26
BAB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanegaraman hayati yang sangat tinggi berupa flora, fauna, keindahan bentang alam, keunikan dan keaslian budaya tradisional, sumber daya alam yang berlimpah, baik di daratan, maupun di perairan. Semua potensi tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi pengembangan pariwisata, khususnya wisata alam. Pariwisata diakui sebagai industri terbesar yang pernah ada hingga saat ini didunia, tidak ada industri yang begitu kompleks dengan melibatkan banyak pihak dan aspek serta memiliki omset sebesar industri ini. Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negative pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negative ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri. Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat, serta banyak lagi efek negative lainnya. Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negative kepada lingkungan mulai dikurangi. Seiring dengan perkembangan zaman yang disertai pula dengan bangkitnya kesadaran dan

Ekowisata Hans

Embed Size (px)

Citation preview

BAB. I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanegaraman hayati

yang sangat tinggi berupa flora, fauna, keindahan bentang alam, keunikan dan

keaslian budaya tradisional, sumber daya alam yang berlimpah, baik di daratan,

maupun di perairan. Semua potensi tersebut mempunyai peranan yang sangat penting

bagi pengembangan pariwisata, khususnya wisata alam.

Pariwisata diakui sebagai industri terbesar yang pernah ada hingga saat ini

didunia, tidak ada industri yang begitu kompleks dengan melibatkan banyak pihak

dan aspek serta memiliki omset sebesar industri ini. Ekowisata dimulai ketika

dirasakan adanya dampak negative pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak

negative ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi

juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri.

Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak

terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang

mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat, serta

banyak lagi efek negative lainnya. Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara

membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah

lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun

memberikan dampak negative kepada lingkungan mulai dikurangi. Seiring dengan

perkembangan zaman yang disertai pula dengan bangkitnya kesadaran dan

2

kepedulian akan kelestarian lingkungan yang menjadi objek wisata alam, maka mulai

muncullah pemikiran dan gagasan untuk mengadakan kegiatan pariwisata yang

berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek-aspek:

1. Konservasi alam

2. Sosial (pemberdayaan sumber daya manusia)

3. Budaya

4. Ekonomi - masyarakat local

5. Pembelajaran dan pendidikan

Perkembangan ekowisata Indonesia saat ini tidak sebanding dengan potensi

wisata sumber daya alam yang besar, mengingat keanekaragaman hayati Indonesia

yang sangat kaya. Menurut Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi

Alam, Koes Saparjadi, dalam sambutannya pada acara penandatanganan kerjasama

antara Departemen Kehutanan (Dephut) dengan ASITA (Association of Indonesian

Tour and Travel Agency), upaya “menjual” taman nasional, taman suaka alam, taman

buru dan suaka margasatwa yang semuanya dikelola Dephut, terkendala fasilitas

perhubungan. Hal tersebut terjadi akibat belum adanya pemahaman akan fungsi dan

potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan sebagai sumber pemasukan

negara dari sektor ekowisata, mengingat ekowisata memang bukan wisata massal,

melainkan wisata eksklusif. (Nasution, 2012).

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan peninggalan sejarah, seni

dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik pariwisata dunia. Ahli biokonservasi

memprediksi bahwa Indonesia yang tergolong negara Megadiversity dalam hal

3

keaneka ragaman hayati akan mampu menggeser Brasil sebagai negara tertinggi akan

keaneka jenis, jika para ahli biokonservasi terus giat melakukan pengkajian ilmiah

terhadap kawasan yang belum tersentuh. Bayangkan saja bahwa Indonesia memiliki

10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16%

reptilia and amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga, walaupun luas

daratan Indonesia hanya 1,32% seluruh luas daratan yang ada di dunia (BAPPENAS,

1993).

Di dunia hewan, Indonesia juga memiliki kedudukan yang istimewa di dunia.

Dari 500-600 jenis mamalia besar (36% endemik), 35 jenis primata (25% endemik),

78 jenis paruh bengkok (40% endemik) dan 121 jenis kupu-kupu (44% endemik)

(McNeely et.al. 1990, Supriatna 1996). Sekitar 59% dari luas daratan Indonesia

merupakan hutan hujan tropis atau sekitar 10% dari luas hutan yang ada di dunia

(Stone, 1994). Sekitar 100 juta hektar diantaranya diklasifikasikan sebagai hutan

lindung, yang 18,7 juta hektarnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.

Namun Demikian sampai saat ini kita harus menanggung beban berat sebagai

negara terkaya keaneka ragaman hayati di kawasan yang sangat sensitif, karena biota

Indonesia tersebar di lebih dari 17,000 pulau. Oleh karena itu bukan saja jumlah

populasi setiap individu tidak besar tetapi juga distribusinya sangat terbatas. Ini harus

disadari oleh pemerintah, sehingga Indonesia harus merumuskan suatu kebijakan dan

membuat pendekatan yang berbeda di dalam pengembangan sistem pemanfaatan

keaneka ragaman hayatinya, terutama kebijakan dalam pengembangan pariwisata

yang secara langsung memanfaatkan sumber daya alam sebagai aset. Pengembangan

4

sumber daya alam yang non-ekstraktif, non-konsumtif dan berkelanjutan perlu

diprioritaskan dan dalam bidang Pariwisata pengembangan seperti ekowisata harus

menjadi pilihan utama.

Provinsi Maluku disebut-sebut sebagai Provinsi Kepulauan dengan luas

wilayah 712.480 km², terdiri dari 92,4 % luas perairan (658.295 km²) dan 7,6 % luas

daratan (54.185 km²). Pulau-pulau besar hanya empat buah masing-masing : Pulau

Seram dengan luas 18.625 km2, pulau Buru dengan luas 9.000 km2, Pulau Yamdena

dengan luas 5.085 km2, dan Pulau Wetar dengan luas 3.624 km2. Hal ini

membuktikan bahwa sekitar 32,94 % luas daratan merupakan total luasan 1426 pulau

kecil yang ada di Provinsi ini. Dari 1430 buah pulau di Provinsi Maluku, secara fisik

terdapat potensi garis pantai 11.098,34 Km.(Abrahamsz, 2007)

Gambaran potensi wisata diberikan sesuai dengan distribusi kawasan wisata

bahari baik yang sementara dikembangkan maupun yang direncanakan secara

keruangan. Secara spasial distribusi kawasan wisata bahari di Maluku bervariasi

sesuai potensi wilayahnya. Pengembangan wisata bahari tidak lepas dari

pengembangan wisata pantai pada kawasan pulau-pulau kecil dengan potensi pantai

pasir putih. (Abrahamsz, 2007)

1.2. Pengertian Ekowisata

Secara konseptual, ekowisata dapat didefenisikan sebagai suatu konsep

pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-

upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi

5

masyarakat dalam pengelolaan yang konservatif, sehingga memberikan manfaat

ekonomi kepada masyarakat setempat (Dirjen Parawisata, 1995). Ekowisata sebagai

suatu kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami

atau daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk

menikmati keindahannya juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan

dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam serta peningkatan pendapatan

masyarakat setempat sekitar daerah tujuan ekowisata.

Sementara itu, Suhandi (2001) mengatakan bahwa ditinjau dari segi

pengelolaannya, ekowisata dapat didefenisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan

wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang

dibuat berdasarkan keindahan alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang

mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup RI mendefinisikan Ekowisata

sebagai wisata dalam bentuk perjalanan ke tempat-tempat di alam terbuka yang relatif

belum terjamah atau tercemar dengan tujuan khusus untuk mempelajari, mengagumi

dan menikmati pemandangan dengan tumbuh-tumbuhan serta satwa liarnya

(termasuk potensi kawasan berupa ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam,

kekhasan jenis tumbuhan dan satwa liar) juga semua manifestasi kebudayaan yang

ada (termasuk tatanan lingkungan sosial budaya), baik dari masa lampau maupun

masa kini di tempat-tempat tersebut dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan

dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Suhandi (2001) berpendapat

6

bahwa Ekowisata bukan dikategorikan sebagai wisata petualangan, tetapi merupakan

wisata yang tidak murah, memberikan pengalaman lebih, berwawasan ekologi dan

berkelanjutan. Menurut The International Ecotourism Society (TIES), ekowisata

adalah kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan

memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor usaha ekonomi,

yangmempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk

lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan (TIES,2006).

1.3.Tujuan Ekowisata Indonesia

Tujuan Ekowisata Indonesia Menurut Dirjen Pariwisata seni dan budaya (1999)

adalah untuk

(1) Mewujudkan penyelenggaraan wisata yang bertanggung jawab, yang mendukung

upaya-upaya pelestarian lingkungan alam, peninggalan sejarah dan budaya;

(2) Meningkatkan partisipasi masyararakat dan memberikan manfaat ekonomi

kepada masyarakat setempat;

(3) Menjadi model bagi pengembangan pariwisata lainnya, melalui penerapan kaidah-

kaidah ekowisata.

7

BAB. II. POTENSI EKOWISATA

2.1. Potensi Ekowisata Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

yang sangat tinggi, yang berupa sumber daya alam yang berlimpah, baik di daratan,

udara maupun di perairan. Beberapa lembaga yang eksis dalam bidang konservasi

lingkungan mencatat sekitar 25.000 jenis (spesies) tumbuhan berbunga dan berbiji

terdapat di hutan alam yang tersebar di seluruh Indonesia. Indonesia yang juga

menduduki peringkat kedua di dunia dalam hal keanekaragaman hayati, menjadi

peluang sekaligus tantangan tersendiri untuk mengembangkan ekowisata secara

serius. Belum lagi kekayaan dibawah laut. Dua pertiga wilayah Indonesia yang

berupa perairan memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan berjuta hektar taman laut.

Disamping alam, flora dan fauna di kepulauan tersebut sangat khas dan tidak dimiliki

oleh negara lain. Karena itulah Indonesia juga memiliki prospek yang cerah untuk

pengembangan ekowisata bahari.

Sementara adat istiadat yang dimiliki Indonesia seperti diketahui bersama

sangat beragam. Setiap daerah memiliki kebiasaan sendiri-sendiri baik dalam

menjalankan kehidupan sendiri, maupun dalam mengelola sumber daya alam yang

ada. Untuk itu dengan beberapa definisi tentang ekowisata, Indonesia mempunyai

potensi yang sangat besar untuk pengembangan ekowisata. Namun sejauh ini, potensi

tersebut belum tertangani secara serius. Seperti pendapat Francis Lee (President of

Rafles Marine Singapore Ltd.), yang telah menyelesaikan ekspedisi laut The Marine

Parks Of Indonesia pada bulan Januari-Maret 2000. Ia menilai Indonesia memiliki

8

potensi wisata laut yang indah. Namun selama ini potensi tersebut belum banyak

digarap dan diketahui masyarakat internasional. Secara umum Potensi objek kegiatan

ekowisata tidak jauh berbeda dari kegiatan wisata alam biasa, bedanya karena ia

memiliki nilai-nilai moral dan tanggung jawab yang tinggi terhadap objek wisatanya.

Berikut adalah beberapa kegiatan dari ekowisata di Indonesia:

Wisata pemandangan:

Objek-objek alam (pantai, air terjun, terumbu karang dan seterusnya) Flora (hutan, tumbuhan langka, tumbuhan obat-obatan dan seterusnya) Fauna (hewan langka dan endemik dan seterusnya) Perkebunan (teh, kopi dan seterus nya) Dan seterusnya

Gambar.1. Potensi ekowisata pantai, flora dan fauna endemik di Indonesia

Wisata petualangan:

Kegiatan alam bebas (lintas alam, surfing dan lain-lain) Ekstrim (mendaki gunung, paralayang dan lain-lain) Berburu (babi hutan dan lain-lain) Dan seterusnya

9

Gambar.2. Ekowisata Petualangan

Wisata kebudayaan dan sejarah:

Suku terasing (orang rimba, badui dan seterusnya) Kerajinan tangan (batik, ukiran dan seterusnya) Peninggalan bersejarah (candi, batu bertulis, benteng kolonial dan

seterusnya) Dan seterusnya

Gambar.3. Wanita dari suku dayak

Wisata penelitian:

Pendataan spesies (serangga, mamalia dan seterusnya) Pendataan kerusakan alam (lahan gundul, pencemaran tanah dan

seterusnya) Konservasi (reboisasi, lokalisasi pencemaran dan seterusnya) Dan seterusnya

10

Wisata sosial, konservasi dan pendidikan:

Pembangunan fasilitas umum di dekat objek ekowisata (pembuatan sarana komunikasi, kesehatan dan seterusnya)

Reboisasi lahan-lahan gundul dan pengembang biakan hewan langka Pendidikan dan pengembangan sumber daya masyarakat di dekat

objek ekowisata (pendidikan bahasa asing, sikap dan seterusnya) Dan seterusnya

Gambar.4. Ekowisata Pendidikan dan Konservasi

2.2. Potensi Ekowisata di Maluku

Gambaran potensi wisata diberikan sesuai dengan distribusi kawasan wisata

bahari baik yang sementara dikembangkan maupun yang direncanakan secara

keruangan. Secara spasial distribusi kawasan wisata bahari di Maluku bervariasi

sesuai potensi wilayahnya. Pengembangan wisata bahari tidak lepas dari

pengembangan wisata pantai pada kawasan pulau-pulau kecil dengan potensi pantai

pasir putih.

Potensi lain seperti kawasan terumbu karang yang mendukung wisata selam

sekaligus dapat dikembangkan wisata ilmiah karena temuan-temuan karakteristik

wilayah yang agak berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Disamping itu,

11

kawasan terumbu di sekitar pulau-pulau kecil juga berpotensi untuk mengembangkan

wisata pancing. Kawasan potensial lain seperti hutan mangrove yang berpotensi

untuk mengembangkan kawasan ekowisata bila diintegrasikan dengan upaya

pengembangan kawasan konservasi di kawasan ini. Di sisi lain potensi budaya

masyarakat lokal di pulau-pulau kecil yang dapat dipaketkan dengan wisata

lingkungan sebagaimana disebutkan di atas. Pada bagian berikut diberikan gambaran

rencana pengembangan ekowisata bahari pada wilayah Kabupaten/kota.

Berikut ini penulis akan memperkenalkan salah satu potensi ekowisata yang

ada di Maluku yaitu pada Kabupaten Buru Selatan.

Parawisata yang berada di Kabupaten Buru Selatan terdiri atas beberapa

katagori yaitu: 1) kegiatan wisata alam, terdiri atas wisata bahari, wisata pantai, air

terjun, danau dan wisata petualangan eksplorasi flora dan fauna; 2) kegiatan wisata

budaya, terdiri atas wisata kepurbakalaan/peninggalan sejarah dan wisata budaya

(living culture and heritage); dan 3) kegiatan khusus (special events): kegiatan

tahunan, misalnya cuci negeri, acara perkawinan adat dan lain-lain. Produk pariwisata

sebagai komponen penting dalam industri pariwisata mencakup tiga aspek yaitu

Atraksi (daya tarik) dan Amenitas (fasilitas penunjang). 3.6.1. Objek dan Daya Tarik

Wisata Kabupaten Buru Selatan Objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Buru

Selatan sangat beragam dan memiliki keunikan tersendiri seperti termuat pada tabel

di bawah ini.

12

Tabel..1. Objek Wisata Kabupaten Buru Selatan Dirinci Menuru Kecamatan

Beberapa objek wisata di Kabupaten Buru Selatan yang cukup mempunyai prospek

pengembangan adalah :

Pulau Tomoho

Pulau ini terletak di Kecamatan Kepala Madan dan dinamakan Tomoho oleh lelehur

yang artinya “kewang darat” yaitu “Penjaga Pulau” di Pulau Tomoho. Pulau Tomoho

mempunyai keunikan dan panoramanya sangat indah saat matahari terbit. Objek

wisata ini dapat ditempuh dengan speeboat dari Desa Biloro kurang lebih 200 m.

Air Jin

Air Jin merupakan objek wisata yang berjarak kurang lebih 200 meter dari Pulau

Tomoho dan lokasinya dapat dilihat dari pulau tersebut. Objek ini dijaga oleh tiga

putri di Gunung Kepala Madan. Masyarakat lokal dapat menikmati (memanfaatkan)

sumber air bersih yang muncul khusus dari gunung ini untuk kebutuhan sehari-hari.

Wisatawan (pengunjung) dapat berlibur di objek ini. Lokasi objek ini berjarak kurang

lebih 300 m Desa Biloro yang terhubung melalui Pulau Tomoho dan dapat dicapai

dengan speedboat atau perahu tradisional (kano).

Air Babunyi

13

Secara resmi oleh orang tua menamakan objek ini Wae Gogon. Wae artinya air dan

Gogon artinya bunyi, dan kedua kata tersebut dalam dialek orang Maluku disebut

“Aer Babunyi”. Objek wisata yang unik ini sangat aktratif bagi wisatawan dan dijaga

oleh Putri Muda di depan objek ini. Tempat ini terletak kurang lebih 60 menit dari

Desa Leksula dan dapat dicapai dengan speedboat.

Gambar.5. Wisata air babunyi dan pantaiLeksula

Pantai Masnana

Objek wisata pantai berpasir putih indah ini terletak di Kecamatan Namrole. Disana

merupakan batuan bersejarah yang kami sebut dengan Batu Batas di Desa Wali. Itu

artinya putra dari hukum.

Ikan unik (Opofot)

Semacam ikan kecil yang unik dan ini berkembang di Desa Mngeswaen dan Desa

Waekatin di Kecamatan Leksula yang dilaporkan (dicacat) oleh masyarakat lokal

yang tua. Jika masyarakat akan memancing ikan tersebut, ia harus bernyanyi dan ikan

tersebut datang kemudian ditangkap dengan umpan. Kedua desa terletak pada

ketinggian kurang lebih 3.200 m di atas permukaan laut. Objek wisata tersebut dapat

14

dicapai dengan speedboat kurang lebih 20 menit. 3.6.1.Pariwisata Bahari Bentangan

alam wilayah ekologi Buru Selatan yang luas dengan variasi habitatnya menyimpan

sejumlah potensi wisata bahari yang dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata

bahari guna memenuhi kebutuhan sosial-budaya (rekreasi) masyarakat Kabupeten

Buru, masyarakat Maluku dan masyarakat umum. Beberapa potensi wisata yang

dapat dijadikan paket bersama dengan wisata bahari khususnya untuk Kecamatan

Leksula antara lain : (1) Air Buaya dengan arahan pengembangan Wisata Alam; (2)

Tifu dengan potensi Wisata Sejarah; serta (3) Taman Banulalet yang memiliki potensi

Wisata Alam. Berdasarkan deskripsi geomorfologi pesisir dengan bebagai fenomena

yang menonjol, kondisi oseanografi dan kehadiran habitat utama dengan keragaman

sumberdaya hayati di dalamnya maka ada beberapa lokasi di Buru Selatan yang layak

dikembangkan menjadi daerah wisata bahari. Lokasi-lokasi yang menjadi target

pengembangan wisata bahari dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Terumbu karang di lokasi Saaru Mefa, Kase, Fogi hingga Pulau Tengah

dengan merfologi terumbu karang yang variatif disertai keragaman biota

lautnya merupakan spot menyelam (Scuba Diving) serta renang (skin diving)

yang menarik.

2. Sepanjang areal tubir terumbu karang Buru Selatan dan lautan sekitarnya

sangat potensial bagi wisata pancing (Sport Fishing), dengan target utama

adalah ikan-ikan dasar dan ikan pelagis besar.

15

3. Bagian-bagian dinding terjal sepanjang pesisir Buru Selatan dengan

keragaman biota laut yang ada menjadi objek wisata menyelam (sciba diving)

yang potensial

4. Beberapa lokasi perairan pesisir, seperti Teluk Leksula, Teluk Mefa, Teluk

Tifu dan Fogi hingga Pulau-Pulau Tomahu dengan habitat uarama perairan

tropis yang lengkap merupakan kawasan potensial untuk dikembangkan

sebagai kawasan Ekowisata Bahari. Dalam hal ini dapat dijadikan sebagai

areal budidaya laut untuk komoditi perikanan spesifik seperti ikan kerapu dan

beronang, sehingga disamping adanya kegiatan wisata yang bersifat rekreasi

biasa maupun rekreasi dengan orientasi pendidikan untuk mengamati

keunikan panorama ekosistem bakau, lamun dan terumbu karang, juga dapat

mengamati aktivitas perikanan dan sekaligus menikmati hasil dari kegiatan

usaha perikanan tersebut.

Adanya peluang pengembangan beberapa kawasan wisata bahari seperti telah

diuraikan itu secara nyata akan diikuti oleh sejumlah kegiatan sosial-ekonomi dan

budaya yang cukup potensial bagi Kabupaten Buru. Seluruh kegiatan sosial-budaya

dan sosial-ekonomi pada kawasan ekowisata tersebut selain akan memberikan

dampak cukup penting bagi peningkatan pendapatan bagi masyarakat, juga bisa

memberikan retribusi yang cukup memadai bagi Pemda Kabupaten Buru melalui

berbagai dinas/unit-unit teknis terkait, sesuai tiap kegiatan yang berlangsung pada

kawasan wisata bahari dan sekitaranya di wilayah ekologi Buru Selatan. Dilokasi

16

penelitian pada Kecamatan Ambalau, Waesama, dan Namrole distribusi objek wisata

adalah sebagai berikut :

Table Objek wisata yang ada di P. Ambalau dan Buru Selatan bagian Timur

Dari seluruh jenis kegiatan wisata ternyata wisata bahari merupakan

kelompok kegiatan wisata yang terdistribusi dalam jumlah yang banyak khususnya

pada tiga kecamatan tersebut. Potensi pengembangan wisata bahari pada kecamatan

ini belum banyak disentuh dan dikembangkan pada hal panorama alam bawah laut

cukup indah dan dapat juga dikembangkan Olah Raga Diving pada lokasi yang ada

pada tiga kecamatan tersebut, seluruh wilayah pada ketiga kecamtan ini yang dapat

dijadikan paket-paket wisata terpadu. Berdasarkan diskripsi geomorfologi pesisir,

kondisi oceanografi dan kehadiran habitat utama terumbu karang maka sedikitnya

terdapat beberapa kawasan pesisir antara lain pesisir-pesisir desa dan kampung yang

berada pada ketiga kecamatan yang ada, khususnya Kampung Baru Kecamatan

Ambalau dan Pesisir pantai Oki Baru dan Pulau Oki yang dapat dikembangkan

menjadi objek wisata pantai atau wisata bahari karena perairan tersebut memiliki

terumbu karang dengan tebing yang curam dan disertai dengan keaneka ragaman

biota lautnya yang merupakan lokasi yang baik spot selam (scuba diving) yang sangat

menarik. Selain itu dikawasan tersebut juga terdapat pasir putih yang dapat

17

dikembangkan untuk tempat rekreasi.( Sumber: Badan Penanaman Modal Daerah

Provinsi Maluku Monday, 30 April 2012 02:02)

Gambar.6. Desa tifu Leksula

18

BAB.III. PENGEMBANGAN EKOWISATA

3.1. Pengembangan Ekowisata di Indonesia

Salah satu keluhan yang sering kita dengar dari kementrian pariwisata dan

kebudayaan tentang pengembangan program pariwisata di Indonesia adalah masalah

dana promosi. Sesuatu hal yang tentunya kita maklumi bersama. Namun melihat cara

berpromosi yang selalu sama dari tahun ke tahun dengan hanya dilakukan

pengembangan yang sedikit, membuat kita bertanya-tanya, mengapa tidak ada

langkah evaluasi dan inovatif yang menyeluruh dari kegiatan promosi yang kita

lakukan selama ini.

Salah seorang teman pernah bercerita tentang asal muasal mengapa taman laut

Bunaken di Sulawesi Utara sangat terkenal, entah benar atau tidak ceritanya, tapi

kisah ini patut kita contoh dan teladani. Kisah ini bermula pada masa pemerintahan

presiden Soeharto. Beliau saat itu telah mengetahui bahwa taman laut Bunaken sangat

indah, namun karena keterbatasan dana dan perkembangan teknologi media dan

komunikasi belum secanggih saat ini, maka beliau mengundang pakar kelautan yang

sangat terkenal saat itu, yaitu Jacques Yves Cousteau untuk berkunjung melakukan

explorasi dan penelitian dikawasan tersebut. Cousteau yang juga memiliki acara tetap

di banyak televisi menyambut dengan antusias undangan ini. Dan keindahan taman

laut Bunaken ternyata mempesona Cousteau, sehingga di akhir tayangan televisi

episode taman laut Bunakan, Cousteau berkata, “Ini adalah kawasan terumbu karang

terindah yang pernah saya lihat sepanjang hidup saya”. Kalimat singkat yang

19

didengar dunia dari seorang seterkenal dan sekapasitas Cousteau inilah yang

menimbulkan rasa penasaran dan mengundang banyak orang untuk berkunjung dan

menjadikan kawasan Bunaken sangat terkenal hingga sekarang. Seorang bijak pernah

berkata “Everybody can promote anybody, but not them self”, mungkin kita perlu

mengulang sejarah dengan menggunakan orang lain atau pihak ketiga untuk

mempromosikan potensi wisata alam dan budaya kita. Program promosi dengan

mengirimkan duta budaya ke manca negara sepertinya perlu ditata ulang dengan

melakukan hal kebalikannya, yaitu mendatangkan pelajar, mahasiswa atau

masyarakat budaya dan pariwisata, pakar budaya dan kritikus dunia ke Indonesia

untuk melihat, merasakan dan menyaksikan sendiri objek wisata alam dan

kebudayaan bangsa kita. Kemudian biarkan mereka pulang dan bercerita kepada

masyarakat di negaranya masing-masing tentang Indonesia. Seperti pepatah melayu

mengatakan “Kisah dan cerita dari orang sekampung seketurunan lebih utama dan

dipercaya dari pada kisah dan cerita orang yang tak dikenal asal usulnya”.

Dari negara-negara Amerika latin kita bisa belajar bagaimana mereka mendukung

dan mensupport media televisi seperti BBC, Discovery Channel, National

Geographic dan Animal Planet untuk mengekplorasi, melakukan penelitian dan

peliputan dokumentasi di hutan belantara mereka. Bukan hanya dengan

memperbolehkan mereka melakukan peliputan hal-hal yang baik dan indah-indah

saja, tapi juga hal-hal yang sebaliknya. Hutan dan laut kita memiliki keragaman yang

lebih banyak dari negara-negara di Amerika Latin, tentunya apabila kita melakukan

penawaran yang sama ke media televise diatas, secara logika mereka pasti akan

antusias menerimanya.

20

Pembelanjaan dana promosi pariwisata di media elektronik seperti

pemasangan iklan di media telivisi internasional seperti CNN, harus kita rubah

dengan cara berpartisipasi aktif pada kegiatan-kegiatan international yang bersifat

pendidikan dan petualangan di alam bebas. Beberapa kegiatan besar yang diliput

banyak media (cetak maupun televise) seperti Camel Trophy dan Operation Raleigh

yang pernah diadakan di Indonesia. Seharusnya kita dukung dan kita ajak kembali

untuk melaksanakan kegiatannya di Indonesia. Kegiatan petualangan 4X4 dari Camel

Trophy yang berlangsung lama (bulanan) dan disiarkan terus menerus melalui media

televisi, tentunya merupakan cara berpromosi yang sangat efektif dan murah. Lihatlah

negara tetangga kita Thailand yang mensupport banyak film layar lebar, seperti The

Man With The Golden Gun - James Bond , Rambo IV, Blood Sport dan lain

sebagainya, yang sebagian isi dari film itu menampilkan keindahan alam dan budaya

negara tersebut. Thailand tidak hentinya berpromosi dengan cara yang sama, terakhir

yang saya ketahui, mereka juga mensupport acara televisi terkenal The Survivor

sehingga salah satu rangkaian kegiatannya dilaksanakan disalah satu pulau di negara

tersebut (seluruh rangkaian episode dari acara ini ditayangkan hampir 6 bulan dan

ditonton oleh puluhan juta orang). Tidak ada kata terlambat, semoga pemerintah mau

mengambil inisiatif untuk memulainya.

Sadarkah kita kalau terkadang kita lebih mengenal sumber daya alam dan

budaya masyarakat luar dibandingkan diri kita sendiri. Semua ini merupakan

pengaruh dari media televisi. Kita lebih mengenal kanguru daripada harimau

sumatera, kita lebih mengenal buaya dari seorang bernama Rob Bredel yang

21

kelahiran Australia, semuanya itu karena sebuah acara yang berjudul Killer Instinc.

Sepertinya media televisi kita (swasta dan pemerintah) perlu meningkatkan

kemampuan dirinya didalam menghasilkan tayangan yang berisikan informasi budaya

dan objek wisata alam. Jangan pernah puas menjadi raja di negeri sendiri! Lihatlah

acara jalan-jalan dan petualangan seperti Jejak Petualang - saya salah satu penggemar

acara ini, yang popular karena memperkenalkan dan menampilkan wisata alam dan

kekayaan budaya bangsa kita, pada beberapa episodenya justru digunakan oleh

negara tetangga untuk memperkenalkan potensi objek wisata alamnya kepada

masyarakat Indonesia. Banyak acara-acara sejenis di negeri ini, sayangnya kualitas isi

dan gambarnya di desain untuk dinikmati hanya bagi orang Indonesia. Akan sangat

indah apabila isi dan lokasinya tentang Indonesia tapi di kemas dan diramu untuk

dinikmati oleh masyarakat dunia. Seperti perkataan John Naisbit “Think locally, act

globally!” Anda tentu masih ingat maraknya kegiatan blogging beberapa waktu yang

lalu (sekarangpun masih terasa) dan popularnya jejaring sosial saat ini (seperti

facebook). Tidak dibutuhkan banyak biaya dan keahlian untuk menjadi seorang

blogger dan betapa menyenangkannya menjadi seorang facebooker. Mengapa kita

tidak mengembangkan dari kegiatan yang minim biaya dan menyenangkan menjadi

media promosi objek wisata alam dan budaya bangsa tercinta ini. Bagi mereka yang

suka jalan-jalan dialam bebas, promosikan lah diri anda sebagai seorang adventure

guider (buat halaman tentang ke ahlian dan kemampuan anda dibidang ini). Bagi

mereka yang memiliki keahlian membuat kerajinan tangan, juallah (bukalah halaman

toko online dan pasarkan keseluruh dunia dan cantumkan nama Indonesia di setiap

22

hasil karya anda). Dan banyak lagi kesempatan yang terbuka dan bisa kita ciptakan

dari kegiatan yang namanya ekowisata.

3.2. Pengembangan Ekowisata di Maluku

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sedang membangun potensi

wisata bahari di Maluku melalui kegiatan Bimbingan Teknis Pengembangan Wisata

Bahari yang dilaksanakan di Ambon, 16 - 17 Juli 2012. Direktur Pengembangan

Daya Tarik Wisata dari Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sutyaningsih Retnowati, di Ambon, Senin,

mengatakan, kegiatan itu dilaksanakan karena potensi bahari di Maluku luar biasa.

"Pemerintah pusat bersinergi dengan pemerintah daerah untuk bersama-sama

membangun potensi wisata. Khusus di Maluku dilaksanakan bimbingan teknis wisata

bahari karena kita tahu di sini baharinya luar biasa," kata Sutyaningsih Retnowati.

Ia berharap, "output" yang dihasilkan dari kegiatan tersebut akan membantu

pengembangan wisata bahari di Maluku.

Sementara itu, seorang pemateri, Agus Wiyono dalam presentasinya tentang

pemahaman ekowisata (ecotourism) menjelaskan manfaat dan kesuksesan yang bisa

tercipta dari sektor itu. Dijelaskan Agus, ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan

wisata bertanggungjawab ke area alami yang dilakukan dengan tujuan

mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk

setempat (The Ecotourism Society, 1990).

23

Menurut dia, ekowisata yang sukses akan membantu melestarikan biodiversity,

memberikan masukan yang adil dalam ekonomi dan sosial kepada masyarakat lokal,

dan mendatangkan wisatawan yang terus menerus atau berkelanjutan.

Dia mencontohkan kegiatan ekonomi wisata yakni mendaki gunung, berkemah,

mengamati burung, ikan paus atau satwa liar, jalan santai dengan gajah atau kuda,

arung jeram dan menyelam. Dia juga menjelaskan hal-hal yang dilakukan orang saat

berekowisata tapi bukan esensi dari kegiatan pariwisata tersebut, seperti aktivitas

yang merusak alam karena mengendarai jeep atau speedboat di kawasan ekosistem

yang rawan. "Ada pula wisatawan yang mungkin sudah melakukan kaidah

ecotourisme di area konservasi tapi cara dia menuju ke tempat itu tidak ramah

lingkungan atau menimbulkan kerusakan di tempat lain," katanya.

Penulis Cuma mau memberikan beberapa pemikiran penulis terkait dengan

pengembangan ekowisata di Maluku:

Pengembangan kapasitas lokal:

Memperkuat pengelolaan sumberdaya baik yang ada di darat

maupun di laut.

Menyusun kebutuhan masyarakat local didampingi Akademisi,

LSM, stakeholder dan dukungan Pemerintah setempat.

Infrastruktur:

Inisiatif Pemerintah dan pengelola ekowisata untuk membuka

akses wilayah.

24

Semakin banyak pengunjung akan mengundang investasi

infrastruktur.

Konsistensi kebijakan:

Upaya konservasi keanekaragaman hayati yang berjangka

panjang.

Kerja sama internasional serta mekanisme pendanaan jangka

panjang.

Integrasi promosi:

jasa pariwisata dan penunjangnya di tingkat daerah perlu

berintegrasi mempromosikan wisatanya.

Pengembangan produk

Pengembangan produk mengarah ke pendidikan dan

ketrampilan.

peningkatan kualitas dan keunikan lokal.

25

BAB. V. KESIMPULAN

Dari hasil uraian di atas maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam rangka menemukenali dan mengembangkan EKOWISATA perlu

segera dilaksanakan inventarisasi terhadap potensi nasional EKOWISATA

secara bertahap sesuai prioritas dengan memperhatikan nilai keunggulan saing

dan keunggulan banding, kekhasan obyek, kebijaksanaan pengembangan serta

ketersediaan dana dan tenaga.

2. Potensi Nasional EKOWISATA yang sudah ditemukenali segera

diinformasikan dan dipromosikan kepada calon penanam modal.

3. Dalam rangka optimalisasi fungsi EKOWISATA perlu diupayakan

pengembangan pendidikan konservasi melalui pengembangan sistem

interprestasi EKOWISATA dan kerjasama dengan instansi terkait termasuk

lembaga-lembaga pendidikan, penelitian, penerangan masyarakat, dan lain-

lain.

4. Perlu dikembangkan sistem kemitraan dengan pihak swasta, lembaga swadaya

masyarakat yang ada, dalam rangka mendukung optimalisasi pengembangan

EKOWISATA.

5. Pengembangan EKOWISATA merupakan sub-sistem dari pengembangan

pariwisata daerah dan pengembangan wilayah pada umumnya yang secara

langsung maupun tidak langsung memberi manfaat lebih bagi masyarakat

setempat. Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan koordinasi,

perencanaan, pelaksanaan serta monitoring pengembangan obyek dan daya

tarik wisata alam.

26

DAFTAR PUSTAKA

Abrahamsz, J. 2007.Potensi, Isu dan permasalahan pulau-pulau kecil di Maluku. http//www. James_Abrahamsz.html. Diakses pada 18 Januari 2013.

Dirjen Pariwisata 1995 “Proyek Pengembangan Pariwisata Sumatera Utara” CV.

Miko Yova Consultan Engenering. Medan. Nasution, A. Z. 2012.Ekowisata. http//www. ekowisata.html. Diakses pada 28Januari

2013. Nugroho, I. 2006. Ekowisata. Bahan ajar Ekowisata Program studi agribisnis

Universitas Widyagam Malang. Malang. ……………., 2007. Ekowisata. http//www. Wikipedia.html. Diakses pada 27 Januari

2013. Korebima, L. I. 2012.Potensi wisata di kabupaten Buru Selatan- Maluku. Badan

Penanaman Modal Provinsi Maluku. Suhandi Arys, 2001 “Rencana Induk Pengembangan Ekowisata Tangkahan”. TIES (The International Ecotourism Society). 2006. Fact Sheet: Global Ecotourism.

Updated edition, September 2006. www.ecotourism.org