, kita tidak akan mencapai tujuan akhir agama Hindu yang disebut

Moksartham jagadhita ya ca iti dharma.

Semua sastra di atas mengajarkan kepada umat Hindu agar tidak jemu-jemu melaksanakan Yadnya yang pantas dan sesuai dengan kemampuan, yang paling penting didasari oleh rasa tulus dan ikhlas. Seperti halnya upacara-upacara besar, tentu memerlukan banyak piranti upacara juga jumlah krama yang mempunyai tugas dengan keahliannya masing-masing. Karena sangat banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan dalam melaksanakan Karya Padudusan Agung, Mamungkah, Ngenteg Linggih, lan Tawur Balik Sumpah di Pura Sakenan Petulu yang puncaknya dilaksanakan pada Buda Umanis Dukut, tanggal 1 Mei 2019 ini, maka kemudian dibentuklah Panitia atau Prawartaka Karya, antara lain sebagai berikut :

I.Penasehat : Tjokorda Gde Sukawati : Tjokorda Puri Tirta : I Wayan Beneh

II. Ketua Wakil Ketua

: I Kadek Arka : A A Gede Bagus Nana : I Nyoman Sena

III. Bendahara :I Wayan Astawa : I Made Punia

IV.Sekretaris : I Wayan Palemiana : I Wayan Tino

Seksi-seksi: 1. Upacara

1. 2.

I Wayan Degdeg Jero Candra

2.Wewangunan 1. 2.

I Ketut Mela I Ketut Dani

3.Transportasi 1. I Kadek Molog

Page 33: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

33

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

2. 3.

I Wayan Tebel I Nyoman Mupu

4.Upakara 1. 2. 3.

I Made Dana I Made Bered I Wayan Rajin

5.Penerangan 1. I Kadek Gina

I Wayan Brahma 6.Perlengkapan

1. 2. 3.

I Kadek Angsur I Nyoman Lasya I Nyoman Yuliana

7.Sulinggih 1. 2.

Cokorda Puta I Made Madri

8.Soundsistem 1. 2.

I Wayan Yudianta I Wayan Suparta

9.Dekorasi 1. 2. 3. 4.

I Wayan Bajra I Wayan Bara I Wayan Nata I Made Kerta

10.Pecalang 1. 2.

I Kadek Solyo I Kadek Ariana

11.Penggalian Dana

1. 2. 3. 4.

I Wayan Suarna I Kadek Astawa I Putu Ardana I Ketut Sanglah

12.Kebersihan 1. 2. 3.

I Kadek Sumadi I Nyoman Bodag I Nyoman Brati

Page 34: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

34

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

13.Kesenian 1. 2. 3. 4.

I Made Abri I Wayan Duduk I Nyoman Linggih I Wayan Bonyoh

14.Tukang Banten 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Ni Wayan Pica Ni Wayan Nombong Ni Made Rati Ni Wayan Moni Ni Wayan Tumbah Ni Wayan Sera Ni Wayan Pada Ni Made Bunter

15.Konsumsi 1. Gusti Ayu Tunik

Ni Ketut Lestari Ni Wayan Candra Ni Nyoman Puri Ni Wayan Murni Ni Wayan Juni Ni Nyoman Selat Ni Kadek Jepun

Seluruh Masyarakat Pengempon yang terpilih duduk dalam panitia atau Prawartaka Karya bertugas memobilisasi masyarakat dalam usaha mensukseskan seluruh rangkaian upacara upakara yang diadakan di Pura Sakenan Petulu, seperti yang termuat dalam ehedan upacara, antara lain:

No Rahina Acara 1 Sukra Kliwon

19 April 2019 Pukul 10.00 Wita

Dewasa Nanceb Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Gunung Sari.

2 Caniscara Kliwon 20 April 2019 Pukul 09.00 Wita

Mendak tirta Sad Kayangan, Dang Kayangan, Kayangan Tiga

3 Wraspati Kliwon Melaspas, Caru Rsi Gana Kapuput

Page 35: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

35

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

25 April 2019 Pukul 10.00 Wita

olih Ida Pedanda Giriya Gunung Sari.

4. Sukra Kliwon 26 April 2019 Pukul 09.00 Wita

Melasti, Mepekelem Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Gunung Sari.

5. Caniscara Pahing 27 April 2019 Pukul 09.00 Wita Pukul 15.00 Wita

Mepepada alit, Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Gunung Sari. Mendak Bagia, Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Peling Baleran.

6. Redite Pwon 28 April 2019 Pukul 10.00 Wita

Mecaru Balik Sumpah lan Tawur Padudus Alit, Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Gunung Sari miwah Ida Pedanda Kemenuh, Babakan Bitra

7. Anggara Kliwon 30 April 2019 Pukul 09.00 Wita

Mepepada Agung, Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Gunung Sari.

8. Buda Umanis 1 Mei 2019 Pukul 10.00 Wita

Puncak Karya, Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Gunung Sari miwah Ida Pedanda Kemenuh, Babakan Bitra

9. Wraspati Pahing 2 Mei 2019 Pukul 19.00 Wita

Nganyarin, Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Peling Delodan.

10. Sukra Pwon 3 Mei 2019 Pukul 19.00 Wita

Nganyarin, Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Peling Baleran

11 Caniscara Wage 4 April 2019 Pukul 11.00 Wita

Nganyarin, Bangun Ayu, Mekebat Daun, Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Gunung Sari miwah Ida Pedanda Giriya Peling Delodan

12 Redite Kliwon 5 Mei 2019 Pukul 15.00 Wita

Nganyarin, Ngebek, Ngeremek Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Gunung Sari

Page 36: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

36

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

Pukul 01.00 Wita

Nyenuk, Nyineb Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Peling Baleran

13 Coma Umanis 6 Mei 2019 Pukul 10.00 Wita

Ida Bhatara budal ke Payogan sowang-sowang

14 Buda Pwon 8 Mei 2019 Pukul 10.00 Wita

Nyegara Gunung ring Pura Goa Lawah, Kapuput olih Ida Pedanda Giriya Gunung Sari

Setelah selesai dilaksanakannya upacara Nyegara Gunung, maka selesailah seluruh rangkaian upacara Karya Peduddusan Agung Mamungkah, Ngenteg Linggih, lan Tawur Balik Sumpah, di Pura Sakenan Petulu. Dari sekian banyak usaha pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilaksanakan dalam rangka mensukseskan Karya Agung ini diharapkan semua bertumpu pada keikhlasan memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam seluruh manifestasi Beliau. Karena salah satu tujuan dari yadnya itu adalah menciptakan keharmonisan alam semesta beserta seluruh penghuninya. Penutup Pada hakikatnya, bhakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa bisa diwujudkan oleh Umat Hindu lewat berbagai bentuk. Rasa syukur atas anugerah Beliau, memuja dan mensucikan Pelinggih Arcana Widhi, membangun dan memperbaiki Pelinggih Kahyangan, menelusuri sejarah yang erat kaitannya dengan kehidupan sosial religius masyarakat setempat, adalah sebagian kecil bentuk Sradha Bakti terhadap Keagungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Membuat kesadaran yang maha tinggi bahwa segala sesuatu yang ada di muka dunia ini adalah berkat ciptaanNya, berkat pemeliharaanNya, dan terakhir hanya Beliaulah yang mempunyai kekuasaan melebur. Konsep-konsep tersebut

Page 37: Dharma Warnana Pura Sakenan Petulu, Ubud, Gianyar, Bali

37

DHARMA WARNANA PURA SAKENAN, PETULU, UBUD. IB BAJRA @YDK-Bali. 05.2019

sudah terpatri dalam jiwa setiap masyarakat Hindu di Bali. Semua Yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali khususnya warga Pengempon Pura Sakenan Petulu merupakan salah satu jalan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, harmonis dengan manusia sekeliling dan harmonis dengan alam lingkungannya. Pura menjadi tempat yang paling damai untuk mencapai keharmonisan dan kesejukan jiwa dan badan. Di Pura semua rangkaian spirit dan ritual bergabung menjadi satu kesatuan yang bersama-sama membentuk jiwa dan badan masyarakat Bali menjadi siap menghadapi jaman yang semakin tua. Om Santhi Santhi Santi Om

Giriya Gunung Payangan

30 April 2019 ..........oo0oo........