of 25 /25
Hubungan Antara Efikasi Diri Pada Tugas Akademik Dengan Kecemasan Berkomunikasi Interpersonal Seorang mahasiswa yang ragu akan kemampuannya dalam melaksanakan serangkaian tugas akademik, atau dengan kata lain memiliki efikasi diri pada tugas akademik yang rendah akan mengurangi usahanya atau mudah menyerah ketika menghadapi situasi yang sulit dan penuh tantangan. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki efikasi diri pada tugas akademik yang tinggi justru menyukai tantangan dan tidak suka melakukan tugas–tugas akademik yang mudah. Seperti yang diungkapkan Watson dan Tharp (1989) yang mengemukakan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan khusus yang berkenaan dengan pelaksanaan suatu tugas tertentu bukan keyakinan umum tentang diri sendiri. Bandura (1997) mengemukakan bahwa teori kognitif sosial memandang bahwa persepsi tentang efikasi diri berperan sebagai sebuah mekanisme kognitif yang memungkinkan individu mengendalikan reaksi terhadap tekanan. Apabila individu yakin bahwa individu tersebut mampu menghadapi tekanan yang muncul dengan efektif, maka individu tersebut tidak akan merasa cemas dan gelisah. Sebaliknya bila individu merasa tidak dapat

EFIKASI DIRI

Embed Size (px)

Text of EFIKASI DIRI

Hubungan Antara Efikasi Diri Pada Tugas Akademik Dengan Kecemasan Berkomunikasi Interpersonal

Seorang mahasiswa yang ragu akan kemampuannya dalam melaksanakan serangkaian tugas akademik, atau dengan kata lain memiliki efikasi diri pada tugas akademik yang rendah akan mengurangi usahanya atau mudah menyerah ketika menghadapi situasi yang sulit dan penuh tantangan. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki efikasi diri pada tugas akademik yang tinggi justru menyukai tantangan dan tidak suka melakukan tugastugas akademik yang mudah. Seperti yang diungkapkan Watson dan Tharp (1989) yang mengemukakan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan khusus yang berkenaan dengan pelaksanaan suatu tugas tertentu bukan keyakinan umum tentang diri sendiri.Bandura (1997) mengemukakan bahwa teori kognitif sosial memandang bahwa persepsi tentang efikasi diri berperan sebagai sebuah mekanisme kognitif yang memungkinkan individu mengendalikan reaksi terhadap tekanan. Apabila individu yakin bahwa individu tersebut mampu menghadapi tekanan yang muncul dengan efektif, maka individu tersebut tidak akan merasa cemas dan gelisah. Sebaliknya bila individu merasa tidak dapat mengendalikan tekanan dari lingkungan yang dirasa mengancam dirinya, individu tersebut akan menderita dan tertekan, akan cenderung selalu memikirkan ketidakmampuannya dan melihat lingkungan sebagai ancaman. Dengan demikian individu membuat dirinya merasa tertekan dan tidak dapat berfungsi secara normal. Efikasi mempunyai pengaruh terhadap keadaan emosi manusia. Salah satu akibat yang ditimbulkan apabila efikasi diri rendah adalah suasana hati atau mood yang negatif. Baron dan Byrne (1991) melakukan penelitian terhadap sejumlah pasienpasien yang sakit parah, menemukan bahwa individu dengan efikasi diri rendah cenderung mempunyai perasaan depresi dan perasaan tidak berdaya yang lebih besar dibandingkan dengan individu dengan efikasi diri yang tinggi.Beberapa penelitian serupa yang dilakukan oleh ahliahli lain (dalam Litt, 1989) juga mendapatkan hasil yang kurang lebih sama, yaitu individu yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung lebih dapat mentoleransi atau menahan rasa sakit, stres dan situasisituasi yang menimbulkan kecemasan atau ketegangan daripada individu yang memiliki efikasi diri yang rendah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lauger, Janis dan Wolper (Myers,1983) terhadap sejumlah pasien rumah sakit lebih sedikit membutuhkan obat penghilang rasa sakit atau sedatif. Hal ini disebabkan efikasi diri tersebut mengaktifkan produksi sejenis zat yang disebut opioid yang dapat menghalangi jalannya transmisi rasa sakit sehingga individu dapat befungsi lebih efektif. Baron dan Byrne (1991) berpendapat bila individu memiliki keyakinan tentang kemampuannya dalam menghadapi kecemasan tubuh akan menghasilkan obat yang alami dan aman yang dapat menurunkan kecemasan dan meningkatkan prestasi. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efikasi diri berkaitan dengan kemampuan indivudu dalam menghadapi kecemasan, termasuk di dalamnya kecemasan berkomunikasi interpersonal.Banyak orang yang menganggap situasi berkomunikasi interpersonal sebagai situasi yang sangat menegangkan sehingga pada saat dimulainya suatu pembicaraan merupakan hal yang wajar apabila individu mengalami kecemasan, reaksi dan strategi dalam menghadapi situasi yang mencemaskan tersebut berbeda antar individu. Hal ini disebabkan tingkat keyakinan terhadap kemampuan untuk berkomunikasi interpersonal dan mengatasi kecemasan yang muncul pada tiap individu berbeda satu sama lainnya. Keyakinan terhadap kemampuan individu bahwa dirinya cakap dan mampu melakukan tindakantindakan yang tepat untuk mencapai tujuan disebut juga efikasi diri seperti yang sudah disebutkan dalam hasil penelitian dan pendapatpendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas, tingkatan dan kekuatan efikasi diri seorang individu akan meningkatkan usaha dan daya tahannya dalam menghadapi situasi yang mencemaskan. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi, kecemasan yang muncul pada saat ia harus berkomunikasi interpersonal dapat diatasi dan dikelola bahkan dapat dijadikan pendorong usahanya untuk mendapatkan isyarat tentang situasi komunikasi tersebut, sehingga individu dapat berkomunikasi interpersonal dengan baik dan efektif. Selain itu karena merasa yakin dengan kemampuaannya individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan berusaha lebih keras dan bertahan lebih lama dalam menghadapi kesulitankesulitan atau hambatanhambatan yang mungkin muncul. Sebaliknya, dalam menghadapi kesulitan, individu yang memiliki efikasi diri yang rendah akan lebih mudah menyerah dalam menghadapi situasi yang menyebabkan dirinya cemas sehingga pada akhirnya tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Efikasi diri juga turut menentukan individu menghadapi kegagalan dalam menjalankan usahanya. Bagi individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi, kegagalan dihubungkan dengan usahanya yang dilakukan pada saat individu tersebut gagal, untuk berkomunikasi interpersonal dengan orang lain tetap merasa yakin akan kemampuannya dan menganggap kegagalannya tersebut disebabkan kurangnya usaha yang dilakukan. Sehingga yang dilakukan untuk menghadapi situasi serupa di masa mendatang adalah berusaha meningkatkan kemampuan dan usahanya bukan menurunkan target atau tujuan yang diinginkan. Sebaliknya individu yang memiliki efikasi diri yang rendah, apabila meghadapi kegagalan akan cenderung untuk menurunkan tujuan mengurangi usahanya atau bahkan menghindari situasi yang berkaitan dengan berkomunikasi interpersonal di masa mendatang.Bandura (1986) menduga bahwa sebenarnya kesuksesan dan kegagalan dalam mencapai target atau tujuan yang telah ditetapkan individu kurang mempengaruhi secara langsung terhadap pemilihan tindakan atau usaha di masa mendatang, tapi ikut berperan dalam mempengaruhi perasaan atau kepercayaan individu akan efikasi dirinya. Perasaan atau kepercayaan terhadap efikasi diri individu yang akan berpengaruh kuat secara langsung pada perilaku dan pemilihan tindakan yang diambil individu.Efikasi diri berkaitan dengan keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk menangani tugas-tugas akademik secara efektif dan melakukan tindakan yang diperlukan. Keberhasilan memungkinkan individu membandingkan kemampuan pribadi dengan kemampuan orang lain maupun kemampuan dirinya dalam menghadapi tugas serupa di masa lalu. Ketika seseorang mendapati dirinya berhasil dalam melakukan komunikasi interpesonal, berarti orang tersebut mempunyai cukup kemampuan untuk berhadapan dengan situasi yang mengharuskannya berkomunikasi interpersonal. Bila seseorang gagal dalam berkomunikasi interpersonal, maka akan menilai negatif pada dirinya pada saat berhadapan dengan situasi yang mengharuskan untuk berkomunikasi interpersonal. 59 Skema 2.1 Kerangka Berpikir E. Kajian Temuan Terdahulu Adapun kajian temuan terdahulu yang menyajikan data dan berhubungan dengan penelitian yang berjudul Hubungan Antara Kemandirian Belajar dengan Efikasi diri Siswa adalah sebagai berikut : 1. Berg, Silbereisen, dan Vondracek (1997) menunjukkan ada hubungan yang positif antara separasi (kemandirian emosional) dengan Self-Efficacy(efikasi diri ) vokasional. Keyakinan atas kemampuannya untuk mengeksplorasi lingkungan di luar keluarga dan membuat pilihan-pilihan yang sesuai dirinya akan memberi dasar untuk merasa nyaman saat memisahkan diri secara emosional dengan orangtuanya. 2. Penelitian Maryati (2008) diperoleh rerata empiric tentang aspek Efikasi diri pada subjek penelitian yang tergolong tinggi ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) = 88,260 dan rerata hipotetik (RH) = 186. Rerata empiric (RE) kreativitas = 104,000. Kondisi ini dapat diartikan aspek-aspek yang ada pada variabel keyakinan diri yaitu: a) aspek keyakinan terhadap kemampuan mengahadapi situasi yang tidak menentu yang mengandung unsur kekaburan, tidak dapat diprediksikan, dan penuh tekanan, b) keyakinan terhadap kemampuan menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil, c) keyakinan Variabel X (efikasi diri) Variabel Y (Kemandirian Belajar)

60 mencapai target yang telah ditetapkan. Pada dasarnya sudah menjadi bagian dari karakter subjek dalam berperilaku. 3. Penelitian Hadi Warsito (2004) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan kausal yang positif dan signifikan antara self-efficacy (efikasi diri ) dengan penyesuaian akademik mahasiswa. Artinya bahwa seseorang yang memiliki efikasidiri yang tinggi akan memiliki penyesuaian akademik yang tinggi juga, sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri rendah akan memiliki penyesuaian akademik rendah. 4. Hasil penelitian Indriani (2006) diketahui bahwa skor maksimal (ideal) untuk mata pelajaran Akuntansisiswa kelas XI-IPS adalah 6,5. Dari nilai hasil ulangan diketahui ada sebanyak 35siswa (39,33%) yang mendapat nilai diatas skor ideal, sedangkan 54 siswa (60,67%) masih mendapatkan nilai dibawah 6,5 atau dibawah skor ideal. Dari 54 siswa yang mendapat nilai dibawah skor idealtersebut dimungkinkan siswa tersebut memiliki kemandirian belajar yang relatifrendah. Hal ini disebabkan kebanyakan siswa menganggap bahwa setiap mata pelajaran relatifsulit, sehingga setiap tugas yang diberikanoleh guru tidak dikerjakan sendiri terlebih dahulu, tetapi kebanyakan dari merekahanya mencontek pekerjaan dari temannya. 5. Data lain yang tentang kemandirian belajar remaja adalah hasil penelitian Nurrani (2009) yang menunjukkan bahwa secara umum siswa SMK memiliki tingkat kemandirian belajar yang tersebar pada setiap kategori pencapaian yaitu tinggi sekali 1.39 %, tinggi 38,2 %, sedang 41 %, rendah 17,4 % dan rendah sekali 2.08 %; dari data penelitian diketahui bahwa siswa SMK belum mencapai kemandirian belajar

61 yang optimal yakni 60.5 % sedangkan siswa yang telah mencapai kemandirian belajar secara optimal sebesar 39.6 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemandirian belajar siswa secara umum belum mencapai taraf optimal. Hasil temuan di atas merupakan salah satu bukti bahwa betapa pentingnya mengembangkan kemandirian belajar di sekolah dengan meningkatkan Efikasi diri siswa. Sehingga dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar siswa dapat mencapai prestasi dan memenuhi standar keberhasilan belajar yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pendidikan.

EFIKASI DIRIEfikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowwledge yang paling berpengaruh dalam kehudupan maanusia sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi.

A. PENGERTIAN EFIKASI DIRIBandura adalah tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (self-efficacy). Ia mendefenisikan bahwa efikasi dirii adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.47 Sementara itu, Baron dan Byrne (1991) mendefenisikanan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura dan Woods menjelaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. 48.Meskipun Bandura menganggap bahwa efikasi diri terjadi pada suatu kemampuan fenomena situasi khusus, para peneliti yang lain telah membedakan efikasi diri khusus dari efikasi diri secara umum atau generalized self-efficacy.49 efikasi diri secara umum menggambarkan suatu penilaian dari seberapa baik seseorang dapat melakukan suatu perbuatan pada situasi yang beraneka ragam.Efikasi diri secara umum berhubungan dengan dengan harga diri atau self-esteem karena keduanya merupakan aspek dari penilaian dari yang berkaitan dengan kesuksesan atau kegagalan seseorang sebagai seorang manusia.50 Meskipun demikian, keduanya juga memiliki perbedaan, yaitu efikasi diri tidak mempunyai komponen penghargaan diri seperti self-esteem. Harga diri ( self-esteem) mungkin suatu sifat yang menyemarakkan; efikasi diri selalu situasi khusus dan hal ini mendahului aksi dengan segera. Sebagai contoh, sesorang bisa memiliki efikasi diri secara umum yang tinggi, dia mungkin menganggap dirinya sanggup dalam banyak situasi. namun, memiliki harga diri yang rendah karena dia percaya bahwa dia tidak memiliki nilai pokok pada hal yang dikuasai. Bandura (1997) mengatakan bahwa efikasi diri pada dasarnya adalah hasil proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut dia, efikasi diri tidak berkaitann dengan kecakapan yang dimiliki, tapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal apa yang dapat dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa pun besarnya. Efikasi diri menekannkan pada komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi yang akan datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan. Meskipun efikasi diri memiliki suatu pengaruh sebab-musabab yang besar pada tindakan kita, efikasi diri berkombinasi dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel-variabel personal lainnya, terutama harapan terhadap hasil untuk menghasilkan perilaku. Efikasi diri akan mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang. Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi diri dapat membawa pada perilaku yang berbeda di antatara individu dengan kemampuan yang sama kaena efikasi diri memengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah, dan kegigihan dalam berusaha (Judge dan Erez, 2001).Seseorang dengan efikasi diri percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah cenderung mudah menyerah. Sementara dengan orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi tantangan yang ada. 51 Hal senada juga di ungkapkan oleh Gist, yang menunjukkan bukti bahwa perasaan efikasi diri memainkan satu peran penting dalam mengatasi memotivasi pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang menantang dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan tertentu.52 Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri memimpin kita untuk menentukan cita-cita yang menantang dan tetap bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Lebih dari seratus penelitian memperlihatkan bahwa efikasi diri meramalkan produktivitas pekerja.53 ketika masalah-masalah muncul, perasaan efikasi diri yang kuat mendorong para pekerja untuk tetap tenang dan mencari solusi daripada merenung ketidakmampuannya. Usaha dan kegigihan menghasilkan prestasi.Judge dkk, menganggap bahwa efikasi diri ini adalah indikator positif dari core self-evaluation untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri (Judge dan Bono,2001). Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau sel-knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari karena efikasi diri yang dimiliki ikut memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya perkiraan terhadap tantangan yang akan dihadapi.Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri secara umum keyakinan seseorang mengenai kemampuannya dalam mengatasi beraneka ragam situasi yang muncul dalam hidupnya. Efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, perilaku satu individu akan berbeda dengan individu yang lain.

47. J. Feist, dan G.J Feist, theories of Personality, Fourth Edition, (Boston:Mcgraw-Hill Companies Inc., 1998)48. N.W Wulandari, Hubungan Antara Efikasi Diri dan Dukungan Sosial dengan Kepuasan Kerja, Skripsi, (Tidak diterbitkan), (Jogjakarta: Fakultas Psikologi UGM, 2000)49. Chen dan Gully; Gist; Gist dan Mitchel dalam R.Hogan, & B.W Robbert, Personality Psychology: in the Workplace, (Washington DC: American Psychology Association, 2001)50. Locke dkk, dalam ibid.

B. PERKEMBANGAN EFIKASI DIRIEfikasi diri merupakan unsur kepribadian yang berkembang melalui pengamatan-pengamatan individu terhadap akibat-akibat tindakannya dalam situasi tertentu. Persepsi sesorang mengenai dirinyanya dibentuk selama hidupnya melalui reward dan punishment dari orang-orang disekitarnya. Unsur penguat (reward dan punishment) lama-kelamaan dihayati sehingga terbentuk pengertian dan keyakinan mengenai kemampuan diri. Bandura (1997) mengatakan bahwa persepsi terhadap efikasi diri setiap individu berkembang dari pencapaian secara berangsur-angsur akan kemampuan dan pengalaman tertentu secara terus-menerus. Kemampuan memersepsikan secara kognitif terhadap kemampuan yang dimiliki memunculkan keyakinan atau kemantapan diri yang akan digunakan sebagai landasan bagi individu untuk berusaha semaksimal mungkin mencapai target yang telah ditetapkan.Menurut Bandura (1997) efikasi diri dapat ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber informasi utama. Beriku ini adalah empat unsur-unsur informasi tersebut.1. Pengalaman keberhasilan (mastery experience)Sumber informasi ini memberikan pengaruh besar pada efikasi diri individu karena didasrkan pada pengalaman-pengalaman pribadi individu secara nyata yang berupa keberhasilan dan kegagalan. Pengalaman keberhasilan akan menaikkan efikasi diri individu, sedangkan pengalaman kegagalan akan menurunkannya. Setelah efikasi diri yang kuat berkembang melalui serangkaian keberhasilan, dampak negatif dari kegagalan-kegagalan yang umum akan terkurangi. Bahkan kemudian kegagalan diatasi dengan usaha-usaha tertentu yang dapat memperkuat motivasi diri apabila seseorang menemukan lewat pengalaman bahwa hambatan tersulit pun dapat di atasi melalui usaha yang terus-menerus.

2. Pengalaman orang lain (vicarious experience)Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding dalam mengerjakan suatu tugas akan meningkatkan efikasi diri individu dalam mengerjakan tugas yang sama. Begitu pula sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan menurunkan penilaian individu mengenai kemampuannya dan individu akan mengurangi usaha yang akan dilakukan. 54

3. Persuasi verbal (verbal persuasion)Pada persuasi verbal, individu diarahkan dengan saran, nasihat, dan bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan-kemampuan yang dimiliki yang dapat membantu mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan. Menurut Bandura (1997), pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar karena tidak memberikan suatu pengalaman yang dapat langsung dialami atau diamati individu. Dalam kondisi yang menekan dan kegagalan terus-menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan.

4. Kondisi fisiologis (psysiological state)Individu akan mendasarkan informasi mengenai kondisi fisiologis mereka untuk menilai kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi yang menekan dipandang individu sebagai suatu tanda ketidakmampuan karena hal itu dapat melemahkan perfomansi kerja individu.****

Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa efikasi diri dapat ditumbuhkan dan dipelajari melalui emapt sumber informasi utama, yaitu Pengalaman keberhasilan (mastery experience, Pengalaman orang lain (vicarious experience), Persuasi verbal (verbal persuasion), Kondisi fisiologis (psysiological state).

54. Brown dan Inouge dalam A. Bandura, Self-Efficacy: The Exercise of Control, (New York: W.H.Freeman and Company,1997)

C. ASPEK-APEK EFIKASI DIRIMenurut Bandura (1997), efikasi diri pada diri tiap individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga dimensi. Berikut adalah tiga dimensi tersebut.1. Dimensi tingak level (level)dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang di rasakannya.

2. Dimensi kekuatan (strength)Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tiggi level taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

3. Dimensi generalisasi (geneality)Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkain aktivitas dan situasi yang bervariasi.*******Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi, efikasi diri adalah tingkat (level), dimensi kekuatan (strenght), dan dimensi generalisasi (generality).

Sumber Buku : Ghufron M. Nur & Risnawati Rini S. 2010. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Efikasi Diri (self-efficacy)Efikasi diri (self-efficacy) pertama kali diperkenalkan oleh Albert Bandura (1986). Efikasi diri merupakan masalah kemampuan yang dirasakan individu untuk mengatasi situasi khusus sehubungan dengan penilaian atas kemampuan untuk melakukan satu tindakan yang ada hubungannya dengan tugas khusus atau situasi tertentu. Efikasi diri ini bersumber dari teori belajar sosial, yaitu menekankan hubungan kausal timbal balik antara faktor lingkungan dengan faktor personal yang saling berkaitan (Norwich, 1987).Efikasi diri merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara atau mediator dalam interaksi antara faktor perilaku dan faktor lingkungan. Efikasi diri dapat menjadi penentu keberhasilan performansi dan pelaksanaan pekerjaan. Efikasi diri juga sangat mempengaruhi pola pikir, reaksi emosional, dalam membuat keputusan (Mujiadi, 2003). Meskipun demikian efikasi diri diyakini merupakan aspek prediktor dari kecakapan untuk sukses pada berbagai bentuk prestasi (Okech dan Harrington, 2002).Pengertian Efikasi DiriMenurut Albert Bandura (1986) efikasi diri adalah pertimbangan subyektif individu terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi. Efikasi diri tidak berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa yang dapat dilakukan dari apa yang dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecakapan yang dimiliki.Konsep dasar teori efikasi diri adalah pada masalah adanya keyakinan bahwa pada setiap individu mempunyai kemampuan mengontrol pikiran, perasaan dan perilakunya. Dengan demikian efikasi diri merupakan masalah persepsi subyektif. Artinya efikasi diri tidak selalu menggambarkan kemampuan yang sebenarnya, tetapi terkait dengan keyakinan yang dimiliki individu (Bandura, 1986).Brehm dan Kassin (1990) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan tindakan spesifik yang diperlukan untuk menghasilkan out come yang diinginkan dalam suatu situasi. Baron dan Byrne (1997) mendefinisikan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi suatu masalah.Pengertian-pengertian tersebut memberikan pemahaman bahwa efikasi diri adalah penilaian yang berupa keyakinan subyektif individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas, mengatasi masalah, dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan hasil tertentu.Sumber Efikasi DiriBandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari dan dikembangkan dari empat sumber informasi. Di mana pada dasarnya keempat hal tersebut adalah stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif (positive arousal) untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Hal ini mengacu pada kosep pemahaman bahwa pembangkitan positif dapat meningkatkan perasaan atas efikasi diri (Bandura, dalam Lazarus et.al., 1980). Adapun sumber-sumber efikasi diri tersebut:Pertama. Enactive attainment and performance accomplishment (pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi), yaitu sumber ekspektasi efikasi diri yang penting, karena berdasar pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh suatu prestasi, akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap efikasi dirinya. Pengalaman keberha silan indidu ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan.Kedua. Vicarious experience (pengalaman orang lain), yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat, terutama jika ia merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subyek belajarnya. Ia akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan ha l yang sama. Meningkatnya efikasi diri individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan efikasi diri ini akan menjadi efektif jika subyek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model.Ketiga. Verbal persuasion (persuasi verbal), yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan tetapi efikasi diri yang tumbuh dengan metode ini biasanya tidak bertahan lama, apalagi kemudian indiv idu mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan.Keempat. Physiological state and emotional arousal (keadaan fisiologis dan psikologis). Situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi efikasi diri. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari.Empat hal tersebut dapat menjadi sar ana bagi tumbuh dan berkembangnya efikasi diri satu individu. Dengan kata lain efikasi diri dapat diupayakan untuk meningkat dengan membuat manipulasi melalui empat hal tersebut.Komponen Efikasi DiriBandura (1986) mengungkapkan bahwa perbedaan efikasi diri pada setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu magnitude, strength dan generality. Masing-masing mempunyai implikasi penting di dalam performansi, yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:Pertama. Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia persepsikan dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku yang ia persepsikan di luar batas kemampuannya.Kedua. Strength (kekuatan keyakinan), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalamanpengalaman yang menunjang. Sebaliknya pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang.Ketiga. Generality (generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku di mana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi.