Upload
4ns3lmus
View
77
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB. I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanegaraman hayati
yang sangat tinggi berupa flora, fauna, keindahan bentang alam, keunikan dan
keaslian budaya tradisional, sumber daya alam yang berlimpah, baik di daratan,
maupun di perairan. Semua potensi tersebut mempunyai peranan yang sangat penting
bagi pengembangan pariwisata, khususnya wisata alam.
Pariwisata diakui sebagai industri terbesar yang pernah ada hingga saat ini
didunia, tidak ada industri yang begitu kompleks dengan melibatkan banyak pihak
dan aspek serta memiliki omset sebesar industri ini. Ekowisata dimulai ketika
dirasakan adanya dampak negative pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak
negative ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi
juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri.
Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak
terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang
mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat, serta
banyak lagi efek negative lainnya. Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara
membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah
lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun
memberikan dampak negative kepada lingkungan mulai dikurangi. Seiring dengan
perkembangan zaman yang disertai pula dengan bangkitnya kesadaran dan
2
kepedulian akan kelestarian lingkungan yang menjadi objek wisata alam, maka mulai
muncullah pemikiran dan gagasan untuk mengadakan kegiatan pariwisata yang
berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek-aspek:
1. Konservasi alam
2. Sosial (pemberdayaan sumber daya manusia)
3. Budaya
4. Ekonomi - masyarakat local
5. Pembelajaran dan pendidikan
Perkembangan ekowisata Indonesia saat ini tidak sebanding dengan potensi
wisata sumber daya alam yang besar, mengingat keanekaragaman hayati Indonesia
yang sangat kaya. Menurut Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam, Koes Saparjadi, dalam sambutannya pada acara penandatanganan kerjasama
antara Departemen Kehutanan (Dephut) dengan ASITA (Association of Indonesian
Tour and Travel Agency), upaya “menjual” taman nasional, taman suaka alam, taman
buru dan suaka margasatwa yang semuanya dikelola Dephut, terkendala fasilitas
perhubungan. Hal tersebut terjadi akibat belum adanya pemahaman akan fungsi dan
potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan sebagai sumber pemasukan
negara dari sektor ekowisata, mengingat ekowisata memang bukan wisata massal,
melainkan wisata eksklusif. (Nasution, 2012).
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan peninggalan sejarah, seni
dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik pariwisata dunia. Ahli biokonservasi
memprediksi bahwa Indonesia yang tergolong negara Megadiversity dalam hal
3
keaneka ragaman hayati akan mampu menggeser Brasil sebagai negara tertinggi akan
keaneka jenis, jika para ahli biokonservasi terus giat melakukan pengkajian ilmiah
terhadap kawasan yang belum tersentuh. Bayangkan saja bahwa Indonesia memiliki
10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16%
reptilia and amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga, walaupun luas
daratan Indonesia hanya 1,32% seluruh luas daratan yang ada di dunia (BAPPENAS,
1993).
Di dunia hewan, Indonesia juga memiliki kedudukan yang istimewa di dunia.
Dari 500-600 jenis mamalia besar (36% endemik), 35 jenis primata (25% endemik),
78 jenis paruh bengkok (40% endemik) dan 121 jenis kupu-kupu (44% endemik)
(McNeely et.al. 1990, Supriatna 1996). Sekitar 59% dari luas daratan Indonesia
merupakan hutan hujan tropis atau sekitar 10% dari luas hutan yang ada di dunia
(Stone, 1994). Sekitar 100 juta hektar diantaranya diklasifikasikan sebagai hutan
lindung, yang 18,7 juta hektarnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Namun Demikian sampai saat ini kita harus menanggung beban berat sebagai
negara terkaya keaneka ragaman hayati di kawasan yang sangat sensitif, karena biota
Indonesia tersebar di lebih dari 17,000 pulau. Oleh karena itu bukan saja jumlah
populasi setiap individu tidak besar tetapi juga distribusinya sangat terbatas. Ini harus
disadari oleh pemerintah, sehingga Indonesia harus merumuskan suatu kebijakan dan
membuat pendekatan yang berbeda di dalam pengembangan sistem pemanfaatan
keaneka ragaman hayatinya, terutama kebijakan dalam pengembangan pariwisata
yang secara langsung memanfaatkan sumber daya alam sebagai aset. Pengembangan
4
sumber daya alam yang non-ekstraktif, non-konsumtif dan berkelanjutan perlu
diprioritaskan dan dalam bidang Pariwisata pengembangan seperti ekowisata harus
menjadi pilihan utama.
Provinsi Maluku disebut-sebut sebagai Provinsi Kepulauan dengan luas
wilayah 712.480 km², terdiri dari 92,4 % luas perairan (658.295 km²) dan 7,6 % luas
daratan (54.185 km²). Pulau-pulau besar hanya empat buah masing-masing : Pulau
Seram dengan luas 18.625 km2, pulau Buru dengan luas 9.000 km2, Pulau Yamdena
dengan luas 5.085 km2, dan Pulau Wetar dengan luas 3.624 km2. Hal ini
membuktikan bahwa sekitar 32,94 % luas daratan merupakan total luasan 1426 pulau
kecil yang ada di Provinsi ini. Dari 1430 buah pulau di Provinsi Maluku, secara fisik
terdapat potensi garis pantai 11.098,34 Km.(Abrahamsz, 2007)
Gambaran potensi wisata diberikan sesuai dengan distribusi kawasan wisata
bahari baik yang sementara dikembangkan maupun yang direncanakan secara
keruangan. Secara spasial distribusi kawasan wisata bahari di Maluku bervariasi
sesuai potensi wilayahnya. Pengembangan wisata bahari tidak lepas dari
pengembangan wisata pantai pada kawasan pulau-pulau kecil dengan potensi pantai
pasir putih. (Abrahamsz, 2007)
1.2. Pengertian Ekowisata
Secara konseptual, ekowisata dapat didefenisikan sebagai suatu konsep
pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-
upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi
5
masyarakat dalam pengelolaan yang konservatif, sehingga memberikan manfaat
ekonomi kepada masyarakat setempat (Dirjen Parawisata, 1995). Ekowisata sebagai
suatu kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami
atau daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk
menikmati keindahannya juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan
dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam serta peningkatan pendapatan
masyarakat setempat sekitar daerah tujuan ekowisata.
Sementara itu, Suhandi (2001) mengatakan bahwa ditinjau dari segi
pengelolaannya, ekowisata dapat didefenisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan
wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang
dibuat berdasarkan keindahan alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang
mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup RI mendefinisikan Ekowisata
sebagai wisata dalam bentuk perjalanan ke tempat-tempat di alam terbuka yang relatif
belum terjamah atau tercemar dengan tujuan khusus untuk mempelajari, mengagumi
dan menikmati pemandangan dengan tumbuh-tumbuhan serta satwa liarnya
(termasuk potensi kawasan berupa ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam,
kekhasan jenis tumbuhan dan satwa liar) juga semua manifestasi kebudayaan yang
ada (termasuk tatanan lingkungan sosial budaya), baik dari masa lampau maupun
masa kini di tempat-tempat tersebut dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Suhandi (2001) berpendapat
6
bahwa Ekowisata bukan dikategorikan sebagai wisata petualangan, tetapi merupakan
wisata yang tidak murah, memberikan pengalaman lebih, berwawasan ekologi dan
berkelanjutan. Menurut The International Ecotourism Society (TIES), ekowisata
adalah kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan
memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor usaha ekonomi,
yangmempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk
lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan (TIES,2006).
1.3.Tujuan Ekowisata Indonesia
Tujuan Ekowisata Indonesia Menurut Dirjen Pariwisata seni dan budaya (1999)
adalah untuk
(1) Mewujudkan penyelenggaraan wisata yang bertanggung jawab, yang mendukung
upaya-upaya pelestarian lingkungan alam, peninggalan sejarah dan budaya;
(2) Meningkatkan partisipasi masyararakat dan memberikan manfaat ekonomi
kepada masyarakat setempat;
(3) Menjadi model bagi pengembangan pariwisata lainnya, melalui penerapan kaidah-
kaidah ekowisata.
7
BAB. II. POTENSI EKOWISATA
2.1. Potensi Ekowisata Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati
yang sangat tinggi, yang berupa sumber daya alam yang berlimpah, baik di daratan,
udara maupun di perairan. Beberapa lembaga yang eksis dalam bidang konservasi
lingkungan mencatat sekitar 25.000 jenis (spesies) tumbuhan berbunga dan berbiji
terdapat di hutan alam yang tersebar di seluruh Indonesia. Indonesia yang juga
menduduki peringkat kedua di dunia dalam hal keanekaragaman hayati, menjadi
peluang sekaligus tantangan tersendiri untuk mengembangkan ekowisata secara
serius. Belum lagi kekayaan dibawah laut. Dua pertiga wilayah Indonesia yang
berupa perairan memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan berjuta hektar taman laut.
Disamping alam, flora dan fauna di kepulauan tersebut sangat khas dan tidak dimiliki
oleh negara lain. Karena itulah Indonesia juga memiliki prospek yang cerah untuk
pengembangan ekowisata bahari.
Sementara adat istiadat yang dimiliki Indonesia seperti diketahui bersama
sangat beragam. Setiap daerah memiliki kebiasaan sendiri-sendiri baik dalam
menjalankan kehidupan sendiri, maupun dalam mengelola sumber daya alam yang
ada. Untuk itu dengan beberapa definisi tentang ekowisata, Indonesia mempunyai
potensi yang sangat besar untuk pengembangan ekowisata. Namun sejauh ini, potensi
tersebut belum tertangani secara serius. Seperti pendapat Francis Lee (President of
Rafles Marine Singapore Ltd.), yang telah menyelesaikan ekspedisi laut The Marine
Parks Of Indonesia pada bulan Januari-Maret 2000. Ia menilai Indonesia memiliki
8
potensi wisata laut yang indah. Namun selama ini potensi tersebut belum banyak
digarap dan diketahui masyarakat internasional. Secara umum Potensi objek kegiatan
ekowisata tidak jauh berbeda dari kegiatan wisata alam biasa, bedanya karena ia
memiliki nilai-nilai moral dan tanggung jawab yang tinggi terhadap objek wisatanya.
Berikut adalah beberapa kegiatan dari ekowisata di Indonesia:
Wisata pemandangan:
Objek-objek alam (pantai, air terjun, terumbu karang dan seterusnya) Flora (hutan, tumbuhan langka, tumbuhan obat-obatan dan seterusnya) Fauna (hewan langka dan endemik dan seterusnya) Perkebunan (teh, kopi dan seterus nya) Dan seterusnya
Gambar.1. Potensi ekowisata pantai, flora dan fauna endemik di Indonesia
Wisata petualangan:
Kegiatan alam bebas (lintas alam, surfing dan lain-lain) Ekstrim (mendaki gunung, paralayang dan lain-lain) Berburu (babi hutan dan lain-lain) Dan seterusnya
9
Gambar.2. Ekowisata Petualangan
Wisata kebudayaan dan sejarah:
Suku terasing (orang rimba, badui dan seterusnya) Kerajinan tangan (batik, ukiran dan seterusnya) Peninggalan bersejarah (candi, batu bertulis, benteng kolonial dan
seterusnya) Dan seterusnya
Gambar.3. Wanita dari suku dayak
Wisata penelitian:
Pendataan spesies (serangga, mamalia dan seterusnya) Pendataan kerusakan alam (lahan gundul, pencemaran tanah dan
seterusnya) Konservasi (reboisasi, lokalisasi pencemaran dan seterusnya) Dan seterusnya
10
Wisata sosial, konservasi dan pendidikan:
Pembangunan fasilitas umum di dekat objek ekowisata (pembuatan sarana komunikasi, kesehatan dan seterusnya)
Reboisasi lahan-lahan gundul dan pengembang biakan hewan langka Pendidikan dan pengembangan sumber daya masyarakat di dekat
objek ekowisata (pendidikan bahasa asing, sikap dan seterusnya) Dan seterusnya
Gambar.4. Ekowisata Pendidikan dan Konservasi
2.2. Potensi Ekowisata di Maluku
Gambaran potensi wisata diberikan sesuai dengan distribusi kawasan wisata
bahari baik yang sementara dikembangkan maupun yang direncanakan secara
keruangan. Secara spasial distribusi kawasan wisata bahari di Maluku bervariasi
sesuai potensi wilayahnya. Pengembangan wisata bahari tidak lepas dari
pengembangan wisata pantai pada kawasan pulau-pulau kecil dengan potensi pantai
pasir putih.
Potensi lain seperti kawasan terumbu karang yang mendukung wisata selam
sekaligus dapat dikembangkan wisata ilmiah karena temuan-temuan karakteristik
wilayah yang agak berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Disamping itu,
11
kawasan terumbu di sekitar pulau-pulau kecil juga berpotensi untuk mengembangkan
wisata pancing. Kawasan potensial lain seperti hutan mangrove yang berpotensi
untuk mengembangkan kawasan ekowisata bila diintegrasikan dengan upaya
pengembangan kawasan konservasi di kawasan ini. Di sisi lain potensi budaya
masyarakat lokal di pulau-pulau kecil yang dapat dipaketkan dengan wisata
lingkungan sebagaimana disebutkan di atas. Pada bagian berikut diberikan gambaran
rencana pengembangan ekowisata bahari pada wilayah Kabupaten/kota.
Berikut ini penulis akan memperkenalkan salah satu potensi ekowisata yang
ada di Maluku yaitu pada Kabupaten Buru Selatan.
Parawisata yang berada di Kabupaten Buru Selatan terdiri atas beberapa
katagori yaitu: 1) kegiatan wisata alam, terdiri atas wisata bahari, wisata pantai, air
terjun, danau dan wisata petualangan eksplorasi flora dan fauna; 2) kegiatan wisata
budaya, terdiri atas wisata kepurbakalaan/peninggalan sejarah dan wisata budaya
(living culture and heritage); dan 3) kegiatan khusus (special events): kegiatan
tahunan, misalnya cuci negeri, acara perkawinan adat dan lain-lain. Produk pariwisata
sebagai komponen penting dalam industri pariwisata mencakup tiga aspek yaitu
Atraksi (daya tarik) dan Amenitas (fasilitas penunjang). 3.6.1. Objek dan Daya Tarik
Wisata Kabupaten Buru Selatan Objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Buru
Selatan sangat beragam dan memiliki keunikan tersendiri seperti termuat pada tabel
di bawah ini.
12
Tabel..1. Objek Wisata Kabupaten Buru Selatan Dirinci Menuru Kecamatan
Beberapa objek wisata di Kabupaten Buru Selatan yang cukup mempunyai prospek
pengembangan adalah :
Pulau Tomoho
Pulau ini terletak di Kecamatan Kepala Madan dan dinamakan Tomoho oleh lelehur
yang artinya “kewang darat” yaitu “Penjaga Pulau” di Pulau Tomoho. Pulau Tomoho
mempunyai keunikan dan panoramanya sangat indah saat matahari terbit. Objek
wisata ini dapat ditempuh dengan speeboat dari Desa Biloro kurang lebih 200 m.
Air Jin
Air Jin merupakan objek wisata yang berjarak kurang lebih 200 meter dari Pulau
Tomoho dan lokasinya dapat dilihat dari pulau tersebut. Objek ini dijaga oleh tiga
putri di Gunung Kepala Madan. Masyarakat lokal dapat menikmati (memanfaatkan)
sumber air bersih yang muncul khusus dari gunung ini untuk kebutuhan sehari-hari.
Wisatawan (pengunjung) dapat berlibur di objek ini. Lokasi objek ini berjarak kurang
lebih 300 m Desa Biloro yang terhubung melalui Pulau Tomoho dan dapat dicapai
dengan speedboat atau perahu tradisional (kano).
Air Babunyi
13
Secara resmi oleh orang tua menamakan objek ini Wae Gogon. Wae artinya air dan
Gogon artinya bunyi, dan kedua kata tersebut dalam dialek orang Maluku disebut
“Aer Babunyi”. Objek wisata yang unik ini sangat aktratif bagi wisatawan dan dijaga
oleh Putri Muda di depan objek ini. Tempat ini terletak kurang lebih 60 menit dari
Desa Leksula dan dapat dicapai dengan speedboat.
Gambar.5. Wisata air babunyi dan pantaiLeksula
Pantai Masnana
Objek wisata pantai berpasir putih indah ini terletak di Kecamatan Namrole. Disana
merupakan batuan bersejarah yang kami sebut dengan Batu Batas di Desa Wali. Itu
artinya putra dari hukum.
Ikan unik (Opofot)
Semacam ikan kecil yang unik dan ini berkembang di Desa Mngeswaen dan Desa
Waekatin di Kecamatan Leksula yang dilaporkan (dicacat) oleh masyarakat lokal
yang tua. Jika masyarakat akan memancing ikan tersebut, ia harus bernyanyi dan ikan
tersebut datang kemudian ditangkap dengan umpan. Kedua desa terletak pada
ketinggian kurang lebih 3.200 m di atas permukaan laut. Objek wisata tersebut dapat
14
dicapai dengan speedboat kurang lebih 20 menit. 3.6.1.Pariwisata Bahari Bentangan
alam wilayah ekologi Buru Selatan yang luas dengan variasi habitatnya menyimpan
sejumlah potensi wisata bahari yang dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata
bahari guna memenuhi kebutuhan sosial-budaya (rekreasi) masyarakat Kabupeten
Buru, masyarakat Maluku dan masyarakat umum. Beberapa potensi wisata yang
dapat dijadikan paket bersama dengan wisata bahari khususnya untuk Kecamatan
Leksula antara lain : (1) Air Buaya dengan arahan pengembangan Wisata Alam; (2)
Tifu dengan potensi Wisata Sejarah; serta (3) Taman Banulalet yang memiliki potensi
Wisata Alam. Berdasarkan deskripsi geomorfologi pesisir dengan bebagai fenomena
yang menonjol, kondisi oseanografi dan kehadiran habitat utama dengan keragaman
sumberdaya hayati di dalamnya maka ada beberapa lokasi di Buru Selatan yang layak
dikembangkan menjadi daerah wisata bahari. Lokasi-lokasi yang menjadi target
pengembangan wisata bahari dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Terumbu karang di lokasi Saaru Mefa, Kase, Fogi hingga Pulau Tengah
dengan merfologi terumbu karang yang variatif disertai keragaman biota
lautnya merupakan spot menyelam (Scuba Diving) serta renang (skin diving)
yang menarik.
2. Sepanjang areal tubir terumbu karang Buru Selatan dan lautan sekitarnya
sangat potensial bagi wisata pancing (Sport Fishing), dengan target utama
adalah ikan-ikan dasar dan ikan pelagis besar.
15
3. Bagian-bagian dinding terjal sepanjang pesisir Buru Selatan dengan
keragaman biota laut yang ada menjadi objek wisata menyelam (sciba diving)
yang potensial
4. Beberapa lokasi perairan pesisir, seperti Teluk Leksula, Teluk Mefa, Teluk
Tifu dan Fogi hingga Pulau-Pulau Tomahu dengan habitat uarama perairan
tropis yang lengkap merupakan kawasan potensial untuk dikembangkan
sebagai kawasan Ekowisata Bahari. Dalam hal ini dapat dijadikan sebagai
areal budidaya laut untuk komoditi perikanan spesifik seperti ikan kerapu dan
beronang, sehingga disamping adanya kegiatan wisata yang bersifat rekreasi
biasa maupun rekreasi dengan orientasi pendidikan untuk mengamati
keunikan panorama ekosistem bakau, lamun dan terumbu karang, juga dapat
mengamati aktivitas perikanan dan sekaligus menikmati hasil dari kegiatan
usaha perikanan tersebut.
Adanya peluang pengembangan beberapa kawasan wisata bahari seperti telah
diuraikan itu secara nyata akan diikuti oleh sejumlah kegiatan sosial-ekonomi dan
budaya yang cukup potensial bagi Kabupaten Buru. Seluruh kegiatan sosial-budaya
dan sosial-ekonomi pada kawasan ekowisata tersebut selain akan memberikan
dampak cukup penting bagi peningkatan pendapatan bagi masyarakat, juga bisa
memberikan retribusi yang cukup memadai bagi Pemda Kabupaten Buru melalui
berbagai dinas/unit-unit teknis terkait, sesuai tiap kegiatan yang berlangsung pada
kawasan wisata bahari dan sekitaranya di wilayah ekologi Buru Selatan. Dilokasi
16
penelitian pada Kecamatan Ambalau, Waesama, dan Namrole distribusi objek wisata
adalah sebagai berikut :
Table Objek wisata yang ada di P. Ambalau dan Buru Selatan bagian Timur
Dari seluruh jenis kegiatan wisata ternyata wisata bahari merupakan
kelompok kegiatan wisata yang terdistribusi dalam jumlah yang banyak khususnya
pada tiga kecamatan tersebut. Potensi pengembangan wisata bahari pada kecamatan
ini belum banyak disentuh dan dikembangkan pada hal panorama alam bawah laut
cukup indah dan dapat juga dikembangkan Olah Raga Diving pada lokasi yang ada
pada tiga kecamatan tersebut, seluruh wilayah pada ketiga kecamtan ini yang dapat
dijadikan paket-paket wisata terpadu. Berdasarkan diskripsi geomorfologi pesisir,
kondisi oceanografi dan kehadiran habitat utama terumbu karang maka sedikitnya
terdapat beberapa kawasan pesisir antara lain pesisir-pesisir desa dan kampung yang
berada pada ketiga kecamatan yang ada, khususnya Kampung Baru Kecamatan
Ambalau dan Pesisir pantai Oki Baru dan Pulau Oki yang dapat dikembangkan
menjadi objek wisata pantai atau wisata bahari karena perairan tersebut memiliki
terumbu karang dengan tebing yang curam dan disertai dengan keaneka ragaman
biota lautnya yang merupakan lokasi yang baik spot selam (scuba diving) yang sangat
menarik. Selain itu dikawasan tersebut juga terdapat pasir putih yang dapat
17
dikembangkan untuk tempat rekreasi.( Sumber: Badan Penanaman Modal Daerah
Provinsi Maluku Monday, 30 April 2012 02:02)
Gambar.6. Desa tifu Leksula
18
BAB.III. PENGEMBANGAN EKOWISATA
3.1. Pengembangan Ekowisata di Indonesia
Salah satu keluhan yang sering kita dengar dari kementrian pariwisata dan
kebudayaan tentang pengembangan program pariwisata di Indonesia adalah masalah
dana promosi. Sesuatu hal yang tentunya kita maklumi bersama. Namun melihat cara
berpromosi yang selalu sama dari tahun ke tahun dengan hanya dilakukan
pengembangan yang sedikit, membuat kita bertanya-tanya, mengapa tidak ada
langkah evaluasi dan inovatif yang menyeluruh dari kegiatan promosi yang kita
lakukan selama ini.
Salah seorang teman pernah bercerita tentang asal muasal mengapa taman laut
Bunaken di Sulawesi Utara sangat terkenal, entah benar atau tidak ceritanya, tapi
kisah ini patut kita contoh dan teladani. Kisah ini bermula pada masa pemerintahan
presiden Soeharto. Beliau saat itu telah mengetahui bahwa taman laut Bunaken sangat
indah, namun karena keterbatasan dana dan perkembangan teknologi media dan
komunikasi belum secanggih saat ini, maka beliau mengundang pakar kelautan yang
sangat terkenal saat itu, yaitu Jacques Yves Cousteau untuk berkunjung melakukan
explorasi dan penelitian dikawasan tersebut. Cousteau yang juga memiliki acara tetap
di banyak televisi menyambut dengan antusias undangan ini. Dan keindahan taman
laut Bunaken ternyata mempesona Cousteau, sehingga di akhir tayangan televisi
episode taman laut Bunakan, Cousteau berkata, “Ini adalah kawasan terumbu karang
terindah yang pernah saya lihat sepanjang hidup saya”. Kalimat singkat yang
19
didengar dunia dari seorang seterkenal dan sekapasitas Cousteau inilah yang
menimbulkan rasa penasaran dan mengundang banyak orang untuk berkunjung dan
menjadikan kawasan Bunaken sangat terkenal hingga sekarang. Seorang bijak pernah
berkata “Everybody can promote anybody, but not them self”, mungkin kita perlu
mengulang sejarah dengan menggunakan orang lain atau pihak ketiga untuk
mempromosikan potensi wisata alam dan budaya kita. Program promosi dengan
mengirimkan duta budaya ke manca negara sepertinya perlu ditata ulang dengan
melakukan hal kebalikannya, yaitu mendatangkan pelajar, mahasiswa atau
masyarakat budaya dan pariwisata, pakar budaya dan kritikus dunia ke Indonesia
untuk melihat, merasakan dan menyaksikan sendiri objek wisata alam dan
kebudayaan bangsa kita. Kemudian biarkan mereka pulang dan bercerita kepada
masyarakat di negaranya masing-masing tentang Indonesia. Seperti pepatah melayu
mengatakan “Kisah dan cerita dari orang sekampung seketurunan lebih utama dan
dipercaya dari pada kisah dan cerita orang yang tak dikenal asal usulnya”.
Dari negara-negara Amerika latin kita bisa belajar bagaimana mereka mendukung
dan mensupport media televisi seperti BBC, Discovery Channel, National
Geographic dan Animal Planet untuk mengekplorasi, melakukan penelitian dan
peliputan dokumentasi di hutan belantara mereka. Bukan hanya dengan
memperbolehkan mereka melakukan peliputan hal-hal yang baik dan indah-indah
saja, tapi juga hal-hal yang sebaliknya. Hutan dan laut kita memiliki keragaman yang
lebih banyak dari negara-negara di Amerika Latin, tentunya apabila kita melakukan
penawaran yang sama ke media televise diatas, secara logika mereka pasti akan
antusias menerimanya.
20
Pembelanjaan dana promosi pariwisata di media elektronik seperti
pemasangan iklan di media telivisi internasional seperti CNN, harus kita rubah
dengan cara berpartisipasi aktif pada kegiatan-kegiatan international yang bersifat
pendidikan dan petualangan di alam bebas. Beberapa kegiatan besar yang diliput
banyak media (cetak maupun televise) seperti Camel Trophy dan Operation Raleigh
yang pernah diadakan di Indonesia. Seharusnya kita dukung dan kita ajak kembali
untuk melaksanakan kegiatannya di Indonesia. Kegiatan petualangan 4X4 dari Camel
Trophy yang berlangsung lama (bulanan) dan disiarkan terus menerus melalui media
televisi, tentunya merupakan cara berpromosi yang sangat efektif dan murah. Lihatlah
negara tetangga kita Thailand yang mensupport banyak film layar lebar, seperti The
Man With The Golden Gun - James Bond , Rambo IV, Blood Sport dan lain
sebagainya, yang sebagian isi dari film itu menampilkan keindahan alam dan budaya
negara tersebut. Thailand tidak hentinya berpromosi dengan cara yang sama, terakhir
yang saya ketahui, mereka juga mensupport acara televisi terkenal The Survivor
sehingga salah satu rangkaian kegiatannya dilaksanakan disalah satu pulau di negara
tersebut (seluruh rangkaian episode dari acara ini ditayangkan hampir 6 bulan dan
ditonton oleh puluhan juta orang). Tidak ada kata terlambat, semoga pemerintah mau
mengambil inisiatif untuk memulainya.
Sadarkah kita kalau terkadang kita lebih mengenal sumber daya alam dan
budaya masyarakat luar dibandingkan diri kita sendiri. Semua ini merupakan
pengaruh dari media televisi. Kita lebih mengenal kanguru daripada harimau
sumatera, kita lebih mengenal buaya dari seorang bernama Rob Bredel yang
21
kelahiran Australia, semuanya itu karena sebuah acara yang berjudul Killer Instinc.
Sepertinya media televisi kita (swasta dan pemerintah) perlu meningkatkan
kemampuan dirinya didalam menghasilkan tayangan yang berisikan informasi budaya
dan objek wisata alam. Jangan pernah puas menjadi raja di negeri sendiri! Lihatlah
acara jalan-jalan dan petualangan seperti Jejak Petualang - saya salah satu penggemar
acara ini, yang popular karena memperkenalkan dan menampilkan wisata alam dan
kekayaan budaya bangsa kita, pada beberapa episodenya justru digunakan oleh
negara tetangga untuk memperkenalkan potensi objek wisata alamnya kepada
masyarakat Indonesia. Banyak acara-acara sejenis di negeri ini, sayangnya kualitas isi
dan gambarnya di desain untuk dinikmati hanya bagi orang Indonesia. Akan sangat
indah apabila isi dan lokasinya tentang Indonesia tapi di kemas dan diramu untuk
dinikmati oleh masyarakat dunia. Seperti perkataan John Naisbit “Think locally, act
globally!” Anda tentu masih ingat maraknya kegiatan blogging beberapa waktu yang
lalu (sekarangpun masih terasa) dan popularnya jejaring sosial saat ini (seperti
facebook). Tidak dibutuhkan banyak biaya dan keahlian untuk menjadi seorang
blogger dan betapa menyenangkannya menjadi seorang facebooker. Mengapa kita
tidak mengembangkan dari kegiatan yang minim biaya dan menyenangkan menjadi
media promosi objek wisata alam dan budaya bangsa tercinta ini. Bagi mereka yang
suka jalan-jalan dialam bebas, promosikan lah diri anda sebagai seorang adventure
guider (buat halaman tentang ke ahlian dan kemampuan anda dibidang ini). Bagi
mereka yang memiliki keahlian membuat kerajinan tangan, juallah (bukalah halaman
toko online dan pasarkan keseluruh dunia dan cantumkan nama Indonesia di setiap
22
hasil karya anda). Dan banyak lagi kesempatan yang terbuka dan bisa kita ciptakan
dari kegiatan yang namanya ekowisata.
3.2. Pengembangan Ekowisata di Maluku
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sedang membangun potensi
wisata bahari di Maluku melalui kegiatan Bimbingan Teknis Pengembangan Wisata
Bahari yang dilaksanakan di Ambon, 16 - 17 Juli 2012. Direktur Pengembangan
Daya Tarik Wisata dari Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sutyaningsih Retnowati, di Ambon, Senin,
mengatakan, kegiatan itu dilaksanakan karena potensi bahari di Maluku luar biasa.
"Pemerintah pusat bersinergi dengan pemerintah daerah untuk bersama-sama
membangun potensi wisata. Khusus di Maluku dilaksanakan bimbingan teknis wisata
bahari karena kita tahu di sini baharinya luar biasa," kata Sutyaningsih Retnowati.
Ia berharap, "output" yang dihasilkan dari kegiatan tersebut akan membantu
pengembangan wisata bahari di Maluku.
Sementara itu, seorang pemateri, Agus Wiyono dalam presentasinya tentang
pemahaman ekowisata (ecotourism) menjelaskan manfaat dan kesuksesan yang bisa
tercipta dari sektor itu. Dijelaskan Agus, ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan
wisata bertanggungjawab ke area alami yang dilakukan dengan tujuan
mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk
setempat (The Ecotourism Society, 1990).
23
Menurut dia, ekowisata yang sukses akan membantu melestarikan biodiversity,
memberikan masukan yang adil dalam ekonomi dan sosial kepada masyarakat lokal,
dan mendatangkan wisatawan yang terus menerus atau berkelanjutan.
Dia mencontohkan kegiatan ekonomi wisata yakni mendaki gunung, berkemah,
mengamati burung, ikan paus atau satwa liar, jalan santai dengan gajah atau kuda,
arung jeram dan menyelam. Dia juga menjelaskan hal-hal yang dilakukan orang saat
berekowisata tapi bukan esensi dari kegiatan pariwisata tersebut, seperti aktivitas
yang merusak alam karena mengendarai jeep atau speedboat di kawasan ekosistem
yang rawan. "Ada pula wisatawan yang mungkin sudah melakukan kaidah
ecotourisme di area konservasi tapi cara dia menuju ke tempat itu tidak ramah
lingkungan atau menimbulkan kerusakan di tempat lain," katanya.
Penulis Cuma mau memberikan beberapa pemikiran penulis terkait dengan
pengembangan ekowisata di Maluku:
Pengembangan kapasitas lokal:
Memperkuat pengelolaan sumberdaya baik yang ada di darat
maupun di laut.
Menyusun kebutuhan masyarakat local didampingi Akademisi,
LSM, stakeholder dan dukungan Pemerintah setempat.
Infrastruktur:
Inisiatif Pemerintah dan pengelola ekowisata untuk membuka
akses wilayah.
24
Semakin banyak pengunjung akan mengundang investasi
infrastruktur.
Konsistensi kebijakan:
Upaya konservasi keanekaragaman hayati yang berjangka
panjang.
Kerja sama internasional serta mekanisme pendanaan jangka
panjang.
Integrasi promosi:
jasa pariwisata dan penunjangnya di tingkat daerah perlu
berintegrasi mempromosikan wisatanya.
Pengembangan produk
Pengembangan produk mengarah ke pendidikan dan
ketrampilan.
peningkatan kualitas dan keunikan lokal.
25
BAB. V. KESIMPULAN
Dari hasil uraian di atas maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam rangka menemukenali dan mengembangkan EKOWISATA perlu
segera dilaksanakan inventarisasi terhadap potensi nasional EKOWISATA
secara bertahap sesuai prioritas dengan memperhatikan nilai keunggulan saing
dan keunggulan banding, kekhasan obyek, kebijaksanaan pengembangan serta
ketersediaan dana dan tenaga.
2. Potensi Nasional EKOWISATA yang sudah ditemukenali segera
diinformasikan dan dipromosikan kepada calon penanam modal.
3. Dalam rangka optimalisasi fungsi EKOWISATA perlu diupayakan
pengembangan pendidikan konservasi melalui pengembangan sistem
interprestasi EKOWISATA dan kerjasama dengan instansi terkait termasuk
lembaga-lembaga pendidikan, penelitian, penerangan masyarakat, dan lain-
lain.
4. Perlu dikembangkan sistem kemitraan dengan pihak swasta, lembaga swadaya
masyarakat yang ada, dalam rangka mendukung optimalisasi pengembangan
EKOWISATA.
5. Pengembangan EKOWISATA merupakan sub-sistem dari pengembangan
pariwisata daerah dan pengembangan wilayah pada umumnya yang secara
langsung maupun tidak langsung memberi manfaat lebih bagi masyarakat
setempat. Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan koordinasi,
perencanaan, pelaksanaan serta monitoring pengembangan obyek dan daya
tarik wisata alam.
26
DAFTAR PUSTAKA
Abrahamsz, J. 2007.Potensi, Isu dan permasalahan pulau-pulau kecil di Maluku. http//www. James_Abrahamsz.html. Diakses pada 18 Januari 2013.
Dirjen Pariwisata 1995 “Proyek Pengembangan Pariwisata Sumatera Utara” CV.
Miko Yova Consultan Engenering. Medan. Nasution, A. Z. 2012.Ekowisata. http//www. ekowisata.html. Diakses pada 28Januari
2013. Nugroho, I. 2006. Ekowisata. Bahan ajar Ekowisata Program studi agribisnis
Universitas Widyagam Malang. Malang. ……………., 2007. Ekowisata. http//www. Wikipedia.html. Diakses pada 27 Januari
2013. Korebima, L. I. 2012.Potensi wisata di kabupaten Buru Selatan- Maluku. Badan
Penanaman Modal Provinsi Maluku. Suhandi Arys, 2001 “Rencana Induk Pengembangan Ekowisata Tangkahan”. TIES (The International Ecotourism Society). 2006. Fact Sheet: Global Ecotourism.
Updated edition, September 2006. www.ecotourism.org