27
MAKALAH TEKNOLOGI ENZIM PENGGUNAAN ENZIM DALAM INDUSTRI PANGAN Disusun oleh: Dimas Adi Prayitno L2C009012 Richa Rachmawaty L2C009094 Hanik Handayani L2C009097 Fransisca Selvy L2C009104 Ratna Paramitha Sari L2C009109 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Enzim Dalam Industri Pangan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aw5

Citation preview

Page 1: Enzim Dalam Industri Pangan

MAKALAH TEKNOLOGI ENZIM

PENGGUNAAN ENZIMDALAM INDUSTRI PANGAN

Disusun oleh:

Dimas Adi Prayitno L2C009012

Richa Rachmawaty L2C009094

Hanik Handayani L2C009097

Fransisca Selvy L2C009104

Ratna Paramitha Sari L2C009109

TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2011

Page 2: Enzim Dalam Industri Pangan

BAB I

PENDAHULUAN

Enzim berperan sangat penting dalam industri pangan, baik produk pangan

tradisional maupun maupun desain produk pangan yang baru. Sebelum dikenalnya

teknologi modern, pemanfaatan enzim sudah dilakukan dengan tidak sengaja. Misalnya,

pada proses pengolahan minuman beralkohol dan keju. Proses malting pada pengolahan

minuman beralkohol berkembang aktivitas enzim amilase dan protease yang memecah pati

dan protein pada mashing biji-bijian menghasilkan gula dan zat gizi lain yang dibutuhkan

oleh yeast pada proses selanjutnya. Demikian pula pada pengolahan keju, peran enzim

protease sangat penting dalam memecah misel kasein sehingga terbentuk curd pada

tahapan pembuatan keju. Dengan kemajuan teknologi, peran enzim dalam produksi pangan

sudah dilakukan optimasi terhadap kondisi proses sehingga aktivitas enzim dapat berjalan

seperti yang diharapkan.

Contoh lain dari peran enzim untuk menghasilkan mutu pangan yang baik adalah

proses produksi daging saat pemotongan hewan. Proses perubahan otot menjadi daging

diperlukan kerja enzim, sehingga daging yang dihasilkan mempunyai mutu yang baik.

Pentingnya hewan diistirahatkan sebelum dipotong, membunuhnya tanpa trauma, dan

melayukan daging beberapa jam atau hari, dilakukan sebelum peran enzim selama proses

tersebut diketahui. Sekarang telah diketahui bahwa pada saat hewan diistirahatkan sebelum

dipotong menjamin ketersediaan glikogen sebagai substrat dari kerja enzim post mortem

enzim. Proses glikolisis post mortem dan protease dalam proses konversi otot menjadi

daging sangat penting untuk proses selanjutnya dan memperbaiki mutu daging.

Banyak produk pangan lain yang didesain dengan mengembangkan kerja enzim,

baik langsung maupun tidak langsung. Contoh produk-produk pangan akibat kerja enzim

secara tidak langsung adalah produk pangan fermentasi yang melibatkan mikroorganisme

seperti yogurt, tempe, kecap, tape, sosis, dan lain-lainnya. Aktivitas enzim yang

dimanfaatkan dalam proses produksi pangan secara endogenus berasal dari tanaman,

hewan, maupun mikroorganisme. Aktivitas enzim endogenus dapat dimanipulasi dengan

melakukan optimasi terhadap kondisi kerja enzim (pH dan suhu) atau meningkatkan

ekspresi enzim dengan teknik rekayasa genetik. Karena keterbatasan penggunaan teknik

manipulasi tersebut, maka berkembang ide untuk menambahkan enzim dari sumber lain

Page 3: Enzim Dalam Industri Pangan

(enzim eksogenus) untuk memperbaiki reaksi-reaksi yang sudah ada atau menginisiasi

reaksi-reaksi baru. Pemanfaatan dan manipulasi kerja enzim telah pula dipergunakan untuk

mendesain produk pangan fungsional.

Ada beberapa enzim yang telah digunakan secara umum dalam industri pangan,

salah satunya enzim a-amilase. Enzim a-amilase digunakan dalam industri hidrolisis pati,

bir, roti, dan deterjen. Dalam industri hidrolisis pati, enzim digunakan untuk mencairkan

pati yang tergelatinasi. Enzim tersebut berfungsi menurunkan viskositas pati dan

menghidrolisis menjadi maltodekstrin. Enzim a-amilase (1,4-a-glukanohidrolase)

merupakan endoglukanase yang menghidrolisis ikatan internal a-l,4 glikosidik. Sebelum

digunakan a-amilase termostabiI, enzim amilase dari B.sllbtilis dan B. amyloliquefaciens

yang digunakan harus ditambahkan sebelum dan sesudah tahap gelatinasi pada suhu tinggi.

Dengan ditemukan a-amilase dari B. Licheniformis maka tahap ini dapat dieliminasi.

Enzim a-amiloglukosidase (1,4-a-D-glukan glukohidrolase atau glukoamilase) dari

cendawan digunakan dalam produksi sirup glukosa yang setara dengan dekstrosa sebesar

95 sampai 97%. Enzim tersebut memiliki aktivitas exoacting yaitu melepaskan glukosa

dari ujung pereduksi maltodekstrin. Bila diinginkan diperoleh sirup glukosa yang setara

dengan dektrosa lebih dari 98% perIu ditambahkan pululanase dari Klebsiella aerogenes.

Enzim ini ternyata tidak stabil karena secara cepat dapat kehilangan aktivitas pada pH 4.5

dan suhu 60°C (Thomas & Kenealy 1986).

Enzim a-amilase dari cendawan termostabil Aspergillus niger dan A. oryzae

digunakan untuk produksi sirupmaltosa. Enzim cendawan tersebut berbeda dari enzim a-

amilase bakteri, yaitu produk utamanya adalah maltosa,disamping itu juga menghasilkan

dekstrin dan glukosa dalam jumlah terbatas. Berdasarkan alasan ekonomi,a-amilase

cendawan sering digunakan bersamaan dengan amiloglukosidase untuk menghasilkan

sirup campuran yang setara dengan dekstran sebesar 60%. Sirup campuran yang dihasilkan

dapat digunakan sebagai substrat murah dalam industri bir dan fermentasi. Enzim

isomerase digunakan untuk mengubah glukosa menjadi fruktosa dalam industri sirup

jagung berkadar fruktosa tinggi. Fruktosa yang merupakan isomer D-glukosa adalah

pemanis alami yang paling manis. Untuk tujuan isomerisasi ini digunakan enzim xilosa

isomerase. Dalam industri modern, penggunaan xilosa isomerase dilakukan dalam reaktor

fixed-bed dalam bentuk terimobilisasi. Xilosa isomerase yang sering digunakan berasal

dari B. coagulans,Streptomyces albus, Arthrobacter spp., dan Actinoplanes missouriellsis.

Page 4: Enzim Dalam Industri Pangan

Dua enzim karbohidrase penting lainnya yang digunakan dalam industri ialah

pektinase dan laktase. Pektinase digunakan untuk menjernihkan jus buah. Laktase

digunakan pada industri keju untuk memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa

(Thomas & Kenealy 1986). Enzim proteolitik memiliki peranan kira-kira dua pertiga dari

total pasar industri berbasis enzim. Dari total protease yang digunakan dalam industri, 25%

di antaranya merupakan protease alkalin termostabil yang digunakan dalam industri

deterjen. Dari uraian tersebut terlihat betapa enzim termostabil sangat berpotensi untuk

diaplikasikan dalam industri modern yang berbasis enzim.

Meskipun kemajuan yang dicapai dalam aplikasi enzim telah sangat luas selama

dekade terakhir ini, namun pengetahuan tentang fisiologi, metabolisme, enzimologi, dan

genetika dari mikrob penghasil enzim masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian

mendalam tentang sifat-sifat molekuler enzim dan gen-gennya untuk dapat memahami

bagaimana mereka menjalankan fungsinya pada suhu tinggi, bahkan pada suhu di atas 1000

masih diperlukan.

Page 5: Enzim Dalam Industri Pangan

BAB II

PEMBAHASAN

Enzim dalam pengolahan pangan

Penggunaan enzim dalam industri pangan dilakukan karena enzim merupakan alat

yang ideal digunakan untuk memanipulasi bahan-bahan biologis. Beberapa keuntungan

penggunaan enzim dalam pengolahan pangan adalah aman terhadap kesehatan karena

bahan alami, mengkatalisis reaksi yang sangat spesifik tanpa efek samping, aktif pada

konsentrasi yang rendah, dapat diinaktivasi, dan dapat digunakan sebagai indikator

kesesuaian proses pengolahan. Walaupun demikian, dari ribuan enzim ditemukan oleh

para ahli biokimia, hanya sebagian kecil enzim dapat dimanfaatkan dalam industri pangan.

Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian kondisi reaksi enzim, ketidakstabilan enzim

selama pengolahan, atau karena biaya yang terlalu mahal untuk menggunakan enzim

dalam pengolahan pangan.

Pada saat enzim dipertimbangkan untuk digunakan dalam industri pangan, maka

sangat penting dijamin bahwa pemanfaatan enzim tersebut akan memberikan keuntungan

secara komersial. Enzim dapat bermanfaat untuk konversi bahan baku menjadi bahan yang

Page 6: Enzim Dalam Industri Pangan

lebih mudah diolah pada tahapan proses selanjutnya. Selain untuk pengolahan yang lebih

efisien dan aman, enzim dalam industri pangan dapat dimanfaatkan untuk mendesain

produk pangan yang lebih mudah dicerna saat dikonsumsi. Degradasi makromolekul

menjadi senyawa yang lebih sederhana dan mudah diserap di dalam saluran pencernaan

sangat diperlukan oleh orang yang bermasalah dengan produksi enzim-enzim pencernaan.

Ada dua cara penggunaan enzim dalam pengolahan pangan, yaitu memanfaatkan

enzim yang alami ada dalam produk pangan (enzim endogenus) dan menambahkan enzim

dari luar ke dalam bahan pangan yang diolah (enzim eksogenus). Enzim endogenus dapat

berasal dari bahan baku pangan (nabati atau hewani) maupun dari mikroorganisme yang

digunakan dalam proses fermentasi produk pangan. Enzim eksogenus sudah banyak

diproduksi secara komersial untuk dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan pangan.

Beberapa produk enzim yang digunakan dalam pengolahan pangan dapat dilihat pada

Tabel 1.

Secara alami enzim terdapat dalam sel dari mikroorganisme, jaringan tanaman dan

jaringan hewan. Keterlibatan enzim dalam pengolahan pangan tidak semua

menguntungkan. Enzim yang merugikan dapat menyebabkan kerusakan pangan seperti

pembusukan, perubahan flavor, warna, tekstur dan kandungan gizi pangan. Untuk itu,

dalam pengolahan pangan, inaktivasi enzim yang tidak menguntungkan tersebut perlu

dilakukan. Namun beberapa enzim alami pada makanan apabila dikonsumsi segar dapat

membantu kerja pencernaan dan kerja pankreas untuk sekresi enzim tidak bekerja berat.

Bahan pangan yang melalui pemasakan (pemanasan) akan menginaktifkan enzim-enzim

alami yang terdapat dalam makanan segar. Apabila kita selalu mengonsumsi makanan

yang dimasak dalam waktu yang lama, maka akan terjadi kekurangan enzim yang kronis

(chronic enzyme deficiency) yang memberi kecendrungan pada penyakit kanker.

II.1. ENZIM PADA INDUSTRI BIR

Pembuatan bir (bahasa Inggris: brewing, dibaca; bruwing) adalah proses yang

menghasilkan minuman beralkohol melalui fermentasi. Metode ini digunakan dalam

produksi bir, sake, dan anggur. Brewing memiliki sejarah yang panjang, dan bukti

arkeologi menunjukkan bahwa teknik ini telah digunakan di Mesir kuno. Berbagai resep

bir ditemukan dalam tulisan-tulisan Sumeria. Tempat pembuatan bir dinamakan brewery

(bahasa Inggris) atau brauerei (bahasa Jerman). Teknologi pembuatan bir mengalami

perubahan yang cukup besar dari abad ke abad, dan bahkan dewasa ini setiap pembuat

Page 7: Enzim Dalam Industri Pangan

punya caranya sendiri. Tetapi, secara umum, hampir semua bir mengandung empat bahan

dasar: barli, hop, air dan ragi.

Seluruh proses pembuatan bir dapat dibagi menjadi empat tahap: pembuatan malt,

pengolahan wort, fermentasi dan pematangan. Pembuatan malt : semua bir dibuat dari

malt. Malt ini, tergantung kebiasaan, dibuat dari bulir jelai, gandum, atau kadang gandum

hitam. Selama tahap ini, barli disortir, ditimbang, dan dibersihkan. Setelah itu, barli

direndam dalam air dengan tujuan supaya barli itu berkecambah. Prosesnya memakan

waktu antara lima sampai tujuh hari pada suhu sekitar 14oC. Hasilnya adalah malt hijau,

yang dipindahkan ke oven khusus untuk dikeringkan di kiln. Proses perkecambahan

menghasilkan beberapa enzim, terutama α-amilase dan β-amilase, yang akan digunakan

untuk mengubah pati dalam bulir menjadi gula. Kadar air dalam malt hijau itu diturunkan

hingga antara 2% sampai 5% agar berhenti berkecambah. Setelah dikeringkan, kecambah

dibuang dari butiran malt, lalu malt itu digiling. Kemudian, tahap berikutnya bisa dimulai.

Pengolahan wort Malt yang telah digiling dicampur dengan air untuk menghasilkan

adonan, yang kemudian dipanaskan perlahan-lahan dalam sebuah proses yang dinamai

mashing. Mashing biasanya memakan waktu 1 sampai 2 jam.

Pada suhu tertentu, enzim-enzimnya mulai mengubah sarinya menjadi gula

sederhana. Tetapi ini berlangsung lebih dari empat jam dan menghasilkan wort yang

kemudian disaring sampai bersih. Berikutnya adalah proses pendidihan, yang

menghentikan kegiatan enzim. Selama pendidihan, hop ditambahkan ke dalam wort untuk

menghasilkan rasa pahit bir yang khas. Setelah kira-kira dua jam dididihkan, wort

didinginkan sampai suhu tertentu. Fermentasi inilah tahap terpenting dalam proses

pembuatan bir. Dengan bantuan ragi, gula sederhana dalam wort diubah menjadi alkohol

dan karbon dioksida. Lama fermentasi yang berlangsung tidak lebih dari seminggu, dan

suhu proses itu bergantung pada jenis bir misalnya ale (bir keras) atau lager (bir ringan)

yang dihasilkan.

Bir mentah itu kemudian dipindahkan ke dalam tangki-tangki di ruang

penyimpanan bawah tanah untuk dimatangkan. Selama tahap ini, terbentuklah rasa serta

aroma bir yang khas dan juga gelembung-gelembung dari karbon dioksida. Bir mengalami

pematangan selama suatu periode dari tiga minggu sampai beberapa bulan, bergantung

pada jenis bir. Akhirnya, bir yang telah jadi itu dikemas dalam gentong atau botol dan siap

dikirim ke tempat tujuan akhir.

Page 8: Enzim Dalam Industri Pangan

II.2. ENZIM PADA PRODUKSI HIGH FRUCTOSE CORN SYRUP (HFCS)

Pembuatan HFCS (High Fructose Corn Syrup) dapat dilakukan dengan

tersediaanya substrat pati jagung dan enzim isomerase yang mampu merubah glukosa

menjadi fruktosa. Kini telah berkembang penggunaan “immobilized enzymes”, suatu

enzim yang dikurung dalam sejenis kapsul, sehingga substrat dan produknya saja yang

dapat masuk ke luar, sedang enzimnya tidak ke luar (immobilize) dari kapsulnya. Dengan

demikian penggunaannya dapat berulang-ulang, sampai mengalami stadium “fatigue”.

Salah satu produk HFCS (yang pertama diproduksi) mengandung 71 persen

padatan terlarut, dengan susunan 42 persen fruktosa, 52 persen dekstrosa (glukosa) dan 6

persen gula-gula lain. Karena kandungan dektrosanya, suhu penyimpanan sebaiknya

dilakukan pada 80 – 900F, untuk mencegah terjadinya kristalisasi glukosa. Skema

produksi HFCS terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema produksi HCFS 42 %

Untuk per ton pati diperlukan enzym liquefaction amylase sebanyak 1.15 kg, enzim

sacharifikasi 0.85 kg, enzim isomerase 0.70 kg, filter aw 5.54, “active carbon” 6.00 kg.

NaCI 10.9 kg dan HCI 56.20 kg. Untuk perhitungan tahun 1983 biaya bahan tambah

tersebut meliputi Rp. 80.000,- per ton HFCS.

a. Likuifikasi

Kanji pati jagung (40 – 45%) dimasukkan ke dalam pompa dengan dicampur enzim

amilase dan cofaktor. PH diatur sampai sekitar 6.8 sebelum ditambah dengan enzim. Dan

Page 9: Enzim Dalam Industri Pangan

kemudian dinjeksikan uap air panas sehingga mencapai suhu reaksi enzim yaitu 1040C.

Dengan tekanan uap, mampu sekaligus mengocok sehingga mempercepat reaksi.

Penambahan enzim dilakukan dan produk dibiarkan pada suhu 930C selama 60 menit

sehingga proses likuifikasi berlangsung lengkap. Pada tahap tersebut seluruhpati telah

dirubah sehingga mencapai dekstrose-eqivalen (DE) sekitar 15 – 20.

b. Sacharifikasi

Campuran didinginkan sehingga mencapai 600C, suhu yang optimal untuk proses

sacharifikasi. Karena reaksinya exotherm maka ada kecenderungan proses menyebabkan

bertambahnya suhu, karena itu harus diturunkan dan dikendalikan. Pengendalian suhu

sangat penting pada tahap sacharifikasi. Produk akhir mencapai DE 95 – 98.

Whitaker (1972) mengatakan dalam kurun waktu 50 tahun mendatang, khususnya

dalam penelitian daging, perkembangan teknologi enzim akan mengarah ke masalah

pemanfaatan enzim selama pemeraman daging (kaskas) sehingga dapat dicapai sesingkat

mungkin. Dengan teknologi enzim yang maju misalnya dengan pengendalian enzim dalam

daging, digabung dengan penambahan enzim yang spesifik akan dapat mencernakan

polimer-polimer yang bertanggung jawab terhadap keempukan daging berbagai enzim

daging tersebut, enzim kolagenase akan banyak berperan, diharapkan daging yang

memenuhi mutu yang dikehendaki tanpa mengalami proses pemeraman. Dengan demikian

cara tersebut akan sangat lebih ekonomis dibanding harus menunggu proses pemeraman

yang lamanya 2 – 3 minggu atau lebih.

Pada hakekatnya yang menyebabkan kekerasan daging itu bukan jumlahnya

kolagen tetapi mutu atau jenis kolagen yang menentukan kekerasan daging. Enzim spesifik

tersebut (kolagenase) diperlukan untuk mencegah pemeraman dan terjadinya penuaan.

Page 10: Enzim Dalam Industri Pangan

Enzim kolagenase tersebut dapat diperoleh dari mikroba khususnya yang diisolasi

dari kulit yang telah disamak C. histolyticum, yang memiliki keaktifan enam kali lebih

aktif dari kolagenase ternak.

Bahkan enzim kolagenase tersebut telah berkembang penggunaannya untuk

mencegah proses penuaan pada manusia sehingga dapat lebih awet muda. Usaha-usaha

mencari enzim anti crosslink tersebut akan berkembang maju di masa depan. Bjorksten

(1977) dalam mencari jenis enzim tersebut telah menemukan dan mengisolasi Ca-activated

(“micro-protease”) dari B. ceresu, yang istimewa dari enzim tersebut adalah ukurannya

yang sangat kecil, dengan demikian memungkinkan memasuki dan menembus serat-serat

kolagen. Enzim-enzim yang mampu memecah ikatan C-N akan besar perannya dalam

memecahkan cross-link.

Enzim yang mampu menghambat bahkan menyetop terjadinya senescen =

kelayuan dan penuaan pada buah khususnya memantapkan kemudaan, kelayuan dan

kerenyahan produk hortikultura akan terus mendapat perhatian khususnya enzim yang

berasal dari mikroba.

c. Refining sirup dekstrosa

Proses refining dimulai dengan proses filtrasi. Filtrasi dilakukan secara vakum

yang mampu menjaring protein, serat atau padatan lain dengan cara sirup ampas

dikeringkan untuk kemudian dibuat pellet untuk makanan ternak.

Sirup yang telah disaring tersebut dipompakan ke dalam kolom karbon aktif dan

ion exchange dalam bentuk seri untuk lebih memurnikan sirup. Kolom karbon aktif

biasanya terdiri dari dua buah kolom yang mampu menampung aliran sirup dnegan

“retention time” 400 jam, yang diperlengkapi dengan alat distributor yang menjamin

distribusi sehomogen mungkin.

Setelah melalui karbon aktif, sirup tersebut dialirkan dalam tangki-tangki “ion

exchange” dan kemudian disaring lagi untuk memisahkan adanya karbon yang terikut

dalam sirup.

Fungsi “ion-exchange” ialah untuk menghilangkan zat-zat mineral dalam sirup dan

residu protein atau zat-zat warna yang mungkin lolos dari kolom karbon aktif.

Tahap berikutnya adalah pengentalan kembali dengan dilakukan evaporator.

Page 11: Enzim Dalam Industri Pangan

d. Isomerisasi

Glukosa dan fruktosa adalah merupakan isomer satu dengan yang lainnya, artinya

memilih berat molekul dan susunan atom yang sama tetapi dengan struktur konfigurasi

yang berbeda.

Glukosa dapat dirubah strukturnya menjadi fruktosa atau sebaliknya, fruktosa dapat

dirubah menjadi glukosa dengan pertolongan enzim yang sama yaitu glukosa-isomerase.

Proses perubahan tersebut disebut “enzymatic glucose-isomerization”.

Karena enzim tersebut “reversible” artinya dapat mengkatalis ke aksi bolak-balik

maka produk akhir selalu merupakan campuran dari biak glukosa maupun fruktosa. Relatif

komposisi campuran dari kedua jenis gula tersbut dapat bervariasi tergantung kondisi

reaksi, suhu dan keasaman dimana proses isomerasi berlangsung. High Fructose yang

diproduksi mengandung fruktosa 42 persen, 50 persen glukosa dan 8 persen oligomerasi

(gula lain).

Sirup kental dengan kadar padatan 45 persen dimasukkan ke dalam isomerasi

selama 15 menit untuk mengatur pH 8.0 dan penambahan Mg sulfat sebagai promts, sirup

dipompakan ke dalam kolom-kolom isomerasi. Sebelum proses dimulai, suhu kasar dan

suhu tepat (600C) diatur secara cermat, dilakukan di aerasi dalam kolom sehingga

mencapai kevakuman 254 mm Hg dan enzim gluko isomerasenya telah pula disiapkan.

Adanya oksigen terlarut dapat memblokir reaksi isomerasi.

Dalam industri yang berskala besar proses isomerasi dilakukan pada sembilan

kolom reaktor (fixed bed, densiflow) dan beberapa “immobilized enzym” kolom reaktor.

Enzim dalam kolom secara cepat berubah secara isomerisasi, glukose menjadi fruktosa.

Kadar sirup glukosa harus diatur selalu tetap yaitu antara 42.5 – 43 persen agar

“flowrate”nya konstan.

e. Refining HFS

“High Fructose Syrup” yang diperoleh kemudian ditampung dalam tangki

penampung dan kemudian dialirkan ke dalam filter, karbon aktif dan “ion-exchange”

kolom seperti yang digunakan dalam proses pemurnian sirup glukosa.

Page 12: Enzim Dalam Industri Pangan

Karbon aktif mengambil senyawa berwarna yang terjadi selama proses isomerasi

dan “ion-exchange” mengambil garam anorganik yang digunakan dalam proses isomerasi

sehingga kadar abu dapat ditekan menjadi serendah mungkin.

Sirup HFS yang diperoleh disaring lagi, dipanaskan pada suhu di bawah diskolom

HFS untuk meningkatkan kekentalan sirup sehingga mencapai kadar padatan terlarut 71

persen, disaring lagi baru ditampung ke dalam tangki-tangki penyimpanan.

II.3. ENZIM PADA PRODUKSI GULA XILOSA dengan ENZIM XILANASE

Jenis mikroorganisme yang sudah umum menghasilkan xilanase ialah jamur dan

bakteri. Beberapa jenis bakteri dan jamur diketahui mampu menghasilkan xilanase secara

ekstraseluler. Xilanase dari Clostridium acetobuty-licum telah diteliti oleh Lee et al.

(1985), yaitu dari 20 strain Clostri-dium sp. ternyata C. acetobutylicum NRRL B527 dan

ATCC 824 menghasilkan xilanase terbanyak. Strain NRRL B527 menghasilkan xilanase

pada pH 5,2, sedangkan strain ATCC 824 menghasilkan xilanase, xilopiranosidase, dan

arabinofuranosidase pada kultur anaerob. Bacillus sp. penghasil xilanase bersifat

alkalofilik yang telah diteliti adalah Bacillus sp. YC 335 (Park etal., 1992), Bacillus sp.

41M-1 (Nakamura et al., 1993), dan Bacillus sp.TAR-1 yang juga bersifat termofilik

(Nakamura et al., 1994). Kubata et al. (1992) telah mengisolasi Aeromonascaviae ME-1

penghasil xilanase I dari usus herbivorous insect, sedangkan Dung et al. (1993) melakukan

penelitian β-1,4-xilanase 2 dan 3 dari A. caviae W-61. Irawadi (1992) berhasil

memproduksi selulase dan xilanase dari Neurospora sitophila pada substrat padat limbah

kelapa sawit. Richana et al. (2000) telah melakukan isolasi bakteri penghasil xilanase

alkalofilik yang berasal dari tanah berkapur pH 7,9.

Dalam memproduksi enzim dari mikroorganisme, hal yang penting untuk

dikerjakan adalah mulai menggunakan strain mikroorganisme yang paling aktif yang

tersedia. Suatu program seleksi strain harus dilakukan dengan mengambil kultur dari alam

atau koleksi kultur, dan melakukan pengujian-pengujian aktivitas enzim. Persyaratan

utama dalam seleksi adalah kemudahan metodologi, sehingga pengujian yang cepat untuk

sejumlah besar strain dapat dikerjakan.

Jenis mikroorganisme yang sudah umum menghasilkan xylanase ialah dari

golongan jamur dan bakteri. Meskipun enzim yang dihasilkan oleh golongan bakteri

memiliki ketahanan pada temperatur yang lebih tinggi dibanding jamur, namun aktifitas

xylanase dari golongan jamur jauh lebih tinggi dari bakteri. Disamping itu, level produksi

Page 13: Enzim Dalam Industri Pangan

yang tinggi dan kemudahan dalam cultivikasi membuat jamur lebih banyak digunakan

dalam produksi enzim skala industri (Bergquist et al, 2002).

Adapun jenis jamur yang berpotensi menghasilkan enzim xylanase yaitu jamur

Aspergillus niger dan Trichoderma ressei.

Aspergillus niger adalah mould dari klas fungi imperfecti, tersebar dimana-mana

pada bermacam substrat antara lain terdapat pada buah-buahan, sayur-sayuran dan

makanan lain yang telah busuk. Jamur ini berperan dalam mendekomposisi polisakarida di

dalam kayu, mempunyai suhu pertumbuhan 300C - 370C, pH : 4 – 6 dan aerob.

Menurut tinjauan umum A.niger diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Fungi imperfecti

Sub kelas : Hyphomyces

Ordo : Monoliales

Famili : Monoleaceae

Genus : Aspergillus

Spesies : Niger

(Dwijoseputro, 1984)

Pemanfaatan Xilanase Sebagai Gula Xilosa

Xilanase juga dapat digunakan untuk menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi

gula xilosa. Xilan banyak diperoleh dari limbah pertanian dan industri makanan.

Pengembangan proses hidrolisis secara enzimatis merupakan prospek baru untuk

penanganan limbah hemiselulosa (Biely, 1985; Rani dan Nand, 1996;Beg et al., 2001).

Gula xilosa banyak digunakan untuk konsumsi penderita diabetes. Di Malaysia gula xilosa

banyak diguna-kan untuk campuran pasta gigi karena dapat berfungsi memperkuat gusi.

Dengan beragamnya kegunaan gula xilosa maka perlu adanya inovasi ke arah produksi

xilosa tersebut.Inovasi tersebut muncul diantaranya apabila enzim penghidro-lisis

lignoselulosa tersebut sudah tersedia.

Adakalanya untuk mem-proses gula xilosa belum diminati karena kurang ekonomis

meng-ingat kandungan xilan sangat rendah dibandingkan dengan selulosa. Namun

demikian, perlu dipertimbangkan untuk melakukan proses multienzim sehingga hasilnya

tidak hanya xilosa saja (dari xilan) tetapi juga glukosa (dari selulosa dan oligo sakarida

lainnya). Sedangkan adanya teknologi baru seperti teknologi membran, di mana dapat

Page 14: Enzim Dalam Industri Pangan

memisahkan komponen sesuai ukuran molekul maupun berat molekul maka dapat

dilakukan fraksinasi glukosa dan xilosa dengan mudah.

Pemanfaatan Xilanase untuk Makanan Ternak

Van Paridon et al. (1992) telah melakukan penelitian pemanfaatan xilanase untuk

campuran makanan ayam boiler, dengan melihat pengaruhnya terhadap berat yang dicapai

dan efisiensi konversi makanan serta hubungannya dengan viskositas pencernaan. Hal

yang sama juga di-lakukan oleh Bedford dan Classen (1992), yang melaporkan bahwa

campuran makanan ayam boiler dengan xilanase yang berasal dari T.longibrachiatum

ternyata mampu mengurangi viskositas pencernaan, sehingga meningkatkan pencapaian

berat dan efisiensi konversi makanan.

Pemanfaatan Xilanase untuk Makanan dan Minuman

Xilanase dapat juga digunakan untuk menjernihkan juice, ekstraksi kopi, minyak

nabati, dan pati (Wongdan Saddler, 1993). Kombinasi dengan selulase dan pektinase dapat

untuk penjernihan juice dan likuifikasi buah dan sayuran (Beg et al.,2001).

Efisiensi xilanase dalam perbaikan kualitas roti yang telah dilakukan, yaitu xilanase yang

berasal dari Aspergillus niger var awamori yang ditambahkan ke dalam adonan roti

menghasilkan kenaikan volume spesifik roti dan untuk lebih meningkatkan kualitas roti

maka perlu dilakukan kombinasi penambahan amilase dan xilanase (Maatet al., 1992).

Sekalipun potensi penggunaan enzim xilanase cukup beragam tetapi untuk

memproduksi juga masih menghadapi beberapa kendala, antara lain tidak tersedianya

strain mikroorganisme unggul dan kurangnya pengetahuan tentang teknologiproduksi

enzim. Di lain pihak, pakar dari negara maju mengakui bahwa negara yang kaya akan

keanekaragaman hayati, termasuk Indonesia, merupakan sumber mikroorganisme maupun

tanaman yang potensial untuk bioproses (Fox, 1994).

Melihat potensi bahan limbah berlignoselulosa yang melimpah, serta kekayaan

sumber keanekaragaman hayati mikroorganisme di Indonesia, maka perlu dilakukan

inovasi ke arah industri enzim. Xilanase yang sangat beragam penggunaannya dapat

diproduksi sendiri di Indonesia seandainya memiliki strain mikroorganisme unggul

penghasil xilanase dan menguasai teknologi produksinya.

Page 15: Enzim Dalam Industri Pangan

Ekstraksi secara mekanis memiliki keuntungan dalam pengambilan sari buah dari daging

buahnya karena caranya yang sederhana, biaya murah, tekanan dapat disesuaikan dengan

jenis bahan, dan alat pengempa dapat untuk bermacam-macam bahan.

II.4. ENZIM PADA PROSES PENJERNIHAN SARI BUAH dengan ENZIM

PEKTINASE

Pada proses produksi sari buah, metode pengambilan sari buah dari buah asalnya

biasa menggunakan metode ekstraksi. Buah yang diekstrak akan menghasilkan saribuah.

Sari buah yang diperoleh biasanya masih mengandung partikel padat. Sehingga perlu

dihilangkan agar mendapatkan sari buah yang jernih. Penghilangan dapat dilakukan

dengan penyaringan. Pemisahan dengan didiamkan beberapa waktu akan terjadi

pengendapan padat karena adanya gaya gravitasi partikel padat, kemudian dapat diambil

bagian jernihnya. Proses penjernihan yang lebih efisien dapat dilakukan dengan

menggunakan bantuan enzim, yaitu enzim pektinase.

Enzyme treatment

Perlakuan pemberian enzim dapat membantu proses penjernihan sari buah. Enzim

yang digunakan adalah pektinase, yaitu enzim yang memecah pektin, suatu substrat

polisakarida yang ditemukan di dinding sel tumbuhan. Salah satu pektinase yang banyak

digunakan secara komersial adalah poligalakturonase. Hal ini dikarenakan petin

merupakan suatu matriks mirip jelly yang merekatkan sel-sel tumbuhan dan merekatkan

antar dinding sel tumbuhan, seperti serbut selulosa. Oleh karenanya, enzim ini berperan

dalam proses yang melibatkan degradasi bahan yang berasal dari tumbuhan, seperti

mempercepat ektraksi jus dari buah-buahan.

Pektinase biasanya merupakan campuran dari beberapa enzim, seperti selulase,

yang digunakan secara luas dalam industri jus untuk membantu ekstraksi, menjernihkan,

dan memodifikasi jus. Selain itu, enzim yang termasuk dalam kelompok pektinase adalah

poligalakturonase, pektin metil esterase, dan pektin lyase.

Penambahan enzim pectin membantu penjernihan dalam 2 cara: (1) enzim pektin

menyebabkan koagulasi dan sedimentasi bahan-bahan tersuspensi dan kandungan koloid

Page 16: Enzim Dalam Industri Pangan

yang terdapat dalam jus, dan (2) penambahan enzim memperkecil viskositas jus dan

sebagai akibatnya mempermudah dan mempercepat filtrasi.

II.5. ENZIM LIPASE UNTUK PRODUK BAKERY

Enzim lipase merupakan salah satu enzim yang memiliki sisi aktif sehingga dapat

menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak dan gliserol. Enzim lipase dapat

digunakan untuk menghasilkan emulsifier, surfaktant, mentega, coklat tiruan, protease

untuk membantu pengempukan daging, mencegah kekeruhan bir, naringinase untuk

menghilangkan rasa pahit pada juice jeruk, glukosa oksidase untuk mencegah reaksi

pencoklatan pada produk tepung telur dan lain-lain.

Sumber-sumber enzim lipase antara lain : bakteri (S. aureus), kapang (Aspergillus

niger, Rhizopus arrhizus), tanaman yang menghasilkan trigliserida (kacang-kacangan),

pancreas, susu.

Aplikasi enzim lipase untuk sintesis senyawa organik semakin banyak

dikembangkan, terutama karena reaksi menggunakan enzim lipase bersifat regioselektif

dan enansioselektif. Aktifitas katalitik dan selektivitas enzim, tergantung dari struktur

substrat, kondisi reaksi, jenis pelarut, dan penggunaan air dalam media.Contohnya

biosintesis senyawa pentanol, hexanol & benzyl alkohol ester, serta biosintesis senyawa

terpene ester menggunakan enzim lipase yang berasal dari Candida antartica dan Mucor

miehei.

Page 17: Enzim Dalam Industri Pangan

DAFTAR PUSTAKA

Budiman , Albar & Setyawan ,Sigit . Pengaruh Konsentrasi Substrat, Lama Inkubasi Dan

Ph Dalam Proses Isolasi Enzim Xylanase Dengan Menggunakan Media Jerami

Padi . Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro :

http://www.foodreview.biz/login/index.php

http://sudarmantosastro.wordpress.com

http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/13/rekayasa-genetika-mikroorganisme-

penghasil-enzim-lipase