Upload
yuliusgulo
View
39
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Hubungan Antara Efikasi Diri Pada Tugas Akademik Dengan Kecemasan Berkomunikasi Interpersonal
Seorang mahasiswa yang ragu akan kemampuannya dalam
melaksanakan serangkaian tugas akademik, atau dengan kata lain memiliki
efikasi diri pada tugas akademik yang rendah akan mengurangi usahanya
atau mudah menyerah ketika menghadapi situasi yang sulit dan penuh
tantangan. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki efikasi diri pada tugas
akademik yang tinggi justru menyukai tantangan dan tidak suka melakukan
tugas–tugas akademik yang mudah. Seperti yang diungkapkan Watson dan
Tharp (1989) yang mengemukakan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan
khusus yang berkenaan dengan pelaksanaan suatu tugas tertentu bukan
keyakinan umum tentang diri sendiri.
Bandura (1997) mengemukakan bahwa teori kognitif sosial
memandang bahwa persepsi tentang efikasi diri berperan sebagai sebuah
mekanisme kognitif yang memungkinkan individu mengendalikan reaksi
terhadap tekanan. Apabila individu yakin bahwa individu tersebut mampu
menghadapi tekanan yang muncul dengan efektif, maka individu tersebut
tidak akan merasa cemas dan gelisah. Sebaliknya bila individu merasa tidak
dapat mengendalikan tekanan dari lingkungan yang dirasa mengancam
dirinya, individu tersebut akan menderita dan tertekan, akan cenderung
selalu memikirkan ketidakmampuannya dan melihat lingkungan sebagai
ancaman. Dengan demikian individu membuat dirinya merasa tertekan dan
tidak dapat berfungsi secara normal.
Efikasi mempunyai pengaruh terhadap keadaan emosi manusia. Salah
satu akibat yang ditimbulkan apabila efikasi diri rendah adalah suasana hati
atau mood yang negatif. Baron dan Byrne (1991) melakukan penelitian
terhadap sejumlah pasien–pasien yang sakit parah, menemukan bahwa
individu dengan efikasi diri rendah cenderung mempunyai perasaan depresi
dan perasaan tidak berdaya yang lebih besar dibandingkan dengan individu
dengan efikasi diri yang tinggi.
Beberapa penelitian serupa yang dilakukan oleh ahli–ahli lain (dalam
Litt, 1989) juga mendapatkan hasil yang kurang lebih sama, yaitu individu
yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung lebih dapat mentoleransi atau
menahan rasa sakit, stres dan situasi–situasi yang menimbulkan kecemasan
atau ketegangan daripada individu yang memiliki efikasi diri yang rendah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lauger, Janis dan Wolper
(Myers,1983) terhadap sejumlah pasien rumah sakit lebih sedikit
membutuhkan obat penghilang rasa sakit atau sedatif. Hal ini disebabkan
efikasi diri tersebut mengaktifkan produksi sejenis zat yang disebut opioid
yang dapat menghalangi jalannya transmisi rasa sakit sehingga individu
dapat befungsi lebih efektif. Baron dan Byrne (1991) berpendapat bila
individu memiliki keyakinan tentang kemampuannya dalam menghadapi
kecemasan tubuh akan menghasilkan obat yang alami dan aman yang dapat
menurunkan kecemasan dan meningkatkan prestasi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efikasi diri
berkaitan dengan kemampuan indivudu dalam menghadapi kecemasan,
termasuk di dalamnya kecemasan berkomunikasi interpersonal.
Banyak orang yang menganggap situasi berkomunikasi interpersonal
sebagai situasi yang sangat menegangkan sehingga pada saat dimulainya
suatu pembicaraan merupakan hal yang wajar apabila individu mengalami
kecemasan, reaksi dan strategi dalam menghadapi situasi yang
mencemaskan tersebut berbeda antar individu. Hal ini disebabkan tingkat
keyakinan terhadap kemampuan untuk berkomunikasi interpersonal dan
mengatasi kecemasan yang muncul pada tiap individu berbeda satu sama
lainnya. Keyakinan terhadap kemampuan individu bahwa dirinya cakap dan
mampu melakukan tindakan–tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan
disebut juga efikasi diri seperti yang sudah disebutkan dalam hasil penelitian
dan pendapat–pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas, tingkatan
dan kekuatan efikasi diri seorang individu akan meningkatkan usaha dan
daya tahannya dalam menghadapi situasi yang mencemaskan.
Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi, kecemasan yang muncul
pada saat ia harus berkomunikasi interpersonal dapat diatasi dan dikelola
bahkan dapat dijadikan pendorong usahanya untuk mendapatkan isyarat
tentang situasi komunikasi tersebut, sehingga individu dapat berkomunikasi
interpersonal dengan baik dan efektif. Selain itu karena merasa yakin
dengan kemampuaannya individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan
berusaha lebih keras dan bertahan lebih lama dalam menghadapi kesulitan–
kesulitan atau hambatan–hambatan yang mungkin muncul. Sebaliknya,
dalam menghadapi kesulitan, individu yang memiliki efikasi diri yang rendah
akan lebih mudah menyerah dalam menghadapi situasi yang menyebabkan
dirinya cemas sehingga pada akhirnya tidak dapat mencapai tujuan yang
diinginkannya.
Efikasi diri juga turut menentukan individu menghadapi kegagalan
dalam menjalankan usahanya. Bagi individu yang memiliki efikasi diri yang
tinggi, kegagalan dihubungkan dengan usahanya yang dilakukan pada saat
individu tersebut gagal, untuk berkomunikasi interpersonal dengan orang
lain tetap merasa yakin akan kemampuannya dan menganggap
kegagalannya tersebut disebabkan kurangnya usaha yang dilakukan.
Sehingga yang dilakukan untuk menghadapi situasi serupa di masa
mendatang adalah berusaha meningkatkan kemampuan dan usahanya
bukan menurunkan target atau tujuan yang diinginkan. Sebaliknya individu
yang memiliki efikasi diri yang rendah, apabila meghadapi kegagalan akan
cenderung untuk menurunkan tujuan mengurangi usahanya atau bahkan
menghindari situasi yang berkaitan dengan berkomunikasi interpersonal di
masa mendatang.
Bandura (1986) menduga bahwa sebenarnya kesuksesan dan
kegagalan dalam mencapai target atau tujuan yang telah ditetapkan individu
kurang mempengaruhi secara langsung terhadap pemilihan tindakan atau
usaha di masa mendatang, tapi ikut berperan dalam mempengaruhi
perasaan atau kepercayaan individu akan efikasi dirinya. Perasaan atau
kepercayaan terhadap efikasi diri individu yang akan berpengaruh kuat
secara langsung pada perilaku dan pemilihan tindakan yang diambil individu.
Efikasi diri berkaitan dengan keyakinan seseorang akan
kemampuannya untuk menangani tugas-tugas akademik secara efektif dan
melakukan tindakan yang diperlukan. Keberhasilan memungkinkan individu
membandingkan kemampuan pribadi dengan kemampuan orang lain
maupun kemampuan dirinya dalam menghadapi tugas serupa di masa lalu.
Ketika seseorang mendapati dirinya berhasil dalam melakukan komunikasi
interpesonal, berarti orang tersebut mempunyai cukup kemampuan untuk
berhadapan dengan situasi yang mengharuskannya berkomunikasi
interpersonal. Bila seseorang gagal dalam berkomunikasi interpersonal,
maka akan menilai negatif pada dirinya pada saat berhadapan dengan
situasi yang mengharuskan untuk berkomunikasi interpersonal.
59 Skema 2.1 Kerangka Berpikir E. Kajian Temuan Terdahulu Adapun kajian temuan terdahulu yang menyajikan data dan berhubungan dengan penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Kemandirian Belajar dengan Efikasi diri Siswa” adalah sebagai berikut : 1. Berg, Silbereisen, dan Vondracek (1997) menunjukkan ada hubungan yang positif antara separasi (kemandirian emosional) dengan Self-Efficacy (efikasi diri ) vokasional. Keyakinan atas kemampuannya untuk mengeksplorasi lingkungan di luar keluarga dan membuat pilihan-pilihan yang sesuai dirinya akan memberi dasar untuk merasa nyaman saat memisahkan diri secara emosional dengan orangtuanya. 2. Penelitian Maryati (2008) diperoleh rerata empiric tentang aspek Efikasi diri pada subjek penelitian yang tergolong tinggi ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) = 88,260 dan rerata hipotetik (RH) = 186. Rerata empiric (RE) kreativitas = 104,000. Kondisi ini dapat diartikan aspek-aspek yang ada pada variabel keyakinan diri yaitu: a) aspek keyakinan terhadap kemampuan mengahadapi situasi yang tidak menentu yang mengandung unsur kekaburan, tidak dapat diprediksikan, dan penuh tekanan, b) keyakinan terhadap kemampuan menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil, c) keyakinan Variabel X (efikasi diri) Variabel Y (Kemandirian Belajar)
60 mencapai target yang telah ditetapkan. Pada dasarnya sudah menjadi bagian dari karakter subjek dalam berperilaku. 3. Penelitian Hadi Warsito (2004) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan kausal yang positif dan signifikan antara self-efficacy (efikasi diri ) dengan penyesuaian akademik mahasiswa. Artinya bahwa seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan memiliki penyesuaian akademik yang tinggi juga, sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri rendah akan memiliki penyesuaian akademik rendah. 4. Hasil penelitian Indriani (2006) diketahui bahwa skor maksimal (ideal) untuk mata pelajaran Akuntansi siswa kelas XI-IPS adalah 6,5. Dari nilai hasil ulangan diketahui ada sebanyak 35 siswa (39,33%) yang mendapat nilai diatas skor ideal, sedangkan 54 siswa (60,67%) masih mendapatkan nilai dibawah 6,5 atau dibawah skor ideal. Dari 54 siswa yang mendapat nilai dibawah skor ideal tersebut dimungkinkan siswa tersebut memiliki kemandirian belajar yang relatif rendah. Hal ini disebabkan kebanyakan siswa menganggap bahwa setiap mata pelajaran relatif sulit, sehingga setiap tugas yang diberikan oleh guru tidak dikerjakan sendiri terlebih dahulu, tetapi kebanyakan dari mereka hanya mencontek pekerjaan dari temannya. 5. Data lain yang tentang kemandirian belajar remaja adalah hasil penelitian Nurrani (2009) yang menunjukkan bahwa secara umum siswa SMK memiliki tingkat kemandirian belajar yang tersebar pada setiap kategori pencapaian yaitu tinggi sekali 1.39 %, tinggi 38,2 %, sedang 41 %, rendah 17,4 % dan rendah sekali 2.08 %; dari data penelitian diketahui bahwa siswa SMK belum mencapai kemandirian belajar
61 yang optimal yakni 60.5 % sedangkan siswa yang telah mencapai kemandirian belajar secara optimal sebesar 39.6 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemandirian belajar siswa secara umum belum mencapai taraf optimal. Hasil temuan di atas merupakan salah satu bukti bahwa betapa pentingnya mengembangkan kemandirian belajar di sekolah dengan meningkatkan Efikasi diri siswa. Sehingga dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar siswa dapat mencapai prestasi dan memenuhi standar keberhasilan belajar yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pendidikan.
EFIKASI DIRI
Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowwledge yang
paling berpengaruh dalam kehudupan maanusia sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang
dimiliki ikut memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi.
A. PENGERTIAN EFIKASI DIRI
Bandura adalah tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (self-efficacy). Ia mendefenisikan
bahwa efikasi dirii adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan
tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.47 Sementara itu, Baron dan
Byrne (1991) mendefenisikanan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan
atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi
hambatan. Bandura dan Woods menjelaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan
kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. 48.
Meskipun Bandura menganggap bahwa efikasi diri terjadi pada suatu kemampuan fenomena
situasi khusus, para peneliti yang lain telah membedakan efikasi diri khusus dari efikasi diri
secara umum atau generalized self-efficacy.49 efikasi diri secara umum menggambarkan suatu
penilaian dari seberapa baik seseorang dapat melakukan suatu perbuatan pada situasi yang
beraneka ragam.
Efikasi diri secara umum berhubungan dengan dengan harga diri atau self-esteem karena
keduanya merupakan aspek dari penilaian dari yang berkaitan dengan kesuksesan atau kegagalan
seseorang sebagai seorang manusia.50 Meskipun demikian, keduanya juga memiliki perbedaan,
yaitu efikasi diri tidak mempunyai komponen penghargaan diri seperti self-esteem. Harga diri (
self-esteem) mungkin suatu sifat yang menyemarakkan; efikasi diri selalu situasi khusus dan hal
ini mendahului aksi dengan segera. Sebagai contoh, sesorang bisa memiliki efikasi diri secara
umum yang tinggi, dia mungkin menganggap dirinya sanggup dalam banyak situasi. – namun,
memiliki harga diri yang rendah karena dia percaya bahwa dia tidak memiliki nilai pokok pada
hal yang dikuasai.
Bandura (1997) mengatakan bahwa efikasi diri pada dasarnya adalah hasil proses kognitif
berupa keputusan, keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana individu memperkirakan
kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Menurut dia, efikasi diri tidak berkaitann dengan kecakapan
yang dimiliki, tapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal apa yang dapat dilakukan
dengan kecakapan yang ia miliki seberapa pun besarnya. Efikasi diri menekannkan pada
komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi yang akan datang
yang mengandung kekaburan, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan.
Meskipun efikasi diri memiliki suatu pengaruh sebab-musabab yang besar pada tindakan kita,
efikasi diri berkombinasi dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel-variabel
personal lainnya, terutama harapan terhadap hasil untuk menghasilkan perilaku. Efikasi diri akan
mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang. Gist dan Mitchell
mengatakan bahwa efikasi diri dapat membawa pada perilaku yang berbeda di antatara individu
dengan kemampuan yang sama kaena efikasi diri memengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan
masalah, dan kegigihan dalam berusaha (Judge dan Erez, 2001).
Seseorang dengan efikasi diri percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk
mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah
menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada
disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah cenderung mudah
menyerah. Sementara dengan orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras
untuk mengatasi tantangan yang ada. 51 Hal senada juga di ungkapkan oleh Gist, yang
menunjukkan bukti bahwa perasaan efikasi diri memainkan satu peran penting dalam mengatasi
memotivasi pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang menantang dalam kaitannya dengan
pencapaian tujuan tertentu.52
Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri memimpin kita untuk menentukan cita-cita yang
menantang dan tetap bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Lebih dari seratus
penelitian memperlihatkan bahwa efikasi diri meramalkan produktivitas pekerja.53 ketika
masalah-masalah muncul, perasaan efikasi diri yang kuat mendorong para pekerja untuk tetap
tenang dan mencari solusi daripada merenung ketidakmampuannya. Usaha dan kegigihan
menghasilkan prestasi.
Judge dkk, menganggap bahwa efikasi diri ini adalah indikator positif dari core self-evaluation
untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri (Judge dan Bono,2001).
Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau sel-knowledge yang paling
berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari karena efikasi diri yang dimiliki ikut
memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan, termasuk di dalamnya perkiraan terhadap tantangan yang akan dihadapi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri secara umum keyakinan
seseorang mengenai kemampuannya dalam mengatasi beraneka ragam situasi yang muncul
dalam hidupnya. Efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa aspek
dari kognisi dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, perilaku satu individu akan berbeda dengan
individu yang lain.
47. J. Feist, dan G.J Feist, “theories of Personality”, Fourth Edition, (Boston:Mcgraw-Hill Companies
Inc., 1998)
48. N.W Wulandari, “ Hubungan Antara Efikasi Diri dan Dukungan Sosial dengan Kepuasan Kerja”,
Skripsi, (Tidak diterbitkan), (Jogjakarta: Fakultas Psikologi UGM, 2000)
49. Chen dan Gully; Gist; Gist dan Mitchel dalam R.Hogan, & B.W Robbert, Personality Psychology:
in the Workplace, (Washington DC: American Psychology Association, 2001)
50. Locke dkk, dalam ibid.
B. PERKEMBANGAN EFIKASI DIRI
Efikasi diri merupakan unsur kepribadian yang berkembang melalui pengamatan-pengamatan
individu terhadap akibat-akibat tindakannya dalam situasi tertentu. Persepsi sesorang mengenai
dirinyanya dibentuk selama hidupnya melalui reward dan punishment dari orang-orang
disekitarnya. Unsur penguat (reward dan punishment) lama-kelamaan dihayati sehingga
terbentuk pengertian dan keyakinan mengenai kemampuan diri. Bandura (1997) mengatakan
bahwa persepsi terhadap efikasi diri setiap individu berkembang dari pencapaian secara
berangsur-angsur akan kemampuan dan pengalaman tertentu secara terus-menerus. Kemampuan
memersepsikan secara kognitif terhadap kemampuan yang dimiliki memunculkan keyakinan
atau kemantapan diri yang akan digunakan sebagai landasan bagi individu untuk berusaha
semaksimal mungkin mencapai target yang telah ditetapkan.
Menurut Bandura (1997) efikasi diri dapat ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber
informasi utama. Beriku ini adalah empat unsur-unsur informasi tersebut.
1. Pengalaman keberhasilan (mastery experience)
Sumber informasi ini memberikan pengaruh besar pada efikasi diri individu karena didasrkan
pada pengalaman-pengalaman pribadi individu secara nyata yang berupa keberhasilan dan
kegagalan. Pengalaman keberhasilan akan menaikkan efikasi diri individu, sedangkan
pengalaman kegagalan akan menurunkannya. Setelah efikasi diri yang kuat berkembang melalui
serangkaian keberhasilan, dampak negatif dari kegagalan-kegagalan yang umum akan
terkurangi. Bahkan kemudian kegagalan diatasi dengan usaha-usaha tertentu yang dapat
memperkuat motivasi diri apabila seseorang menemukan lewat pengalaman bahwa hambatan
tersulit pun dapat di atasi melalui usaha yang terus-menerus.
2. Pengalaman orang lain (vicarious experience)
Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding dalam
mengerjakan suatu tugas akan meningkatkan efikasi diri individu dalam mengerjakan tugas yang
sama. Begitu pula sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan menurunkan
penilaian individu mengenai kemampuannya dan individu akan mengurangi usaha yang akan
dilakukan. 54
3. Persuasi verbal (verbal persuasion)
Pada persuasi verbal, individu diarahkan dengan saran, nasihat, dan bimbingan sehingga dapat
meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan-kemampuan yang dimiliki yang dapat
membantu mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung
akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan. Menurut Bandura (1997),
pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar karena tidak memberikan suatu pengalaman yang
dapat langsung dialami atau diamati individu. Dalam kondisi yang menekan dan kegagalan terus-
menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan.
4. Kondisi fisiologis (psysiological state)
Individu akan mendasarkan informasi mengenai kondisi fisiologis mereka untuk menilai
kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi yang menekan dipandang individu sebagai suatu
tanda ketidakmampuan karena hal itu dapat melemahkan perfomansi kerja individu.
****
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa efikasi diri dapat ditumbuhkan dan
dipelajari melalui emapt sumber informasi utama, yaitu Pengalaman keberhasilan (mastery
experience, Pengalaman orang lain (vicarious experience), Persuasi verbal (verbal persuasion),
Kondisi fisiologis (psysiological state).
54. Brown dan Inouge dalam A. Bandura, Self-Efficacy: The Exercise of Control, (New York:
W.H.Freeman and Company,1997)
C. ASPEK-APEK EFIKASI DIRI
Menurut Bandura (1997), efikasi diri pada diri tiap individu akan berbeda antara satu individu
dengan yang lainnya berdasarkan tiga dimensi. Berikut adalah tiga dimensi tersebut.
1. Dimensi tingak level (level)
dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk
melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat
kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah,
sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan
yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat.
Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu
dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang di
rasakannya.
2. Dimensi kekuatan (strength)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu
mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-
pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu
tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang
menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tiggi
level taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.
3. Dimensi generalisasi (geneality)
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan
kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas
pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkain aktivitas dan situasi yang
bervariasi.
*******
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi, efikasi diri adalah tingkat
(level), dimensi kekuatan (strenght), dan dimensi generalisasi (generality).
Sumber Buku : Ghufron M. Nur & Risnawati Rini S. 2010. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media
Efikasi Diri (self-efficacy)
Efikasi diri (self-efficacy) pertama kali diperkenalkan oleh Albert Bandura (1986). Efikasi diri merupakan masalah kemampuan yang dirasakan individu untuk mengatasi situasi khusus sehubungan dengan penilaian atas kemampuan untuk melakukan satu tindakan yang ada hubungannya dengan tugas khusus atau situasi tertentu. Efikasi diri ini bersumber dari teori belajar sosial, yaitu menekankan hubungan kausal timbal balik antara faktor lingkungan dengan faktor personal yang saling berkaitan (Norwich, 1987).
Efikasi diri merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara atau mediator dalam interaksi antara faktor perilaku dan faktor lingkungan. Efikasi diri dapat menjadi penentu keberhasilan performansi dan pelaksanaan pekerjaan. Efikasi diri juga sangat mempengaruhi pola pikir, reaksi emosional, dalam membuat keputusan (Mujiadi, 2003). Meskipun demikian efikasi diri diyakini merupakan aspek prediktor dari kecakapan untuk sukses pada berbagai bentuk prestasi (Okech dan Harrington, 2002).
Pengertian Efikasi Diri
Menurut Albert Bandura (1986) efikasi diri adalah pertimbangan subyektif individu terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi. Efikasi diri tidak berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki
individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang dapat dilakukan dari apa yang dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki.
Konsep dasar teori efikasi diri adalah pada masalah adanya keyakinan bahwa pada setiap individu mempunyai kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan perilakunya. Dengan demikian efikasi diri merupakan masalah persepsi subyektif. Artinya efikasi diri tidak selalu menggambarkan kemampuan yang sebenarnya, tetapi terkait dengan keyakinan yang dimiliki individu (Bandura, 1986).
Brehm dan Kassin (1990) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan tindakan spesifik yang diperlukan untuk menghasilkan out come yang diinginkan dalam suatu situasi. Baron dan Byrne (1997) mendefinisikan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi suatu masalah.
Pengertian-pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa efikasi diri adalah penilaian yang berupa keyakinan subyektif individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas, mengatasi masalah, dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan hasil tertentu.
Sumber Efikasi Diri
Bandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari dan dikembangkan dari empat sumber informasi. Di mana pada dasarnya keempat hal tersebut adalah stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif (positive arousal) untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Hal ini mengacu pada kosep pemahaman bahwa pembangkitan positif dapat meningkatkan perasaan atas efikasi diri (Bandura, dalam Lazarus et.al., 1980). Adapun sumber-sumber efikasi diri tersebut:
Pertama. Enactive attainment and performance accomplishment (pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi), yaitu sumber ekspektasi efikasi diri yang penting, karena berdasar pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh suatu prestasi, akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap efikasi dirinya. Pengalaman keberha silan indidu ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan.
Kedua. Vicarious experience (pengalaman orang lain), yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat, terutama jika ia merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subyek belajarnya. Ia akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan ha l yang sama. Meningkatnya efikasi diri individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan efikasi diri ini akan menjadi efektif jika subyek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model.
Ketiga. Verbal persuasion (persuasi verbal), yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan tetapi efikasi diri yang tumbuh dengan metode ini biasanya tidak bertahan lama, apalagi kemudian indiv idu mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan.
Keempat. Physiological state and emotional arousal (keadaan fisiologis dan psikologis). Situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi efikasi diri. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari.
Empat hal tersebut dapat menjadi sar ana bagi tumbuh dan berkembangnya efikasi diri satu individu. Dengan kata lain efikasi diri dapat diupayakan untuk meningkat dengan membuat manipulasi melalui empat hal tersebut.
Komponen Efikasi Diri
Bandura (1986) mengungkapkan bahwa perbedaan efikasi diri pada setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu magnitude, strength dan generality. Masing-masing mempunyai implikasi penting di dalam performansi, yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama. Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia persepsikan dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku yang ia persepsikan di luar batas kemampuannya.
Kedua. Strength (kekuatan keyakinan), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalaman–pengalaman yang menunjang. Sebaliknya pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang.
Ketiga. Generality (generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku di mana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi.