Upload
others
View
27
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 761
DIVERSIFIKASI PANGAN SEBAGAI STRATEGI
ADAPTASI RUMAH TANGGA MENGHADAPI
PANDEMI COVID-19
Ening Ariningsih1, Erma Suryani1, Handewi P. Saliem1
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jln. Tentara Pelajar No. 3B, Bogor 16111
Korespondensi penulis: [email protected]
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia (setelah
Brazil) dalam keanekaragaman hayati (biodiversitas). Dengan
demikian, potensi sumber pangan kita sangat besar, baik dalam ragam
jenis maupun jumlahnya. Ironisnya, data dinamika pola konsumsi
pangan (pokok) kita dari waktu ke waktu justru mengarah pada pola
pangan tunggal, yaitu beras (Suryani dan Rachman 2008). Bahkan,
dalam satu dekade terakhir konsumsi pangan kita dihadapkan pada
fakta adanya ketergantungan pada terigu, yang notabene berasal dari
impor (Suryani dan Rachman 2008). Selain itu, pola konsumsi pangan
rata-rata penduduk Indonesia juga belum sepenuhnya sesuai dengan
rekomendasi standar kecukupan dan atau keragaman komposisi zat
gizi (Rachman dan Purwantini 2014; Ariani dan Hermanto 2015).
Dalam hal ini, konsumsi pangan sumber karbohidrat melebihi standar
kecukupan, namun untuk konsumsi sayur dan buah serta pangan
sumber protein hewani masih kurang dari standar kecukupan
(Suryani et al. 2016; Kemendag 2013). Pada situasi demikan,
diversifikasi konsumsi pangan untuk mendorong peningkatan
konsumsi sayur, buah, dan sumber protein merupakan program dan
strategi penting untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan.
Adanya pandemi Covid-19 dengan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) berakibat pada penghentian sementara berbagai
1Kontributor utama
762 Diversifikasi Pangan sebagai Strategi Adaptasi Rumah Tangga
menghadapi Pandemi Covid-19
kegiatan ekonomi, utamanya di sektor pariwisata, perhotelan, kuliner,
dan berbagai industri jasa. Kementerian Tenaga Kerja melaporkan
bahwa per 2 Juni 2020 tenaga kerja terdampak Covid-19 sekitar 3,05
juta orang dan memperkirakan tambahan pengangguran bisa mencapai
5,23 juta (Kemenaker 2020). Hasil survei LIPI (2020) menunjukkan
bahwa telah terjadi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
dan penurunan pendapatan sebagai akibat terganggunya kegiatan
usaha pada sebagian besar sektor. Sebanyak 15,6% pekerja mengalami
PHK dan 40% pekerja mengalami penurunan pendapatan, di
antaranya sebanyak 7% pendapatan buruh turun sampai 50%. Situasi
ini berdampak pada kelangsungan hidup pekerja dan keluarganya.
Terjadinya PHK akan berujung pada menurunnya pendapatan,
daya beli, dan akses rumah tangga terhadap pangan. Bagi kelompok
pendapatan menengah ke atas, adanya pandemi Covid-19 bisa jadi
tidak banyak berpengaruh terhadap volume pangan yang
dikonsumsi, tetapi variasi jenis pangan dan cara memperoleh pangan
yang berubah karena adanya gangguan distribusi dan logistik
pangan. Namun bagi rumah tangga berpendapatan rendah,
penurunan pendapatan dan daya beli akan berpengaruh terhadap
volume dan jenis pangan yang dikonsumsi karena menurunnya akses
terhadap pangan yang bisa dibeli.
Kondisi pandemi Covid-19 menuntut masing-masing individu
untuk mengikuti protokol kesehatan dalam beraktivitas, menjaga
kesehatan, dan meningkatkan daya tahan tubuh agar terhindar dari
serangan Covid-19. Agar seseorang bisa tetap hidup sehat dan tubuh
memiliki imunitas yang baik diperlukan konsumsi pangan yang baik,
beragam, bergizi, dan seimbang dalam jumlah, ragam, dan
komposisinya. Padahal, sebagian rumah tangga terutama yang
berpendapatan rendah memiliki akses pangan yang terbatas karena
pendapatan yang menurun akibat PHK. Dengan demikian, penguatan
ekonomi berbasis keluarga melalui optimalisasi sumber daya keluarga
untuk penyediaan pangan secara mandiri akan menurunkan
pengeluaran rumah tangga untuk pangan merupakan strategi
adaptasi rumah tangga menghadapi pandemi Covid-19.
Pertanyaannya, betulkah diversifikasi pangan merupakan salah satu
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 763
strategi yang dapat dikembangkan untuk memperkuat ekonomi
berbasis keluarga atau rumah tangga? Oleh karena itu, kajian tentang
diversifikasi pangan sebagai strategi adaptasi rumah tangga
menghadapi pandemi Covid-19 penting untuk dilakukan.
Tujuan tulisan ini adalah untuk menganalisis diversifikasi pangan
sebagai strategi adaptasi rumah tangga dalam menghadapi Covid-19.
Pembahasan mencakup (1) konsep dan definisi diversifikasi pangan;
(2) gambaran umum diversifikasi pangan; (3) tinjauan dan program
diversifikasi pangan; (4) dampak pandemi Covid-19 terhadap
ekonomi dan konsumsi pangan rumah tangga; (5) kebijakan
penanganan dampak pandemi Covid-19 bagi rumah tangga, dan (6)
diversifikasi pangan sebagai coping mechanism dampak pandemi
Covid-19.
METODE
Jenis data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah data hasil
survei daring yang dilakukan oleh Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian pada bulan Juni 2020. Survei ini tidak didesain
khusus untuk menganalisis diversifikasi pangan, tetapi informasi
mengenai perubahan konsumsi dapat digunakan dalam studi ini.
Survei daring difokuskan pada wilayah perdesaan yang tersebar di
beberapa provinsi di Indonesia. Jumlah responden dalam survei
daring sebanyak 1.007 orang, terdiri dari penyuluh pertanian, petani,
pedagang sarana produksi, pedagang hasil pertanian, dan pelaku
usaha di sektor pertanian lainnya. Pengumpulan data secara daring
menggunakan kuesioner dalam format google form. Pengiriman
kuesioner ke responden melalui WhatsApp (WA). Data sekunder
yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik.
Analisis dampak pandemi Covid-19 terhadap keragaman
konsumsi masyarakat dilakukan secara deskriptif kualitatif. Analisis
ini didasarkan pada hasil olahan data primer dan tinjauan literatur
yang bersumber dari hasil-hasil penelitian dan informasi terkait yang
dipublikasikan oleh berbagai lembaga di berbagai media publikasi.
764 Diversifikasi Pangan sebagai Strategi Adaptasi Rumah Tangga
menghadapi Pandemi Covid-19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep dan Definisi Diversifikasi Pangan
Konsep diversifikasi pangan telah banyak dirumuskan dan
diinterpretasikan oleh para pakar. Kasryno et al. (1993) memandang
diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat kaitannya
dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan
pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat, yang
mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi.
Suhardjo (1998) mengemukakan bahwa pada dasarnya diversifikasi
pangan mencakup tiga ruang lingkup pemahaman yang saling terkait,
yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan
pangan dan diversifikasi produksi pangan. Keduanya menjelaskan
secara luas tentang konsep diversifikasi, tidak hanya dalam hal
konsumsi pangan, tetapi juga dalam hal produksi dan pasokan
pangan, termasuk distribusinya.
Soetrisno (1998) hanya mendefinisikan secara sempit diversifikasi
pangan dalam konteks konsumsi pangan. Diversifikasi pangan
dianggap sebagai upaya untuk mendiversifikasi jenis pangan yang
dikonsumsi, termasuk pangan sumber energi dan gizi, guna
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan
kuantitas dan kualitas. Sejalan dengan hal itu, Suhardjo dan Martianto
(1992) menyatakan dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak
hanya terbatas pada diversifikasi konsumsi makanan pokok, tetapi
juga makanan pendamping sehingga mencakup pangan sumber
energi dan zat gizi. Menurut Ariani dan Ashari (2003), hal itu sangat
relevan dalam konteks peningkatan mutu gizi masyarakat secara
kualitas dan kuantitas, juga sebagai usaha untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia.
Di sisi lain, Pakpahan dan Suhartini (1989) menyatakan bahwa
dalam konteks Indonesia, keanekaragaman konsumsi pangan sering
diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi
oleh penambahan konsumsi bahan pangan nonberas. Hal ini
didasarkan atas pemikiran bahwa dalam lingkup kepentingan
nasional, pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 765
positif terhadap kelestarian swasembada beras atau keamanan
pangan. Hal ini tercermin dalam berbagai kebijakan dan program
diversifikasi pangan oleh pemerintah, yang lebih fokus pada
diversifikasi pangan sumber karbohidrat (pangan pokok), secara
spesifik mengurangi konsumsi beras dan terigu dan menggantinya
dengan pangan sumber karbohidrat lain (nonberas dan nonterigu).
Gambaran Umum Diversifikasi Konsumsi Pangan
Dalam tulisan ini, sebagai gambaran diversifikasi pangan pada
masa sebelum pandemi Covid-19 akan disajikan berbagai studi terkait
diversifikasi pangan yang menggunakan indeks entropy sebagai alat
analisisnya. Studi Suryani et al. (2016) menunjukkan bahwa secara
umum tingkat keragaman konsumsi pangan rumah tangga di
Indonesia masih relatif rendah, yang ditunjukkan oleh nilai indeks
entropy yang relatif rendah dibandingkan nilai maksimumnya (Tabel
1). Selain itu, hasil studi tersebut juga menunjukkan bahwa semakin
tinggi pendapatan rumah tangga, semakin tinggi keragaman
konsumsi pangannya. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif
antara pendapatan dan diversifikasi konsumsi pangan. Beberapa studi
terdahulu terkait diversifikasi pangan juga menunjukkan bahwa
pendapatan rumah tangga memengaruhi diversifikasi konsumsi
pangan, makin tinggi pendapatan, maka makin tinggi tingkat
diversifikasi konsumsi pangan rumah tangga tersebut (Pakpahan dan
Suhartini 1989; Simatupang dan Ariani 1997; Erwidodo et al. 1999).
Studi Suryani et al. (2016) juga menunjukkan bahwa tingkat
diversifikasi pangan di wilayah perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan wilayah perdesaan. Pengecualian terjadi pada konsumsi
sumber karbohidrat yang cenderung lebih beragam di wilayah
perdesaan. Hal ini disebabkan tingkat ketersediaan dan akses rumah
tangga di perdesaan yang lebih baik terhadap pangan sumber
karbohidrat yang lebih beragam. Berbagai jenis pangan sumber
karbohidrat lokal seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, ganyong,
dan lainnya dapat dengan mudah ditemukan di wilayah perdesaan.
Jenis-jenis pangan lokal tersebut bahkan dapat dikonsumsi tanpa
766 Diversifikasi Pangan sebagai Strategi Adaptasi Rumah Tangga
menghadapi Pandemi Covid-19
perlu mengeluarkan uang tunai karena banyak rumah tangga di
wilayah perdesaan yang menanam sendiri berbagai jenis pangan
tersebut.
Menurut Pakpahan dan Suhartini (1989), selain harga, pendapatan
merupakan faktor utama yang menentukan perilaku rumah tangga
dalam konsumsi pangan. Hal ini sesuai dengan hukum Engel yang
menyatakan bahwa “The poorer a family, the greater the proportion of
its total expenditure that must be devoted to the provision of food.”
Lebih lanjut, Clements dan Si (2017) menunjukkan adanya hubungan
antara hukum Engel, keragaman konsumsi pangan, dan kualitas
pangan yang dikonsumsi. Dengan meningkatnya pendapatan,
dampaknya tidak hanya pangsa pangan yang menurun, namun juga
keragaman konsumsi pangan cenderung meningkat. Pengeluaran
juga tersebar lebih merata di antara berbagai jenis pangan, sehingga
konsumsi pangan menjadi lebih seimbang. Demikian pula,
pendapatan yang lebih tinggi menggeser konsumsi pangan dari jenis
pangan yang berkualitas rendah ke arah jenis pangan yang lebih
mahal, lebih enak, dan lebih bergizi.
Berbagai studi terkait konsumsi pangan sumber karbohidrat
menunjukkan bahwa beras mendominasi konsumsi pangan pokok
masyarakat Indonesia (Ariani 2011; Wijayati et al. 2019). Hal tersebut
menyebabkan tekanan yang besar terhadap upaya penyediaan beras
bagi seluruh penduduk Indonesia dan upaya untuk mencapai
swasembada beras secara berkelanjutan. Selain itu, terjadi pergeseran
pangan pokok lokal ke terigu dan produk-produk turunannya seperti
mi instan. Hal ini menyebabkan preferensi masyarakat terhadap
pangan pokok sebagian besar adalah kombinasi beras dan terigu
(Rachman dan Ariani 2008; Ariani 2012), sementara jenis pangan
pokok lainnya lebih banyak berperan sebagai pangan kudapan atau
selingan. Di sisi lain, Pusat PKKP (2017) menyatakan bahwa sebagian
besar masyarakat saat ini masih mengandalkan beras sebagai sumber
karbohidrat, kurang mengonsumsi pangan sumber protein, serta
sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral, namun
konsumsi lemak cenderung berlebih.
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 767
Tabel 1. Diversifikasi konsumsi pangan (indeks entropy) rumah
tangga Indonesia menurut wilayah dan kelompok
pendapatan, 2014
Kelompok pangan1
Indeks entropy
Wilayah Kelompok pendapatan
Total
Nilai
maksi-
mum2 Kota Desa Rendah Sedang Tinggi
Total pangan (17) 1,79 1,66 1,61 1,78 1,80 1,72 2,83
Sumber
karbohidrat (7) 0,21 0,24 0,22 0,22 0,26 0,23 1,95
Protein hewani (8) 0,89 0,71 0,66 0,84 0,93 0,78 2,08
Protein nabati (5) 0,30 0,23 0,22 0,27 0,32 0,26 1,61
Sayuran (4) 1,14 1,12 1,11 1,15 1,12 1,13 1,39
Buah-buahan (3) 0,29 0,21 0,18 0,25 0,34 0,25 1,10
Pangan lain (3) 0,88 0,84 0,84 0,88 0,85 0,86 1,10
Makanan jadi (7) 1,00 0,71 0,71 0,87 1,03 0,85 1,95
Sumber: BPS (2014), diolah oleh Suryani et al. (2016)
Keterangan: 1Angka dalam kurung menunjukkan jumlah jenis pangan
yang dianalisis. 2Nilai indeks entropy maksimum yang bisa dicapai jika
pendapatan (atau pengeluaran) dialokasikan untuk semua
jenis pangan yang ada dalam kelompok tersebut, atau
konsumsi pangan sangat terdiversifikasi.
Tinjauan Kebijakan dan Program Diversifikasi Pangan
Terkait dengan upaya diversifikasi pangan, program-program
Kementerian Pertanian yang terkait langsung dan tidak langsung
dengan konsumsi dan penganekaragaman atau diversifikasi pangan,
terutama untuk diversifikasi konsumsi pangan, telah dilakukan
sejak tahun 1960-an. Sebagai reaksi terhadap krisis pangan pada saat
itu, pemerintah menganjurkan konsumsi bahan pangan pokok
nonberas, seperti mengombinasikan beras dengan jagung.
Kemudian, pada tahun 1974 secara eksplisit pemerintah
768 Diversifikasi Pangan sebagai Strategi Adaptasi Rumah Tangga
menghadapi Pandemi Covid-19
mencanangkan kebijakan diversifikasi pangan melalui program
Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR), Selanjutnya, pada
tahun 1991/1992 pemerintah melaksanakan program Diversifikasi
Pangan dan Gizi (DPG). Fokus program DPG lebih pada
peningkatan kapasitas masyarakat rawan pangan di daerah miskin
dengan memanfaatkan pekarangan dalam jangkauan wilayah
sasaran program, sehingga diupayakan peningkatan ketersediaan
keanekaragaman pangan di tingkat rumah tangga.
Pada tahun 2009 pemerintah menetapkan kebijakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal,
yang secara operasional dilaksanakan melalui Gerakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.
Sebagai tindak lanjut, Kementerian Pertanian melaksanakan kegiatan
terkait diversifikasi konsumsi pangan yang dikenal sebagai gerakan
Percepatan Diversifikasi Konsumsi Pangan (P2KP) yang dimulai sejak
tahun 2010. Kemudian, pada tahun 2015 Kementerian Pertanian
melalui Badan Ketahanan Pangan (BKP) telah merintis program
pemanfaatan pekarangan (KRPL) yang kemudian diperluas menjadi
Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dengan peserta program tidak
hanya Kelompok Wanita Tani (KWT), ada karang taruna, santri dan
karang taruna lainnya. Jenis pangan yang dikembangkan antara lain
sayur mayur, pangan lokal, rempah-rempah serta buah dan unggas.
Berbagai pihak menilai bahwa upaya diversifikasi pangan yang
telah dirintis mulai tahun 60-an tersebut sampai saat ini masih
belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terlihat dari
tingginya tingkat ketergantungan terhadap beras, bahkan terdapat
perubahan pola konsumsi pangan pokok yang cenderung mengarah
ke pola tunggal beras dari semula pola beras-umbi-umbian, dan atau
beras-jagung-umbi (Rachman 2001). Selain itu, terjadi pola pangan
pokok kombinasi beras dan terigu yang merupakan pangan impor
(Rachman dan Ariani 2008; Ariani 2012).
Berbagai permasalahan dan penyebab belum berhasilnya
diversifikasi pangan di kalangan masyarakat di antaranya adalah (1)
adanya anggapan beras sebagai komoditas yang superior atau
prestisius menyebabkan masyarakat menjadikan beras sebagai
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 769
pangan pokok yang memiliki status sosial lebih tinggi; (2) kebijakan
pangan bias pada beras; (3) kesenjangan pengimplementasian antara
konsep dan operasional diversifikasi pangan dan berbagai kebijakan
yang terkait dengannya; (4) kebijakan pemerintah dalam diversifikasi
pangan masih ambivalen dan terkesan setengah hati; (5) volume dan
jangkauan sasaran wilayah program yang terbatas; (6) teknologi
pengolahan pangan nonberas masih terbatas dan teknologi yang
digunakan masih sederhana (tradisional) sehingga produk yang
dihasilkan masih dianggap sebagai barang inferior; (7) adanya
kebijakan pemerintah yang tidak konsisten/sinkron, bahkan
kontraproduktif terhadap program diversifikasi konsumsi pangan
(Rachman dan Ariani 2008; Ariani 2010); (9) Kurangnya alat untuk
mengukur keberhasilan rencana, rencana tersebut tidak berkelanjutan
sampai batas tertentu, dan tidak ada konsensus tentang target
kuantitatif (Ariani 2010).
Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Ekonomi dan Konsumsi
Pangan Rumah Tangga
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik
(BPS 2020), pandemi Covid-19 membawa dampak penurunan
pendapatan masyarakat. Penurunan pendapatan tersebut terjadi di
seluruh lapisan masyarakat, namun penurunan paling tajam terjadi
pada penduduk berpendapatan rendah, yaitu di kisaran 1,8 juta per
bulan. Sekitar 70,53% penduduk berpendapatan rendah menurun
pendapatannya, sementara penduduk berpendapatan menengah
sekitar 30,34%. Penurunan pendapatan terutama terjadi pada masya-
rakat yang bergerak di sektor transportasi, pariwisata, perdagangan,
serta jasa. Banyak keluarga juga menghadapi ancaman kehilangan
pendapatan karena tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya, terutama keluarga miskin dan rentan di sektor informal.
Menurunnya sumber penghasilan bagi masyarakat yang
terdampak menyebabkan daya beli yang merupakan penopang 60%
terhadap ekonomi jatuh cukup dalam. Penurunan daya beli tersebut
menyebabkan rumah tangga akan mengalami tekanan dari sisi
770 Diversifikasi Pangan sebagai Strategi Adaptasi Rumah Tangga
menghadapi Pandemi Covid-19
konsumsi. Hal ini dibuktikan dengan data BPS yang mencatatkan
bahwa konsumsi rumah tangga turun dari 5,02% pada kuartal I 2019
ke 2,84% pada kuartal I tahun 2020 (BPS 2020).
Adanya pergerakan pembatasan orang dan barang melalui
kebijakan PSBB oleh pemerintah pusat menyebabkan rantai pasok
pangan menjadi terganggu. Komoditas pertanian hasil panen petani,
yang umumnya banyak diserap konsumen di perkotaan, menjadi
tidak mudah dipasarkan karena petani tidak lagi dapat mengakses
pasar. Penutupan secara mendadak tempat-tempat usaha seperti
perhotelan, toko, pasar, restoran, tempat wisata, dan lain-lain,
membuat hasil panen produk pertanian tidak lagi dapat diserap
pasar. Beberapa kasus di daerah perdesaan ditemukan petani
membuang hasil panennya atau membagi-bagikan ke masyarakat
sekitarnya. Kondisi tersebut menyebabkan secara umum para
pelaku usaha di sektor pertanian di perdesaan mengalami
penurunan pendapatan selama masa pandemi Covid-19.
Sejalan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik, hasil olahan sementara survei secara daring yang dilakukan
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian
Pertanian, pada bulan Juni 2020 menunjukkan bahwa sebanyak
78,79% dari 1.007 responden menyatakan pendapatannya menurun
selama pandemi Covid-19 dibandingkan kondisi sebelum adanya
pandemi Covid-19 (Tabel 2). Persentase responden yang menyatakan
pendapatannya menurun bervariasi antarwilayah. Penurunan
pendapatan sebagai dampak pandemi Covid-19 paling banyak
dirasakan responden yang berada di wilayah Sulawesi (89,66%) dan
yang terendah di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara (62,50%).
Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa penurunan
pendapatan ini berpengaruh pada konsumsi pangan, seperti yang
dinyatakan oleh 88,62% responden. Salah satu strategi untuk
mengatur konsumsi pangan dengan pendapatan yang menurun
adalah melalui pengurangan variasi jenis pangan. Lebih dari 50%
responden melakukan pengurangan jenis pangan. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya pandemi Covid-19 menyebabkan
konsumsi pangan masyarakat di perdesaan mengarah pada pangan
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 771
yang kurang variatif. Kondisi ini dikhawatirkan berpengaruh pada
kecukupan gizi yang seimbang.
Tabel 2. Dampak pandemi Covid-19 terhadap pendapatan dan
konsumsi pangan rumah tangga di perdesaan, 2020
Wilayah
Jumlah
responden
(orang)
Penurunan
pendapatan
(%)
Berpengaruh
terhadap
konsumsi
pangan
(%)
Mengurangi
jenis
makanan (%)
Sumatera 148 84,03 88,62 46,51
Jawa 655 76,90 89,02 50,34
Bali & Nusa
Tenggara 32 62,50 94,74 51,61
Kalimantan 50 75,00 80,56 42,86
Sulawesi 58 89,66 88,24 63,46
Maluku & Papua 64 87,30 89,09 56,90
Total 1.007 78,79 88,62 50,66
Sumber: PSEKP (2020), diolah
Dikaitkan dengan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS 2019)
yang menunjukkan pangsa pengeluaran pangan padi-padian yang
makin besar dengan makin rendahnya pendapatan rumah tangga,
maka penurunan pendapatan pada kelompok miskin diduga akan
meningkatkan pangsa pengeluaran untuk kelompok pangan padi-
padian. Dengan demikian, peluang untuk mengonsumsi pangan yang
variatif semakin kecil. Bagi kelompok rumah tangga kaya, penurunan
pendapatan tidak terlalu berpengaruh pada konsumsi pangan karena
umumnya rumah tangga kaya mempunyai daya beli yang jauh lebih
baik dibandingkan dengan kelompok rumah tangga miskin. Untuk
membantu kelompok masyarakat miskin dalam pemenuhan
konsumsi pangan yang seimbang, penting mencari sumber perolehan
pangan dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki, termasuk
pemanfaatan lahan pekarangan di sekitar rumah untuk penanaman
aneka tanaman dalam rangka pemenuhan konsumsi pangan yang
makin variatif.
772 Diversifikasi Pangan sebagai Strategi Adaptasi Rumah Tangga
menghadapi Pandemi Covid-19
Kebijakan Penanganan Dampak Pandemi Covid-19 bagi Rumah
Tangga
Untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah
dalam upaya penanganan dampak pandemi Covid-19, pada 31 Maret
2020 telah diterbitkan tiga bentuk peraturan perundang-undangan,
yaitu (1) Perppu Nomor 1 Tahun 2020 mengenai penanganan
pandemi Penyakit Coronavirus (Covid-19) 2019 dan/atau kebijakan
keuangan nasional serta stabilitas sistem keuangan dan/atau stabilitas
sistem keuangan dalam rangka ancaman terhadap perekonomian
nasional; (2) 2020 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tentang
Pembatasan Sosial Skala Besar (Covid-19) dalam Rangka Percepatan
Pengolahan Penyakit Coronavirus Tahun 2019; (3) Penetapan Darurat
Kesehatan Masyarakat Penyakit Coronavirus (Covid-19) Tahun 2019
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020.
Pada konferensi pers tanggal 31 Maret 2020 Presiden Jokowi
mengumumkan kepada publik mengenai kebijakan untuk menyikapi
pandemi Covid-19. Kebijakan tersebut di antaranya adalah diberlaku-
kannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlandaskan pada
UU No. 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Tujuan PSBB
adalah untuk mencegah penyebaran keadaan darurat kesehatan
masyarakat (KKM) yang saat ini sedang terjadi di suatu daerah.
Kebijakan yang terkait langsung dengan ekonomi rumah tangga
paling tidak ada lima kebijakan, yaitu (1) keringanan biaya listrik,
pemerintah akan menggratiskan beban listrik bagi konsumen yang
memiliki daya 450 VA selama tiga bulan antara bulan April hingga
Juni, sedangkan untuk konsumen yang memiliki daya 900 kWh
diberikan diskon atau potongan harga sebesar 50% untuk jangka
waktu yang sama; (2) Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),
mencakup peliburan sekolah-sekolah, universitas, dan karyawan
untuk bekerja di rumah; (3) larangan mudik, karena kegiatan mudik
dikhawatirkan dapat memperluas sebaran virus corona; (4)
keringanan kredit, sejumlah kalangan seperti pengemudi ojek online,
nelayan, dan sopir taksi akan mendapat kelonggaran kredit selama
dua tahun, terhitung mulai 1 April 2020; dan (5) menyalurkan
anggaran Rp404,1 triliun untuk memenuhi sejumlah kebutuhan yang
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 773
disebabkan wabah virus corona, termasuk dalam bidang kesehatan
untuk perlindungan terhadap tenaga kesehatan, seperti APD dan alat
lainnya, serta meng-upgrade rumah sakit rujukan (Jokowi 2020).
Covid-19 berdampak pada semua sektor kehidupan manusia
termasuk pertanian. Walaupun terkena imbas, sektor pertanian bisa
menyelesaikan krisis. Pertanian dapat menyelamatkan negara dan
memberikan dukungan bagi kehidupan. Kementerian Pertanian
sedang mengembangkan tiga strategi untuk menangani Covid-19 dan
mengembangkan rencana untuk meningkatkan pasokan pangan pada
era normal baru.
Tiga agenda utama Kementerian Pertanian selama pandemi
Covid-19 adalah: (1) agenda darurat/jangka pendek, termasuk
stabilitas harga pangan, termasuk pengendalian harga, fasilitas
pembiayaan petani, dan pertanian padat karya; (2) agenda
temporari/menengah, yaitu diversifikasi pangan lokal, supporting
daerah-daerah defisit dan antisipasi kekeringan; dan (3) agenda
permanen/jangka panjang, yakni ekstensifikasi tanaman pangan,
peningkatan produksi per tahun, pengembangan korporasi petani dan
pengembangan para petani milenial (Kementan 2020).
Untuk mengoperasionalkan ketiga agenda tersebut, Kementan
menyiapkan empat cara bertindak (CB) sebagai penyangga program
peningkatan ketersediaan pangan di era new normal. Cara Bertindak
ke-1 (CB1) adalah peningkatan kapasitas produksi melalui percepatan
tanam dan perluasan areal tanam, pengembangan lahan rawa di
Kalimantan Tengah kurang lebih 164,598 hektare, dan peningkatan
produksi gula, daging sapi, dan bawang putih untuk mengatasi
impor. Cara Bertindak ke-2 merupakan pengembangan diversifikasi
pangan lokal berbasis kearifan lokal yang menitikberatkan pada
komoditas unggulan di suatu daerah atau provinsi, melalui rencana
Pekarangan Pangan Lestari yang berkelanjutan dengan menggunakan
pekarangan dan lahan marginal. Cara Bertindak ke-3 adalah
penguatan cadangan dan sistem logistik pangan untuk stabilisasi
pasokan dan harga pangan, sedangkan CB4 adalah pengembangan
pertanian modern. Di CB4, peran perguruan tinggi sangat penting,
karena di CB4 dikembangkan smart farming, pembangunan dan
774 Diversifikasi Pangan sebagai Strategi Adaptasi Rumah Tangga
menghadapi Pandemi Covid-19
pemanfaatan rumah skrining, pengembangan food estate, dan
pengembangan usaha tani (Kementan 2020).
Pada tanggal 19 Agustus 2020, Kementan melakukan Pencanangan
Gerakan Diversifikasi Pangan Lokal. Melalui gerakan tersebut,
Kementan mendorong pengembangan diversifikasi pangan lokal di
beberapa daerah. Akan tetapi, tampaknya diversifikasi yang
dilakukan hanya dalam arti sempit, yaitu diversifikasi pangan pokok
(sumber karbohidrat), dalam artian mengembangkan pangan
nonberas untuk menggantikan beras dan gandum (terigu). Pangan
pokok yang dikembangkan adalah ubi kayu, jagung, sagu, kentang,
pisang, dan talas.
Dikaitkan dengan situasi pandemi Covid-19, diversifikasi pangan
pokok tersebut perlu dikomplemenkan dengan program diversifikasi
pangan secara lebih luas, yaitu pemanfaatan lahan pekarangan
dengan aneka tanaman sumber vitamin dan mineral serta
pengembangan ternak unggas dan atau ikan air tawar sebagai sumber
protein. Pemanfaatan teknologi hemat lahan seperti vertical farming
dan teknologi tepat guna lainnya menjadi alternatif yang bisa
dikembangkan.
Diversifikasi Pangan sebagai Coping Mechanism Dampak
Pandemi Covid-19
Dampak pandemi Covid-19 dirasakan secara global dan
memengaruhi kondisi ekonomi. Ditinjau dari aspek ketahanan
pangan, dampak pandemi Covid-19 tersebut bisa dilihat dari dua sisi,
pertama dari aspek distribusi dan ketersediaan pangan karena adanya
ancaman krisis pangan dan kedua dari aspek akses terhadap pangan
(penurunan daya beli) masyarakat karena menurunnya pendapatan.
Sebagai langkah antisipatif adanya krisis pangan, beberapa negara
pengekspor pangan cenderung melakukan proteksionisme dan mulai
membatasi kegiatan ekspor hasil pertaniannya untuk menjaga
ketahanan pangan di dalam negerinya. Menghadapi ancaman krisis
pangan, pemerintah perlu memperkuat kebijakan diversifikasi
pangan untuk mengatasi masalah pangan di masa pandemi ini.
Penguatan produksi, ketersediaan, dan konsumsi pangan lokal secara
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 775
beragam untuk menggantikan komoditas pangan impor merupakan
strategi yang mendesak untuk dilakukan. Dalam hal ini, perlu dicatat
bahwa kepedulian kita bukan hanya pada beras dan gandum (terigu)
yang menjadi pangan pokok masyarakat, namun juga komoditas
pangan lain yang banyak diimpor, seperti daging sapi, susu, kedelai,
berbagai jenis buah-buahan, dan sebagainya.
Dalam Permentan No. 43/2009 tentang Gerakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumber Daya Lokal
(P2KP) disebutkan bahwa pangan lokal didefinisikan sebagai pangan
baik sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang
diproduksi dan berkembang sesuai potensi sumber daya daerah dan
budaya lokal. Dengan definisi tersebut, maka jelas bahwa pangan
lokal bukan hanya pangan pokok (sumber karbohidrat), melainkan
juga termasuk pangan lainnya.
Diversifikasi pangan lokal sangat memungkinkan untuk dilakukan
mengingat banyaknya potensi dan sumber daya pangan lokal yang
dapat dikembangkan. Terdapat lebih dari 77 jenis makanan yang
menjadi sumber dari karbohidrat, 389 jenis buah-buahan, 75 jenis
tanaman yang menjadi protein, 228 jenis sayuran, 26 jenis kacang-
kacangan, 110 jenis bumbu dan bumbu, serta 40 jenis bahan minuman
(Pusat PKKP 2017). Sebagai contoh, tanaman sumber karbohidrat
berupa umbi-umbian sangat beraneka ragam, seperti ubi jalar, ubi
kayu, talas, kimpul, uwi, kentang, garut, ganyong, dan jenis lainnya.
Sebagian besar dari umbi-umbian tersebut telah lazim dimanfaatkan
masyarakat, walaupun belum dikelola secara baik. Selain umbi-
umbian, Indonesia memiliki beberapa jenis serealia sumber
karbohidrat, antara lain jagung, cantel, dan sorgum.
Potensi pangan lokal tersebut layak dikedepankan dalam rangka
upaya diversifikasi pangan. Dengan konsumsi berbagai makanan,
kekurangan zat gizi pada makanan dapat ditutup oleh kelebihan zat
gizi pada makanan lain, sehingga keutuhan zat gizi dan kuantitas
yang dibutuhkan tubuh manusia dapat terjamin. Dengan kesadaran
akan pentingnya konsumsi pangan yang beraneka ragam,
ketergantungan terhadap satu jenis pangan tertentu seperti beras
dapat dikurangi, dan situasi kerawanan pangan dapat dihindarkan,
776 Diversifikasi Pangan sebagai Strategi Adaptasi Rumah Tangga
menghadapi Pandemi Covid-19
selain juga mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor. Oleh
karena itu, pengembangan pangan lokal dalam kerangka diversifikasi
pangan, baik dari aspek produksi hingga konsumsi, merupakan suatu
strategi menjaga ketahanan pangan yang dapat menjadi solusi di
tengah pandemi.
Di sisi lain, seperti sudah dibahas pada bagian sebelumnya,
pandemi Covid-19 telah berdampak pada penurunan pendapatan
rumah tangga, yang kemudian berdampak pada menurunnya akses
terhadap pangan yang cukup, beragam, dan bergizi seimbang.
Padahal, ancaman Covid-19 menuntut peningkatan imunitas tubuh,
yang salah satunya adalah melalui konsumsi pangan yang baik,
beragam, bergizi, dan seimbang dalam jumlah, ragam, dan komposisi-
nya. Dalam hal ini, untuk meningkatkan imunitas tersebut maka perlu
untuk menjaga asupan pangan sumber protein dan sayur-buah.
Terkait dengan hal itu, upaya diversifikasi pangan perlu terus
didorong kepada masyarakat, agar potensi pangan lokal yang ada
bisa dioptimalkan pemanfaatannya, sekaligus meningkatkan gizi
masyarakat. Dalam hal ini, upaya tersebut perlu lebih difokuskan
pada rumah tangga berpendapatan rendah yang terkena dampak
pandemi Covid-19 paling signifikan. Berbagai program terkait
diversifikasi pangan seperti yang sudah dilaksanakan pemerintah,
seperti program Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG), Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL), program Kawasan Mandiri Pangan
(KMP), dan lainnya, dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi
dampak pandemi Covid-19 dengan berbagai perbaikan pada
perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaannya. Supaya
dampaknya lebih nyata, terlebih dalam situasi pandemi Covid-19
seperti sekarang ini, program diversifikasi pangan melalui
pemanfaatan pekarangan tersebut seharusnya dapat dilaksanakan
secara konsisten dan diperbesar sasaran dan volume kegiatannya.
Pengembangan diversifikasi pangan di lahan pekarangan ini
merupakan strategi jangka pendek yang bisa ditempuh rumah tangga
dalam masa pandemi karena komoditas yang dikembangkan
merupakan komoditas berumur pendek (unggas, sayuran). Dengan
demikian, program tersebut dapat menjadi coping mechanism bagi
masyarakat terdampak Covid-19.
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 777
Upaya diversifikasi pangan dapat dibuat komplemen dengan
jaring pengaman sosial bagi rumah tangga kelompok pendapatan
rendah/miskin untuk bisa meningkatkan kemampuan produksi
pangan, baik pangan sumber karbohidrat, sayur/buah tanaman
semusim, serta sumber protein hewani dan nabati di sekitar rumah.
Selain itu, berbagai kebijakan pangan yang berlawanan dengan
kebijakan diversifikasi konsumsi pangan, seperti raskin, kebijakan
produksi beras yang dominan dan mengabaikan produksi pangan
lokal, dan lainnya (Ariani et al. 2013) seharusnya dipertimbangkan
kembali, supaya tidak menjadi kontra produktif dengan kebijakan
diversifikasi pangan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak terhadap kesehatan,
namun juga terhadap sosial, ekonomi, dan mengarah pada krisis
pangan. Hal tersebut ditunjukkan oleh besarnya penduduk yang
terpapar Covid-19, terjadinya pembatasan aktivitas sosial,
peningkatan jumlah tenaga kerja yang terkena PHK, dan meningkat-
nya penggangguran serta perubahan pendapatan dan konsumsi.
Diversifikasi pangan dapat menjadi strategi adaptasi rumah
tangga pada masa pandemi ditinjau dari dua sisi. Pertama,
mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor dengan
menggantikan pangan impor dengan pangan lokal yang beraneka
ragam sehingga krisis pangan dapat dihindari. Kedua, mengurangi
risiko kerawanan pangan rumah tangga terdampak Covid-19
melalui produksi dan konsumsi pangan lokal yang beraneka ragam
dengan mengoptimalkan lahan sekitar.
Saran
778 Diversifikasi Pangan sebagai Strategi Adaptasi Rumah Tangga
menghadapi Pandemi Covid-19
Untuk menjaga kesehatan dan daya imun, diversifikasi pangan
tidak hanya untuk pangan lokal untuk penyediaan pangan substuti
beras dan terigu, namun bersamaan dengan itu perlu dikembangkan
pangan sumber protein, sayur dan buah, serta tanaman biofarmaka
(obat-obatan). Secara teknis pengembangan komoditas tersebut
dapat diusahakan di lahan pekarangan melalui program Pekarangan
Pangan Lestari (P2L).
Berbagai program terkait diversifikasi pangan yang sudah
dilaksanakan sejak lama oleh pemerintah seharusnya dapat
dilaksanakan secara konsisten dan diperbesar sasaran dan volume
kegiatannya, sehingga dapat menjadi coping mechanism bagi
masyarakat terdampak Covid-19. Program diversifikasi pangan
tersebut dapat berkomplemen dengan jaring pengaman sosial bagi
rumah tangga kelompok pendapatan rendah/miskin sehingga
menghindarkan kelompok tersebut dari kerawanan pangan dan
kerawanan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani M. 2010. Analisis konsumsi pangan tingkat masyarakat mendukung
pencapaian diversifikasi pangan. Gizi Indones. 33(1):20-28.
Ariani M. 2011. Diversifikasi konsumsi pangan pokok mendukung
swasembada beras. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2010:
Meningkatkan Peran Penelitian Serealia menuju Swasembada Pangan
yang Berkelanjutan; 2010 Jul 27-28; Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia.
Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Ariani M. 2012. Rekonstruksi pola pangan masyarakat dalam upaya
percepatan diversifikasi pangan mendukung program MP3EI. Dalam:
Ananto EE, Pasaribu S, Ariani M, Sayaka B, Saad NS, Suradisastra K,
Subagyono K, Soepomo H, Kasryono F, Pasandaran E, et al., editors.
Kemandirian pangan Indonesia dalam perspektif kebijakan MP3EI. Jakarta
(ID): IAARD Press.
Ariani M, Ashari. 2003. Arah, kendala dan pentingnya diversifikasi konsumsi
pangan di Indonesia. Forum Penelit Agro Ekon. 21(2):99-112.
Ariani M, Hermanto. 2015. Dinamika konsumsi pangan. Dalam: Irawan B,
Ariningsih E, Pasandaran E, editors. Panel petani nasional: rekonstruksi
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 779
agenda peningkatan kesejahteraan petani. Jakarta (ID): IAARD Press. hlm.
101-124.
Ariani M, Hermanto, Hardono GS, Sugiarto, Wahyudi TS. 2013. Kajian strategi
pengembangan diversifikasi pangan lokal. Laporan Kajian Isu-Isu Aktual
Kebijakan Pembangunan Pertanian. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2019. Ringkasan eksekutif pengeluaran dan
konsumsi penduduk Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020. Hasil survei sosial demografi dampak
Covid-19 2020. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Clements KW, Si J. 2017. Engel’s law, diet diversity, and the quality of food
consumption. Am J Agric Econ. 100(1):1-22. doi:10.1093/ajae/aax053.
Erwidodo, Saliem HP, Ariani M, Ariningsih E. 1999. Pengkajian diversifikasi
konsumsi pangan utama di Indonesia. Laporan Akhir Penelitian. Bogor
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Jokowi terbitkan Perppu, anggaran penanganan Covid 19 sebesar Rp400
triliun [Internet]. 2020 Mar 31. [diunduh 2020 Sep 7]. Tersedia dari:
https://www.wartaekonomi.co.id/ read279006/jokowi-terbitkan-perppu-
anggaran-penanganan-covid-19-sebesar-rp400-triliun
Kasryno F, Gunawan M, Rasahan CA. 1993. Strategi diversifikasi produksi
pangan. Prisma. 5(22):1-12.
[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2013. Analisis dinamika konsumsi
pangan masyarakat Indonesia. Laporan Akhir. Jakarta (ID): Kementerian
Perdagangan.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2020. Sambutan Menteri Pertanian pada
Business Talk Series: Strategi Ketahanan Pangan di Era New Normal
Pandemi COVID-19; 2020 Jun 9; Sekolah Bisnis IPB University bekerja
sama dengan Badan Keahlian DPR RI [Internet]. [diunduh 2020 Sep 6].
Tersedia dari: http://sb.ipb.ac.id/id/strategi-ketahanan-pangan-di-era-new-
normal-pandemi-covid-19/.
[Kemenaker] Kementerian Tenaga Kerja. 2020 Jun 18. Press briefing "Managing
the impact of Covid-19 for employment" [Internet]. [diunduh 2020 Sep 6].
Tersedia dari: https://kemnaker.go.id/news/detail/ pemerintah-antisipasi-
penambahan-pengangguran-di-masa-pandemi-covid-19
[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2020. Hasil survei dampak
pandemi Covid-19 pada pekerja [Internet]. [diunduh 2020 Sep 6]. Tersedia
780 Diversifikasi Pangan sebagai Strategi Adaptasi Rumah Tangga
menghadapi Pandemi Covid-19
dari: http://lipi.go.id/siaranpress/hasil-survei-dampak-pandemi-covid-19-
pada-pekerja/22011
Pakpahan A, Suhartini SH. 1989. Permintaan rumah tangga kota di Indonesia
terhadap keanekaragaman pangan. J Agro Ekon. 8(2):64-77.
[Pusat PKKP] Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan.
2017. Penganekaragaman pangan. Jakarta (ID): Pusat Penganekaragaman
Konsumsi dan Keamanan Pangan.
[PSEKP] Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 2020. Kondisi
pertanian dan perdesaan dalam masa pandemi Covid-19. Hasil Survei
Daring. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Rachman HPS. 2001. Kajian pola konsumsi dan permintaan pangan di
Kawasan Timur Indonesia [Disertasi]. [Bogor (ID)]: Institut Pertanian
Bogor.
Rachman HPS, Ariani M. 2008. Penganekaragaman konsumsi pangan di
Indonesia: permasalahan dan implikasi untuk kebijakan dan program.
Anal Kebijak Pertan. 6(2):140-154.
Rachman HPS, Purwantini TB. 2014. Dinamika konsumsi beras dan
prospeknya bagi peningkatan kualitas konsumsi pangan dan status gizi
rumahtangga di Indonesia. Dalam: Ekonomi perberasan Indonesia. Jakarta
(ID): Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia.
Simatupang P, Ariani M. 1997. Hubungan antara pendapatan rumah tangga
dan pergeseran preferensi terhadap pangan. M Pangan. 33(9):20-29.
Soetrisno N. 1998. Ketahanan pangan. Dalam: Winarno FG, Tsauri S,
Soekirman, Sastrapradja DS, Soegiarto A, Wirakartakusumah MA, Rifai
MA, Jalal F, Suryana A, Husaini MA, et al., editors. Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VI. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
hlm. 189-220.
Suhardjo, Martianto D. 1992. Analisis tipologi makanan pokok. Bogor (ID):
PSKPG, LP-IPB.
Suryani E, Hermanto, Saliem HP, Ariani M, Suhaeti RN, Hardono GS. 2016.
Dinamika pola konsumsi pangan dan implikasinya terhadap
pengembangan komoditas pertanian. Laporan Akhir Penelitian. Bogor
(ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Suryani E, Rachman HPS. 2008. Perubahan pola konsumsi pangan sumber
karbohidrat di perdesaan. Pangan. 52(17):13-25. doi:10.33964/ jp.v17i3.264.
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 781
Suhardjo. 1998. Konsep dan kebijakan diversifikasi konsumsi pangan dalam
rangka ketahanan pangan nasional. Dalam: Winarno FG, Tsauri S,
Soekirman, Sastrapradja DS, Soegiarto A, Wirakartakusumah MA, Rifai
MA, Jalal F, Suryana A, Husaini MA, et al., editors. Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VI. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
hlm. 693-714.
Wijayati PD, Harianto, Suryana A. 2019. Permintaan pangan sumber
karbohidrat di Indonesia. Anal Kebijak Pertan. 17(1):13-26.
doi:10.21082/akp.v17n1.2019.13-26.