79
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik laki-laki dan perempuan, merupakan salah satu sasaran tujuan pembangunan nasional. Dalam mengukur peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat diukur antara lain dengan tiga indeks yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Humam Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau Gender Related Development Index (GDI) dan Indeks Pemberdayaan Gender atau Gender Empowerment Measurement (GEM). Bali sebagai daerah yang sangat kental dengan budaya patriarkhi, secara normative memang tidak terjadi perbedaan laki-laki dan perempuan dalam semua lini pembangunan. Namun dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat masih saja terjadi pandangan bahwa perempuan lebih tepat bekerja 1

Download Buku Pedoman PPRG

  • Upload
    lytruc

  • View
    246

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Download Buku Pedoman PPRG

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik laki-laki dan

perempuan, merupakan salah satu sasaran tujuan pembangunan nasional.

Dalam mengukur peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat diukur

antara lain dengan tiga indeks yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

atau Humam Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Gender

(IPG) atau Gender Related Development Index (GDI) dan Indeks

Pemberdayaan Gender atau Gender Empowerment Measurement (GEM).

Bali sebagai daerah yang sangat kental dengan budaya patriarkhi,

secara normative memang tidak terjadi perbedaan laki-laki dan perempuan

dalam semua lini pembangunan. Namun dalam kehidupan ditengah-tengah

masyarakat masih saja terjadi pandangan bahwa perempuan lebih tepat

bekerja disektor non-formal seperti menyelesaikan pekerjaan Rumah

Tangga dengan segala aktivitas yang ada didalamnya, sedangkan laki-laki

menganggap dan menempatkan dirinya sebagai Kepala Keluarga maka

pekerjaan yang cocok dilakukan adalah pekerjaan disektor formal.

Perbedaan peran gender seperti itu, akhirnya menimbulkan terjadinya

ketidakadilan gender dalam pembangunan, kenyataan dapat dilihat dari

Kebijakan, Program dan kegiatan Pembangunan yang belum memberikan

porsi yang semestinya kepada perempuan dalam akses, partisipasi, kontrol

dam manfaat dalam pembangunan disegala bidang.

1

Page 2: Download Buku Pedoman PPRG

Lapangan pekerjaan di sektor primer, sekunder maupun tersier

masih didominasi oleh tenaga kerja laki-laki. Dalam bidang ekonomi,

hasil pembangunan ternyata belum termanfaat Sebagai contoh yang

nyata, terbatasnya akses dan control perempuan di bidang ekonomi,

tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan lebih kecil (45,06%)

dibandingkan laki-laki (45,94%), angka pengangguran perempuan

(12,49%) lebih besar dibandingkan laki-laki (3,66%), daya beli

perempuan lebih rendah dari laki-laki.

Isu gender dalam pembangunan muncul karena adanya kebijakan,

program, kegiatan pembangunan yang kurang memperhatikan kenyataan

bahwa masyarakat sebagai target pembangunan terdiri dari segmen-

segmen yang berbeda khususnya perempuan dan laki-laki. Mereka

mempunyai kebutuhan, kepedulian, kesulitan dan pengalaman yang

berbeda dalam mengakses, peran serta dan memanfaatkan hasil-hasil

pembangunan. Hasil pengabaian itu akan memunculkan adanya

kesenjangan gender, kesenjangan terhadap perempuan dan bisa juga

kesenjangan terhadap laki-laki.

Berbagai masalah yang masih dihadapi dalam pembangunan

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak antara lain :

1. Belum melembaganya pelaksanaan pengarusutamaan gender

khususnya dalam kebijakan, perencanaan dan penganggaran di

Provinsi, Kabupaten dan Kota se- Bali;

2

Page 3: Download Buku Pedoman PPRG

2. Belum optimalnya perlindungan terhadap perempuan dari berbagai

tindak kekerasan;

3. Rendahnya akses, manfaat, partisipasi, dan control perempuan dalam

pembangunan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi,

politik, serta sosial budaya;

4. Adanya peraturan perundang-undangan yang bias gender dan

diskriminatif terhadap perempuan.

5. Belum seefektifnya pelaksanaan penguatan pengarusutamaan gender

tingkat pusat dan daerah;

6. Terjadinya perempuan dan laki-laki yang menspesialisasikan diri pada

tugas yang berbeda, pada setting yang terpisah, mempunyai

perbedaan dalam akses terhadap posisi tawar dalam perekonomian

informasi; dan

7. Terdapatnya perempuan yang lebih banyak terlihat di perekonomian

informal, karena berbagai alasan antara lain : (1) sesuai dengan peran

gendernya, sehingga mudah masuk dan keluar; (2) kelangkaan akses

terhadap perekonomian formal, karena adanya gender stereotyping;

(3) mayoritas tidak memiliki persyaratan yang justru tidak dipunyai

oleh perempuan.

Selama ini pengetahuan mengenai gender dalam pembangunan dan

upaya mewujudkan kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan

belum begitu menunjukkan hasil yang segnifikan. Oleh sebab itu selain

dukungan serta kemauan politik dari mereka yang berkepentingan terkait

dengan semua apek permasalahan semua bidang pembangunan, juga

3

Page 4: Download Buku Pedoman PPRG

diperlukan knowledge base, pemuktahiran data dan informasi, analisis

gender untuk dipakai sebagai dasar policy response dan advokasi.

Oleh karena itu untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut,

perlu dilakukan analisis gender yang hasilnya dijadikan bahan acuan nasi

Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD ) dalam penyusunan

perencanaan dan Penganggaran. Berbagai permasalahan harus

dilaksanakan secara komprehensif dan seksama, untuk itu perencanaan

dan pengangguran harus sesuai dengan prioritas masalah, tepat sasaran

dan dapat memberikan manfaat dan dampak positif baik bagi laki-laki

maupun perempuan / anak perempuan maupun anak laki-laki yang

memiliki kebutuhan yang berbeda.

B. Maksud, Tujuan dan Sasaran.

a. Maksud.

Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Responsif

gender (PPRG) merupakan acuan pada saat penyusunan perencanaan

dan penganggran yang responsif gender melalui pengintegrasian isu

gender ke dalam Sistem perencanaan dan Penganggaran pada semua

bidang pembangunan agar kegiatan yang dibiayai dari APBD lebih

efisien dan efektif, dan terjamin berkeadilan bagi perempuan, laki-laki

dan anak perempuan, anak laki-laki.

b. Tujuan

Tujuan Penyusunan Pedoman PPRG ini adalah :

4

Page 5: Download Buku Pedoman PPRG

1. menyamakan persepsi para penentu kebijakan, program dan

kegiatan mulai dari penyusunan perencanaan dan penganggaran

supaya responsif gender.

2. Memberikan arahan dan batasan tentang ruang lingkup

perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan, pemantauan,

evaluasi program dan kegiatan semua SKPD.

3. Memberikan pengarahan tentang tata cara pengintegrasian isu

gender kedalam system perencanaan dan penganggaran program

dan kegiatan supaya responsive gender,

4. Memberikan panduan teknis cara menyusun RKA – SKPD dan

GBS dengan menggunakan indikator kinerja yang responsif

gender.

c. Sasaran

Sasaran yang diharapkan dari penerapan PPRG ini adalah :

1. Tersusunnya perencanaan dan penganggaran program dan kegiatan

yang responsif gender di semua SKPD sebagai penanggung-jawab

masing-masing bidang pembangunan;

2. Diterapkan anggaran responsif gender dalam semua program dan

kegiatan pembangunan;

3. Meningkatnya efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program dan

kegiatan semua bidang pembangunan;

4. Menurunnya isu gender dalam semua bidang pembangunan

sehingga seluruh SKPD melaksanakan anggaran berbasis kinerja;

5

Page 6: Download Buku Pedoman PPRG

d. Ruang Lingkup

Ruang lingkup buku panduan ini adalah upaya-upaya terkait dengan

pengintegrasian isu gender mulai dari perencanaan dan penganggaran

sampai penyusunan gender budget statement (GBS).

e. Landasan Hukum.

1. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara, menetapkan adanya audit

kinerja disamping audit kinerja disamping audit keuangan

lainnya yang kemudian memberikan peluang untuk

mengintegrasikan audit gender kedalam audit kinerja.

2. UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional, menetapkan system perencanaan

multi tahunan nasional yang berbasis prioritas, serta menjamin

keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan dan pengawasan.

3. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4. UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah, menetapkan bahwa penganggaran di daerah harus

disusun dengan pendekatan berbasis kinerja yyang selanjutnya

memberikan peluang bagi pengintegrasian gender ke dalam

sistem perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.

6

Page 7: Download Buku Pedoman PPRG

5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004 –

2009.

6. PP No. 58 tahun 2005 tentang Keuangan Daerah, menetapkan

bahwa penganggaran di daerah harus disusun dengan

pendekatan berbasis kinerja yang kemudian memberi peluang

bagi pengintegrasian gender ke dalam sistem perencanaan dan

penganggaran daerah.

7. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000, tentang

Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2008 tentang

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di

Daerah.

9. Peraturan Menteri Keuangan No. 104/ PMK – 02/ 2010

tertanggal 19 Mei 2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan

Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan

dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun

Anggaran 2011.

7

Page 8: Download Buku Pedoman PPRG

BAB II

PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA

Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan penyusunan anggaran

yang didasarkan atas perencanaan kinerja. Didalamnya terkandung program-

program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta indikator kinerja yang

ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran. Dalam rangka mewujudkan tata

pemerintahan yang baik, maka dibutuhkan penyusunan anggaran yang lebih

transparan dan akuntabel dalam sistem ABK (Anggaran Berbasis Kinerja)

untuk menggantikan sistim anggaran yang tradisional. Hal ini sudah terwujud

nyata dengan diberlakukannya UU RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara yang menerapkan sistem Anggaran Berbasis Kinerja.

Undang-undang RI No. 17 Tahun 2003 menetapkan bahwa anggaran

pembangunan dan belanja daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan

prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung kebijakan ini perlu

dibangun suatu sistem yang dapat menyediakan data dan informasi untuk

menyusun APBD dengan pendekatan kinerja. APBD berbasis kinerja yang

disusun oleh Pemda harus didasarkan pada Standar Pelayanan Minimum

(SPM) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Untuk dapat membuat APBD

yang berbasis kinerja pemerintah daerah harus memiliki perencanaan stratejik

(Renstra). Renstra disusun secara obyektif dan melibatkan seluruh komponen

yang ada didalam pemerintahan. Dengan adanya sistem tersebut pemerintah

daerah akan dapat mengukur kinerja keuangannya yang tercermin dalam

APBD. Agar sistim dapat berjalan.

8

Page 9: Download Buku Pedoman PPRG

Pemberlakuan sistim ABK juga telah menciptakan momentum bagi

implementasi pengarusutamaan gender disetiap program-program

pembangunan. Hal ini sangat penting diberlakukan dalam kegiatan

penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah

(RKA - SKPD). Upaya ini sebagai wujud nyata anggaran responsif gender.

Dokumen RKA - SKPD merupakan dokumen yang berisi suatu

program/kegiatan yang dilengkapi dengan anggaran.

A. Anggaran Berbasis Kinerja Responsif Gender.

Pentingnya Anggaran Berbasis Kinerja

Kenyataan yang ada sekarang ini adalah kedudukan dan peran

perempuan Indonesia walaupun telah diupayakan selama tiga dasawarsa

hasilnya belum memadai dan menggembirakan, hal ini disebabkan selama

ini pendekatan pembangunan belum secara merata mempertimbangkan

manfaat pembangunan secara adil bagi perempuan dan laki-laki sehingga

hal tersebut turut memberi kontribusi terhadap timbulnya ketidaksetaraan

dan ketidakadilan gender. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan gender

dikenal dengan kesenjangan gender (gender gap) yang pada gilirannya

menimbulkan permasalahan gender. Salah satu indikator yang dapat

digunakan untuk mengukur kesenjangan tersebut adalah Gender

Emprowerment Measurament (GEM) dan Gender Related Development

Index (GDI) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Human

Development Index (HDI).

9

Page 10: Download Buku Pedoman PPRG

Berdasarkan Human Development Report tahun 2007 GDI Indonesia

menempati peringkat 91 dari 173, sedangkan HDI berada pada peringkat

110 dari 173 negara, inipun masih tertinggal dibanding dengan Negara-

negara di ASEAN, misalnya Malaysia, Thailand, Philipina yang masing-

masing berada pada peringkat 59, 70 dan 77. Untuk GDI pada peringkat

54, 60, dan 63. Sedangkan IPM, IPG, IDG pada tahun 2008 telah

menunjukan peningkatan masing-masing, IPM adalah 71,17 sedangkan

IPG adalah 66,38 dan IDG adalah 62,27.

Untuk memperkecil kesenjangan tersebut maka kebijakan dan

program yang dikembangkan saat ini dan mendatang harus

mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan

perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan

dan evaluasi pada seluruh kebijakan dan program pembangunan nasional,

disamping meningkatkan kualitas hidup perempuan itu sendiri. Untuk

mendorong, mengefektifkan serta mengoptimalkan upaya

pangarusutamaan gender dalam pembangunan nasional maka dipandang

perlu mengeluarkan instruksi Presiden (INPRES) RI No. 9 tahun 2000

tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, dalam

rangka meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan dalam

mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

Undang-undang RI No. 17 tahun 2003 merupakan peraturan yang

menandai perubahan sistem anggaran dari anggaran tradisional ke

anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Undang-

undang ini kemudian diturunkan dalam peraturan di bawahnya, yaitu PP

10

Page 11: Download Buku Pedoman PPRG

RI No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan revisinya, yaitu Permendagri No. 59

Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan menteri Dalam Negeri No.

13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Perubahan anggaran tradisional ke anggaran berbasis kinerja

dikarenakan :

1. Lebih berorientasi pada masukan (input) daripada keluaran

(output)

Kinerja dinilai dari tingkat penyerapan penggunaan dana, bukan dari

tingkat efisiensi dan efektifitas penggunaan dana. Kelemahan ini

mengakibatkan adanya “ fenomena menghabiskan anggaran “

menjelang akhir tahun. Hal ini dimaksudkan agar unit kerja

dipandang memiliki kinerja yang baik telah menyerap

(menghabiskan) seluruh anggaran yang ada.

2. Menggunakan pendekatan inkremental

Penentuan jumlah anggaran ditentukan dengan cara menaikkan

sebesar n% dari total anggaran tahun lalu. Namun penentuan

persentase kenaikan ini jelas dasarnya. Yang pokok adalah anggaran

tahun ini lebih besar dari anggaran tahun lalu.

3. Terputusnya hubungan antara anggaran tahunan dengan

rencana pembangunan

Acuan penyusunan anggaran pada era Orde Baru adalah Repelita

yang sifatnya nasional sehingga isinya sangat umum sebagai

11

Page 12: Download Buku Pedoman PPRG

konsekuensi dari sistem sentralisasi. Akibatnya tidak tersedia uang

yang cukup bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan

kreativitas dalam rangka mengatasi permasalahan yang timbul di

daerah masing-masing.

Kelemahan-kelemahan dalam anggaran tradisional dapat diatasi oleh

anggaran kinerja yang berorientasi pada capaian kinerja yang dihasilkan

sebagai wujud akuntabilitas pemakaian sumber daya (APBD), dimana

Pemerintah Daerah berhak dan bertanggungjawab untuk mengelola

rumah tangganya sendiri, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan

meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif

terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di daerah masing-

masing.

B. Elemen-elemen Utama Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran Berbasis Kinerja adalah penyusunan anggaran yang

didasarkan atas perencanaan kinerja. Merupakan rencana keuangan yang

secara sistematis menunjukan alokasi sumber daya manusia, material, dan

sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem pengangaran

pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna

pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan

dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Jika anggaran tradisional

hanya melaporkan jumlah dana yang dialokasikan dan dibelanjakan,

maka anggaran kinerja melaporkan apa yang telah dilakukan dengan dana

12

Page 13: Download Buku Pedoman PPRG

yang ada. Oleh karena itu dalam ukuran keberhasilan tidak ditentukan

oleh habis/tidaknya anggaran. Dengan demikian indikator kinerja

merupakan elemen utama yang perlu diperhatikan.

Secara umum ada tiga indikator kinerja yang biasa digunakan yaitu:

- Masukan (Input)

Kebutuhan untuk menghasilkan keluaran, berisi tingkat atau besarnya

sumber daya ekonomi atau besaran sumber-sumber : dana, sumber

daya manusia, material, waktu, teknologi dan sebagainya yang

digunakan untuk melaksanakan program dan atau kegiatan/sub-

kegiatan.

- Keluaran (Output)

Barang dan jasa yang dihasilkan baik yang direncanakan maupun

yang tidak direncanakan berdasarkan produk (barang atau jasa) yang

dihasilkan dari program dan atau kegiatan/sub-kegiatan sesuai dengan

masukan yang digunakan. Produksi atau pencapaian output adalah

tahapan antara tujuan yang dimiliki pemerintah dan outcome yang

dicapai.

Tolak ukur kinerja dikembangkan dengan menggunakan berbagai

klasifikasi output yang sering digunakan adalah :

a. Kuantitas (jumlah), mengacu pada volume layanan

b. Kualitas, mengacu pada standar pelayanan

c. Ketepatan waktu, mengacu pada waktu tanggapan

d. Biaya-biaya, mengacu pada biaya untuk menghasilkan output.

13

Page 14: Download Buku Pedoman PPRG

- Hasil (Outcome)

Yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat

dicapai berdasarkan keluaran program dan atau kegiatan/sub-kegiatan

yang sudah dilaksanakan. Fokus outcome adalah perubahan dan

akibat yang timbul dari dampak yang diharapkan oleh input dan

output pemerintah. Jenis indikator dapat berupa :

a. Jumlah, mengacu pada cakupan yang ingin dicapai oleh pelayanan

atau kebijakan pemerintah.

b. Kualitas, mengacu pada kesesuaian kebijakan atau layanan

dengan tujuannya.

c. Akses dan keadilan, mengacu perwakilan berbagai kelompok dan

dasar ketepatan waktu dan biaya untuk berbagai kelompok yang

dilayani akses.

d. Kelayakan, mengacu pada sebaik penyampaian layanan langsung

memenuhi kebutuhan klien.

Tidak semua outcome dibawah kendali departemen atau pemerintah,

output dan income penganggaran berorientasi kinerja juga

dipengaruhi oleh faktor luar. Oleh katena itu dalam prakteknya,

Negara-negara lebih mengandalkan output daripada outcome.

- Ekonimis (Econimic)

Ekonomis adalah hubungan antara pasar dan masukan (codt of input).

Suatu alokasi disebut ekonomis jika barang/jasa input dengan kualitas

tertentu dibeli dengan harga terbaik yang dimungkinkan. Yaitu tolok

14

Page 15: Download Buku Pedoman PPRG

ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan

sebagai nilai tambah bagi masyarakat dan pemerintah.

- Efisien (Efficient)

Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan produktifitas. Yaitu

tolok ukur kinerja berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro

yang ingin dicapai dari manfaat. Dilakukan dengan membandingkan

antara output yang dihasilkan dengan input yang digunakan (cost of

output). Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa penilaian efisiensi

harus dilakukan dengan membandingkan antara input dengan output.

- Efektif (Effective)

Berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil

guna), efektifitas merupakan hubungan antara keluaran (output)

dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai.

C. Mengintegrasikan Gender dalam Anggaran Berbasis Kinerja

Ada tiga metode yang dapat dilakukan untuk mengintegrasikan gender

dalam anggaran berbasis kinerja, yaitu :

1. Menyertakan komponen gender dalam input, output dan outcome.

Metode ini dilakukan dengan menyusun pernyataan anggaran yang

responsive gender, terutama pada output maupun outcome.

2. Menambahkan equity (keadilan) sebagai indikator kinerja

15

Page 16: Download Buku Pedoman PPRG

Hal ini dilakukan dengan mengeksplisitkan equity (keadilan) sebagai

E yang keempat setelah ekonomis, efisiensi dan efektifitas. Riset pada

gender juga menunjukan bahwa ketidakadilan menambah biaya dan

oleh karenanya efisiensi terabaikan (Elson 2002a ; Himmelweit

2002). Terlebih lagi, penekanan yang diberikan pada efisiensi oleh

penysuaian struktural dan kebijakan anggaran neoliberal lainnya

beresiko mengorbankan keadilan.

3. Menilai kembali makna ekonomis, efisien dan efektif dari

perspektif anggaran responsif gender.

Penganggaran berorientasi kinerja berdasar pada asumsi bahwa

kegiatan merawat/melayani yang tanpa bayaran tidak relevan dengan

pengukuran kinerja. Pada pendekatan konvesional, hanya kegiatan

yang dibayar yang diperhatikan, sehingga secara sistematis tidak

menganggap kegiatan merawat yang tanpa bayar dan tidak

memasukkannya sebagai sektor ekonomi.

Kegagalan penganggaran kinerja untuk memadukan kegiatan

perawatan tidak dibayar dengan kualitas kegiatan perawatan yang dibayar

menimbulkan pertanyaan apakah hasil anggaran pemerintah telah dinilai

dengan selayaknya menurut kinerja ekonomi, efisiensi dan efektifitas yng

komprehensif karena adanya aspek problematik dari kinerja kinerja

tersebut sebagaimana dijelaskan berikut ini :

16

Page 17: Download Buku Pedoman PPRG

Ukuran Ekonomis

Ukuran ekonomis anggaran berorientasi kinerja dapat menyesatkan

karena hanya mengukur ongkos moneter, bukan ongkos total. Jika ongkos

input jatuh, maka kinerja menurut konteks ekonomis, akan dianggap baik.

Namun jika ongkos total berupa ongkos uang dan non-uang

dipertimbangkan, maka hasilnya pada besar ukuran ekonomis berbeda.

Ukuran Efisien

Ukuran efisiensi penganggaran berorientasi kinerja dapat menjerumuskan

karena tidak memperhatikan multi aspek dan kompleknya dimensi

kualitas dari kegiatan perawatan yang dapat dikorbankan untuk mengejar

output maksimal relatif terhadap input. Syarat minimum untuk

menghindari langkah efisiensi yang salah, bahwa peningkatan efisiensi

perlu memelihara standar kualitas.

Ukuran Efektif

Ukuran efektif bisa menyesatkan karena ketika menilai sebaik apa output

mencapai outcome yang diinginkan tidak memperhtikan semua output.

Khususnya tidak kontribusi tak dibayar dari kegiatan pelayanan terhadap

outcome yang dihitung. Dari perspektif anggaran responsif memberi dasar

yang meragukan bagi pembuatan keputusan anggaran dan alokasi sumber

daya.

17

Page 18: Download Buku Pedoman PPRG

D. Peluang Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Responsif

Gender

Undang-undang RI No. 17 Tahun 2003 dan peraturan turunannya

Permendagri No. 58 Tahun 2005, Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan

revisinya Permendagri No. 59 Tahun 2007, menegaskan komitmen untuk

menerapkan anggaran dengan pendekatan prestasi kerja (anggaran

berbasis kinerja) dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran

jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework/MTEF) dan

penganggaran terpadu (unified budget). Dalam aturan-aturan ini

disebutkan bahwa :

1. Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

Pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dimana

pengambilan keputusan terhadap kebijakan dilakukan dalam

perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan

implikasi biaya akibat keputusan yang tadi pada tahun berikutnya,

dituangkan dalam prakiraan maju (forward estimate).

2. Prakiraan Maju (Forward estimate)

Perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang

direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran

yang direncanakan.

18

Page 19: Download Buku Pedoman PPRG

3. Penganggaran Terpadu (Unified Budgeting)

Dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan

penganggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan di lingkungan

SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.

4. Pendekatan Penganggaran Berdasarkan Prestasi Kerja

Dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan

keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang

diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran

tersebut.

Contoh operasional dari pendekatan kerangka pengeluaran jangka

menengah dapat dilihat dari RKA SKPD form 2.2.1, dimana terdapat

kolom yang berisi anggaran program/kegiatan tahun n-1, tahun n, dan

tahun n+1, selain itu, pasal 93 ayat (1). Permendagri No 13 tahun

2006 menyebutkan penyusunan RKA SKPD didasarkan pada 5 hal,

yaitu :

1. Indikator kerja

2. Capaian atau target kinerja

3. Analisis standar belanja

4. Standar satuan harga

5. Standar pelayanan minimal (SPM)

19

Page 20: Download Buku Pedoman PPRG

Berdasarkan aturan diatas, peluang untuk mengintegrasikan gender sangat

besar, terutama dengan melaksanakan cara pertama (memasukkan equity

sebagai indikator kinerja).

Panduan Menyusun Renja SKPD dan RKA SKPD Responsif Gender

Setiap tahun, masing-masing SKPD menyusun dokumen

perencanaan dan penganggaran. Dokumen perencanaan berupa Rencana

Kerja (Renja) SKPD dan dokumen penganggaran berupa Rencana Kerja

dan Anggaran (RKA) SKPD. Upaya mewujudkan anggaran responsif

gender oleh SKPD dilakukan dengan menyusun Renja SKPD dan RKA

SKPD Responsif Gender.

I. Panduan menyusun Renja SKPD Responsif Gender

Renja SKPD merupakan dokumen komplikasi dari usulan kegiatan

responsive gender SKPD. Dengan kata lain, usulan kegiatan responsive

gender merupakan bahan utama penyusunan Renja SKPD responsif

gender.

A. Dokumen yang diperlukan :

1. RPJMD

2. Renstra SKPD

3. Renja SKPD tahun sebelumnya

4. Standar pelayanan minimal

5. Data-data pendukung, sebagaimana yang dapat dilihat dari tabel berikut ini :

20

Page 21: Download Buku Pedoman PPRG

Sektor/Bidang Data yang diperlukan Sumber data

Pendidikan - Jumlah laki-laki dan perempuan yang tidak dapat mengakses pendidikan.

- Jumlah siswa putus sekolah laki-laki dan perempuan di jenjang SD, SMP dan SMA

- Jumlah bayi yang meninggal- Jumlah bayi dan balita yang kurang

mendapatkan gizi baik- Jumlah bidan yang ditempatkan di

desa- Jumlah Puskesmas dan Pustu yang

mudah diakses masyarakat- Jumlah ketersediaan obat dengan

jumlah kunjungan setiap Puskesmas- Jumlah sebaran dokter di Puskesmas- Jumlah kematian ibu yang melahirkan

BPS

BPS, Puskesmas

Sumber : Modul Pelatihan Advokasi Penganggaran Berbasis Kinerja Responsif Gender, Pattiro,2008 B. Langkah-langkah Menyusun Kegiatan Responsif Gender

Berikut ini langkah-langkah dalam kegiatan responsif gender :

1. Lihat data terakhir dari sector terkait, misalnya pendidikan dan

kesehatan. Data ini berupa data kuantitatif terpilah dan data

sensitive gender. Data berupa sensus penduduk, system informasi

manajemen kesehatan, hasil penelitian dan lain-lain

2. Dari data tersebut, buatlah rumusan permasalahan isu gender

atau buatlah situasi yang berbeda antara perempuan, laki-laki,

21

Page 22: Download Buku Pedoman PPRG

dewasa dan anak-anak (termasuk sub-sub kelompoknya, misalnya

desa/kota, berdasarkan umur, dan sebagainya) di sektor ini

3. Buatlah analisa penyebab terjadinya kesenjangan gender

berdasarkan rumusan permasalahan gender pada langkah kedua,

baik faktor sosial, ekonomi, budaya dan kebijakan

4. Cek apakah telah ada kegiatan di APBD untuk menyelesaikan

permasalahan kesenjangan gender yang telah digambarkan pada

langkah kedua dan ketiga, termasuk masalah dan capaian kegiatan

pada tahun sebelumnya.

5. Buatlah kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan data dan

hasil analisa gender pada langkah kedua, ketiga dan keempat.

Kegiatan yang bisa dibuat berupa kegiatan baru maupun kegiatan

lama (lanjutan).

Kriteria yang dapat digunakan dalam menyusun kegiatan

responsif gender adalah sebagai berikut :

- Sesuai dengan visi, misi, tujuan dan kebijakan yang ada dalam

RPJMD dan RKPD serta dokumen perencanaan lainnya.

- Relevan dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada di

masyarakat.

- Berdasarkan pada kebijakan umum APBD

- Menggunakan data terpilah gender

- Visi, misi dan sasaran kebijakan daerah bertujuan untuk

mengurangi ketidakadilan gender.

22

Page 23: Download Buku Pedoman PPRG

6. Buatlan indikator dari kegiatan tersebut dengan menggunakan

empat indikator anggaran berbasis kinerja yaitu : input, proses,

output dan income. Hal ini untuk memudahkan pengisian RKA

SKPD pada form 2.2.1 Permendagri No. 13 Tahun 2006.

7. Menyusun TOR Kegiatan Responsif Gender.

Hasil dari langkah-langkah selanjutnya diformulasikan dalam

bentuk TOR kegiatan yang nantinya akan sangat berguna bagi

SKPD sebagai bentuk argumentasi bahwa satu usulan kegiatan

penting dan prioritas, sehingga usulan tersebut disetujuai dan tidak

dicoret/dihapus oleh Bappeda, TAPD maupun DPRD.

23

Page 24: Download Buku Pedoman PPRG

Salah satu contoh format TOR adalah sebagai berikut :

TOR Kegiatan Responsif GenderNama SKPD Nama SKPD yang mengusulkan kegiatanProgram Nama program (tulis nama salah satu program yang sesuai

yang ada dalam menu Permendagri No. 13 Tahun 2006Kegiatan Nama kegiatan yang akan diusulkan (boleh di luar nama

kegiatan yang terdapat dalam menu Permendagri No. 13 Tahun 2006

Kode Rekening Nama kode rekening program dan kegiatanLokasi Tempat pelaksanaan kegiatanWaktu pelaksanaan kegiatan Perkiraan bulan pelaksanaan kegiatanDasar hokum/kebijakan Dasar hokum yang mendukung kegiatan, seperti : UU,

RPJMD, Renstra SKPD, Permen, PerdaTujuan Tujuan harus focus pada kebutuhan untuk menyelasaikan

masalah berdasarkan capaian dampak dan harus diarahkan pada penyelesaian problem ketidakadilan gender.

Analisis Kebutuhan Dasar Tuliskan hasil analisa situasi/analisa gender yang telah dilakukan

Kelompok Sasaran Tuliskan penerima manfaat yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan

Input Tuliskan jumla dana yang dibutuhkanOutput Output akhit minimal harus memuat informasi tentang :

a. Output kuantitas, mengacu pada volume atau level output

b. Output kualitas, mengacu pada standar pelayanan

Outcome Tuliskan hasil dari bekerjanya outputsecara langsungProses Informasi mengenai bentuk kegiatanCapaian tahun sebelum Informasi kegiatan serupa tahun lalu dan capaiannya

Sumber : Modul pelatihan Advokasi Penganggaran Berbasis Kinerja Responsif Gender, Pattiro, 2008

C. Catatan Kritis Penyusunan Renja SKPD Responsif Gender

24

Page 25: Download Buku Pedoman PPRG

Menyusun TOR kegiatan di awal, yaitu pada saat SKPD mengusulkan

kegiatan belum menjadi praktik yang biasa dilakukan oleh para

perencana di SKPD. TOR biasanya dibuat jika usulan kegiatan telah

disetujui di APBD. Padahal, menyusun TOR ketika mengusulkan

kegiatan di awal tahun banyak memberikan manfaat.

II. Panduan menyusun RKA SKPD yang Responsif Gender

Dokumen RKA SKPD merupakan dokumen penganggaran yang memuat

tentang kegiatan yang akan dilaksanakan beserta rincian anggarannya.

Penyusunan dokumen RKA SKPD merupakan proses teknokratis di

masing-masing SKPD yang dilakukan setelah KUA dan PPAS disepakati

oleh DPRD.

Keterkaitan antara dokumen Renja dan RKA dapat dijelaskan dalam

bagan ini :

Alur Dokumen Renja dan RKA SKPD

25

Page 26: Download Buku Pedoman PPRG

Keterangan :

1. Renja SKPD menjadi salah satu bahan untuk memutakhirkan

dokumen RKPD.

2. KUA dan PPAS disusun berpedoman pada RKPD. Setelah

disepakati oleh DPRD, Kepala Daerah menyusun Surat Edaran

Penyusunan RKA SKPD.

3. Masing-masing SKPD menyusun RKA SKPD berdasarkan SE

penyusunan RKA SKPD

Informasi yang dalam TOR kegiatan akan digunakan kembali ketika

menyusun RKA SKPD, terutama form 2.2.1 dan TOR akan kembali

RENJA SKPD

RKPD

KUA DAN PPAS

RKA SKPD

26

Page 27: Download Buku Pedoman PPRG

menjadi lampiran dari dokumen RKA SKPD agar tersedia informasi

rinci dari setiap kegiatan untuk pihak-pihak yang membutuhkan.

A. Dokumen yang diperlukan :

1. Surat Edaran Kepala Daerah tentang penyusunan RKA

SKPD

2. Form pengisian RKA SKPD

3. SK Kepala Daerah tentang standarisasi indeks harga, jasa,

kegiatan dan honorarium pada tahun bersangkutan

4. Renja SKPD untuk tahun bersangkutan

5. Nota kesepakatan Kepala Daerah dan DPRD tentang KUA

dan PPAS

6. Data pendukung sebagaimana yang telah dijelaskan dalam

Panduan Menyusun Renja SKPD Responsif Gender

7. Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan urusan

wajib yang menjadi tugas dan fungsi masing-masing SKPD.

B. Aturan mengenai Penyusunan RKA SKPD

Pasal 93 ayat (1), Permendagri No. 13 Tahun 2006, menyebutkan

penyusunan RKA SKPD berdasarkan pada 5 hal yaitu :

1. Indikator Kinerja

Adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program

dan kegiatan yang direncanakan

2. Capaian atau target kinerja

27

Page 28: Download Buku Pedoman PPRG

Capaian atau target kinerja adalah ukuran prestasi kerja yang

akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan

efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan

3. Analisis standar belanja

Analisis standar belanja adalah penilaian kewajaran atas beban

kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu

kegiatan

4. Standar satuan harga

Standar satuan harga adalah harga satuan setiap unit

barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan

dengan keputusan Kepala Daerah.

5. Standar pelayanan minimal (SPM)

SPM adalah tolok ukur kinerja dalam menetukan capaian jenis

dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib

daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.

SPM terkait dengan pendelegasian wewenang dari pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan asas

desentralisasi, yaitu adanya urusan wajib dan urusan pilihan

yang dilaksanakan daerah.

C. Langkah-langkah teknis

1. Siapkan form RKA SKPD yang menjadi format resmi

pemerintah daerah

28

Page 29: Download Buku Pedoman PPRG

2. Pelajari isi dari SE Kepala Daerah tentang penyusunan

RKA SKPD

3. Pengisian form 2.2.1

BAB III

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER

(PPRG)

Perencanaan dan Penganggaran Responsif gender merupakan

instrument untuk mengatasi adanya kesenjangan akses, partisipasi, kontrol

dan manfaat dalam pelaksanaan pembangunan antara perempuan dan laki-

laki yang selama ini masih ada, akibat dari konstruksi sosial dan budaya

29

Page 30: Download Buku Pedoman PPRG

dengan tujuan mewujudkan anggaran yang lebih berkeadilan. Perencanaan

dan Penganggaran yang Responsif Gender, bukanlah sebuah proses yang

terpisah dari sistem yang sudah ada, dan bukan pula penyusunan rencana dan

anggaran khusus untuk perempuan yang terpisah dari laki-laki. Penyusunan

perencanaan dan penganggaran responsif gender bukanlah tujuan akhir,

melainkan merupakan sebuah kerangka kerja atau alat analisis untuk

mewujudkan keadilan dalam penerimaan manfaat pembangunan.

Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender merupakan proses

yang saling terkait dan terintegrasi. Berikut beberapa konsep tentang

perencanaan dan penganggaran responsive gender :

1. Perencanaan responsive gender merupakan suatu proses pengambilan

keputusan untuk menyusun program ataupun kegiatan yang akan

dilaksanakan dimasa mendatang untuk menjawab isu-isu atau

permasalahan gender di masing-masing sektor,

2. Perencanaan responsif gender adalah perencanaan yang dilakukan

dengan memasukan perbedaan-perbedaan pengalaman aspirasi

kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam proses

penyusunannya,

3. Penganggaran responsif gender : (1). Dalam proses perencanaan

anggaran yang responsif gender pada setiap lingkup pemerintah, perlu

keterlibatan (partisipasi) perempuan dan laki-laki secara aktif, dan

secara bersama-sama mereka menetapkan prioritas program dan

kegiatan pembangunan, (2) anggaran responsive gender

penggunanannya diarahkan untuk membiayai program/kegiatan

30

Page 31: Download Buku Pedoman PPRG

pembangunan yang dapat memberikan manfaat secara adil bagi

perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang pembangunan; dan (3)

anggaran responsive gender dilokasikan untuk membiayai kebutuhan-

kebutuhan praktis gender dan atau kebutuhan strategis gender yang

dapat diakses oleh perempuan dan laki-laki.

PENGINTEGRASIAN ISU GENDER

Mulai dari tahap perencanaan sampai dengan penganggaran, akan

MENGHASILKAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER

Anggaran Responsif Gender (ARG) dibagi atas 3 kategori, yaitu :

1. Anggaran khusus target gender, adalah alokasi

anggaran yang diperuntukan guna memenuhi kebutuhan dasar khusus

perempuan atau kebutuhan dasar khusus laki-laki berdasarkan hasil

analisis gender;

2. Anggaran kesetaraan gender, adalah alokasi

anggaran untuk mengatasi masalah kesenjangan gender. Berdasarkan

analisis gender dapat diketahui adanya kesenjangan dalam relasi

31

Page 32: Download Buku Pedoman PPRG

antara laki-laki dan perempuan dalam akses, partisipasi, manfaat dan

kontrol terhadap sumber daya;

3. Anggaran kelembagaan kesetaraan gender, adalah

alokasi anggaran untuk penguatan kelembagaan pengarusutamaan

gender, baik dalam hal pendataan maupun peningkatan kapasitas

sumber daya manusia.

Anggaran Responsif Gender bertujuan melahirkan kebijakan

anggaran yang lebih berpihak kepada masyarakat, terutama yang lemah,

terpinggirkan dan tidak terperhatikan. Pada akhirnya ini akan

memberikan solusi bagaimana anggaran bisa dinikmati oleh semua

lapisan masyarakat secara adil. Keberhasilan advokasi anggaran responsif

gender menggunakan indikator berupa perubahan APBD menjadi lebih

berpihak kepada kepentingan masyarakat dan mengakomodasikan

kebutuhan yang berbeda antara berbagai kelompok masyarakat, yang

tercermin pada program dan besaran anggaran.

Berdasarkan pada situasi yang ada, advokasi anggaran yang

responsif gender difokuskan agar strategi pembangunan lebih berorientasi

pada pembangunan manusia dan adanya alokasi sumber daya yang adil

untuk berbagai kelompok masyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara

mempengaruhi proses perencanaan dan penganggaran agar partisipatif

dan mengakomodasikan kepentingan praktis dan strategis dari kelompok

marjinal, terutama perempuan, laki-laki miskin, dan remaja. Konsep yang

dikembangkan bukanlah menginginkan adanya anggaran yang terpisah

32

Page 33: Download Buku Pedoman PPRG

untuk kelompok-kelompok diatas, namun lebih pada upaya

mengintegrasikan distribusi sumber daya yang adil dalam setiap tahapan

proses penganggaran.

A. Menyusun Anggaran Responsif Gender.

Hal-hal yang perlu diketahui sebelum menyusun Anggaran Responsif

Gender.

Untuk dapat menyusun anggaran yang responsif gender, ada 3 hal utama

yang harus diketahui :

1. GAP (Gender Analisys Pathway)

Definisi Analisis Gender

Analisis Gender adalah langkah strategis dalam menyusun

perencanaan atau kebijakan yang responsive gender. Dalam

melakukan analisa gender diperlukan pemahaman dan ketrampilan

menggunakan teknik dan metode analisis gender.

Tujuan Analisis Gender

Analisis kebijakan responsive gender bertujuan untuk menganalisa

kebijakan pembangunan yang ada dengan menggunakan data

pembuka wawasan yang dipilah menurut jenis kelamin (lelaki dan

perempuan) dan data gender mengidentifikasi adanya kesenjangan

gender (gender gap) dan permasalahan gender (gender issues).

Metode dan analisa Perencanaan

33

Page 34: Download Buku Pedoman PPRG

Teknis untuk analisa gender dari suatu kebijakan atau program

kegiatan dapat menggunakan beberapa model teknik analisa gender

yang telah dikembangkan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah

Teknik Harvard, Teknik Moser, Teknik SWOT, teknik PROBA dan

Teknik GAP.

1. Teknik Harvard dikembangkan oleh Harvard Institute for

Intenational Development bekerja sama dengan Kantor

Women In Development (WID)-USAID. Teknik Harvard

didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang merupakan

kerangka analisa gender dan perencanaan gender paling awal.

Teknik analisa Harvard lebih sesuai digunakan untuk

perencanaan proyek, menyimpulkan data basis atau data dasar

2. Teknik Moser didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan

gender bersifat “teknis dan politis; kerangka ini

mengasumsikan adanya konflik dalam perencanaan dan proses

transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu

debat. Terdapat kelemahan dalam teknik ini yang tidak

memperhitungkan kebutuhan strategis laki-laki.

3. Teknik SWOT dengan analisa manajemen dengan cara

mengidentifikasi secara internal mengenai kekuatan dan

kelemahan dan secara ekstrnal mengenai peluang dan

ancaman.

4. Teknik PROBA (Problem Base Approach) yang

dikembangkan atas kerjasama Kementerian Pemberdayaan

34

Page 35: Download Buku Pedoman PPRG

Perempuan, BKKBN dan UNFPA (United Nations Population

Fund) di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kots, teknik ini

sedikit berbeda dengan Gender Analysis Pathway.

5. Teknik GAP (Gender Analysis Pathway), metode GAP adalah

alat analisa gender yang dikembangkan oleh BAPPNAS yang

dapat digunakan untuk membantu paea perencana dalam

melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan

kebijakan, program, proyek dan atau kegiatan pembangunan.

Fungsi GAP

Dengan menggunakan GAP para perencana kebijakan

program, proyek kegiatan dapat mengidentifikasi kesenjangan

gender dan permasalahan gender sekaligus menyusun rencana

kebijakan/program/proyek/kegiatan yang ditujukan untuk

memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut.

Tahapan Penyusunan GAP

Teknik analisa gender yang saat ini sering digunakan adalah

Gender Analysis Pathway (GAP). Melaui GAP maka akan

diketahui dan diidentifikasi bahwa program atau kegiatan

sudah responsif gender atau belum.

Langkah Penyusunan GAP

GAP dibuat dengan menggunakan metodelogi sederhana

dengan 8 (delapan) langkah yang harus dilakukan dalam 3

(tiga) tahap, yaitu Tahap I Analisis Kebijakan Responsif

35

Page 36: Download Buku Pedoman PPRG

Gender; Tahap II Formulasi Kebijakan yang Responsif

Gender; Tahap III Rencana Aksi yang Responsif Gender.

36

Page 37: Download Buku Pedoman PPRG

Sumber : Bappenas dan KPP & PA

37

Page 38: Download Buku Pedoman PPRG

Analisis kebijakan responsif gender bertujuan untuk menganalisa

kebijakan pembangunan yang ada dengan menggunakan data pembuka

wawasan yang dipilah menurut jenis kelamin (lelaki dan perempuan) dan

data gender digunakan untuk mengindentifikasi adanya kesenjangan

gender (gender gap) dan permasalahan gender (gender isuues).

GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP)

Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7 Langkah 8 Langkah 9

Pilih Kebijakan/Program/Kegiatanyang akanDianalisiidentifikasidantuliskan tujuan dariKebijakan/Program/Kegiatan

Data Pembuka wawasan

Isu Gender Kebijakan dan Rencana ke Depan

Pengukuran Hasil

Faktor Kesenjangan

Sebab Kesenjangan internal

Sebab Kesenjangan eksternal

Reformasi Tujuan

Rencana Aksi

Data Dasar (Base line)

Indikator Gender

Sajikandata pembukawawasan,yangterpilahmenurutjeniskelamin :-kuantitatif-kualitatif

TemukenaliIsu genderdi prosesPerencanaandenganmemperhatikan 4(empat)faktorkesenjanganyaitu :akses,partisipasi,kontrol danmanfaat

TemukenaliIsu genderdi internallembagadan/ataubudayaorganisasiyang dapatmenyebabkanterjadinyaisu gender

TemukenaliIsu genderdi eksternallembagapadaprosespelaksanaan

Rumuskankembalitujuankebijakan/programkegiatansehinggamenjadiresponsivegender

Tetapkanrencanaaksi yangresponsivegender

Tetapkanbaseline

TetapkanIndikatorgender

TAHAP 1 ANALISIS GENDER (KOLOM 1 – 5)

KOLOM 1 : PILIH KEBIJAKAN/PROGRAM/KEGIATAN1. Pilih kebijakan atau program atau kegiatan yang akan dianalisa,

Integrasi gender dapat dilakukan pada kebijakan atau program atau

38

Page 39: Download Buku Pedoman PPRG

kegiatan baru (yang akan atau sedang dirancang) maupun yang sudah

berjalan

2. Identifikasi dan rumuskan tujuan dari kebijakan atau program atau

kebijakan yang akan dianalisa pada kolom 1. Periksa rumusan formulasi

tujuannya, apabila terdapat beberapa tujuan, tuliskan seluruhnya. Apabila

yang dianalisa adalah kebijakan, maka tuliskan tujuan atas kebijakan saja,

demikian pula apabila yang dipilih untuk dianalisa adalah program atau

kegiatan.

KOLOM 2 : DATA PEMBUKA WAWASAN

1. Sajikan data pembuka wawasan berupa data dan informasi relevan

yang terpilah berdasarkan jenis kelamin untuk mendeteksi apakah kondisi

yang ada menunjukan adanya kesenjangan gender.

2. Data pembuka wawasan dapat berupa :

a. Hasil baseline study atau hasil kajian/assesment.

b. Hasil intervensi kebijakan atau program atau kegiatan yang

sedang atau telah dilakukan

3. Jenis data :

a. Data kuantitatif seperti : hasil kajian, hasil intervensi, data sekunder

(data BPS, data sektoral, telaah pustaka, dll).

b. data kualitatif seperti : hasil kajian, hasil intervensi, hasil focus

group discussions, interview mendalam, observasi dan kearifan lokal.

4. Semua data dan informasi yang disajikan harus mampu menunjukan

adanya kesenjangan gender yang akan dijadikan sebagai dasar

39

Page 40: Download Buku Pedoman PPRG

penyusunan kebijakan atau program atau kegiatan yang perlu dilakukan

(intervensi).

KOLOM 3 : ISU DAN FAKTOR KESENJANGAN GENDER

Identifikasi isu gender pada proses perencanaan kebijakan atau program atau

kegiatan dengan menganalisa data pembuka wawasan dari empat aspek yang

berpotensi menjadi penyebab kesejnagnan yaitu : Akses, Partisipasi, Kontrol

dan manfaat dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Akses, identifikasi apakah kebijakan atau program atau kegiatan

intervensi pembangunan yang ada atau yang sedang dirancang telah atau

dapat memberikan akses yang adil terhadap perempuan dan laki-laki

(kesamaan kesempatan).

2. Partisipasi (peran), identifikasi apakah kebijakan atau program atau

kegiatan intervensi pembangunan yang ada atau yang sedang dirancang

telah atau dapat memberikan kesempatan untuk berpartisipasi kepada

perempuan dan laki-laki secara adil dan proporsional dalam menyuarakan

kebutuhan, kendala dalam berbagai tahapan pembangunan termasuk

dalam pengambilan keputusan.

3. Kontrol, identifikasi apakah kebijakan atau program atau kegiatan

intervensi pembangunan yang ada atau yang sedang dirancang telah atau

dapat memberikan kesempatan penguasaan (control) yang sama kepada

perempuan dan laki-laki untuk mengontrol sumber daya pembangunan

seperti : informasi, pendanaan, kredit, dll.

40

Page 41: Download Buku Pedoman PPRG

4. Manfaat, identifikasi apakah kebijakan atau program atau kegiatan

intervensi pembangunan yang ada atau yang sedang dirancang telah atau

dapat memberikan manfaat yang adil dan proporsional bagi perempuan

dan laki-laki.

KOLOM 4 : PENYEBAB INTERNAL KESENJANGAN GENDER

Identifikasi isu gender pada internal organisasi yang dapat

menyebabkan adanya kesenjangan gender. Semua hal yang tidak/kurang

mendukung terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender di lingkungan

internal organisasi dapat disajikan misalnya : 1. kurangnya komitmen

organisasi, 2. belum tersosialisasikannya konsep, issu, dan analisa gender

secara memadai, 3. belum tersedianya data pilah gender, dll.

KOLOM 5 : PENYEBAB EKSTERNAL KESENJANGAN GENDER

Identifikasi isu gender dari eksternal organisasi pada proses

pelaksanaan yang dapat menyebabkan adanya kesenjangan gender. Semua

hal yang tidak/kurang mendukung terwujudnya keadilan dan kesetaraan

gender dilingkungan eksternal organisasi dapat disajikan misalnya : 1. masih

kentalnya budaya patriakhi (laki-laki lebih dominant diunggulkan dalam

segala hal), 2. masih adanya gender stereotype (laki-laki sebagai kepala

keluarga laki-laki bekerja mancari nafkah, perempuan melakukan pekerjaan

domestic atau rumah tangga), 3. perempuan bekerja atau keluar rumah pada

waktu malam hari dianggap tabu, dll.

41

Page 42: Download Buku Pedoman PPRG

TAHAP 2 INTEGRASI GENDER (KOLOM 6-9)

KOLOM 6 : REFORMULASI KEBIJAKAN/PROGRAM/KEGIATAN

Rumuskan kembali kebijakan atau program atau kegiatan pada kolom 1

menjadi kebijakan atau program atau kegiatan yang responsive gender.

Reformulasi kebijakan atau program atau kegiatan tersebut berupa penajaman

konsep gender.

KOLOM 7 : SUSUN RENCANA AKSI YANG RESPONSIF GENDER

Dengan merujuk pada issu kesenjangan gender serta factor penyebab internal

dan eksternal (kolom 3-5) dan sesuai dengan reformulasi kebijakan atau

program atau kegiatan pada kolom 6, susunlah rencana aksi yang responsive

gender yang tujuan akhirnya adalah mencapai keadilan dan kesetaraan gender

sesuai issue yang dianalisa.

KOLOM 8 : TETAPKAN BASELINE

Baseline adalah data dasar yang dipilih untuk mengukur suatu kemajuan

(progress) pelaksanaan kebijakan atau program atau kegiatan. Data dasar

tersebut dapat diambil dari data pembuka wawasan (data pilih gender) dari

kolom 2 yang relevan dan strategis untuk menjadi ukuran.

KOLOM 9 : TETAPKAN INDIKATOR GENDER

42

Page 43: Download Buku Pedoman PPRG

Indikatir gender merupakan ukuran kuantiatif maupun kualitatif untuk :

1. Memperlihatkan apakah kesenjangan gender telah hilang dan atau

berkurang sebagai hasil dan manfaat dari pelaksanaan kebijakan atau

program atau kegiatan yang dilakukan (intervensi).

2. Memperlihatkan apakah telah terjadi perubahan budaya organisasi

internal dan perubahan perilaku pada perencana kebijakan atau program

atau kebijakan dengan melakukan analisa gender sebagai salah satu alat

analisa dalam proses perencanaan pembangunan.

3. Memperlihatkan apakah terjadi perubahan pola pikir dilingkungan

eksternal organisasi (masyarakat) tentang kesetaraan dan keadilan bagi

perempuan dan laki-laki dalam hal akses, partisipasi, control dan

perolehan manfaat dalam pembangunan.

Hasil Analisis gender/analisis situasi yang nantinya akan dituangkan dalam

TOR dan GBS, mengandung muatan sebagai berikut:

a. gambaran kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara

perempuan dan laki-laki dalam semua kegiatan pembangunan;

b. gambaran adanya faktor penghambat di internal lembaga (organisasi

pemerintah) dan atau eksternal lembaga masyarakat;

c. indikator outcome yang dapat dihubungkan dengan tujuan kegiatan/sub-

kegiatan;

43

Page 44: Download Buku Pedoman PPRG

2. GBS (Gender Budget Statement)

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.

119/PMK.02/2009 dan PMK No. 104/PMK.02/2010, bahwa dalam

tahapan penyusunan RKA-KL/ SKPD maka K/L/SKPD perlu

menyiapkan Gender Budget Statement (GBS) untuk masing-masing

kegiatan/sub-kegiatan yaitu pernyataan yang memuat upaya perwujudan

kesetaraan gender. GBS adalah dokumen yang menginformasikan suatu

kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang ada melalui suatu

analisa situasi/analisa gender, dan apakah telah dialokasikan dana pada

kegiatan bersangkutan untuk menangani permasalahan gender tersebut.

Penyusunan dokumen GBS telah melalui analisa gender dengan

menggunakan alat antara lain Gender Analisys Pathway (GAP). Untuk

kegiatan yang responsif gender, GBS merupakan bagian dan

terakomodasikan dalam kerangka acuan kegiatan (terms of reference),

yang selanjutnya disebut TOR.

GBS adalah dokumen akuntabilitas spesifik gender dari pemerintah

yang memperlihatkan perhatian dan komitmen SKPD, untuk melakukan

langkah-langkah menuju KKG dan menunjukkan SKPD telah

mengalokasikan dana untuk pencapaian KKG.

Komponen dalam GBS :

- Tujuan output kegiatan;

- Analisis situasi;

44

Page 45: Download Buku Pedoman PPRG

- Rencana aksi yang terdiri atas komponen input dan indicator

inputnya;

- Besar alokasi anggarannya;

- Dampak/hasil output kegiatan.

Penyusunan ARG melaui GBS

1. Pilih Program/Kegiatan/Output dengan criteria : Sangat Prioritas,

Service Delivery, Berhubungan dengan capaian MDGS;

2. Analisis gender dengan menggunakan “GAP”

3. Hasil analisa “GAP” tuangkan dalam GBS;

4. Atas dasar GBS menyusun/merevisi “ Term of Reference “ (TOR)

untuk kegiatan atau output.

Pada analisis situasi berisikan kondisi riil yang terjadi dalam

masyarakat yaitu yang berkenaan dengan adanya kesenjangan atau

ketidakadilan/ketidaksetaraan gender, faktor kesenjangan dan penyebab

adanya faktor kesenjangan, solusi/cara mengeliminir kesenjangan atau

ketidakadilan/ketidaksetaraan gender.

Langkah-langkah Penyusunan Gender Budget Statement (GBS)

Dalam melakukan pengisian gender budget statement diperlukan

langkah-langkah mulai dari penetapan kegiatan, penentuan tujuan,

membuat analisa situasi, menguraikan indikator input dan output dalam

kerangka menjawab permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam

analisa situasi.

Analisa Situasi Memuat :

45

Page 46: Download Buku Pedoman PPRG

- Data pembukaan wawasan data terpilah by sex;

- Lihat apakah ada kesenjangan ? ;

- Kenapa terjadi kesenjangan : akses, partisipasi, control dan manfaat ?;

- Apa faktor-faktor penghambat baik internal dan eksternal ;

- Upaya apa untuk mengurangi kesenjangan dan hambatan-hambatan

diatas ?

Untuk jelasnya, bentuk dan susunan serta cara pengisiannya GBS dapat

dijelaskan sebagai berikut.

GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender)

Nama SKPD : (Badan, Dinas, Biro)Bidang/Bagian : (Nama Bidang/Badan ..)

Program Nama Program hasil restrukturisasi

Kegiatan Nama Kegiatan hasil restrukturisasi Indikator Kinerja Kegiatan

Nama Indikator Kinerja Kegiatan hasil restrukturisasi atau diciptakan indikator kinerja kegiatan yang mengandung isu gender

Output Kegiatan Jenis,volume, dan satuan dari suatu output kegiatan hasil restrukturisasi

Analisa Situasi Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani/dilaksanakan oleh kegiatan yang menghasilkan output. Uraian tersebut meliputi: data pembuka wawasan, faktor kesenjangan, dan penyebab permasalahan kesenjangan gender.

Dalam hal data pembuka wawasan (berupa data terpilah) untuk kelompok sasaran baik laki-laki

46

Page 47: Download Buku Pedoman PPRG

maupun perempuan tidak tersedia (data kuantatif) maka, dapat menggunakan data kualitatif berupa ’rumusan’ hasil dari focus group discussion (FGD)

Output/suboutput kegiatan yang akan dihasilkan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran tertentu

Isu gender pada suboutput 1 / komponen 1 ...................................................................... Isu gender pada suboutput 2 / komponen 2…………………………………………………………………

Rencana Aksi(Dipilih hanya

suboutput/Komponen

yang secara langsung

mengubah kondisi

kearah kesetaraan

gender. Tidak Semua

suboutput/Komponen

dicantumkan)

Suboutput 1 Bagian dari suatu Output. Suboutput ini harus relevan dengan Output Kegiatan yang dihasilkan. Dan diharapkan dapat menangani/mengurangi permasalahan kesenjangan gender yang telah diidentifikasi dalam analisa situasi

Tujuan Sub Output 1

Uraian mengenai tujuan adanya suboutput setelah dilaksanakan analisis gender. Jika penyusun GBS menggunakan analisis Gender Analisis Pathway (GAP) maka, dapat menggunakan hasil jawaban kolom 6 (enam) pada Format

47

Page 48: Download Buku Pedoman PPRG

GAP.Komponen 1 Uraian mengenai

tahapan pelaksanaan suboutput

Komponen 2 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput

Komponen 3 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput

Anggaran Suboutput 1

Rp. ...............................

Suboutput 2 ............

Tujuan Sub-Output 3

........

Komponen 1 ........

Komponen 2 ......

Komponen 3 ......

3. TOR (Term Of Reference)

Materi dalam GBS harus sejalan dengan TOR dan kedua-duanya dokumen dimaksud (GBS dan TOR) harus menjadi satuan dokumen dalam penyusunan RKA - SKPD.

Isu Gender dalam Term of Reference (TOR)

48

Page 49: Download Buku Pedoman PPRG

Latar belakang menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan dengan melihat isu gender baik dalam hal akses, pertisipasi, control maupun manfaat terhadap sumberdaya (pada bagian ini dapat diambil dari hasil analisa situasi/analisa gender dalam GBS);

- Tujuan kegiatan secara jelas memberikan informasi tentang manfaat yang akan diterima kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan;

- Pelaksanaan kegiatan menjelaskan upaya keterlibatan atau konsultasi dengan kelompok sasaran laki-laki dan perempuan;

- Kelompok sasaran, output kegiatan, alokasi kegiatan serta identifikasi output harus sesuai dengan tujuan kegiatannya.

Fungsi TOR :Informasi yang disajikan dalam TOR dapat berfungsi sebagai :- Alat bagi pimpinan untuk melakukan pengendalian kegiatan yang

dilakukan oleh bawahannya.

- Alat bagi para Perencana Anggaran untuk menilai urgensi pelaksanaan kegiatan tersebut dari sudut pandang keterkaitan dengan Tupoksi.

- Alat bagi pihap-pihak pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan realisasi kegiatan tersebut.

KOMPONEN TOR

a. Latar Belakang. Menguraikan :

- Dasar hukum yang terkait dan kebijakan SKPD yang merupakan dasar keberadaan aktifitas berkenaan berupa Peraturan Perundangan yang berlaku, Renstra SKPD, tugas dan fungsi SKPD.

49

Page 50: Download Buku Pedoman PPRG

- Gambaran umum merupakan penjelasan secara singkat (why) aktifitas tersebut dilaksanakan dan alasan penting aktifitas tersebut dilaksanakan serta keterkaitan aktifitas yang dipilih dengan output.

b. Penerima Manfaat. Menjelaskan penerima manfaat baik internal dan/atau eksternal

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).c. Strategi Pencapaian Output.

Menjelaskan :- Metode pelaksanaan- Cara pelaksanaannya, berupa kontraktual atau swakelola- Tahapan dan waktu pelaksanaan- Tahapan/komponen masukan yang digunakan dalam pencapaian

keluaran kegiatan, termasuk jadwal waktu (time table) pelaksanaan dan keterangan kelanjutan pelaksanaan tahapan/komponen masukan pada tahun berikutnya.

d. Waktu Pencapaian Output.Menerangkan waktu pencapaian output

e. Biaya. Berisikan total biaya aktifitas sebesar nilai nominal tertentu yang dirinci dalam RAB sebagai lampiran TOR.

TOR yang Responsif Gender

Untuk menilai TOR telah responsive gender, isu gender dapat dilihat pada bagian :

- Latar belakang, telah menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan;

- Dalam strategi pencapaian keluaran kegiatannya, menyatakan telah melibatkan berkonsultasi atau berdasarkan informasi dari masyarakat atau kelompok sasaran, laki-laki dan perempuan;

- Penerima manfaat, secara jelas memberikan informasi tentang manfaat yang akan diterima kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan;

50

Page 51: Download Buku Pedoman PPRG

- Kelompok sasaran, output kegiatan, lokasi kegiatan serta identifikasi output harus sesuai dengan tujuan kegiatannya yang dikelaskan pada bagian latar belakang.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam rangka percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender

maka perencana SKPD mampu menerapkan Perencanaan

Penganggaran Yang Responsif gender dengan memahami langkah-

langkah penyusunan Anggaran Responsif Gender (ARG) dalam

penyusunan RKA – SKPD diantaranya mampu menganalisis isu

gender, menyusun pernyataan gender dan membuat kerangka acuan

kegiatan yang disebut TOR serta memahami antara lain :

Pengertian Pengarusutamaan Gender yang merupakan strategi yang

dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral

dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi

atas kebijakan dan program pembangunan nasional. PUG bertujuan

untuk meniadakan kesenjangan gender dan diharapkan terciptanya

tranparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam pembangunan yang

berperspektif gender terhadap rakyat meningkat, dimana sasaran

utamanya adalah lembaga pemerintah yang bertugas sebagai pelaksana

pemerintahan dari pusat hingga daerah.

51

Page 52: Download Buku Pedoman PPRG

Analisis gender merupakan suatu penelaahan untuk mengidentifikasi

isu gender yang disebabkan oleh adanya perbedaan antara laki-laki dan

perempuan dengan melakukan tahapan GAP

Anggaran responsif gender adalah anggaran yang responsif terhadap

kebutuhan, permasalahan, aspirasi, pengalaman laki-laki dan

perempuan serta memberi manfaat yang adil kepada laki-laki dan

perempuan, serta komponennya yang terdiri dari GAP, GBS, TOR.

GAP adalah suatu alat analisis gender yang dapat digunakan untuk

membantu para perencanan dalam melakukan pengarusutamaan gender

dalam perencanaan kebijakan/program/proyek/kegiatan pembangunan.

Gender Budget Statement (GBS) adalah dokumen yang

menginformasikan suatu kegiatan telah responsif terhadap isu gender.

Kerangka Acuan Kerja/Term of Referrence (TOR) merupakan

dokumen yang menerangkan segala sesuatu tentang rencana

pelaksanaan suatu kegiatan.

B. IMPLIKASI

Diharapkan seluruh SKPD dapat menyusun Anggaran Yang Responsif

Gender (ARG) sebagai rencana kerja tindak lanjut pada masing-masing

unit organisasinya.

C. TINDAK LANJUT

Berbekal Buku Pedoman Perencanaan Penganggaran yang responsif

gender, diharapkan mampu mengidentifikasi Program/kegiatan untuk

ditindak lanjuti sebagai kegiatan yang responsif Gender.

52

Page 53: Download Buku Pedoman PPRG

53