4
Pusaka BERITA Libatkan Masyarakat dalam Penyusunan Raperda Pemberdayaan Masyarakat Adat 9 Juli 2013, Lebih dari 100 warga masyarakat adat Dayak yang berasal dari 28 kampung, 5 kecamatan, di Kab. Kapuas, Prov. Kalimantan Tengah, menghadiri Lokakarya dan Dialog yang berlangsung selama dua hari, 8 dan 9 Juli 2013, di Hotel Permatan Inn, Kota Kuala Kapuas. Pertemuan ini difasilitasi oleh PUSAKA dan YPD, dengan tema: "Mewujudkan Pemenuhan Hak Masyarakat atas Tanah dan Revitalisasi Otoritas, Peran dan Fungsi Kelembagaan Masyarakat Adat di Kabupaten Kapuas, Prov. Kalimantan Tengah. Kasubid Hukum Pemda Kapuas, Sumadi, mengungkap dukungan Bupati Kapuas terhadap Program Legislasi 2012 tentang inisiatif DPRD menyusun Rancangan Perda Pemberdayaan Kelembagaan Adat. "Hal ini sesuai aturan Perda Prov. Kalteng No. 16 thn 2008 dan Perda Kapuas No. 5 thn 2005 ttg Kelembagaan Adat Dayak, serta tuntutan masyarakat adat Dayak", kata Sumadi. Ewal Dianson, Ketua BAHAMAD (Barisan Pertahanan Masy. Adat Dayak) saat berdialog dengan pejabat Asisten II Pemda Kapuas, Kasi Pemetaan Hutan, Ketua Komisi I DPRD Kapuas, Kasi. Pengaturan dan Penataan Tanah BPN Kapuas, mengungkapkan dan menegaskan tuntutan masyarakat untuk dilibatkan dalam penyusunan dan pembahasan Raperda Kelembagaan Adat dan Hak atas Tanah. Timotius Mahar, Ketua Komisi I DPRD Kapuas, menyanggupi tuntutan masyarakat dan akan mengundang tokoh masyarakat Dayak, Damang dan Mantir dalam RDP penyusunan naskah akademik Raperda Kelembagaan Adat. Lokakarya ini menghasilkan Surat Rekomendasi (Lihat halaman 4) yang memuat tujuh rekomendasi kepada Pemda Kapuas, DPRD Kapuas dan SKPD terkait, antara lain juga mendesak Pemda melibat- kan perwakilan tokoh masyarakat dalam Tim Evaluasi dan Mediasi atas Ijin Perusahaan Perkebunan di Kapuas. (ANK) Dalam Lima Bulan sudah Lima Anak Meninggal di Kampung Zanegi Kompleks Rawa Bambu I, Jl. B No. 6 B, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Indonesia. Telpon/Fax: 021 7892137 Hentikan Sementara Aktivitas PBS, KFCP dan BOS Mawas 9 Juli 2013, Tokoh Masyarakat Dayak, Dehen M Hedek, mendesak Pemda Kapuas mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan sementara aktivitas perusahaan besar swasta (PBS) yang beroperasi di perkebunan sawit dan pertambang di Kabupaten Kapuas. Kebijakan ini hanya berlangsung sementara waktu saja hingga ada kejelasan hasil penilaian dari Tim Audit ijin perusahaan, kata Dehen. Jika terdapat perusahaan yang melanggar berikan sangsi dan menyelesaikan sengketa dengan warga setempat. Demikian pula dengan proyek konservasi BOS Mawas dan KFCP yang bersengketa dengan warga harus dievaluasi dan dihentikan sementara. Ada 31 PBS perkebunan kelapa sawit di Kapuas dan baru satu perusa- haan kebun sawit yang lahannya "clear and clean", PT. Graha Inti Jaya, lainnya bersengketa dengan warga, kata Ari Nursasongko, Kasi Pengaturan dan Penataan Pertanahan BPN Kapuas. Perusahaan beroperasi hingga pinggiran DAS Kapuas dan dalam kawasan hutan lindung yang melanggar ketentuan. (ANK) “Kaka ni dgn Vitalis, saya pu anak yang sakit tuh su meninggal” Pagi, tanggal 24 Juni 2013, Vitalis Gebze, warga Zanegi dari camp SIS, Medco, di Mayo, Kali Bian, mengirimkan SMS berita duka: “Kaka ini dengan Vitalis ni, saya sampaikan saya pu anak yang sakit tuh sudah meninggal”. Agustina, 3 tahun Tahun 2013 (Januari – Juni) ini sudah ada lima anak kecil meninggal di Kampung Zanegi, dengan penyakit yang sama. Warga sendiri tidak punya istilah untuk penyakit baru itu. Gossip beredar menyebut bahwa penyakit tidak wajar timbul karena “suanggi” (santet). Sewaktu berkunjung ke Zanegi akhir Mei, Tim PUSAKA banyak mene- mukan anak-anak yang sakit di Zanegi, seperti: muntah berak, infeksi saluran pernapasan, kulit gatal-gatal dan gejala burung lapar. Mama-mama di Zanegi menceritakan penyakit ini muncul dan me- ningkat setelah adanya perusahaan Hutan Tanaman Industri PT. Selaras Inti Semesta (Medco). Leo Moyuend, aktivis Forum Intelektual Malind (SSUMAWOMA) dari Merauke melaporkan kasus penderitaan busung lapar kekurangan gizi yang dialami anak-anak di Distrik Ilwayab dan Okaba. Fasilitas kesehatan sangat minim didaerah tersebut, sehingga korban tidak dapat tertangani dengan baik. Diinformasikan pula, meluasnya wabah penyakit muntaber dan malaria di Meraueke. Kondisi iklim yang tidak menentu dan perubahan lingkungan sangat mempengaruhi kondisi kesehatan anak-anak, kata Leo Moyuend. 1 Edisi I Juli 2013 Juli 2013, Semenjak Mei 2013, beberapa warga di Desa Tambak Bajai, Kecamatan Dadahup, terlibat melakukan kegiatan identifikasi dan verifikasi tanah diwilayah mereka yang telah dicaplok, yang sudah dan belum digarap oleh perusahaan perkebunan sawit PT. GAL (Globalindo Agung Lestari). Tim menemukan ada sekitar 33 ha lahan yang belum tergarap PT. GAL. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan SK Menhut 292 tahun 2011 tentang perubahan dan peruntukkan kawasan hutan di Kalteng dan SK Menhut 529 tahun 2012 tentang penunjukkan kawa- san hutan, kawasan hutan di Desa Tambak Bajai, termasuk dalam Hutan Lindung dan Areal Pemanfaatan Lain, namun hal ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan hutan desa, sebagaimana diatur dalam ketentuan Hutan Desa, ungkap Herry, Direktur Yayasan Tanjung Taharung, yang memfasilitasi kegiatan pemetaan SKTA (Surat Ketera- ngan Tanah Adat) di Desa Tambak Bajai. Masyarakat setempat bersama Kepala Desa, sepakat melakukan pe- metaan dilahan seluas 33 ha yang akan digunakan untuk mendapat- kan SKTA. Pemetaan SKTA ini dilakukan untuk memperkuat hak masyarakat atas tanah yang dikuasai warga di Tambak Bajai. Mereka merencanakan untuk menjadi kawasan hutan gambut didarah ini sebagai areal perkebunan rakyat dan kawasan hutan lindung milik masyarakat. Warga mengusulkan kawasan hutan yang belum tergarap oleh peru- sahaan perkebunan sawit PT. GAL diserahkan kepada masyarakat untuk pengembangan hutan desa dengan fungsi lindung dan pe- ngembangan kebun karet rakyat. Kegiatan serupa juga berlangsung di Desa Katunjung, Kecamatan Mantangai, warga setempat bersama Mantir Desa melakukan peme- taan untuk pembuatan SKTA dikawasan hutan gambuat seluas 1.000 ha. Lahan tersebut direncanakan untuk ditanami karet dan fungsi lindung. Lahan ber SKTA ini juga akan digunakan untuk meng- hambat perusahaan perkebunan sawit yang merampas tanah-tanah rakyat setempat. (ANK) SKTA Memperkuat Hak Masyarakat atas Tanah

Edisi I Juli 2013 BERITA Pusaka su meninggal”dengan proyek konservasi BOS Mawas dan KFCP yang bersengketa dengan warga harus dievaluasi dan dihentikan sementara. Ada ˙˝ PBS perkebunan

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PusakaBERITA

Libatkan Masyarakat dalam Penyusunan Raperda Pemberdayaan Masyarakat Adat

9 Juli 2013, Lebih dari 100 warga masyarakat adat Dayak yang berasal dari 28 kampung, 5 kecamatan, di Kab. Kapuas, Prov. Kalimantan Tengah, menghadiri Lokakarya dan Dialog yang berlangsung selama dua hari, 8 dan 9 Juli 2013, di Hotel Permatan Inn, Kota Kuala Kapuas.Pertemuan ini difasilitasi oleh PUSAKA dan YPD, dengan tema: "Mewujudkan Pemenuhan Hak Masyarakat atas Tanah dan Revitalisasi Otoritas, Peran dan Fungsi Kelembagaan Masyarakat Adat di Kabupaten Kapuas, Prov. Kalimantan Tengah.Kasubid Hukum Pemda Kapuas, Sumadi, mengungkap dukungan Bupati Kapuas terhadap Program Legislasi 2012 tentang inisiatif DPRD menyusun Rancangan Perda Pemberdayaan Kelembagaan Adat. "Hal ini sesuai aturan Perda Prov. Kalteng No. 16 thn 2008 dan Perda Kapuas No. 5 thn 2005 ttg Kelembagaan Adat Dayak, serta tuntutan masyarakat adat Dayak", kata Sumadi.Ewal Dianson, Ketua BAHAMAD (Barisan Pertahanan Masy. Adat Dayak) saat berdialog dengan pejabat Asisten II Pemda Kapuas, Kasi Pemetaan Hutan, Ketua Komisi I DPRD Kapuas, Kasi. Pengaturan dan Penataan Tanah BPN Kapuas, mengungkapkan dan menegaskan tuntutan masyarakat untuk dilibatkan dalam penyusunan dan pembahasan Raperda Kelembagaan Adat dan Hak atas Tanah.Timotius Mahar, Ketua Komisi I DPRD Kapuas, menyanggupi tuntutan masyarakat dan akan mengundang tokoh masyarakat Dayak, Damang dan Mantir dalam RDP penyusunan naskah akademik Raperda Kelembagaan Adat.Lokakarya ini menghasilkan Surat Rekomendasi (Lihat halaman 4) yang memuat tujuh rekomendasi kepada Pemda Kapuas, DPRD Kapuas dan SKPD terkait, antara lain juga mendesak Pemda melibat-kan perwakilan tokoh masyarakat dalam Tim Evaluasi dan Mediasi atas Ijin Perusahaan Perkebunan di Kapuas. (ANK)

Dalam Lima Bulan sudah Lima Anak Meninggal di Kampung Zanegi

Kompleks Rawa Bambu I, Jl. B No. 6 B, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Indonesia. Telpon/Fax: 021 7892137

Hentikan Sementara Aktivitas PBS, KFCP dan BOS Mawas

9 Juli 2013, Tokoh Masyarakat Dayak, Dehen M Hedek, mendesak Pemda Kapuas mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan sementara aktivitas perusahaan besar swasta (PBS) yang beroperasi di perkebunan sawit dan pertambang di Kabupaten Kapuas.Kebijakan ini hanya berlangsung sementara waktu saja hingga ada kejelasan hasil penilaian dari Tim Audit ijin perusahaan, kata Dehen.Jika terdapat perusahaan yang melanggar berikan sangsi dan menyelesaikan sengketa dengan warga setempat. Demikian pula dengan proyek konservasi BOS Mawas dan KFCP yang bersengketa dengan warga harus dievaluasi dan dihentikan sementara.Ada 31 PBS perkebunan kelapa sawit di Kapuas dan baru satu perusa-haan kebun sawit yang lahannya "clear and clean", PT. Graha Inti Jaya, lainnya bersengketa dengan warga, kata Ari Nursasongko, Kasi Pengaturan dan Penataan Pertanahan BPN Kapuas.Perusahaan beroperasi hingga pinggiran DAS Kapuas dan dalam kawasan hutan lindung yang melanggar ketentuan. (ANK)

“Kaka ni dgn Vitalis, saya pu anak yang sakit tuh

su meninggal”

Pagi, tanggal 24 Juni 2013, Vitalis Gebze, warga Zanegi dari camp SIS, Medco, di Mayo, Kali Bian, mengirimkan SMS berita duka: “Kaka ini dengan Vitalis ni, saya sampaikan saya pu anak yang sakit tuh sudah meninggal”. Agustina, 3 tahunTahun 2013 (Januari – Juni) ini sudah ada lima anak kecil meninggal di Kampung Zanegi, dengan penyakit yang sama. Warga sendiri tidak punya istilah untuk penyakit baru itu. Gossip beredar menyebut bahwa penyakit tidak wajar timbul karena “suanggi” (santet).Sewaktu berkunjung ke Zanegi akhir Mei, Tim PUSAKA banyak mene-mukan anak-anak yang sakit di Zanegi, seperti: muntah berak, infeksisaluran pernapasan, kulit gatal-gatal dan gejala burung lapar.Mama-mama di Zanegi menceritakan penyakit ini muncul dan me-ningkat setelah adanya perusahaan Hutan Tanaman Industri PT. Selaras Inti Semesta (Medco). Leo Moyuend, aktivis Forum Intelektual Malind (SSUMAWOMA) dari Merauke melaporkan kasus penderitaan busung lapar kekurangan gizi yang dialami anak-anak di Distrik Ilwayab dan Okaba. Fasilitas kesehatan sangat minim didaerah tersebut, sehingga korban tidak dapat tertangani dengan baik. Diinformasikan pula, meluasnya wabah penyakit muntaber dan malaria di Meraueke. Kondisi iklim yang tidak menentu dan perubahan lingkungan sangat mempengaruhi kondisi kesehatan anak-anak, kata Leo Moyuend.

1

Edisi I Juli 2013

Juli 2013, Semenjak Mei 2013, beberapa warga di Desa Tambak Bajai, Kecamatan Dadahup, terlibat melakukan kegiatan identi�kasi dan veri�kasi tanah diwilayah mereka yang telah dicaplok, yang sudah dan belum digarap oleh perusahaan perkebunan sawit PT. GAL (Globalindo Agung Lestari). Tim menemukan ada sekitar 33 ha lahan yang belum tergarap PT. GAL. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan SK Menhut 292 tahun 2011 tentang perubahan dan peruntukkan kawasan hutan di Kalteng dan SK Menhut 529 tahun 2012 tentang penunjukkan kawa-san hutan, kawasan hutan di Desa Tambak Bajai, termasuk dalam Hutan Lindung dan Areal Pemanfaatan Lain, namun hal ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan hutan desa, sebagaimana diatur dalam ketentuan Hutan Desa, ungkap Herry, Direktur Yayasan Tanjung Taharung, yang memfasilitasi kegiatan pemetaan SKTA (Surat Ketera-ngan Tanah Adat) di Desa Tambak Bajai.Masyarakat setempat bersama Kepala Desa, sepakat melakukan pe-metaan dilahan seluas 33 ha yang akan digunakan untuk mendapat-kan SKTA. Pemetaan SKTA ini dilakukan untuk memperkuat hak masyarakat atas tanah yang dikuasai warga di Tambak Bajai. Mereka merencanakan untuk menjadi kawasan hutan gambut didarah ini sebagai areal perkebunan rakyat dan kawasan hutan lindung milik masyarakat. Warga mengusulkan kawasan hutan yang belum tergarap oleh peru-sahaan perkebunan sawit PT. GAL diserahkan kepada masyarakat untuk pengembangan hutan desa dengan fungsi lindung dan pe-ngembangan kebun karet rakyat.Kegiatan serupa juga berlangsung di Desa Katunjung, Kecamatan Mantangai, warga setempat bersama Mantir Desa melakukan peme-taan untuk pembuatan SKTA dikawasan hutan gambuat seluas 1.000 ha. Lahan tersebut direncanakan untuk ditanami karet dan fungsi lindung. Lahan ber SKTA ini juga akan digunakan untuk meng-hambat perusahaan perkebunan sawit yang merampas tanah-tanah rakyat setempat. (ANK)

SKTA Memperkuat Hak Masyarakat atas Tanah

Informasi Alamat PengaduanAdukan permasalahan anda ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Nomor SMS 9949 dan Kontak Pos 9949, Jakarta 10000.Kategori pengaduan yang diprioritaskan, yakni menyangkut korupsi, narkotik dan obat-obatan berbahaya (narkoba), serta tanggung jawab pemerintah dalam kesejahteraan masyarakat.Jangan lupa! cantumkan identitas diri yang lengkap.

Berita Pusaka, Edisi I Juli 2013

Masyarakat Domande Tolak Uang Kompensasi Kayu PT. Karyabumi Papua

14 Juli 2013, Masyarakat Kampung Domande, Distrik Malind, Merauke, menolak pembayaran uang kompensasi ganti rugi kayu sebesar Rp. 33,646,650 dari perusahaan perkebunan tebu PT. Karyabumi Papua, anak perusahaan Rajawali Group.Menurut Hubertus Kaize, warga Domande, nilai tersebut berdasarkan luas areal pembukaan hutan seluas 279,68 ha, untuk pembuatan jalan dan lahan kebun tebu.Perusahaan tidak juga memberikan informasi dokumen Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepada masyarakat yang memuat data survei jumlah kubikasi kayu yang digunakan. (ANK)

2

Aktivis LSM Belantara di Sorong Terintimidasi Anggota TNI AL

Senin siang, 15 Juli 2013, seseorang yang mengakui sebagai anggota TNIAL, berinisial MY, berkunjung ke kantor Belantara, dengan cara tidak normal. MY masuk pintu samping kantor dan langsung ke dapur. MY mengaku ingin berkenalan dengan para aktivis, lalu menanyakan dan menyebut beberapa nama aktivis yang ingin ditemui.MY menanyakan dan meminta informasi pengurus Belantara kepada Max Binur, pimpinan Belantara, yang bertemu dengan MY. Lalu, MY menanyakan jabatan, status keluarga, pendidik-an dan meminta nama pengurus Belantara. Aksi MY ini membuat Max Binur merasa terintimidasi. “Sudah lima tahun tidak ada anggota Polri dan TNI yang mendatangi Belantara, masuk dengan cara tidak pantas dan meminta info data pengurus Belantara”, kata Max Binur. Aksi MY ini diduga ada hubungannya dengan aktivitas Max Binur dan Belantara dalam mengungkap kasus pemilik rekening gendut Labora Sitorus dari bisnis kayu gelap, investigasi perusahaan penem-bakan kayu PT. Bangun Kayu Irian, Aimas berdarah, dan sebagainya, yang sedang hangat terjadi di daerah Sorong dan sekitarnya.Max juga mencurigai latar belakang identitas dan kepenting-an MY, karena MY memperkenalkan sebagai anggota TNI AL yang baru bertugas dua minggu di Sorong dan mengaku menggunakan pesawat Pelita Air, padahal tidak ada pener-bangan dari Jakarta ke Sorong. MY juga mengajak Belantara untuk berbisnis tanah. (ANK)

IAFCP selalu mangkir diundang dalam RDP

9 Juli 2013, Masyarakat disekitar areal proyek KFCP (Kalimantan Forest Climate Partnership) di Mantangai, Kapuas, sudah sering mengadukan permasalahan KFCP ke DPRD Kapuas. Sudah ada dua kali, anggota DPRD mengundang pihak KFCP tetapi tidak ada juga penjelasan yang memuaskan dan tidak ada penyelesaian karena pihak yang bertanggung jawab mengambil keputusan proyek masih ada lagi, yakni panitia pengarah IAFCP (Indonesia Australian Forest Carbon Partnership).“Kami sudah memanggil beberapa kali pihak deputi IAFCP untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas keluhan masyarakat tentang proyek KFCP, tetapi pihak IAFCP malah mangkir dan tidak pernah datang”, kata Timotius Mahar, anggota Komisi I DPRD Kabuaten Kapuas. Timotius mencurigai proyek KFCP berhu-bungan dengan praktik pencucian uang dan menganggap hal ini tidak benar.Pemda Kapuas melalui Bappeda juga dilibatkan dalam Kelompok Kerja proyek KFCP, tapi tidak pernah dilibatkan dan dilaporkan proyeknya. “Pemerintah dan DPRD dilibatkan jika ada masalah”, kata Timotius, yang dihadapan peserta lokakarya di Permata Inn Hotel berkomitmen untuk memanggil kembali KFCP dan IAFCP, dan pemerintah daerah, dalam hal ini BAPPEDA yang dianggap bertang-gung jawab terhadap proyek KFCP. “Proyek KFCP mau ditutup, tapi kami tidak tahu”, kata Timotius.Hingga hari ini, proyek konservasi BOS Mawas dan KFCP tidak jelas wilayahnya dimana, sehingga menyulitkan dan membatasi akses masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan setempat. Daerah contoh proyek konservasi pun disitu saja dan dikelola melibatkan pihak asing, ada apa disana? Tanya Eliezer Timbung, yang mencuri-gai daerah tersebut terkandung kekayaan alam potensial. (ANK)

Pos Jaga KFCP Terbakar

Jumat, 21 Juni 2013, hari menjelang malam, warga melaporkan kejadian kebakaran pos KFCP di Desa Kalumpang, Kecamatan Mantangai. Warga setempat tidak mengetahui penyebab terbakar-nya pos tersebut dan tidak ada warga yang melakukan pembakaran lahan disekitar lokasi. Kejadian kebakaran diduga berhubungan dengan protes warga terhadap proyek REDD atau ada motif lain, tidak dimengerti.Belum tuntas warga mengusut kejadian kebakaran Pos jaga KFCP, pada tanggal 5 Juli 2013, warga kembali mendapat kejutan baru yakni ditemukannya 8 pos jaga KFCP yang telah terbongkar, papan dan atap sudah terbongkar. Seperti kejadian sebelumnya, tidak diketahui motifnya dan tidak ada kejelasan warga mana yang mela-kukannya. Hanya saja, warga setempat sedang kesal dengan keha-diran proyek KFCP yang menimbulkan ketidakharmonisan dalam masyarakat.Sedangkan di Desa Sei Ahas, warga setempat resah karena rencana proyek penutupan jalan akses mereka ke ladang dan hutan melalui saluran ‘tatas’. Kisruh soal rencana penutupan tatas ini proyek KFCP masih pro dan kontra. Warga yang menolak proyek penabatan kanal tersebut merasa dirugikan dan terkena dampak mengurangi pen-dapatan dan mata pencaharian warga. (AP)

Jalangkung KFCP: Datang Tidak Diundang Pergi Meninggalkan Masalah

Proyek KFCP datang tidak ada informasi dan tanpa undangan, men-caplok dan menanam di lahan tanpa pamit dengan warga dan leluhur kami. Proyek KFCP pergi tanpa pamit dan pemberitahuan dengan masyarakat, padahal masih banyak program-program yang mereka janjikan belum selesai dilaksanakan. “Mereka seperti Jalangkung, kehadirannya misterius dan merugikan warga saja”, ungkap Abdul Hamid, Ketua BPD Desa Katunjung, Kecamatan Mantangai, Kapuas.Abdul Hamid melaporkan, proyek reforestasi penanaman tanaman hutan kembali di Desa Katunjung pada tahap Uji Coba seluas 25 ha di BLOK. C kanal PLG hanya berhasil sekitar 20% saja dan tanaman mati sekitar 80%. Tahap berikutnya dengan lahan seluas sekitar 350 ha di Blok A dan Blok B, hanya hidup sekitar 67 %, itupun tanam-annya sudah disulam kembali dengan tanaman baru. Tanaman selesai ditanam lantas ditinggalkan tidak terawat dan hanya sekali-kali ditengok. Proyek pengembangan mata pencaharian alternatif melalui bantuan bibit tanaman karet baru terealisasi sekitar 30 % , masih banyak warga Desa Katunjung yang belum mendapatkan bibit karet yang dijanjikan. Belum selesai tanggung jawab KFCP menyelesaikan proyek tapi waktu proyek sebagaimana termuat dalam perjanjian sudah selesai akhir Juni 2013. Masyarakat bingung dan kecewa karena tidak ada penjelasan dan kata pamit dari pihak pimpinan KFCP ataupun IAFCP yang bertanggung jawab atas proyek ini. “Kampung kami hanya tempat cari duit saja bagi KFCP, sementara masyarakat tidak ada dapat apa-apa proyek habis maka habis juga upah yang masyarakat dapat sebagai buruh di tanah sendiri”, kata Abdul Hamid. (ANK)

“Kampung kami hanya tempat cari duit saja bagi KFCP, sementara

masyarakat tidak dapat apa-apa, proyek habis maka habis juga upah yang masyarakat

dapat sebagai buruh di tanah sendiri”

Berita Pusaka, Edisi I Juli 2013

3

Siaran Pers Konsorsium Pembaruan Agraria:

Cianjur-KPA: Selasa 25 Juni 2013 kekerasan terhadap kaum tani kembali terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Setidaknya 5 orang tertembak dan 1 diantaranya kritis karena tertembak di bagian dada oleh aparat keamanan. kekejian terhadap kaum tani terjadi saat masya-rakat 3 kecamatan menolak kehadiran perusahaan tambang pasir besi PT Mega Top Inti Selaras.Menurut informasi yang dihimpun anggota KPA, Paguyuban Petani Cianjur (PPC), Warga dari Kecamatan Sindangbarang, Cidaun dan Argabinta, Cianjur Selatan menolak keberadaan perusahaan tersebut karena dirasa merusak lingkungan. Eksploitasi pasir besi pada kenyataannya membuat pantai selatan cianjur sepanjang 70 km mengalami abrasi. Abrasi dirasakan membahayakan masya-rakat Cianjur karena merusak fungsi sosial ekologis pesisir.Maka dari itu Konsorsium Pembaruan Agraria menyatakan:

Mengutuk Keras Penembakan Petani Cianjur dan Tolak Penambangan Pasir Besi

Mengutuk keras tindakan kekerasan aparat keamanan berupa penembakan terhadap warga Kecamatan Sindangbarang, Cidaun dan Agrabinta yang berjuang mempertahankan sumber kekayaan alam dan kelestarian lingkungan hidup.Tolak keberadaan perusahaan tambang pasir besi di sepanjang pantai selatan jawa karena membahayakan ruang hidup rakyat dan merusak fungsi sosial ekologis lingkungan pesisir serta mendorong bencana abrasiMendesak agar pemerintah segera menyelesaikan kon�ik agraria secara menyeluruh dan fundamental melalui pelaksana-an reforma agraria sebagai satu-satunya jalan terwujudnya keadilan sosial atas sumber kekayaan alam.Mengajak seluruh elemen kaum tani, buruh, nelayan, maha-siswa serta elemen progresif lainnya untuk menguatkan barisan demi mendorong adanya pelaksanaan reforma agraria sebagai satu-satunya jalan menuju kemerdekaan sejati.

Iwan Nurdin (Sekjen KPA) 081229111651

1.

2.

3.

4.

Aksi Lilin Kemanusiaan Papua Menolak Lupa Peristiwa Wasior Wamena

Minggu malam, tepatnya tanggal 14 Juli 2013, kawasan bundaran Hotel Indonesia Jakarta terlihat lebih bercahaya. Malam itu, sekitar 200 peserta melakukan aksi damai Lilin Kemanusiaan (LINK) Papua menyalakan lilin untuk memperingati tragedi kemanusiaan Wasior-Wamena.Aksi damai LINK Papua juga berlangsung secara serentak diberbagai daerah, seperti: Jombang, Salatiga, Surabaya, Bandung, Bogor, Jayapura, Sorong, Manokwari dan kota lainnya. Sedangkan diluar negeri, aksi serupa dilakukan di Fhilipina, Belanda dan Australia dan USA. Di Jombang, aksi LINK Papua dilaukan oleh kaum Nahdiyin sebelum mereka shalat Tarawih.“Sudah sembilan tahun kasus Wasior Wamena diabaikan pemerintah”. Kata Koordinator aksi, Heni Leni. Padahal, sembilan tahun lalu KOMNAS HAM telah mengindikasikan adanya pelanggaran HAM berat atas kasus kekerasan di Wasior Wamena. Aksi digelar untuk memperingatkan pemerintah agar tidak lupa mentuntaskan peristiwa pelanggaran HAM di Wasior Wamena. (AP)

“sembilan tahun lalu KOMNAS HAM telah mengindikasikan adanya pelanggaran HAM berat atas kasus kekerasan di Wasior Wamena”

Pray for Aceh: Galang Solidaritas Bantuan untuk Korban Bencana Gempa Aceh

3 Juli 2013, Kelompok pelajar dan mahasiswa, aktivis LSM di wilayah Jabodetabek membentuk Tim Peduli Korban Gempa Aceh. Tim ini menyerukan “pray for Aceh” dan menggalang solidaritas dari warga di Jabodetabek dan seluruh nusantara untuk membantu saudara-saudara korban yang mengalami musibah bencana alam (gempa) di daerah Bener Meriah dan Aceh Tengah, Aceh, pada 2 Juli 2013. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan tim, akibat bencana gempa tersebut, diperkirakan ada 22 orang meninggal, 280 orang luka-luka, sekitar 7000 rumah rusak di Bener Meriah dan 1691 rumah rusak di Aceh Tengah.Hingga informasi ini dikeluarkan, korban bencana gempa belum sepenuhnya tertangani dan masih membutuhkan kebutuhan dasar,seperti: makanan, minuman, obat-obatan, kebutuhan anak sekolah,selimut, pakain tebal (jaket), kebutuhan khusus perempuan dan anak-anak, serta relawan kemanusiaan dan Tim Medis.Tim Peduli Korban Gempa Aceh membuka POSKO untuk meng-organisir dan menggalang dukungan bantuan berbentuk barang atau sembako dibeberapa tempat, sebagai berikut: (1). Kantor KontraS: Jl. Borobudur, No. 14, Menteng, Jakarta Pusat. (2). Asrama Laut Tawar: Jl. Muria, No. 46, Menteng Atas, Setia Budi, Jakarta Selatan. Kontak Saddam HP. 085277266488 (3). Kantor PUSAKA: Kompleks Rawa Bambu 1, Jl. B, No. 6B, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kontak Yoyon HP. 081380725255. Tim juga menerima bantuan uang yang dapat disalurkan melalui rekening publik KontraS di Bank International Indonesia (BII), An. KontraS, nomor rekening; 2-072-267196, kantor Cabang Proklamasi, Jakarta. Untuk kon�rmasi ke Telpon/HP Feri Kusuma: 085370508497.

Kamar Masyarakat DKN Menolak Program Investasi Kehutanan

Juni 2013, di Hotel Pangrango 2, Bogor, berlangsung Dialog Nasio-nal tentang Program Investasi Kehutanan (Forest Investment Program, FIP). Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh Kemente-rian Kehutanan dan Dewan Kehutanan Nasional (DKN), pesertanya berasal dari utusan masyarakat, akademisi, aktivis LSM, perusahaan dan perwakilan pemerintah. Peserta pemerintah menyampaikan pandangannya mendukung dan mendorong kesuksesan implementasi FIP di Indonesia dan telah dialokasikan dana sebesar yaitu 70 juta USD, terdiri dari dana hibah 37.5 juta USD dan pinjaman konsesional 32.5 juta USD. Pinjaman tersebut akan dikelola oleh IFC berkonsultasi dengan Pemerintah RI, dan diperuntukkan sektor swasta.Investasi FIP Indonesia direncanakan untuk mendukung proyek REDD+ yang terintegrasinya dengan proyek DGM (Dedicated Grant Mechanism) untuk meningkatkan kapasitas masyarakat adat dan lokal guna mendukung inisiatif dan partisipasi masyarakat mendu-kung implementasi FIP dan proses-proses REDD+ lain di tingkat lokal, nasional, dan global. Kamar masyarakat DKN menolak dana dan program FIP, alasannya proses FIP tidak transaparan dan berlarut-larut; skema pembiayaan FIP berupa hutang; belum ada tindak lanjut Pemerintah atas keputusan Mahkamah Konstitusi No 35/2012 tentang Pengakuan Hutan Adat; banyaknya kasus kon�ik tenurial yang belum terselesai-kan. (ANK)

SURAT REKOMENDASIDialog dan Lokakarya “Mewujudkan Pemenuhan Hak Masyarakat atas Tanah dan Revitalisasi Otoritas, Peran dan Fungsi Kelembagaan Masyarakat Adat di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.

Bahwa situasi dan realitas saat ini yang dihadapi oleh Masyarakat Adat Dayak di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah: Masyarakat adat Dayak, di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah masih dan sedang mengalami sengketa dan berkon�ik dengan perusahaan-perusahaan yang mengambil hak-hak masya-rakat atas tanah, hutan dan gambut, seperti: perusahaan perkebunan sawit PT. Rezeki Alam Semesta Raya, PT. Globalindo Agung Lestari, PT. Graha Inti Jaya, PT. Usaha Handalan Perkasa, perusahaan pertambangan PT. Kapuas Tunggal Persada, dan sebagainya, serta proyek-proyek konservasi yang dikelola oleh swasta, seperti BOS MAWAS dan proyek KFCP (Kalimantan Forest Climate Patnership).Masyarakat adat Dayak telah melakukan pengaduan secara langsung dan tidak langsung kepada pemerintah dan SKPD terkait, melakukan aksi protes dilapangan, pemalangan dan hinting pali, untuk mendapatkan kepastian hukum, keadilan dan penegakan hak-hak masyarakat atas. tanah, hutan dan gambut, serta bahan tambang mineral. Tetapi perusahaan dan proyek-proyek konservasi yang merampas hak-hak masyarakat dan merugikan masyarakat tidak melakukan perubahan memenuhi tuntutan masyarakat.Masyarakat adat Dayak memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam pengelolaan sumber daya alam, memiliki kelembagaan adat, Damang dan Mantir, serta hukum-hukum dan aturan berdasarkan kebiasaan adat dalam pengelolaan sumber daya alam, akan tetapi kelembagaan adat dilemahkan, tidak mendapatkan dukungan, perlindungan dan penghormatan, sehingga melemahkan

keberadaan kelembagaan adat, hukum adat dan hak-hak masyarakat adat Dayak.Masyarakat telah melakukan usaha pemetaan wilayah kelola dan tanah milik, serta melakukan pemetaan SKTA (Surat Keterangan Tanah Adat) yang tidak lain untuk memperkuat hak masyarakat dan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait, peraturan daerah dan peraturan gubernur. Inisiatif masyarakat untuk membuat SKTA sudah dilakukan di Desa Mantangai Hulu, Tambak Bajai, Katunjung, Aruk, Batapah, Dadahup, Resettlement Terusan Raya - Selat, Talekung Punei, Mandomai, Tumbang Muroi.Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang berhubungan dengan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat, antara lain: Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35 tahun 2012 yang prinsip-nya mengakui Hutan Adat, Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak, Peraturan Gubernur No. 13 tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak Adat atas Tanah, Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas No. 5 tahun 2001 tentang Pembentukan Kelembagaan Pemberdayaan Adat Dayak, Peraturan Daerah Prov. Kalimantan Tengah No. 5 tahun 2011 tentang Pengelolaan Perkebunan Berkelanjutan, Kesepakatan Bersama Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Peme-rintahan Umum Bidang Pertanahan di Wilayah Prov. Kalimantan Tengah (Okt 2012), Surat Kerjasama Menteri Agraria/ Kepala BPN dan AMAN.

Berdasarkan situasi tersebut dan setelah melakukan dialog dengan instansi pemerintahan di lingkungan pemerintahan Kabupaten Kapuas, serta melakukan lokakarya yang melibatkan masyarakat dari berbagai desa, organisasi masyarakat dan LSM di Kabupaten Kapuas dan Palangkaraya, kami sepakat mendesak dan merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas, DPRD Kabupaten Kapuas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kapuas, BPN Kabupaten Kapuas dan SKPD terkait dilingkungan pemerintahan Kabupaten Kapuas, sebagai berikut:

Mendukung dan mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas untuk mempertahankan dan melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah; Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah No. 13 tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak Adat atas Tanah; Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas No. 5 tahun 2001 tentang Kelembagaan Adat Dayak, serta mendesak untuk membuat peraturan turunan pelaksanaan peraturan tersebut diatas dan dukungan program pendanaan terhadap kelembagaan adat Dayak dan hak atas tanah yang menggunakan APBD.Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas dan DPRD Kabupaten Kapuas untuk melibatkan perwakilan masyarakat, organisasi masyarakat dan LSM dalam penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Kelembagaan Adat Dayak dan Hak Adat atas Tanah Adat, Hutan Gambut, Sungai dan kekayaan alam lainnya.Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas untuk melibatkan masyarakat dalam kebijakan dan pelaksanaan kegiatan dan keangotaan Tim Evaluasi, Veri�kasi dan Mediasi terhadap Ijin-ijin perusahaan perkebunan dan pertambangan, proyek konservasi BOS MAWAS, KFCP dan pembangunan infrastruktur yang menggunakan tanah dan hutan gambut di wilayah masyarakat adat Dayak. Mendesak kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas dan DPRD Kabupaten Kapuas segera menerbitkan kebijakan Surat Penghentian Sementara terhadap seluruh kegiatan perusahaan perkebunan sawit, perusahaan tambang, program konservasi BOS MAWAS dan proyek KFCP, serta proyek-proyek yang bersengketa dengan masyarakat, yang ada di lingkungan wilayah pemerintahan administrasi Kabupaten Kapuas, sementara menunggu hasil Audit, Veri�kasi dan Mediasi, yang dilakukan oleh Tim Bersama, dengan berdasarkan batas waktu yang disepakati sehingga menghasilkan kejelasan status perijinan dan keadilan bagi masyarakat. Mendesak kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas dan instansi penegakan hukum untuk segera bertindak menegakkan hukum dan memberikan sangsi seadil-adilnya terhadap perusahaan perkebunan sawit, pertambangan dan proyek konservasi, termasuk proyek percontohan REDD+, yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan turunan lainnya.Mendesak kepada BAPPEDA Kabupaten Kapuas Melibatkan masyarakat berpartisipasi dalam pembahasan tata ruang daerah Kabupaten Kapuas.Mendesak kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas mengakui dan memfasilitasi pengembangan kapasitas Damang dan Mantir dalam pengurusan SKTA di tingkat masyarakat adat dan pengembangan kebijakan pengelolaan SKTA.

Demikian Surat Rekomendasi ini dibuat untuk diperhatikan, ditanggapi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.Surat Rekomendasi ini dibuat dan disepakati oleh peserta pertemuan, di Ruang Pertemuan Hotel Permata Inn, Kota Kuala Kapuas, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah, 9 Juli 2013.

Berita Pusaka, Edisi I Juli 2013

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

4